laporan sgd blok 12 lbm 4

42
LAPORAN SGD 7 LBM 4 Blok 12 Hubungan Kelainan Kongenital dengan Komunikasi pada Anak ANGGOTA KELOMPOK : Abdillah Zunarto Omivar 31101300326 Adiana Vikasanti 31101300328 Agnes Dwi Putri Ningrum 31101300329 Ahdiahtus Safiah 31101300332 Anfa Nihlatul Firdausy 31101300337 Faiqotul Kumala Ayuna Kahfi 31101300349 Junizaf Iqbaal Ashar 31101300356 Muqsitha Fitri Nugrahani 31101300364 Nur Azi Firman Syah 31101300370 Rahajeng Manik Kartikandari 31101300374 Siti Diah Nirmala 31101300387

Upload: anfa

Post on 14-Jul-2016

78 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

LAPORANSGD 7 LBM 4 Blok 12

Hubungan Kelainan Kongenital dengan Komunikasi pada

Anak

ANGGOTA KELOMPOK :

Abdillah Zunarto Omivar 31101300326Adiana Vikasanti 31101300328Agnes Dwi Putri Ningrum 31101300329Ahdiahtus Safiah 31101300332Anfa Nihlatul Firdausy 31101300337Faiqotul Kumala Ayuna Kahfi 31101300349Junizaf Iqbaal Ashar 31101300356Muqsitha Fitri Nugrahani 31101300364Nur Azi Firman Syah 31101300370Rahajeng Manik Kartikandari 31101300374Siti Diah Nirmala 31101300387

FAKULTAS KEDOTERAN GIGIUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG2015

Page 2: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN

SGD 7 LBM 4 Blok 12

Hubungan Kelainan Kongenital dengan Komunikasi pada Anak

Telah Disetujui oleh :

Semarang, 23 Maret 2015

Tutor

drg. Andina Novitasari, Sp.KG

i

Page 3: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

DAFTAR ISILEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................3

A. Latar Belakang............................................................................................................3

B. Skenario....................................................................................................................... 4

C. Rumusan Masalah.......................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................6

A. Landasan Teori............................................................................................................6

1. Bad Habit..................................................................................................................6

1. Thumb and Digit Sucking....................................................................................6

2. Lip Sucking.........................................................................................................11

3. Tongue Thrusting...............................................................................................13

4. Mouth Breathing................................................................................................16

5. Bruxism...............................................................................................................18

2. Maloklusi................................................................................................................21

1. Klasifikasi Angle.................................................................................................21

2. Klasifikasi Deway Modifikasi Angle................................................................23

3. Klasifikasi Lischer Modivikasi Angle...............................................................24

B. Konsep Mapping........................................................................................................25

BAB III KESIMPULAN......................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................27

ii

Page 4: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangOral habit pada anak-anak berhubungan dengan perkembangan oklusi. Anak-anak

dengan habit tertentu yang temporary atau permanen dapat mengganggu oklusi dental dan

struktur penyangga gigi (Iyyer, 2006).

Habit adalah kecenderungan tentang tindakan berulang kali dilakukan, relatif tetap,

konsisten dan mudah dilakukan oleh individu (Iyyer, 2006).

Habit yang seperti ini adalah hasil dari pengulangan (repetisi). Pada tahap inisial, ada

usaha yang dilakukan dengan sadar untuk melakukan tindakan. Kemudian tindakan

dilakukan dengan kurang sadar dan bila dilakukan berulang-ulang secara cukup sering

maka dapat dilakukan secara tidak sadar (Iyyer, 2006).

Habits mula-mula merupakan suatu respon autonomik yang hanya terjadi pada respon

motorik. Respon otomatis yang diperoleh dari hasil pengulangan dan pembelajaran ini

dapat menjadi semakin tidak disadari dan menjadi kebiasaan yang menetap, mudah

dilakukan dan tidak disadari atau hampir otomatis (Tilakraj, 2003; Singh, 2007). Bad

habits atau kebiasaan oral yang merusak, terjadi bila habits yang melibatkan rongga mulut

berkelanjutan, menyebabkan gangguan pada struktur dentofasial (Rao dan Arathi, 2008).

Mathewson dan Primosch (1995) menyatakan bahwa oral habits merupakan suatu pola

yang dilakukan untuk menyesuaikan kontraksi muscular.

Seorang dokter gigi perlu memahami pengaruh oral habits terhadap gigi dan

manifestasi kebiasaan tersebut untuk mendapatkan hasil yang baik dalam perawatannya.

Salah satu perawatan penting yang dapat dilakukan adalah dengan perawatan orthodontik

interseptif untuk mengeliminasi kebiasaan tersebut sebelum berkembang lebih lanjut dan

menyebabkan kerusakan pada gigi-gigi (Dutta dan Sachdeva, 2007). Oral habits pada

anak-anak, menimbulkan ketidakseimbangan tekanan yang berbahaya bagi posisi gigi-

geligi dan oklusi sehingga menjadi malposisi dan maloklusi. Jika kebiasaan jelek tersebut

berhenti pada usia kurang dari 3 tahun, maka kemungkinan tidak akan mempengaruhi

keadaan gigi-gigi. Apabila terjadi kelainan, sifatnya hanya sementara, oklusi akan normal

kembali dengan sendirinya. Tetapi apabila ditemukan adanya kebiasaan jelek pada usia

setelah 3 tahun, maka perlu adanya perhatan khusus, karena akan terjadi gangguan pada

oklusi (Mathewson dan Primosch, 1995).

1

Page 5: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

2

Page 6: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

B. SkenarioSeorang ibu datang bersama anak perempuan yang berumur 10 tahun ke praktek

dokter gigi bermaksud untuk merapikan giginya yang tonggos. Keadaan ini membuat

ibunya khawatir dan anak merasa malu karena tidak percaya diri. Alloanamnesis:

didapatkan bahwa sang anak suka menghisap ibu jari, setiap akan tidur. Sejak 2 tahun

sampai sekarang, jari/jempol “kapalen”. Diperoleh juga keterangan bahwa anaknya sering

menganga (ngowoh), pernah cek up dan diketahui adanya pembesaran kelenjar adenoid

dan ketika menelan dengan menjulurkan lidah.

Pemeriksaan IO:

Makroglosi

Protrusi anterior RA

Open bite anterior

Palatum tinggi dan sempit

Posterior cross bite

Pemeriksaan EO:

Pemeriksaan pernafasan dengan kaca mulut di bawah hidung tidak terdapat

embun pada kaca mulut (-), di depan mulut terdapat embun pada kaca mulut

(+)

Dari hasil pemeriksaan tersebut, dokter gigi menyarankan untuk menunda perawatan

gigi.

C. Rumusan Masalah1. Apa macam-macam oral bad habit?

2. Akibat dari kelainan di skenario?

3. Macam-macam kelainan dentoskeletal?

4. Hubungan hisap ibu jari dengan skenario?

5. Apa kelainan pada skenario dan etiologinya?

6. Hubungan kelenjar adenoid dari skenario?

7. Hubungan pemeriksaan embun + pada mulut dan – pada hidung dengan skenario?

8. Hubungan pada pemeriksaan io dengan diagnosa?

9. Kenapa pada skenario ketika pasien menelan, menjulurkan lidah?

10. Apa kriteria oklusi yang normal dan macam-macam oklusi?

3

Page 7: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

11. Macan-macam maloklusi?

12. Kenapa dokter gigi menunda perawatan gigi?

13. Apa penatalaksanaan yang tepat untuk skenario?

4

Page 8: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori1. Bad Habit

Habit adalah kecenderungan tentang tindakan berulang kali dilakukan, relatif tetap,

konsisten dan mudah dilakukan oleh individu (Iyyer, 2006).

Habit yang seperti ini adalah hasil dari pengulangan (repetisi). Pada tahap inisial, ada

usaha yang dilakukan dengan sadar untuk melakukan tindakan. Kemudian tindakan

dilakukan dengan kurang sadar dan bila dilakukan berulang-ulang secara cukup sering

maka dapat dilakukan secara tidak sadar (Iyyer, 2006).

Macam-macam Bad Habit

1. Thumb and Digit SuckingDigit sucking adalah penggantian jari

jempol/ jari lainnya atau lebih banyak jari dalam

variasi kedalaman ke dalam mulut. Kehadiran

habit ini dianggap normal sampai usia 3 ½ - 4

tahun. Bila habit ini diteruskan setelah usia ini

dapat menyebabkan berbagai maloklusi.

Etiologi

Teori Freudian (Sigmond Freud)

Anak-anak melewati berbagai tahap yang berbeda dari perkembangan psikologikal

dimana tahap oral dan anal terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan. Pada tahap oral,

mulut dipercaya sebagai zona oro-erotic. Anak mempunyai kecenderungan untuk

meletakkan jarinya atau objek lain pada rongga mulut. Pencegahan tindakan ini

dipercaya menghasilkan insekuritas emosional dan mempunyai resiko untuk

berpindah ke berbagai macam habit lain.

Oral drive theory of Sears and Wise

Sears and Wise (1950) mengusulkan bahwa suckling yang berlarut-larut dapat

mengakibatkan thumb sucking.

5

Page 9: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

Teori Benjamin

Thumb sucking tumbuh dari reflek rooting atau placing yang terlihat pada semua bayi

mamalia. Reflek rooting adalah pergerakan kepala dan lidah bayi ke arah objek

menyentuh pipi. Objek ini biasanya mother’s breast tetapi mungkin juga jari atau

pacifier (dot). Reflek rooting ini menghilang pada bayi normal sekitar usia 7 – 8

bulan.

Aspek psikologikal

Anak-anak yang kehilangan cinta, perhatian dan kasih sayang orang tua dipercaya

untuk melakukan habit ini yang disebabkan oleh perasaan tidak aman.

Pola belajar

Thumb sucking hanya merupakan pola belajar tanpa sebab atau hubungan

psikologikal yang mendasarinya.

Tahap Perkembangan

Tahap I (Normal and sub-clinically significant)

o Tahap ini terlihat selama 3 tahun pertama kehidupan.

o Kehadiran thumb sucking selama tahap ini adalah cukup normal dan biasanya

berakhir pada akhir tahap ini.

Tahap II (Clinically significant sucking)

o Tahap II terjadi antara usia 3 ½ - 6 tahun. Kehadiran sucking pada periode ini

adalah indikasi bahwa anak ini dalam anxiety (kegelisahan) yang besar.

o Perawatan untuk mengatasi problem dental ini harus diinisiasikan dalam tahap

ini.

Tahap III (Intractable sucking) (Keras kepala)

o Thumb sucking yang masih terjadi setelah usia 4/ 5 tahun harus diperhatikan

pokok aspek psikologikal dari habit harus diwaspadai drg.

o Psikolog mungkin dikonsultasikan selama tahap ini.

o Saat lahir, anak telah mengembangkan reflex dari fungsi neuromuscular

Sucking Reflex membuat bayi dapat menyusui dan mengenali ibunya

o Walaupun kedua reflex tersebut mempengaruhi anak pada situasi belajar awal

dan berkontribusi terhadap perkembangan psikis, hangatnya susu yang masuk ke

dalam badannya dan untuk mengatasi rasa lapar yang membuat sucking reflex

menjadi yang dominant

6

Page 10: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

o Ketika pendengaran dan penglihatannya berkembang, bayi berusaha untuk

mencapai dan menggerakan mulutnya terhadap apa yang dilihat dan

didengarnya dari jauh. Krena kemapuan anggota gerak dan koordinasi digital

yang masih terbatas, bayi cenderung untuk bertahan sampai objek tersebut

dibawa mendekati mulutnya untuk dijilat, dirasa dan diperiksa dengan sensasi

oral.

o Objek terasa enak akan terus dimakan introjection

o Objek terasa tidak enak dikeluarkan ditandai dengan mimik wajahnya

Kepala dipalingkan dari objek projection

Patofisiologi

Open bite anterior terjadi akibat penempatan secara langsung jari yang dihisap pada

gigi-gigi insisivus. Keadaan ini mencegah terjadinya erupsi lanjutan atau erupsi lengkap

dari gigi-gigi insisivus, sedangkan gigi-gigi posterior tetap bebas bererupsi. Tanda lain

yang akan terlihat adalah pergerakan gigi-gigi insisivus atas ke arah labial dan gigi-gigi

insisivus bawah ke arah lingual. Pergerakan gigi-gigi insisivus ini tergantung pada jari

yang dihisap dan diletakkan serta banyaknya jari yang dimasukkan ke dalam mulut. Ibu

jari yang diletakkan ke dalam mulut akan menekan permukaan lingual gigi-gigi insisivus

rahang atas dan pada permukaan labial gigi insisivus bawah. Anak yang secara aktif

menghisap jari dapat menghasilkan daya yang cukup pada ujung gigi insisivus rahang

atas, sehingga menjadi lebih protrusif dan gigi insisivus bawah lebih retrusif dengan

demikian bertambahnya overjet dan overbite semakin besar (Fields, 1993; Moyers, 1988).

Keadaan lain yang dapat muncul adalah kontraksi maxilla. Kontraksi maxilla biasa

terjadi pada kebiasaan menghisap jari karena lengkung maxilla gagal untuk berkembang

karena perubahan keseimbangan antara tekanan pipi dan lidah. Ketika ibu jari diletakkan

di dalam mulut, lidah akan tertekan ke bawah dan menjauh palatum serta menurunkan

tekanan lidah pada bagian lingual gigi posterior rahang atas. Tekanan otot pipi terhadap

gigi-gigi posterior rahang atas ini meningkat akibat kontraksi muskulus bucinator selama

menghisap. Hilangnya keseimbangan daya yang diberikan oleh lidah pada permukaan

lingual menyebabkan lengkung posterior maksila berkontraksi menjadi crossbite

posterior. Tekanan pipi terbesar terjadi pada sudut mulut dan menyebabkan lengkung

maksila berubah menjadi bentuk V (Fields, 1993; Moyers, 1988).

7

Page 11: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

8

Page 12: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

Efek Thumb Sucking

Thumb sucking menyebabkan perubahan pada dental arch dan struktur

pendukungnya

Jika kebiasaan ini berhenti sebelum gigi permanent erupsi tidak ada residual

damage terhadap keteraturan atau terhadap oklusi dari gigi yang berhubungan

Terjadi selama periode mixed dentition 6-12 tahun muncul konsekuensi yang

mengganggu

Keparahannya bergantung dari 3 faktor:

o Durasi berapa lama waktu yang digunakan untuk melakukan habit ini

o Frekuensi berapa kali habit ini dilakukan dalam 1 hari

o Intensitas seberapa kuat gaya yang digunakan untuk habit ini

Displacement dari gigi atau terhambatnya erupsi normal berasal dari 2 sumber:

o Posisi jempol atau jari di dalam mulut

o Efek leverage (pengungkitan) yang anak peroleh terhadap gigi lainnya dan

alveolus dengan gaya yang diberikannya jika ia menekan gigi tersebut seperi

halnya menghisap

Tipe maloklusi yang terjadi bergantung dari:

o Digit position

o Kontraksi otot orofacial yang berhubungan

o Posisi mandibula ketika menghisap

o Morfologi facial skeletal

o Durasi, dsb.

Paling sering open bite

Akibat

Labial tipping dari gigi anterior maxilla proclinasi dari anterior maxilla

peningkatan overjet

Lingual tipping dari gigi anterior mandibula peningkatan overjet

Anterior open bite sebagai hasil terhambatnya erupsi insicive dan supraerupsi dari

gigi-gigi di bukal

Otot pipi berkontraksi selama thumb sucking maxillary arch menyempit

posterior crossbite

9

Page 13: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

Open bite tounge thrust

Bibir atas hipotonic wajah bagian bawah menunjukan aktivitas mentalis

hiperaktif

Perawatan

Salah satu cara untuk menghentikan kebiasaan menghisap jari adalah dengan

menggunakan thumb splint maupun sarung tangan sehingga ketika dalam kondisi tidur

anak akan terbiasa tidak menghisap jarinya. Jika anak tidak kooperatif dengan pemakaian

alat fungsional lepasan seperti palatal crib, perawatan pada open bite anterior akibat

kebiasaan menghisap jari dapat dilakukan dengan alat cekat mekanik. Pada dasarnya

perawatan terhadap open bite anterior ini dapat dilakukan dengan penghilangan habit,

modifikasi pertumbuhan, kamuflase ortodontik, dan pembedahan (Millett dan Welbury,

2005). Perawatan dalam menghilangkan finger sucking habit diantaranya memberikan

sarung, perekat, atau material termoplastik yang digunakan pada jari yang sering

digunakan anak untuk menghisap. Benda tersebut menimbulkan ketidaknyaman dalam

menghisap jarinya sehingga kebiasaan tersebut dapat dihentikan.

10

Page 14: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

2. Lip SuckingLip sucking adalah kebiasaan menahan

bibir bawah dibelakang gigi anterior atas dan

menekan bibir bagian dalam oleh gigi

anterior bawah dengan terus-menerus.

Fukumitsu dkk., 2003. Lip sucking

merupakan pengganti kebiasaan menghisap

jari (Gartika, 2008). Kebiasaan ini juga dapat

terjadi dalam bentuk lip wetting (Karacay

dkk., 2006).

Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk menggigit bibir adalah

kemunduran mental, psikosis, gangguan karakter, sindrom genetik, dan neuropati sensori

congenital (Karacay dkk., 2006). Lip sucking dalam beberapa kasus merupakan suatu

aktivitas kompensasi yang timbul karena overjet berlebihan sehingga menimbulkan

kesulitan menutup bibir pada saat deglutisi (Singh, 2003).

Patofisiologi

Protrusif gigi anterior rahang atas dan retrusif gigi anterior rahang bawah disebabkan

karena dengan adanya bibir diantara gigi anterior rahang atas dan bawah maka gaya gigi

anterior rahang bawah diteruskan ke gigi anterior rahang atas dari arah lingual, sedangkan

gigi incisivus atas juga akan memberikan gaya ke gigi incisivus bawah dari arah labial

(Fukumitsu dkk., 2003; Gartika, 2008). Pasien dengan overjet yang besar memiliki

kesulitan penelanan akibat tidak adanya anterior lip seal. Hal ini disebabkan kondisi bibir

atas yang inkompeten, sehingga pasien terbiasa menempatkan bibir bawah di lingual gigi

anterior rahang atas untuk mendapatkan anterior lip seal. Hal itu menyebabkan muskulus

mentalis memanjang untuk menarik bibir bawah ke atas, sehingga terjadi hiperaktivitas

muskulus mentalis (Singh, 2003).

Akibat

1. Protrusif gigi anterior rahang atas

2. Retrusif gigi anterior rahang bawah

11

Page 15: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

3. Peningkatan overjet

4. Diastemata anterior rahang atas

5. Crowding gigi anterior rahang bawah

6. Hiperaktivitas muskulus mentalis

7. Pendalaman sulkus mentolabialis

Dampak pada bibir yang dihisap diantaranya:

1. Vermilion border hipertrofi dan tampak berlebihan pada posisi istirahat/diam

2. Kemerahan di bagian bawah vermilion border

3. Bibir menjadi lembek/lunak

4. Kadang terdapat herpes kronis dengan area iritasi dan bibir pecah-pecah

Perawatan

1. Latihan bibir. Latihan bibir yang dapat dilakukan adalah memanjangkan bibir atas

melewati gigi incisivus dan menempatkan bibir bawah di atas bibir atas.

2. Memainkan alat musik tiup. Alat musik tiup dapat memperkuat otot-otot bibir dan

memberikan tekanan dengan arah yang benar.

3. Lip bumper. Alat ini digunakan untuk mendapatkan ruang pada lengkung untuk

mengkoreksi kondisi gigi berjejal

ringan hingga sedang pada

lengkung gigi, gigi molar rotasi,

mengontrol kehilangan

penjangkaran, memperbaiki

12

Page 16: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

aktivitas otot-otot bibir, dan menghiangkan kebiasaan menghisap maupun

menggigit bibir. Kebiasaan menghisap bibir dicegah dengan labial shield pada alat

ini. Posisi bibir bawah akan terkoreksi setelah perawatan.

4. Metal Button. Metal button pada permukaan lingual dari gigi anterior rahang atas.

Button harus dipasang tanpa menggangu kontak oklusi dan pasien harus menjaga

oral hygiene dengan baik. Untuk pasien yang memiliki kebiasaan mengisap bibir

yang berat, button dipasan pada seluruh gigi anterior rahang atas. Tetapi jika

menggunakan alat ini, alat lain seperti oral screen, lingual arches with soldered

cribs, dan lip bumpers tidak dapat digunakan.

3. Tongue ThrustingTongue thrusting adalah suatu kondisi

lidah berkontak dengan gigi saat proses

menelan. Tulley (1969) mengatakan bahwa

keadaan tongue thrusting adalah gerakan

maju dari ujung lidah di antara gigi untuk

memenuhi bibir bawah selama menelan dan

berbicara. Tongue thrusting adalah pola oral

habits terkait dengan bertahannya pola

menelan yang salah selama masa kanak-kanak dan remaja, sehingga menghasilkan

gigitan terbuka dan penonjolan segmen gigi anterior.

13

Page 17: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

Etiologi

Etiologi tongue thrust dapat dibagi ke dalam 4 jenis yaitu:

1. Genetik atau herediter

2. Learned behavior (habit atau kebiasaan)

3. Maturasional

4. Fungsional

Klasifikasi

1. Tipe fisiologis, meliputi bentuk normal pola menelan tongue thrust anak-anak

2. Tipe habitual, tongue thrust merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan bahkan

setelah dilakukan koreksi maloklusi.

3. Fungsional, mekanisme tongue thrust merupakan perilaku adaptif untuk

membentuk oral seal.

4. Anatomis, individu dengan lidah besar atau terjadi perbesaran (enalrgement) dapat

memiliki postur lidah ke depan.

Akibat

1. Proklinasi pada gigi anterior

2. Anterior open bite

3. Bimaxilarry protrusti

4. Posterior open bite pada kasus lateral tongue thrusting

5. Posterior crossbite

Perawatan

Perawatan tongue thrust dapat dibagi ke dalam berbagai langkah:

14

Page 18: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

a. Terapi Myofungsional: latihan menelan dan postur lidah yang benar. Pasien

diajarkan pola menelan normal dengan meminta pasien untuk menjaga ujung lidah

pada perbatasan palatum lunak dan keras. Berbagai latihan otot lidah dapat

membantu dalam untuk beradaptasi dengan pola menelan baru.

b. Pemakaian alat untuk memandu posisi lidah yang benar. Jika pasien sudah akrab

dengan posisi lidah baru, maka alat diberikan untuk melatih posisi lidah yang

benar. Tongue trainer dapat membantu dalam posisi yang benar lidah dengan

bantuan dari tongue tag. Tongue guard untuk mencegah memajukan lidah. Dapat

juga digunakan untuk meningkatkan kebiasaan mulut pernapasan.

c. Terapi mekanis. Baik alat cekat dan lepasan (cribs atau rakes) dapat dibuat untuk

menahan gerakan lidah ke anterior selama menelan dengan tujuan untuk melatih

bagian belakang lidah ke posisi superior posterior di rongga mulut. Peralatan ini

cenderung memaksa lidah ke bawah dan belakang selama menelan. Cribs

ditempatkan di palatal berfungsi sebagai dinding penghalang lidah selama

menyodorkan (thrusting). Alat ini juga mengkondisikan refleks dan memandu

posisi lidah sehingga dorsum lidah berada di palatal dan ujung lidah berada pada

rughae palatina selama proses menelan. Hasilnya adalah lidah akan menyebar ke

lateral dan tekanan pada daerah bukal maksila akan tersebar sehingga mencegah

penyempitan lengkung rahang.

Pemilihan Alat

1. Lingual arch yang disolder dengan taji yang pendek dan tajam dapat

diadaptasikan dengan baik, akan menjaga posisi lidah dengan benar saat

menelan

2. Oral screen untuk pasien kooperatif

3. Alat lepasan dengan tongue spur atau spikes dapat digunakan juga pada pasien

kooperatif

4. Crib cekat dapat dipakai bersamaan dengan alat korektif cekat.

15

Page 19: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

4. Mouth BreathingChopra (1951) mendefinisikan mouth breathing sebagai kebiasaan bernapas melalui

mulut daripada hidung. Chacker (1961) mendefinisikan mouth breathing sebagai

perpanjangan atau kelanjutan terpaparnya jaringan mulut terhadap efek pengeringan dari

udara inspirasi. Sassouni (1971) mendefinisikannya sebagai kebiasaan bernapas melalui

mulut daripada hidung (Singh, 2007).

Etiologi

Mouth breathing dapat disebabkan secara fisiologis maupun kondisi anatomis, dapat

juga bersifat transisi ketika disebabkan karena obstruksi nasal. True mouth breathing

terjadi ketika kebiasaan tetap berlanjut ketika obstruksi telah dihilangkan (Kohli, 2010).

Klasifikasi

Beberapa tipe mouth breathing dalam tiga kategori menurut Finn (1962):

a. Tipe Obstruktif. Tipe ini adalah anak yang bernafas melalui mulut karena adanya

hambatan, seperti (a) rinitis alergi, (b) polip hidung, (c) deviasi atau

penyimpangan septum nasal, dan (d) pembesaran adenoid.

b. Tipe Habitual. Tipe habitual adalah anak yang terus menerus bernafas melalui

mulutnya karena kebiasaan, walupun obstruksi sudah dihilangkan.

c. Tipe Anatomis. Tipe anatomi merupakan anak yang mempunyai bibir atas yang

pendek atau lips incompetent sehingga tidak memungkinkan menutup bibir

dengan sempurna tanpa adanya tekanan.

16

Page 20: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

Patofisiologi

Kebiasaan bernafas melalui mulut yang kronis mengakibatkan perubahan pada

pertumbuhan tulang rahang dan keseimbangan otot-otot wajah. Untuk mendapatkan suatu

oklusi yang baik, perlu dijaga keseimbangan dari ketiga otot yang disebut triangular force

conseps, yaitu otot lidah, pipi dan bibir. Apabila terjadi ketidakseimbangan dari ketiga

otot ini maka, akan terjadi maloklusi. Pada saat bernafas lewat mulut, bibir dalam

keadaan istirahat tidak bertemu. Bernafas lewat mulut memerlukan posisi postural yang

berubah dari mandibula. Mandibula diturunkan dan jarak interoklusal meningkat

berlebihan, kepala akan bertambah tinggi, posisi tulang hyoid semakin rendah, dan lidah

akan bertambah ke depan dan bawah. Posisi lidah yang ke depan mengakibatkan

lengkung mandibula lebih mendapat pelebaran ke arah lateral dibanding dengan lengkung

maksila yang menjadi sempit oleh karena pertumbuhannya tidak sempurna, sehingga

sebagian gigi posterior miring ke lingual.

Akibat

1. Maloklusi Klas II divisi 1. Anak yang bernafas melalui mulut memiliki bibir

pendek sehingga diperlukan usaha otot yang besar untuk mendapatkan penutupan

bibir, maka diperoleh penutupan lidah-bibir bawah dan ini terdapat hubungan Klas

II divisi 1. Akibat dorongan lidah ketika pasien mencoba membasahi bibir yang

kering mengakibatkan mahkota insicivus terdorong ke labial.

2. Anterior open bite. Mouth breathing dapat mengakibatkan open bite dengan

susunan gigi maksila yang sempit.

Penutupan bibir pada anak yang

bernafas melalui mulut yaitu

penutupan lidah-bibir bawah, di

mana ujung lidah berada pada incisal

insicivus mandibula yang mencegah

erupsi lebih lanjut dan menghalangi

perkembangan vertical dari segmen

insicivus tersebut. Hal ini yang menyebabkan anterior open bite pada anak yang

bernafas melalui mulut.

3. Maksila yang sempit dengan palatum tinggi. Perubahan pola pernapasan dapat

mengubah ekuilibrium tekanan pada rahang dan gigi dan mempengaruhi

17

Page 21: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

pertumbuhan rahang dan posisi gigi. Lidah tergantung di antara lengkung maksila

dan mandibula menyebabkan konstriksi segmen bukal sehingga menyebabkan

bentuk v maksila dan palatum yang tinggi. Hal ini dikarenakan kurangnya

stimulasi muskulus yang normal dari lidah dan tekanan yang meningkat pada

kaninus dan area molar pertama akibat tegangnya muskulus orbicularis oris dan

bucinator, segmen bukal maksila tidak berkembang dan memberikan bentuk v

pada maksila dan palatum yang tinggi dan pasien biasanya mengalami cross bite

posterior.

Perawatan

Manajemen dilakukan terapi myofungsional, yaitu (1) setiap hari: pegang pensil

diantara kedua bibir, (2) malam hari: plester bibir atas dan bawah bersama-sama dengan

tape surgical (plester bedah), (3) pegang selembar kertas diantara bibir atas dan bawah (4)

meregangkan/melebarkan bibir atas untuk menjaga agar bibir menutup atau

merenggangkan dengan melengkungkan kebawah kearah dagu untuk pasien dengan

hipotonus bibir atas yang pendek. Manajemen dengan menggunakan alat dilakukan jika

anak masih melakukan kebiasaan oral ketika anak telah berumur 6 tahun/ ketika gigi

permanennya mulai erupsi.

Oral screen merupakan salah satu alat fungsional yang digunakan untuk mencegah

mouth breathing. Oral screen adalah alat untuk mengepaskan vestibulum yang akan

mengunci aliran udara melewati mulut dan langsung berkontraksi oleh bibir untuk

melawan beberapa gigi depan yang labioversi. Oral screen didesain untuk mengaktifkan

otot-otot bibir dan muka sehingga dapat menggerakkan gigi-gigi incisivus atas ke posisi

yang lebih baik dan meningkatkan fungsi bibir sebagai upaya untuk mengimbangi gaya

dari lidah yang melawan gigi-gigi. Oral screen dapat digunakan untuk meretraksi bibir,

mengoreksi labioversi ringan pada gigi depan rahang atas, membantu retrain dan

memperkuat gerakan bibir.

5. BruxismBruxism adalah istilah yang digunakan untuk mengindikasikan kontak nonfungsional

gigi yang meliputi clenching, grinding, dan tapping dari gigi dapat terjadi selama siang

hari atau malam hari dan berlangsung secara sadar dan tidak sadar. terjadi dalam kondisi

sadar dengan adanya ketidaknormalan fungsi pada otak. Bruxism dapat menyebabkan

18

Page 22: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

beberapa komplikasi dental, oral, maupun fasial. Kondisi ini sering merupakan sumber

sakit kepala, kerusakan gigi yang membutuhkan perawatan restoratif, penyebab

kegagalan implan, dan bahkan rasa sakit pada leher dan TMJ.

Etiologi

1. Faktor lokal, suatu gangguan oklusal ringan, usaha yang dilakukan pasien tanpa

sadar untuk memperbanyak jumlah gigi yang berkontak atau reaksi atas adanya

iritasi local

2. Faktor sistemik, gangguan gastrointestinal, defisiensi nutrisi dan alergi atau

gangguan endokrin telah dilaporkan menjadi salah satu faktor penyebab

3. Faktor psikologis, tekanan emosi yang tidak dapat di tunjukan oleh pasien seperti

rasa takut, marah, dan penolakan, perasaan tersebut disembunyikan dan secara

tidak sepenuhnya sadar diekspresikan melalui berbagai cara seperti

menggeretakkan gigi

4. Faktor pekerjaan, seperti para pembuat arloji, orang-orang yang suka mengunyah

permen karet, tembakau atau benda-benda lain seperti pensil atau tusuk gigi.

Patofisiologi

Bruxism yang terjadi pada saat masa kanak-

kanak akan menyebabkan erupsi yang tidak

sempurna pada gigi posterior dan juga

menyebabkan menurunnya petumbuhan vertikal

dari maksila posterior, selain itu berakibat atrisi

pada gigi anterior yang akan menyebabkan

turunnya dimensi vertical sehingga

bermanifestasi pada deep overbite gigi anterior.

Bruxism akan mengahasilkan erupsi yang tidak

komplit pada gigi posterior sehingga menurunkan

petumbuhan vertical dari maksila posterior dan

proses pembentukan alveolar mandibula yang

menghasilkan kenaikan overbite anterior. Gigi

yang terkikis pada penderita bruxism

menyebabkan pengurangan jarak antara rahang atas dan rahang bawah, sehingga

19

Page 23: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

mengurangi dimensi vertical. Penurunan dimensi vertikal bermanifestasi pada deep-

overbite pada gigi anterior.

20

Page 24: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

Perawatan

Berdasarkan Singh (2007) dan Rosenthal (2007) penatalaksanaan bruxism dapat

dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu:

a. Obat seperti vapocoolant (etil klorid) untuk nyeri pada TMJ, injeksi

anestesi lokal pada area TMJ untuk menganastesi otot-otonya,dan obat

penenang serta obat pengurang ketegangan otot.

b. Occlusal adjusment untuk mengoreksi rahang ke keadaan relaks selama

pergerakan fisiologis. Dapat pula disertai dengan bite plane.

c. Restorasi dimensi vertikal yang hilang dengan mahkota tuang/ mahkota

stainless steel

d. Bite plane/occlusal splint/bite guards merupakan pembimbing bidang

oklusal,biasanya terbuat dari resin akrilik dan didesain menutupi seluruh

permukaan aklusal dan insisal gigi.

21

Page 25: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

2. Maloklusi Terdapat berbagai macam klasifikasi maloklusi yaitu klasifikasi Angle, Achkerman

dan Profit, klasifikasi Deway modifikasi Angle, klasifikasi Lischer modifikasi Angle.

1. Klasifikasi Angle Angle mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi molar pertama hampir

tidak pernah berubah posisinya. Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi yang paling

banyak digunakan dalam penentuan maloklusi. Angle menggambarkan tujuh

malposisi individu gigi yaitu bukal atau labial, lingual, mesial, distal, rotasi,

infraposisi, supraposisi. Malposisi gigi ini dapat digunakan untuk menggambarkan

maloklusi secara lebih lengkap.

Klasifikasi maloklusi Angle :

Maloklusi Kelas I

Relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama

permanen meskipun mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada pada

bucal groove molar pertama permanen mandibula. Maloklusi kelas I dapat disertai

dengan openbite, protrusi bimaksila dan kelainan yang paling banyak adalah

disertai dengan crowded, sedangkan diastema multiple yang menyeluruh jarang

dijumpai.

Gambar 1. Oklusi normal

Maloklusi Kelas II

Relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Mesiobukal cusp molar

pertama permanen atas berada lebih mesial dari bucal groove gigi molar pertama

permanen mandibula. Karakteristik maloklusi kelas II adalah protrusive gigi

22

Page 26: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

anterior atas dengan overjet yang besar dan kadang disertai retroklinasi gigi

insisivus.

Divisi I :Insisivus gigi rahang atas letakya labioversio (protrusi bilateral)

Subdivisi :Insisivus rahang atas letaknya labioversio (protrusi unilateral)

Menurut Moyers yang dikutip oleh Karin dan Yuniar pada penderita maloklusi

kelas II divisi I biasanya ditandai dengan profil muka yang konveks, overjet, yang

besar dan kadang-kadang disertai dengan deep bite. Pada keadaan demikian,

tekanan otot-otot muka tidak normal, sehingga sering dijumpai sulcus mentolabial

yang dalam atau disebut lip trap.

Selain itu menurut Staley maloklusi kelas II divisi I digambarkan dengan

maksila yang sempit, gigi insisivus atas yang terlihat lebih panjang dan protrusiv,

fungsi bibir yang tidak normal dan kadang-kadang dijumpai beberapa obstruksi

nasal serta bernafas melalui mulut.

Gambar 2. Maloklsi kelas II

Divisi II : insisivus sentral rahang atas letakya palatoversi.

Maloklusi Kelas III

Relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. mesiobukal cusp molar

pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove gigi molar pertama

permanen mandibula.

Gambar 3.Maloklusi kelas III

23

Page 27: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

Klasifiksi Angle memiliki kekurangan. Beberapa kekurangan klasifikasi

Angle sebagai berikut : Klasifikasi Angle didasarkan atas relasi molar pertama

permanen. Bila molar pertama permanen bergeser karena prematur ekstraksi

molar sulung, maka relasi molar yang ada bukan relasi molar yang sebenarnya

sebelum terjadi pergeseran. Bila molar pertama permanen telah dicabut berarti

tidak ada relasi molar.

Bila terjadi pergeseran molar pertama permanen ke mesial maka perlu

dibayangkan letak molar pertama permanen sebelum terjadi pergeseran, baru

ditetapkan klasifikasinya, demikian juga jika molar permanen telah dicabut.

Ada kemungkinan relasi molar permanen kanan tidak sama dengan relasi

molar pertama permanen kiri. Angle memperbolehkan hal ini dan disebut

subdivisi pada kelas II dan kelas III. Angle berpendapat letak molar pertama

permanen tetap stabil dalam perkembangan pada rahag sehingga dengan melihat

relasi molar dapat juga dil;ihat relasi rahang.Hal ini tidak selamanya benar karena

letak gigi dalam perkembangannya tidak sama dengan letak rahang.

Dari kekurangan klasifikasi Angle maka beberapa penyempurnaan

klasifikasi dilakukan yaitu: Ackerman dan Profit yang dikutip oleh Bisara

meresmikan sistem tambahan informal pada metode Angle dengan

mengidentifikasi karakteristik utama dari maloklusi untuk digambarkan secara

sistematis pada klasifikasi Pendekatan tersebut menutupi kelemahan utama

skema Angle.

Menurut Ackerman dan Profit yang dikutip oleh Binasa membagi maloklusi

dalami 9 kategori antara lain:

1. Alignment (spacing,crowding)

2. Profil (convex, straight, concave)

3. Deviasi sagital (crossbite)

4. Deviasi vertikal (Kelas Angle)

5. Deviasi vertical (deep bite dan open bite)

6. Deviasi transsagital (kombinasi crossbite dan kelas Angle)

7. Sagitovertikal( kombinasi Angle dan deep over bite atau open bite)

8. Deviasi vertikotransver (kombinasi deep over bite atau open bite dengan

crossbite)

9. Deviasi transsagitovertikal

24

Page 28: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

2. Klasifikasi Deway Modifikasi Angle Klasifikasi dewey yang dikutip oleh Dewanto, yaitu modifikasi dari Angle kelas I

dan kelas III.

Modifikasi Angle’s kelas I.

Maloklusi Klas 1: relasi lengkung anteroposterior normal dilihat dari relasi molar

pertama permanen (netroklusi)

Tipe 1 : kelas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau

gigi C ektostem.

Tipe 2 : kelas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi

Tipe 3 : kelas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan

terbalik ( anterior crossbite).

Tipe 4 : kelas I dengan gigi posterior yang crossbite.

Tipe 5 : kelas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial

akibat premtur ekstraksi.

Modifikasi Angle’s kelas III.14

1. Tipe 1 : oklusi di anterior terjadi edge to edge.

2. Tipe 2 : insisivus mandibula crowding akibat insisivus maksila yang

terletak ke arah lingual.

3. Tipe 3 : Lengkung maksila kurang berkembang, gigi insisivus crowding

sedangkan lengkung mandibula berkembang normal.

3. Klasifikasi Lischer Modivikasi Angle Menurut Lischer yang dikutip oleh Dewanto, ia menyarankan penggunaan istilah

“neutroklusi” sebagai istilah bagi kelas I Angle, “distoklusi” untuk menjelskan kelas II

Angle dan “mesiokusi” untk menjelaskan kelas III Angle. Selanjutnya ia menyarankan

akhiran ”versi” pada sebuah kata untuk mengindikasikan penyimpangan dari posisi

normal yaitu mesioversi, distoversi, lingouversi, labioversi, infraversi, supraversi,

torsiversi, transversi.

25

Page 29: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

B. Konsep Mapping

26

Tongue thrusting

Bernafas lewat mulut

Maloklusi

Lip sucking

Bruxism

Macam

Mouth Breathing

Perawatan

Thumb sucking

Bad habit

Etiologi

Pembesaran kelenjar adenoid

Page 30: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

BAB III KESIMPULAN

Habit adalah kecenderungan tentang tindakan berulang kali dilakukan, relatif tetap, konsisten

dan mudah dilakukan oleh individu (Iyyer, 2006). Bad habit untuk rongga mulut terdapat

banyak jenis, yaitu thumb sucking, mouth breathing, tongue thrusting, lip sucking, bruxism,

dll. Penyebab dari bad habit tersebut bermacam-macam, mulai dari faktor psikologis, faktor

sosial ekonimi, ataupun faktor anatomis dari rongga mulut itu sendiri. Apabila bad habit tidak

segera ditangani maka akan menimbulkan beberapa kelainan oklusi ataupun kelainan rongga

mulut yang lain. Perawatan untuk bad habit dapat dilalui dalam beberapa cara, mulai dari

terapi myofungsional untuk menghilangkan bad habitnya sampai memperbaiki kelainan

oklusi.

27

Page 31: Laporan Sgd Blok 12 Lbm 4

DAFTAR PUSTAKAMoyers RE, 1988, Handbook of Orthodontics, 4th Ed., Chicago: Year Book Medical Publishers Inc.

Singh G. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. Jaypee Brothers Medical Puliblisher (P) Ltd.: India. p. 581-2.

Gartika M. 2008. The Effect of Oral Habit in the Oral Cavity of Children and Its Treatment. Padjajaran Journal of Dentistry. 20(2): 123-129.

Bishara SE, 2001, Textbook of Orthodontics, Philadelphia: Saunders Company.

28