laporan tutorial lbm 1 blok 4.2

49
LAPORAN TUTORIAL BLOK 4.2 LBM 1 “ Bus yang Malang “ Oleh: KELOMPOK 4 : 1. Gladiola Risela Tamara (13699) 2. Darmiati (13811) 3. Dian Ambar Kusuma (13821) 4. Evi Komala Simamora (13846) 5. Kurniati Rachmat (13865) 6. Ardhani Latifa Hanum (13887) 7. Purnawibawa Rahmat S (13588) 8. Ana Permatasari (13919) 9. Devi Oktaviana Habsari (13912) 10. Irena Sandradewi (13646) 11. Wildanul Aly (13963) 12. Sofyan Aditya (14033)

Upload: dian-ambar-kusuma

Post on 01-Jan-2016

301 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 4.2

LBM 1 “ Bus yang Malang “

Oleh:

KELOMPOK 4 :

1. Gladiola Risela Tamara (13699)

2. Darmiati (13811)

3. Dian Ambar Kusuma (13821)

4. Evi Komala Simamora (13846)

5. Kurniati Rachmat (13865)

6. Ardhani Latifa Hanum (13887)

7. Purnawibawa Rahmat S (13588)

8. Ana Permatasari (13919)

9. Devi Oktaviana Habsari (13912)

10. Irena Sandradewi (13646)

11. Wildanul Aly (13963)

12. Sofyan Aditya (14033)

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2013

Page 2: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

Skenario 1

Pelaksanaan Tutorial

- Pertemuan 1 : Selasa

- Pertemuan 2 : Jumat

- Petugas :

Ketua : Irena Sandradewi

Sekretaris papan : Devi Oktaviana Habsari

Sekretaris meja : Ana Permatasari

Bus yang Malang

Ners A adalah seorang perawat yang bekerja di sebuah ruang gawat darurat

RS. Pada suatu hari terjadi kecelakaan bus yang masuk ke jurang dengan

korban 30 orang. Ners A adalah seorang perawat triase di RS tersebut. Ners A

kemudian berangkat ke TKP. Selama perjalanan, Ners A melakukan

komunikasi dengan polisi di tempat kejadian. EMS di kota tersebut sudah

berjalan baik sehingga beberapa pasien sudah dilakukan transportasi dan

stabilisasi di pre hospital. Di tempat kejadian ternyata ada banyak korban

sehingga Ners A selain melakukan triase juga langsung melakukan initial

assessment. Jumlah pasien yang banyak menyebabkan Ners A tidak sempat

melakukan dokumentasi karena format dokumentasi dianggap terlalu banyak

dan susah.

STEP 1

Triase adalah proses menempatkan pasien dalam pelayanan yang tepat

serta penggolongan pasien untuk menentukan prioritas pasien mana

yang harus didahulukan dilakukan tindakan.

EMS (Emergency Medical Servise) adalah perawatan emergency

dengan diagnosa apapun.

Initial Assessment adalah beberapa proses mulai dari triase kemudian

hospitalisasi ataupun perujukan hingga pemeriksan untuk

mengidentifikasi masalah pasien.

Page 3: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

STEP 2

1. Apa saja komponen EMS?

2. Apakah tugas perawat triase dalam keadaan kegawat daruratan?

3. Apakah kesulitan melakukan triase dan bagaimana apabila jumlah pasien

yang harus dilakukan triase dalam jumlah yang banyak?

4. Apa saja komponen atau isi dari initial assessment dan bagaimana

perbedaan prosedur initial assessment pada anak-anak, dewasa dan lansia?

5. Siapa saja yang terlibat dalam EMS?

6. Bagaimana cara pendokumentasian yang benar dan efektif dalam keadaan

kegawat daruratan?

7. Bagaimana landasan hukum EMS?

8. Apa saja tindakan yang terdapat dalam proses stabilisasi dan transportasi?

9. Bagaimana standarisasi EMS di Indonesia?

10. Bagaimana alur sistem komunikasi dalam keadaan kegawat daruratan?

11. Siapa saja yang berperan pada sistem triase dan apakah tugas dan

wewenangnya?

12. Bagaimana tata cara atau prosedur komunikasi dalam keadaan kegawat

daruratan sesuai dengan kasus?

13. Bagaimana klasifikasi triase di Indonesia dan di luar negeri?

14. Bagaimana standar ruang gawat darurat, tindakan perawatan di dalamnya

dan alat-alat yang ada di ruang gawat darurat?

15. Apakah penanganan first aid oleh tenaga medis di Indonesia sudah baik

untuk masyarakat?

16. Bagaimana prosedur triase?

STEP 3

1) Komponen EMS yaitu :

o Personil

o Training

o Komunikasi

o Transportasi

o Care unit

o Category fasilities (Category system)

Page 4: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

o Public savety

o Consumer partisipation

o Akses terhadap layanan

o Transfer pasien pre hospital

o Dokumentasi

o Pendidikan untuk public

o Disaster linkage

o Kebijakan pemerintah

2) Tugas perawat triase dalam keadaan kegawat daruratan:

a. Melakukan initial assessment

b. Melakukan triase

c. Menyiapakan peralatan

d. Crithical thinking

e. Mengkaji ulang korban untuk mengetahui adanya perubahan keadaan

3) Kesulitan dalam melakukan triase :

o Waktu

o Jangkauan Area

o Jumlah korban

o Kompetensi tenaga kesehatan

4) Komponen initial assessment :

a. Persiapan

b. Triase (Survei primer)

c. Stabilisasi

d. Persiapan rujukan

5) Profesi atau orang yang terlibat dalam EMS diantaranya :

o Dokter

o Perawat

o Paramedis yang lain

o Polisi

o Pemadam kebakaran

o Masyarakat

Page 5: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

Atau hal ini dapat disederhanakan menjadi Organisasi kesehatan

masyarakat (dokter, perawat, dan paramedis lain) dan Organisasi

keamanan masyarakat (polisi dan pemadam kebakaran).

8) Tindakan yang dilakukan dalam proses stabilisasi dan transportasi yaitu :

a. Stabilisasi

- Primary survey

b. Transportasi

- Chest pain control

- Lakukan komunikasi ke rumah sakit

9) Standarisasi EMS di Indonesia berbeda – beda di setiap daerah karena

mengikuti perda. Namun sistemnya sudah terintegrasi.

10) Alur komunikasi pada pelayanan gawat darurat :

Tempat kejadian 118 Dispatcher Unit

Gawat Darurat TIM gawat darurat penentuan personil

TIM darat dan udara.

11) Triase di Indonesia dilakukan oleh dokter. Sedangkan triase di luar negeri

dilakukan oleh perawat

13) Triase di Indonesia menggunakan START (Simple Triage and Rapid

Treatment)

15) Sudah, alat, sistem dan kemampuan penanganan first ais di Indonesia sudah

berkembang.

16) Prosedur triase :

1. Pasien diterima.

2. Anamnesa singkat atau pemeriksaan singkat.

3. mengelompokan kegawatan sesuai warna (merah, kuning, hijau, hitam).

STEP 4

2) Tugas perawat triase :

a. menentukan level atau kelompok triase sesuai dengan klasifikasi warna

b. melakukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan level triase

(retriase)

Page 6: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

9) - Di Indonesia EMS masih menggunakan Perda (Peraturan Daerah) sehingga

standarisasinya pun berbeda di setiap daerah.

- Sedangkan di luar negeri, terdapat perbedaan antara sistem di Jerman

dengan di Amerika.

a. Franco Germany

Pada sistem ini organisasi yang mengurus EMS yaitu organisasi

kesehatan masyarakat dimana sistem pelayanannya menggunakan sistem

Emergency Doctor Treatmen, yaitu dokter yang akan mendatangi tempat

kejadian dimana pasien berada. Dan ketika pasien masuk rumah sakit, pasien

akan langsung ditempatkan di bangsal tanpa mmelalu departemen EMS

terlebih dahulu

b. Angio American

Pada sistem ini organisasi yang mengurus EMS merupakan organisasi

kesehatan. Pada sistem ini transfer pasen dilakukan seminimal mungkin dan

penanganan sebisa mungkin dilakukan di rumah sakit dan perawat ikut

terlibat dalam penanganan. Ketika pasien masuk rumah sakit, pasien harus

melewati departemen EMS terlebih dahulu, barulah setelah itu mereka di

masukan ke bangsal.

8) Hal-hal yang dilakukan dalam proses stabilisasi dan transportasi :

Stabilisasi

o Primary Survey : Menghentikan perdarahan, kontrol tanda-tanda vital,

dan reassessment secara terus menerus.

o Menjaga tingkat kesadaran

o Menjaga agar tidak ada pergerakan luka

o Menjaga kestabilan nafas

Transportasi

o Sistem transportasi diawali dengan mengangkat korban dengan hati-

hati, yang dilakukan oleh 3 orang.

o Chest pain control

o Transportasi dapat dilakukan melalui jalur udara menggunakan

helikopter dan melalui jalur darat menggunakan ambulance atau mobil

seadanya.

Page 7: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

EMS Landasan hukum

Pre Hospital Hospital

Regulasi & Komunikasi

StandarisasiInitialAssessment Transportasi

Perbedaan

Triase

dewasaAnak lansia

Kesulitan

Prosedur

Klasifikasi

4) Perbedaan komponen initial assessment pada anak-anak dan dewasa yaitu :

Dewasa

Pada orang dewasa initial assessment dilakukan dengan mengkaji

AMPLE

A = Alert (Kesadaran)

M = Medication (Pengobatan atau obat yang dikonsumsi)

P = Past Illness (Sakit yang diderita sebelumya)

L = Last meal (Makanan terakhir yang dikonsumsi)

E = Event (Lingkungan atau kejadian yang dialami yang berhubungan

dengan keadaan sekarang)

Anak-anak

Initial assessment pada anak-anak dilakukan menggunakan metode SAVE

A CHILD

S = Skin C = Cry

A = Alert H = Heat

V = Ventilation I = Imune

E = Eye contact L = Level consiousness

A = Abuse D = Dehidrasi

MIND MAPPING

STEP 5

Page 8: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

Learning Object (LO)

1. Konsep gawat darurat :

- Standar ruang gawat darurat, tindakan perawatan, dan alat – alat yang ada

di ruang gawat darurat.

- Landasan hukum EMS

2. Sistem Komunikasi :

- Tata cara dan prosedur komunkasi pelayanan gawat darurat sesuai kasus

3. Initial Assessment

- Isi initial assessment dan perbedaannya antara anak-anak, dewasa dan

lansia.

- Cara pendokumentasian yang benar dan efektif dalam keadaan gawat

darurat.

4. Triase

- Prosedur triase

- Yang berperan dalam proses triase dan tugas masing – masing

- Klasifikasi triase di Indonesia dan di Luar negeri

5. Sistem Transportasi dan Stabilisasi

- Tindakan yang masuk dalam proses stabilisasi dan transportasi

STEP 6

(Pencarian literature)

STEP 7

1. Konsep gawat darurat :

- Standar ruang gawat darurat, tindakan perawatan, dan alat – alat

yang ada di ruang gawat darurat.

A. Klasifikasi pelayanan Instalasi Gawat Darurat

terdiri dari :

1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar

minimal untuk Rumah Sakit Kelas A.

2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar

minimal untuk Rumah Sakit Kelas B.

3. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit Kelas C.

Page 9: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

4. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit Kelas D.

B. Jenis Pelayanan

Page 10: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

C. Sumber Daya Manusia

D. Persyaratan Fisik Bangunan

1. Luas bangunan IGD disesuaikan dengan beban kerja RS dengan

memperhitungkan kemungkinan penanganan korban massal /

bencana.

Page 11: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

2. Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau

oleh masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar

Rumah Sakit.

3. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan

pintu utama (alur masuk kendaraan/pasien tidak sama dengan alur

keluar) kecuali pada klasifikasi IGD level I dan

II.

4. Ambulans/kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di

depan pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan:

untuk lantai IGD yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans

harus membuat ramp).

5. Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brankar.

6. Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih

dari 2 ambulans (sesuai dengan beban RS)

7. Susunan ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat

lancar dan tidak ada “cross infection” , dapat menampung korban

bencana sesuai dengan kemampuan RS, mudah dibersihkan dan

memudahkan kontrol kegiatan oleh perawat kepala jaga.

8. Area dekontaminasi ditempatkan di depan/diluar IGD atau terpisah

dengan IGD.

9. Ruang triase harus dapat memuat minimal 2 (dua) brankar.

10. Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien.

11. Apotik 24 jam tersedia dekat IGD.

12. Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat)

Page 12: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

E. Persyaratan Sarana

Page 13: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

F. Fasilitas/Prasarana Medis

Page 14: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2
Page 15: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2
Page 16: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2
Page 17: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2
Page 18: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

- Landasan hukum EMS

Salah satu contoh aspek legal dari EMS di Indonesia yaitu Peraturan

Walikota Yogyakarta No. 45 Tahun 2008 tentang Pembentukan

Emergency Medical Service System di Wilayah Kota Yogyakarta. Dalam

Perwal Kota Yogykarta No.45 Tahun 2008, diatur mengenai pihak

pelaksana layanan YES 118, operasional kegiatan, dan mekanisme

pembiayaan. Dimana layanan YES 118 ini merupakan suatu sistem yang

bertujuan memberikan pelayanan gawat darurat medis yang terjadi d

wilayah kota Yogyakarta. Prosedur operasional kegiatan YES 118

selanjutnya diatur lebih lanjut dalam pedoman teknis berdasarkan

Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sebagai panduan

pihak pelaksana menjalankan tugasnya. Adapun mekanisme pembiayaan

Page 19: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

dirinci dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) yang juga diaur

melalui Keputusan Kepala Dinas Kota Yogyakarta.

2. Sistem Komunikasi :

- Tata cara dan prosedur komunikasi pelayanan gawat darurat sesuai

kasus

Dan ketika transport pasien dilakukan, komunikasi antar petugas kesehatan

atau TIM gawat darurat harus tetap berjalan, berikut hal – hal yang harus diperhatikan

mengenai komunikasi pada saat tranportasi dilakukan :

1. Dokter pengirim menentukan dan menghubungi dokter penerima pada RS

tujuan untuk menerima pasien dan memastikan sebelum mengirim bahwa

sumber yang lebih memadai tersedia.

2. Dokter penerima diberikan keterangan lengkap keadaan pasien. Pada saat

tsb, anjuran dapat dimintakan terkait tindakan dan stabilisasi sebelum

transport.

3. Kelayakan pemindahan pasien dari / ke rawat inap (ICU - UGD) pada RS

penerima harus diketahui benar.

4. Bila dokter tidak menyertai pasien saat transport, dokter yang merujuk dan

menerima harus memastikan ada dokter pemberi komando bagi tim

transport yang bertanggung-jawab atas tindakan medis dikala transport. Ia

juga mungkin layak untuk menerima Laporan Medik sebelum tim

berangkat.

Page 20: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

5. Dalam keadaan tertentu, bila RS penerima mengirimkan tim transport,

dokter penerima mungkin menentukan jenis transport. Namun jenis

transport, darat atau udara, biasanya ditentukan dokter pengirim dengan

berkonsultasi dengan dokter penerima berdasar urgensi kondisi medis

pasien (stabilitas pasien), perkiraan penyingkatan waktu dengan tansport

udara, cuaca, intervensi medis yang diperlukan untuk dukungan hidup saat

transport, dan ketersediaan tenaga dan alat.

6. Penyedia ambulans lalu dihubungi untuk memastikan kemampuannya,

untuk menyiapkan perkiraan kebutuhan pasien saat transport, dan

koordinasi waktu keberangkatan.

7. Laporan antar perawat diberikan oleh fasilitas pengirim pada unit perawat

yang terkait di RS penerima. Pilihan lain, laporan dapat diberikan oleh

anggota tim transport pada saat kedatangan.

8. Kopi Rekam Medik, termasuk resume tindakan pada pasien dan semua

pemeriksaan laboratorium dan radiografik, dilampirkan bersama pasien.

9. Penyiapan Rekam Medik tidak boleh memperlambat tranport pasien

karena dapat dikirim terpisah melalui kurir atau fak-simili dll, ketika dan

bila urgensi transfer merubah keputusan sebelumnya. Pada keadaan ini,

informasi paling kritis dikomunikasikan secara verbal. Sangat dianjurkan

bahwa kebijaksanaan ditentukan oleh masing-masing institusi dengan

memperhatikan isi dokumentasi dan komunikasi antara petugas yang

bertugas saat transfer.

Petugas yang Terkait.

1. Dianjurkan minimal dua petugas disamping operator ambulans

bertugas saat trasport pa-sien sakit kritis antar RS. Bila mentransport

pasien tidak stabil, ketua tim transport harus dokter atau nurse, terbaik

yang sudah pelatihan kedokteran transport. Untuk pasien kritis yang

stabil, ketua tim boleh paramedik.

2. Petugas tersebut memiliki kemampuan esensial dalam pengelolaan

jalan nafas lanjut, terapi intravena, interpretasi dan tindakan disritmia,

serta bantuan hidup kardiak dasar dan lan-jut. Bekerja sesuai SOP

AGD sambil tetap meminta persetujuan Koordinator Medik.

Page 21: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

3. Bila tidak ada dokter dalam tim dan tindakan diluar SOP, laksanakan

mekanisme lain yaitu tim transport harus berkomunikasi dengan

dokter komando di Pusat Rujukan.

4. Bila komunikasi jenis ini tidak mungkin, tim harus memiliki

wewenang yang diberikan oleh pimpinan untuk melakukan intervensi

penyelamat hidup akut.

5. Bila tidak ada tim transport eksternal yang siap, tim transport dan

ambulans harus dise-diakan secara lokal oleh masing-masing instansi.

6. Pengembangan kebijakan dan prosedur untuk setiap kegawatan harus

dibuat.

3. Initial Assessment

- Isi initial assessment dan perbedaannya antara anak-anak, dewasa

dan lansia.

Initial assessment terdiri dari :

1. Mengevaluasi keadequatan jalan nafas atau airway

2. Mengevaluasi keadequatan pernapasan

3. Mengevaluasi luas perdarahan eksternal

4. Menentukan level kesadaran

5. Menentukan kapan suatu luka sudah tidak dapat lagi diselamatkan

6. Menetapkan prioritas kegawatan

7. Melakukan triase untuk beberapa pasien

8. Mengetahui pasien yang beresiko dan mempersiapkan transport.

- Cara pendokumentasian yang benar dan efektif dalam keadaan

gawat darurat.

Proses dokumentasi triase dilakukan dengan menggunakan sistem

SOAPIE, sebagai berikut :

1. S = data subjektif

2. O = data objektif

3. A = analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan

4. P = rencana keperawatan

5. I = implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic

Page 22: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

6. E = evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien

terhadap pengobatan dan perawatan yang diberikan.

Elemen Dokumentasi Triage

1. Tanggal dan waktu kedatangan ke bagian emergency

2. Umur pasien

3. Waktu diadakan triage

4. Alergi

5. Pengobatan yang sedang dikonsumsi

6. Tingkat keparahan triage

7. Vital sign

8. Pemberian pertolongan pertama

9. Reassessment

10. Pengkajian nyeri

11. Keluhan utama

12. Riwayat keluhan saat ini

13. Data subjektif dan obyektif

14. Riwayat medis

15. Periode menstruasi terakhir

16. Riwayat imunisasi tetanus

17. Test diagnostik

18. Pengobatan yang diberikan saat ditriase

19. Tanda tangan dari registered nurse

Menurut International Classification of External Causes of injury (55) dan

WHO Injury Surveillance Guidelines, pendokumentasian pada keadaan

gawat darurat dapat dilakukan dengan menggunakan metode berikut:

Who = siapa yang terluka dan siapa yang menyediakan perawatan?

What = apa penyebab injury dan apa yang sudah dilakukan untuk

menanganinya

When = Kapan injury terjadi

Where = Dimana injury terjadi

How = Bagaimana respon pasien terhadap treatment yang telah

dilakukan

Page 23: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

1. Who

Informasi yang harus dikaji yaitu mengenai identitas pasien yang

meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan aktifitas pada saat injury

terjadi.

2. What

Data yang harus didokumentasikan yaitu meliputi deskripsi dari

kejadian penyebabkan injury pada pasien, tanda dan gejala dari injury

yang dilaporkan oleh penolong pertama, deskripsi dari injury (seperti

bagian tubuh yang terluka), deskripsi klinik mengenai luka, dan juga

apakah pasien dicurigai mengonsumsi obat-obatan atau alkohol, nadi

dan pernapasan, serta tekanan darah sistolik dan Glasgow Coma

Score. Penolong juga harus mendokumentasikan alat keamanan diri

yang digunakan pasien saat injury terjadi (seperti airbags, sabuk

pengaman, helm, kaca mata debu dan lain-lain).

3. When

Tanggal dan jam kecelakaan atau insiden terjadi harus

didokumentasikan dan juga waktu saat petugas kesehatan atau

penolong pertama datang ke tempat kejadian serta waktu pada saat

pasien tiba di fasilitas pelayanan kesehatan.

4. Where

Pendokumentasian meliputi alamat dimana insiden terjadi (seperti di

rumah, tempat kerja atau dijalan)

5. How

Data yang harus dikumpulkan yaitu meliputi fasilitias kesehatan

tujuan, status pasien ketika tiba di fasilitas pelayanan kesehatan, dan

kondisi pasien saat keluar dari rumah sakit atau fasilitas pelayanan

kesehatan.

Page 24: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

4. Triase

- Prosedur dan Klasifikasi triase di Indonesia dan di Luar negeri

Prosedur dan Klasifikasi triase di Indonesia

Di Indonesia, klasifikasi triase dilakukan menggunakan metode

S.T.A.R.T yaitu pengklasifikasian dengan menggunakan warna sebagai

penanda.

a. Merah (Prioritas 1): untuk pasien yang membutuhkan pertolongan

segera atau memili cedera yang mengancam dan memiliki

kemungkinan hidup apabila ditolong segera, seperti pada kasus

tension pneumthoraks, perdarahan internal, distres pernapasan (RR

< 30 kali/menit).

b. Kuning (Prioritas 2): pasien yang dikategorikan pada kelompok ini

merupakan pasien – pasien yang masih dapat menunggu untuk

dilakukan penanganan. Perlu tindakan definitif namun tidak ada

ancaman jiwa segera. Misalnya pada kasus perdarahan laserasi

terkontrol, fraktur tertutup di extremitas dengan perdarahan

terkontrol, dan luka bakar < 25% luas permukaan tubuh.

c. Hijau (Prioritas 3): pasien dengan cedera minimal, dapat berjalan

dan mencari pertolongan, lecet, memar, serta luka bakar

superficial.

d. Hitam : pasien yang masuk dalam kelompok ini merupakan

kelompok pasien yang mengalami cedera mematikan dan akan

meninggal meski mendapat pertolongan, misalnya luka bakar

derajat 3 hampir seluruh tubuh, kerusakan organ vital, dan lain-

lain.

Pada keadaan bencana alam atau musibah yang menyebabkan jumlah

korban atau pasien yang banyak, metode ini dapat digunakan yaitu

dengan cara memanggil atau maminta pasien yang dapat berjalan

untuk mendatangi tenaga kesehatan, misalnya dengan berteriak

mengatakan, “Jika anda dapat bangun dan berjalan, silakan datang ke

arah saya”. Metode ini digunakan untuk menentukan kelompok pasien

yang berada di kategori hijau. Dan untuk pasien yang lain, petugas

kesehatan dapat langsung memulai melakukan triase yaitu dengan

mengkaji RPM (Respirations/pernapasan, Perfusi, dan Status Mental).

Page 25: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

Pengkajian Pernapasan

o Jika tidak ada, buka jalan nafas

Jika nafas kembali, beri tanda merah

Jika nafas tidak kembali, beri tanda hitam

o Jika pernafas ada, kaji kecepatannya

Jika lebih besar dari 30 kali/menit, beri tanda merah

Jika lebih kecil dari 30 kali, kaji perfusi

Pengkajian Perfusi

o Kaji nadi radial

Jika tidak ada, beri tanda merah

Jika ada, kaji kapilari refill

o Kaji kapilari refill

Jika lebih dari 2 detik, beri tanda merah

Jika kurang dari 2 detik, kaji status mental

Pengkajian Status Mental

o Jika pasien tidak dapat mengikuti perintah sederhana, beri

tanda merah

o Jika pasien dapat mengikuti perintah sederhana, beri warna

kuning

Page 26: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2
Page 27: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

Prosedur dan Klasifikasi triase di luar negeri

Prosedur dan klasifikasi diluar negeri sebenarnya juga sama seperti

yang digunakan di Indonesia, yaitu dengan menggunakan metode

S.T.A.R.T. Namun beberapa reverensi juga menyebutkan di luar negeri

juga menggunakan Emergency Severity Index untuk klasifikasi triase.

Metode pengklasifikassian ini lebih tepat digunakan untuk pasien yang

tidak dalam jumlah yang besar atau dalam peristiwa bencana alam.

©ESI Triage Research Team, 2004.

Page 28: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

Keterangan

©ESI Triage Research Team, 2004 – (Refer to teaching materials for further clarification

Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah ada beberapa beberapa rumah sakit

yang menggunakan metode ini untuk klasifiasi triase di Unit Gawat

Darurat (UGD), salah satunya RSUP DR SARDJITO.

Metode triase untuk anak – anak

Metode triase untuk anak – anak yaitu menggunakan metode

JUMPSTART. Metode ini dikhusus kan hanya digunakan untuk setting

Page 29: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

bencana alam tidak untuk penanganan sehari hari di unit gawat darurat.

Berikut adalah diagram dari metode ini

Page 30: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

- Yang berperan dalam proses triase dan tugas masing – masing

Menurut Rustenberg (2009) triase harus dilakukan perencanaan yang

bersifat kolaboratif.

Tugas perawat yaitu :

- Dengan seksama menyelediki keadaan pasien.

- Mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang penting

- Mengembangkan rencana perawatan yang diterima pasien.

- Negosiasi dengan tim dan pasien.

- Mengidentifikasi sumber daya untuk mengangkut atau melakukan

transportasi pada pasien.

- Bila keadaan pasien tidak membaik, harus dilakukan penilaian

kembali, mengkonfirmasi diagnosa urgen, merevisi rencana

keperawatan jika diperlukan, merencanakan dan mengevaluasi lagi

hingga perawat yakin bahwa pasien akan kembali atau menerima

perawatan yang tepat jika kondisi memburuk.

Tugas dokter yaitu menentukan tindakan medis yang tepat.

5. Sistem Transportasi dan Stabilisasi

- Tindakan yang masuk dalam proses stabilisasi dan transportasi

A. Proses stabilisasi

Sebelum melakukan transport pada pasien, pastikan terlebih dahulu

bahwa pasien dalam keadaan stabil. Hal-hal yang harus diperhatikan

diantaranya :

1. Pertahankan jalan nafas

- Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line

immobilisasi.

- Bersihkan airway dari benda asinf bila perlu suctioning dengan alat

yang rigid.

- Pasang ppa nasofaringeal atau orofaringeal.

- Pasang airway difinitif sesuai indikasi.

2. Pernapasan

- Tentukan laju dan dalamnya pernapasan.

Page 31: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

- Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan

terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,

pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

- Pemberian oksigen sesuai dengan keadaan atau kebutuhan pasien.

- Menghilangkan tension pneumothoraks dan menutup open

pneumothoraks apabila ada.

3. Sirkulasi

- Mengetahui sumber perdarahan yang fatal.

- Mengetahui sumber perdarahan internal.

- Periksa nadi : kecepatan, kualitas, dan keteraturan.

- Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

- Periksa tekanan darah

- Lakukan penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal.

- Pasang IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sample darah

untuk pemeriksaan.

- Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

4. Perlindungan terhadap trauma lebih lanjut

Penderita yang diduga mengalami cedera tulang belakang harus dilindungi

terhadap trauma lebih lanjut. Perlindungan ini meliputi, pemasangan kolar

servikal semi rigid dan long board, melakukan modifikasi teknik log roll

untuk mempertahankan kesegarisan bagi sumsum tulang belakang, dan

melepaskan long spine board secepatnya. Imobilisasi dengan long board

pada penderita yang mengalami paralisis akan meningkatkan resiko

terjadinya dekubitasi pada titik penekanan. Karenanya, long spine board

harus dilepaskan secepatnya setelah diagnosa cedera tulang belakang

ditegakkan, contoh dalam waktu 2 jam.

5. Resusitasi Cairan dan Monitoring

a. Monitoring CVP

b. Kateter urin

Pemasangan kateter dilakukan pada primary survey dan resusitasi,

untuk memonitor output urin dan mencegah terjadinya distensi

kandung kencing.

c. Kateter lambung

Page 32: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

Kateter lambunf dipasang pada seluruh penderita dengan paraplegia

dan kuadriplegia, untuk mencegah distensi gaster dan aspirasi.

6. Penggunaan Steroid

Penggunaan kortikosteroid, bila kemungkinan dipergunakan bagi penderita

denga cedera neurologist yang disebabkan bukan akrena luka tembus

kurang dari 8 jam paska trauma.

B. Proses Transportasi

Memindahkan pasien ke ambulans

1. Pada saat ambulans datang penolong harus mampu menjangkau paisen

sakit atau cedera tanpa kesulitan, memeriksa kondisinya, melakukan

prosedur penanganan emergency ditempat pasien terbaring, dan kemudian

memindahkannya ke ambulans.

2. Pada beberapa kasus tertentu, misalnya pada keadaan lokasi yang

berbahay pasien yang memerlukan prioritas tinggi maka proses

pemindahan pasien harus didahulukan sebelum menyelesaikan proses

pemeriksaan dan penanganan emergensi diselesaikan.

3. Jika dicurigai adanya cedera spinal, kepala harus distabilkan, penyangga

leher (cervical collar) harus dipasang dan pasien harus diimobilisasikan di

atas spinal board.

4. Pemindahan pasien ke ambulans dilakukan dalam 4 tahap berikut:

a. Pemilihan alat yang digunakan untuk mengusung pasien

b. Stabilisasi pasien untuk dipindahkan

c. Memindahkan pasien ke ambulans

d. Memasukan pasien ke dalam ambulans

5. Pasien sakit atau cedera harus distabilkan agar kondisinya tidak

memburuk.

6. Perawatan luka dan cedera lain yang diperlukan harus segera diselesaikan,

yang menusuk harus difiksasi, dan seluruh balut serta bidai harus

diperiksa sebelum diletakkan di alat angkut pasien.

7. Jangan menghabiskan banyak waktu untuk merawat pasien dengan cedera

sangat buruk atau korban yang telag meninggal. Pada prinsipnya,

kapanpun pasien dikategorikan dalam prioritas tinggi, segera transport

dengan cepat.

Page 33: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

8. Penyelimutan pasien membantu menjaga suhu tubuh, mencegah paparan

cuaca, dan menjaga privasi.

9. Alat angkut (carrying device) pasien harus memiliki 3 tali pengikat untuk

menjaga posisi pasien tetap aman.

10. Jika penderita/korban tidak mungkin diangkut dengan tandu misalnya

pada penggunaan spinalboard dan hanya bisa diletakkan diatas

tandu/usungan ambulans, maka disyaratkan untuk menggunakan tali

kekang yang dapat mencegah tergelincir ke depan jika ambulans berhenti

mendadak.

Mempersiapkan Pasien untuk Transportasi

1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa

bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di atas usungan. Jika pasien

tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas (airway), pastikan

bahwa pasien mendapat pertukaran aliran yang cukup saat diletakkan di

atas usungan.

2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu bahwa pasien

dalam posisi aman selama perjalanan ke rumah sakit. Tandu pasien

dilengkapi dengan alat pengunci yang mencegah roda usungan bergerak

saat ambulans tengah melaju.

3. Posisikan dan amankan pasien. Pada pasien tak sadar yang tidak memiliki

potensi cedera spinal, ubah posisi ke posisi recovery (miring ke sisi) untuk

menjaga terbukanya jalan nafas dan drainage cairan. Pada pasien dengan

kesulitan bernafas dan tidak ada kemungkinan cedera spinal akan lebih

nyaman bila ditransport dngan posisi duduk. Pasien syok dapat ditransport

dengan tungkai dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera spinal

harus tetap dimobilisaskan dengan spinal board dan posisi pasien harus

diikat erat ke usungan.

4. Pastikan pasien terikat dengan bai dengan tandu.

5. Persiapkan jika timbul komplikasi ernafasan dan jantung. Jika kondisi

pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal board

pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan. Ini

dilakukan agar tidak perlu membuang banya waktu untuk meletakkan dan

memposisikan papan seandainya jika benar terjadi henti jantung.

Page 34: Laporan Tutorial Lbm 1 Blok 4.2

6. Melonggarkan pakaian yang ketat. Pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi

pernafasan.

7. Periksa perbannya. Perban yang telah dipasang dengan baik pun dapat

melonggar ketika pasien dipindahkan ke ambulans.

8. Periksa bidainya

9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien.

10. Tenangkan pasien

11. Ketika pasien dirasa sudah siap dan ambulans telah siap diberangkatkan,

beri kode kepada pengemudi untuk memulai perjalanan.

Perawatan Pasien selama Perjalanan

1. Lnjutkan perawatan medis emergensi selama dibutuhkan

2. Gabungkan informasi tambahan pasien. Jika pasien sadar dan penolong

memeprtimbangka bahwa perawatan emergensi selanjutnyay tidak akan

terganggu, penolong dapat mulai mencari informasi baru dari pasien.

3. Lakukan pemeriksaan menyeluruh dan monitor terus vital sign.

4. Beritahu fasilitas medis yang menjadi tujuan. Informasikan hasil

pemeriksaan yang telah dilakukan dan penanganan yang telah dilakukan,

dan beritahu perwaktu kedatangan ambulans atau tenaga kesehatan.

5. Periksa ulang perban dan bidai.

6. Bicaralah dengan pasien, tapi tetap kendalikan emosi. Bercakap-cakap

berguna untuk menenangkan pasien yang ketakutan.

7. Jika terdapat tanda – tanda henti jantung, minta pengemudi untuk

menghentikan ambulans dan lakukan resusitasi dan memeberikan AED

(defibrilator).

Memindahkan Pasien Ke Unit Gawat Darurat

1. Dampingi staf UGD bila dibutuhkan dan berikan laporan lisan atas

kondisi pasien. Beritahu setiap perubahan kondisi pasien.

2. Segera setelah tidak menangani pasien, siapkan laporan perawatan rumah

sakit.

3. Serahkan barang-barang pribadi pasien ke pihak rumah sakit.