laporan sk.2
TRANSCRIPT
LAPORAN KELOMPOK
BLOK XVIII MATA
SKENARIO 2
“Glaukoma Akut dan Uveitis Anterior”
OLEH :
KELOMPOK 19
1. Agatha Dinar G00080022. Ahmad Alfin N. G00080463. Arifatun Nisa G00080564. Debby Andina L. G00080765. M. Arief Syaifuddin G00081226. Noniek Rahmawati G00081407. Wiji Hastuti G00081828. Abiseka Panji Baskoro G00081889. Ariyani Novitasari G000820010. Erickson G0008210
Nama Tutor : dr. M. Eko Irawanto, Sp.KK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1 :
Datang seorang pria, 65 tahun, kedua mata merah dan nyeri, serta
pandangan kabur. Kelopak mata bengkak sejak 6 hari yang lalu. Ia juga
merasakan nyeri di sekitar bola mata, cekot-cekot, seperti melihat pelangi.
Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan visus 2/60, tekanan
intraokuler (TIO) mata kanan 45 mmHg, biomicroscop slitlamp didaptkan kornea
edema, anterior chamber dangkal, pupil mid dilatasi.
Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan visus 6/30, TIO 19 mmHg,
didapatkan siliar injeksi dan defek berupa ulkus di region inferior kornea yang
tampak berwarna hijau pada uji fluororesensi dan dengan uji placido tampak
gambaran lingkaran yang tidak konsentris dan ada bagian yang terputus,
pemeriksaan biomicroscop slitlamp tampak flare dan cell di anterior chamber,
pupil miosis dengan sinekia posterior.
Skenario dalam tutorial diharapkan dapat menjadi trigger atau pemicu
untuk mempelajari ilmu-ilmu dasar biomedis dan klinik sesuai dengan sasaran
pembelajaran yang sudah ditetapkan. Sasaran pembelajaran yang telah ditentukan
antara lain: mata merah, jenis pemeriksaan mata dan interpretasinya, diagnosis
banding, penatalaksanaan dan prognosis penderita.
Berdasarkan hal di atas, penulis berusaha untuk mencapai dan memenuhi
sasaran pembelajaran tersebut selain melalui tutorial tetapi juga melalui penulisan
laporan ini. Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran
mahasiswa yang bersangkutan dan bahan evaluasi sejauh mana pencapaian
sasaran pembelajaran yang sudah didapatkan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud mata merah, patofisiologi dan tipenya?
2. Apa saja pemeriksaan mata pada penderita dan bagaimana interpretasinya?
3. Bagaimana patofisiologi gejala, tanda dan hasil pemeriksaan pada penderita?
4. Apa kemungkinan diagnosis banding penderita?
5. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis pada penderita?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran dan kedokteran klinik terutama yang
berkaitan dengan skenario.
2. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik
ilmu penyakit mata untuk memecahkan masalah dalam skenario.
3. Memenuhi tugas kelompok tutorial skenario 2 Blok Mata.
D. MANFAAT PENULISAN
Penulisan laporan ini diharapkan dapat sebagai sarana pembelajaran
mahasiswa dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran
dan ilmu kedokteran klinik ilmu penyakit mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Mata
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan
tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah
sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-
pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah
koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah
luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel
kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf (Ilyas,
2004; Mann, 2008).
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke
retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke
retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan
gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang
akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada
sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan
menjalarkannya ke otak (Mann, 2008).
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 milimeter. Bola
mata bagian depan depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu (Ilyas, 2004):
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal yang memberi bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang membentuk bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk
kedalam bola mata.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, terdiri atas iris, badan siliar, dan
koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur
jumlah sinar yang masuk kebola mata, yaitu otot dilator, sfingter iris, dan otot
siliar. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk
kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak dibelakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (humor aquos), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik
dan diteruskan ke otak.
Humor aquos adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan
dan bilik mata belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan
pembentukannya, yang bervariasi diurnal, adalah 1.5-2 µL/ mnt. Komposisi
humor aquos serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang
lebih rendah (Vaughan, 2000).
Humor aquos diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrasi plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodofikasi oleh fungsi sawar dan prosesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata belakang, humor aquos
mengalir melalui pupil ke bilik mata depan (Gambar 1) lalu ke jalinan trabekular
di sudut bilik mata depan. Selama periode ini, terjadi pertukaran diferensial
komponen-komponen dengan darah di iris (Vaughan, 2000).
Aliran keluar humor aquos adalah sebagai berikut. Jalinan/ jala trabekula
terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel
trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin
mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan
tersebut sehingga kecepatan drainase humor aquos juga meningkat. Aliran humor
aquos kedalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran
transeluler siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar
30 saluran pengumpul dan 12 vena aquos ) menyalurkan cairan ke dalam sistem
vena. Sejumlah kecil humor aquos keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan
lewat sela-sela sklera (aliran uveoskleral) (Vaughan, 2000).
Resistensi utama terhadap aliran keluar humor aquos dari bilik mata depan
adalah lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di
dekatnya, bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena
episklera menentukan besar minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi
medis (Vaughan, 2000).
B. Glaukoma Akut
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang ditandai dengan
peninggian tekanan intraokuler yang mengakibatkan perubahan patologis dalam
diskus optikus dan defek pada lapang pandang yang khas (Dorland, 2007).
Secara umum, glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma primer,
glaukoma kongenital, dan glaukoma sekunder. Pada glaukoma primer, dikenal
glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka. Pengklasifikasian ini
ditinjau dari tertutup atau tidaknya sudut bilik depan mata. Glaukoma sudut
terbuka disebut juga glaukoma simpleks menahun karena permulaannya tidak
kentara, berjalan progresif lamban tanpa gejala. Sedangkan pada glaukoma sudut
tertutup, terjadi peningkatan tekanan intraokular yang mendadak sehingga onset
penyakit adalah akut. Bila terjadi berulang kali disebut subakut atau menahun
(Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Glaukoma sudut tertutup terjadi bila tekanan intraokular mendadak naik
karena adanya hambatan oleh akar iris pada sudut bilik mata depan, yang
membendung semua aliran keluar. Timbul nyeri hebat dan penglihatan mendadak
hilang. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Serangan akut glaukoma sudut tertutup hanya terjadi bila sudut bilik
mata depan secara anatomis sempit. Secara klinis keadaan ini mudah dinilai
dengan memperkirakan kedalaman bilik mata depan menggunakan iluminasi oblik
dari sebuah lampu senter kecil. Faktor-faktor berikut bisa lebih memperdangkal
sudut bilik mata depan, dan mempermudah terjadinya glaukoma sudut tertutup:
(1) hambatan pupil fisiologis, sudut bilik mata depan sempit; (2) bertambahnya
ukuran lensa (Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Faktor pencetus terjadinya glaukoma akut pada bentuk primer (bakat
bawaan) adalah berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat
yang gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder (akibat penyakit lain)
sering disebabkan hifema, luksasi/ subluksasi lensa, katarak intumesen atau
katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/ oklusio pupil atau iris bombe, atau
pasca bedah intraokuler (Mansjoer, 2001).
Perubahan patologi pada glaukoma akut antara lain sinekia anterior
perifer dan sembab maupun kongesti jonjot- jonjot siliar dan iris. Hal ini sebagai
akibat penyempitan vaskular karena tekanan tinggi. Perubahan yang timbul
kemudian adalah akibat gangguan perdaragan dan tekanan tinggi ini. Iris dan
badan siliar mengalami atrofi dan jonjot- jonjot siliar menunjukkan degenerasi
hialin. Sembab kornea menahun menyebabkan longgarnya epitel kornea dan
pembentukan bula epiter (keratopati bula). Perubahan patologi terpenting adalah
kerusakan unsur-unsur saraf degenerasi serabut saraf dan hilangnya substansi
mangkuk optik yang berkaitan dengan lempeng kribriform yang melengkung ke
belakang. Lapisan sel-sel ganglion dan lapisan serabut sarad retina mengalami
degenerasi. Sementara itu mungkin terjadi katarak (Vaughan, Asbury and
Riordan, 2000).
Penemuan klinis glaukoma akut antara lain nyeri pada mata yang
mendapat serangan yang berlansung beberapa jam dan hilang setelah tidur
sebentar. Melihat pelangi (halo) sekitar lampu dan keadaan ini merupakan stadium
prodormal. Terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah. Selain itu
ditemukan pula bradikardia, mata dengan tanda- tanda peradangan seperti kelopak
mata bengkak, mata merah, tekanan bola mata sangat tinggi yang mengakibatkan
pupil lebar, kornea suram dan edem, iris sembab meradang, papil saraf optik
hiperemis, edem dan lapang pandangan menciut berat. Iris bengkak dengan atrofi
dan sinekia posterior serta lensa menjadi keruh. Tajam penglihatan sangat
menurun.
Biasanya mata yang lain diserang 2-5 tahun kemudian. Sesudah
beberapa kali serangan atau berlangsung lama maka terjadi perlengketan antara
pangkal iris dan kornea (goniosinekia) (Ilyas, 1998).
Iritis akut dan konjungtivitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding pada glaukoma sudut tertutup bila ada radang mata akut, meskupin pada
kedua hal tersebut di atas jarang disertai bilik mata depan yang dangkal atau
tekanan yang tinggi. Pada iritis akut terdapat lebih banyak fotofobia, tetapi rasa
nyerinya kurang jika dibanding glaukoma. Ditemukan flare and cell di bilik mata
depan dan terdapat injeksi siliar yang dalam. Lain halnya pada konjungtivitis yang
tidak begitu nyeri atau tidak nyeri sama sekali dan tajam penglihatan tidak turun.
Tidak ada injeksi siliar, namun ditemukan kotoran mata dan konjungtiva sangat
meradang (Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosis glaukoma
akut antara lain: pengukuran dengan tonometri Schiotz; perimetri, gonioskopi, dan
tonografi bila edema kornea menghilang.
Penatalaksanaan pasien dengan glaukoma akut pada prinsipnya adalah
menurunkan tekanan intraokular secepatnya dengan pemberian asetazolamid 500
mg dilanjutkan 4 x 250 mg, solusio gliserin 50% 4 x 100- 150 ml dalam air jeruk,
penghambatan beta adrenergik 0,25- 0,5 % 2 x 1 dan KCl 3 x 0,5 g. Diberikan
pula tetes mata kortikosteroid dan antibiotik untuk mengurangi reaksi inflamasi.
Untuk bentuk yang primer, diberikan tetes mata pilokarpin 2% tiap ½ -
1 jam pada mata yang mendapat serangan dan 3 x 1 tetes pada mata sebelahnya.
Bila perlu diberikan analgetik dan antiemetik.
Bila tekanan bola mata normal dan mata telah tenang, dapat dilakukan
pembedahan. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaan gonioskopi. Sebagai pencegahan juga dilakukan iridektomi pada
mata sebelahnya.
Pada bentuk yang sekunder, harus dicari penyebabnya dan diobati yang
sesuai. Dilakukan operasi hanya bila perlu dan jenisnya tergantung penyebab.
Misalnya pada hifema dilakukan parasintesis, pada kelainan lensa dilakukan
ekstraksi lensa, dan pada uveitis dilakukan iridektomi atau operasi filtrasi
(Mansjoer, 2001).
C. Uveitis
Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu
atau ketiga bagian secara bersamaan seperti pada sarkoidosis.Penyakit peradangan
traktus uvealis umumnya unilateral.Berdasarkan patologi, dapat dibedakan dua
jenis besar uveitis yaitu yang non-granulomatosa dan granulomatosa.
Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang bagian traktus uvealis
namun lebih sering pada uvea posterior.Terdapat kelompok nodular sel epitelial
dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit
radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel
epiteloid.
Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini,
yakni, iris dan corpus ciliare.Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrasi
sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel
mononuklear.Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion
di dalam kamera okuli anterior (Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Uveitis dapat terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan sakit,
ataupun datang perlahan dengan mata merah dan sakit ringan dengan penglihatan
turun perlahan-lahan.Keluhan pasien dengan uveitis anterior akut mata sakit,
merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair, dan mata
merah.Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis akibat ikut meradangnya
otot-otot akomodasi.
Keluhan subjektif uveitis anterior pada awalnya dapat berupa sakit di
mata, sakit kepala, fotofobia, dan lakrimasi. Gejala obyektifnya adalah injeksi
siliar, presipitat keratik, flare and cell dalam bilik mata depan serta endapan fibrin
pada pupil yang dapat menyebabkan sinekia posterior (Ilyas, 2002).
Diperlukan pengobatan segera untuk mencegah kebutaan.Pengobatan pada
uveitis anterior adalah dengan steroid yang diberikan pada siang hari bentuk tetes
dan pada malam hari bentuk salep.Sikloplegik diberikan untuk mengurangi rasa
sakit, melepas sinekia yang terjadi, memberi istirahat pada iris yang meradang
(Ilyas, 1998).
D. Tukak (Ulkus) Kornea
Definisi
Tukak kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea.Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase oleh sel epitel baru dan sel radang.Dikenal dua
bentuk tukak pada kornea yaitu sentral dan marginal / perifer.Tukak kornea
perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi.Infeksi
pada kornea perifer biasanya oleh kuman Staphylococcus aureus, H. influenza dan
M.lacunata (Ilyas, 2002; Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Gambar 1. Ulkus kornea
Faktor risiko terbentuknya ulkus:
- Cedera mata
- Ada benda asing di mata
- Iritasi akibat lensa kontak.
(Ilyas, 2002)
Etiologi
Penyebab tukak kornea :
1. Infeksi bakteri
Bakteri yang sering menyebabkan tukak kornea adalah Streptococcus α-
hemoliticus, Staphylococcus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas
aeroginosa, Nocardia asteroides, Alcaligenes sp, Streptococcus anaerobic,
Streptococcus β-hemolitivus, Enterobacter hafniae, Proteus sp, Staphylococcus
epidermidis, dan infeksi campuran Erogenes.
2.Infeksi jamur
3.Infeksi virus
4.Defisiensi vitamin A
5.Lagophtalmus akibat parese N. VII dan N.III
6.Trauma yang merusak epitel kornea
7.Ulkus Mooren
(Vaughan, Asbury and Riordan, 2000)
Macam Tukak Kornea
Berdasarkan bentuknya tukak kornea dibagi menjadi :
1.Marginal
2.Fokal
3.Multifokal
4.Difus disertai masuknya pembuluh darah kedalamnya
(Ilyas, 2002)
Perjalanan Penyakit Tukak Kornea
1.Progresif
Pada proses kornea yang progresif dapat terihat, infiltrasi sel lekosit dan limfosit
yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk.
2.Regresif
3.Membentuk jaringan parut
Pada pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan kolagen baru dan
fibroblas. Berat ringannya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien,
besar dan virulensi inokulum (Ilyas, 2002).
Gejala Klinis
1.Mata merah
2.Sakit mata ringan hingga berat
3.Fotofobia
4.Penglihatan menurun
5.Kekeruhan berwarna putih pada kornea
Gejala yang dapat menyertai adalah terdapatnya penipisan kornea, lipatan
Descemet, reaksi jaringan kornea (akibat gangguan vaskularisasi iris), berupa
suar, hipopion, hifema dan sinekia posterior (Ilyas, 2002).
Pada tukak kornea yang disebabkan oleh jamur dan bakteri akan terdapat
defek epitel yang dikelilingi PMN. Bila infeksi disebabkan virus, akan terlihat
reaksi hipersensitifitas disekitarnya.Biasanya kokus gram positif, Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniakan memberikan gambaran tukak yang
terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak tukak
yang supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan
tidak terlihat infiltrasi sel radang (Ilyas, 2002; Vaughan, Asbury and Riordan,
2000).
Bila tukak disebabkan Pseudomonas maka tukak akan terlihat melebar
dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada
permukaantukak. Bila tukak disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-
abu dikelilingi infiltrat halus disekitarnya (fenomena satelit) (Ilyas, 2002;
Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Bila tukak berbentuk dendrit akan terdapat hipestesi pada kornea. Tukak
yang berjalan cepat dapat membentuk descemetokel atau terjadi perforasi kornea
yang berakhir dengan membuat suatu bentuk lekoma adheren.Bila proses pada
tukak berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit, fotofobia, berkurang
infiltrate pada tukak dan defek epitel kornea menjadi bertambah kecil (Ilyas,
2002; Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Pemeriksaan Penunjang
Dengan pemeriksaan biomikroskopi tidak mungkin untuk mengetahui
diagnosis kausa tukak kornea.Tukak kornea akan memberikan kekeruhan
berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang dengan pewarnaan
fluorescein akan berwarna hijau ditengahnya. Iris sukar dilihat karena keruhnya
kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea.
Diagnosis laboratorium tukak kornea adalah keratomalasia dan infiltrate sisa karat
benda asing.
Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat
diagnosa kausa.Pemeriksaan jamur dilakukan dengan melakukan sediaan hapus
yang menggunakan larutan KOH.Sebaiknya pada setiap tukak kornea dilakukan
pemeriksaan agar darah, Sabouroud, Triglikolat dan agar coklat (Ilyas, 2002;
Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Pengobatan Tukak Kornea
Pengobatan umumnya untuk tukak kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai topical dan subkonjungtiva, dan pasien bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunyaobatsistemik.Pengobatan pada tukak kornea betujuan menghalangi
hidupnya bakteri dengan antibiotika dan mengurangi reaksi radang dengan steroid
(Ilyas, 2002; Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Secara umum tukak diobati sebagai berikut :
- Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi
sebagai incubator.
- Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari. Diperhatikan kemungkinan
terjadinya glaukoma sekunder.
- Debridement sangat membantu penyembuhan.
- Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat.
- Pengobatan dihentikan bila terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang kecuali
bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2
minggu. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila
dengan pengobatan tidak sembuh. Terjadinya jaringan parut yang menganggu
penglihatan (Ilyas, 2002; Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Ulkus sentral
Ulkus sentral dibedakan 2 menjadi : ulkus kornea sentral dan ulkus kornea
marginal. Etiologinya dapat berasal dari bakteri, virus maupun jamur.
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke kornea selama epitelnya sehat,
sehingga diperlukan faktor predisposisi seperti erosi pada kornea, keratitis
neurotrofik atau pemakai kortikosteroid atau imunosupresif, pemakai obat lokal
anestetika, pemakai IDU, pasien Diabetes Mellitus, atau ketuaan (Ilyas, 2002).
Tukak (ulkus) marginal
Tukak marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya.Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan
limbus kornea.Diduga dasar kelainannya adalah suatu reaksi hipersensitivitas
terhadap eksotoksin stafilokokus (kurang lebih 50%).Penyakit infeksi lokal dapat
mengakibatkan keratitis katarak atau keratitis marginal.Keratitis marginal
biasanya terdapat pada pasien setengah umur, dengan adanya
blefarokonjungtivitis atau pada orang tua, yang sering dihubungkan dengan
reumatik dan debilitas (Ilyas, 2002; Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Tukak yang terdapat biasanya di bagian perifer kornea dan biasanya terjadi
akibat reaksi alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vaskular.Ulkus marginal
juga dapat terjadi bersama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh
Morazella, basil Koch Weeks atau Proteus vulgaris.Pada beberapa keadaan,
penyakit ini berhubungan dengan alergi makanan.Perjalanan penyakit ini
bervariasi, dapat sembuh cepat, namun dapat pula kambuh dalam waktu singkat,
dengan kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
aegepty pada scapping (Ilyas, 2002).
Infiltrat dan tukak yang terlihat diduga merupakan timbunan kompleks
antigen-antibodi dan secara histopatologi terlihat sebagai ulkus atau abses yang
epitelial atau subepitelial.
Konjungtivitis angular disebabkan oleh Moraxella, menghasilkan bahan-
bahan proteolitik yang mengakibatkan defek pada epitel.Gejala yang timbul
berupa : visus yang menurun disertai rasa sakit, fotofobia dan lakrimasi. Terdapat
pada satu mata blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang
memanjang, dan dangkal.Terdapat unilateral, dapat tunggal atau multipel dan
daerah jernih antara kelainan ini dengan limbus kornea, dapat terbentuk
neovaskularisasi dari arah limbus (Ilyas, 2002).
Pengobatan berupa antibiotik dengan steroid lokal, dapat diberikan setelah
kemungkinan infeksi HSV disingkirkan.Pemberian steroid sebaiknya diberikan
dapat jangka waktu singkat dengan disertai pemberian vitamin B dan C dosis
tinggi (Ilyas, 2002; Vaughan, Asbury and Riordan, 2000).
Ulkus Mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari
tepi kornea, dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini akan mengenai seluruh
kornea.Merupakan tukak kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral. Pada usia
lanjut, sering disertai rasa sakit dan merah. Penyakit ini sering terdapat pada
wanita usia pertengahan. Pasien terlihat sakit berat dan 25% mengalami billateral.
Tukak ini menghancurkan membran Bowman dan stroma kornea, tidak terdapat
neovaskularisasi pada bagian yang sedang aktif, bila kronik akan terlihat jaringan
parut dan vaskularisasi. Jarang terjadi perforasi ataupun hipopion.Proses yang
terjadi kemungkinan kematian sel yang disusul dengan pengeluaran
kolagenase.Banyak pengobatan yang dicoba, namun belum ada yang memberikan
hasil yang memuaskan (Ilyas, 2002).
D. Keratitis
Radang pada kornea atau yang biasa disebut dengan keratitis,
diklasifikasikan berdasaskan lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superficial dan keratitis profunda.Namun klasifikasi juga dapat didasarkan pada
letak pupil, yang terdiri dari keratitis sentral, parasentral serta marginal.
1. Keratitis Superfisial
a) Keratitis Pungtata Superfisialis merupakan keratitis yang terkumpul di
daerah membrane Bowman, dengan gambaran klinis bercak-bercak putih
halus (infiltrat) pada kornea. Keratitis jenis ini biasa disebabkan oleh hal
yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum kontagiosum, akne
rosasea, herpes simpleks, herpes zoster, blefaritis neuroparalitik, infeksi
virus, vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, dry eyes, legoftalmos, dan
keracunan obat seperti neomisin.
b) Keratitis Flikten dahulusering didapatkan pada anak dengan kasus kurang
gizi, dan pada penderita TBC sistemik. Namun sekarang lebih banyak
dihubungkan dengan reaksi imunologik, infeksi stafilokokus aureus,
koksidiosis, dan karena pathogen lain. Keratitis jenis ini memiliki
gambaran klinis yang subyektif berupa benjolan putih kemerahan dan
apabila sudah menjalar ke kornea maka akan terjadi epifora, kabur.
Sedangkan secara obyektif dapat memberikan gambaran klinis berupa
benjolan putih kekuningan, dikelilingi hyperemia konjungtiva, infiltrate,
neovaskularisasi, serta didapatkan adanya pustule pada konjungtiva atau
pada kornea. Terapi medikamentosa dapat menggunakan steroid tetes mata,
bila ada ulkus beri antibiotika.
c) Keratitis Sika didasarkan pada kurangnya sekresi kelenjar lakrimalis atau
sel goblet. Penyebab terdiri dari defisiansi kelenjar air mata, defisiansi
komponen lemak, defisiansi komponen musin, penguapan air mata
berlebihan, serta akibat dari parut atau mikrovili yang rusak. Gambaran
klinisnya terbagi atas subyektif dan obyektif, dimana gambaran
subyektifnya tergantung dari kelainan pada kornea, bila masih dalam tahap
awal dan belum ada kerusakan biasanya hanya berupa rasa ngeres, kering,
pedih pada mata dan adanya keluhan dye-eye. Sedangkan bila telah merusak
kornea, gejala dapat berupa silau, berair, sakit dan kabur. Untuk yang
obyektif dapat memberikan gambaran klinis berupa kejernihan konjungtiva
dan kornea hilang, pada Test schemer berkurang, terfilm kornea mudah
pecah, Tear brea luptime berkurang, sukar gerakkan kelopak mata, erosi
kornea, keratitis filamentosa.
d) Keratitis Lepra merupakan bentuk keratitis yang terjadi akibat komplikasi
dari penyakit lepra. Pada keratitis jenis ini terdapat gangguan trofik kornea,
ekstropion, legoftalmos, anesthesia kornea, serta terjadi denervasi kelenjar
lakrimal atau biasa disebut dry eye sindrom. Patognomonik terdapat edema
saraf kornea. Gambaran klinik subyektif berupa palpebra edema dan
hiperemi. Sedangkan gambaran klinik yang obyektif terdapat keratitis
avaskuler, yang berupa, lesi pungtata warna putih seperti kapur, pelan-pelan
penglihatan kabur, lesi saling menyatu yang dapat menyebabkan kerusakan
pada sub epitel (nebula), serta dalamfase lanjut dapat terjadi pannus
lepromatosa. Terapi medikamentosa dapat diberikan Dapson, Rifampisin,
serta pembedahan bila ada kelainan pada palpebra.
e) Keratitis Numularis biasanya unilateral, factor predisposisi adalah para
petani, etiologi diduga bersala dari virus. Terdapat infiltrate bundar berbatas
tegas. Gejala klinik berupa fotofobia, injeksi siliar. Terapi dapat
menggunakan kortikosteroid lokal.
2. Keratitis Profunda
a) Keratitis Interstisial Luetik merupakan manifestasi sifilis congenital.
Biasanya menyerang pada usia 5-15 tahun. Terjadi reaksi imunologik
terhadap treponema palidum. Gambaran klinik yang subyektif berupa sakit,
silau dan kabur. Obyektif dapat berupa bagian dari trias Hutchinson yang
terdiri dari : keratitis interstisial, gangguan dengar, dan kelainan gigi seri
atas.
(Ilyas, 2002)
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien yang berusia 65 tahun, merupakan salah satu predsiposisi dari
glaukoma akut, yang biasanya terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Kedua mata
yang merah dan nyeri merupakan akibat pelebaran pembuluh darah conjunctiva
yang terjadi pada peradangan mata akut. Pandangan kabur disebabkan oleh
adanya gangguan pada kornea dan adanya injeksi siliar. Kelopak mata yang
bengkak mungkin disebabkan oleh proses inflamasi. Nyeri di sekitar bola mata,
cekot-cekot, seperti melihat pelangi merupakan gejala klinis dari glaukoma akut
serta edema kornea. Akibat adanya kerusakan epitel dan edema kornea, cahaya
yang diterima seolah-olah dipantulkan kembali sehingga membentuk lingkaran
cahaya yang mengelilingi lapang pandang pasien atau disebut dengan halo vision.
Hal ini menandakan pasien berada dalam stadium prodromal.
Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan visus 2/60, visus menurun
karena adanya edema kornea yang didapatkan pada pemeriksaan biokmikroskop
slitlamp. Padahal, kornea merupakan media refraksi terbesar pada mata.
Peningkatan tekanan intraokuler diatas 21 mmHg, yaitu menjadi 45 mmHg, sudah
dapat didiagnosis sebagai glaukoma Anterior chamber yang dangkal
menyebabkan hambatan aliran aquos humor ke canalis schlemm, sehingga terjadi
peningkatan tekanan intraokuler. Pendangkalan anterior chamber ini juga
menyebabkan pupil mengalami mid dilatasi yang spesifik pada glaukoma akut.
Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan penurunan visus menjadi 6/30. Hal
ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan kornea berupa ulkus yang
menyebabkan kerusakan epitel kornea, dibuktikan dengan uji fluoresensi yang
berwarna hijau. Selain itu, pada uji placido didapatkan lingkaran yang kurang
tegas atau putus, yang disebabkan oleh adanya kelainan kornea tadi. TIO yang
belum melebihi 21 mmHg, berarti mata kiri pasien tidak atau belum mengalami
glaukoma. Siliar injeksi juga turut menyebabkan penurunan visus yang dialami
pasien. Pada pemeriksaan biomicroscop slitlamp tampak flare dan cell di anterior
chamber sebagai efek dari peradangan intraokuler yang terjadi. Pupil miosis
disebabkan oleh perlekatan iris dengan permukaan anterior lensa, yang disebut
sinekia posterior. Keadaan ini kemudian juga dapat berpotensi menyebabkan
terjadinya glaukoma sekunder akibat adanya hambatan aliran aquos humor pada
posterior chamber.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada pasien, mata sebelah kanan mengalami glaukoma akut, sedangkan
mata sebelah kiri pasien mengalami uveitis anterior.
B. SARAN
Sebaiknya segera dilakukan penatalaksanaan pada masing-masing mata
dengan sesuai dengan diagnosisnya untuk mencegah komplikasi yang lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta. 1998. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. K., Setiowulan, W. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
SS Mann, Lt Col. J Singh, Col (Retd). D Calra, Col. JKS Parihar, Col. N Gupta. P
Kumar, Lt Col. 2008. Medical and Surgical Management of Keratomycosis. Akses 23
Oktober 2010 di http://medind.nic.in/maa/t08/i1/maat08i1p40.pdf
Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. 2000. Oftalmologi Umum Edisi
14. Jakarta: Widya Medika.