laporan pendahuluan rinosinusitis

26
LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS A. PENGERTIAN Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal. Peradangan ini sering bermula dari infeksi virus, yang karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri pathogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan dapat pula terjadi akibat fraktur dan tumor (Benninger dan Gottschall, 2006; Soetjipto dkk, 2006) Rinosinusitis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal, yang selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanik atau alergi (Hwang dkk, 2009; Jorissen dkk, 2000; Baroody, 2007) Rinosinusitis adalah peradangan mukosa nasal dan sinus paranasal, dikatakan kronis apabila berlangsung paling sedikit 12 minggu (CDK, 2010) Sinusitis dapat didefinisikan sebagai peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut sebagai rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. (Soetjipto D & Wardani RS,2007) Rinosinusitis merupakan penyakit peradangan yang menyerang organ sinus paranasal dan kavitas nasal. Sejak pertengahan tahun 1990, kata sinusitis telah diganti menjadi istilah rinosinusitis, dimana jarang ditemukan kasus sinusitis tanpa rhinitis dan juga penyakit rhinitis yang selalu disertai dengan sinusitis. (Lee, 2008) Rinosinusitis kronik (RSK) atau sering disebut sinusitis kronik didefinisikan sebagai gangguan akibat peradangan dan infeksi mukosa sinus paranasalis dan pada mukosa hidung yang telah mengalami perubahan reversibel maupun irreversible dengan

Upload: anonymous-4w6t2kj

Post on 17-Feb-2016

41 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

lp tumor colli

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

A.    PENGERTIAN  Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal.

Peradangan ini sering bermula dari infeksi virus, yang karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri pathogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan dapat pula terjadi akibat fraktur dan tumor (Benninger dan Gottschall, 2006; Soetjipto dkk, 2006)

  Rinosinusitis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal, yang selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanik atau alergi (Hwang dkk, 2009; Jorissen dkk, 2000; Baroody, 2007)

  Rinosinusitis adalah peradangan mukosa nasal dan sinus paranasal, dikatakan kronis apabila berlangsung paling sedikit 12 minggu (CDK, 2010)

  Sinusitis dapat didefinisikan sebagai peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut sebagai rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. (Soetjipto D & Wardani RS,2007)

  Rinosinusitis merupakan penyakit peradangan yang menyerang organ sinus paranasal dan kavitas nasal. Sejak pertengahan tahun 1990, kata sinusitis telah diganti menjadi istilah rinosinusitis, dimana jarang ditemukan kasus sinusitis tanpa rhinitis dan juga penyakit rhinitis yang selalu disertai dengan sinusitis. (Lee, 2008)

  Rinosinusitis kronik (RSK) atau sering disebut sinusitis kronik didefinisikan sebagai gangguan akibat peradangan dan infeksi mukosa sinus paranasalis dan pada mukosa hidung yang telah mengalami perubahan reversibel maupun irreversible dengan berbagai etiologi dan faktor predisposisi dan 1,2,3 berlangsung lebih dari 12 minggu RSK masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktek umum maupun spesialis mengingat anatomi, etiologi serta penanganannya yang kompleks (Harowi dkk, 2011)

  Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor (Stankiewicz, 2001; Busquets, 2006; Soetjipto, 2006; Setiadi M, 2009).

  Rinosinusitis (RSK) merupakan istilah yang lebih tepat karena sinusitis jarang tanpa didahului rinitis dan tanpa melibatkan infl amasi mukosa hidung. Rinosinusitis menjadi penyakit

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

berspektrum infl amasi dan infeksi mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis didefinisikan sebagai gangguan akibat infl amasi mukosa hidung dan sinus paranasal; dikatakan kronik apabila telah berlangsung sekurangnya 12 minggu (Benninger dkk, 2003)

  Menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery 1996, rinosinusitis adalah peradangan kronik pada satu atau lebih mukosa sius paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung, sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis. Berdasarkan Task force yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngic Allergy (AAOA), dan American Rhinologic Society (ARS), rinosinusitis kronik didefinisikan sebagai rinosinusitis yang berlangsung lebih dari 12 minggu dengan 2 gejala mayor atau lebih atau satu gejala mayor disertai dua gejala minor (Hwang dkk, 2003; Jirapongsananuruk, 1998 cit Setiadi 2009)

  Rinosinusitis (maksila) adalah inflamasi pada mukosa hidung dan sinus paranasal (sinus maksila), ditandai oleh dua atau lebih gejala, diantaranya terdapat sumbatan hidung/obstruksi/ kongesti, atau ada sekret hidung (anterior/ posterior nasal drip), rasa nyeri/tertekan pada wajah, berkurang atau hilangnya penghidu; juga temuan endoskopik: adanya sekret mukopurulen terutama dari meatus medius, atau edema/sumbatan mukosa terutama di meatus medius dan atau adanya perubahan mukosa dalam kompleks osteomeatal dan atau sinus pada temuan tomografi komputer/ CT scan) (Fokkens dkk, 2007)

B.     KLASIFIKASIPinheiro et al. (1998) dalam CDK (2010), membagi rinosinusitis ditinjau dari lima

aksis, yaitu:             1.      Gambaran klinis (akut, subakut, dan kronik)

  Menurut Konsensus International (2004) dalam Soetjipto & Wardani (2007) membagi rinosinusitis menjadi:

a.       Akut dengan batas sampai 4 minggub.      Sub akut bila terjadi antara 4 minggu sampai 3 bulan atau 12 minggu c.       Kronik bila lebih dari 3 bulan atau 12 minggu

Rinosinusitis kronis adalah peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang menetap selama lebih 12 minggu atau 4 kali serangan akut berulang pertahun yang masing-masing serangan lebih dari 10 hari.

            2.      Lokasi sinus yang terkena (maksilaris, frontalis, ethmoidalis, dan sphenoidalis)

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

            3.      Organisme yang terlibat (virus, bakteri, atau jamur)            4.      Keterlibatan ekstrasinus (komplikasi atau tanpa komplikasi)               5.      Modifikasi penyebab spesifik (atopi, obstruksi komplek osteomeatal)

Klasifikasi lain didasarkan ditemukan ada tidaknya alergi, membagi rinosinusitis menjadi alergi dan nonalergi atau berdasarkan ada tidaknya infeksi dibagi dalam rinosinusitis infeksi dan noninfeksi. Rinosinusitis infeksi biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan dari infeksi virus. Infeksi virus biasanya akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu. Virus yang biasa menjadi penyebab adalah virus influenza, corona virus dan rinovirus. Infeksi virus sering diikuti infeksi bakteri terutama kokkus (streptococcus pneumonia dan staphilococcus aureus) dan haemophilus influenza. Rinosinusitis kronik noninfeksi Bisa disebabkan alergi, faktor lingkungan (misalnya polutan) dan penyebab fisiologik atau yang berkaitan dengan usia (misalnya rinitis vasomotor dan perubahan hormonal).

Pembagian berdasarkan derajat sinusitis digunakan gambaran radiologis untuk menunjukkan berat ringannya penyakit. Pembagian secara radiologis telah banyak dilakukan di antaranya menurut Lund MacKay. Pembagian menurut sistem Lund MacKay didasarkan pada pengukuran obyektif kelainan masing-masing sinus dengan skor 0 bila tidak ditemukan kelainan, skor 1 bila ditemukan opasitas parsial, skor 2 bila ditemukan opasitas total sinus, dan penilaian patensi osteomeatal komplek. Sistem ini banyak dipakai karena mampu mengukur kelainan masing-masing sinus secara obyektif, dapat dipakai untuk kasus individual, dan mempertimbangkan kondisi komplek osteomeatal (Zeinreich, 2004).

C.    ETIOLOGI            1.      Faktor Hosta.       Umur, Jenis Kelamin dan Ras

Rinosinusitis kronik merupakan penyakit yang dapat mengenai semua kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua ras.

b.      Riwayat Rinosinusitis AkutRinosinusitis akut biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran pernafasan atas seperti batuk dan influenza. Infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan edema pada mukosa hidung, hipersekresi dan penurunan aktivitas mukosiliar. Rinosinusitis akut yang tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.

c.       Infeksi GigiInfeksi gigi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis maksila. Hal ini terjadi karena sinus maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus maksila.

d.      Rinitis AlergiAlergi merupakan suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun.39 Rinitis alergi adalah suatu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell & Comb) yang diperantarai oleh IgE dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran utama. Gejalanya berupa hidung beringus, bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal.Peranan alergi pada rinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi menimbulkan pembengkakan mukosa sinus dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan. Kejadian yang berulang terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronis.

e.       Diabetes MellitusDiabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam kondisi immunocompromised atau turunnya sistem kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti rinosinusitis.

f.       AsmaAsma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Sebesar 25-30 % penderita asma dapat berkembang menjadi polip hidung sehingga mengganggu aliran mukus.

g.      Kelainan anatomi hidungKelainan anatomi seperti septum deviasi, bula etmoid yang membesar, hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa dapat mempengaruhi aliran ostium sinus, menyebabkan penyempitan pada kompleks osteomeatal dan menggangu clearance mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya rinosinusitis.

h.      Kelainan kongenitalKelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik dapatmengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom kartagener atau sindrom silia immortal merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik, dimana terjadi kekurangan/ketiadaan lengan dynein sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada koordinasi gerakan silia dan disorientasi arah dari denyut silia. Gangguan pada transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksikronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan rinosinusitis. Pada fibrosis kistik terjadi perubahan sekresi kelenjar yang menghasilkan mukus yang kental sehingga menyulitkan

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

pembersihan sekret. Hal ini menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan terjadi kolonisasi kuman dan timbul infeksi.

           2.      Faktor AgentRinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri, rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).

           3.      Faktor LingkunganFaktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik yaitu polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi saluran hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi karena menyebabkan mukosa sinus membengkak. Hal ini membuat jalannya mukus terhambat dan terjebak di dalam sinus, yang kemudian menyebabkan bakteri berkembang di daerah tersebut

D.  ANATOMI DAN FISIOLOGISinus atau lebih dikenal dengan sinus paranasal merupakan rongga di dalam tulang

kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. Sinus paranasal terdiri dari empat pasang sinus yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal berfungsi sebagai pengatur kondisi udara, penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mucus untuk membersihkan rongga hidung.

Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Semua rongga sinus dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari mukosa hidung, berisi udara dan semua sinus mempunyai muara (ostium) di dalam rongga hidung.

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anterior dan posterior. Kelompok anterior terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sfenoid.

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar dan terdapata pada daerah tulang maksila. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml (34 x 33 x 23mm) saat berusia 15-18 tahun. Bentuk sinus maksila ini adalah seperti piramida dengan bagian puncak menghadap ke lateral dan meluas ke arah prosesus zygomatikus dari maksila.Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang kadang juga gigi taring dan gigi molar M3. Akar-akar gigi tsb dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan rinosinusitis.

   2.      Sinus FrontalSinus frontal terletak di os frontal dan mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus. Sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.7 Volume sinus ini sekitar 6–7 ml (28 x 24 x 20 mm). Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.

   3.      Sinus EtmoidSinus etmoid merupakan struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan. Pada saat janin yang berkembang pertama adalah sel anterior diikuti oleh sel posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai umur 12 tahun. Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x 14 mm). Bentuk sinus etmoid seperti piramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat yang tipis.Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Di dalam etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan rinosinusitis frontal dan peradangan di infindibulum dapat menyebabkan rinosinusitis maksila.

   4.      Sinus SfenoidSinus sfenoid merupakan rongga yang terletak di dasar tengkorak, tidak berhubungan dengan dunia luar sehingga jarang terkena infeksi. Sinus ini terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.7 Sinus sfenoid dibentuk di dalam kapsul rongga hidung dari hidung janin dan tidak berkembang hingga usia 3 tahun.Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 tahun dengan volume sekitar 7,5 ml (23 x 20 x 17 mm). Sebelah superior sinus sfenoid berbatasan dengan fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

sebelah inferior dengan atap nasofaring, sebelah lateral dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa posterior di daerah pons

E.     PATOFISIOLOGIPatofisiologi rinosinusitis kronik terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi silia dan

kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor tersebut atau kombinasi faktor-faktor tersebut merubah fisiologi dan menimbulkan sinusitis. Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya rinosinusitis kronik.

Patofisiologi rinosinusitis kronik dimulai dari blokade akibat udem hasil proses radang di area kompleks ostiomeatal. Blokade daerah kompleks ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior. Sumbatan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan terjadinya hipoksi dan retensi sekret serta perubahan pH sekret yang merupakan media yang baik bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak. Bakteri juga memproduksi toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi hipertrofi mukosa yang memperberat blokade kompleks ostiomeatal. Siklus ini dapat dihentikan dengan membuka blokade kompleks ostiomeatal untuk memperbaiki drainase dan aerasi sinus.

Faktor predisposisi rinosinusitis kronik antara lain adanya; obstruksi mekanik seperti septum deviasi, hipertrofi konkha media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung. Faktor sistemik yang mempengaruhi seperti malnutrisi, terapi steroid jangka panjang, diabetes, kemoterapi dan defisiensi imun. Faktor lingkungan seperti polusi udara, debu, udara dingin dan kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa dan kerusakan silia.

Pathway

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

Pathway Rinosinusitis

F.     GEJALA DAN TANDA KLINISDiagnosis ditegakkan bila ditemukan 2 atau lebih gejala mayor atau 1 gejala mayor dan

2 gejala minor. Pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan nasoendoskopi dan foto polos hidung dan sinus paranasal atau SPN (Busquets JM , 2000 ; Draft , 1995 ; Stankiewicz, 2001)

            1.      Gejala Mayor :  Hidung tersumbat  Sekret pada hidung / sekret belakang hidung / PND  Sakit kepala  Nyeri / rasa tekan pada wajah  Kelainan penciuman (hiposmia / anosmia)

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

           2.      Gejala Minor :  Demam, halitosis  Pada anak; batuk, iritabilitas  Sakit gigi  Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga.

Gejala dan Tanda Klinis : (Ballenger, 1997 cit Setiadi 2009)            1.      Gejala Subjektifa.       Nyeri

Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak. Secara anatomi, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus) dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin tanpa tulang hanya oleh mukosa, karenanya sinusitis maksila sering menimbulkan nyeri hebat pada gigi-gigi ini

b.      Sakit kepalaMerupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis. Wolff menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan akibat adanya kongesti dan udema di ostium sinus dan sekitarnya. Penyebab sakit kepala bermacam-macam, oleh karena itu bukanlah suatu tanda khas dari peradangan atau penyakit pada sinus. Jika sakit kepala akibat kelelahan dari mata, maka biasanya bilateral dan makin berat pada sore hari, sedangkan pada penyakit sinus sakit kepala lebih sering unilateral dan meluas kesisi lainnya. Sakit kepala yang bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukkan badan kedepan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat istirahat ataupun saat berada dikamar gelap.Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya statis vena.

c.       Nyeri pada penekananNyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah

d.      Gangguan penghinduIndra penghindu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah hilangnya penghindu (anosmia). Hal ini disebabkan adanya sumbatan pada fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena itu ventilasi pada meatus superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan hilangnya indra penghindu. Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal nervus olfaktorius, meskipun pada kebanyakan kasus, indra penghindu dapat kembali normal setelah infeksi hilang.

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

            2.      Gejala Objektifa.       Pembengkakan dan udem

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti pada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.

b.      Sekret nasalMukosa hidung jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif, sinus-sinuslah yang merupakan pusat fokus peradangan semacam ini.Adanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan kecurigaan adanya suatu peradangan dalam sinus. Pus di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya sinus maksila, sinus frontal atau sinus etmoid anterior, karena sinus-sinus ini bermuara ke dalam meatus medius.

G.    KOMPLIKASIKompikasi rinosinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan antibiotika.

Komplikasi yang dapat terjadi ialah:   1.      Osteomielitis dan abses subperiostal

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.

   2.      Kelainan OrbitaDisebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Variasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.

   3.      Kelainan IntrakranialDapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.

   4.      Kelainan ParuSeperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG      1.      Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena disamping pemeriksan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior.

   2.      Transiluminasi

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia.

   3.      Pemeriksaan radiologia.       Foto rontgen sinus paranasal

Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan mukosa yang membengkak dan udema tampak seperti suatu densitas yang paralel dengan dinding sinus.Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal.Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak.

b.      CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasalSinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas.CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan. Lund-MacKay Radiologic Staging System ditentukan dari lokasi Gradasi Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid, Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 : Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit.

   4.      NasoendoskopiNasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis.Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor.

I.       DIAGNOSISGejala klinik rinosinusitis kronis menurut American Academy of Otolaryngic

Allergy (AAOA), dan American Rhinologic Society (ARS) adalah rinosinusitis yang berlangsung

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

lebih dari 12 minggu dengan 2 gejala mayor atau lebih atau 1 gejala mayor disertai 2 gejala minor atau lebih (Setiadi M, 2009).

J.      PENATALAKSANAANJika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi septum,

kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip, kista, jamur, gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan (Ulusoy, 2007).

Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial yang memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya.

            1.      Medikamentosaa.       Antibiotika

Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan.

Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidazole.

Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan.

b.      Terapi Medik TambahanDekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi

antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi.

Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati.

Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari) akan menyebabkan rinitis medika mentosa.

Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih dari 50% kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga kemungkinan imunoterapi.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan loratadine.

Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid topikal dan kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan perkembangan besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis.

Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas pada kelainan alergi dan non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan meatus medius hilang.

Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus. Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat semprot merata.

           2.      Penatalaksanaan OperatifSinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan optimal serta

adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan bedah.Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior, Caldwel-Luc,

trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) dapat dilaksanakan.Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan usaha pemulihan drainase dan

ventilasi sinus melalui ostium alami.Namun dengan berkembangnya pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang

pula modifikasi bedah sinus konvensional misalnya operasi Caldwel-Luc yang hanya mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan melakukan antrostomi meatus medius sehingga drainase dapat sembuh kembali.

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan kemajuan pesat dalam bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan konservatif yang lebih efektif dan fungsional.

Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi dirongga-rongga sinus.

Jaringan patologik yang diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar.

Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila dan frontal akan sembuh sendiri.

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT ISHIALGIAA.    PENGKAJIAN   1.      Biodata

Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,   2.      Riwayat Penyakit sekarang

Penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendeng.   3.      Keluhan utama  

Biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.   4.      Riwayat penyakit dahulu :  Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma  Pernah mempunyai riwayat penyakit THT  Pernah menedrita sakit gigi geraham   5.      Riwayat keluarga :

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

   6.      Riwayat spikososial  Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)  Interpersonal : hubungan dengan orang lain.   7.      Pola fungsi kesehatan  Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat

Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.  Pola nutrisi dan metabolisme

Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung  Pola istirahat dan tidur

Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek  Pola Persepsi dan konsep diri

Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun  Pola sensorik

Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

    8.      Pemeriksaan fisik  status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.  Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan

bengkak)

B.      DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

1.     Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mucus  berlebih.2.     Nyeri sehubungan dengan adanya sumbatan drainase sinus.3.     PK: Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya daya tahan tubuh.4.     Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap atau perubahan dalam status

kesehatan.5.      Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan Sumbatan pada fisura

olfaktorius

RENCANA KEPERAWATAN

NO DX

DIANGOSA KEPERAWATAN DAN

KOLABORASITUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mucus  berlebih

NOC : Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Aspiration Control

Kriteria Hasil :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan

suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

NIC :Airway Management

  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan  Pasang mayo bila perlu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan  Lakukan suction pada mayo  Berikan bronkodilator bila perlu  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.  Monitor respirasi dan status O2

Airway Suction  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.  Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion

nasotrakeal

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter

dikeluarkan dari nasotrakeal  Monitor status oksigen pasien  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan

bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

2 Nyeri berhubungan dengan adanya sumbatan drainase sinus

NOC :Pain Level,Pain control,Comfort level

Kriteria Hasil :  Mampu mengontrol nyeri (tahu

penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

  Tanda vital dalam rentang normal

NIC :Pain Management

  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan  Kurangi faktor presipitasi nyeri  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan

inter personal)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi  Ajarkan tentang teknik non farmakologi  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri  Tingkatkan istirahat  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi  Cek riwayat alergi  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika

pemberian lebih dari satu  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara

teratur  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

kali  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

3 PK: Infeksi Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan ……x 24 jam diharapkan perawat akan mencegah, menangani dan meminimalkan infeksi dengan gejala:

  Suhu meningkat  Urine buram/ bau flor  Ulser pada sisitem gastrointestinal  Perubahan jumlah SDP khususnya

neutrofil dan limfosit  Adanya nyeri pada perineum

  Pantau SDP (neutrofil dan limfosit)  Pantau tanda dan gejala infeksi primer dan sekunder  Pantau gejala septicemia  Pantau efek antibiotic  Pantau tanda dan gejala virus oportunistik (herpes, varicella dll)  Pantau tanda dan gejala infeksi jamur (stomatitis, esofagitis,

meningitis)  Kaji dan pantau infeksi bakteri pada pulmonal  Anjurkan intake nutrisi ditingkatkan  Kurangi prosedur infasif

4 Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap atau perubahan dalam status kesehatan

NOC : Anxiety control Coping Impulse control

Kriteria Hasil :  Klien mampu mengidentifikasi dan

mengungkapkan gejala cemas  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan

menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

  Vital sign dalam batas normal  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa

tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

  Gunakan pendekatan yang menenangkan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur  Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis  Dorong keluarga untuk menemani anak  Lakukan back / neck rub  Dengarkan dengan penuh perhatian  Identifikasi tingkat kecemasan  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi  Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi  Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

5 Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan Sumbatan pada fisura olfaktorius

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan ……x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan fungsi pembau dan mencegah  kerusakan yang lebih parah dengan kriteria hasil:

  Mempertahankan fungsi  pembau

  Kaji seberapa besar kehilangan sensasi bau pada klien  Kenalkan pasien dengan berbagai sensasi bau seperti aroma makanan,

parfum dll  Jelaskan pada pasien tentang keadaannya dan mekanisme bau sehingga

pasien jelas dengan keadaannya  Kolaborasikan pemeriksaan selanjutnya dan terapi  Memberi helth education  kepada pasien mengenai

pembau  Libatkan keluarga dalam pengobatan dan perawaatan

6 Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai   kondisi,  prognosis dan tindakan pengobatan

NOC :Kowlwdge : disease processKowledge : health Behavior

Kriteria Hasil :

NIC :Teaching : Disease Process

  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat  Hindari harapan yang kosong  Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien

dengan cara yang tepat  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk

mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second

opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang

tepat  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara

yang tepat  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada

pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Acala V. 2010. CDK: Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito

Benninger MS, Gottschall J. 2006. Rhinosinusitis: clinical presentation and diagnosis. In: Itzhak Brook, ed. Sinusitis from microbiology to management. New York: Taylor and Francis Group

Harowi MR dkk. 2011. Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronik Pasca-bedah. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito

Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kentjono WA. 2004. Rinosinusitis: etiologi dan patofisiologi. Dalam: Naskah lengkap perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan THT FK Unair/RS Dr. Soetomo

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN RINOSINUSITIS

Mangunkusumo E, Soetjipto D. 2007. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Rahmi AD, Punagi Q. 2008. Pola penyakit Subbagian Rinologi di RS Pendidikan Makassar periode 2003-2007. Makasar: Bagian Ilmu Kesehatan THT FK Universitas Hasanuddin. Dipresentasikan di PIT IV Bandung

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Soetjipto D, Dharmabakti U, Mangunkusumo E, Utama R. 2006. Functional endoscopic sinus surgery di Indonesia pada panel ahli THT Indonesia. Jakarta: Yanmedic-Depkes