laporan klinik i

23
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA KLINIK PENENTUAN KADAR GLUKOSA Kelompok 3: Ibrahim 260110080011 (Pembahasan) Milyadi Sugijanto 260110080015 (Tujuan Prinsip) Valdis Reinaldo 260110080081 (Teori) Dian C. Sodik 260110080114 (Alat Bahan Prosedur) Indra Anggara A. 260110080115 (Teori) Citra Caesaria F. 260110080116 (Data Pengamatan) Yanarita Anelindha F. 260110080117 (Editor) LABORATORIUM KIMIA KLINIK FAKULTAS FARMASI

Upload: rizki-dwi-rahmana

Post on 04-Aug-2015

480 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PENENTUAN KADAR GLUKOSA

Kelompok 3:

Ibrahim 260110080011 (Pembahasan)

Milyadi Sugijanto 260110080015 (Tujuan Prinsip)

Valdis Reinaldo 260110080081 (Teori)

Dian C. Sodik 260110080114 (Alat Bahan Prosedur)

Indra Anggara A. 260110080115 (Teori)

Citra Caesaria F. 260110080116 (Data Pengamatan)

Yanarita Anelindha F. 260110080117 (Editor)

LABORATORIUM KIMIA KLINIK

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

Penentuan Kadar Glukosa

I. Tujuan1. Menyiapakan pasien untuk pemeriksaan glukosa darah2. Menginterprestasikan hasil laboratorium yang diperoleh.

II. Prinsip

Metode GOD-PAP/ Trinder

Glukosa+O2+H 2 OGOD→

Asam glukonat+H 2 O2

2 H 2O2+4 aminofenazon+fenol POD→

4−( p−benzoquinone−mono−imino ) fenazon+4 H 2 O

III. TEORI

Diabetes Melitus

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing

manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan

peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme

dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai

kebutuhan tubuh (Khomsah, 2008).

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing

manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan

kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita

kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau

dikerubuti semut (Khomsah, 2008).

Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini

meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)

2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)

3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)

5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya

10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit (Khomsah, 2008).

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang

tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat

berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama

pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1 (Khomsah, 2008).

Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak

mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah

menderita kencing manis (Khomsah, 2008).

Tipe Penyakit Diabetes Mellitus

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:

1. Diabetes Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

2. Diabetes tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin

Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]), terjadi akibat penurunan sensitivitas

terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi

insulin

3. Diabetes Melitus tipe lain

4. Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus [GDM]) (Cyber

Nurse, 2009).

Patofisiologi Diabetes Melitus

1. Diabetes Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas

telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat

disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

postprandial (sesudah makan) (Brunner & Suddarth, 2002).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan

dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit

yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner & Suddarth, 2002).

2. Diabetes Tipe II

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi

insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor

khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,

terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin

pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner &

Suddarth, 2002).

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam

darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi

glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar

glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun

jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Brunner & Suddarth, 2002).

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe

II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes

tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan

masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik.

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes

tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat

mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-

sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Brunner & Suddarth, 2002).

3. Diabetes Gestasional

Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.

Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta.

Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes

gestasional akan kembali normal (Brunner & Suddarth, 2002).

Hiperglikemia

  Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari rentang kadar

puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml

darah (Nadiana, 2010).

Dunia kedokteran mengenal istilah hiperglikemia postprandial atau kadar gula

darah dua jam sesudah makan yang melebihi nilai normal. Dalam keadaan normal, kadar

gula darah dua jam sesudah makan kurang dari 200 mg/dl. Namun, pada individu

dengan diabetesmelitus, kadarnya melebihi atau sama dengan 200 mg/dl (Nadiana, 2010).

Meningginya kadar gula dalam darah merusak jaringan fungsi sel beta yang

bertugas mengeluarkan insulin. Kondisi ini akan menyebabkan pembuluh darah

mengalami stres. Lama-kelamaan akan terjadi pengerasan di pembuluh darah atau biasa

disebut arteroskelerosis (Nadiana, 2010).

Sementara itu, Clinical Assistant Professor dari University of South Florida

College of Medicine Vibhuti N Singh MD MPH FACC FACAI mengungkapkan, plak

yang semakin menumpuk menyebabkan arteroskelerosis hingga menyumbat aliran darah.

“Pembuluh darah akan semakin tertekan dan mengganggu irama jantung. Plak mampu

melebarkan pembuluh darah dan penggumpalan darah dan menyumbat arteri sehingga

akan merusak jantung,” ungkap Sigh (Nadiana, 2010).

Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan :

1. Gula darah sewaktu

2. Gula darah saat puasa

3. Gula darah 2 jam post prandial (sesudah makan) (Pfizer Indonesia, 2010).

Adapun persiapan sebelum melakukan  pemeriksaan DM

1. Puasa 10 – 12 jam

Selama menunggu diambil darah tidak diperkenankan makan/minum  dan

merokok.

2. Hindari Stress

Stress menyebabkan kenaikan glukosa yang dibebaskan dari cadangan hati.     

Parameter Glukosa

Darah (mg/dl)Baik Sedang Buruk

Puasa 80-109 110-125 > 126

Darah Kapiler 80-144 145-179 > 180

A1C < 6.5 6.5 - 8 > 8

  (Perkeni, 2003).

Penyiapan Sampel dan Perlakuan Pasien

1. Menghadapi pasien/klien/customer

Dalam menghadapi pasien yang perlu diperhatikan adalah aspek dari kepuasan

pelanggan, mulai dari pasien datang sampai dikeluarkannya blanko hasil pemeriksaan.

Menurut Imam Hilman (2004), apabila pelanggan merasa puas maka akan dapat

meningkatkan keuntungan atau profit bagi perusahaan. Demikian juga kepuasan

pelanggan laboratorium akan dapat meningkatkan keuntungan bagi laboratorium yang

bersangkutan.

2. Pengambilan sampel/spesimen

Hasil pemeriksaan laboratorium sangat tergantung pada persiapan yang dilakukan

oleh penderita sehingga hasil yang diperiksa laboratorium mendekati nilai sesungguhnya

(true value). Persiapan pasien meliputi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pemeriksaan, selain penyakitnya sendiri, yang meliputi : puasa, posisi pasien, persiapan

tempat pengambilan sampel, variasi diurnal, aktivitas fisik dan obat-obatan.

Persiapan pasien yang harus dilakukan sebelum pengambilan spesimen,

Spesimen yang berasal dari menusia dapat berupa :

1. Serum

2. Plasma

3. Darah ( Whole blood )

4. Urin

5. Tinja

6. Sputum

a. Cairan otak *

b. Bilasan Lambung *

c. Apus tenggorokan *

d. Apus rectum *

e. Sekret

7. Uretra *

8. Vagina *

9. Telinga

10. Hidung

11. Mata

12. Sperma

13. Pus

14. Cairan Pleura *

15. Cairan Acites *

* Pengambilan tidak di laksanakan di laboratorium (Musyaffa, 2010)

Berbagai persiapan penderita yang perlu diberitahukan secara baik dan mendetail

pada penderita antara lain :

Persiapan Pasien Secara Umum.

1. Persiapan pasien untuk pengambilan spesimen pada keadaan basal/dasar :

Untuk pemeriksaan tertentu pasien harus puasa selama 8-12 jam sebelum

diambil darah.

Glukosa Puasa, TTG (Tes Toleransi Glukosa), Glukosa kurva harian, Asam

Urat,

VMA, Renin (PRA) 

Puasa 10 – 12 jam

Insulin dan C. Peptidae Puasa 8 jam

Trigliserida, Gastrin, Aldosteron, Homocystine, Lp (a), PTH Intact Puasa 12

jam

Apo AB dan Apo B Dianjurkan Puasa 12 jam

2. Pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00.

3. Menghindari obat-obatan sebelum spesimen di ambil

Untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum obat 4-24 jam

sebelum pengambilan specimen

Untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum obat 48-42 jam

sebelum pengambilan darah

Apabila pemberian pengobatan tidak memungkinkan untuk di hentikan,

harus di informasikan kepada petugas laboratorium

Contoh : Sebelum pemeriksaan gula 2 jam pp pasien minum obat

antidiabetes.

4. Menghindari aktifitasfisik/olahraga sebelum spesimen di ambil.

Aktifitas fisik berlebihan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada

komponen darah dan spesimen lain, sehingga dapat mempengaruhi ke paramater yang

akan diperiksa.

5. Memperhatikan efek postur.

Untuk menormalkan keseimbangan cairan tubuh dari pisisi berdiri ke pisisi

duduk, dianjurkan pasien duduk tenang sekurang-kurangnya 15 menit sebelum di ambil

darah.

6. Memperhatikan variasi diurnal ( perubahan kadar analit sepanjang hari)

Pemeriksaan yang di pengaruhi variasi diurnal perlu di perhatikan waktu

pengambilan darahnya, antara lain pemeriksaan ACTH, renin dan aldosteron (Musyaffa,

2010).

IV. ALAT DAN BAHAN

Alat:

- Kuvet

- Pipet piston

- Spektrofotometer

Bahan:

- Aquades

- Larutan sampel (serum)

- Larutan standar

- Reagensia

V. PROSEDUR

Dipipetkan ke dalam kuvet yang telah disiapkan:

Kuvet Blangko (µl) Standar (µl) Sampel (µl)

Larutan serum - - 10

Larutan standar (200 mg/dl) - 10 -

Aquadest 10 - -

Reagensia 1000 1000 1000

Masing-masing larutan dalam kuvet dicampurkan dan diinkubasikan

selama 20’ dalam suhu ruangan (37°C). Setelah diinkubasi, Kuvet berisi larutan-

larutan di atas dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer dan dibaca

absorbansinya kemudian hasilnya dianalisis.

Keterangan:

Larutan standar dan reagen merupakan larutan yang dijual secara umum

dan telah siap digunakan.

Larutan sampel merupakan larutan yang berasal dari hasil sentrifugasi

darah untuk memisahkan plasma darah dari zat-zat lain di dalam darah.

VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Kelompok Blanko Standar Sample 1 Sample 2Glukosa 1 0,264 1,243 1,454 1,026Glukosa 2 0,264 1,243 1,541 1,320

Rata-rata:

Blanko : 0,264

Standar : 1,243

Sample : 1,33525

PERHITUNGAN

Konsentrasi menggunakan factor:

Cglukosa =

AsampelAs tan dar x 100%

=

1,335251,243 x 100%

= 107,42% mg/dL

Cglukosa =

AsampelAs tan dar x 5,55%

=

1, 335251,243 x 5,55%

= 5,962% mmol/L

VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini bertujuan untuk pemeriksaan glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah merupakan salah satu parameter pemeriksaan untuk

penyakit Diabetes Melitus. Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang

dinyatakan dengan adanya hiperglikemia kronik dan gangguan terutama pada

metabolisme karbohidrat yang terjadi akibat kerusakan sekresi ataupun aksi

insulin.

Kondisi hiperglikemia yang terjadi dalam jangka waktu yang lama akan

menyebabkan perubahan fungsi dan biokimia, dan selanjutnya perubahan tersebut

dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan inilah yang

menimbulkan komplikasi (baik komplikasi mikrovaskuler maupun komplikasi

makrovaskuler).

Diagnosis untuk kelainan metabolisme karbohidrat, dilakukan dengan

mengukur kadar glukosa plasma pada keadaan puasa dan kadar glukosa 2 jam

post prandial (2 jam pp). Pemeriksaan glukosa darah terdiri dua metode yaitu

metode kimiawi dan metode enzimatik. Pemeriksaan glukosa kali ini

menggunakan metode enzimatik. Metode enzimatik sekarang ini banyak dipakai

karena pada pemeriksaan glukosa memberikan spesifitas maksimum untuk nilai

glukosa. Metode enzimatik yang sering digunakan adalah metode GOD-PAP.

Oleh karena itu prinsip pemeriksaan glukkosa pada praktikum kali ini adalah

persamaan reaksi metode GOD-PAP. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

Glukosa diukur kadarnya setelah dioksidasi secara enzimatis

mengguunakan enzim GOD atau glukosa oksidase. Peroksida (H2O2) yang

terbentuk kemudian bereaksi dengan fenol dan 4-aminokuinon dengan katalis

enzim peroksidase (POD) yang membentuk kuinonimin. Intensitas warna yang

terbentuk sebanding dengan kadar glukosa dalam sampel.

Glukosa oksidase (GOD) adalah suatu enzim spesifik FAD yang diperoleh

dari jamur, karena dipakai untuk penafsiran glukosa. Semua aerobic

dehidrogenase yang diterangkan mengandung 2 molekul glukosa nukleotida.

Phenol Amino Peroksidase (PAP) mengandung antigen dan antibody dalam

pathogen jaringan.

Prinsip pengujian ini adalah dengan menembakkan panjang gelombang

tertentu pada suatu senyawa. Karena cahaya yang ditembakkan memiliki energi,

hal ini akan membuat elektron dari senyawa akan tereksitasi ke orbital yang lebih

tinggi. Setelah mengalami eksitasi, electron dari senyawa akan kembali ke

keadaan dasar. Salah satu yang berperan dalam pengujian ini adalah gugus

kromofor yaitu gugus yang dapat menangkap panjang gelombang tertentu. Gugus

kromofor pada senyawa ini adalah adanya ikatan rangkap terkonjugasi.

Adapun prosedur percobaan kali ini pertama-tama dibuat terlebih dahulu

reagen enzim dan larutan standar serta buffer. Kemudian dibuat larutan standar

yaitu standar dipipet sebanyak 10 l dan reagen sebanyak 1000 l dipipet ke

dalam kuvet. Setelah serum didapat, diambil sebanyak 10 µL dan ditambahkan

reagen sebanyak 1000 µL dan dikocok dengan tujuan agar serum dan reagen

homogen. Larutan direplikasi sebanyak 2 (duplo), sehingga masing-masing

tabung berisi 10 µL serum dan 1000 µL reagen. Tujuan dari pembuatan larutan

blanko adalah untuk membuktikan bahwa pelarut yang digunakan tidak memiliki

daya absorbansi (sama dengan nol) sehingga ketika kita mengukur sampel, hanya

kadar yang ingin kita ukur saja (kadar glukosa) saja yang terbaca. Kemudian

dibuat juga larutan standar yang berisi 1000 µL reagen dan 10 µL larutan standar

glukosa. Larutan standar ini sebagai pembanding kedua sampel yang ada.

Kemudian campuran tersebut didiamkan selama 20 menit (operating time). Hal ini

dimaksudkan agar supaya didapatkan hasil optimal di mana reagen dan serum

bereaksi optimal. Setelah itu, dilakukan pengukuran aktivitas serum dengan alat

spektrofotometri pada panjang gelombang 546 nm. Pada panjang gelombang

inilah, diharapkan dihasilkan daya absorbansinya optimal. Pada spektrofotometer

didapat nilai absorbansi dari campuran 10 µL standard dan 1000 µL reagen, yang

dilakukan adalah 1,243

Setelah itu dibuat larutan sampel yaitu sampel sebanyak 10 l dan reagen

1000 l dipipet ke dalam kuvet. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansinya.

Pertama dimasukkan 10 µL serum ke dalam kuvet dan ditambahkan 1,0 ml

reagen. Setelah 20 menit penambahan reagen segera diukur absorbansi sampel.

Waktu yang digunakan untuk mengukur absorbansi harus tepat karena kalau

pengukuran dilakukan kurang dari 20 menit maka reaksi enzimatis belum

sempurna terjadi. Pada kelompok kami didapat absorbansi rata-rata sample

1,33525 terhadap baku. Pengukuran absorbansi sampel dilakukan sebanyak duplo.

Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih valid. Ada perbedaan hasil

dari masing-masing sampel yang dibuat. Perbedaan ini mungkin terjadi karena

banyak kemungkinan, salah satunya adalah waktu inkubasi yang lebih lama pada

salah satu sampel. Waktu inkubasi yang lebih lama pada salah satu sampel

mungkin dapat memperngaruhi kesempurnaan reaksi enzimatik yang terjadi.

Kemungkinan lain adalah perbedaan kadar glukosa atau reagent enzim dan buffer

yang digunakan. Pada penggunaan mikropipet, saat memasukkan sampel mungkin

saja terjadi penempelan dikasa dan tidak bercampur dengan bahan lain, atau dapat

juga masih tersisanya bahan pada tip mikropipet.

Dari hasil ini, kemudian dihitung kadar glukosa dengan menggunakan

rumus:

C sampel= A sampelA standar

xC standar

dengan C standar (tertera pada kemasan standar) adalah 200 mg/dL. Absorbansi

sampel dan standar masing-masing diukur duplo. Dari rumus ini didapatkan kadar

glukosa sampel dengan absorbansi rata-rata 1,33525 adalah 107,42 mgdl

.

Menurut literatur, nilai pengukuran kadar gula darah sewaktu dikatakan

hiperglikemia jika nilanya 180 mgdl . Dari hasil ini dapat disimpulakan kadar

glukosa pada sample tidak temasuk hiperglikemi karena tidak melebihi nilai

batasan glukosa darah sewaktu.. Pada kondisi hiperglikemia yang terjadi dalam

jangka waktu yang lama akan menyebabkan perubahan fungsi dan biokimia, dan

selanjutnya perubahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Kerusakan jaringan inilah yang dapat menimbulkan penyakit diabetes mellitus

yang mengarah pada komplikasi baik komplikasi mikrovaskuler maupun

komplikasi makrovaskuler).

Sebagai tindak lanjut pada keadaan hiperglikemi, maka sebagai pelaku

medis diberikan saran untuk mencegah gangguan kesehatan lebih lanjut. Saran

yang dapat diberikan adalah menjaga pola makan dan pola hidup. Untuk pola

makan, disarankan untuk makan 4 jam sebelum tidur, selain itu juga perlu

mengurangi konsumsi karbohidrat serta gula pada minuman. Mengurangi

konsumsi makanan cepat saji atau junk food. Menjaga pola hidup dengan cara

tidak merokok dan juga minum minuman keras. Melakukan olahraga rutin dan

tidur yang cukup. Untuk mencegah juga perlu dilakukan pemeriksaan rutin agar

mengetahui perkembangan keadaan tubuh serta konsultasi ke dokter untuk

memastikan keadaan tubuh.

VIII. KESIMPULAN

1. Kadar gula darah dapat di ukur dengan menggunakan metode enzimatik

dengan menggunakan enzim glucose oksidase (GOD PAP)

2. Dari hasil pengukuran yang dilakukan, sampel yang diperiksa menunjukkan

hasil yang tidak lebih tinggi dari nilai batas yaitu 107,42 mgdl

, dimana nilai

batas normal adalah 180 mgdl sehingga dapat disimpulkan pasien tidak

mengalami hiperglikemia.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC.

Cyber Nurse. 2009. Konsep Diabetes Melitus. Available online at:

http://forum.ciremai.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=7:konsep-diabetes-

melitus&catid=7:keperawatan-medikal-bedah&Item id=20. [diakses tanggal 22

November 2010].

Khomsah. 2008. Penyakit Diabetes Melitus (DM). Available online at:

http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-diabetes-mellitus-dm.html

[diakses tanggal 22 November 2010].

Perkeni. 2003. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia tahun 2002.

Jakarta: PB Perkeni.

Musyaffa, R. 2010. Pra Analitik Laboratorium Klinik. Available online at:

http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/01/pra-analitik-laboratorium-

klinik.html [diakses tanggal 22 November 2010].

Nadiana. 2010. Hiperglikemia Bahaya Diabetes. Available online at:

http://www.blogsehat.com/tag/hiperglikemia/ [diakses tanggal 22 November

2010].

Pfizer Indonesia. 2010. Diabetes Melitus. Available online at: http://www.

pfizerpeduli.com/article_detail.aspx?id=26. [diakses tanggal 22 November 2010].