laporan iptd keparahan penyakit bulai

11
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR PENGAMATAN LAPANG INSIDENSI DAN KEPARAHAN PENYAKIT Kelompok : 3 Theo Rizqy Gunawan A34130106 Vindri Rahmawati A34130048 Tri Ungky Yolanda A34130068 Mursidah Khusnul Aqwiyah A34130015 Enggar Prasta A34130004 Ulpiyah A34130031 Dosen : Dr.Efi Toding Tondok, MSc Agr Asisten : Reni Mulyani ( A34110079 ) Ikbal Taqiyudin ( A34120006 )

Upload: theo-rizqy-gunawan

Post on 24-Sep-2015

292 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Penyakit tumbuhan

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR

PENGAMATAN LAPANG INSIDENSI DAN KEPARAHAN PENYAKITKelompok : 3Theo Rizqy Gunawan

A34130106Vindri Rahmawati

A34130048Tri Ungky Yolanda

A34130068Mursidah Khusnul AqwiyahA34130015Enggar Prasta

A34130004Ulpiyah

A34130031

Dosen

: Dr.Efi Toding Tondok, MSc Agr

Asisten : Reni Mulyani ( A34110079 )

Ikbal Taqiyudin ( A34120006 )

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila tumbuhan tersebut dapat melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensi genetic terbaik yang dimilikinya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup pembelahan, diferensiasi dan perkembangan sel yang normal, penyerapan air dan mineral dari tanah dan mentranslokasikannya ke seluruh bagian tumbuhan; fotosintesis dan translokasi hasil-hasil fotosintesis ke tempat-tempat penggunaan dan penyimpanannya, metabolisme senyawa-senyawa yang disintesis; reproduksi dan penyimpanan persediaan makanan untuk reproduksi. Apabila tumbuhan diganggu oleh patogen atau oleh keadaan lingkungan tertentu dan salah satu atau lebih dari fungsi tersebut terganggu sehingga terjadi penyimpangan dari keadaan normal, maka tumbuhan menjadi sakit. Penyebab utama penyakit baik berupa organisme hidup patogenik (parasit) maupun factor lingkungan fisik (fisiopath). Adapun mekanisme penyakit tersebut dihasilkan akan sangat bervariasi yang tergantung pada agensia penyebabnya dan kadang-kadang juga bervariasi dengan jenis tumbuhannya. Pada mulanya tumbuhan bereaksi terhadap agensia penyebab penyakit pada bagian terserang. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi biokimia alami, yang tidak dapat dilihat. Akan tetapi reaksinya dengan cepat menyebar dan terjadinya perubahan-perubahan pada jaringan yang dengan sendirinya menjelma menjadi makroskopik dan membentuk gejala penyakit (Pracaya 1999).

Peronosclerospora spp. adalah salah satu patogen dari golongan jamur yang dapat menimbulkan penyakit bulai pada tanaman jagung. Sudana dkk, (2002) mengemukakan bahwa penyakit bulai merupakan penyakit epidemik yang menyerang tanaman jagung hampir disetiap musim terutama di luar musim tanam atau terlambat tanam. Di Indonesia, penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung baru teridentifikasi sebanyak tiga spesies yaitu P. maydis, P. philippinensis dan P. sorghi. Jamur P. maydis ditemukan menyerang tanaman jagung di pulau Jawa dan Kalimantan, P. sorghi ditemukan di pulau Sumatera dan P. phillippinensis ditemukan di Minahasa, Sulawesi Utara dan saat ini ketiga spesies ini dilaporkan sudah dapat ditemukan diseluruh Provinsi di Indonesia. Di Indonesia, kerugian tanaman jagung akibat serangan Peronosclerospora spp sangat bervariasi pada tempat tertentu. Di Sulawesi Selatan penyakit dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 90% (Pakki & Muis 2007).

Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya pertanian organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida kimia, umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit ketika dibudidayakan dengan sistem organik. Alam sebenarnya telah menyediakan mekanisme perlindungan alami. Di alam terdapat mikroba yang dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Organisme patogen akan merugikan tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba pengendalinya, di mana jumlah organisme patogen lebih banyak daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangakan populasi kedua jenis organisme ini, maka hama dan penyakit tanaman dapat dihindari. Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae. Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman misalnya: Trichoderma sp. yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Ganoderma sp, JAP (jamur akar putih), dan Phytoptora sp. Beberapa biokontrol yang tersedia di pasaran antara lain: Greemi-G, Bio-Meteor, NirAma, Marfu-P dan Hamago (Semangun 2008).Identifikasi patogen secara akurat maupun interaksi patogen dan inang yang dikaji secara detail dengan teknik teknik molekuler, keduanya akan sangat membantu untuk menentukan strategi pengendalian berbagai penyakit tanaman. Bioteknologi patogen dapat digunakan untuk pengendalian penyakit tanaman melalu transfer gen terdiri dari 5 aspek. Pertama yaitu peningkatan ketahanan dengan gen tanaman resisten, dan yang kedua adalah penggunaan gen pada pathogen yang menyebabkan tanaman menjadi terinduksi ketahanannya terhadap infeksi pathogen. Ketiga yaitu penggunaan gen pembentuk protein antimikroba dari berbagai jasad antagonis terhadap pathogen. Keempat adalah penggunaan plantibodies yaitu suatu protein yang diproduksi oleh gen hewan untuk melawan infeksi pathogen yang ditransfer kepada tanaman, dan yang kelima adalah penggunaan antisen RNA untuk menghambat translasi protein yang terkait dengan kerentanan terhadap patogenisitas dari patogen (Agrios 1996).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengamati insidensi dan intensitas keparahan penyakit, serta memberikan skoring kepada tanaman jagung yang terkena penyakit bulai di lapangan.

BAB IIBAHAN DAN METODE

Alat dan BahanPengamatan lapangan insidensi dan keparahan, menggunakan 20 tanaman jagung sebagai tanaman contoh, tali raffia yang digunakan untuk menendai tanaman contoh yang akan diamati, tersedia tabel skoring untuk membantu menghitung tingkat keparahan di lapang, dan dibutuhkan alat tulis pada saat pengamatan.

Metode Praktikum

Tanaman jagung yang akan dijadikan tanaman contoh diberi tanda dengan mengikatkan tali raffia pada bagian batang bawah tanamannya sebanyak 20 tanaman, kemudian untuk dokumentasi kelompok, letak dari 20 tanaman contoh tersebut dibuat dalam bentuk gambar sehingga mempermudah pada saat pengamatan di lapang apabila terjadi kehilangan tanda tali raffia yang sudah diikatkan pada tanaman tersebut. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali selama empat minggu atau kurang lebih satu bulan. Pengamatan keparahan penyakit bulai pada 20 tanaman contoh dengan memberikan skoring disetiap minggunya dan dicatat. Setelah empat minggu dilakukan pengamatan, selanjutnya dilakukan penghitugan tingkat keparahan penyakit dan insidensi penyakit yang terjadi di lapang akibat serangan bulai dengan melihat skoring dari hasil pengamatan.

Contoh Perhitungan untuk tingkat keparahan penyakit dan insidensi penyakit :

ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i

vi = nilai skor penyakit

N = jumlah tanaman yang diamati

Z = skor tertinggi

Insidensi Penyakit :

Pembahasan

Gejala penyakit merupakan faktor yang menetukan kejadian dan keparahan penyakit yang sangat menentukan besarnya kehilangan hasil oleh petani. Kejadian dan keparahan penyakit yang tinggi akan sebanding dengan kehilangan hasil yang tinggi pula, dan demikian sebaliknya. Untuk itu perlu adanya tindakan pengendalian dan pencegahan agar tingkat kehilangan hasil oleh petani dapat diminimalisir dan tidak terlalu merugikan petani. Intensitas penyakit adalah proporsi area tanaman yang rusak atau dikenai gejala penyakit karena serangan patogen dalam satu tanaman. Intensitas penyakit merupakan ukuran berat atau ringannya tingkat kerusakan tanaman oleh suatu penyakit, baik pada proporsi ataupun individu suatu tanaman.

Pengamatan intensitas keparahan di percobaan ini dilakukan dengan objek pengamatan tanaman jagung yang berpenyakit bulai. Penyakit bulai ini disebabkan oleh serangna patogen Peronoclerospora maydis. Gejala penyakit bulai dominan tampak pada daun tanaman jagung dibanding dengan bagian tanaman lainnya. Pada daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan seperti bulai serta terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan. Pada tanaman dewasa terdapat titik noda yang berwarna kecoklatan seperti karat dan serbuk (Semangun 1993). Salah satu penyebab rendahnya hasil produksi jagung di Indonesia adalah serangan penyakit bulai (Peronoclerospora maydis).

Pengamatan terhadap intensitas keparahan penyakit dilakukan langsung di lapang selama empat minggu. Pengamatan dilakukan selama empat minggu untuk melihat apakah intensitas keparahan penyakit mengalami penambahan atau tidak. Penghitungan kejadian dan keparahan penyakit ini bersifat subjektif, karena pengamatan dan pemberian skoring langsung diberikan oleh individu. Perbedaan pandangan dalam melihat gejala dapat membuat penilaian menjadi berbeda setiap individunya.

Pengamatan dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo pada lahan tanaman jagung. Pengamatan dibagi menjadi 3 petak tanaman dengan masing-masing 7 tanaman contoh per petak. Pad petak pertama keparahan penyakit setelah 4 minggu pengamatan adalah 3,33%. Insidensi penyakit pada petak ini adalah 16,67%. Penyakit bulai cenderung tidak mengalami epidemic yang parah. Kenaikan tingkat keparahan dan insidensi hanya terjadi pada minggu dua ke tiga, sedangkan minggu terakhir data yang didapat adalah konstan. Petak kedua mengalami keparahan yang meningkat pada minggu ke 1 dan 2. Pada minggu pertama keparahan penyakit adalah 20 % menjadi 26,67%. Hasil keparahan pada minggu ke 2 tetap konstan sampai minggu ke empat. Insidensi penyakit pada petak 2 adalah 100% selam 4 minggu karena di setiap tanamn contoh ditemukan gejala penyakit bulai. Petak ke 3 mengalami penurunan tingkat keparahan yang sangat parah, penurunan nilai tigkat keparahan terjadi karena tanaman yang diamati gejala bulainya, daunnya gugur. Jadi nilai keparahan tanaman yang diukur sebelumnya tidak dapat diukur kembali pada minggu berikutnya. Nilai keparahan pada minggu terakhir pengamatan petak ke empat adalah 22,86 dengan insidensi penyakit 85,7 %. Besarnya intensitas penyakit bulai sangat ditentukan oleh waktu infeksi. Semakin awal terjadi infeksi, maka akan diikuti dengan intensitas penyakit yang tinggi. Hai ini terjadi karena sifat penularan bulai mengikuti pola penyakit majemuk. Implikasi dari pola perkembangan penyakit demikian adalah upaya penundaan infeksi pada awal tanam mempunyai peranan sangat penting dalam menekan intensitas penyakit. Pengamatan ini memberi dasar pertimbangan pentingnya perlindungan tanaman pada awal tanam.

BAB IVSIMPULAN

Penyakit bulai termasuk salah satu penyakit utama yang merugikan untuk produksi komoditas tanaman jagung. Penyakit bulai ini disebabkan adanya cendawan (Peronosclerospora maydis) yang menginfeksi tanaman jagung, sehingga daun tanaman jagung terlihat garis-garis yang berwarna putih searah dengan pertulangan daun. Pada pengamatan di lapang tingkat keparahan penyakit bulai ini sekitar 19,23%

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Pakki S dan A. Muis. 2007. Penampilan Jagung Varietas Komposit Dan Galur Hibrida Dalam Cekaman Penyakit Bulai (Peronosclerospora philippinensis). Prosiding Seminar Ilmiah Dan Pertemuan Tahunan PEI Dan PFI XVIII Komda Sul-Sel.

Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta (ID): PT. Penebar Swadaya.

Semangun H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. ____________. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University PressSudana W, Swastika DKS, dan Soerachman. 2002. Profitabilitas dan peluang pengembangan jagung di Provinsi Lampung. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 5: 40-53.