laporan industri lafial
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BIDANG FARMASI INDUSTRI
DI
LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL
PERIODE APRIL 2012
Disusun Oleh:
Ira Indriyani S.Farm 110405516079
Mashuri Eko Suryono S.Si 110405516032
Megachakrawaty M. Kisan S.Farm 110405516036
Musdalifah S.Si 110405516043
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan berkat
karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (LAFIAL) Drs.
Mochamad Kamal yang dilaksanakan mulai tanggal 02 - 13 April 2012.
Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
kami laksanakan di LAFIAL Drs. Mochamad Kamal sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi dan Sains
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Budi Arman, M.Kes.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Dan Sains
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta.
2. Drs. H. Sediarso., M.Farm., Apt., selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA.
3. Kapten Laut (K) Dadang M.S,S.Si.,Apt., selaku pembimbing lapangan yang telah
mengarahkan dan memberi bimbingan selama praktek kerja berlangsung.
4. Hendrika D.M.P, S.Si., Apt., M.Si., selaku pembimbing lapangan yang telah
mengarahkan dan memberi bimbingan selama praktek kerja berlangsung.
5. Andriningrum S. S.Farm., Apt., selaku pembimbing lapangan yang telah
mengarahkan dan member bimbingan selama praktek kerja berlangsung.
iii
6. Supandi, M.Si., Apt., selaku pembimbing PKPA dari Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan bantuan selama melakukan PKPA ini.
7. Kriana Efendi M. M.Farm., Apt., selaku pembimbing PKPA dari Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan bantuan selama melakukan PKPA ini.
8. Fahjar Prisiska. M.Farm., Apt., selaku pembimbing PKPA dari Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan bantuan selama melakukan PKPA ini.
9. Karyawan dan staff di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (LAFIAL) Drs.
Mochamad Kamal yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan
laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
10. Semua pihak yang turut membantu selama penulisan laporan PKPA ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Dengan segenap kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna lebih sempurnanya laporan ini sehingga dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, April 2012
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................. 1
B. Tujuan .............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN UMUM ................................................................... 3
A. Industri Farmasi .............................................................. 3
1. Pengertian Industri Farmasi ......................................... 3
2. Persyaratan Izin Industri Farmasi ................................ 4
3. Pencabutan Izin Usaha Industri ................................... 4
B. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)....................... 5
BAB III TINJAUAN KHUSUS ................................................................. 23
A. Sejarah Singkat Lafial ..................................................... 23
B. Visi dan Misi Lafial ........................................................ 26
C. Struktur Organisai dan Tugasnya ................................... 26
D. Sumber Daya Manusia ................................................... 39
E. Lokasi Gedung dan Sarana Produksi .............................. 39
F. Unit Pengolahan Limbah ................................................ 41
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 52
A. Kesimpulan ..................................................................... 52
B. Saran ................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 54
LAMPIRAN ................................................................................................ 55
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Denah Lokasi Lafial Drs. Mochamad Kamal ............................. 55
Lampiran 2. Denah Ruangan produksi Beta laktam DAN Non Beta Laktam .. 56
Lampiran 3. Denah Ruangan Laboratorium ................................................... 57
Lampiran 4. Sertifikat Analisa ....................................................................... 58
Lampiran 5. Surat Perintah Produksi ............................................................. 59
Lampiran 6. Label Pelulusan Bahan ............................................................. 60
Lampiran 7. Kartu Persediaan ...................................................................... 61
Lampiran 8. Hasil Pemeriksaan Laboratorium KF (kapsul & Tablet) ............. 62
Lampiran 9. Hasil Pemeriksaan Laboratorium KF (Cairan & Salep) .............. 63
Lampiran 10. Bukti Pengeluaran Barang........................................................ 64
Lampiran 11. Permintaan Untuk Terima ........................................................ 65
Lampiran 12. Surat Perintah Pengeluaran Barang ............................................ 66
Lampiran 13. Bukti Pengeluaran Obat Jadi ..................................................... 67
Lampiran 14. Kartu Laporan Kerusakan Dan Pemeliharaan Alat ..................... 68
Lampiran 15. Alur Pengelolaan Limbah Cair Lafial ........................................ 69
Lampiran 16. Lay out IPAL Beta latam dan Biofilte ........................................ 71
Lampiran 17. Denah Saluran IPAL Betalaktam dan Biofilter ........................... 72
Lampiran 18. Alur Pengelolaan limbah Padat Lafial ........................................ 73
Lampiran 19. Alur Produksi ........................................................................... 74
Lampiran 20. Alur Proses Produksi Tablet .................................................... 75
Lampiran 21. Alur Proses Produksi Kapsul ................................................... 76
Lampiran 22. Alur Proses Produksi Cream .................................................... 77
Lampiran 23. Alur Proses Produksi Sirup ...................................................... 78
Lampiran 24. Tanda Pemerikasaan Bahan Baku ............................................ 79
Lampiran 25. Tanda Pemerikasaan Obat Jadi ................................................ 80
Lampiran 26. Bukti Penyerahan Obat Jadi .................................................... 81
Lampiran 27. Contoh Catatan Pengujian Bahan Baku.................................... 82
Lampiran 28. Contoh Catatan Pengujian Sirup Parasetamol .......................... 83
Lampiran 28. Contoh Catatan Pengujian Kaplet Amoxycillin ....................... 84
Lampiran 30. Sertifikat CPOB ....................................................................... 85
Lampiran 31. Sertifikat CPOB Yaitu 14 Item Sediaan Padat Dan Cair ......... 86
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat berfungsi untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat
dan menyelamatkan jiwa manusia, harus dibuat dengan cara yang baik agar
dihasilkan produk bermutu tinggi. Industri farmasi sebagai industri penghasil
obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi
persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam
dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan.
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan berusaha
menjamin mutu obat yang dihasilkan industry farmasi melalui penerapan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dituangkan dalam peraturan Menteri
Kesehatan No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang industry farmasi. Langkah
untuk menjamin mutu obat jadi adalah penerapan cara pembuatan yang baik
dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat jadi yang
dihasilkan memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Sumber daya manusia menjadi factor penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu. Oleh karena itu, industry farmasi
bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang memenuhi kualifikasi
dalam jumlah yang memadai. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian bahwa industry
farmasi harus memiliki tiga orang apoteker sebagai penanggung jawab
masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu
setiap produksi sediaan produksi.
Peranan apoteker sangat diperlukan dalam penerapan dan pelaksanaan
CPOB di industri farmasi. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri
farmasi merupakan salah satu sarana latihan bagi calon apoteker untuk
mempelajari dan memahami tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi.
Oleh karena itu program s Profesi Apoteker Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. HAMKA mengadakan kerjasama dengan Lembaga Farmasi TNI Angkatan
Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta untuk memberikan kesempatan kepada
calon apoteker dalam menyelenggarakan pelatihan Praktek Kerja Profesi
Apoter (PKPA) yang dilaksanakan pada 2 April-13 april 2012.
B. Tujuan
Tujuan diadakannya PKPA di industri Farmasi adalah:
1. Menambah wawasan dan melihat secara langsung pengelolaan industri
farmasi, bentuk kegiatan, perencanaan, dan proses produksi yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan CPOB, khususnya terhadap institusi milik
pemerintah yang merupakan perusahaan non-profit oriented
2. Mengetahui peran dan fungsi Apoteker dalam industri farmasi. Khususnya
di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta.
3. Melihat dan membandingkan penerapan CPOB di Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal dengan teori yang telah diterima.
BAB II
TINJAUAN UMUM
II.1 Industri Farmasi
II.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1799/MENKES/PER/XII/2010 industri farmasi merupakan badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan
kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal
dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan
pemastian mutu sampai diperolah obat untuk didistribusikan. Bahan obat
adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang
digunakan dalam pengobatan obat dengan standar dan mutu sebagai baku
farmasi. (2)
Industri farmasi adalah industri penghasil bahan obat, baik yang
disintesis secara kimiawi maupun diambil dari bahan alam, baik bahan
aktif maupun bahan tambahan yang kemudian dipasok ke apotek-apotek
dimana para apoteker (pharrmacist) membuat racikan obat berdaarkan
resep yang ditulis oleh dokter. (1)
II.1.2 Persyaratan Izin Industri Farmasi
4
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
1799/Menkes/PER/XII/2010 pasal 5, bahwa suatu industri farmasi wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1)
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib pajak
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga
Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab
pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Dikecualikan dari persyaratan di atas sebagaimana dimaksud pada
point pertama dan kedua, bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
II.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Izin usaha industri farmasi dapat dicabut jika terjadi :
a. Pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan
usaha tanpa memiliki izin.
b. Tidak meyampaikan laporan mengenai perkembangan industri selama
3 kali berturut-turut atau menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan RI.
d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang
tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
e. Tidak memiliki ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
II.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia 1799/Menkes/PER/XII/2010 pasal 7 dalam bidang tata ruang
dan ligkungan hidup serta dalam pasal 8 dinyatakan bahwa:(1)
a. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB
b. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB
c. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi
persyaratan
d. Ketentuan lebih lanjut persyaratan dan tata cara sertifikat CPOB diatur
oleh kepala badan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah seluruh aspek
dalam praktek yang ditetapkan yang secara kolektif menghasilkan produk
akhir atau pelayanan yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang
sesuai serta mengikuti peraturan nasional dan internasional. (3)
Pedoman CPOB adalah pedoman yang menyangkut seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa
obat yang di produksi senantiasa memenuhi persyaratn mutu yang telah
ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu obat
tergantung dari bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu,
bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia yang terlibat dalam
pembuatan obat. Semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau dengan cermat. (3)
CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar
sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki, bila
perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu
obat yang telah ditentukan tercapai. (3)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin
obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan
sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Aspek-aspek dalam CPOB 2006 diantaranya : (3)
1. Manajemen Mutu
Menjamin mutu suatu obat jadi tidak hanya mengandalkan
pelulusan dari serangkaian pengujian tetapi mutu obat hendaklah
dibangun sejak awal ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung
dari bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan
dan peralatan yang dipakai serta semua personil yang terlibat. Semua
obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau
dengan cermat agar obat yang dihasilkan dapat selalu memenuhi
persyaratan.
Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang
menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu, yang
merupakan pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri
farmasi, yang menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu
produknya. Manajemen puncak (President Director atau General
Manager atau Chief Executive Officer) hendaklah menerbitkan dan
menandatanganinya. Ia dapat dibantu oleh seorang manajer senior,
misal Kepala Bagian Pemastian Mutu, untuk merumuskan Kebijakan
Mutu, tapi yang resmi mengeluarkan adalah Presiden Direktur. Untuk
melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar:
a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab
dan kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua
prosedur yang mengatur proses yang ada.
b. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu, yang
disebut pemastian mutu atau quality assurance.
Konsep keterkaitan mutu antara Manajemen Mutu – Pemastian Mutu –
CPOB – Pengawasan Mutu sebagai berikut:
Manajemen Mutu : memberikan arahan kebijakan tentang mutu
Pemastian Mutu : tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu
CPOB : menghindarkan atau meminimalkan risiko yang tidak dapat
dideteksi melalui serangkaian tes misalnya kontaminasi dan
tercampurnya produk
Pengawasan Mutu : bagian dari CPOB yang fokus pada pelaksanaan
pengujian lingkungan, fasilitas, bahan, komponen dan produk sesuai
standar.
Pengkajian Mutu Produk dilakukan secara berkala, umumnya
dilakukan tiap tahun dan dituangkan dalam dokumen Pengkajian
Produk Tahunan (PPT). Bagian Pemastian Mutu, yang dibantu oleh
Bagian Pengawasan Mutu dan Bagian Produksi, bertanggung jawab
untuk melaksanakan PPT. PPT hendaklah dilakukan tiap produk
berdasarkan pengkajian risiko untuk menetapkan prioritas produk yang
dikaji. PPT mencakup pengkajian data dan penilaian terhadap tindak
lanjut berupa perbaikan, pencegahan atau revalidasi jika diperlukan.
Batas waktu dan penaggung jawab untuk pelaksanaan tindak lanjut
tersebut hendaklah ditetapkan
2. Personalia
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi
dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil
tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari
risiko terhadap mutu obat, maka jumlah personil harus memadai. (3)
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik
dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawabhendaklah
di cantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh
didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat
kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak
ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab
yang tercantum dalam uraian tugas.
Personil kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian
Pengawasan Mutu, dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu).
a. Kepala Bagian Produksi
Kualifikasi Kepala Bagian Produksi sebagai berikut:
1) Harus seorang Apoteker Terdaftar (Registered Pharmacist)
2) Pengalaman praktis Min. 5 tahun bekerja di bagian Produksi
Obat
3) Memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai peralatan
yang digunakan dalam pembuatan obat
4) Menguasai CPOB
5) Penguasaan Bahasa Inggris dengan baik
6) Keterampilan kepemimpinan (tersertifikasi)
Uraian tugas Kepala Bagian Produksi adalah bertanggung
jawab atas pelaksanaan pembuatan obat agar obat memenuhi
spesifikasi kualitas yang ditetapkan dan dibuat sesuai peraturan
CPOB dalam batas dan biaya yang telah ditetapkan.
b. Kepala Bagian Pengawasan Mutu
Kualifikasi Kepala Bagian Pengawasan Mutu sebagai berikut:
1) Harus seorang saintis dalam IPA, diutamakan Apoteker
2) Pengalaman praktis Min. 5 tahun bekerja dalam laboratorium
analisis kimiawi, pengujian mikrobiologi dan bahan pengemas.
3) Memiliki pengalaman dalam menyiapkan peralatan
laboratorium dan menggunakan metode termutakhir
4) Memiliki kemampuan dalam menyiapkan metode analisis.
5) Memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam CPOB, In
Process Control (IPC), dan pengujian stabilitas.
6) Penguasaan Bahasa Inggris dengan baik
7) Ketrampilan kepemimpinan (tersertifikasi)
Uraian tugas Kepala Bagian Pengawasan Mutu adalah
meluluskan atau menolak bahan awal, bahan pengemas dan
produk ruahan menurut spesifikasi yang telah ditetapkan.
c. Kepala Bagian Manajemen Mutu
Kualifikasi Kepala Bagian Manajemen Mutu sebagai berikut:
1) Harus seorang Apoteker Terdaftar
2) Pengalaman praktis Min. 5 tahun bekerja di industri farmasi.
3) Memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang pembuatan
obat serta pengujian fisis dan analisa kimia
4) Memiliki pengetahuan mengenai peralatan yang digunakan
dalam pembuatan obat dan laboratorium terkini.
5) Memiliki pengetahuan mengenai CPOB baik nasional maupun
internasional
6) Penguasaan Bahasa Inggris dengan baik\
7) Ketrampilan kepemimpinan (tersertifikasi)
Uraian tugas Kepala Bagian Pemastian Mutu adalah
1) Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai
efektifitasnya dan mendorong perbaikan
2) Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan
mengambil keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila
perlu bekerja sama dengan Bagian lain
3) Memastikan penyelenggaraan validasi proses pembuatan dan
sistem pelayanan
4) Memastikan pengelolaan penyimpangan berdampak pada mutu
termasuk penyimpangan bets
5) Memastikan penerapan sistem pengendalian perubahan dan
menyetujui perubahanMelakukan pelulusan akhir atau
penolakan obat jadi
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh
personil. Program dan materi pelatihan bagi personil hendaklah
disiapkan oleh masing-masing Kepala Bagian yang dikoordinasi oleh
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Program
pelatihan hendaklah disetujui bersama oleh masing-masing kepala
bagian dan Bagian Manajemen Mutu.(3)
3. Bangunan dan Fasilitas
Dalam memilih lokasi bangunan hendaklah diperhatikan
apakah ada sumber pencemaran yang berasal dari lingkungan.
Sebaiknya dipilih lokasi di mana tidak ada risiko pencemaran
lingkungan. Adapun persyaratan lokasi industri farmasi sebagai
berikut:
1. Bebas banjir dan rembesan air
2. Tidak ada sumber pencemaran lingkungan, misalnya tidak
berdekatan dengan sumber cemaran baik mikroorganisme
maupun kimia seperti tempat timbunan sampah, rumah sakit,
pasar, industri kimia
3. Tidak mencemari lingkungan sekitar, misalnya berada di daerah
pemukiman padat penduduk, dsb.
4. Mudah terjangkau oleh sarana transportasi. (Khusus untuk
industri yang berorientasi eksport harus dekat dengan sarana
pelabuhan untuk kegiatan eksport/import, misalnya bandara atau
pelabuhan laut)
5. Tersedia sarana dan prasarana, misalnya Sumber Energi/ Listrik,
sumber Air dan saluran pembuangan limbah
Konstruksi bangunan hendaklah memenuhi syarat peraturan
yang berlaku untuk bangunan. Bangunan hendaklah dirawat secara
teratur agar senantiasa bersih dan rapi. Bangunan memiliki
perlindungan terhadap cuaca, banjir, rembesan air tanah, dan
binatang pengerat dan serangga.
Persyaratan bangunan industri farmasi sebagai berikut:
a. Mempunyai Rencana Induk Pembangunan/Perbaikan (R.I.P) yg
sudah disetujui oleh Badan POM
b. Adanya pemisahan secara fisik Bangunan/fasilitas untuk sediaan
beta laktam (penisilin) dengan non beta laktam
c. Untuk pengolahan bahan beracun, sefalosporin, hormon,
sitotoksik dan immunosupresif harus mempunyai fasilitas
tersendiri untuk masing-masing produk
d. Ukuran dan rancang bangun memadai, sesuai dengan aktifitas/
kegiatan industri
e. Pengaturan tata udara sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
f. Dinding, lantai, langit-langit dan pintu harus kedap air, tdk
terdapat sambungan dan mudah untuk dibersihkan (berbentuk
lengkung) serta tahan terhadap metode pembersihan, bahan
pembersih (desinfectan) yg digunakan secara berulang
g. Untuk daerah pengolahan dan pengemasan dihindari pemakaian
bahan dari KAYU (atau diberi cat epoxy/enamel)
h. Lampu rata dengan langit-langit dan diberi lapisan untuk
mencegah kebocoran
i. Pipa saluran udara dipasang diatas langit-langit atau dikoridor
untuk menghindari penumpukan debu(3)
4. Peralatan
a. Desain dan Konstruksi
Bahan inert yang digunakan untuk bagian peralatan yang
bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk
ruahan. Bahan pelumas jenis food grade hendaklah digunakan
apabila ada kemungkinan bahan tersebut bersentuhan dengan
produk, misal pelumas untuk punch dan die.
Untuk memastikan kemudahan dan kesempurnaan
pembersihan maka rancang bangun peralatan dibuat sedemikian
rupa agar :
1) Sederhana tapi sesuai dengan tujuan penggunaan, mudah
dibongkar dan dipasang kembali sebelum dan setelah
dibersihkan;
2) Tidak ada bagian yang tidak terjangkau pada pembersihan;
3) Tidak ada bagian yang menahan sisa produk atau larutan
pencuci; dan
4) Tidak berkarat dan tidak mudah tergores.
Untuk pencucian dan pembersihan dianjurkan menggunakan
lap bebas serat, mesin penghisap debu, dan sikat nylon.
Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah
terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area dimana
digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi elektris
yang kedap eksplosi.
b. Pemasangan dan Penempatan
Di dalam satu ruangan hanya boleh ada satu atau satu set
peralatan untuk satu produk agar tidak terjadi pencemaran silang.
Semua pemipaan termasuk sambungan, katup dan insulator pipa
kecuali yang ditanam di bawah tanah dan pipa listrik hendaklah
diberi tanda jelas. Pemberian nomor pada peralatan diperlukan
bila terdapat lebih dari satu mesin dari merk dan tipe yang sama.
c. Perawatan
Waktu pelaksanaan perbaikan dan perawatan hendaklah
disesuaikan dengan jadwal kegiatan produksi. Hendaklah
ditetapkan spesifikasi internal untuk bahan pendingin, pelumas
dan bahan kimia lain yang digunakan untuk keperluan produksi.
5. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan
pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene
meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan
produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan
sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene menyeluruh
dan terpadu.
a. Higiene Perorangan
Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah
mengenakan pakaian pelindung sesuai dengan kegiatan yang
dilaksanakannya. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan
diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area
pembuatan. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah usaha
minimal yang harus dilakukan untuk mencegah suatu kondisi kerja
yang mengakibatkan gangguan pada kesehatan atau keselamatan
karyawan.
APD yang digunakan terdiri dari beberapa jenis, seperti:
1) Masker (masker kain, masker khusus, dan masker las (Welding
Mask))
2) Pelindung telinga (Hearing Protector)
3) Sarung tangan
4) Kaca mata pelindung (Goggles)
5) Sepatu pengaman (Safety Shoes)
6) Helm (Safety Helm)
7) Sabuk Pengaman (Safety Belt)
8) Celemek (Apron)
b. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
Permukaan dinding, lantai, dan langit-langit bagian dalam
ruangan dimana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer,
produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan
hendaklah halus, bebas retak dan sambungan terbuka, tidak
melepaskan partikulat, serta memungkinkan pelaksanaan
pembersihan (bila perlu desinfeksi) yang mudah dan efektif.
Hendaklah disediakan toilet untuk pria dan wanita yang
terpisah. Letak toilet hendaklah di area loker sebelum masuk ke
ruang ganti pakaian bersih untuk masuk ke area produksi. Ventilasi
hendaklah sanggup menghilangkan bau yang timbul di ruangan
toilet. Hendaklah disediakan tempat cuci tangan yang cukup bagi
personil yang dilengkapi dengan antara lain:
1) Air bermutu air minum
2) Sabun antiseptik
3) Alat pengering tangan atau tisu sekali pakai
Sarana penyimpanan pakaian rumah hendaklah didesain
sedemikian rupa sehingga ada pemisahan kompartemen
penyimpanan pakaian dan sepatu. Kompartemen dilengkapi sistem
ventilasi yang dapat menghilangkan bau dan kelembaban serta
sistem yang dapat menampung kotoran atau debu yang mungkin
lepas dari sepatu.
Penyiapan, penyimpanan, dan konsumsi makanan dan
minuman hendaklah dibatasi di area khusus misalnya kantin.
Sarana ini hendaklah memenuhi standar saniter.
Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi
tidak boleh mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas,
bahan yang sedang diproses atau produk jadi.
Hendaklah disiapkan prosedur pembersihan dan sanitasi
untuk setiap ruangan yang mencakup pembersihan sanitasi perabot
dan barang-barang kecuali mesin yang diletakkan dan atau
dipasang dalam ruangan berkaitan. Bahan yang digunakan untuk
membersihkan dan sanitasi hendaklah dipilih yang tidak merugikan
produk (mudah dihilangkan dan tidak meniggalkan residu). Khusus
terhadap bahan yang digunakan untuk sanitasi (yakni desinfektan)
hendaklah dilakukan rotasi dalam interval tertentu.
Praktik tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang
dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk antara lain:
1) Kesehatan personil
Personil yang tidak sehat hendaklah dinyatakan layak bekerja
oleh dokter sebelum bekerja di area pembuatan atau area lain
yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk.
2) Higiene perorangan
Melakukan kebiasaan non higienis, misalnya : kebiasaaan
membersihkan hidung atau telinga dengan jari tangan,
menggaruk kepala, tidak mencuci tangan sebelum memasuki
araea pembuatan, tidak mencuci tangan sesudah dari toilet,
tidak memakai tutup kepala sebelum masuk ruang produksi,
bersin tanpa ditutup dengan masker, menguyah, makan,
minum, atau merokok.
3) CPOB
Tidak mengenakan APD yang disediakan perusahaan sesuai
dengan prosedur pada waktu menangani produk terbuka dan
tidak mengenakan pakaian kerja sesuai prosedur.
c. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
Peralatan yang sudah dibersihkan :
1) Hendaklah disimpan dalam keadaan bersih dan kering
2) Sambil menunggu pemakaian selanjutnya hendaklah diberi
penutup bersih dan kering dari bahan yang tidak melepaskan
serat
3) Disimpan di ruangan yang tingkat kebersihannya sama dengan
tingkat kebersihan waktu peralatan tersebut digunakan
d. Validasi Prosedur Pembersihan dan Sanitasi
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi
efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan
residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba,
secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait
dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai
dan diverifikasi. Biasanya validasi prosedur pembersihan dilakukan
hanya untuk permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan
produk. Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan
dengan melaksanakan prosedur 3 kali berurutan dengan hasil yang
memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa metode tersebut telah
tervalidasi,
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi)
Berdasarkan pesanan marketing, PPIC membuat perencanaan lalu
mengeluarkan perintah kerja ke bagian produksi. Adapun alur proses
produksi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Penimbangan bahan (aktif dan penolong)
b. Pencampuran (aktif dan penolong)
c. Pencetakan, pelarutan dan pencampuran, pengisian ke wadah primer
d. Pengemasan primer
e. Pengemasan sekunder
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi
produk jadi. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium,
tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Manajer Pengawasan Mutu bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan validasi metode analisis(2)
.
Bagian Pengawasan Mutu hendaklah mempunyai tugas pokok
sebagai berikut:
a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi;
b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh
pemeriksaan, pengujian dan analisis;
c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis;
d. Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan
produk;
e. Menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan di masa mendatang;
f. Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara,
produk ruahan atau produk jadi;
g. Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berkelanjutan
dan bahan awal jika diperlukan, serta menetapkan kondisi
penyimpanan bahan dan produk berdasarkan dara stabilitasnya;
h. Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan
data stabilitas serta kondisi penyimpanannya;
i. Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi;
j. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur
pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut
pada kondisi yang tepat;
k. Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel yang
diambil;
l. Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah
produk tersebbbut dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus
dimusnahkan;
m. Ikut seran dalam program indpeksi diri bersama dengan bagian lain
dari perusahaan; dan
n. Memberikan rekomendasi kegiatan pembuatan obat berdasarkan
kontrak setelah melakukan evaluasi kemampuan penerima kontrak
yang bersangkutan untuk membuat produk yang memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan(3)
.
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekuarangan atas
pemenuhan CPOB, baik yang kritis, yang berdampak besar maupun yang
berdampak kecil. Inspeksi diri mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
personalia, sanitasi dan higiene, bangunan, peralatan, produksi,
pengawasan mutu, keluhan dan penarikan kembali produk, serta
dokumentasi.
Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan CPOB sebagai
berikut:
Tingkat Kekritisan Terdiri dari antara lain
Kritis (C)
Adalah kekurangan yang
mempengaruhi mutu obat
dan dapat mengakibatkan
reaksi fatal terhadap
kesehatan konsumen sampai
kematian.
Pencemaran silang bahan atau produk.
Produk steril diletakkan terbuka di
daerah non-aseptis.
Air Murni atau air untuk injeksi
tercemar.
Salah penandaan
Karyawan yang belum terlatih bekerja di
daerah pengisian steril/aseptis.
Berdampak Besar (M)
Adalah kekurangan yang
mempengaruhi mutu obat
tetapi tidak berdampak fatal
terhadap kesehatan
konsumen.
Peralatan ukur utama tidak dikalibrasi
atau di luar batas kalibrasi.
Penyimpangan dalam proses tidak
didokumentasi dengan benar.
Ketidaklengkapan pengisisn catatan bets
Tidak dilakukan inspeksi terhadap
perusahaan penerima kontrak.
Berdampak Kecil (m)
Adalah kekurangan yang
kecil pengaruhnya terhadap
mutu obat dan tidak
berdampak terhadap
kesehatan konsumen.
Pembersihan gudang tidak sesuai jadwal.
Permukaan dinding retak.
Catatan ditulis dengan pinsil.
Seragam kerja tidak dipakai secara benar.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen (ditunjuk
secara tertulis dan tidak dipengaruhi atasan) oleh orang yang kompeten,
yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam
melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak
perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang
independen dari luar perusahaan.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi
diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian
dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan
mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau
independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen
perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan
penerima kontrak(3)
.
9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun
dari luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara
teliti. Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara
lain dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang
dan bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat
berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek,
distributor dan Otoritas Pengawasan Obat (OPO)(2)
.
Prosedur penangan keluhan sebagai berikut:
a. Catat tiap keluhan yang diterima dalam formulir keluhan produk
menurut Protap Menerima Keluhan
b. Kepala Bagian Pemasaran memisahkan keluhan berdasarkan kategori:
1) Teknis yaitu keluhan yang berkaitan dengan kualitas produk yaitu
mencakup : kondisi fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan penampilan
produk.
2) Farmakologis dan efek samping yaitu keluhan yang berkaitan
dengan reaksi produk yang merugikan : reaksi alergi (mual,
muntah, diarrhea, gatal), reaksi tidak manjur, dan reaksi yang
membahayakan kesehatan.
c. Kepala Bagian Pemasaran melaporkan keluhan segera kepada Kepala
Bagian Pemastian Mutu.
d. Kepala Bagian Pemastian Mutu mengkoordinasikan penelitian dan
penyelidikan keluhan produk dengan Kepala Bagian yang terkait untuk
tindakan lebih lanjut.
e. Lakukan pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh produk yang
diterima dan bila perlu lakukan pemeriksaan dengan contoh pertinggal
dengan nomor bets yang sama.
f. Kepala Bagian Produksi membuat laporan hasil penelitian dan
penyelidikan dan bahas dengan bagian terkait dengan koordinator
Kepala Bagian Pemastian Mutu.
g. Kepala Bagian Pemastian Mutu menetapkan keputusan atas hasil
penelitian dan penyelidikan dan bagian-bagian terkait. Pada kategori
kritis, pimpinan perusahaan melaporkan kepada Otoritas Pengawasan
Obat (OPO) secara tertulis dan menarik produk atau bets produk
berkaitan.
h. Lakukan tindakan perbaikan dan pencegahan keberulangan keluhan
sesuai rekomendasi Kepala Bagian Pemastian Mutu.
i. Kepala Bagian Pemasaran membuat surat jawaban keluhan dalam
waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam untuk Kategori Kritis dan 10 hari
kerja untuk kategori Nonkritis dari saat penerimaan laporan keluhan
produk.
j. Kepala Bagian Pemastian Mutu menyimpan dokumen semua hasil
penelitian dan penyelidikan serta tindak lanjut.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai
distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk
diedarkan. Keputusan ini dapat bersumber dari OPO atau dari industri.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri
atau beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena
kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau
kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu,
keamanan obat serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah
dan jenis.
Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk
penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta
pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang
atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis.
Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu
dapat dikembalikan ke dalam persediaan;
b. Produk kembalian dapat diproses ulang; dan
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat
diproses ulang.
Prosedur hendaklah mencakup:
a. Identifikasi dan catatan mutu produk kembalian;
b. Penyimpanan produk kembalian dalam karantina;
c. Penyelidikan, pengujian dan analisis produk kembalian oleh bagian
Pengawasan Mutu;
d. Evaluasi yang kritis sebelum manajemen mengambil keputusan
apakah produk dapat diproses ulang atau tidak; dan
e. Pengujian tambahan terhadap persyaratan dari produk hasil
pengolahan ulang
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah esensial dalam mengoperasikan suatu industri
farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi
yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu
menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta
pengendalian dan pengawasan mutu. Untuk memenuhi kebutuhan ini ada
berbagai jenis dokumen yang diperlukan, antara lain Spesifikasi, Dokumen
Produksi Induk atau formula Pembuatan, Prosedur Tetap (Protap). Metode
dan instruksi, laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia secara
tertulis, dapat dibaca dan dipahami dengan mudah dan bebas dari
kekeliruan
11. Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat seara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu-mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pohak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi
tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan atau
analisis obat yang dikontrakkan den semua pengaturan teknis terkait.
Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain
hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak
hendaklah mengizinkan Pemberi Kontrak untuk mengaudit sarana dari
Penerima Kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan
akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (pemastian
Mutu) Pemberi Kontrak(2)
.
12. Kualifikasi dan Validasi
Semua perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam proses
pembuatan obat hendaklah divalidasi. Kegiatan validasi meliputi
kualifikasi (personil, peralatan dan sistem), kalibrasi (instrumen dan alat
ukur) dan validasi (prosedur dan proses)(2)
.
Komponen atau proses yang memerlukan kualifikasi dan validasi
mencakup antara lain:
a. Konstruksi dan desain bangunan dan fasilitas
b. Peralatan dan sarana penunjang kritis
c. Metode analisis
d. Kalibrasi instrumen
e. Bahan awal dan bahan pengemas
f. Transfer proses produksi dan metode analisis
g. Peningkatan skala bets
h. Prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk
i. Prosedur pembersihan
j. Sistem komputerisasi, dan
k. Personil
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL
III.1 Sejarah Singkat Lembaga Farmasi Angkatan Laut (Lafial)
Pada tahun 1950 berdiri sebuah unit farmasi di lingkungan kesehatan
Angkatan Laut. Pada tahun 1955 unit farmasi yang sudah terbentuk diberi
nama Depo Obat Angkatan Laut (DOAL) yang berlokasi di RSAL Dr.
Mintohardjo Jakarta, unit farmasi tersebut masih sangat sederhana dan baru
memiliki satu orang Apoteker yang bernama Drs. Mochamad Kamal sebagai
Kepala Jawatan Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Laut dan beberapa
tenaga Asisten Apoteker serta beberapa juru obat dari lulusan SD dan SMP.
DOAL-Djakarta (DOAL-D) adalah badan farmasi TNI-AL pertama yang
merupakan suatu organisasi gabungan dari Bagian Pembuatan Obat dan
Laboratorium Dinas Farmasi Bidang Kesehatan Angkatan Laut dengan
PusPekBar yang fungsinya sebagai pusat perbekalan barang dan pengadaan
serta distribusi obat untuk keperluan Angkatan Laut. Untuk
mengoptimalkan kegiatan pembuatan obat-obatan di lingkungan Angkatan
Laut didirikan Pabrik Farmasi Angkatan Laut yang bertempat di PAFAL–D
dan PADAL–S, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kepala Staf
Angkatan Laut No: Kep.M/KSAL 6740.1 tanggal 19 Juni 1962 oleh
Menteri/Kepala Staf Angkatan Laut : Laksamana Muda Laut R. E.
32
Martadinata. PAFAL-D merupakan perkembangan lebih lanjut dari
DOAL-D.
Berdasarkan SK Menteri Kepala Staf AL Kep.M/KASAL/6740.1
tanggal 15 Juni 1962 ditetapkan Pabrik Farmasi AL yang berkedudukan di
Jakarta dan Surabaya (PAFAL-D dan PAFAL-S) oleh Menteri atau Kepala
Staf AL Laksamana Muda Laut R.E. Martadinata.
Pada tahun 1963, Pabrik Farmasi dan Laboratorium Angkatan
Laut di Jalan Bendungan Jati Luhur No. 1 Jakarta Pusat dibangun dan
diresmikan pada tanggal 22 Agustus 1963 oleh Deputi II
Menteri/Panglima Angkatan Laut Brigadir Jenderal KKO Ali Sadikin
dengan Direktur PAFAL-D dijabat oleh Kapten Drs. R. Soekarjo, Apt.
Dilanjutkan pada tanggal 5 November 1963 didirikan LKF-AL
berdasarkan KepMen/PANGAL.6740.1 ditandatangani oleh Laksamana
Muda Laut R. E. Martadinata. Sehingga setiap tanggal 22 Agustus
diperingati sebagai hari jadi Lembaga Farmasi TNI AL.
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan ruang lingkup
kegiatan Kimia dan Kefarmasian di Lingkungan Angkatan Laut
dilakukan penggabungan 2 instansi yaitu antara PAFAL-D dan
Lembaga Kimia dan Farmasi Angkatan Laut, ditandai dengan serah
terima Jabatan Kepala LKF-AL kepada Kepala PAFAL-D sehingga
berganti nama menjadi Lafial pada tahun 1976.
Sejalan dengan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan CPOB
di lingkungan Industri Farmasi Nasional, Lafial mulai melakukan
kegiatan pembenahan dalam rangka persiapan menuju Industri Farmasi
yang sesuai standar dilakukan pada tahun 1988. Sehingga pada tahun
1998 Departemen Kesehatan memberikan Sertifikat CPOB yang diserahkan
oleh Ka.BPOM dan diterima ASPERS KASAL Bapak Laksamana Muda
Bambang Suryanto.
Sejak itu Lafial semakin berkibar sebagai Pusat Kegiatan
Produksi dan Laboratorium Angkatan Laut serta kerjasama dengan
Lembaga Industri Farmasi dan Penelitian Nasional menjadi ”Pusat
Komunitas” Apoteker Angkatan Laut. Sehingga dengan berjalannya
waktu pada tahun 2005 sesuai SKEP KSAL Nomor:
SKEP/4832/IX/2005 tanggal 21 September 2005 tentang pemberian nama
fasilitas kesehatan TNI-AL maka Lafial diberi nama menjadi Lafial Drs.
Mochamad Kamal. Lafial adalah pelaksana teknis Diskesal yang
berkedudukan langsung di bawah Kepala Dinas Kesehatan TNI AL.
Lafial bertugas melaksanakan pembinaan farmasi TNI AL serta
melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut Lafial menyelenggarakan fungsi-fungsi
sebagai berikut :
1. Melaksanakan produksi obat-obatan.
2. Melaksanakan pengujian laboratorium instrumen, kimia,
mikrobiologi, makanan dan minuman, instrumen.
3. Melaksanakan pembinaan material kesehatan.
4. Melaksanakan pendidikan dan latihan kefarmasian.
5. Melaksanakan penelitian dan pengembangan kefarmasian.
6. Melaksanakan koordinasi dengan badan dan unsur lain, baik di
dalam maupun di luar Lafial untuk kepentingan pelaksanaan tugas
sesuai tingkat dan lingkup kewenangannya.
7. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program latihan, guna
pencapaian sasaran programnya secara berhasil dan berdaya guna.
8. Mengajukan pertimbangan dan saran kepada Kadiskesal khususnya
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tugasnya.
III.2 Visi dan Misi Lafial
I.3.1 Visi Lafial
Sebagai Lembaga Kefarmasian Matra Laut Nasional yang
Profesional.
I.3.2 Misi Lafial
a. Melaksanakan produksi bekal kesehatan untuk kebutuhan
anggota TNI Angkatan Laut dan keluarga.
b. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang matra
laut.
c. Melaksanakan pemeriksaan obat, makanan dan narkoba.
d. Melaksanakan pengkajian bahan farmatra, farmasi kelautan dan
senjata nubika.
e. Membantu melaksanakan pendidikan kefarmasian strata D3 dan
S1.
III.3 Struktur Organisasi dan Tugasnya
Sebagai suatu lembaga, Lafial mempunyai struktur organisasi
dan job description yang baik dan jelas. Secara struktural, Lafial
adalah suatu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Angkatan Laut
(Diskesal), sedangkan secara operasional berada di bawah Detasemen
Markas Besar TNI Angkatan Laut (Denmabesal). Pembentukan
organisasi Lafial berdasarkan surat keputusan Kasal No. 117/K1/1984
tanggal 11 November 1984, tentang Organisasi dan Prosedur Lembaga
Farmasi Angkatan Laut. Organisasi Lafial terdiri dari unsur pimpinan
sebagai Kepala, unsur pelayanan sebagai Kepala Tata Usaha dan Urusan
Dalam dan unsur pelaksana sebagai Kepala Bagian dan sub bagian.
Struktur organisasi dirubah sesuai Surat Keputusan KSAL No.
1551/XII/2009 tanggal 22 Desember 2009, menjadi unsur pimpinan
sebagai Kepala, unsur pelayanan sebagai Kepala Tata Usaha dan Urusan
Dalam dan unsur pelaksana sebagai Kepala Departemen dan sub
Departemen. Untuk lebih mengetahui pembagian organisasi beserta job
description Lafial dapat dilihat dari struktur organisasi Lafial, sebagai
berikut
Gambar 1. Struktur Organisasi Lafial
III.3.1 Unsur Pimpinan
Unsur pimpinan di Lafial adalah Kepala Lafial yang dijabat
oleh seorang Perwira Menengah (Pamen) yang berpendidikan Apoteker.
Kepala Lafial adalah pembantu dan pelaksana Kadiskesal dibidang
kefarmasian dengan tugas dan kewajiban dalam penyelenggaraan
dan pembinaan Lafial, pengendalian semua unsur dibawahnya
dengan pengendalian program kerja Lafial guna menjamin sasaran
program dibidang produksi dengan menerapkan CPOB. Kepala
Lafial juga mempunyai tanggung jawab mengawasi dan
mengendalikan pelaksanaan program. Guna menjamin pencapaian
sasaran program yang berhasil guna dan berdaya guna serta
berhak mengajukan pertimbangan kepada Kepala Diskesal mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan tugas Lafial.
III.3.2 Unsur Pelayanan
Tata Usaha dan Urusan Dalam dipimpin oleh Kepala Tata Usaha
dan Urusan Dalam, sebagai unsur pelayanan di Lafial yang mana dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab penuh kepada
KaLafial. Tata Usaha dan Urusan Dalam terdiri dari:
a. Urusan Tata Usaha
Urusan Tata Usaha bertugas melaksanakan pelayanan
administrasi umum di lingkungan Lafial termasuk membantu
menyiapkan data-data pelaksanaan fungsi Lafial untuk bahan
penyusunan laporan Lafial.
b. Urusan Dalam
Urusan Dalam bertugas melaksanakan urusan dalam di
lingkungan Lafial. Dalam melaksanakan tugasnya Urusan Dalam
menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Melaksanakan pengamanan/ penjagaan di dalam kompleks
Lafial.
2. Melaksanakan penegakan disiplin anggota dan tata tertib
pengunjung.
3. Melaksanakan pengaturan fasilitas sarana, perbengkelan,
termasuk fasilitas pengelolaan limbah cair dan padat.
4. Melaksanakan pelayanan angkutan personil dan material.
5. Melaksanakan pemeliharaan, perbaikan listrik dan bangunan
sipil.
c. Urusan Keuangan
Urusan keuangan bertugas melaksanakan administrasi
keuangan termasuk melaksanakan pengurusan serta pembayaran
gaji, dan lain-lain yang berhubungan dengan tugasnya.
d. Urusan Administrasi Personalia
Urusan Administrasi Personalia bertugas melaksanakan
pelayanan administrasi personil di lingkungan Lafial, membantu
menyiapkan data personil untuk evaluasi Daftar Susunan Personil
(DSP) dan membantu menyiapkan bahan-bahan untuk pembuatan
laporan bidang personil.
III.3.3 Unsur Pelaksana
Unsur Pelaksana di Lafial terdiri atas empat departemen,
yaitu Departemen Produksi, Departemen Pengawasan Mutu (Wastu),
Departemen Material Kesehatan (Matkes) dan Departemen
Pendidikan Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang).
a. Departemen Produksi
Kegiatan produksi dapat dilaksanakan apabila telah ada Surat
Perintah Produksi (SPP) yang telah diterima oleh Kepala
Departemen Produksi yang akan dicatat dan dibukukan.
Kemudian diteruskan ke sub departemen produksi yang terlibat
untuk dibuat jadwal pelaksanaan produksi dan disiapkan
peralatan, ruang dan personil untuk keperluan tersebut.
Produksi dilakukan mengikuti prosedur yang tertera pada
Standart Operating Procedure (SOP) obat Lafial dan langkah-
langkahnya dicatat pada batch produksi record yang diparaf
oleh petugas pelaksana dokumentasi. Selama produksi, mutu
sediaan dipantau oleh Departemen Pengawasan Mutu. Pada saat
dilakukan pemantauan atau pemeriksaan ini maka produksi tidak
dapat diteruskan. Kegiatan produksi diteruskan setelah
memperoleh tanda lulus dari Departemen Pengawasan Mutu.
Departemen Produksi dibagi menjadi dua sub departemen
yaitu :
1) Sub Departemen Beta Laktam dan Sepalosporin
Sub Departemen Beta Laktam bertugas memproduksi
obat-obatan yang mengandung cincin beta laktam dan
Sepalosporin, yaitu antibiotik dalam bentuk sediaan tablet,
kapsul dan sirup kering.
2) Sub Departemen Non Beta Laktam
Sub Departemen Non Beta Laktam bertugas
memproduksi obat-obatan dalam bentuk sediaan tablet,
kapsul, krim, cairan obat dalam (contoh: sirup paracetamol),
dan obat luar (contoh: pofidon).
b. Departemen Pengawasan Mutu (Wastu)
Bagian ini disebut juga dengan Quality Control atau
QC. Departemen Pengawasan Mutu adalah unsur pelaksana
Lafial yang bertugas menyelenggarakan pengawasan atau
pengujian mutu produksi obat Lafial sehingga menjamin kualitas
produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu sesuai
dengan tujuan pengguna departemennya.
Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan contoh,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan obat jadi.
Dalam melaksanakan tugas departemen Wastu
menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Melaksanakan pengambilan contoh dan pemeriksaan
terhadap obat-obatan, makanan dan air yang digunakan di
lingkungan TNI AL atau tugas-tugas TNI.
2. Melaksanakan pemeriksaan mutu bekal farmasi (bahan baku
obat, obat setengah jadi dan bahan pengemas). Dalam
rangka Drug Quality Control dan Quality Assurance produksi
obat Lafial sesuai dengan persyaratan Farmakope Indonesia.
3. Melaksanakan pemeriksaan bahan baku, mutu obat, makanan
dan air atas permintaan instansi TNI yang membutuhkan.
4. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan programnya
guna menjamin pencapaian sasaran secara berhasil dan berdaya
guna.
5. Mengajukan pertimbangan dan saran kepada Kepala Lafial
khususnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
bidang tugasnya.
Departemen Pengawasan Mutu terdiri dari tiga sub
Departemen, yaitu :
1. Sub Departemen Analisis Instrumental
Sub departemen ini bertugas melaksanakan
pemeriksaan menggunakan instrumen analisis fisika kimia
bahan baku obat, obat setengah jadi dan obat jadi, dalam
rangka pengawasan mutu obat Lafial serta pengawasan obat
dan makanan di lingkungan TNI AL. Pemeriksaan yang
dilakukan terhadap sediaan tablet, kapsul dan kaplet
meliputi kadar, keseragaman bobot, keragaman bobot,
kerapuhan tablet, disolusi, disintegrasi, uji kebocoran pada
kemasan primer strip/blister. Pemeriksaan yang dilakukan
terhadap sediaan cair dan salep meliputi kadar, bobot jenis, pH,
kekentalan, volume, kekeruhan, homogenitas, tes kebocoran
pada kemasan botol.
2. Sub Departemen Laboratorium Kimia
Sub departemen ini bertugas melaksanakan
pemeriksaan secara kimiawi bahan baku obat, obat setengah
jadi, obat jadi dan bahan pengemas, dalam rangka
pengawasan obat dan makanan di lingkungan TNI AL
yang disesuaikan dengan Farmakope Indonesia. Pemeriksaan
berdasarkan reaksi-reaksi yang terjadi dengan menggunakan
reagen tertentu. Sub departemen ini juga memeriksa secara
rutin air minum dan makanan di lingkungan Lafial, air
minum di kapal TNI-AL maupun masyarakat juga
dilakukan.
3. Sub Departemen Laboratorium Mikrobiologi
Sub departemen ini bertugas melaksanakan pemeriksaan
secara mikrobiologi bahan baku, obat setengah jadi dan bahan
pengemas dalam rangka pengawasan obat dan makanan di
lingkungan TNI AL.
Pemeriksaan di laboratorium ini meliputi :
a) Uji sterilisasi, seperti bahan baku dan bahan penolong.
b) Uji potensi antibiotik, seperti Ampisilin, Amoksisilin,
Kloramphenicol, Tetrasiklin.
c) Uji koefisien fenol, terutama pada produk antiseptik
Lafial seperti Lisol dan Povidone Iod.
d) Uji terhadap kualitas air, meliputi pemeriksaan bakteri
patogen E. Coli, uji kadar logam dan bilangan kuman.
e) Uji kebersihan ruang produksi, meliputi ruang produksi
β-laktam dan non β-laktam serta peralatan yang digunakan.
f) Uji makanan dan minuman, dilakukan terhadap makanan
atau minuman tertentu yang sudah mendekati expired
date. Serta dilakukan juga pada saat ada kejadian
keracunan makanan dan minuman.
c. Departemen Material Kesehatan (Matkes)
Departemen Material Kesehatan merupakan bagian yang
melakukan perencanaan produksi, penyediaan bahan baku produksi
dan pemeliharaan material kesehatan yang di industri swasta pada
umumnya disebut dengan Production Planning Inventoryy Control
(PPIC). Perencanaan dan penyediaan bahan baku di Lafial dilakukan oleh
suatu Panitia Kerja yang beranggotakan personil Lafial dan personil
dari Diskesal.
Program kerja departemen Matkes adalah:
1) Membuat daftar kebutuhan bahan baku, bahan penolong dan
bahan pengemas, berdasarkan rencana kebutuhan obat jadi sesuai
dengan program kerja dan anggaran Diskesal tahun tersebut.
2) Menyusun rencana dan melaksanakan pengadaan bahan tambahan,
bahan penolong, reagensia kimia serta sarana pendukung dalam
pelaksanaan produksi.
3) Membuat Surat Perintah Produksi obat jadi standar lafial dan
mengendalikan tahapan kegiatan produksi obat jadi.
4) Melaksanakan pengiriman obat jadi ke gudang Matkes pusat,
menyiapkan konsep laporan produksi obat jadi setiap triwulan dan
tahunan ke Diskesal.
5) Melaksanakan administrasi pergudangan di Lafial.
6) Melaksanakan pemeliharaan alat-alat produksi, alat laboratorium dan
alat kesehatan lainnya secara periodik dan skala prioritas untuk
menunjang produksi dan pemeriksaan laboratorium.
Departemen Matkes terdiri atas tiga sub departemen, yaitu :
a) Sub Departemen Perencanaan Produksi
Rencana produksi obat selama 1 tahun disusun oleh suatu tim atau
Panitia Kerja Perencanaan Produksi Diskesal. Rencana produksi
disesuaikan dengan laporan beban kerja pada tahun sebelumnya,
yaitu laporan tahunan mengenai jumlah penderita dan jenis
penyakit. Pertimbangan penentuan jumlah dan jenis obat yang akan
diproduksi berdasarkan data kebutuhan obat dari bagian pelayanan,
persediaan pada awal tahun dan anggaran tahunan. Data tersebut
kemudian disusun kembali berdasarkan prioritasnya, dengan
mempertimbangkan jumlah yang tersedia pada awal tahun dan
kecepatan produksinya yaitu kapasitas dan tenaga kerja yang
tersedia. Obat yang diperlukan dalam jumlah kecil, harganya
murah dan obat-obat untuk jenis penyakit spesifik seperti jantung,
diabetes, hormon, narkotik dan psiokotropik tidak diproduksi oleh
Lafial.
Hasil perencanaan produksi tersebut kemudian dituangkan
dalam program kerja anggaran tahunan Diskesal. Berdasarkan
rencana produksi ini Diskesal menyediakan bahan baku zat aktif
yang dibutuhkan untuk produksi Lafial. Sedangkan untuk bahan-
bahan penolong dan pengemasnya disediakan oleh Lafial sendiri.
Setiap bahan baku yang dibeli harus disertai dengan CA
(Certificate of Analysis) . Meskipun telah disertai CA, untuk bahan
baku zat aktif tetap dilakukan pemeriksaan oleh bagian Wastu
Lafial. Penyediaan bahan baku oleh Diskesal dilakukan dengan
cara lelang. Peserta lelang adalah PBF milik rekanan TNI AL yang
telah terdaftar. Bahan baku disediakan oleh rekanan yang
memenangkan lelang. Sedangkan pengadaan bahan penolong dan
pengemas dilakukan oleh Lafial. Spesifikasi teknis masing-masing
bahan yang dibutuhkan ditentukan oleh Departemen Penelitian dan
Pengembangan, dan Departemen Pengawasan Mutu LAFIAL. Bagian
perencanaan produksi kemudian menyusun jadwal produksi dan
berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan, bagian ini membuat
konsep Surat Perintah Produksi, yang berisi sediaan yang akan
diproduksi. Konsep Surat Perintah Produksi diajukan kepada Kepala
Lafial setelah diparaf untuk diketahui oleh Kepala Bagian Matkes.
Surat Perintah Produksi dikeluarkan oleh Kepala Lafial dan
merupakan perintah untuk melaksanakan kegiatan produksi. Tanpa
adanya Surat Perintah Produksi, produksi tidak dapat dilakukan.
Jadwal kegiatan produksi dapat diubah apabila ada permintaan
obat yang persediaannya habis di gudang obat jadi Material
Kesehatan/Diskesal. Obat yang habis tersebut menjadi prioritas
utama untuk diproduksi.
b) Sub Departemen Depo Produksi
Depo produksi merupakan tempat atau gudang penyimpanan
sementara untuk bahan-bahan produksi dan obat jadi. Bahan
produksi terdiri atas bahan baku dan bahan penolong lainnya dan obat
jadi disimpan pada gudang terpisah. Bahan baku produksi
dibedakan menjadi dua macam yaitu golongan beta laktam dan non
beta laktam yang disimpan pada gudang terpisah. Bahan baku zat
aktif yang datang dari rekanan diterima di gudang Diskesal. Bahan
baku tersebut kemudian diperiksa oleh Departemen Wastu. Bahan
baku yang dinyatakan memenuhi persyaratan oleh Departemen
Wastu akan diberikan label lulus yang berwarna hijau, dan apabila
tidak memenuhi persyaratan diberi label tidak lulus yang berwarna
merah, dan akan dikembalikan ke supplier. Label tersebut
ditempelkan pada pengemasnya. Sub departemen depo produksi akan
mengambil bahan baku tersebut dari gudang Diskesal untuk
dipindahkan ke depo produksi Lafial.
Barang yang masuk ke gudang penyimpanan Lafial dicatat
dalam buku penerimaan bahan baku. Bahan baku yang diterima
sub departemen depo produksi akan dicatat dalam kartu persediaan.
Berdasarkan Surat Perintah Produksi yang dikeluarkan oleh Kepala
Lafial, sub departemen depo produksi mengeluarkan barang-barang
yang tercantum dalam SPP untuk diberikan ke departemen
produksi dan dicatat pada bukti pengeluaran. Apabila departemen
produksi membutuhkan barang-barang selain yang tercantum dalam
Surat Perintah Produksi, sub bagian depo produksi membuat Surat
PUT (Perintah Untuk Terima) yang diajukan ke Kepala Lafial
untuk ditindak lanjuti dengan pembelian barang yang diperlukan
tersebut. Barang yang telah selesai diproduksi disimpan di gudang
barang jadi dan dikirim ke gudang Diskesal untuk selanjutnya
didistribusikan ke unit-unit Yankes TNI AL berdasarkan Surat
Perintah Pendistribusian Barang (SPPB) yang dikeluarkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan TNI AL. Obat jadi yang dikirim ke gudang Diskesal
disertai dengan bukti pengeluaran obat jadi.
Gudang di Lafial terbagi menjadi :
a. Gudang bahan baku non beta laktam yang digunakan untuk
menyimpan bahan baku non beta laktam dan bahan penolong.
b. Gudang bahan baku beta laktam yang digunakan untuk
menyimpan antibiotik amoxicilin.
c. Gudang obat jadi beta laktam, untuk obat yang telah lulus uji
kelayakan diberi tanda pada kemasannya. Untuk obat yang
waktu Expired Date (ED) cepat dicantumkan batas waktu
penyimpanannya, serta dicantumkan nomor batch dan tahun
pembuatan.
d. Gudang obat jadi non beta laktam, untuk obat yang telah lulus uji
kelayakan diberi tanda pada kemasannya. Untuk obat yang
waktu Expired Date (ED) cepat dicantumkan batas waktu
penyimpanannya, serta dicantumkan nomor batch dan tahun
pembuatan.
e. Gudang bahan cairan atau mudah terbakar. Penyusunan barang-
barang di dalam gudang berdasarkan FIFO (first in first out), FEFO
(first expired first out) dan alfabetis, dilengkapi dengan alat
pengatur udara dan kelembaban.
f. Gudang pengemas, untuk menyimpan master box, unit box barang
jadi.
c) Sub Departemen Pengendalian dan Pemeliharaan Material
(Dalharmat)
Departemen ini bertugas melaksanakan pengendalian dan
pemeliharaan material, meliputi alat produksi, alat laboratorium dan
alat-alat pendukung lainnya. Untuk melaksanakan perbaikan
maupun pemeliharaan alat, terlebih dahulu bagian yang
membutuhkan pemeliharaan mengisi buku permohonan perbaikan
pemeliharaan, kemudian sub departemen Dalharmat akan
melakukan perbaikan atau pemeliharaan sesuai dengan kebutuhan.
Apabila memungkinkan, perbaikan akan dilakukan di tempat oleh
petugas Dalharmat. Apabila tidak, maka perlu diatur jadwal untuk
dibawa keluar atau memanggil petugas ahli atas perintah Kepala
Lafial. Apabila telah selesai perbaikan, mengisi buku terima selesai
perbaikan. Apabila alat atau mesin yang rusak tidak dapat diperbaiki
baik oleh pihak dalam maupun luar maka sub departemen Dalharmat
akan mengeluarkan surat permohonan pembelian barang untuk
mengganti alat yang rusak tersebut. Setiap mesin yang berada di
bawah tanggung jawab sub departemen Dalharmat mempunyai kartu
pelaporan kerusakan dan pemeliharaan alat yang ditempelkan pada
mesin tersebut.
d) Departemen Pendidikan Pelatihan dan Pengembangan (Diklitbang)
Departemen Pendidikan Pelatihan dan Pengembangan bertugas
menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kefarmasian untuk
melaksanakan produksi, farmasi matra laut, farmasi militer, pendidikan
dan latihan tenaga kefarmasian serta menyusun rencana dan program
pelaksanaannya.
Departemen Pendidikan Penelitian dan Pengembangan terdiri dari
dua sub departemen yaitu :
1) Sub departemen Pendidikan dan Pelatihan
Sub departemen ini bertugas menyiapkan dan
melaksanakan pendidikan dan pelatihan personil di bidang farmasi.
2) Sub departemen Penelitian dan Pengembangan
Sub departemen ini yang mengurus, menyiapkan serta
melaksanakan uji coba dalam rangka pengembangan produksi dan
penelitian farmasi matra laut untuk mendukung kegiatan operasi
militer khusus di laut, memantau perkembangan ilmu matra laut
serta melakukan uji coba dan latihan.
Departemen Pendidikan Penelitian dan Pengembangan
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan uji coba untuk menyempurnakan dan
mengembangkan produksi obat LAFIAL.
b. Melaksanakan uji coba bidang obat-obatan, sediaan farmasi dan
kimia lainnya khas matra laut guna mendukung operasi dan latihan
TNI.
c. Melaksanakan pengambilan, penyimpanan dan pengamatan setiap
item produk secara berkala dalam rangka melaksanakan validasi
mutu.
d. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan pendidikan bagi
mahasiswa yang melakukan penelitian dan praktek kerja lapangan
di Lafial.
e. Melanjutkan kegiatan peningkatan pengetahuan dan pelatihan
tentang ilmu farmasi khususnya di bidang CPOB bagi karyawan
Lafial dalam rangka meningkatkan ketrampilannya.
f. Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan
Lafial/Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI AL/TNI lainnya
untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan farmasi.
g. Mendidik tenaga pelayanan perpustakaan dan melengkapi buku
referensi atau literatur di bidang farmasi dan kimia.
III.4 Sumber Daya Manusia
Personil di Lafial memiliki kualifikasi pendidikan Apoteker, Asisten
Apoteker, Sarjana Administrasi, Analis Kesehatan, pendidikan umum dan
pendidikan khusus. Berdasarkan status pegawai ada 3 golongan yaitu
militer, Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil (honorer).
Waktu kerja di Lafial adalah sebagai berikut :
Hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis : pukul 07.00 – 14.30 WIB
Hari Jumat : pukul 07.00 – 15.00 WIB
Setiap pagi sebelum memulai kegiatan dan sore setelah melakukan
kegiatan dilakukan apel yang diikuti oleh seluruh personil Lafial. Khusus
hari Selasa dan Jumat pagi diadakan olahraga yang dilakukan di Senayan.
Jumlah personil disemua bagian hendaknya memiliki cukup pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan sesuai bidangnya, memiliki kesehatan mental
dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara
profesional sebagaimana mestinya, serta mempunyai sikap dan kesadaran
tinggi untuk melaksanakan tugas sesuai CPOB.
III.5 Lokasi Gedung dan Sarana Produksi
Lafial terletak pada persimpangan jalan besar, yaitu Jl. Gatot
Subroto, tepatnya berada di Jl. Bendungan Jatiluhur No. 1 Jakarta
Pusat. Sebelah selatan dibatasi dengan Jl. Farmasi, sebelah barat
dengan Lembaga Kedokteran Gigi TNI AL (Ladokgi), sebelah utara
dibatasi oleh Sekesal Jakarta dan sebelah timur dibatasi dengan Jl.
Bendungan Jati Luhur. Lafial dibangun diatas tanah seluas 0,65 hektar
dengan luas bangunan kurang lebih 2.650 meter persegi.
Bangunan berbentuk segi lima, terdiri dari dua lantai meliputi
ruang produksi beta laktam terdiri dari 17 ruang, ruang produksi non
beta laktam terdiri dari 5 ruang, ruang pendidikan, aula, gudang terdiri dari
6 ruang, ruang Kepala Lafial, ruang rapat, ruang administrasi, ruang teknik,
ruang pemegang kas, ruang tamu, ruang perpustakaan, kantin, ruang ganti,
ruang lab terdiri dari 3 ruangan (lab kimia, lab instrumen, labmikrobiologi),
dan mushola.
Ruang dan Peralatan Produksi Lafial yang meliputi produksi Beta
Laktam dan Non Beta Laktam.
1. Ruang Produksi Beta Laktam
Ruang produksi Beta Laktam terpisah dengan ruang produksi
Non Beta Laktam. Tekanan udara dibuat negatif dengan dialirkan secara
efektif dari koridor ke ruangan pengolahan. Ruang ini sesuai dengan
fungsinya terdiri dari air shower, ruang penimbangan, ruang
pencampuran, ruang granulasi kering, ruang pengering, ruang cetak
tablet, ruang isi kapsul, ruang isi sirup kering, ruang produk antara,
ruang produk ruahan, ruang stripping, ruang pengemas, ruang in
proces control, ruang pencucian alat dan ruang administrasi. Peralatan
produksi yang ada di ruang produksi beta laktam adalah timbangan,
mesin kapsul otomatis Zanasi, mesin cetak tablet JCMCO Double
Layer, mesin cetak tablet Wilhem Fette, mesin granulasi kering
Communiting Mill Rimex Model RM 300, mesin isi kapsul semi
otomatis Forecma, mesin penghitung Cheng New, mesin kemas
sekunder, mesin Mixing Drum Power Hang Yuh dan mesin cuci botol.
2. Ruang Produksi Non Beta Laktam
Ruangan ini memiliki tekanan udara positif. Udara dialirkan
secara efektif dari ruang pengolahan ke koridor melalui HEPA
filter. Ruang pengolahan di bagian ini sesuai dengan fungsinya
seperti ruang timbang, ruang antara, ruang pencampuran, ruang isi
kapsul, ruang cetak tablet, ruang produk ruahan, ruang pengering,
ruang granulasi kering, ruang IPC, ruang pencucian administrasi,
ruang produk antara, ruang stripping dan ruang pengemas.
Peralatan yang ada di ruang produksi non beta laktam adalah
timbangan, mesin pencampur serbuk Kikusui, mesin super mixer
Jan Chuang, mesin pencetak tablet Wilheim Fette, mesin pencetak
tablet JCMCO Double Layer, mesin pencetak tablet Courtoy Layer,
mesin granulasi kering Kikusui, alat uji kerapuhan Erweka TA3R,
alat uji kekerasan Erweka Apparatebau, mesin penyalut film Thai
coater-25, mesin pengisi kapsul semi otomatis Forecma, mesin emulsi
mixing salep Minoga HS 100S, mesin pengisi salep Ganzhorn
Gasti, mesin pengisi sirup Jih Cheng, mesin pemanas air Vasel Double
Jacked Pharmeq, mesin strip tablet Single Roll Nam Lyon, mesin strip
tablet Chentai Roc, mesin tablet Single Roll Chung Yung, mesin
pengemas sekunder Labelling Jih Cheng, mesin penutup botol Jih
Cheng, mesin cuci botol semi Automatic Rotary Forecma, mesin
Counting Cheng New dan mesin pengering botol Pharmeq. Produk-
produk yang dihasilkan adalah:
a. Obat Dalam
Sediaan padat terdiri dari : kapsul Amoksisilin
250 mg dan 500 mg, kapsul kloramfenikol 250 mg, tablet/kaplet
Antidiare, tablet Antiinfluenza, tablet Amoksilin 250 mg, tablet
Antalgin 500 mg, tablet Immodial, tablet maag, tablet Parasetamol,
tablet Ponstal, Sulfatrim, Vitaneuron, Vitarma, Diklofal SR, kapsul
Tetrasiklin 250 mg, tablet captropil 25 mg, piroxicam 20 mg,
cefadroksil 500 mg tablet, tablet imodiol, tablet Isodaksol. Sediaan
cair yaitu Cough syrup, syrup Diphenhydramin, dan syrup
Parasetamol.
b. Obat Luar
Sediaan semi padat terdiri dari salep Khloramfenicol,
Hidrokortison krim, Chloracort krim, Gentamisin krim, dan
Ketokonazol krim. Sediaan cair yaitu Povidon.
c. Farmasi Matra Laut dan Farmasi Militer
Pasta penyamaran
III.6 Unit Pengolahan Limbah
Salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh sebuah
industri farmasi adalah masalah limbah. Lafial menyadari dampak yang
ditimbulkan oleh limbah tersebut terhadap lingkungan sehingga
melakukan penanganan khusus terhadap limbah-limbah yang dihasilkan.
Tujuan adanya sistem penanganan limbah adalah untuk menghindari
pencemaran air tanah serta menghindari penyebaran kuman patogen.
Limbah yang dihasilkan oleh Lafial berupa limbah padat dan cair.
Upaya penanganan limbah yang dilakukan terdiri dari:
1. Upaya Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan berupa wadah atau pengemas
bahan baku yang digolongkan ke dalam bahan beracun dan berbahaya
serta debu-debu industri baik dari produksi beta laktam maupun non beta
laktam. Limbah tersebut dikumpulkan melalui dust collector yang ada di
ruang produksi. Selanjutnya limbah tersebut dibakar menggunakan
incenerator, bekerjasama dengan Rumah Sakit AL Mintohardjo.
2. Upaya Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair berasal dari proses produksi, baik beta laktam
maupun non beta laktam, pencucian botol dan alat laboratorium. Semua
limbah cair tersebut dialirkan dan diproses melalui Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL). Khusus untuk limbah cair dari unit produksi beta
laktam sebelum diproses melalui IPAL terlebih dahulu diinaktivasi untuk
memecah cincin beta laktam dengan penambahan NaOH sampai dengan
pH 8-10. Setelah dinetralkan dengan penambahan HCl dan didiamkan
selama 2-3 jam, limbah tersebut lalu dialirkan dan digabung dengan
limbah cair non beta laktam untuk diproses lebih lanjut. Pada proses
pengolahan limbah cair ini terdapat tahapan aerasi limbah dengan aerator
yang berisi bakteri aerob. Hal ini dimaksudkan agar bakteri aerob dapat
hidup sehingga dapat membantu penguraian limbah. Setelah diaerasi,
limbah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kolam yang di
dalamnya terdapat ijuk dan karbon aktif, dan kemudian diaerasi lagi
dengan aerator. Limbah cair tersebut kemudian dialirkan ke kolam
yang di dalamnya terdapat indikator hidup yaitu ikan mas. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah limbah tersebut sudah aman
bagi mahluk hidup. Terakhir, setelah dinyatakan aman bagi
lingkungan hidup, limbah cair tersebut dialirkan ke saluran irigasi
yaitu ke sungai Ciragil.
3. Pengelolaan Laboratorium
Salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh sebuah
industri farmasi adalah masalah pemeliharaan laboratorium. Lafial
mempunyai 3 laboratorium yang digunakan untuk menguji sampel bahan
baku dan bahan jadi yang terdiri dari:
a. Laboratorium Mikrobiologi
Digunakan untuk melakukan pengujian bahan yang setengah jadi, dan
pengujian bahan baku sesuai sertifikat analisa. Contohnya: erytromicin
dilakukan uji daya hambatan/potensi dengan menggunakan
cawan/petridish.
b. Laboratorium Kimia
Digunakan untuk melakukan pengujian analisa kuantitatif. Contoh
alatnya yaitu : Exicator, Frlability Tester Vanderkamp, Thermolyne
1400 Furnance, Rotary Shaker, Mesin Dissoultion, Jurgen(Pengukur
titik Lebur)
c. Laboratorium Instrumen
Digunakan untuk melakukan pengujian waktu alir, kekerasan tablet,
keregasan tablet, waktu hancur, disolusi, dan menentukan kadar logam.
Contoh alatnya yaitu : Spektrofotometri UV-VIS, HPLC, AAS,
Temperature Control and Humadity Chamber dan GCMS.
BAB IV
PEMBAHASAN
Industri farmasi berperan dalam pengadaan sediaan farmasi yang aman, efektif
dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang
kesehatan. Pemerintah memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas
hidup masyarakat salah satunya dengan mengupayakan penerapan cara produksi
obat dengan pengawasan dan jaminan mutu yang ketat. Hal ini diperlukan, untuk
memastikan agar mutu produk obat yang dihasilkan sesuai dengan yang tercantum
dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Berdasarkan peraturan pemerintah tentang pelaksanaan CPOB di lingkungan
industri farmasi nasional, Lafial melakukan kegiatan pembenahan dalam rangka
menuju industri farmasi yang sesuai standar CPOB tahun 1988. Sesuai dengan
keputusan Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/X/II/1998, Lafial memperoleh
pengakuan dari Departemen Kesehatan pada tahun 1998 berupa sertifikat CPOB
yaitu 14 item, sediaan padat dan cair.
Lafial merupakan salah satu unit pelaksana teknis Diskesal (Dinas kesehatan
angkatan laut). Lafial mempunyai tugas pokok dalam memproduksi obat-obatan,
khususnya untuk anggota TNI Angkatan Laut beserta keluarganya dan instansi
lain yang terkait. Produksi yang dilaksanakan Lafial menggunakan dana APBN,
oleh sebab itu Lafial merupakan industri farmasi yang tidak berorientasi pasar
ataupun bisnis mencapai keuntungan (non-profit oriented). Proses produksi di
Lafial melalui perintah dari Mabesal kemudian ke Diskesal dan diterima serta
59
dikerjakan di Lafial. Obat-obatan yang diproduksi Lafial merupakan me too
product yaitu obat yang dibuat dengan mencontoh sediaan yang telah beredar di
pasaran.
Struktur organisasi di Lafial terdiri dari seorang kepala Lafial yang berbasis
pendidikan Apoteker dan terdiri dari empat departemen yang dipimpin oleh
kepala departemen yang berbasis pendidikan Apoteker, ke empat departemen
tersebut adalah Departemen Produksi, Departemen Wastu yang sama dengan QC
(Quality Control), Departemen Pendidikan Penelitian dan Pengembangan yang
sama dengan R&D (Research and Development) dan Departemen Matkes yang
sama dengan PPIC (Production Planning and Inventory Control). Setiap
departemen terdiri dari beberapa sub departemen yang mempunyai tugas,
wewenang dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Sesuai dengan persyaratan CPOB
tahun 1988, personalia merupakan suatu faktor yang penting untuk menjamin
mutu produk yang dihasilkan, oleh karena itu perlu adanya peningkatan kualitas
dari karyawan baik dalam bentuk pendidikan, pelatihan dan seminar-seminar
tentang CPOB sehingga profesionalisme dalam bekerja dapat meningkat dan
tercipta perilaku yang mencerminkan CPOB.
Pengadaan bahan baku dilaksanakan oleh Staf Dinas Kesehatan Pusat AL
(Diskesal). Pengadaan didasarkan pada formula yang disusun oleh Lafial dengan
spesifikasi teknis dari masing-masing bahan yang telah ditentukan oleh
Departemen Pendidikan Penelitian dan Pengembangan dan Departemen
Pengawasan Mutu sebagai anggotanya. Pengadaan ini sering tidak sesuai dengan
jumlah yang sudah direncanakan karena disesuaikan dengan dana atau anggaran
yang tersedia sehingga dibuat skala prioritas. Sedangkan pengadaan bahan
penolong, dan bahan pengemas (primer, sekunder, tersier) dilakukan oleh Lafial
langsung berdasarkan lelang atau ternder. Pemasok bahan tersebut harus
mengikuti spesifikasi yang ditetapkan oleh Lafial.
Perencanaan produksi obat jadi dilakukan sekali dalam satu tahun. Rencana
produksi obat Lafial disusun atas dasar laporan data kebutuhan obat dari fasilitas
pelayanan kesehatan angkatan laut di daerah-daerah di seluruh indonesia yang
diolah melalui hasil Rapat Panitia Kerja untuk menetapkan jenis dan jumlah obat
yang akan diproduksi oleh Lafial serta disesuaikan dengan kemampuan anggaran
yang tersedia, kemudian diserahkan kepada Diskesal. Diskesal selanjutnya akan
membuat Rencana Produksi dan mengambil keputusan kegiatan produksi yang
akan dilaksanakan oleh Lafial. Perencanaan produksi didasarkan pada data
kebutuhan obat dari bagian pelayanan, persediaan pada awal tahun anggaran dan
anggaran pemerintah sehingga produksi obat di Lafial sangat terbatas. Tetapi di
lain pihak ketersediaan mesin dan kapasitasnya berlebih. Kapasitas yang berlebih
ini dimanfaatkan Lafial dengan cara mengadakan kerjasama dengan industri
farmasi lain yang memerlukan sarana, fasilitas maupun tempat untuk
memproduksi suatu sediaan obat. Dana yang diperoleh dimanfaatkan untuk
kesejahteraan anggota, investasi alat, pemeliharaan alat dan menambah kebutuhan
anggaran rutin. Bentuk kerjasama yang dilakukan berupa produksi obat,
pengemasan, dan pengawasan mutu obat.
Proses produksi yang dilaksanakan berdasarkan pada SPP (Surat Perintah
Produksi). Selanjutnya bagian produksi melaksanakan produksi untuk semua
produk yang telah direncanakan berdasarkan Standard Operating Procedure
(SOP) dari tiap produk yang telah ada. Setiap langkah serta tahapan kerja dicatat
pada lembaran kerja yang ditanda tangani oleh petugas pelaksana sebagai
dokumentasi. Dokumentasi merupakan suatu sistem informasi yang penting pada
suatu industri farmasi yang menjadi faktor penting dalam menjalankan CPOB.
Dokumentasi berfungsi untuk memudahkan penelusuran sejarah produk bila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan serta untuk mengantisipasi terjadinya
kesalahan. Seluruh kegiatan produksi dan pendukungnya mulai dari bahan baku
hingga obat jadi harus mengikuti alur dokumentasi. Sistem dokumentasi di Lafial
sudah cukup baik, salah satunya adalah batch record yang memuat seluruh
dokumentasi produksi mulai dari penimbangan awal sampai peralatan dan juga
terdapatnya buku induk bahan baku yang masuk (yang sudah lulus) serta buku
induk dari semua pengujian bahan baku maupun obat jadi secara fisika (uji
keregasan, kekerasan, waktu hancur) maupun kimia (uji penetapan kadar, titik
lebur, penetapan kadar).
Pengawasan mutu di Lafial dilakukan oleh Departemen Pengawasan Mutu
(Wastu) yang identik dengan Quality Control (QC) untuk menjamin kualitas
produk yang dihasilkan. Departemen Wastu terdiri dari tiga sub bagian yaitu sub
departemen Laboratorium Analisa Instrumen, Laboratorium Kimia, dan sub
departemen Laboratorium Mikrobiologi. Masing-masing sub departemen tersebut
memiliki ruang yang terpisah, penanggung jawab dengan fungsi dan tugas sendiri-
sendiri.
Departemen Wastu mempunyai tugas utama melakukan pengawasan agar
produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu. Pengujian mutu
dimulai dari barang masuk sampai menjadi produk jadi dan selama proses
produksi berlangsung dilakukan in process control (IPC) untuk menjamin mutu
produk yang dihasilkan. Setiap bahan baku diuji terhadap spesifikasi, identitas,
kualitas dan persyaratan lain.
Departemen pengawasan mutu melakukan pengujian yang meliputi semua
fungsi analisis termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan
baku, produk antara, produk ruahan, kemasan, obat jadi, program uji stabilitas,
validasi, dokumentasi dari suatu batch, penyimpanan contoh pertinggal,
penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku bagi setiap bahan dan
produk termasuk metode pengujiannya. Bahan baku sebelum masuk gudang
dikarantina dan diperiksa terlebih dahulu oleh departemen Wastu, jika memenuhi
syarat bahan baku diberi label berwarna hijau (lulus) dan jika tidak memenuhi
syarat diberi label warna merah (tidak lulus) kemudian dikembalikan ke supplier.
Bahan baku yang telah disimpan lebih dari 6 bulan sebelum digunakan diperiksa
ulang oleh departemen Wastu. Standar yang digunakan untuk pemeriksaan adalah
CA (Certificate of Analysis), Farmakope Indonesia Edisi III dan IV serta standar
Lafial. Departemen Wastu berhak menolak penggunaan bahan baku jika tidak
potensial dan tidak memenuhi sertifikat analisa bahan baku. Obat yang
dikembalikan karena klaim dari pemakai mengenai kualitas dan keefektifannya
maka departemen Wastu akan melakukan analisis secara fisika, kimia maupun
mikrobiologi dan hasil analisis dicocokkan dengan sampel pertinggal. Selama ini
keluhan yang ditujukan kepada Lafial, hanya terbatas pada kerusakan fisik karena
faktor penyimpanan.
Bangunan pabrik di Lafial secara keseluruhan telah memenuhi ketentuan
CPOB. Setiap tahapan dalam proses produksi dilakukan dalam ruangan tersendiri
dan terpisah. Bangunan pada ruangan produksi Lafial (dinding, lantai dan langit-
langit) telah dilapisi dengan epoksi, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka
sehingga mudah dibersihkan. Lantai di daerah pengolahan dibuat dari bahan
kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan
efisien. Sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah kritis
berbentuk lengkungan. Lafial hanya memproduksi sediaan non steril (tablet,
kaplet, kapsul, salep dan sirup).
Secara keseluruhan ruangan produksi di Lafial dinilai cukup baik, hal ini dapat
dilihat dari bangunan produksi di Lafial yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
ruang untuk produksi beta laktam dan non beta laktam. Kedua ruang produksi
tersebut berada dalam satu bangunan tetapi keduanya sudah dipisahkan dengan
sekat dan sistem pengelolaan udara yang terpisah. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang oleh atau bahan lain. Ruangan produksi
digolongkan pada ruang kelas III ( grey area) seperti ruang penimbangan, Gudang
terletak dalam satu bangunan dengan ruang produksi yang dipisahkan oleh ruang
antara. Hal ini untuk memudahkan aliran bahan baku ataupun produk jadi.
Gudang penyimpanan dilengkapi dengan air conditioner untuk mencapai kondisi
yang mendukung penyimpanan (suhu dan kelembaban). Penyimpanan barang di
gudang Lafial masih perlu penyempurnaan, namun hal tersebut tidak menjadi
masalah yang berarti, karena gudang yang tersedia berfungsi sebagai depo yang
bersifat sementara. Gudang penyimpanan bahan baku non beta laktam dan beta
laktam belum dipisah.
Secara umum peralatan di ruang produksi telah memenuhi persyaratan CPOB.
Sebagian besar peralatan di ruang produksi terbuat dari bahan stainles steel yang
bersifat inert. Peralatan dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan untuk proses
produksi dan diberi tanda “TELAH DIBERSIHKAN”. Peralatan yang digunakan
untuk produksi divalidasi namun tidak secara berkala, tepatnya apabila terjadi
sebuah kasus. Peralatan produksi yang digunakan kebanyakan memiliki usia yang
relatif tua, tetapi dengan pemeliharaan dan perbaikan yang dilakukan oleh
Departemen Pengendalian dan Pemeliharaan Material, maka produktifitas
peralatan tetap optimal dalam arti tetap menghasilkan mutu produk yang baik.
Bila ada kerusakan mendadak maka akan ditangani oleh bagian Departemen
Pengendalian dan Pemeliharaan Material, jika kerusakan tidak bisa juga diatasi
maka akan meminta bantuan teknisi dari luar.
Fasilitas kebersihan yang tersedia sudah cukup memadai, telah tersedia tempat
cuci tangan pada daerah tempat penyimpanan tas dan sepatu (ruang ganti) yang
dimaksudkan supaya karyawan selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah
memasuki ruang produksi. Untuk menjaga mutu produk, Lafial juga melarang tiap
orang baik karyawan maupun pengunjung yang berada dalam area produksi,
laboratorium Wastu, area gudang dan area lain yang memungkinkan dapat kontak
dengan produk untuk makan, minum atau merokok karena dikhawatirkan
berdampak terhadap mutu produk. Berkaitan dengan masalah pengawasan
lingkungan, Lafial juga telah melakukan pengolahan limbah.
Limbah yang dihasilkan oleh Lafial terdiri dari tiga jenis limbah yaitu limbah
padat, cair dan gas. Limbah padat yang berupa kertas-kertas kantor, wadah-wadah
karton bahan baku dan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) seperti debu-debu
yang dihasilkan selama proses produksi dikumpulkan di kantong plastik atau ke
dalam dust collector kemudian dimasukkan dalam incenerator untuk dibakar.
Dalam hal ini Lafial bekerja sama dengan Rumah Sakit AL Mintohardjo. Limbah
gas yang dihasilkan oleh laboratorium tidak mengalami pengolahan lebih lanjut,
hanya dialirkan melalui lemari asam. Sedangkan limbah cair yang mengandung
antibiotik golongan beta laktam ditampung dalam suatu bak penampung, begitu
juga dengan limbah cair non beta laktam. Kedua macam limbah cair tersebut
dicampur dan ditampung dalam bak penampung yang dilengkapi dengan aerator.
Dalam pengolahan limbah cair tersebut dilakukan aerasi ulang (dua kali aerasi)
lalu ditampung dalam bak penampung yang lebih besar. Keamanan air limbah
dalam bak penampungan dapat dibuktikan dengan peliharaan ikan mas, bila ikan
tersebut hidup maka air dapat dinyatakan aman untuk mahluk hidup. Air akan
dialirkan ke sungai Ciragil tidak akan membahayakan masyarakat yang tinggal di
sekitar sungai ciragil.
Selain memproduksi obat-obatan untuk kalangan TNI AL, Lafial juga telah
melaksanakan pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak yaitu dengan
mengadakan kerja sama dengan industri farmasi lain. yang memerlukan sarana,
fasilitas dan tempat untuk memproduksi, mengemas atau labeling suatu sediaan
obat. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak antara industri Lafial dengan
Industri Farmasi tersebut. Dibuat dalam kontrak tertulis yang meliputi
penanggung jawab pengadaan, pengujian dan pelulusan bahan, produksi dan
pengendalian mutu termasuk pengawasan selama proses, penanggung jawab
pengambilan sampel dan fungsi analisis pembuatan obat yang dikontrakkan dan
semua pengaturan teknis terkait.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker
pada di Lembaga Farmasi Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Industri Farmasi Lafial dalam memproduksi obat-obatan telah
mengacu dan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
tahun 1988.
2. Dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa calon apoteker dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya di bidang farmasi
industri serta melihat secara langsung pelaksanaan CPOB di lapangan
dan permasalahan yang sering dijumpai pada proses pembuatan obat
serta mencari solusi untuk mengatasinya.
52
V.2 Saran
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi, ada
beberapa saran yang penting untuk diperhatikan agar kualitas produk yang
dihasilkan dapat lebih baik, antara lain:
1. Saat ini Lafial masih mengacu dan menerapkan CPOB tahun 1988,
sebaiknya industri farmasi saat ini harus sudah mengacu kepada CPOB
tahun 2006.
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas saran dan prasarana seperti
melakukan perawatan dan peremajaan mesin-mesin produksi agar lebih
dapat menunjang proses dan hasil produksi yang lebih akurat, aman
dan bermutu.
3. Karena tidak adanya QA ( Quality Assurance ) secara terstruktur yang
menyebabkan tugas dan fungsi masih menjadi tanggung jawab QC /
Wastu maka disarankan adanya QA ( Quality Assurance ) dalam
struktur organisasi, untuk memperjelas tugas pokok dan fungsi
sehingga tidak terjadi tumpang tindih tanggung jawab antara QA dan
QC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Priyambodo,B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama,
Yogyakarta.
2. Anonim, 2010, Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799 / Menkes / per / XII /
2010, Tentang Industri Farmasi, Departemen Kesehatan RI Jakarta
3. Anonim, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), Badan Pengawas
Obat Dan Makanan, Jakarta
4. Anonim, 2009, Undang-undang No 36 / 2009, Tentang Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI Jakarta
Lampiran 1. Denah Lokasi LAFIAL Drs. Mochamad Kamal
Keterangan gambar:
Lokasi LAFIAL
Lampiran 2. Denah Ruangan Produksi BetaLaktam Dan Non Beta Laktam
Lampiran 3. Denah Ruangan Laboratorium
Lampiran 4. Sertifikat Analisa
SERTIFIKAT ANALISA
DINAS KESEHATAN TNI AL LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL
Alamat : Jl. Bendungan Jatiluhur, Jakarta No………………….
Telp : No. 581912-581913 Lembar ke
SERTIFIKAT ANALISA
No. analisa:
Dasar :
Data-Data Contoh :
Nama/ Jenis Contoh : Contoh dikirim/
No. Batch/ Kode/ Merk : diambil dari :
Pemerian/ Kemasan : Tanggal Pengiriman/
Pengirim/ Pengambilan Contoh : pengambilan :
Tanggal Pemeriksaan:
HASIL PEMERIKSAAN
Kesimpulan :
Mengetahui, Jakarta,
Kepala Lafial Kepala Departemen Pengawasan Mutu
(…………………….) (……………………….)
Catatan: Sertifikat Analisa ini tidak untuk diumumkan
Lampiran 5. Surat Perintah Produksi
SURAT PERINTAH PRODUKSI (SPP)
Lampiran 5. Label Tanda Tidak Lulus dan Tanda Lulus Pemeriksaan
DINAS KESEHATAN TNI AL SURAT PERINTAH PRODUKSI
Laf LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL Nomor SPP : /SPP/ / 2011/lafial
Tanggal :
No. Batch :
Diperintahkan kepada : 1. Kepala Departemen Produksi
2. Kepala Departemen Pengawasan Mutu
3. Kepala Departemen Matkes
Untuk memproduksi :
No Nama Obat Bentuk
Ukuran Jumlah
Ukuran
Bruto Massa
Mulai Dibuat
Tanggal
Bahan – bahan
No Nama Obat Bentuk
Ukuran Jumlah
Ukuran
Bruto Massa
Mulai Dibuat
Tanggal
Tembusan :
a. Kasubdep Renprod Mengetahui
b. Kasubdep Depoprod Kepala Lafial Drs.Mochamad Kamal
c. Kasubdep Kemas
Lampiran 6. Label Pelulusan Bahan
LABEL TANDA TIDAK LULUS PEMERIKSAAN
TIDAK LULUS
NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :
TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 011/LAFI
LABEL TANDA LULUS PEMERIKSAAN
LULUS
NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :
TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 011/LAFI
Lampiran 7. Kartu Persediaan.
SURAT PERINTAH PENGELUARAN BARANG
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W Q Y Z
DINAS KESEHATAN TNI AL LEMBAR :
LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL
TEMPAT PENYIMPANAN
GUDANG MATERIAL KESEHATAN
KARTU PERSEDIAAN
Nama Material :…………………………. Kode / Seri
:……………………………
Satuan :…………………………. Golongan
:……………………………
Merk/ Mutu :………………………………………………………………………….
Harga Satuan :………………………………………………………………………….
Tempat Disimpan Gudang No……………..Almari/Rak………………………………...
Tgl Nomor
Uraian
(dari/kepada)
Jumlah Ket Bukti
penerimaan Bukti
Pengeluaran Diterima Dikeluarkan Sisa
1 2 3 4 5 6 7 8
Lampiran 8. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kimia Farmasi ( Kapsul Dan
Tablet )
DINAS KESEHATAN TNI-AL kapsul )
LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL Tablet *)
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM KIMIA FARMASI
Nomor :…………………………………………
Dasar : ………………………………………………………………………………
I. Keterangan contoh
1. Asal : ………………………. 4. Jumlah : ………………………
2. Nama/Jenis : ………………………. 5. Wadah : ………………………
3. No.batch/kode/merk : ………………………. 6. Penandaan : ……………………….
II. Pengambilan contoh
1. Tanggal pegambilan/pengiriman *) contoh : ………............................................
2. Nama pengambil/pengirim *) contoh : ………............................................
III. Pemeriksaan
1. Tanggal pemeriksaan : ………............................................
2. Tanggal selesai pemeriksaan : ………............................................
IV. Hasil pemeriksaan contoh : ………............................................
No Test Syarat Cara Hasil
1 Pemerian
2 Identifikasi
3 Penetapan kadar
4 Bobot rata-rata
5 Variasi bobot
6 Daya hancur
7 Kekerasan
8 Keregasan
9 Kebocoran
10 Lain-lain
V. Kesimpulan :…………………………………………………………………….
KASUBDEP LAB KIMIA FARMASI Jakarta, ……………….
Yang memeriksa
KEPALA DEPARTEMEN PENGAWASAN MUTU
Lampiran 9. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kimia Farmasi (Cairan dan
Salep)
DINAS KESEHATAN TNI AL Cairan *)
LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL Salep *)
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM KIMIA FARMASI
Nomor :…………………………………………
Dasar : ………………………………………………………………………………
I. Keterangan contoh
1. Asal : ……………………… 4. Jumlah : ………………………
2. Nama/Jenis : ……………………… 5. Wadah : ………………………
3. No.batch/kode/merk : ……………………… 6. Penandaan : ………………………
II. Pengambilan contoh
1. Tanggal pegambilan/pengiriman *) contoh : ……………………………………
2. Nama pengambil/pengirim *) contoh : ……………………………………
III. Pemeriksaan
1. Tanaggal pemeriksaan : ……………………………………
2. Tanggal selesai pemeriksaan : ……………………………………
IV. Hasil pemeriksaan contoh : ……………………………………
No Test Syarat Cara Hasil
1 Pemerian
2 Identifikasi
3 Penetapan kadar
4 Bobot rata-rata
5 Variasi bobot
6 Daya Sebar
7 Kekerasan
8 Keregasan
9 Kebocoran
10 Lain-lain
V. Kesimpulan : …………………………………………………………………….
KASUBDEP LAB KIMIA FARMASI Jakarta,……………………….
Yang memeriksa
KEPALA DEPARTEMEN PENGAWASAN MUTU
Lampiran 10. Bukti Pengeluaran Barang
B U K T I P E N G E L U A R A N
Telah dikeluarkan barang-barang tersebut dibawah ini kepada :
Berdasarkan : Tanggal :
No Nama Barang Satuan Jumlah Merck/Asal No.batch
Model/Type
Ex. Date
No. Seri Keterangan
Yang menerima Yang mengeluarkan
Kasubdep Depo Prod Kadep Matkes
Mengetahui
Kepala Lafial Drs. Mochamad Kamal
Lampiran 11. Permintaan Untuk Terima (PUT)
DINAS KESEHATAN TNI AL Dari :
LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL Kepada:
Tanggal:
PERMINTAAN UNTUK TERIMA
Berdasarkan : ………………………………….
No Nama barang Satuan Jumlah Persediaan Acc. diberikan Ket
Mengetahui Yang mengajukan
Lampiran 12. Surat Perintah Pengeluaran Barang
SURAT PERINTAH PENGELUARAN BARANG
DINAS KESEHATAN TNI AL LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL
SURAT PERINTAH PENGELUARAN BARANG
NOMOR : SPBB / / / /LAFIAL
Pertimbangan : Dipandang perlu mengeluarkan Surat Perintah untuk
mengeluarkan barang dari gudang Depo Prod Lafial
Dasar : Kepentingan dinas
A. DIPERINTAHKAN
Kepada :
Untuk : 1. Mengeluarkan obat jadi produk lafial berupa
No Nama Obat No . Batch Satuan Jumlah Ex.date Ket
: 2. Melaksanakan perintah ini dengan seksama dan penuh rasa tanggung
jawab
Dikeluarkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 2010
Kepala Lafial Drs.Mochamad Kamal
Tembusan
1. Kasubdep Renprod
Lampiran 13. Bukti Pengeluaran Obat Jadi
BUKTI PENGELUARAN OBAT JADI
DINAS KESEHATAN TNI AL LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL
BUKTI PENGELUARAN OBAT JADI
NO : Bran. / / Lafial
Dasar : Surat Perintah Kalafial No: SPPB. / / Lafial
Tanggal
Pada hari ini telah dikeluarkan obat jadi seperti tersebut dibawah ini
Kepada : KA. GUDANG MATKES DISKESAL
No. Nama Obat No.
Batch Satuan Jumlah Ex. date Ket
Yang menerima Yang mengeluarkan
KASUBSI DISMATKES DISKESAL KASUBDEP DEPO PROD LAFIAL
Mengetahui Mengetahui
KASI P2 MATKES DISKESAL Kepala Lafial Drs.Mochamad Kamal
Lampiran 14. Kartu Laporan Kerusakan dan Pemeliharaan Alat
KARTU LAPORAN KERUSAKAN
DAN PEMELIHARAAN ALAT
DINAS KESEHATAN TNI AL
LAFIAL DRS.MOCHAMAD KAMAL
KARTU LAPORAN KERUSAKAN
DAN PEMELIHARAAN ALAT
NOMOR ALAT :
Laporan kerusakan Pelaksanaan Pemeliharaan / Perbaikan
Tanggal Kerusakan Nama &
Paraf
Pelapor
Tanggal Pelaksanaan
Pemeliharaan
& Perbaikan
Nama & Paraf
Penaggung Jawab
Perbaikan &
Pemeliharaan
1 2 3 4 5 6
84
Lampiran 15. Alur Pengolahan Limbah Cair Lafial Drs. Mochamad Kamal
85
Lampiran 16. Lay Out IPAL Betalaktam dan Biofilter
86
Lampiran 30. Sertifikat CPOB
87
Lampiran 31. Sertifikat CPOB yaitu 14 item sediaan padat dan cair