laporan identifikasi batuan piroklastik
DESCRIPTION
batuanTRANSCRIPT
Laporan Praktikum
Agrogeologi dan Mineralogi Tanah
BATUAN PIROKLASTIK
OLEH :
Nama : Riyami
Nim : G111 13 048
Kelompok : 1
Asisten : Nursyahira Binti Tahir
JURUSAN ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
I.PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang
Batuan piroklastik adalah batuan unik, hal ini dikarenakan secara genesa
kelompok batuan ini lebih dekat dengan batuan intrusif. Tetapi secara deskriptif
dan cara terjadinya memperlihatkan ciri (struktur dan tekstur) yang mirip dengan
kelompok batuan sedimen. Kelompok batuan ini didefinisikan sebagai batuan
yang dihasilkan (secara langsung) oleh aktivitas erupsi secara eksplosif dari
gunung api.
Dalam hal ini, aktivitas vulkanisme juga memberikan keuntungan positif
selain kerusakan yang diberikan. Keuntungan positif yang diberikan berupa
penambahan mineral-mineral yang kaya akan unsur hara ke dalam tanah.
Penambahan ini tentu saja akan berdampak pada peningkatan kesuburan tanah.
Batuan piroklastik sangat berbeda teksturnya dengan batuan beku. Apabila
batuan beku dari hasil pembekuan langsung dari magma atau lava, jadi dari fase
cair ke fase padat dengan hasil dua-duanya sedangkan batuan piroklastik terdiri
dari himpunan suatu material-material lepas dari bahan-bahan yang dikeluarkan
oleh gunung api yang berupa material padat berbagai ukuran, oleh karena itu
klasifikasinya berdasarkan atas ukuran butir maupun jenis butirnya.
Dibandingkan batuan beku, batuan piroklastik jauh lebih mudah melapuk,
sehingga kecepatan pelepasan hara jauh lebih besar. Padahal ditinjau dari proses
pembentukannya, keduanya dihasilkan dari aktivitas tektovulkanisme yang sama.
Oleh karena itu sangat penting untuk mempelajari sifat dan karateristik
dari setiap jenis batuan piroklastik. Hal ini berguna dalam memprediksi potensi
kesuburan lahan pada suatu wilayah, yang mana batuan piroklastik sebagai batuan
induk dari tanahnya.
I.2.Tujuan
Tujuan praktikum identifikasi batuan piroklastik adalah agar mahasiswa dapat
membedakan: jenis-jenis mineral dan golongan-golongan yang ada pada batuan
piroklastik, serta karakteristik dan genesa dari jenis-jenis batuan piroklastik.
II. METODOLOGI
II.1. Tempat dan Waktu
Praktikum identifikasi batuan piroklastik dilaksanakan di Laboratorium Fisika
Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin pada hari
Jumat, 20 November 2015 pukul 10.00-11.30 WITA.
II.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah format praktikum, penuntun
praktikum, alat tulis, penggaris dan Lup. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
sampel batuan piroklastik dan larutan HCL.
II.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja adalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan yang akan digunakan
2. Mengamati warna batuan baik warna segar maupun warna lapuk
3. Melakukan pengamatan terhadap tektur batuan dengan menggunakan Lup
4. Melakukan pengamatan terhadap komposisi material piroklastik dengan
menetesi larutan HCL pada permukaan batuan
5. Melakukan pengamatan terhadap sortasi (tingkat keseragaman butir atau
ukuran) serta mengamati kemas, roundness, porositas dan permeabilitas.
6. Memberi nama batuan berdasarkan komposisi material, tekstur dan
struktur batuan dengan tabel penamaaan batuan
7. Mencatat hasil pengamatan pada format praktikum.
3.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan pada ketujuh sampel batuan piroklastik diperoleh
beberapa sampel yang memiliki nama batuan piroklastik yang sama, nama-nama
batuan tersebut adalah lapilli (sampel 1, 2, dan 3), fine ash (sampel 4, 6, dan 7),
dan coarse ash (sampel 5).
Lapili tuff merupakan jenis batuan piroklastik memiliki suatu kenampakan
dari warna segarnya yaitu cokelat kehitaman, abu-abu, hingga hijau keabuan.
Warna lapuk pada batuan tersebut yaitu cokelat hingga kecoklatan. Kenampakan
dari suatu hubungan antara komposisi atau material dari suatu batuan disebut
tekstur. Batuan tersebut memiliki tekstur piroklastik kasar dengan ukuran butir
umumnya 64 – 2 mm. Tingkat keseragaman butirnya (sortasi) masuk dalam
kategori sedang. Kemampuan menyerap cairan (porositas) lambat, sehingga
permeabilitasnya (kemampuan melewatkan cairan) buruk. Kemas atau hubungan
antara butir pada batuan tersebut yaitu kemas terbuka
Ruondness atau tingkat bentuk kebundaran butir yaitu angular (menyudut)
namun ada juga yang sub-rounded (membundar tanggung). Sesuai dengan
pendapat Sukendar (1980), bahwa batuan ini memiliki komposisi mineral pada
material bomb terdiri dari material batuan beku dimana roundness angular
(menyudut) dengan ukuran butir >64 mm dan presentase 15%, untuk material
pada batuan tersebut tersusun dari material batuan beku sama seperti pada
material bomb dengan presentase 50% lebih banyak dari bomb, memiliki
rondness yaitu angular (menyudut) yang memiliki ukuran butir 2 – 64 mm dan
pada material ashnya yaitu abu vulkanik dengan roundness yaitu rounded
(membulat) dengan ukuran butir < 2mm serta presentasse 35%.
Struktur batuan tersebut tidak berlapis dari kenampakan sample yang
diamati pada saat praktikum. Dari kompoosisi material pada batuan tersebut dan
berdasarkan penamaan menurut Wentworth (1995) dalam Ahmad (2015) batuan
piroklastik tersebut diberi nama Lapilli tuff. Noor (2009) menyatakan bahwa
Lapilli tuff adalah suatu batuan vulkanik yang khas, berasal dari letusan gunung
api. Batuan ini dibentuk dalam suatu awan atau dari embun ledakan keras
vulkanis, yang kemudian terkumpul dan mengalami pembatuan. Batuan ini
berasosiasi dengan batuan breksi vulkanik dan tufa lapilli.
Coarse ash memiliki ukuran butir 3 mm, dengan ukuran butir tersebut
dapat mempengaruhi sortasi, kemas dan permeabilitas. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ibrahim dan Asmita (2012), bahwa perbedaan ukuran butir
mengakibatkan batuan piroklastik memiliki sortasi, kemas, porositas dan
permeabilitas yang berbeda. Dari pengamatan pada saat praktikum, Coarse ash
memiliki porositas yang lambat dan permeabilitas yang buruk.
Coarse ash memiliki kenampakan warna segar Abu-abu dan warna lapuk
kekuningan. Batuan tersebut termasuk dalam jenis batuan piroklastik yang
memilki tekstur klastik kasar karena ukuran butir batuan tersebut >2mm dimana
bentuk butirnya atau roundness yaitu sub-angular (menyudut tanggung), serta
hubungan antara butir (kemas) yaitu tertutup. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ibrahim dan Asmita (2012) bahwa Tekstur batuan piroklastik terbagi dua, yaitu
klastik kasar jika ukuran butir dari partikel penyusun batuan piroklastik berukuran
>2mm, dan klastik halus jika ukuran butir dari partikel penyusun batuan
piroklastik berukuran 2-0,0625mm. Batuan tersebut memiliki kenampakan
struktur yang berlapis.
Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa nama batuan tersebut
menurut klasifikasi menurut klasifikasi Wentworth (1955) dalam Ahmad (2015)
dinamakan Coarse tuff.
Fine ash (Fine tuff) memiliki ukuran butir <0,25 mm, dengan ukuran butir
tersebut pada golongan butiran vulkanoklastik digolongkan sebagai ash (debu
vulkanik) sedangkan pada golongan batuan piroklastik dimasukkan dalam tuff.
Hal ini sesuai dengan pendapat Noor (2009), bahwa batuan piroklastik Fine tuff
memiliki butiran yang 0,06-2 mm. Tekstur Fine tuff tergolong dalam tekstur
klastik halus. Batuan ini terbentuk dan tersusun oleh abu vulkanik yang
dikeluarkan dari lubang selama letusan gunung api. Sesuai dengan pendapat
Sukendar (1980) bahwa material tuff berasal dari magma yang meledak ketika
berinteraksi hebat dengan gas vulkanik dan uap, yang mana bahan padat (debu
vulkanik) ini kemudian dilemparkan ke udara dan mengendap disuatu tempat.
Warna segar dari batuan ini ada yang abu-abu, cokelat, dan putih. Adapun
warna lapuk dari batuan ini yaitu cokelat kemerahan, hijau kecokelatan, hingga
cokelat. Dari segi sortasi, Fine tuff yang diamati memiliki sortasi baik, buruk, dan
sedang. Begitu pula dengan kemasnya, dua sampel memiliki kemas terbuka dan
satu sampel memiliki kemas tertutup. Porositas dari ketiga sampel menunjukkan
dua sampel porositasnya lambat dan satu sampel porositasnya cepat. Sama halnya
dengan porositas, dari segi permeabilitas dua sampel permeabilitasnya baik dan
satu sampel permeabilitasnya buruk. Dari kenampakan struktur, batuan tersebut
memiliki struktur yang tidak berlapis. Semua deskripsi tersebut menunjukkan
bahwa nama batuan tersebut menurut klasifikasi menurut klasifikasi Wentworth
(1955) dalam Ahmad (2015) dinamakan Fine tuff.
Batuan piroklastik mengandung banyak mineral seperti olivin, piroksin
yang kaya akan unsur hara yang sangat bermanfaat bagi tanaman. Selain itu, tanah
yang berasal dari batuan piroklastik memiliki solum yang dalam. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ibrahim dan Asmita (2012) bahwa tekstur batuan piroklastik
yang berbutir membuat batuan ini lebih mudah mengalami pelapukan sehingga
proses pembentukan tanah akan berjalan lebih cepat dan menghasilkan solum
tanah yang dalam.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Batuan piroklastik merupakan batuan yang batuan yang dihasilkan (secara
langsung) oleh aktivitas erupsi secara eksplosif dari gunung api.
2. Ukuran butir material penyusun batuan menjadi suatu acuan dalam
klasifikasi dari jenis dan pemberian nama batuan piroklastik. Dalam
praktikum ini diperoleh tiga jenis batuan piroklastik yaitu: Lapili tuff,
Coarse tuff, dan Fine tuff.
3. Tekstur batuan piroklastik yang berbutir membuat batuan ini lebih mudah
mengalami pelapukan sehingga proses pembentukan tanah akan berjalan
lebih cepat dan menghasilkan solum tanah yang dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Asmita. 2015. Buku Panduan Praktikum Mata Kuliah Agrogeologi dan
Mineralogi Tanah. Makassar: Jurusan Ilmu Tanah, Universitas
Hasanuddin.
Ibrahim, Bachrul dan Asmita Ahmad. 2012. Buku Ajar Agrogeologi dan
Mineralogi Tanah. Makassar : Universitas Hasanuddin.
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor : CV. Graha Ilmu.
Sukendar, Azikini. 1980. Buku Pedoman Untuk Geologi Lapangan. Bandung:
Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung.
LAMPIRAN
Sampel 1. Lapili tuff Sampel 2. Lapili tuff Sampel 3. Lapili tuff
Sampel 4. Fine tuff Sampel 5. Coarse ash Sampel 6. Fine tuff
Sampel 7. Fine tuff