laporan mikologi isolasi purif identifikasi

46
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyebab penyakit tanaman dapat berasal dari faktor biotik ataupun abiotik,untuk mengetahui penyebabnya maka perlu adanya identifikasi gejala awal dilapang. Faktor biotik yang sering menyerang tanaman salah satunya dari jamur, jamur dapat berkembang dalam tubuh inang dengan menempel dan kemudian bercambah membentuk haustorium dalam tubuh tanaman inang yang kemudian infeksi tersebut dapat menyebabkan sakit dalam diri inang hingga dapat menyebakan kematian pada inang. Untuk mengetahui lebih spesifik dari jamur tersebut maka perlu dilakukan pengujian dalam laboratorium. Pengujian dalam laboratorium dapat dilakukan dengen mengisolasi bagian tanaman yang sakit dari inang ke media buatan,kemudia setelah didapatkan biakan jamur dapat dilakukan proses purifikasi untuk mendapatkan koloni jamur yang murni,dan setelah itu dapat dilakukan identifikasi dengan menggunakan mikroskop. Oleh sebab itu dalam pratikum mikologi tumbuhan mahasisawa perlu mempratikan dan mengetahui bagaimana cara isolasi, purifikasi hingga identifikasi dengan benar. I.2 Tujuan Pada Praktikum ini bertujuan untuk: 1.Mengetahui cara untuk isolasi, purifikasi, dan identifikasi jamur patogen tanaman.

Upload: heniambaryanti

Post on 11-Jul-2016

151 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyebab penyakit tanaman dapat berasal dari faktor biotik ataupun

abiotik,untuk mengetahui penyebabnya maka perlu adanya identifikasi gejala

awal dilapang. Faktor biotik yang sering menyerang tanaman salah satunya

dari jamur, jamur dapat berkembang dalam tubuh inang dengan menempel dan

kemudian bercambah membentuk haustorium dalam tubuh tanaman inang yang

kemudian infeksi tersebut dapat menyebabkan sakit dalam diri inang hingga

dapat menyebakan kematian pada inang. Untuk mengetahui lebih spesifik dari

jamur tersebut maka perlu dilakukan pengujian dalam laboratorium.

Pengujian dalam laboratorium dapat dilakukan dengen mengisolasi bagian

tanaman yang sakit dari inang ke media buatan,kemudia setelah didapatkan

biakan jamur dapat dilakukan proses purifikasi untuk mendapatkan koloni jamur

yang murni,dan setelah itu dapat dilakukan identifikasi dengan menggunakan

mikroskop. Oleh sebab itu dalam pratikum mikologi tumbuhan mahasisawa

perlu mempratikan dan mengetahui bagaimana cara isolasi, purifikasi hingga

identifikasi dengan benar.

I.2 Tujuan

Pada Praktikum ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui cara untuk isolasi, purifikasi, dan identifikasi jamur patogen

tanaman.

2. Mengetahui karakteristik atau kenampakan dari spesies jamur pathogen

tanaman.

I.3 Manfaat

Adapun manfaat yang didapat dalam praktikum ini adalah untuk engetahui

cara untuk isolasi, purifikasi, dan identifikasi jamur patogen tanaman dan untuk

mengetahui karakteristik atau kenampakan dari spesies jamur pathogen

tanaman apakah sesuai yang diinginkan atau tidak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jamur (2 b.ind 1 b.ing)

Jamur adalah suatu kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan

karena mempunyai dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak dengan spora,

tetapi tidak mempunyai klorofil. Jamur tidak mempunyai akar, batang, daun dan

sistem pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Umumnya jamur

berbentuk benang, bersel banyak, dan semua bagian jamur tersebut memiliki

potensi untuk tumbuh. Setiap lembar benang disebut hifa, dan kumpulan hifa

dinamakan miselium. Diameter hifa berkisar antara 0,5 – 100 mikron atau lebih

(Subahari, 2008).

Fungi merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga

bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan

multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa yang dapat

membentuk anyaman bercabang-cabang (miselium). Organisme yang disebut

jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplastid,

tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang

berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal

(mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi (Gandjar dkk,

2006)

Fungi are organisms that have a nucleus, spores, lacking chlorophyll, a cell

wall composed of cellulose, chitin or a combination of both, in the form of

filaments or yarns branched insulated or not insulated. Threads on this fungus

called hyphae. Hyphae comprised of the nucleated cells one (uninucleate) or

two (binukleat). Fungal hyphae together to form a collection of hyphae is called

mycelium (Alexopoulos, 1996).

2.2 Peran Jamur (2 b.ind 1 b.ing)

Sebagai jamur antagonis, yaitu dengan menghambat pertumbuhan dan

mengendalikan patogen tanaman. Jamur yang berperan sebagai antagonis

misalnya Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.. Jamur juga berperan sangat

penting dalam fermentasi makanan dan obat-obatan. Sebagai contoh, jamur

yang termasuk kelompok Zygomycota, misalnya Rhizopus dapat digunakan

secara komersial pada pembuatan tempe. Beberapa jenis lain juga dapat

dikonsumsi oleh manusia seperti jamur merang (Volvariella volvacea), jamur

tiram (Pleutus sp.) dan jamur kuping (Auricularia polytricha). Dalam bidang

pertanian jamur membantu mengembalikan kesuburan tanah, sebagai

organisme pengurai dan bersimbiosis dengan akar tanaman contoh mikoriza

(Dewi, 2012).

Sebagai bahan obat-obatan, Jamur yang digunakan sebagai bahan obat-

obatan contohnya adalah Penicillium notatum. Jamur ini dapat dimanfaatkan

sebagai antibiotika. Antibiotika yang dihasilkan oleh jamur penicillium notatum

adalah penisilin. Penisilin ini mampu mengatasi penyakit infeksi oleh bakteri dan

virus. Cara kerja antibiotik ini adalah menghambat sintetis dinding sel bakteri

patogen. Sebagai dekomposer, Jamur juga dapat berperan sebagai

dekomposer atau pengurai organisme mati. Perannya sebagai dekomposer ini

mampu mempertahankan persediaan nutrien organik yang sangat penting bagi

pertumbuhan tanaman Contoh jamur yang berperan sebagai dekomposer

adalah pilobolus yang menguraikan sampah organik berupa kotoran hewan dan

jamur kuping yang hidup di kayu (Firmansyah, 2008).

Fungi pathogens in other organisms (cause a disease). for example, skin

diseases, infections of the genitals, and a lung infection that can lead to death.

generally organisms that fungi is a plant widely attacked. many fungi attack

crops and may cause toxicity to humans who consume them (Campbell, 1998).

2.3 Morfologi Jamur

Fungi pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri fungi berbeda

dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan,

dan reproduksinya. Fungi benang terdiri atas massa benang yang

bercabangcabang yang disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen)

yang merupakan benang-benang tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun

dari filamen-filamen disebut thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua

macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat

membentuk sel-sel reproduksi atau spora-spora. Apabila hifa tersebut arah

pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa

yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat. Berdasarkan bentuknya

dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu hifa tidak bersepta dan hifa

bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan ciri jamur yang termasuk

Phycomycetes (Jamur tingkat rendah). Hifa ini merupakan sel yang memanjang,

bercabang-cabang, terdiri atas sitoplasma dengan banyak inti (soenositik). Hifa

yang bersepta merupakan ciri dari jamur tingkat tinggi, atau yang termasuk

Eumycetesi (Sumarsih, 2003).

2.4 Deskripisikan Kelas Jamur Sebagai Patogen Tanaman

1. Kelas Plasmodiophoromicetes

Merupakan parasit pada tanaman dan jamur lainnya, yang berkembang

baik dalam jaringan inangnya dan menyebabkan gejala hiperplastik pada

tanaman inang dan menghasilkan bentuk-bentuk seperti tumor. Contoh

Plasmodiophora penyebab penyakit akar gada, Spongospora subterranae

penyebab penyakit garis bertepung (Sastrahidayat, 2011).

2. Kelas Chytridiomycetes

Golongan Chytridiomycota bersifat uniseluler, berkoloni, dan memiliki

alat gerak yang terletak pada bagian posterior. Hifa Chytridiomycota

senositik, septum akan mulai dibentuk apabila fungi akan membuat alat

reproduksi sporangium. Reproduksi seksual berlangsung dengan cara

kopulasi. Chytridiomycota banyak terdapat di tanah sebagai saprofit yang

hidup pada bahan organik (Indrawati Gandjar, 2006). Contohnya Olpidium

brassicae merupakan veltor virus dan parasite pada kubis dan tanaman lain

(Sastrahidayat, 2011).

3. Kelas Oomycetes

Jamur yang menyebabkan penyakit hawar daun pada tanaman

kentang dan embun palsu pada tanaman anggur, gejala yang tampak dari

penyakit ini adalah timbulnya garis-garis hijau muda pada permukaan daun

setelah itu warna putih muncul pada permukaan bawah daun, selanjutnya

bagian yang terserang akan mengering, sehingga daun akan mengkriting

dan gugur. Contoh Pytthium dan Phytophthora infestan (Sastrahidayat,

2011).

4. Kelas Zygomycetes

Jamur yang menyebabkan busuk lunak pada ubi jalar, gejala yang

nampak yaitu pada kulit umbi yang terinfeksi oleh jamur ini terdapat bercak

berwarna coklat atau kehitaman yang tidak teratur, kemudian umbi yang

terserang menjadi lunak, berair dan berserat-serat, pada daging buah mula-

mula berwarna kuning akan menjadi putih dan lunak. Contoh Rhizopus sp

(Sastrahidayat, 2011).

5. Kelas Ascomycetes

Gejala yang ditimbulkan biasanya yaitu timbul bintik-bintik kecil

berwarna hijau gelap (lebih gelap dari jaringan normal) pada daun, bunga,

ranting atau cabang, kemudian bintik teresbut akan berwarna kehitaman,

yang mengakibatkan mati kering. Contohnya penyakit yang disebabkan

oleh jamur ini yaitu, penyakit “scab” pada tanaman apel, penyakit busuk

buah dan kanker batang pada tanaman pear atau apel, penyakit tepung

pada tanaman apel. Contoh Taphrina deformans (Sastrahidayat, 2011).

6. Kelas Basidiomycetes

Gejala yang ditimbulkan oleh jamur ini yaitu pada daun terdapat

bercak-bercak seperti karat, setelah daun terinfeksi, daun akan mati

sebelum tua dan tanaman akan tumbuh kerdil. Contohnya pada penyakit

karat pada serelia. Contoh Ustilago maydis. Kelas ini ditandai dengan

adanya septa dan dikaryotik miselium, sering membentuk clamp connection

dan mempunyai basidium yang mengandung 2-8 basidiospora.

Basidiomycetes biasanya saprofit. Siklus hidup suatu basidiospora haploid

berkecambah dan membentuk suatu miselium bersepta dengan sel-sel

monokaryotik. Perkembangan aseksual dilakukan oleh konidium. Contoh

Hemileia vastatrix penyebab penyakit karat daun kopi (Sastrahidayat,

2011).

7. Kelas Deuteromycetes

Gejala awal dari serangan jamur ini ialah terjadinya pemucatan daun

dan tulang daun, daun akan menguning dan layu sehingga daun mudah

gugur. Contohnya pada penyakit layu pada tanaman tomat. Contoh

Colletotricum capsici (Sastrahidayat, 2011). Kelas ini sering disebut dengan

jamur imperfekti atau jamur aseksual. Miselium berkembang dengan baik,

bersepta, bercabang. Reproduksi seksual sangat jarang ditemukan, bahkan

tidak ditemukan sama sekali atau tidak diketahui fase seksualnya. Spora

aseksualnya disebut sebagai konidium dibentuk pada konidiofor yang

tumbuh tunggal atau dalam kelompok yang terwadahi dalam struktur

khusus seperti sporodochium dan synnemata, atau diproduksi dalam

struktur yang diketahui sebagai pinidium dan servulus. Contoh lain

Fusarium oxysporum (Abadi, 2003).

2.5 Pengertian Isolasi Patogen dan Purifikasi

A. Isolasi

Isoolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan

menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Prinsip dari isolasi mikroba

adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang

berasal dari campuran bermacam-macam mikroba (Krisno, 2011).

Isolasi ialah proses pengambilan mikroorganisme dari lingkungannya

untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu medium di laboratorium

(Semangun, 1996)

Isolation constitute techniques to separate microbes from a sample

containing mixtures of microbes (Pelczar, 1986)

B. Purifikasi

Purifikasi adalah suatu cara untuk memisahkan satu pathogen dari

pathogen lainnya yang tujuannya untuk mendapatkan biakan yang murni

(Agrios, 1996)

Purifikasi atau disebut juga pemurnian adalah pemisahan satu jenis

mikroorganisme patogen dari media inokulasi yang terdiri mungkin saja,

dari beberapa macam mikroorganisme dalam satu media, purifikasi ini

dilakukan untuk memudahkan dalam pengidentifikasian patogen tersebut

(Semangun, 1996).Purification is the process of rendering something pure,

i.e. clean of foreign elements and/or pollution (Pelczar, 1986)

2.6 Karakteritik Spesimen (Gejala, Morfologi,Edipemi,Kenapakan makro dan mikro

pada media PDA)

A. Fusarium Oxisforum

1. Gejala

Layu fusarium umumnya terjadi pada pertengahan musim panas

ketika temperatur udara dan tanah tinggi. Awal terbentuknya penyakit

tanaman ini adalah perubahan warna daun yang paling tua menjadi

kekuningan (daun yang dekat dengan tanah). Seringkali perubahan

warna menjadi kekuningan terjadi pada satu sisi tanaman atau pada

daun yang sejajar dengan petiole tanaman. Daun yang terinfeksi akan

layu dan mengering, tetapi tetap menempel pada tanaman. Kelayuan

akan berlanjut ke bagian daun yang lebih muda dan tanaman akan

segera mati. Batang tanaman akan tetap keras dan hijau pada bagian

luar, tetapi pada jaringan vaskular tanaman, terjadi diskolorisasi,

berupa luka sempit berwarna cokelat. Diskolorisasi dapat dilihat dengan

mudah dengan cara memotong batang tanaman didekat tanah dan

akan terlihat luka sempit berbentuk cincin berwarna cokelat, diantara

daerah sumbu tanaman dan bagian terluar batang (Cahyono, 2008).

2. Morfologi

Cendawan Fusarium sp mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu

mikrokonidia (terdiri dari 1-2 sel), makrokonidia (3-5 septa), dan

klamidospora (pembengkakan pada hifa). Makrokonidia berbentuk

melengkung, panjang dengan ujung yang mengecil dan mempunyai

satu atau tiga buah sekat. Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1

atau 2, dan paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan pada

saat patogen berada dalam pembuluh inangnya. Makrokonidia

mempunyai bentuk yang khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri

dari 3-5 septa, dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman yang

terserang lanjut. Klamidospora memiliki dinding tebal, dihasilkan pada

ujung miselium yang sudah tua atau didalam makrokonidia, terdiri dari

1-2 septa dan merupakan fase atau spora bertahan pada lingkungan

yang kurang baik. Menurut Agrios (1997) dalam Susetyo (2010),

miselium yang dihasilkan oleh cendawan patogen penyebab penyakit

layu ini mulanya berwarna putih keruh, kemudian menjadi kuning pucat,

merah muda pucat sampai keunguan.

3. Epidemi

Fusarium oxysporum yang terdapat disuatu daerah dapat

disebabkan oleh penyaluran tanaman yang terinfeksi saat manusia

beraktifitas. Patogen dapat berpindah dari jaringan tanaman yang sakit

sebagai klamidospora yang dirangsang berkecambah oleh inang atau

kontak dengan jaringan sehat tanaman rentan. Miselia dan konidia

hasil perkecambahan klamidospora yang diproduksi setelah 6-8 jam, 2-

3 hari kemudian akan menginfeksi akar sekunder atau tersier. Patogen

masuk ke zona vaskular dari rimpang akar tanaman yang sakit,

kemudian bergerak keluar dari sistem vaskular masuk ke sel parenkim.

Selanjutnya konidia terbentuk dan klamidospora terbentuk di dalam

tanah ketika tanaman mati, berlangsung aktif sampai beberapa tahun.

Fusarium oxysporum umumnya terdapat pada jaringan xilem. Parenkim

yang mengelilingi jaringan vaskular akan mati, sebelumnya terjadi

invasi cendawan dan selanjutnya berlangsung dalam lumen sel (Perez

dan Vicente, 2004).

4. Kenampakan Makroskopis dan Mikroskopis

Kenampakan Makroskopis

Koloni pada media OA (Oat Agar) atau PDA (25˚C) mencapai

diameter 3,5 - 5,0 cm. Miselia aerial tampak jarang atau banyak seperti

kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih atau salem

dan biasanya agak keunguan yang tampak lebih kuat dekat permukaan

medium. Sporodokia terbentuk hanya pada beberapa strain.

Sebaliknya koloni berwarna kekuningan hingga keunguan. Konidiofor

dapat bercabang dapat tidak, dan membawa monofialid (Kirnando,

2011)

Gambar : Makroskopis Fusarium Oxysforum

Kenampakan Mikroskopis

Jamur Fusarium sp. mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu

mikrokonidia (terdiri dari 1-2 septa), makrokonidia (3-5 septa), dan

klamidospora (pembengkakan pada hifa). Mikrokonidia berbentuk bulat

telur, tidak bersekat atau bersekat satu dengan ukuran 8-12 x 3 µm

pada perbesaran 400x . Makrokonidia berbentuk bulan sabit dengan

sekat 3-5, berukuran 27,536,25 x 3-5 µm). Hifa bersekat dan

bercabang (Gambar 4B2). Hal yang sama juga diungkapkan oleh

Semangun (2004), bahwa Fusarium sp. memiliki struktur yang terdiri

dari mikronidium dan makronidium. Konidiofor A B 3 1 2 21 bercabang-

cabang dan makro konidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering

kali berpasangan.

Kenampakan Mikroskopis Fusarium Oxysporum

B. Colletotricum gloesporiodes

1. Gejala

Gejala awal penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak yang

agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair, berwarna hitam, orange

dan coklat. Warna hitam merupakan struktur dari cendawan (mikro

skelerotia dan aservulus), apabila kondisi lingkungan lembab tubuh buah

akan berwarna orange atau merah muda. Luka yang ditimbulkan akan

semakin melebar dan membentuk sebuah lingkaran konsentris dengan

ukuran diameter sekitar 30 mm atau lebih. Dalam waktu yang tidak lama

buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk, ledakan

penyakit ini sangat cepat pada musim hujan. (Melin.2014).

Penyakit ini juga dapat timbul pada buah, terutama buah yang

masih pentil atau buah muda. Pada buah muda bintik-bintik coklat

berkembang menjadi bercak coklat berlekuk. Selanjutnya buah akan

layu, mengering dan mengeriput. Serangan pada buah tua akan

menyebabkan busuk kering pada ujung buah (Semangun, 2004). Buah

muda yang terserang menjadi keriput kering atau menyebabkan gejala

busuk kering. Busuk kering karena serangan penyakit ini ditandai

dengan terjadinya lingkaran berwarna kuning pada batas jaringan yang

busuk dan jaringan yang sehat. Daun-daun muda rentan selama lebih

kurang 5 hari pada waktu kuncup membuka (bud break) dan daun

selama 10 hari, daun berkembang sampai membuka penuh, warnanya

berubah dari warna perunggu menjadi hijau pucat. Pada waktu ini

kutikula sudah terbentuk dan daun menjadi cukup tahan. Pada daun

yang lebih dewasa serangan Colletotrichum dapat menyebabkan tepi

dan ujung daun berkeriput, dan pada permukaan daun terdapat bercak-

bercak bulat berwarna coklat dengan tepi kuning, bergaris tengah 1 – 2

mm. Bila stadia umur daun bertambah, bercak akan berlubang

ditengahnya dan bercak tampak menonjol dari permukan daun. Hal ini

dapat digunakan sebagai salah satu penanda yang penting adanya

serangan penyakit Colletotrichum (Semangun, 2004).

2. Morfologi

Pada permukaan organ yang diserang jamur ini membentuk tubuh

buah berupa aservulus yang menyembul dari permukaan organ yang

diserangnya. Aservulus berlilin, berbentuk cakram dengan beberapa bulu

atau duri berwarna cokelat tua diantara konidiofor (Semangun, 2004).

Konidium tidak berwarna (tetapi dalam jumlah banyak berwarna merah

salmon), bersel 1, jorong memanjang, agak melengkung, berukuran

panjang 10-15 µm dan lebar 5-7 µm, terbentuk pada ujung konidiofor

yang sederhana dan pendek (Semangun, 2004). Pada saat

berkecambah konidium yang bersel tunggal membentuk penetrasi

(Dickman, 1993). Pada medium PDA jamur membentuk koloni yang

mula-mula berwarna cokelat jingga tetapi kemudian menjadi cokelat

gelap. Menurut Dickman (1993), isolasi Colletotrichum gloeosporioides

dari bercak yang berbeda dapat menghasilkan isolat dengan warna

koloni dan virulensi yang berlainan.

Biasanya C. Gloesporioides biasanya memiliki miselium septa,

tidak berwarna,gelap ketika tua. Miselium membentuk massa sel

berdinding tebaldengan bentuk seperti badan buah, yang disebut

acervuli. Biasanya acervuli ini berada dalam jaringan inang tepat di

bawah sel epidermis, jamur ini juga mempunyai konidia yang berbentuk

pendek lonjong dan berwarna sedangkan konidiofor pendek dan di

antara keduanya dihasilkan seta mirip rambut berwarna hitam (Lucas et

al. 1985).

Patogen C. gloeosporioides membutuhkan air bebas atau

kelembaban relatif di atas 95% untuk perkecambahan konidia dan

pembentukan appressorium. Namun, konidia dapat bertahan selama 1-2

minggu pada kelembaban terendah 62% dan kemudian berkecambah

jika kelembaban 100%. Secara umum, infeksi terjadi pada suhu antara

200 -300 C. Diantara 200 -300 C ada rentang diantara suhu tersebut

sehingga variasi dalam suhu optimal untuk persyaratan perkecambahan

dan pembentukan appressorium antara isolat C. gloeosporioides dari

lokasi yang berbeda (Arauz, 2000).

3. Epidemi

C. Gloesporioides tersebar luas, sebagai parasit lemah pada

bermacammacam tumbuhan inang, bahkan ada yang hanya hidup

sebagai saprofit. Cendawan dapat mempertahankan diri dengan hidup

secara saprofitis pada bermacam-macam sisa tanaman sakit. Pada

cuaca menguntungkan jamur membentuk konidium. Karena terbentuk

dalam massa yang lekat, konidium dipencarkan oleh percikan air, dan

mungkin oleh serangga. Pembentukan konidium dibentuk oleh cuaca

yang lembab, sedang pemencaran konidium dibantu oleh percikan air

hujan maupun siraman (Semangun, 2004).

4. Kenampakan makro dan mikro pada media PDA

Kenampakan Makroskopis

Pada medium PDA jamur membentuk koloni yang mula-mula

berwarna cokelat jingga tetapi kemudian menjadi cokelat gelap. Menurut

Dickman (1993), isolasi Colletotrichum gloeosporioides dari bercak yang

berbeda dapat menghasilkan isolat dengan warna koloni dan virulensi

yang berlainan C. gloeosporioides yang berumur muda berwarna putih

dan kemudian berangsur-angsur berubah menjadi orange dan keabu-

abuan saat sudah tua

Koloni pada medium PDA

Kenampakan Mikroskopis

C.gloeosporioides berbentuk aservulus pada bagian yang mati

(nekrosis) yang berbatas tegas, biasanya berseta, kadang-kadang

berseta sangat jarang atau tidak sama sekali. Aservulus berbentuk bulat,

memanjang atau tidak teratur. Seta mempunyai panjang yang bervariasi,

bersekat 1-4, berwarna coklat, pangkalnya agak membengkak, mengecil

ke ujung, pada ujungnya kadang-kadang berbentuk konidium. Konidium

berbentuk tabung, ujungnya tumpul, pangkalnya sempit terpancung,

hialin, tidak bersekat, berinti. Konidiofor berbentuk tabung, tidak

bersekat, hialin atau coklat pucat (Semangun, 2004)

Gambar Mikroskopis Konidia dan konidiofor C.gloeosporioides

C. Ustilago maydis

1. Gejala

Gejala ditemukan pada tongkol jagung, gejala awalnya berupa

pembengkakan atau gall yang dibungkus dengan jaringan berwarna

putih kehijauan sampai putih perak mengkilat. Bagian dalam gall

berwarna gelap dan berubah menjadi massa tepung spora berwarna

coklat sampai hitam. Gall dapat terjadi pada semua bagian tanaman

jagung. Gall pada tongkol apabila sudah mencapai pertumbuhan

maksimal dapat mencapai diameter 15 cm. Gall pada daun tetap kecil

dengan diameter 0,6-1,2 cm. Apabila bunga jantan terinfeksi, maka

semua tongkol pada tanaman tersebut terinfeksi penyakit gosong

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Biji-biji yang terinfeksi membengkak, membentuk kelenjar-kelenjar

(gall, cecidia). Semula kelenjar berwarna putih, tetapi setelah jamur yang

terdapat didalamnya membentuk spora (teliospora), kelenjar berwarna

hitam, dengan kulit yang jernih. Dengan makin membesarnya kelenjar-

kelenjar, kelobot terdesak ke samping, sehingga sebagian dari kelenjar

itu tampak dari luar. Akhirnya kelenjar pecah dan spora jamur yang

berwarna hitam terhambur keluar (Semangun, 2004).

2. Morfologi

Ustilago maydis adalah cendawan penyebab penyakit gosong

bengkak pada tanaman jagung (Zea mays L.). Cendawan ini merupakan

dimorfik, artinya dalam siklus hidupnya dapat terjadi dua bentuk, yaitu

membentuk sel khamir dan membentuk misellium. Ustilago

maydis tumbuh dalam bentuk sel khamir haploid selama fase saprofit,

namun berubah menjadi miselium bersel haploid pada fase menginvasi

atau menginfeksi inang (AAK, 1993).

3. Epidemi

Ustilago maydis menghendaki keadaan iklim kering dan suhu

antara 26-340C. Periode inkubasi dari infeksi sampai timbul gall sekitar

satu sampai beberapa minggu. Pemupukan N tinggi dan pupuk kandang

meningkatkan penyakit gosong. S. reiliana menghendaki suhu tanah 21-

280C dan kelembaban tanah moderat sampai rendah 15 25%. Inang dari

S. reiliana meliputi pitscalegrass, sorgum dan sudangrass (Pabbage et

al., 2002)

4. Kenampakan makro dan mikro pada media PDA

Kenampakan Makroskopis

Cendawan ini merupakan dimorfik, artinya dalam siklus hidupnya

dapat terjadi dua bentuk, yaitu membentuk sel khamir dan membentuk

miselium. U. maydis tumbuh dalam bentuk sel khamir haploid selama

fase saprofit namun berubah menjadi miselium bersel diploid pada fase

menginvasi atau menginfeksi inang. Siklus hidup U. maydis biasanya

dimulai dengan pertumbuhan tabung konjugasi kemudian terjadi fusi

antara sporidia yang sesuai. Selanjutnya, miselium dikariotik atan

menginvasi tanaman yang dilanjutkan dengan pembentukkan teliospora.

Saat teliospora telah matang maka dapat terjadi germinasi dan

pembentukkan promiselium. Kemudian, terjadi pembelahan meiotik yang

menghasilkan sporidia dan diperbanyak dengan proses pembelahan

(budding). U. maydis umumnya menyerang tongkol jagung dengan

masuk ke dalam biji dan menyebabkan pembengkakan serta

terbentuknya kelenjar. Pembengkakan akan mengakibatkan kelobot

rusak dan kelenjar pecah hingga spora U. maydis dapat menyebar

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Gambar Makroskopis Ustilago maydis

Kenampakan Mikroskopis

Ustilago maydis memiliki hifa yang bersekat. Siklus hidup U.

maydis biasanya dimulai dengan pertumbuhan tabung konjugasi

kemudian terjadi fusi antara sporidia yang sesuai. Selanjutnya,

miselium dikariotik atan menginvasi tanaman yang dilanjutkan dengan

pembentukkan teliospora. U. maydis umumnya menyerang tongkol

jagung dengan masuk ke dalam biji dan menyebabkan pembengkakan

serta terbentuknya kelenjar. Pembengkakan akan mengakibatkan

kelobot rusak dan kelenjar pecah hingga sporaU. maydis dapat

menyebar (Semangun, 2004).

Gambar mikroskopis Ustilago maydis

D. Sclerotium rolfsii

1. Gejala

Terjadinya busuk pada batang, busuk akar dan busuk pangkal

batang. Secara umum disebut rebah kecambah (dumping off). Infeksi

jamur putih dapat terjadi sejak awal pertumbuhan biji, sehingga

menyebabkan kematian pada kecambah dan apabila menyerang bibit

menyebabkan gejala busuk sampai terkelupas pada kulit  hipokotil.

Pada bagian tanaman yang terserang yakni pangkal batangnya akan

membusuk, daun-daun menguning, tanaman menjadi layu dan

akhirnya mati. Tanaman yang sakit layu dan menguning perlahan-lahan

pada pangkal batang dan permukaan tanah didekatnya terdapat

benang-benang jamur bewarna putih seperti buluh. Benang-benang ini

kemudian membentuk Sclerotium, atau gumpalan benang, yang mula-

mula bewarna putih, akhirnya menjadi coklat seperti biji sawit, dengan

garis tengah 1-1,5 mm. Karena mempunyai lapisan dinding yang keras,

sclerotium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap

kekeringan, suhu tinggi, dan keadaan yang merugikan (Semangun,

2004).

2. Morfologi

Bentuk sklerotia bervariasi, ada yang seperti bola, panjang, swollen

atau seperti piringan (datar), sering sendiri atau banyak seperti

anakkan sungai. Kadang-kadang menutupi permukaan yang luas

dengan warna yang lebih gelap sampai hitam, keras terutama pada

daerah kering. Dengan bagian dalam yang biasanya berwarna terang.

Perbedaan dari bentuk sklerotia disebabkan oleh perbedaan warna

kulit dan struktur sel (Gilman, 1971) Dalam lingkungan yang lembab,

jamur S. rolfsii membentuk miselium tipis, berwarna putih, teratur

seperti bulu pada pangkal batang dan permukaan tanah disekitarnya.

Tanah miselium ini, kelak akan berbentuk banyak butir-butir kecil,

berbentuk bulat atau jorong dengan permukaan yang licin. Butiran-

butiran kecil ini mula-mula berwarna putih, kemudian menjadi coklat

muda sampai coklat tua. Butiran ini dinamakan sklerotium. Sklerotium

berperan sebagai alat bertahannya jamur karena memiliki sifat yang

sangat tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung

(Agrios,1996).

3. Epidemi

Sclerotium sp. merupakan jamur tular tanah yang dapat bertahan

lama dalam bentuk sclerotia di dalam tanah, pupuk kandang, dan sisa-

sisa tanaman sakit. Di samping itu jamur tersebut dapat menyebar

melalui air irigasi dan benih. Pada lahan yang ditanami secara terus

menerus dengan tanaman inang dari Sclerotium sp.akan beresiko

tinggi terserang oleh Sclerotium sp. yang dapat berakibat turunnya

produksi. Dengan demikian cara yang effektif untuk mengendalikan

Sclerotium sp. adalah dengan pergiliran tanaman menggunakan

tanaman yang bukan inang dari jamur tersebut. Menurut Ferreira dan

Boley (1992) S. rolfsii mampu menginfeksi tanaman jika jumlah miselia

yang tumbuh cukup banyak. Untuk mendukung pertumbuhan miselia

secara optimal diperlukan nutrisi yang berasal dari bahan organik,

sebab di alam sklerotia atau hifa berdinding tebal biasanya berasosiasi

dengan sisa tanaman atau bertahan hidup sebagai saprofit pada bahan

organic.

4. Kenampakan makroskopis dan mikroskopis pada media PDA

Jamur S. rolfsii sacc. Disebut sebagai Corticium rolfsii (Sacc) Curzi

dan Pellicularia rolfsii West. Jamur ini mempunyai miselium yang terdiri

dari benang-benang, berwarna putih tersusun seperti bulu atau kipas.

Jamur ini tidak membentuk spora untuk pemencaran dan

mempertahankan diri, jamur membentuk sclerotium yang semula

berwarna putih kelak menjadi coklat, dengan garis tengah ± 1 mm

butiran ini mudah sekali lepas dan terangkut oleh air. (Semangun,

2004). S. Rolfsii memiliki butiran-butiran kecil yang teratur, atau

membentuk bulat dengan pangkal yang agak datar. Sedangkan untuk

penampakan makroskopisnya membentuk bulu seperti kipas dan

kekuningan.

Gambar kenampakan makroskopis dan mikroskopis S. Rolfsi

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat, Bahan serta Fungsi

3.1.1 Isolasi Jamur Patogen

AlatCutter :Untuk memotong bagian tanaman yang terkena serangan.

Pinset :Untuk memindahkan potongan sampel bagian yang

bergejala.

Cawan Petri : Sebagai tempat media (isolasi), alcohol, khloroks, dan

aquadest.

Bunsen : Untuk menciptakan kondisi aseptis.

Gelas Ukur : Untuk tempat alkohol (sterilisasi alat) dan untuk mengukur

saat pengenceran alkohol.

Wrapping : Untuk mengcover hasil isolasi di cawan petri.

Kamera : Untuk dokumentasi.

BahanBagian tanaman bergejala

Fusarium Oxysporum :Obyek Pengamatan

Ustilago Maydis :Obyek pengamatan

Colletotrichum gloeosporioides :Obyek Pengamatan

Sclerotium rolf sii :Obyek Pengamatan

Alkohol :untuk mensterilkan bahan.

Aquadest :untuk mebilas bahan yang telah dicuci.

Media PDA :media pertumbuhan patogen yang diisolasi.

3.1.2 Purifikasi

AlatJarum Ose : Digunakan untuk mengambil atau memindahkan koloni

pathogen.

Wrapping : Untuk mengcover media dan cawan petri

Cawan Petri : Untuk tempat media purifikasi

Bunsen : Digunakan untuk sterilisasi alat

BahanIsolat hasil Isolasi :untuk di ambil isolat sengai bahan purifikasi

Media PDA :untuk meletakkan isolat yang dipurifikasi

Alkohol 70% :untuk sterilisasi lingkungan dan alat

Spirtus : sebagai bahan bakar Bunsen

3.1.3 Identifikasi

AlatJarum Ose :Untuk mengambil dan memindahkan isolat murni

yang akan di identifikasi

Mikroskop :Untuk mengidentifikasi kenampakan makroskopis

pathogen

Cover glass : Digunakan sebagai tempat spesimen yang diamati

Kamera : Untuk mendokumentasikan hasil dari identifikasi

BahanAquades : untuk membersihkan alat.

Alkohol           : untuk mensterilkan alat.

Isolat Murni hasil Purifikasi : spesimen yang diamati.

3.2 Cara Kerja (Analisa Perlakuan)

3.2.1 Isolasi

Pertama siapkan alat dan bahan yang akan diperlukan pada saat

kegiatan isolasi. Sampel tanaman yang bergejala dicuci pada air

mengalir kemudian bagian tanaman yang bergejala dipotong dengan ½

bagian sakit dan ½ bagian sehat. Potongan sampel dicuci dengan

alkohol dan aquadest yang sudah disiapkan pada cawan petri dengan

masing-masing selama satu menit kemudian ditiriskan diatas tisu hingga

kering. Setelah kering ditanam pada PDA dengan cara bibir petri dibakar

pada bunsen terlebih dahulu lalu petri tetap didekatkan pada bunsen dan

tutup petri dibuka dengan tidak terlalu lebar kemudian tanam potongan

sampel pada PDA kemudian bakar bibir petri sebelum ditutup dengan

wrapping. Semua alat yang akan digunakan harus disterilkan terlebih

dahulu dengan cara dicelup alkohol dan dibakar pada bunsen. Kemudian

potongan sampel yang sudah ditanam diamati selama 1 minggu dan

didokumentasikan

3.2.2 Purifikasi

Dipersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan terlebih dahulu,

selanjutnya sterilisasi tempat dan alat yang akan digunakan dipastikan

harus benar-benar steril karena kegitan purifikasi tidak dilakukan di

LAFC, sterilisasi ini dilakukan dengan cara menyemprot meja kerja dan

udara sekitar dengan menggunaka alkohol serta semua alat yang

digunakan direndam dengan menggunakan alkohol terlebih dahulu.

Pada proses purifikasi prinsipnya adalah memindah spora jamur hasil

isolasi di dalam media PDA dan menanam pada PDA baru tersebut.

Langkahnya yaitu mengambil sejumlah kecil koloni hasil dari isolasi

dengan cara diplong, kemudian diambil dengan jarum ose yang telah

disterilkan dengan alkohol kemudian dibakar dengan apu bunsen namun

tidak terlalu lama tujuannya agar jarum tidak terlalu panas sehingga tidak

mematikan spora jamur yang akan diambil. Spora yang diambil

merupakan spora dari pathogen yang diinginkan bukan yang kontam.

Kemudian spora di tanam pada PDA yang baru, pada saat membuka

cawan petri didekatkan pada bunsen yang menyala, sebelum dan

sesudah membuka cawan petri bibir petri dibakar terlebih dahulu pada

api bunsen kemudian bungkus bibir petri dengan wrapping. Amati dan

dokumentasi

3.2.3 Identifikasi

Siapkan alat dan bahan, sterilisasi tempat dan alat yang akan

digunakan. Biakan patogen yang sudah dipurifikasi, kemudian diambil

dengan jarum ose, dan setelah itu diletakkan di preparan yang sudah

ditetesi air kemudian ditutup dengan cover glass. Langkah berikutnya,

preparat yang telah berisi sampel patogen kemudian diamati dibawah

mikroskop dengan perbesaran 10 x. Setelah kenampakan

mikroskopisnya terlihat maka segera didokumentasikan hasilnya dan

dibandingkan dengan literatur.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan Isolasi dibandingkan dengan literature

4.1.1 Hasil

No. Nama Patogen Dokumentasi Hasil

Isolasi

Keterangan Makroskopis

1 Fusarium Oxysporum

Kenampakan makroskopis

jamur setelah dilakukan isolasi

yaitu terlihat adanya miselium

putih seperti beludru yang

mengelilingi spesimen inang

pada media.

2 Ustilago Maydis

Kenampakan Makroskopis

jamur pada media terlihat

bahwa koloni jamur tumbuh

berwarna putih dan memenuhi

media pasa cawan petri.

Kemudian terdapat warna

kecoklatan di sekitar bagian

yang diisolasi.

3Sclerotium rolfsii

Kenampakan makroskopis

terlihat bahwa koloni jamur

yang tumbuh setelah isolasi

berwarna kecoklaatan.

4Colletotrichum

gloeosporioides

Kenampakan pada jamur ini

terlihat bahwa pada media

terlihat jamur yang tumbuh

mengelilingi potongan inang

yang di isolasi berwarna

kecoklatan kemusian

memenuhi media dengan hifa

berwarna putih.

4.1.2 Pembahasan

Fusarium Oxysporum

Pratikum isolasi Fusarium Oxysporum dilakukan dengan mengambil

bagian tanaman yang terserang Fusarium Oxysporum yang ditandai

dengan munculnya gejala serangan pada bagian buah cabai yang

kemudian di potong dan disterilkan dengan aquades dan alkohol dan di

biakan pada media biakan baru untuk didapatkan biakan murni yang

kemudian akan digunakan dalam tahappurifikasi. Dari hasil pengamatan

satu minggu setelah isolasidilakukan didapatkan hasil bahwa koloni jamur

Fusarium Oxysporum mulai berkembang dalam media dengan ditandai

munculnya hifa coklat pada bagian samping potongan spesimen dan

kemudian muncul hifa putih seperti beludru namun tidak memenuhi

cawan.Menurut Gandjar, (1999), kenampakan makroskopis dari Fusarium

Oxysporum awalnya miselium tidak berwarna, semakin tua warna menjadi

krem atau kuning pucat dalam keadaan tertentu berwarna merah muda

agak ungu

Ustilago Maydis.

Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan isolasi yaitu pada

tongkol jagung yang terinfeksi oleh Ustilago Maydis yang ditandai dengan

adanya pembengkakan pada tongkol jagung yang berwarna kehitaman

yang apabila bagian tersebut dipotong terdapat sepora didalamnya.

Berdasarkan hasil isolasi pada tongkol jagung yang bergejala terserang

Ustilago maydis didapatkan hasil bahwa pada petri terdapat beberapa

koloni jamur ada yang berwarna putih dan kecoklatan pada sekitar bagian

tanaman yang di isolasi pada media. Menurut Wakman (2000) warna dari

U. maydis berwarna gelap spora berwarna coklat sampai hitam, hal

tersebut berarti pada petri tersebut terdapat jamur Ustilago maydis yaitu

yang berwarna kecoklatan.

Sclerotium rolfsii

Berdasarkan hasil pengamatan isolasi Sclerotium rolfsii pada hari ke

7 setelah isolasi dilakukan didapatkan hasil bahwa pada media biakan

warna dari Sclerotium rolfsii menunjukan warna coklat kehitaman dan

terdapat hifa berwarna putih namun hanya sedikit. Berdasarkan hasil

penelitian Malinda. (2010), menjelaskan bahwa ciri-ciri koloni S. rolfsii

pada media PDA secara makroskopik ialah hifa berwarna putih, tidak

membentuk spora, terbentuknya miselia steril dan sklerotia pada hari

kelima. Sklerotia muda berwarna putih kemudian berubah warna menjadi

coklat muda hingga coklat kehitaman. Sklerotia tersebut dapat

berkecambah kembali. Dari perbandingan hasil pratikum dan penelitian

menunjukan kenampakan yang sesuai hal ini dapat dilihat dari hasil isolasi

menunjukan warna coklat kehitaman yang berarti sklerotia muda sudah

berubah bentuk mnjadi coklat kehitaman.

Colletotrichum gloeosporioides

Isolasi dilakukan dengan mengambil bangian tanaman kedelai yang

terserang. Pada masa inkubasi hari ke 7 kenampakan makroskopis

Colletotrichum gloeosporioides pada media PDA menunjukan bahwa

disekitar spedimen terdapat kloni jamur yang berwarna coklat gelap yang

kemudian tumbuh dan menyebar pada media degan hifa berwarna putih.

Sedangkan menurut Semangun, (2004) Konidium tidak berwarna (tetapi

dalam jumlah banyak berwarna merah salmon), bersel 1, jorong

memanjang, agak melengkung, berukuran panjang 10 – 15 µm dan lebar

5 – 7 µm, terbentuk pada ujung konidiofor yang pendek. Pada saat

berkecambah konidium yang bersel tunggal membentuk sekat dan buluh

kecambah membentuk apresorium sebelum melakukan penetrasi

(Semangun, 2004).

4.2 Hasil dan Pembahasan Purifikasi dibandingkan dengan literature

4.2.1 Hasil

No. Nama PatogenDokumentasi

Hasil Purifikasi

Keterangan

Makroskopis

1 Fusarium Oxysporum

Warna koloni

putih ,bertekstur

seperti kapas,dan

zona petumbuhan

melingkar.

2 Ustilago Maydis

Warna koloni putih,

bertekstur

halus,zona

perumbuhanya

tidak melingkar

3 Sclerotium rolfsii

Warna koloni

putih,tekstur

seperti

kapas,terdapat

warna coklat pada

salah satu sisi dan

zona

pertumbuhanya

melingkar

4Colletotrichum

gloeosporioides

Warna koloni

tengah kehitaman

dan kemudian

tepinya berwarna

putih,zona

pertumbuhanya

melingkar,

bertekstur halus.

4.2.2 Pembahasan

Pada hasil purifikasi jamur Fusarium Oxysporum didapatkan hasil

kenampakan pada media PDA yaitu warna koloni putih dan bertekstur

seperti kapas,dan zona perumbuhanya melingkar, Menurut Gandjar,

(1999), kenampakan makroskopis dari Fusarium Oxysporum awalnya

miselium tidak berwarna, semakin tua warna menjadi krem atau kuning

pucat dalam keadaan tertentu berwarna merah muda agak

ungu.berdasarkan hasil perbandingan literatur kenampakan yang

didapatkan dapat dikatakan sesuai hal ini ditunjukan dengan koloni

miselium dari Fusarium Oxysporum hasil purifikasi pratikum berwarna

putih sedangkan berdasarkan literatur menyebutkan tidak berwarna

(putih) pada awalnya,dan kemungkinan hasil purifikasi tersebut masih

pada tahap awal sehingga belum menunjukan kenampakan warna

seperti yang di jelaskan dalam literatur.

Pada hasil purifikasi Ustilago Maydis Warna koloni jamur putih,

bertekstur halus,dan zona pertumbuhanya tidak teratur hal tersebut

dapat terlihat pada 7 hari setelah dilakukanya purifikasi,sedangkan

menurut Wakman (2000) warna dari U. maydis berwarna gelap spora

berwarna coklat sampai hitam. Dari penjelasan literature dan

dibandingkan dengan hasil purifikasi dalam pratikum jelas sangat

berbeda hal ini dikarenakan warna dari hasil purifikasi yaitu putih

sedangkan berdasarkan literatur mengatakan bahwa warna dari koloni

jamur U. maydis cenderung berwarna gelap. Perbanyakan U. maydis

pada media buatan sangat sulit dilakukan mengingat bahwa jamur U.

maydis hanya dapat dibiakan pada inang aslinya.

Pada hasil purifikasi Sclerotium rolfsii didapatkan hasil bahwa

pada media PDA koloni jamur yang muncul yaitu berwarna putih,tekstur

seperti kapas, terdapat warna coklat pada salah satu sisi dan zona

pertumbuhanya melingkar. Berdasarkan hasil penelitian Malinda.

(2010), menjelaskan bahwa ciri-ciri koloni S. rolfsii pada media PDA

secara makroskopik ialah hifa berwarna putih, tidak membentuk spora,

terbentuknya miselia steril dan sklerotia pada hari kelima. Sklerotia

muda berwarna putih kemudian berubah warna menjadi coklat muda

hingga coklat kehitaman. Dari hasil perbandingan literatur dan hasil

purifikasi yang dilakukan pada pratikum menujukan warna koloni yang

sama hal ini menujukan bahwa jamur Sclerotium rolfsii yang dipurifikasi

sesuai.

Hasil purifikasi Colletotrichum gloeosporioides pada pratikum

didapatkan hasil bahwa warna koloni tengah kehitaman dan kemudian

tepinya berwarna putih, zona pertumbuhanya melingkar, bertekstur

halus. Sedangkan menurut Semangun, (2004) Konidium tidak

berwarna (tetapi dalam jumlah banyak berwarna merah salmon), bersel

1, jorong memanjang, agak melengkung, berukuran panjang 10 – 15

µm dan lebar 5 – 7 µm, terbentuk pada ujung konidiofor yang pendek.

Berdasarkan hasil pratikum dan dibandingkan dengan literatur

menunnjukan bahwa warna dari koloni jamur berbeda pada hasil

pratikum berwana hitam dengan tepi putih, sedangkan pada literatur

konidiumnya apabila jumlahnya banyak akan berwarna merah.s

4.3 Hasil dan Pembahasan Identifikasi dibandingkan dengan literature

4.3.1 Hasil

No. Nama Patogen

Dokumentasi

Mikroskopis +

Literature

Keterangan

1 Fusarium OxysporumHifa hialin,konidia

berbrntuk bulan sabit

2 Ustilago Maydis Tidak teridentifikasi

3 Sclerotium rolfsii

Hifa hialin,hifa

bersekat,tidak ada

konidia.

4Colletotrichum

gloeosporioides

Hifa tidak hialin,tidak

bersekat,warna konidia

hijau muda.

4.3.2 Pembahasan

Identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan

perbesaran 10x,dari hasil yang didapatkan dapat terlihat kenampakan

mikroskopis dari masing masing jamur patogen, untuk memastikan

apakah hasil identifikasi jamur saat pratikum sudah sesuai dengan

yang terdapat di literatur atau tidak. Identifikasi secara mikroskopis

dapat dilakukan dengan melihat bentuk dari konidia, hifa bersekat atau

tidak bersekat,warna konidia, hifa hialin atau tidak hialin dan lain

sebagainya.

Hasil dari identifikasi jamur Fusarium Oxysporum yaitu pada

kenampakan mikroskopisnya hifa hialin, hifa bersekat, konidia

berbentuk bulan sabit. Sedangkan menurut Semangun (2004), bahwa

Fusarium sp. memiliki struktur yang terdiri dari mikronidium dan

makronidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro konidium

berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan. Pernyataan

dari literatur dan hasil identifikasi saat pratikum menunjukan

kesesuaian dimana konidia berbentuk bulan sabit,hialin dan tidak

bersekat hifanya.

Hasil identifikasi jamur Ustilago Maydis tidak dapat di identifikasi

karena hasil dari mikroskop tidak menunjukan gambar yang tidak

jelas.sehingga tidak dapat menunjukan bentuk konidia,warna dan

hifanya. Teliosporanya berbentuk bulat atau elips, berwarna coklat

sampai hitam, diameter 8 - 11 mikron. Spora diploid ini tumbuh

membentuk promiselium dengan empat atau lebih sporidia (Wakman

dan Burhanuddin,2007).

Hasil identifikasi Sclerotium rolfsii menunjukan bahwa pada jamur

tersebut tidak ditemukan konidia,hifa hialin dan bersekat. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Malinda, (2010) ciri ciri mikroskopik dari

Sclerotium rolfsii hifa bersekat dan tidak ditemukannya konidia. Dari

perbandingan literatur dan hasil pratikum dapat dikatakan bahwa hasil

pratikum sesuai karena menunjukan kesamaan dari mikroskopiknya.

Hasil identifikasi Colletotrichum gloeosporioides didapatkan hasil

bahwa pada mikroskopik Hifa hialin, bersekat, konidia bulat.

Berdasarkan literatur patogen Colletotrichum gloeosporioides

mempunyai hifa bersepta, warna hialin yang kemudian berubah

menjadi gelap. Aservulus banyak terbentuk pada bagian tanaman sakit

kecuali pada buah. Konidium berbentuk jorong atau bulat telur dengan

bagian ujung membulat, tidak bersepta dengan warna

hialin(Miskun.2013). Berdasarkan perbandingan literatur dan hasil

pratikum menunjukan mikroskopis yang hampir sesuai.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pratikum yang telah dilakukan dari proses isolasi,purifikasi

hingga identifikasi dari keempat patogen jamur didapatkan hasil yang

sesuai yaitu pada jamur patogen Fusarium Oxysporum, Sclerotium rolfsii,

Colletotrichum gloeosporioides yang menunjukan ciri- ciri mikroskopis

hampir sama dengan perbandingan literatur namun pada Ustilago maydis

masih belum dapat teridentifikasi hal ini karena pada pratikum hasil

kenampakan mikroskopis pada mikroskop tidak terlihat jelas hal ini

dimungkinkan karena Ustilago maydis sulit di biakan pada media buatan.

5.2 Saran (Praktikum dan Asisten)

Sebaiknya pada saat kegiatan identifikasi lebih dijelaskan dengan

detail tentang bagian-bagian dari jamur agar lebih memahami

bagaimana ciri atau karakteristik dari jamur yang sedang diidentifikasi

selain itu agar dapat memudahkan pengerjaan dalam pembahasan

laporan, Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam jagung. Yogyakarta. Kanisius.

Abadi, Abdul Latief. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan II. Bayumedia Publishing:

Malang

Agrios, G. N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta. Hal. 45, 470-471.

Alexopoulos, C.J., C. W. Mims, and M. Blackwell. 1996. Introductory mycology. 4th

ed. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Arauz-Pacheco, C., Ramirez, L.C., and Rios, J.M., 2000, Hypoglycemia induced by

angiotensin-converting enzyme inhibitors in patients with non-insulin-

dependent diabetes receiving sulfonylurea therapy, Am. J. Med., 89: 811-

813.

Cahyono, B. 2008. Tomat: Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Kanisius,

Yogyakarta

Campbell, N.A. 1998. Biology. Edisi IV. Menlo Park: The Benjamin/Cummings.

Dewi,I.U.2012. Peran Jamur Dalam Kehidupan.Kanisius.Yogyakarta

Ferreira, S.A. and R.A Boley. 1992.Sclerotium rolfsii. Department of Plant

Path,CTAHR. Univ of Hawaii

Firmansyah, R., A. Mawardi dan M. U Riandi. 2008. Mudah dan Aktif Belajar Biologi.

PT. Grafindo Media Pratama.

Gandjar, I. et al., 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia UI

Gandjar, Indrawati. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Gilman, J. C., 1971. A Manual of Soil Fungy. The Lowa State University Press. USA.

Kirnando, A. F., 2011. Pengaruh Gliocladium virens Dan Varietas Terhadap

Perkembangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp lycopersici (Sacc)

Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Smith) Di Lapangan.

Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Krisno. 2011. Peranan Mikroba. Penebar Swadaya, Yogyakarta.

Malinda.2010.Penghambatan Serangan Sclerotium Rolfsii Penyebab Rebah

Kecambah Pada Kedelai Dengan Bakteri Kitinolitik.Universitas Sumatera

Utara.Padang

Melin.Araz. (2014). Hama Dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta

Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp) Jambi.

Pabbage, M.S., A.M. Adnan, N.Nonci. 2002. Pengelolaan Hama Prapanen Jagung.

Balai Penelitian Tanaman Serealia : Maros

Pelczar, M. J. 1986. Chan Eement of Microbiology. McGraw-Hill Book Company Inc,

USA.

Perez, L dan Vicente. 2004. Fusarium wilt (Panama Desease) of bananas: An

updating Review of The Current Knowledge On The Desease and it’s

Causal Agent. XIV Reunion International Acrobat Instituto de

Investigationes de Sanidad Vegetal (INISAV). Ministerio de Agricultura de

Cuba.

Sastrahidayat, I.R. 2011. Mikologi Pertanian. UB Press : Malang

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University

Press. Yogjakarta.

Semangun, Haryomo. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Subahari, T.S.S. 2008. Biologi. Penerbit Quadra. Surabaya

Sumarsih, S.2003. Mikrobiologi Dasar, Universitas Pembangunan Nasional

Veteran,Yogyakarta.

Susetyo, Aryo Pratomo. 2010. Hubungan Keanekaragaman Cendawan Rizosfer

Tanaman Pisang (Musa spp.) dan Penyakit Layu Fusarium. Skripsi.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Wakman dan Burhanuddin.2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. Balai

Penelitian Tanaman Serealia. Maros

LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI

“PENDAHULUAN MIKOLOGI, ISOLASI, PURIFIKASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR PATOGEN”

Oleh Nama :Heni AmbaryantiNIM : 135040201111063Kelas :B1 (Jumat,13.00)Asisten :Havinda Angrilika Ws

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

MALANG

2016