lapkas rhinitis alergi

55
BAB I PENDAHULUAN Anatomi Sistem respirasi adalah pengangkutan gas ke dan dari sel- sel. Dalam pengangkutan gas ini melewati alat-alat pernapasan. Alat-alat pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring, laring, dan trakea.dari paru-paru yang akan terjadi pertukaran gas secara langsung antara udara dan darah. Sebagian besar saluran pernapasan bronkus, terdapat didalam paru-paru. Laring juga berfungsi sebagai produksi suara. Alat penghidu (hidung) mengontrol udara penarikan napas. 1 Saluran napas bagian atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Dari sudut klinik, rongga mulut sering kali juga diikut sertakan dalam struktur saluran pernapasan bagian atas. Bagian yang kedua adalah saluran napas bagian bawah yang terletak di leher dan batang badan(trakea, bronkus, dan paru-paru). 1 Hidung 1

Upload: ilham-romadhon

Post on 07-Jul-2016

58 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

rhinitis

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Rhinitis Alergi

BAB I

PENDAHULUAN

Anatomi

Sistem respirasi adalah pengangkutan gas ke dan dari sel-sel. Dalam pengangkutan gas

ini melewati alat-alat pernapasan. Alat-alat pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring, laring,

dan trakea.dari paru-paru yang akan terjadi pertukaran gas secara langsung antara udara dan

darah. Sebagian besar saluran pernapasan bronkus, terdapat didalam paru-paru. Laring juga

berfungsi sebagai produksi suara. Alat penghidu (hidung) mengontrol udara penarikan napas.1

Saluran napas bagian atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Dari sudut klinik,

rongga mulut sering kali juga diikut sertakan dalam struktur saluran pernapasan bagian atas.

Bagian yang kedua adalah saluran napas bagian bawah yang terletak di leher dan batang

badan(trakea, bronkus, dan paru-paru).1

Hidung

Gambar 1. Anatomi Hidung 2

1

Page 2: Lapkas Rhinitis Alergi

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1) Pangkal

hidung (bridge), 2) Batang hidung (dorsum nasi), 3) Puncak hidung (hip), 4) Ala nasi, 5)

kolumela dan 6) Lubang hidung (nares anterior). Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung

(os nasal), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan

kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah

hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis

lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 4) tepi anterior kartilago

septum.2

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau

lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares

posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi

yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut vestibulum.

Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunuyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut

panjang yang disebut vibrise.2

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi konka

superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya

rudimenter.2

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan

superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan dinding lateral rongga hidung.

Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di

antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus

frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di

antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.2

Batas rongga hidung2

Page 3: Lapkas Rhinitis Alergi

Dinding inferior adalah dasar dari rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os

palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis,

yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribiformis merupakan

lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa=saringan) dan

tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga hidung

dibentuk oleh os sfenoid.2

Kompleks OstioMeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang

dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk

KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulm etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi

dan resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan

drenase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan

frontal.Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan patologis

yang signifikan pada sinus-sinus yang terkait.2

Gambar 2 Perdarahan Hidung2

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna.Bagian bawah rongga hidung

mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a. palatina

mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan

memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.1,2

3

Page 4: Lapkas Rhinitis Alergi

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian

depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a.

labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus

Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber

epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak.2,3

Gambar 3 Persarafan Hidung 2

Vena-vena hidung mempunyai nama sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya.

Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. oftalmika yang berhubungan dengan

sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor

predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.2

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis

anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n. Oftalmikus. Rongga

hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion

sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf

sensoris dari n. maksila (N. V-2), serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan

serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan

sedikit di atas ujung posterior konka media. Fungsi penghidu berasal dari n. ofaktorius. Saraf ini

turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir

pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.2,3

4

Page 5: Lapkas Rhinitis Alergi

BAB II

PEMBAHASAN

5

Page 6: Lapkas Rhinitis Alergi

A. Status Pasien

1. Identitas Pasien

Nama : An. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 12 tahun

Alamat : Haurwangi

Tanggal ke RS : 7 April 2016

2. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Bersin-bersin terus-menerus sejak 7 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os dating ke poli THT RSUD Cianjur dengan keluhan bersin-bersin terus-menerus

sejak 7 bulan yang lalu. Setiap bersin dapat mencapai 3-5 kali. Bersin timbul pada

waktu yang tidak menentu, baik pagi, siang, maupun malam. Bersin meningkat

apabila terpapar debu dan cuaca dingin. Bersin 3-4 kali dalam seminggu. Keluhan

disertai dengan pilek, hidung tersumbat, dan rasa gatal pada hidung. Pilek dengan

cairan berwarna bening, encer dan banyak, tidak berbau. Keluhan tidak disertai

dengan batuk, nyeri tenggorok, nyeri kepala dan penurunan fungsi pendengaran.

Riwayat Penyakit Dahulu :

OS belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Di dalam keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal yang sama

6

Page 7: Lapkas Rhinitis Alergi

Riwayat Alergi :

OS memiliki alergi terhadap debu dan udara yang dingin. Alergi terhadap makanan

dan obat-obatan disangkal.

Riwayat Pengobatan :

OS belum pernah berobat ke dokter maupun minum obat apapun.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Berat badan : 14 kg

Tanda – tanda vital : TD = tidak dilakukan

RR = 32x/mnt

N = 100x/mnt, reguler, isi cukup

S = 36,60C

STATUS GENERALIS

Kepala

Bentuk : Normocephal

Mata

Konjungtiva tidak anemis, ikterik (-/-).

Thoraks

Paru

Inspeksi : Pergerakan dada simetris dextra-sinistra

7

Page 8: Lapkas Rhinitis Alergi

Palpasi : fokal fremitus dextra-sinistra sama

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : vesikuler dextra-sinistra, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V sinistra, kuat angkat

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : bunyi jantung I–II, murni, regular, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Supel, asites hepatomegali (-), splenomegali (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas

- Atas : hangat (+/+), udema (-/-), RCT < 2 detik, sianosis (-/-)

- Bawah : hangat (+/+), udema (-/-), RCT < 2 detik, sianosis (-/-)

STATUS LOKALIS THT

TELINGA

8

Page 9: Lapkas Rhinitis Alergi

AD TELINGA AS

Normotia,

helix sign (-),

tragus sign (-)

Aurikula Normotia,

helix sign (-),

tragus sign (-)

Peradangan (-),

pus (-),

nyeri tekan (-),

fistula (-),

pembesaran KGB (-)

Preaurikula Peradangan (-),

pus (-),

nyeri tekan (-),

fistula (-),

pembesaran KGB (-)

Tenang,

edema(-),

fistel(-),

sikatriks(-),

nyeri tekan(-)

Retroaurikula Tenang,

edema(-),

fistel(-),

sikatriks(-),

nyeri tekan(-)

Hiperemis(-),

edema(-),

sekret(-),

serumen (-),

 

MAE

Hiperemis(-),

edema(-),

serumen(-),

sekret(-),

9

Page 10: Lapkas Rhinitis Alergi

massa(-) massa(-)

Hiperemis (-),

edema(-),

serumen(-),

sekret (-),

massa(-)

KAE Hiperemis (-),

edema(-),

serumen(-),

sekret (-),

massa(-)

Intak,

refleks cahaya (+) di

jam 5,

hiperemis (-),

retraksi (-)

Membran timpani Intak,

refleks cahaya (+) di

jam 7,

hiperemis (-),

retraksi (-)

+ Uji Rinne +

Lateralisasi (-) Uji Weber Lateralisasi (-)

Sama dengan

pemeriksa

Uji Schwabach Sama dengan

pemeriksa

10

Page 11: Lapkas Rhinitis Alergi

Interpretasi: AD/AS dalam batas normal

HIDUNG

Rhinoskopi anterior

Dekstra Rinoskopi anterior Sinistra

Hiperemis (-) Mukosa Hiperemis (+)

+ Sekret +

Eutrofi Konka inferior Hipertrofi

Deviasi (-) Septum Deviasi (-)

(-) Massa (-)

(+) Passase udara (+)

Sinus paranasal

• Inspeksi : Pembengkakan kedua pipi (-), kemerahan kelopak mata bawah (-),

pembengkakan kelopak mata atas (-)

• Palpasi : Nyeri tekan pipi (-), nyeri ketuk pipi (-), nyeri tekan medial atap orbita (-), nyeri

tekan kantus medius (-)

11

Page 12: Lapkas Rhinitis Alergi

Tes penciuman

• Kanan : 5 cm (kopi)

• Kiri : 5 cm (kopi)

• Kesan : Hiposmia

Transiluminasi

• Sinus maksilaris : terang/terang, bulan sabit

• Sinus frontalis : terang/terang, sarang tawon

TENGGOROK

Nasofaring (Rinoskopi posterior)

Konka superior tidak dilakukan

Torus tubarius tidak dilakukan

Fossa Rossenmuller tidak dilakukan

Plika tidak dilakukan

12

Page 13: Lapkas Rhinitis Alergi

salfingofaringeal

Orofaring

Dekstra Pemeriksaan

Orofaring

Sinistra

Mulut

Hiperemis (-) Mukosa mulut Hiperemis (-)

Simetris (normal)

bersih, basah

Lidah Simetris (normal)

bersih, basah

Simetris (normal)

tenang

Palatum molle Simetris (normal)

tenang

Karies (-) Gigi geligi Karies (-)

Simetris (normal)

bersih

Uvula Simetris (normal)

bersih

Tonsil

Tenang Mukosa Tenang

13

Page 14: Lapkas Rhinitis Alergi

T1 Besar T1

Tidak melebar Kripta Tidak melebar

- Detritus -

- Perlengketan -

Faring

Tenang Mukosa Tenang

+ Granula +

- Post nasal drip -

TES PENGECAPAN

Manis Normal

Asam Normal

Asin Normal

Pahit Normal

14

Page 15: Lapkas Rhinitis Alergi

Laringofaring (Laringoskopi indirect)

Epiglotis tidak dilakukan

Plika

ariepiglotika

tidak dilakukan

Plika

ventrikularis

tidak dilakukan

Plika vokalis tidak dilakukan

Rima glotis tidak dilakukan

MAKSILOFASIAL

Dekstra Nervus Sinistra

 

(+)

I. Olfaktorius

Penciuman

 

(-)

15

Page 16: Lapkas Rhinitis Alergi

 

(+)

(+)

II. Optikus

Daya penglihatan

Refleks pupil

 

(+)

(+)

 

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

III. Okulomotorius

Membuka kelopak mata

Gerakan bola mata ke superior

Gerakan bola mata ke inferior

Gerakan bola mata ke medial

Gerakan bola mata ke laterosuperior

 

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

 

(+)

IV. Troklearis

Gerakan bola mata ke lateroinferior

 

(+)

 

 

(+)

(+)

(+)

V. Trigeminal

Tes sensoris

– Cabang oftalmikus (V1)

– Cabang maksila (V2)

– Cabang mandibula (V3)

 

 

(+)

(+)

(+)

16

Page 17: Lapkas Rhinitis Alergi

 

(+)

VI. Abdusen

Gerakan bola mata ke lateral

 

(+)

 

(+)

(+)

(+)

(+)

VII. Fasialis

Mengangkat alis

Kerutan dahi

Menunjukkan gigi

Daya kecap lidah 2/3 anterior

 

(+)

(+)

(+)

(+)

 

Normal

VIII. Akustikus

Tes garpu tala

 

Normal

 

(+)

(+)

IX. Glossofaringeal

Refleks muntah

Daya kecap lidah 1/3 posterior

 

(+)

(+)

 

(+)

(-)

Simetris

X. Vagus

Refleks muntah dan menelan

Deviasi uvula

Pergerakan palatum

 

(+)

(-)

Simetris

17

Page 18: Lapkas Rhinitis Alergi

 

(+)

(+)

XI. Assesorius

Memalingkan kepala

Kekuatan bahu

 

(+)

(+)

 

(-)

(-)

XII. Hipoglossus

Tremor lidah

Deviasi lidah

 

(-)

(-)

LEHER

Dekstra Pemeriksaan Sinistra

Pembesaran (-) Tiroid Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar submental Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar submandibula Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar jugularis Pembesaran (+)

18

Page 19: Lapkas Rhinitis Alergi

superior

Pembesaran (-) Kelenjar jugularis media Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar jugularis inferior Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar suprasternal Pembesaran (-)

Pembesaran (-) Kelenjar

supraklavikularis

Pembesaran (-)

Resume:

Pasien anak perempuan usia 12 tahun datang ke poli THT Cianjur dengan keluhan bersin

terus-menerus. Bersin meningkat apabila terpapar debu dan udara dingin. Keluhan disertai

dengan pilek, hidung tersumbat, dan rasa gatal pada hidung. Pilek dengan cairan berwarna

bening, encer, banyak, tidak berbau. Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri tenggorok, nyeri

kepala dan penurunan fungsi pendengaran.

Pemeriksaan Penunjang:

Hematologi lengkap

Diagnosis Banding :

1. Rhinitis Alergi

2. Rhinitis Vasomotor

19

Page 20: Lapkas Rhinitis Alergi

Diagnosis Kerja :

Rhinitis Alergi

Terapi :

1. Menghindari allergen penyebab

2. Nasacort nasal spray

3. Cetirizine 2 x 5mg

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

RINITIS ALERGI

Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien

atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu

20

Page 21: Lapkas Rhinitis Alergi

mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von Priquet,

1986).

Definisi menurut WHO ARIA (allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2001

adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah

mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh Ig E.

Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti

dengan tahap provokasi /reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaituImmediate Phase

Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan

alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase

Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas)setelah

pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang

berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap allergen yang

menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen

pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk kompleks peptida

MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T

helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti Interleukin 1 (IL 1) yang akan

mengaktifkan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan

berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di

permukaan sel Limfosit B, sehingga Limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi

Imunoglobulin E (Ig E). Ig E di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor

Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif.

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa

yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama, maka kedua rantai Ig E akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil

dengan terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators) terutama

histamin. Selain histamin juga dikeluarkan oleh Newly Formed Mediators antara lain

21

Page 22: Lapkas Rhinitis Alergi

Prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet

Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin (IL 3, IL 4, IL 5, IL 6, GM-CSF (Granulocyte

Macrophage Colony Stimulating Factor), dll). Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase

Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan

rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan

sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.

Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang

ujung saraf vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi

pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM 1).

Pada RAFC, sel mastosit juga melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan

akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini tidak berhenti sampai disini

saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL

ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit,

netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta pengikatan sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5

dan GM-CSF dan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresposif

hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulanya seperti

Eosinophillic Cationic Protein (ECP), Eosinophillic Derived Protein (EDP), Major Basic

Protein (MBP) dan Eosinophillic Peroxidase (EPO). Pada fase ini selain factor spesifik

(allergen), iritasi oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang

22

Page 23: Lapkas Rhinitis Alergi

merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban udara yang tinggi.

Gambar 3.1. Mekanisme imunologi yang terkait dalam rhinitis alergi

23

Page 24: Lapkas Rhinitis Alergi

Gambar 3.2. Mekanisme Alergi

Cara Masuk Alergen

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya debu rumah (

D.pteronyssinus, D. farina, B. tropikalis), kecoa, serpihan epitel kulit binatang (kucing,

anjing), rerumputan (Bermuda grass), serta jamur (Aspergillus, Alternaria).

2. Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu sapi, telur,

coklat, ikan laut, udang, kepiting dan kacang-kacangan.

3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin dan

sengatan lebah.

4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan

kosametik dan perhiasan.

Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga member

gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang memeberi gejala asma bronkial dan

rinitis alergi.

24

Page 25: Lapkas Rhinitis Alergi

Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar

terdiri dari:

1. Respons Primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan

dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut

menjadi respon sekuder.

2. Respons Sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah imunitas selular

atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini,

reaksi selesai. Bila Ag masih ada atau memang sudah ada defek dari system imunologik,

maka reaksi ini akan berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respons Tertier

Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat

sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini menjadi 4 tipe, yaitu tipe 1 atau reaksi anafilasis

(immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sititoksik/sitolitik, tipe 3 atau reaksi kompleks

imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan

yang banyak dijumpai dibidang THT adalah tipe 1 yaitu rhinitis alergi.

Klasifikasi Rinitis Alergi

Berdasarkan sifat berlangsungnya

Dahulu rhinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak dikenal dengan

rhinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen

penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama

yang tepat adalah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah

gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermitten atau

terus menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang

25

Page 26: Lapkas Rhinitis Alergi

paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan.

Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) dan alergen diluar rumah

(outdoor). Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya

disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan

fisiologik pada golongan perennial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman

tetapi lebih persisten karena komplikasinya lebih sering ditemukan.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative

ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu menurut sifat

berlangsungnya dibagi menjadi:

1. Intermittent atau kadang-kadang : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4

minggu

2. Persistent atau menetap : bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu

Berat ringan penyakit

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,

berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang-Berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi di hadapan

pemeriksa. Hamir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Unsur penting meliputi

evaluasi sifat, durasi, dan waktu saja gejala; mungkin pemicu gejala; respons terhadap obat-

obatan; kondisi komorbiditas; riwayat keluarga penyakit alergi; eksposur lingkungan; kerja

eksposur dan efek terhadap kualitas hidup. Anamnesis menyeluruh dapat membantu

mengidentifikasi memicu tertentu, menunjukkan adanya etiologi untuk alergi rhinitis.

26

Page 27: Lapkas Rhinitis Alergi

Melihat gejala dan kekambuhan

o Menentukan usia munculnya gejala pertama kali dan apakah gejala terus-menerus

ada. Serangan rinitis alergi dapat terjadi hingga usia dewasa, bahkan sebagian besar pasien

baru menunjukkan gejala pada umur 20 tahun.

o Menentukan pola gejala dan apakah gejala-gejala muncul pada tingkat yang

konsisten sepanjang tahun (rhinitis persisten), hanya terjadi pada musim tertentu (rinitis

musiman), atau kombinasi dari keduanya. Selama periode eksaserbasi, menentukan apakah

gejala-gejala muncul setiap hari atau hanya pada episode tertentu saja. Tentukan apakah

gejala hadir sepanjang hari atau hanya pada waktu tertentu di siang hari. Informasi ini dapat

membantu menunjukkan diagnosis dan menentukan mungkin pemicu.

o Menentukan sistem organ yang terkena dan gejala spesifik. Beberapa pasien

memiliki keterlibatan eksklusif hidung, sementara yang lain keterlibatan berbagai organ.

Keluhan pada beberapa pasien bersin, gatal, lakrimasi, dan hidung berair, sedangkan yang

lain mungkin hanya mengeluh hidung mampet. Keluhan mampet, terutama jika satu sisi,

mungkin merupakan obstruksi struktural, seperti polip, benda asing, atau septum deviasi.

Gejala rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin

merupakan gejala yang normal, terutama pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah

besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri

(self cleaning process). Bersin ini terutama merupakan gejala pada RAFC fan kadang pada

RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain adalah keluar ingus (rinore) yang

encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai

dengan banyak air mata yang keluar (lakrimasi). Sering kali gejala yang timbul tidak

lengkap, terutama pada anak-anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan

keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.

Faktor-faktor pemicu

o Tentukan apakah gejala terkait faktor pemicu tertentu. Ini mungkin mencakup

pemaparan serbuk sari, jamur spora sambil melakukan pekerjaan halaman, binatang tertentu,

atau debu ketika membersihkan rumah.

27

Page 28: Lapkas Rhinitis Alergi

o Iritan seperti asap, polusi, dan bau kuat dapat memperburuk gejala pada pasien

dengan rhinitis alergi. Ini juga pemicu rhinitis vasomotor. Banyak pasien memiliki

keduanya.

o Pasien lain mungkin menggambarkan kondisi rhinitis sepanjang tahun dengan

gejala yang tidak berhubungan dengan pemicu tertentu. Hal ini bisa konsisten dengan rinitis

nonallergi, tapi dengan allergen abadi, seperti tungau debu atau binatang eksposur, juga harus

dipertimbangkan dalam situasi ini. Jika terjadi pemaparan kronis dan gejala yang kronis,

pasien mungkin tidak lagi dapat menghubungkan gejala yang dimiliki dengan pemicu

tertentu.

Terhadap pengobatan

o Respon untuk pengobatan dengan antihistamin mendukung diagnosa rhinitis

alergi, meskipun bersin, gatal, dan rinore berhubungan dengan rhinitis nonallergic juga dapat

mdihilangkan dengan antihistamin.

Respon terhadap intranasal kortikosteroid

Respon terhadap kortikosteroid intranasal mendukung diagnosa rhinitis alergi, meskipun

beberapa kasus rhinitis juga berespon baik terhadap kortikosteroid.

Kondisi komorbiditas

o Pasien dengan rhinitis alergi atopik lain mungkin memiliki kondisi seperti asma

atau atopic dermatitis. Dari pasien dengan rhinitis alergi, 20% juga memiliki gejala asma.

Rhinitis alergi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan asma memburuk atau bahkan

dermatitis atopic

o Menyelidiki riwayat medis dahulu, termasuk kondisi medis saat ini kondisi-

kondisi medis lainnya. Penyakit-penyakit seperti hipotiroidisme atau sarcoidosis dapat

menyebabkan rhinitis nonallergic.

28

Page 29: Lapkas Rhinitis Alergi

Riwayat keluarga

Pada kenyataannya, risiko rinitis alergi meningkat jika kedua orang tua memiliki riwayat

atopik daripada jika salah satu orangtua yang atopik. Namun, penyebab rhinitis alergi

multifaktor, sehingga orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga sekalipun masih dapat

memiliki rhinitis alergi.

Pajanan dari lingkungan dan pekerjaan

o Anamnesis menyeluruh terhadap paparan dari lingkungan membantu untuk

mengidentifikasi pemicu alergi tertentu. Ini harus mencakup pemeriksaan faktor risiko abadi

paparan alergen (misalnya, debu tungau, jamur, hewan peliharaan). Kelembaban yang tinggi

dalam rumah adalah faktor risiko untuk eksposur cetakan alergen. Anamnesis mengenai hobi

dan kegiatan rekreasi membantu menentukan risiko.

o Kita juga harus menyelidiki tentang lingkungan tempat kerja atau sekolah. Ini

mungkin mencakup pemaparan alergen abadi biasa (misalnya, tungau, jamur, binatang

peliharaan ketombe) atau allergen di tempat kerja (misalnya, laboratorium hewan, produk-

produk hewani, biji-bijian dan bahan organik, debu kayu, lateks, enzim).

Efek terhadap kualitas hidup

o Penilaian yang akurat dari morbiditas rhinitis alergi tidak dapat diperoleh tanpa

mengetahui efek terhadap kualitas hidup pasien. Kuesioner spesifik tersedia untuk membantu

menentukan efek terhadap kualitas hidup.

o Tentukan adanya gejala seperti kelelahan, malaise, mengantuk dan sakit kepala.

o Selidikilah kualitas tidur dan kemampuan untuk beraktivitas di tempat kerja.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus fokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga,

oropharynx, leher, paru-paru, dan kulit juga penting. Cari temuan fisik yang mungkin konsisten

dengan penyakit sistemik yang berhubungan dengan rhinitis.

29

Page 30: Lapkas Rhinitis Alergi

Wajah

o Bayangan gelap di bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat

obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak

menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut

allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan

timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic

crease.

Hidung

o Pemeriksaan hidung terbaik dengan memakai spekulum hidung (rinoskopi

anterior). Spesialis THT dapat menggunakan nasolaringoskop yang kaku atau fleksibel.

o Mukosa dan konka hidung dapat tampak bengkak dan pucat, dengan warna abu-

abu kebiruan. Ini merupakan gejala yang khas pada rinitis alergi. Namun tidak dapat

membedakan antara alergi dan penyebab rhinitis nonallergi Beberapa pasien mungkin

memiliki mukosa kemerahan, yang mirip pada rhinitis infeksi, atau rhinitis vasomotor

o Menilai karakter dan jumlah lendir hidung. Tipis dan sekresi berair sering

dikaitkan dengan rinitis alergi, sedangkan sekresi purulen tebal dan biasanya terkait dengan

sinusitis, namun lebih tebal, bernanah, lendir berwarna juga dapat terjadi dengan rhinitis

alergi.

o Septum nasal diperiksa untuk mencari setiap deviasi atau perforasi septum, yang

dapat hadir karena rhinitis kronis, penyakit granulomatosa, penyalahgunaan kokain,

dekongestan topikal atau topikal steroid berlebihan.

o Memeriksa rongga hidung, apakah terdapat massa seperti polip atau tumor. Polip

adalah massa abu-abu yang sering bertangkai, yang mungkin sulit terlihat. Setelah

penyemprotan dekongestan topikal, polip tidak mengecil, sementara mukosa hidung

sekitarnya menyusut

30

Page 31: Lapkas Rhinitis Alergi

Telinga, mata, dan orofaring

o Menggunakan otoskop untuk melihat dan menilai membran timpani. Penggunaan

otoskop pneumatik dapat dipertimbangkan untuk mencari pergerakan normal membran

timpani. Temuan ini dapat dikaitkan dengan rhinitis alergi, terutama jika terjadi sumbatan

tuba estachius atau otitis media sekunder.

o Pemeriksaan injeksi dan pembengkakan palpebral conjunctivae, dengan kelebihan

produksi air mata. Garis Dennie-Morgan (penonjolan lipatan di bawah kelopak mata inferior)

yang berhubungan dengan rinitis alergi.

o Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance)

yang menggambarkan jaringan limfoid berkas pada faring posterior), serta dinding lateral

faring menebal. Hipertrofi tonsil juga dapat diamati. Malocclusion (overbite) dan langit-

langit melengkung tinggi dapat diamati pada pasien yang bernapas dari mulut mereka secara

berlebihan. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan

menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Lidah seperti gambaran

peta (geographical tongue).

Leher: Mencari adanya limfadenopati atau penyakit tiroid.

Paru-paru: Mencari karakteristik temuan asma.

Kulit: Evaluasi untuk kemungkinan dermatitis atopi.

Lain: Cari bukti penyakit sistemik yang dapat menyebabkan rhinitis (misalnya, sarcoidosis,

hipotiroidisme, immunodeficiency, ciliary dyskinesia sindrom, penyakit jaringan ikat lainnya).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tes Alergi: Pengujian untuk reaksi terhadap alergen yang spesifik dapat membantu untuk

mengkonfirmasikan diagnosis rhinitis alergi, juga untuk menentukan pemicu terjadinya alergi.

Jika pemicu terjadinya alergi diketahui, maka langkah-langkah pencegahan yang tepat dapat

31

Page 32: Lapkas Rhinitis Alergi

direkomendasikan. Penting untuk mengetahui alergen yang tepat untuk dilakukan

immunotherapy (desensitisasi perawatan). Pengujian memberikan pengetahuan dari tingkat

sensitivitas terhadap alergi tertentu. Yang paling sering digunakan metode untuk menentukan

alergi terhadap zat tertentu adalah uji kulit alergi (tes reaksi hipersensitivitas langsung) dan in

vitro diagnostik tes, seperti tes radioallergosorbent (RAST), yang secara tidak langsung

mengukur jumlah IgE spesifik untuk antigen tertentu.

o Skin test allergy (tes hipersensitivitas langsung) adalah metode dalam menentukan

vivo segera (IgE-mediated) hipersensitivitas alergen tertentu. Kepekaan terhadap hampir

semua alergen yang menyebabkan rinitis alergi dapat ditentukan dengan tes kulit.

Dengan memperkenalkan suatu ekstrak alergen yang dicurigai

percutaneously, segera (awal-fase) wheal-dan-suar reaksi dapat dihasilkan.

Pengantar perkutan dapat dilakukan dengan menempatkan setetes ekstrak

pada kulit dan menggaruk atau menusuk jarum melalui epidermis bawah

tetesan ekstrak alergen. Tergantung pada teknik yang tepat digunakan,

pengujian ini disebut Skin Prick test.

Antigen dalam ekstrak mengikat IgE pada sel mast kulit, menuju ke fase

awal (langsung-type) reaksi, yang menyebabkan pelepasan mediator

seperti histamine. Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 15-20 menit.

Histamin yang dilepaskan menyebabkan reaksi ruam atau kemerahan

(dihasilkan oleh infiltrasi cairan, dan sekitarnya eritema dihasilkan karena

vasodilasi, dengan seiring gatal.). Ukuran reaksi ruam berkorelasi dengan

tingkat sensitivitas terhadap alergi.

Ekstrak juga dapat diberikan secara intradermal (yaitu, disuntikkan ke

dalam dermis dengan jarum intradermal). Dengan teknik ini, ekstrak dapat

memasuki jaringan dermal, termasuk sel mast kulit. Pengujian intradermal

sekitar 1000-kali lipat lebih sensitif daripada pengujian perkutan. Namun

hal ini harus dilakukan dengan hati-hati oleh orang yang memang ahli

dibidangnya. Namun harus tetap diingat bahwa hasil positif palsu tinggi.

32

Page 33: Lapkas Rhinitis Alergi

o In vitro. Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula

pemeriksaan Ig E total (prist-paper radioimmuno sorbent test) seringkali menunjukan nilai

normal kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain

rhinitis alergi juga menderita asma bronchial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk

prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat

alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan Ig E spesifik dengan RAST (Radio

Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test).

Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna

sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukan

kemungkinan alergi inhalan. Juka basofil (>5 sel/Lap) mungkin disebabkan oleh alergi

makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. Tes ini

memungkinkan penentuan IgE spesifik ke sejumlah alergen yang berbeda dari satu sampel

darah, tetapi sensitivitas dan spesifisitas tidak selalu sebaik akurat tes kulit (tergantung pada

uji laboratorium dan digunakan untuk RAST). Seperti pada pengujian kulit, hampir semua

alergen yang menyebabkan alergi rhinitis dapat ditentukan dengan menggunakan RAST,

walaupun tes untuk beberapa alergen kurang mapan dibandingkan dengan orang lain.

Total serum IgE:

Ini adalah pengukuran tingkat total IgE dalam darah. Sementara pasien dengan rinitis

alergi lebih cenderung memiliki tingkat IgE total tinggi daripada populasi normal, tes ini tidak

sensitif maupun spesifik untuk alergi rhinitis. Sebanyak 50% dari pasien dengan rhinitis alergi

memiliki tingkat normal dari total IgE, sementara 20% dari nonaffected individu dapat

mengalami peningkatan kadar IgE total. Oleh karena itu, tes ini biasanya tidak digunakan sendiri

untuk menetapkan diagnosis alergi rhinitis, tetapi hasilnya dapat membantu dalam beberapa

kasus ketika digabungkan dengan faktor-faktor lain.

Total hitung eosinophil darah:

33

Page 34: Lapkas Rhinitis Alergi

Seperti dengan total serum IgE, yang ditinggikan menghitung eosinophil mendukung

diagnosis alergi rhinitis, tetapi tidak sensitif maupun spesifik untuk diagnosis. Hasilnya kadang-

kadang dapat membantu ketika digabungkan dengan faktor-faktor lain.

Pencitraan

Radiography: Meskipun tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis alergi rhinitis,

mereka dapat membantu untuk mengevaluasi kemungkinan kelainan struktural atau untuk

membantu mendeteksi komplikasi atau kondisi komorbiditas, seperti sinusitis atau adenoide

hipertrofi.

o Sinus film: 3 posisi (PA, Waters, dan lateral) dapat membantu dalam

mengevaluasi untuk sinusitis yang berkenaan dgn sinus maksila, sinus frontal, dan sinus

sphenoid. Ethmoid sinus yang sulit untuk memvisualisasikan dengan jelas pada foto polos.

Rontgen sinus ini dapat membantu untuk mendiagnosa sinusitis akut, tapi CT scan sinus

lebih sensitif dan spesifik. Untuk sinusitis kronis, rontgen sering tidak meyakinkan, dan CT

scan jauh lebih disukai.

o Rotgen lateral leher dapat membantu ketika mengevaluasi untuk kelainan jaringan

lunak pada nasofaring, seperti hipertrofi adenoid.

CT scan:

CT scan koronal dari sinus gambar bisa sangat membantu untuk mengevaluasi sinusitis akut

atau kronis. Secara khusus, terhalangnya kompleks ostiomeatal (sebuah pertemuan saluran

drainase dari sinus) dapat dilihat dengan cukup jelas. CT scan juga dapat membantu

menggambarkan polip, konka yang membesar, kelainan septum (misalnya, deviasi), dan lainnya.

MRI:

Untuk mengevaluasi sinusitis, gambar MRI umumnya kurang membantu daripada CT

scan gambar, terutama karena struktur tulang tidak dilihat dengan jelas pada gambar MRI.

Namun, jaringan lunak yang divisualisasikan dengan cukup baik, membuat gambar MRI

bermanfaat untuk mendiagnosis keganasan saluran udara bagian atas. 34

Page 35: Lapkas Rhinitis Alergi

Tes lain

Sitologi hidung: Sebuah sampel cairan dan sel dikorek dari permukaan mukosa hidung

dengan menggunakan probe sampling khusus. Sekresi yang ditiup dari hidung tidak

memadai. Hasil yang tidak sensitif maupun spesifik untuk alergi rhinitis dan tidak boleh

digunakan secara eksklusif untuk menetapkan diagnosis.

Penatalaksanaan

Pengelolaan rhinitis alergi terdiri dari 3 kategori utama perawatan, (1) lingkungan

pengendalian dan penghindaran penyebab alergi, (2) farmakologis manajemen, dan (3)

immunotherapy.

Penghindaran penyebab alergi

Pengendalian lingkungan dan penghindaran penyebab alergi:

Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari alergen atau iritasi, pemicu.

Mempertimbangkan tindakan pengendalian lingkungan, cukup baik dalam semua kasus rhinitis

alergi.

o Serbuk sari : Tersebar luas di udara bebas, sehingga sangat sulit untuk dihindari.

Secara umum, serbuk sari pohon hadir di musim semi, rumput serbuk sari dari akhir musim

semi menuju musim panas, dan gulma serbuk sari dari akhir musim panas sampai musim

gugur. Cenderung lebih tinggi pada kering, cerah, berangin. Paparan terhadap udara bebas

dapat dibatasi selama ini, tapi ini mungkin tidak dapat diandalkan karena dianggap dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor lain. Menjaga jendela dan pintu rumah dan mobil tertutup

sebanyak mungkin selama musim tepung sari (dengan AC, jika perlu, pada modus sirkulasi)

dapat membantu. Mandi setelah dari luar ruangan dapat membantu dengan membuang serbuk

sari yang menempel di rambut dan kulit.

35

Page 36: Lapkas Rhinitis Alergi

Alergen indoor: Tergantung pada penyebab alergi, pengendalian

lingkungan untuk alergen dalam ruangan bisa sangat membantu. Untuk

tungau debu, menutupi kasur dan bantal dengan penutup yang rapat dapat

membantu Penutup tempat tidur harus dicuci setiap 2 minggu di tempat

yang panas (paling tidak 130 ° F) air untuk membunuh tungau hadir. juga

melakukan pembersihan karpet dengan vakum. Karpet dapat diberi zat

kimia yang membunuh tungau atau mengubah sifat sesuatu benda protein,

tetapi kemanjuran agen ini tidak muncul secara tiba-tiba. Tungau debu

berkembang dengan baik jika kelembaban di dalam ruangan di atas 50%.

Alergi hewan peliharaan, penghindaran total merupakan pilihan terbaik.

Bagi pasien yang tidak bisa, atau yang tidak mau untuk benar-benar

menghindari binatang atau hewan peliharaan, maka dapat dilakukan

dengan memindahkan hewan ke sebuah ruangan dan menjaga noncarpeted

seluruhnya keluar dari kamar tidur dapat sangat menguntungkan. 18 Cat

dengan tingkat alergen tinggi dalam rumah dapat dikurangi dengan filter

partikulat udara (HEPA) dan dengan memandikan kucing setiap minggu

(walaupun ini mungkin tidak praktis).

o Pekerjaan berhubungan dengan alergen: Seperti halnya dengan alergen dalam

ruangan, penghindaran adalah ukuran terbaik. Bila hal ini tidak mungkin, masker atau

respirator mungkin dibutuhkan.

Pemicu yang nonspesifik: Paparan dari rokok, parfum dan aroma yang

kuat, asap, perubahan suhu yang cepat, dan polusi udara terbuka dapat

memicu pada pasien dengan rinitis alergi. Pertimbangkan untuk

menghindari situasi ini atau pemicu jika tampaknya dapat memperburuk

gejala.

Medikamentosa

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secar inhibitor

kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering

36

Page 37: Lapkas Rhinitis Alergi

dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau

tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik)

dan generasi 2 (non sedatif). Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik sehingga dapat menembus

sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik.

Yang termasuk kelompok ini antara lain adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin,

siproheptadin, sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin. Antihistamin

generasi-2 bersifat lipofobik, sehingga slit menembus sawar darah otak. Bersifat selektif

menghambat reseptor H1 perifer dan tidak mempunyai sifat antikolinergik, antiadrenergik dan

efek pada SSP minimal (non-sedatif). Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat seperti

rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi gejala obstruktif hidung pada fase

lambat. Antihistamin non sedative dapat dibagi dalam dua golongan menurut keamanannya.

Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik.

Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan oleh karena repolarisasi jantung yang tertunda

dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung dan bahkan kematian mendadak (sudah

ditarik dari peredaran). Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin,

levoseterisin.

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergic alfa dipakai sebagai dekongestan

hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topikal. Namun pemakaian

secara topical hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari rinitis medikamentosa.

Preparat Kortikosteroid dipilih jika gejala terutama sumbatan hidung akibat respons fase

lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal

(beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat dan triamsinolon).

Kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung,

mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofik, mengurangi aktivitas limfosit,

mencegah bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak responsive terhadap

rangsangan alergen (baik yang bekerja pada respon fase cepat maupun lambat). Preparat sodium

kromoglikat topical bekerja menstabilkan mastosit (mungkin menghambat ion kalsium)

sehiingga pengelepasan mediator dihambat. Pada respons fase lambat, obat ini juga menghambat

37

Page 38: Lapkas Rhinitis Alergi

proses inflamasi dengan menghambat aktivasi sel netrofil, eosinofil dan monosit. Hasil terbaik

dicapai dengan pemberian sebagai profilaksis.

Operatif

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau

multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat

dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau Triklor Asetat.

Imunoterapi

o Definisi Sebuah penelitian klinis telah menetapkan efektivitas suntikan alergi

dosis tinggi dalam mengurangi gejala dan pengobatan alergi, yang telah dibuktikan

sensitivitasnya hingga 80-90% untuk alergen tertentu. Ini adalah proses jangka panjang;

pantau perbaikannya dalam 6-12 bulan, dan, jika bermanfaat, terapi harus dilanjutkan selama

3-5 tahun. Imunoterapi bukan berarti terbebas dari risiko karena reaksi alergi sistemik yang

parah kadang-kadang dapat terjadi. Untuk alasan ini, maka hasruslah berhati-hati dalam

mempertimbangkan risiko dan manfaat immunotherapy.

o Indikasi: Imunoterapi dianggap dapat bekerja lebih kuat pada pasien dengan

penyakit alergi yang cukup parah dan pilihan-pilihan terhadap pengelolaan lainnya sangat

minimal maupun adanya kondisi komorbiditas atau komplikasi. Immunotherapy sering

dikombinasikan dengan obat-obatan dan pengendalian lingkungan.

o Kondisi imunoterapi: Nilai immunotherapy untuk serbuk sari, debu tungau, dan

kucing sudah terbentuk dengan baik. , Nilai immunotherapy untuk anjing masih dirasa kurang

baik.

o Kontraindikasi: Immunotherapy hanya boleh dilakukan oleh individu-individu

yang telah terlatih oleh lembaga pencegahan yang sesuai, dan yang dilengkapi dengan

profilaksis jika sampai terjadi alergi sistemik.

Komplikasi

Komplikasi rhinitis alergi yang sering adalah:

38

Page 39: Lapkas Rhinitis Alergi

1. Polip Hidung

Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu factor penyebab

terbentuknya polip hidung.

2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak

Rinitis yang berlangsung terus menerus mengakibatkan hipertrofi konka yang berakibat

pada sumbatan hidung. Kondisi sumbatan ini juga dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan

pada muara tuba eustachius yang berakibat peningkatan tekanan pada telinga tengah dan

penumpukan cairan pada telinga tengah yang berakhir pada infeksi pada telinga tengah

karena cairan pada telinga tengah menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan kuman.

3. Sinusitis paranasal.

Konka yang hipertrofi dapat membuat meatus media menjadi lebih sempit, serta kondisi

peradangan yang terus menerus dapat menjadi factor pemicu terjadinya polip yang akan ikut

menjadi penyebab ostium sinus menjadi sempit. Sirkulasi pembuangan sekret yang tidak lancar

akan mengakibatkan terbendungnya sekret serta terjadinya infeksi, karena sekretadalah tempat

yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman.

39

Page 40: Lapkas Rhinitis Alergi

Algoritma Penatalaksanaan Rinitis Alergi

menurut WHO Initiative ARIA 2001 (dewasa)1

40

Penghindaran alergen

Diagnosis Rinitis Alergi(Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Tes Kulit)

intermittent Persisten/menetap

ringan Sedang/berat ringan Sedang/berat

-AH oral/topical, atau-AH + dekongestarn oral

KS topikal-AH oral/topikal atau-AH + dekongestan oral atau -KS topikal atau -(Na kromoglikat)

Evaluasi setelah 2-4 minggu

Gejala persisten

Evaluasi setelah 2-4 minggu

-Bila gagal: maju 1 langkah-Bila th/berhasil: lanjutkan 1 bln

membaik Tidak ada

Th/ mundur 1 langkah dan th/

diteruskan untuk 1 bulan

-salah diagnosis-nilai kepatuhan pasien-komlikasi/infeksi-faktor kelainan anatomis

Pertimbangkan imunoterapi

Sumbatan hidung menetap

KS topikal ditingkatkan

Gatal hidung rinore

Dekongestan (3-5 hari), atauKS oral (jangka pendek)

gagal

Kaustika konka/konkotomi

Page 41: Lapkas Rhinitis Alergi

DAFTAR PUSTAKA

1. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Rinitis Alergi. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,

editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi

Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.

2. Bosquet J, Cauwenberge P, Khaltaev N, Bachert C, Durham SR, Lund V, Mygind N.

Management of Allergic Rhinitis and its impact on Asthma (ARIA). ARIA Workshop

Report. J All Clin Immunol (Suppl) 108; 5: 2001

3. Peter H. Hidung: Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam: Effendi H, editor. BOIES:

Buku Ajar Penyakit THT. Edisi Keenam. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 1997.

Hal 173-89.

41