print rhinitis finis arif zn

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Definisi Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi dengan dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik pada pasien atopik yang sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama sebelumnya. Dengan kata lain alergi adalah suatu reaksi hipersensitifitas. Untuk menimbulkan reaksi alergi harus dipenuhi 2 faktor, yaitu adanya sensitifitas terhadap suatu alergen (atopi), yang biasanya bersifat herediter dan adanya kontak ulang dengan alergen tersebut (1). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan 1

Upload: arif-zainuddin-noor

Post on 28-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Definisi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh

reaksi alergi dengan dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan

ulangan dengan alergen spesifik pada pasien atopik yang sudah tersensitisasi

dengan alergen yang sama sebelumnya. Dengan kata lain alergi adalah suatu

reaksi hipersensitifitas. Untuk menimbulkan reaksi alergi harus dipenuhi 2 faktor,

yaitu adanya sensitifitas terhadap suatu alergen (atopi), yang biasanya bersifat

herediter dan adanya kontak ulang dengan alergen tersebut (1).

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun

2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore,

rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai

oleh IgE.

1.2. Epidemiologi

Rinitis Alergi terjadi pada setiap orang dari semua ras. Namun prevalensi

terjadinya pada tiap populasi berbeda-beda, tergantung dari perbedaan secara

genetik, faktor geografi, atau perbedaan lingkungan. Pada anak-anak, rinitis alergi

lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan, sedangkan pada

dewasa prevalensinya sama untuk kedua janis kelamin (2).

1

Page 2: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Onset umur dari rinitis alergi berkisar 8-11 tahun, tetapi dapat juga terjadi

pada semua orang dari tiap umur. Pada 80% kasus, rinitis alergi terjadi pada umur

20 tahun. Prevalensi dari rinitis alergi, 40% terjadi pada anak-anak yang

selanjutnya tersebut berkurang dengan bertambahnya umur. Pada populasi usia

lanjut, rinitis alergi lebih jarang terjadi (2).

1.3. Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi

genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat

berperan pada ekspresi rinitis alergi Penyebab terjadinya rinitis alergi adalah

adanya alergen yang merangsang reaksi hipersensitifitas tubuh. Penyebab rinitis

alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak.

Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan

pencernaan. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas (1,3):

1. Alergen inhalan, yang masuknya bersama dengan udara pernapasan,

misalnya debu rumah, tungau, bulu binatang dan jamur.

2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya

susu, telur ,coklat, ikan dan udang.

3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya

penisilin dan sengatan lebah.

4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetik dan perhiasan.

Berdasarkan sifat terjadinya Rinitis alergi dibagi menjadi dua macam yaitu

(1,2,3):

2

Page 3: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

1. Rinitis alergi musiman : timbul secara periodik, jenis rinitis ini tidak

dikenal di Indonesia, hanya terjadi di negara-negara yang mempunyai 4

musim.

2. Rinitis Alergi Sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul

secara intermitten, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang

tahun.

1.4. Patogenesis

Pada kontak pertama dengan alergen, tubuh akan membentuk IgE spesifik.

IgE ini akan menempel pada permukaan mastosit dan basofil yang mengandung

granul. Sel-sel ini disebut sebagai sel mediator. Proses ini disebut dengan proses

sensitisasi dan akan ditemukan pada sel yang tersensitisasi (1)

Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen, maka

dalam beberapa menit akan timbul rasa gatal yang diikuti dengan bersin sebagai

reflek induksi pada reseptor iritan dihidung. Setelah 10 menit terjadi rinore akibat

aktifitas kelenjar berupa peningkatan permeabilitas vaskuler dan kelenjar oleh

stimulasi reflek saraf kolinergik. Setelah 25-30 menit pasien akan mengeluh

hidung tersumbat akibat terjadinya vasodilatasi dan pengumpulan darah,

peningkatan permeabilitas vaskuler serta pengaktifan sel molekul adhesi. Fase ini

disebut dengan fase inflamasi cepat. (1)

Respon ini tidak berhenti, tetapi akan terus berlanjut sampai 2-4 jam

setelah pemaparan dan maksimal 6-8 jam, serta akan menurun secara berahap.

Gejala yang menoniol adalah hidung tersumbat, sedangkan rinore dan bersin

jarang timbul. Fase ini disebut fase lambat (1).

3

Page 4: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Timbulnya gejala hipereaktif dan hiperesponsif dari hidung adalah akibat

peranan eosinofil dan mediator inflamasi dan granulnya. Pada rinitis alergi zat

mediator yang berperan utama ialah histamin, yang mempunyai efek dilatasi pada

pembuluh darah kecil, meningkatkan permeibilitas kapiler, sehingga cairan keluar

pembuluh darah. Efek histamin pada saraf sensoris adalah meningkatkan sekresi

kelenjar dan bersin (1).

Gambar 1. Patogenesis rhinitis alergika

1.5. Manifestasi Klinis

Gejala rinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin secara

berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala normal, terutama pada pagi hari

atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupahan

mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process).

Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan.

4

Page 5: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Gejala lain adalah keluarnya ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung

tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air

mata keluar (lakrimasi). Pada rinitis alergi tidak ada demam (1).

Pada anak-anak gejala hidung tersumbat merupakan gejala utama atau

satu-satunya gejala yag diutarakan oleh pasien. Gejala spesifik lainnya pada anak-

anak ialah terdapatnya bayangan gelap pada daerah bawah mata yang terjadi

karena stasis vena sekunder, akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut dengan

allergic shiner. Selain itu sering juga dilihat anak menggosok-gosok hidung,

karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut dengan allergic salute

(1,3).

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah

penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa

orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan

sulit tidur (3).

1.6. Diagnosis

1. Anamnesa

Anamnesa sangat penting, karena seringkali tidak terjadi dihadapan

pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis saja

(1).

Pada saat melakukan anamnesa, hal-hal yang semestinya ditanyakan

seperti; gejala dan kronisitas, faktor pemicu timbulnya rinitis, respon terhadap

pengobatan, penyakit penyerta, riwayat keluarga, lingkungan dan pekerjaan

(2).

5

Page 6: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

2. Pemeriksaan Fisik

Gambaran secara umum dari wajah yaitu allergic shiners, yang merupakan

lingkaran hitam dibawah mata dikarenakan vasodilatasi dan kongesti hidung.

Mukosa hidung terlihat bengkak, pucat, abu kebiru-biruan yang menunjukkan

tipe rinitis alergi. Beberapa pasien dapat juga terlihat mukosanya merah, hal

ini terlihat pada tipe rinitis medikamentosa, infeksi atau rinitis vasomotor (2).

Mukus yang tipis dan berair menunjukkan rinitis alergika, namun mukus

yang tebal dan purulun menunjukkan sinusitis. Periksa apakah ada deviasi

septum yang biasanya terjadi pada rinitis kronik, penyakit granulomatosa,

ketergantungan kokain, atau karena pembedahan (2).

Pada pemeriksaan leher apakah ada limfadenofati atau penyakit tiroid.

Pada pemeriksaan paru apakad ada asma, sedang pada pemeriksaan kulit

untuk mengetahui apakah ada dermatitis atopik (2).

3. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau

livid disertai banyak sekret yang encer (1).

Ditemukanya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan

alergi inhalan, basofil (cukup 5 sel/lap) mungkin alergi makanan, sedangkan

sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (1).

Alergen penyebab dapat juga dicari secara in-vitro dengan uji kulit. Ada

beberapa cara, yaitu uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri.

Dengan pemeriksaan uji alergen yang lengkap selain dapat menemukan

6

Page 7: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

alergen penyebab, juga dapat diketahui besarnya konsentrasi alergen yang

dapat menetralkan reaksi alergen tersebut (1,2).

Pada pemerikasaan laboratorium (invitro), pemeriksaan sitologi

hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai

pemeriksaan penyaring atau pelengkap terhadap pemeriksaan-pemeriksaan

lain (1).

1.7. Diagnosa Banding

Rinitis non alergik eosinofilik terjadi kebanyakan pada orang dewasa.

Gejalanya bertahan lama; membran mukosa yang pucat, dan mungkin disertai

polip hidung atau penyakit sinus. Eosinofil ditemukan pada pulasan hidung, tetapi

kadar IgE serum normal dan uji kulit biasanya negatif (3).

Rinitis vasomotor diduga terjadi akibat dari ketidakseimbangan sistem

pengendalian saraf otonom terhadap vaskularisasi mukosa dan kelenjar mukosa,

gejalanya memberi kesan rinitis alergika namun penyebab alerginya tidak

diketahui. Penyumbatan hidung adalah gejala yang paling menonjol, dengan rasa

gatal, bersin, dan rinore yang minimal. Penyumbatan diperberat oleh lingkungan,

seperti: suhu atau kelembaban dan oleh paparan terhadap iritan seperti asap

tembakau. Penderita tidak mempunyai eosinofil pada sekret hidungnya (3).

Kemungkinan lain yang perlu dipertimbangkan selain dari rinitis alergika,

seperti rinitis medikamentosa, hal ini berhubungan dengan riwayat penggunaan

dekongestan topikal, obat antihipertensi atau pada ketergantungan kokain. Rinitis

hormonal berhubungan dengan kehamilan, keadaan hipotiroid dan penggunaan

7

Page 8: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

kontrasepsi oral, sedangkan rinitis anatomik berhubungan dengan adanya deviasi

septum, atresia koanal, hipertrofi adenoid, benda asing atau tumor hidung (2).

1.8. Komplikasi.

Komplikasi rinitis alergi yang paling sering adalah (1,2):

1. Polip hidung

Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah

satu penyebab terbentuknya polip hidung.

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

3. Sinusitis paranasal

Kedua komplikasi yang terakhir bukanlah sebagai akibat langsung dari

rinitis alergi, tetapi karena adnya sumbatan hidung, sehingga menghambat

drainase.

1.9. Pengobatan

1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan

alergen penyebab (avoidence) dan eliminasi

2. Simptomatis

a. Medikamentosa

Antihistamin adalah antagomis histamin H-1, yang bekerja secara

inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan

preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama

8

Page 9: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi maupun

tanpa kombinasi dengan dekongestan oral (1).

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin

generasi 1 (klasik) dan generasi 2 (non sedatif). Antihistamin generasi

1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak

(mempunyai efek pada SSP) dan plasenta. Yang termasuk kelompok

ini antara lain adalah difenihidramin, klorfeniramin, prometasin,

siproheptadin. Antihistamin generasi 2 bersifat lipofobik sehingga sulit

menembus sawar darah otak. Bersifat selektif dengan mengikat

reseptor H-1 perifer dan tidak memepunyai efek antikolinergik dan

efek pada SSP minimal (non sedatif). Antihistamin diabsorbsi secara

oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada

respon fase cepat seperti rinore, bersin, gatal tetapi tidak efektif untuk

mangatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat (1).

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai

sebagai dekongestan oral hidung dengan atau tanpa kombnasi dengan

antihistamin oral ataupun topikal. Namun pemakain secara topikal

hanya boleh beberapa hari saja untuk menghidari terjadinya rinitis

medikamentosa (1,3)

9

Page 10: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan

hidung akibat respon fase lambat tidak berhasil diobati dengan obat

lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal (beklometason,

budenosid, fluinisolid, flutikason, mometason furoat. Kortikosteroid

topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa

hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik pada eosinofil,

mengurangi aktifitas limfosit, mencegah bocornya plasma. Hal ini

menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif terhadap rangsangan

alergen (bekerja pada respon fase cepat dan lambat.) (1).

10

Page 11: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Preparat kolinergik topikal adalah ipatropium bromida, bermanfaat

untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik

pada permukaan sel efektor (1)

b. Operatif

Pada konka hipertrofi inferior yang sudah berat, kauterisasi dengan

AgNO3 atau trikloroasetat tidak menolong. Maka dalam hal tindakan

konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan (1)

3. Imunoterapi

Desensitisasi dan Hiposensitisasi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang

berat dan sudah berlangsung lama, serta dengan pengobatan cara lain

tidak memberikan hasil yang memuaskan (1,3).

Netralisasi

Cara netralisasi dilakukan untuk alergi makanan. Pada netralisasi tubuh

tidak membentuk “blocking antibody” seperti desensitisasi (1).

11

Page 12: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

BAB II

SIMULASI KASUS

2.1 Kasus

Nn. Irna, 22 tahun, pekerjaan tenaga administrasi honorer di Rektorat Unlam,

alamat Jalan Sultan Adam No.12 Banjarmasin, datang ke klinik jam 08:00 pagi

dengan keluhan pilek. Sejak setengah bulan yang lalu, penderita mengeluh sering

bersin dan hidung meler terutama bila pagi atau bila hujan. Mata dan hidung

terasa gatal, dan keluar ingus yang berwarna bening. Bersin dan hidung meler

sering kadang hilang sendiri bila sudah siang hari, kadang perlu diberi obat, yang

sering dipakai pasien adalah Intunal® . Tetapi walau sudah minum obat, besoknya

gejalanya muncul lagi. Tidak ada demam dan batuk jarang, kadang ada-kadang

tidak. Ibunya menderita asma, sedangkan ayahnya menderita kencing manis, dan

seorang perokok berat.

Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital : ( TD = 110/60 mmHg; N = 90 x/I; RR = 24 x/I; T = 37˚C )

Mata : dalam batas normal

Hidung : edem mukosa dan concha nasalis hidung, ada sekret encer bening

Tenggorokan : tidak ada hiperemi

Thorax, abdomen, ekstrimitas : tidak ada kelainan

Diagnosis : Rhinitis Alergika

12

Page 13: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

2.2 Tujuan dan Alasan Pengobatan

Tujuan pengobatan kasus ini adalah untuk mengurangi atau

menghilangkan keluhan bersin-bersin, gatal pada hidung dan mata, keluar cairan

encer yang berwarna kuning dari hidungnya, dan hidung buntu. Jadi pengobatan

untuk kasus ini bersifat simptomatik.

2.3 Daftar Kelompok Obat Beserta Jenisnya yang Berkhasiat

N0. Kelompok Obat Nama Obat1 Antihistamin H-1 1. Loratadin

2. Feksofenadin3. Cetirizine4. Azelastine5. Desloratadine

2 Dekongestan 1. Pseudoefedrin2. Efedrin 3. Fenilpropanolamin

2.4 Perbandingan Kelompok Obat Menurut Khasiat, Keamanan (Efek Samping) dan Kecocokannya (Kontraindikasi)

A. Antihistamin

Jenis Obat Khasiat Efek samping KontraindikasiLoratadin Dapat digunakan untuk

mengatasi gejala pada rhinitis alergi, konjungtivitis alergi, urtikaria kronis, dan hay fever.

Lesu, nyeri kepala, yang jarang terjadi yaitu sedasi dan mulut kering

Hipersensitifitas, penderita yang sedang mendapat terapi ketokonazol/ eritromisin/ procarbazin/ simetidin, alkoholik, bayi prematur, bayi baru lahir, asma akut, hamil dan menyusui.

Feksofenadin Dapat mengatasi gejala alergi seperti pada urtikaria, rinitis alergi.

Sakit kepala, susah tidur, mual, muntah, mulut kering.

Glaukoma dan pasien dengan retensi urin. Hipersensitif.

13

Page 14: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Kombinasi dengan pseudoefedrin dikontraindikasikan pada pasien dengan hipertensi grade III atau penyakit arteri koroner.

Cetirizine Mengatasi gejala – gejala rhinitis alergika dan urtikaria idiopatik

Somnolen, lesu, pusing, mulut kering, faringitis

Hipersensitif terhadap obat yang mengandung hidroksin

Azelastine Mengatasi gejala – gejala rhinitis alergika dan rhinitis vasomotor

Rasa tidak nyaman, sakit kepala, somnolen, hidung rasa terbakar, faringitis, mulut kering, epistaksis, mual, pusing, lesu

Hipersensitif terhadap azelastine hidroklorida

Desloratadine Mengatasi gejala-gejala rhinitis alergika kronik, konjungtivitis alergika, urtikaria, post nasal drip

Nyeri otot, lesu, mual, mulut kering, nyeri menelan, sesak nafas, gatal- gatal dan kemerahan pada kulit

Pasien dengan penyakit ginjal, hamil dan menyusui

B. Dekongestan

Nama Obat Khasiat Efek samping KontraindikasiPseudoefedrin Sebagai dekongestan

hidung, dan bronkodilatasi lemah

Efek samping terhadap jantung dan SSP lebih ringan

Anemia berat, hipertensi berat, hipertensi postural, trauma kepala, perdarahan serebri dan penyakit jantung koroner.

Fenilpropanolamin Sebagai dekongestan mukosa hidung pada

Meningkatkan tekanan darah,

Hipertensi, hipertrofi prostat

14

Page 15: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

rhinitis alergika kronik, commond cold, hay fever

stroke hemoragik, efeknya terhadap SSP lebih ringan daripada efedrin, stimulasi jantung

dan penggunaan bersama inhibitor MAO.

Efedrin Bronkodilator pada pasien asma, hipotensi akibat anastesi spinal / epdural, narkolepsi, nikturnal enuresis

- Kardiovaskular (takikardi, kardiak aritmia, angina pektoris, hipertensi)

- Dermatologi (Kulit kemerahan, berkeringat, akne vulgaris)

- Gastrointestinal (mual, penurunan nafsu makan)

- Genitourinaria (peningkatan volume urine output)

- Sistem saraf (Insomnia, halusinasi, euforia)

- Respiratori (dispneu, edem pulmo)

- Sakit kepala, tremor, hiperglikemia

Pasien glaukoma sudut tertutup, stenosis hipertropik subaortik, terapi MAO, anastesi umum dengan halogen hidrokarbon, kehamilan

15

Page 16: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

2.5 Pilihan Obat dan Alternatif Obat yang Digunakan

A. Antihistamin

Urutan Obat pilihan Obat alternatifNama obat Loratadine FeksofenadinBSO (generik, paten) Generik : -

Paten : Loraphrm®

BSO : Tablet 10 mg

Generik : -Paten : Telfast BSO :Tablet salut selaput 30 mg

BSO yang diberikan dan alasannya

Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan

Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan

Dosis referensi 5-10 mg sebanyak /hari 120 mg/hari Dosis kasus tersebut dan alasannya

5 mg/x, untuk tercapai dosis terapi (sesuai dosis referensi)

120 mg, agar tercapai dosis terapi (sesuai dosis referensi)

Frekuensi pemberian dan alasannya

1 kali/hari, berdasarkan waktu paruh. (24 jam)

2 kali/ hari, berdasarkan waktu paruh. (14 jam)

Cara pemberian dan alsannya

Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan

Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan

Saat pemberian dan alasannya

Sesudah makan, absorbsi tidak dihambat makanan.

Sebelum makan. Karena adanya absorbsi dihambat oleh makanan

Lama pemberian 3-5 hari karena berupa obat simptomatik dan apabila perlu

3-5 hari karena berupa obat simptomatik dan apabila perlu

B. Dekongestan

Urutan Obat pilihan Obat alternatifNama obat Pseudoefedrin FenilpropanolaminBSO (generik, paten)

Generik : - Paten : DisurdinBSO : Sirup 15 mg/5 ml, tetes 7,5 mg/0,8 ml, tablet 30 mg

Generik : -Paten : -BSO :-(dalam bentuk kombinasi dengan obat lain)

BSO yang diberikan dan alasannya

Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan

Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan

Dosis referensi 3-4 kali 60 mg perhari 3-4 kali 25-50 mg perhariDosis kasus tersebut dan

3 kali 60 mg, sesuai dengan dosis referensi

3 kali 25 mg, sesuai dengan dosis referensi

16

Page 17: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

alasannyaFrekuensi pemberian dan alasannya

3 kali/hari, sesuai dengan waktu paruh obat

3 kali/hari, sesuai dengan waktu paruh obat

Cara pemberian dan alsannya

Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan

Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan

Saat pemberian dan alasannya

Tidak ada aturan khusus Tidak ada aturan khusus

Lama pemberian 3-5 hari karena berupa obat simptomatik dan apabila perlu

3-5 hari karena berupa obat simptomatik dan apabila perlu

Farmakokinetik, Farmakodinamik, dan Interaksi Obat

1. Loratadin

Farmakokinetik

Kadar serum tertinggi loratadin yaitu 1-2 jam setelah dosis oral dan

mengalami metabolisme di hati dan distribusi yang cepat ke jaringan. Didalam

plasma diikat secara kuat oleh protein plasma dan mula kerjanya sekitar 1-2 jam

dan bertahan 24 jam, sedangkan plasma-t-½-nya sekitar 12 jam . Sekitar 60% dari

loratadin diekskresi melalui feses dan 40% melalui urin (4,5,6).

Farmakodinamik

Loratadin secara selektif menghambat reseptor histamin tipe H1 pada

perifer. Obat ini sangat sulit melewati sistem barier otak sehingga pada dosis

terapi, efek sedasi dan tanda-tanda depresi sistem saraf pusat tidak terlihat (2,5).

Interaksi obat

Interaksi loratadin dengan teofilin dapat menurunkan klierens dari teofilin.

Apabila digunakan bersama-sama obat yang mendepresi SSP, maka dapat

meningkatkan toksisitas dari obat-obat yang mendepresi SSP (2).

17

Page 18: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

2. Feksofenadin

Farmakokinetik

Feksofenadin mempunyai waktu paruh 12-14 jam, sehingga pemberian

dilakukan dalam 2 kali sehari. Absorbsi fenoksifenedin menurun dengan adanya

makanan, sehingga harus diberikan sebelum makan. Absorbsi juga akan menurun

apabila diberikan bersama-sama dengan antasid. Feksofenadin tidak mempunyai

metabolit aktif, hanya 4 % yang dimetabolisme hati. Sekitar 80% dieliminasi

melalui tinja dan 12% dieliminasi melalui ginjal. Pemberian feksofenadin aman

untuk pasien dengan gangguan faal hati. Untuk pasien dengan gagal ginjal berat

maka pemberian feksofenadin harus dikurangi dosisnya hingga 50%.

Feksofenadin jangan diberikan pada pasien dengan konsumsi garam yang tinggi

atau setelah mengkonsumsi jus buah-buahan seperti, jus anggur, jus jeruk dan jus

apel, karena dapat menurunkan bioavaibilitas hingga 30-75 % tergantung

kuantitas dari garam dan jus buah-buahan (6).

Farmakodinamik

Feksofenadin merupakan golongan antagonis histamin 1 (AH-1) generasi

ke 2. Golongan ini mempunyai efek sedasi yang minimal dan signifikan, karena

tidak dapat menembus sawar darah otak dan tidak mempengaruhi sistem saraf

pusat (SSP). Merupakan kompetitor reseptor histamin di saluran pencernaan,

pembuluh darah, saluran pernapasan serta menurunkan reaksi hipersensitifitas.

Pemberian diberikan sebanyak 4 kali dan 2 kali. Kombinasi bersama dengan

pseudoefedrin menghasilkan efek yang memuaskan untuk mengurangi gejala

rhinitis alergika (7)

18

Page 19: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Interaksi Obat

Kadar dalam darah akan meningkat jika digunakan bersama dengan eritromisin

dan ketokonazol. Jika digunakan bersama digitalis dapat meningkatkan aktivitas

pacemaker. Pemberian bersama dengan pseudoefedrin akan meningkatkan

tekanan darah (7).

3. Ceterizine

Farmakokinetik: Dalam studi pemberian 10 mg tablet , sekali sehari selama 10

hari, tingkat serum rata-rata puncak 311 ng / mL. Puncak level darah untuk 0,3

ug/ml dicapai antara 30- 60 menit setelah pemberian Cetirizine 10 mg. Waktu

paruh plasma kira-kira 11 jam. Absorpsi sangat konsisten pada semua subjek.

Efek metabolik cetirizine yang tersisa dalam sistem untuk maksimal 21 jam

sebelum dibuang, eliminasi rata -hidup adalah 8 jam. Sekitar 70% dari obat

tersebut diekskresi atau dikeluarkan melalui buang air kecil, yang setengah

diamati sebagai senyawa cetirizine tidak berubah. Lain 10% diekskresikan.

Pengeluaran melalui ginjal 30 ml/menit dan waktu paruh ekskresi kira-kira 9 jam.

Cetirizine terikat kuat pada protein plasma.(8)

Farmakodinamik :

Cetirizine adalah antihistamin dengan efek sedative yang rendah pada dosis aktif

farmakologi dan mempunyai sifat tambahan sebagai anti alergi. Merupakan

antagonis selektif reseptor H1, efeknya terhadap reseptor lain dapat diabaikan

sehingga cetirizine hampir bebas dari efek anti kolinergik dan anti serotonin.

Cetirizine menghambat pelepasan histamin pada fase awal dari reaksi alergi,

19

Page 20: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

mengurangi migrasi dari sel inflamasi dan melepaskan mediator yang

berhubungan dengan “late allergic response”.

Interaksi obat :

Tidak ditemukan interaksi obat yang berarti secara klinik dengan teofilin (pada

dosis rendah), azitromisin, pseudoefedrin, ketokonazol atau eritromisin. Ada

sedikit penurunan pada bersihan cetirizine jika diberikan bersama dengan teofilin

dosis 400 mg. Dosis teofilin yang lebih besar mungkin akan menimbulkan efek

yang lebih besar pula.(8)

Astemizol

INDIKASI

■ Pengurangan simtomatik gejala-gejala alergi (rinitis, urtikaria) yang disebabkan

olch pclcpasan histamin

■ Bcrsifat kurang scdatif dibanding antihistamin lainnya.

KERJA OBAT

■ Menghambai efek histamin bcrikui ini:

* Vasodilatasi

* Peningkatan sektesi Gl

* Peningkatan frekuensi jantung

* Hipotensi.

20

Page 21: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Efek Terapeulik: ■ Hilangnya gejala-gejala yang bcrhubungan dcngan kelcbihan

histamin yang biasanya jadi pada kondisi alergi. Tidak menghambat pelepasan

histamin,

FARMAKOKINETIK

Absorpsi: Diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral.

Distribusi: Distribusinya tidak dikctahui.

Metabolisme dan Ekskresi: Dimetabolisme secara luas oleh hati sebagian

dikonversi menjadi desmctilastemizol, yang juga memiliki aktivitas

antihistaminika.

Waktu Paruh: 100 jam astemizol; 12 hari desmetilastemizol.

Norastemizole

Mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan astemizole, dan menurut

McCullogh dkk norastemizole menghambat reseptor H1 13 sampai 16 kali lebih kuat. (12)

Pada percobaan dengan binatang, konstriksi bronkus akibat histamin juga

dihambat 20 sampai 40 kali lebih kuat dibanding astemizole. (15) Mulai kerja

norastemizole lebih cepat dibanding astemizole. Norastemizole tidak mengalami

metabolisme, diekskresi dalam urin dalam bentuk tidak berubah, waktu paruh plasma

sekitar satu minggu, jadi setengah dari pada waktu paruh astemizole. Dalam percobaan

pada tikus, obat ini tidak menaikkan berat badan. Terhadap jantung, pengaruhnya relatif

lebih aman meskipun dalam kombinasi dengan obat lainnya, tidak meningkatkan interval

QT setelah pemberian per os dengan dosis tunggal 100 mg. (15) Obat ini belum dipasarkan

di Indonesia.(8)

21

Page 22: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Dekongestan1. Pseudoefedrin

Farmakokinetik

Pseudoefedrin yang dalam bentuk hidroklorida sangat cepat diabsorbsi

dengan konsentrasi plasma maksimumnya 498 ng/ml dan tidak diikat oleh protein

plasma. Plasma t-1/2-nya sekitar 4-6 jam. Eliminasi pseudoefedrin terutama

melalui renal sekitar 55%-75%. Eliminasi dari obat ini tergantung dari pH urin.

Pada pH 5, waktu paruhnya sekitar 4 jam sedangkan pada pH 8 waktu paruhnya

menjadi 8 jam (5).

Farmakodinamik

Kerja dari obat ini yaitu dengan menstimulasi terjadinya vasokonstriksi

melalui aktivasi reseptor α-adrenergik pada mukosa respirasi. Pseudoefedrin dapat

merelaksasi bronkus namun tidak seefektif seperti epinefrin atau efedrin,

sehingga tidak digunakan untuk mengobati asma (2). Efek yang merugikan dari

pseudoefedrin sama seperti efedrin atau dekongestan yang lain namun terhadap

stimulasi sistem saraf pusat dan peningkatan tekanan darah, efeknya lebih rendah

(5).

Interaksi Obat

Penggunaan pseudoefedrin bersama-sama obat penghambat MAO dapat

mengakibatkan krisis hipertensi. Dan apabila digunakan bersama dengan salah

22

Page 23: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

satu obat yaitu epinefrin, isoproterenol, antagonis metildopa, reserpin atau

guanetedin dapat mengakibatkan aritmia (2).

2. Fenilpropanolamin

Farmakokinetik

Onset kerja dari fenilpropanolamin dicapai dalam waktu 15-30 menit,

sedangkan kadar plasma maksimal dicapai dalam waktu 1-2 jam. Durasi dari kerja

obat ini berkisar 3 jam dengan plasma t-1/2-nya sekitar 3-4 jam. 80%-90%

diekskresi melalui urin (8).

Farmakodinamik

Fenilpropanolamin bekerja pada reseptor α, β1, β2. Efek perifer melalui

kerja langsung dan melalui penglepasan norepinefrin endogen. Pada mukosa

hidung bekerja pada reseptor α yang akan menghasilkan efek dekongestan. Kerja

tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis terhadap efek perifernya

(8,9).

Efek kardiovaskular yaitu menstimulasi jantung yang meningkatkan

kekuatan konstriksi jantung dan curah jantung. Terhadap sistem saraf pusat obat

ini kurang menimbulkan perangsangan bila dibandingkan efedrin (9).

Pada kasus ini sebagai resep utama diberikan obat Rhinos SR yang berisi

Loratadine 5 mg dan Pseudoefedrin HCl 60 mg immediate release dan

Pseudoefedrin HCl 60 mg sustaine release. Sedangkan untuk resep alternatif

diberikan Telfast Plus yang berisi feksofenadin HCl 60 mg dan Pseudoefedrin

HCl 120 mg. Hal ini disebabkan tidak tersedianya bentuk pseudoefedrin dalam

sediaan tunggal.

23

Page 24: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Resep yang Benar dan Rasional untuk Kasus Tersebut

Resep Alternatif

24

Dr. M.arif zainuddin NoorSIP No. 011/SPD/2/12/2011

Praktek Umum

Alamat Praktek Alamat RumahJl. A. Yani Km 3,5 Jl. A. Yani Km 2RS. Geriya Permata

Banjarmasin, 20 Mei 2013

R / Clarinase tab No. III S p.r.n 1.d.d. tab.I (bersin dan hidung sesak)

Pro : Nn. Irna Umur : 22 tahun Alamat : Jl. Sultan Adam No. 12 Banjarmasin

Dr.M.arif Zainuddin NoorSIP No. 011/SPD/2/12/2011

Praktek Umum

Alamat Praktek Alamat RumahJl. A. Yani Km 3,5 Jl. A. Yani Km 2 RS.Geriya Permata

Banjarmasin, 20 Mei 2013

R/ Telfast Plus tab No. III

S p.r.n. 1.d.d.tab I (bersin dan hidung sesak)

Pro : Nn. Irna Umur : 22 tahun Alamat : Jl. Sultan Adam No. 12 Banjarmasin

Page 25: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

Pengendalian Obat

Kasus yang disajikan adalah kasus dengan diagnosis rinitis alergika, Pada

umumnya jenis rinitis alergika yang terjadi di indonesia adalah rinitis tahunan

(perennial). Prinsip terapi rinitis alergika ada tiga tingkatan yaitu:

1. Menghindari pencetus :

25

Page 26: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

- Alergen

- Iritan (asap rokok, polusi udara, bau-bauan yang merangsang, asap)

- Infeksi saluran nafas

- Faktor fisik (“exercise”, udara dingin)

- Perubahan cuaca

- Emosi (stres)

- Bahan-bahan di lingkungan kerja

2. Terapi medikamentosa (antihistamin dan dekongestan)

3. Immunoterapi

Terapi farmakologi dilakukan apabila modifikasi lingkungan

dengan berusaha menjauhkan allergen gagal untuk mengontrol gejala dari

rinitis alergi. Terapi lini pertama yang dilakukan adalah dengan

mengguakan antihistamin dan dekongestan. Pilihan antihistamin pada

kasus ini adalah antihistamin H1 non sedatif yaitu loratadin atau

feksofenadin. Namun untuk pengobatan utama diberikan loratadin karena

efek sampingnya yang lebih ringan, pasien cukup sekali sehari

menkonsumsi obat, hal ini dikarenakan durasi kerjanya yang panjang yaitu

sekitar 24 jam. Feksofenadin merupakan metabolit aktif turunan dari

terfenadin, dengan waktu paruh berkisar antara 12-14 jam. Di Indonesia

preparat ini tergolong langka dan sangat jarang digunakan, harganya

tergolong cukup mahal. Pemakaian feksofenadin di Amerika baru saja

digunakan karena terfenadin dengan mudah dihambat oleh beragam

penghambat enzim makrosomal hati, bahkan termasuk jus anggur dan

26

Page 27: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

terjadi konsentrasi tinggi dapat menyebabkan aritmia yang mematikan.

Oleh karena itu, pemakaian terfenadin mulai berkurang bahkan sudah

ditinggalkan di pasaran. Berdasarkan ISO 2004, di Indonesia sediaan

terfenadin masih begitu banyak dibandingkan dengan sediaan

feksofenadin. Hal ini memang tidak lepas dari segi ekonomis, terfenadin

jauh lebih murah dibandingkan dengan feksofenadin. Apabila masih

tersedia terfenadine harus dikontraindikasikan pada pasien yang

menggunakan ketokonazol, itrakonazol atau makrolid seperti eritromisin,

dan pada pasien dengan penyakit hati. Hal ini karena pada penggunaan

terfenadin yang dikombinasi dengan obat-obat tersebut dapat

meningkatkan toksisitas jantung secara bermakna. Mekanisme toksisitas

tersebut dengan melibatkan penyekat kanal kalium pada jantung yang

bertanggung jawab pada repolarisasi dari potensial aksi. Hasilnya adalah

perpanjangan potensial aksi, dan perpanjangan yang berlebihan dapat

menyebabkan aritmia. Berikut ini kan disajikan tabel perbandingan

pemilihan antihistamin I (AH-I) generasi II (6):

Perbandingan Antihistamin Non Sedatif

Feksofenadin Loratadin Cetrizine Azelestine Desloratadine

Bentuk metabolit aktif

- + - + +

Efek Sedasi - - + + -Potensial efek

etanol saat mengemudi

- - + + -

Pengaruh makanan

- - -

27

Page 28: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

terhadap absorbsiInteraksi OAT + - - - -

Peningkatan QT seiring dgn

Peningkatan dosis

- - - - -

Potensi mengurangi

hidung tersumbat

- - - + +

Umur pemakaian pada anak-anak

>6 >2 >2 >5 >12

Sedangkan pilihan untuk dekongestan yaitu pseudoefedrin atau

fenilpropanolamin, dan yang menjadi pilihan utamanya yaitu pseudoefedrin.

Sediaan pseudoefedrin lebih popular penggunaanya sebagai dekongestan

dibandingkan dengan fenilpropanolamin. Hal ini dikarenakan pseudoefedrin

onset kerjanya lebih cepat dengan waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan

dengan fenilpropanolamin dan efek sampingnya terhadap stimulasi sususnan saraf

pusat serta peningkatan tekanan darah lebih rendah.

28

Page 29: Print Rhinitis Finis ARIF ZN

DAFTAR PUSTAKA

1. Kasekeyan, E dan Nikmah R. 2001. Alergi Hidung dalam Soepardi, EA (ed). 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher edisi 5. FK UI. Jakarta; 101-06.

2. Sheikh, J. Rhinitis, Allergic. eMedicine.Com 2005; (online). (http://www.emedicine.com/med/topic.104.htm, diakses 20 Mei 2013)

3. Behrman, Kliegman, dan Arvin. Rhinitis Alergika dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 1. EGC. Jakarta; 773-75.

4. Theodurus. 1999. Histamin dan Antagonis Histamin. Majalah Kedokteran Sriwijaya; 3: 64-72.

5. Anonimous. 1993. Drug Evaluation. American Medical Assosiation. Chicago; 1779-89.

6. Tjay, T.H. dan Kirana Raharja. 2002. Antihistamin dalam Obat-obat penting; Khasiat, Penggunaan dan Efek sampingnya. Gramedia. Jakarta:764-79.

7. Sjamsudin, U dan HR Dewoto. 1999. Autokoid dan Antagonis dalam: Ganiswarna (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. 1999. FK UI: Jakarta; 248-56.

8. Gunawijaya Fajar Arifin. Manfaat penggunaan antihistamin generasi ketiga. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

29