rhinitis alergi makalah

24
RHINITIS ALERGIKA A. DEFINISI Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE. Respons hidung terhadap stimuli dari luar diperankan pertama-tama oleh mukosa kemudian baru oleh bentuk anatomi tulang. Fungsi utama hidung adalah untuk saluran udara, penciuman, humidifikasi udara yang dihirup, melindungi saluran napas bawah dengan cara filtrasi partikel, transport oleh silia mukosa, mikrobisidal, antivirus, imunologik, dan resonan suara. Reaksi mukosa hidung akan menimbulkan gejala obstruksi aliran udara, sekresi, bersin, dan rasa gatal. Bila tidak terdapat deformitas tulang hidung maka sumbatan hidung disebabkan oleh pembengkakan mukosa dan sekret yang kental. Penelitian epidemiologik memperlihatkan bahwa penyakit alergi dapat diobservasi mulai dari waktu lahir sampai kematian. Sesuai dengan umur penderita, dapat dibedakan penampakan dan lokalisasi jenis alergi. B. KLASIFIKASI Berdasarkan waktunya, ada 3 golongan rhinitis alergi : 1

Upload: liuk-irawati

Post on 20-Oct-2015

72 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rhinitis Alergi Makalah

RHINITIS ALERGIKA

A. DEFINISI

Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung,

terjadi setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai

IgE. Respons hidung terhadap stimuli dari luar diperankan pertama-tama oleh mukosa

kemudian baru oleh bentuk anatomi tulang. Fungsi utama hidung adalah untuk

saluran udara, penciuman, humidifikasi udara yang dihirup, melindungi saluran napas

bawah dengan cara filtrasi partikel, transport oleh silia mukosa, mikrobisidal,

antivirus, imunologik, dan resonan suara. Reaksi mukosa hidung akan menimbulkan

gejala obstruksi aliran udara, sekresi, bersin, dan rasa gatal. Bila tidak terdapat

deformitas tulang hidung maka sumbatan hidung disebabkan oleh pembengkakan

mukosa dan sekret yang kental. Penelitian epidemiologik memperlihatkan bahwa

penyakit alergi dapat diobservasi mulai dari waktu lahir sampai kematian. Sesuai

dengan umur penderita,  dapat dibedakan penampakan dan lokalisasi jenis alergi.

B. KLASIFIKASI

Berdasarkan waktunya, ada 3 golongan rhinitis alergi :

• Seasonal allergic rhinitis (SAR) à terjadi pada waktu yang sama setiap

tahunnya àmusim bunga, banyak serbuk sari beterbangan

• Perrenial allergic rhinitis (PAR)à terjadi setiap saat dalam setahun à

penyebab utama: debu, animal dander, jamur, kecoa

• Occupational allergic rhinitis à terkait dengan pekerjaan

1

Page 2: Rhinitis Alergi Makalah

Klasifikasi rhinitis alergi menurut guideline ARIA (2001)

C. PATOFISIOLOGI

Gejala rinitis alergik dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, diantaranya

adalah pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau

masakan, bubuk detergen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor pencetus

ini berupa iritan non spesifik.

Alergen penyebab pada bayi dan anak sering disebabkan oleh makanan

alergen ingestan, sedangkan alergen inhalan lebih berperan dengan bertambahnya

usia. Manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe I pada telinga, hidung dan

tenggorok anak menjelang usia 4 tahun jarang ditemukan.

Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor :

Alergen, Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan

gejala rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari

merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitis alergika dengan

bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan

penyebab yang penting.

Polutan, Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat

rinitis. Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan

2

Page 3: Rhinitis Alergi Makalah

di luar termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida.

Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih

jelas.

Aspirin, Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis

alergika pada penderita tertentu.

Manifestasi alergi pada hidung paling sering terjadi dibandingkan dengan

organ lain, karena fungsi hidung sebagai penyaring partikel dan alergen hirup untuk

melindungi saluran pernapasan bagian bawah. Partikel yang terjaring di hidung akan

dibersihkan oleh sistem mukosilia.

            Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Hal ini

berbeda dengan alergi saluran napas bagian bawah (lihat bab tentang asma bronkial

dan reaksi hipersensitivitas). Histamin bekerja langsung pada reseptor histamin

selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada bersin dan

hipersekresi. Melalui sistem saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan

gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan

gejala beringus encer (watery rhinorrhoe) dan edema lokal. Reaksi ini timbul segera

setelah beberapa menit pasca pajanan alergen.

            Refleks bersin dan hipersekresi sebetulnya adalah refleks fisiologik yang

berfungsi protektif terhadap antigen yang masuk melalui hidung. Iritasi sedikit saja

pada daerah mukosa dapat seketika menimbulkan respons hebat di seluruh mukosa

hidung. Newly formed mediator adalah mediator yang dilepas setelah terlepasnya

histamin, misalnya leukotrien (LTB4, LTC4), prostaglandin (PGD2), dan PAF. Efek

mediator ini menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas vaskular

sehingga menyebabkan gejala hidung tersumbat (nasal blockage), meningkatnya

sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental (mucous rhinorrhoe). 

            Kurang lebih 50% rinitis alergik merupakan manifestasi reaksi

hipersensitivitas tipe I fase lambat. Gejala baru timbul setelah 4-6 jam pasca pajanan

alergen akibat reaksi inflamasi jaringan yang berkepanjangan. Prostaglandin (PGD2)

banyak terdapat di sekret hidung ketika terjadi fase cepat, tetapi tidak terdapat pada 3

Page 4: Rhinitis Alergi Makalah

fase lambat, karena mediator ini banyak dihasilkan oleh sel mast. Fase cepat

diperankan oleh sel mast dan basofil, sedangkan  fase lambat lebih diperankan oleh

basofil.

Gejala rinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya

penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan oleh eosinofil. Mekanisme

eosinofilia lokal pada hidung masih belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa teori

mekanisme terjadinya eosinofilia antara lain teori meningkatnya kemotaksis, ekspresi

molekul adhesi atau bertambah lamanya hidup eosinofil dalam jaringan.

Sejumlah mediator peptida (sitokin) berperan dalam proses terjadinya

eosinofilia. Sitokin biasanya diproduksi oleh limfosit T, tapi dapat juga oleh sel mast,

basofil, makrofag, dan epitel. IL-4 berperan merangsang sel limfosit B melakukan

isotype switch untuk memproduksi IgE, di samping berperan juga meningkatkan

ekspresi molekul adhesi pada epitel vaskuler (VCAM-1) yang secara selektif

mendatangkan eosinofil ke jaringan. IL-3 berperan merangsang pematangan sel mast.

IL-5 berperan secara selektif untuk diferensiasi dan pematangan eosinofil dalam

sumsum tulang, mengaktifkan eosinofil untuk melepaskan mediator, dan

memperlama hidup eosinofil dalam jaringan. Akibat meningkatnya eosinofil dalam

jaringan maka terjadilah proses yang berkepanjangan dengan keluhan hidung

tersumbat, hilangnya penciuman, dan hiperreaktivitas hidung.

Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi

dengan perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi

yang terdiri atas berbagai macam sel. Pada rinitis alergika selain granulosit,

perubahan kualitatif monosit merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak

saja diproduksi lokal pada mukosa hidung. Tetapi terjadi respons selular yang

meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan

sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan RANTES berpengaruh pada

penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan inflamasi alergi.

Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil, sel

CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya terjadi

peningkatan ekspresi sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-

4

Page 5: Rhinitis Alergi Makalah

10 yang merangsang IgE, dan sel Mast. Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4, IL-

5, IL-6, dan tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin akan mengadakan upregulasi

ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES menyebabkan infiltrasi eosinofil,

basofil, sel Th-2, dan sel Mast. Perpanjangan masa hidup sel terutama dipengaruhi

oleh IL-5.

Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan

cystenil-leukotrien yang merupakan mediator utama dalam rinitis alergika

menyebabkan gejala rinorea, gatal, dan buntu. Penyusupan eosinofil menyebabkan

kerusakan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya iritasi langsung polutan dan

alergen pada syaraf parasimpatik, bersama mediator Eosinophil Derivative

Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala bersin.

Terdapat hubungan antara system imun dan sumsum tulang. Fakta ini

membuktikan bahwa epitel mukosa hidung memproduksi Stem Cell Factor (SCF) dan

berperan dalam atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi alergi pada

mukosa hidung. Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari respons imun di atas,

merupakan tanda penting rinitis alergika.

D. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan sumbatan

hidung. Pembagian rinitis alergika sebelum ini menggunakan kriteria waktu pajanan

menjadi rinitis musiman (seasonal allergic rhinitis), sepanjang tahun (perenial

allergic rhinitis), dan akibat kerja (occupational allergic rhinitis). Gejala rinitis

sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda fisik yang sering ditemui

juga meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi, allergic gape

(mulut selalu terbuka agar bisa bernafas), allergic shiners (kulit berwarna kehitaman

dibawah kelopak mata bawah), lipatan tranversal pada hidung (transverse nasal

crease), edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung

dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema,

basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).

5

Page 6: Rhinitis Alergi Makalah

Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan

masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya,  kecemasan, dan disfungsi

keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas.

Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif.

Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin

berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain yang lebih banyak

diterima adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi

intermiten ringan-sedang-berat, dan persisten ringan-sedang-berat.

Manifestasi klinis rinitis alergik baru ditemukan pada anak berusia di atas 4-5

tahun dan insidensnya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai 10-15%

pada usia dewasa. Manifestasi gejala klinis rinitis alergik yang khas ditemukan pada

orang dewasa dan dewasa muda. Pada anak manifestasi alergi dapat berupa

rinosinusitis berulang, adenoiditis, otitis media, dan tonsilitis.

Sesuai dengan patogenesisnya, gejala rinitis alergik dapat berupa rasa gatal di

hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan bernapas melalui

mulut. Sekret hidung dapat keluar melalui lubang hidung atau berupa post nasal drip

yang ditelan. Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral, unilateral atau bergantian.

Gejala bernapas melalui mulut sering terjadi pada malam hari yang dapat

menimbulkan gejala tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur, serta gejala

kelelahan pada siang hari. Gejala lain dapat berupa suara sengau, gangguan

penciuman dan pengecapan, dan gejala sinusitis. Gejala kombinasi bersin, ingusan,

serta hidung tersumbat adalah gejala yang paling dirasakan mengganggu dan

menjengkelkan.

Anak yang menderita rinitis alergik kronik dapat mempunyai bentuk wajah

yang khas. Sering didapatkan warna gelap (dark circle atau shiners) serta bengkak

(bags) di bawah mata. Bila terdapat gejala hidung tersumbat yang berat pada anak,

sering terlihat mulut selalu terbuka yang disebut sebagai adenoid face. Keadaan ini

memudahkan timbulnya gejala lengkung palatum yang tinggi, overbite serta

maloklusi. Anak yang sering menggosok hidung karena rasa gatal menunjukkan tanda

yang disebut allergic salute.

6

Page 7: Rhinitis Alergi Makalah

Menurut saat timbulnya, maka rinitis alergik dapat dibagi menjadi rinitis

alergik intermiten (seasonal-acute-occasional allergic rhinitis) dan rinitis alergik

persisten (perennial-chronic-long duration rhinitis).

1. Rinitis alergik intermiten

Rinitis alergik intermiten mempunyai gejala yang hilang timbul, yang

hanya berlangsung selama kurang dari 4 hari dalam seminggu atau kurang

dari empat minggu. Rinitis alergik musiman yang sering juga disebut hay

fever disebabkan oleh alergi terhadap serbuk bunga (pollen), biasanya terdapat

di negara dengan 4 musim. Terdapat 3 kelompok alergen serbuk bunga yaitu:

tree, grass serta weed yang tiap kelompok ini berturut-turut terdapat pada

musim semi, musim panas dan musim gugur.

Penyakit ini sering terjadi yaitu pada sekitar 10% populasi, biasanya

mulai masa anak dan paling sering pada dewasa muda yang meningkat sesuai

bertambahnya umur dan menjadi masalah pada usia tua. Gejala berupa rasa

gatal pada mata, hidung dan tenggorokan disertai bersin berulang, ingus encer

dan hidung tersumbat. Gejala asma dapat terjadi pada puncak musim. Gejala

ini akan memburuk pada keadaan udara kering, sinar matahari, serta di daerah

pedesaan.

2. Rinitis alergik persisten

Rinitis alergik persisten mempunyai gejala yang berlangsung lebih

dari 4 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 minggu. Gejala rinitis alergik ini

dapat terjadi sepanjang tahun, penyebabnya terkadang sama dengan rinitis non

alergik. Gejalanya sering timbul, akan tetapi hanya sekitar 2-4 % populasi

yang mengalami gejala yang berarti. Rinitis alergik biasanya mulai timbul

pada masa anak, sedangkan rinitis non alergik pada usia dewasa. Alergi

terhadap tungau debu rumah merupakan penyebab yang penting, sedangkan

jamur sering pada pasien yang disertai gejala asma dan kadang alergi terhadap

bulu binatang. Alergen makanan juga dapat menimbulkan rinitis tetapi masih

merupakan kontroversi. Pada orang dewasa sebagian besar tidak diketahui

sebabnya.

7

Page 8: Rhinitis Alergi Makalah

Gejala rinitis persisten hampir sama dengan gejala hay fever tetapi

gejala gatal kurang, yang mencolok adalah gejala hidung tersumbat. Semua

penderita dengan gejala menahun dapat bereaksi terhadap stimulus

nonspesifik dan iritan.

Sedangkan klasifikasi rinitis alergik yang baru menurut ARIA terdapat

dua jenis sesuai dengan derajat beratnya penyakit. Rinitis alergik dibagi

menjadi rinitis alergik ringan (mild) dan rinitis alergik sedang-berat

(moderate-severe). Pada rinitis alergik ringan, pasien dapat melakukan

aktivitas sehari-harinya (seperti bersekolah, bekerja, berolahraga) dengan

baik, tidur tidak terganggu, dan tidak ada gejala yang berat. Sebaliknya pada

rinitis alergik sedang-berat, aktivitas sehari-hari pasien tidak dapat berjalan

dengan baik, tidur terganggu, dan terdapat gejala yang berat.

E. DIAGNOSA 

Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan

uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat

keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas

merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan

fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah

pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan

pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih

terbatas pada bidang penelitian.

Riwayat atopi dalam keluarga merupakan faktor predisposisi rinitis alergik

yang terpenting pada anak. Pada anak terdapat tanda karakteristik pada muka seperti

allergic salute, allergic crease, Dennie’s line, allergic shiner dan allergic face seperti

telah diuraikan di atas, namun demikian tidak satu pun yang patognomonik.

Pemeriksaan THT dapat dilakukan dengan menggunakan rinoskopi kaku atau

fleksibel, sekaligus juga dapat menyingkirkan kelainan seperti infeksi, polip nasal

atau tumor. Pada rinitis alergik ditemukan tanda klasik yaitu mukosa edema dan pucat

kebiruan dengan ingus encer. Tanda ini hanya ditemukan pada pasien yang sedang

8

Page 9: Rhinitis Alergi Makalah

dalam serangan. Tanda lain yang mungkin ditemukan adalah otitis media serosa atau

hipertrofi adenoid.

Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi tes kulit kurang

bermakna pada anak berusia di bawah 3 tahun. Alergen penyebab yang sering adalah

inhalan seperti tungau debu rumah, jamur, debu rumah, dan serpihan binatang

piaraan, walaupun alergen makanan juga dapat sebagai penyebab terutama pada bayi.

Susu sapi sering menjadi penyebab walaupun uji kulit sering hasilnya negatif. Uji

provokasi hidung jarang dilakukan pada anak karena pemeriksaan ini tidak

menyenangkan.

Pemeriksaan sekret hidung dilakukan untuk mendapatkan sel eosinofil yang

meningkat >3% kecuali pada saat infeksi sekunder maka sel neutrofil segmen akan

lebih dominan. Gambaran sitologi sekret hidung yang memperlihatkan banyak sel

basofil, eosinofil, juga terdapat pada rinitis eosinofilia nonalergik dan mastositosis

hidung primer.

F. DIAGNOSA BANDING 

Rinitis alergika harus dibedakan dengan :

1. Rinitis vasomotorik

2. Rinitis bakterial

3. Rinitis virus

G. KOMPLIKASI 

Sinusitis kronis (tersering)

Poliposis nasal

Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan

sensitive terhadap aspirin)

Asma

Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah

9

Page 10: Rhinitis Alergi Makalah

Hipertyopi tonsil dan adenoid

Gangguan kognitif

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen,

farmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam

penatalaksanaan rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya merupakan bagian

terpadu dari strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab dapat

diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan penyakit yang

kronis, yang berdasarkan kelainan atopi, pengobatan memerlukan waktu yang lama

dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan

kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila penyebabnya

adalah alergen hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan

obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan

andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit. Tabel 3 menunjukkan obat-

obat yang biasanya dipakai baik tunggal maupun dalam kombinasi. Kombinasi yang

sering dipakai adalah antihistamin H1 dengan dekongestan.

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal

antara lain:

1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.

2. Tidak menimbulkan takifilaksis.

3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun

demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.

4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan

dengan adanya efek samping sistemik.

5. Jenis obat dan efek terapetik. 

Jenis obat Bersin Rinorea Buntu Gatal hidung Keluhan mata

10

Page 11: Rhinitis Alergi Makalah

Antihistamin H1OralIntranasal

Intraokuler

 ++++

0

 ++++

0

 ++

0

 +++++

0

 ++0

+++

Kortikosteroid intranasal +++ +++ +++ ++ ++

KromolinIntranasalIntraokuler  +0  +9  +0  +0  0++

DekongestanIntranasalOral  00  00  ++++  00  00

Antikolinergik 0 ++ 0 0 0

Antilekotrien 9 + ++ 0 ++

Penatalaksanaan rinitis alergik pada anak terutama dilakukan dengan

penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa diberikan

bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama. Imunoterapi pada

anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan. Jenis-jenis terapi

medikamentosa akan diuraikan di bawah ini:

Antihistamin-H1 oral

Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga

mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan takifilaksis.

Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan kedua. Generasi

pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin, sedangkan generasi

kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan loratadin/desloratadin.

Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena

mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat

diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam

mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini kurang

efektif dalam mengatasi kongesti hidung.

Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek

antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar

tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik atau

kardiotoksisitas.

Antihistamin-H1 lokal

11

Page 12: Rhinitis Alergi Makalah

Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga bekerja

dengan memblok reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti

alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat (kurang dari 30 menit)

dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek samping obat ini relatif

ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada sebagian pasien.

Kortikosteroid intranasal

Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid,

flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi

hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi

medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap

kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal

terlihat setelah beberapa hari.

Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak

dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat ini.

Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian

kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung

dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari

pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan

keluhan hidung tersumbat yang menonjol.

Kortikosteroid oral/IM           

Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison,

metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason)

poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian

jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid

intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM.

Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik

mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak

dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu

dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.

Kromon lokal (‘local chromones’)

12

Page 13: Rhinitis Alergi Makalah

Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil,

mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon intraokular sangat

efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan masa kerjanya

singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat keamanannya baik.

Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast

dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali

sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping.

Dekongestan oral

Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin,

merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti

hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus

berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar,

gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, kekeringan membran mukosa,

retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan oral

dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi

dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek

samping juga bertambah.

Dekongestan intranasal

Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan

xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi

gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada

dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk

mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti

sediaan oral tetapi lebih ringan.

Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis

alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi

dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan

kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

Antikolinergik intranasal

13

Page 14: Rhinitis Alergi Makalah

Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan

gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non alergik.

Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek antikolinergik sistemik.

Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik pada anak dengan keluhan

hidung beringus yang menonjol.

Anti-leukotrien

Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan

memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang menjanjikan baik

dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral, namun

masih diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek sampingnya dapat

ditoleransi tubuh dengan baik.

Jenis obat yang sering digunakan :

Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis diberikan 3-4

kali/hari

Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1

kali/hari;  > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.

Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2–5 tahun: 2.5

mg/dosis,1 kali/hari;  > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun: 30

mg/hari, 2 kali/hari;  > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4

kali/hari.

Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5–11 tahun : 1 semprotan

2 kali/hari;  > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.

Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun : 15

mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari;  > 12 tahun : 60

mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari. 

Kortikosteroid intranasal. Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang

lebih persisten dan lebih parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi

eosinofilik.

14

Page 15: Rhinitis Alergi Makalah

Fluticasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 4 tahun

: 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. 

Mometasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia 3-11

tahun : 1 semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/dosis, 1

kali/hari.

Budesonide intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 6

tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide mempunyai

bioavaibilitas yang rendah dan keamanannya lebih baik.

Leukotrien antagonis

Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam.

Rinitis alergik pada masa anak akan bertambah berat dengan bertambahnya

usia. Kadangkala rinitis alergik dapat merupakan masalah pada usia tua.

Dengan mengetahui faktor penyebab, dengan penghindaran dapat mengurangi

kekerapan timbulnya gejala. Penggunaan beberapa jenis medikamentosa

profilaksis juga dapat mengurangi gejala yang timbul.

15