komorbiditas adhd
DESCRIPTION
Jenis-jenis komorbiditas yang menyertai ADHDTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................. 1
BAB I Pendahuluan ……………………………………………… 2
BAB II Isi ………………………........................………………...... 5
A. Definisi Komorbiditas ...................................................... 5
B. Epidemiologi ...................................................................... 6
C. Pertimbangan Etiologi ........................................................ 8
D. Presentasi Klinis ................................................................. 9
E. Mengidentifikasi Komorbiditas Dengan Cara Praktis ........ 10
F. Masalah Kejiwaan Yang Berkaitan Dengan ADHD ............ 11
G. Masalah Non-Kejiwaan (Fisik) Yang Berkaitan Dengan ADHD
................................................................................................... 23
H. Diskusi ................................................................................. 27
BAB III Penutup ...................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….... 31
1
BAB I
PENDAHULUAN
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
Komorbiditas adalah istilah medis untuk dua atau lebih gangguan yang terjadi
pada saat yang sama pada suatu gangguan atau penyakit primer.
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) termasuk keadaan yang
kurang terdiagnosis pada anak-anak, bahkan salah didiagnosis. Alasan utamanya
karena komorbiditas. Karena kondisi komorbiditas ini memiliki banyak gejala
yang mirip dengan ADHD. Pertanyaannya adalah: kapan saat ditentukan ADHD
dan kapan kondisi komorbiditas ini mengambil alih?
Gejala inti ADHD ditandai dengan rentang perhatian yang buruk yang
tidak sesuai dengan perkembangan dengan ciri hiperaktivitas dan impulsifitas atau
keduanya yang tidak sesuai dengan usia. Anak-anak dengan ADHD sering
mengalami kesulitan dalam konsentrasi, mudah teralihkan, tidak teratur,
hiperaktifitas dan impulsif. Gejala ADHD ini sering juga terlihat pada kondisi
komorbiditas. Berbagai penelitian telah melihat gejala tumpang tindih ini dan
memberikan bukti bahwa ADHD tidak semata-mata berdiri sendiri dibandingkan
dengan gangguan kejiwaan lain dan kondisi komorbiditas juga tidak berdiri
sendiri dibandingkan dengan gejala lainnya.1
American Psychiatric Association (APA) menggolongkan ADHD sebagai
gangguan perkembangan neurologis melalui Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder-V (DSM-V), dengan kriteria diagnostiknya sulit memusatkan
perhatian, hiperaktifitas dan impulsifitas, atau gabungan keduanya. Gejala-
gejalanya sudah terlihat minimal 6 bulan, yang menunjukkan ketidaksesuaian
dengan tahap perkembangannya dan berdampak negatif terhadap aktivitas sosial
dan akademik/pekerjaannya.2
2
Dua pertiga dari anak-anak di AS dengan ADHD akan memiliki
komorbiditas gangguan belajar, gangguan kesehatan mental lainnya, atau
gangguan perkembangan neurologis. Dengan adanya komorbiditas psikiatri, maka
akan muncul teka-teki seperti ayam atau telur. Mana yang lebih dulu: ADHD atau
komorbiditas-nya? Kehadiran kondisi komorbiditas membuat diagnosis ADHD
menjadi lebih sulit.
Survei yang diterbitkan oleh National Survey of Children Health, yang
melibatkan lebih dari 60.000 anak-anak usia 6-17 tahun termasuk lebih dari 5.000
dengan ADHD, menunjukkan bahwa komorbiditas fisik dan psikiatrik memang
sangat umum pada anak-anak dengan ADHD.
ADHD didapati pada 2-20% dari anak-anak usia sekolah, dan
mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.3 Tingginya resiko komorbiditas
dengan gangguan kejiwaan, membuat perlunya pertimbangan khusus dalam
pengobatan pasien dengan gangguan ini. Seorang anak yang memiliki gangguan
ADHD pasti cenderung mengalami kesulitan-kesulitan lainnya.1
Secara keseluruhan, 67% dari anak-anak ADHD memiliki setidaknya satu
gangguan kesehatan mental atau gangguan perkembangan saraf dibandingkan
dengan 11% dari anak-anak tanpa ADHD. 33% memiliki satu gangguan
komorbiditas, 16% memiliki dua gangguan, dan 18% memiliki tiga bahkan lebih.4
Ada masalah yang kompleks antara ADHD dan kondisi komorbiditas-nya
yang tersering seperti ODD, CD, dll. Komorbiditas sangat mempengaruhi
presentasi klinis, diagnosis dan prognosis, menyulitkan pengobatan,
meningkatkan morbiditas dan beban penyakit ADHD secara signifikan. Anak-
anak dengan gejala ADHD yang lebih parah memiliki peluang lebih tinggi terkena
gangguan kejiwaan lainnya.
Jika mengevaluasi komorbiditas, kita harus menentukan apa gangguan dan
gejala primer dari kasusnya. Jika kondisi primer sepenuhnya menjelaskan gejala,
maka keadaan komorbiditas tidak perlu didiagnosis. Jika gejala-gejala ADHD
muncul selama episode bipolar, maka ADHD tidak akan didiagnosa. Dalam
prakteknya, sulit untuk menentukan gejala mana dari kondisi komorbiditas yang
3
akan menjadi kronis. Jika kedua kondisi berkontribusi atas perburukan pasien,
baik ADHD dan komorbiditas harus didiagnosis dan diobati. Ulasan ini akan
menjelaskan bagaimana untuk mendiagnosa dan mengelola ADHD dengan
kondisi komorbid dan gangguan perkembangan neurologis lainnya.
4
BAB II
ISI
A. Definisi komorbiditas
Istilah komorbiditas pertama kali muncul dalam literatur psikologi dan
psikiatri di pertengahan 1980-an. Sejak saat itu, telah terjadi peningkatan dramatis
dan keingintahuan untuk hal ini. Pada tahun 1986 hanya 2 artikel diterbitkan
mengenai komorbiditas, namun semenjak 1993 sudah 243 artikel yang
diterbitkan. Sejak itu, jumlah artikel yang muncul semakin meningkat. Sehingga
komorbiditas telah muncul sebagai konsep yang mungkin paling penting dalam
penelitian psikiatri.
Berbagai definisi komorbiditas telah dikemukakan dari perspektif
epidemiologi medis. Feinisten mendefinisikan komorbiditas sebagai entitas
tambahan berbeda yang telah ada atau mungkin terjadi selama perjalanan klinis
pasien yang memiliki penyakit. Blashfield menyebutkan komorbiditas sebagai
konkordansi dari penyakit yang berbeda pada individu yang sama. Demikian juga,
Caron dan Rutter telah mendefinisikan komorbiditas sebagai terjadinya 2 atau
lebih kondisi yang tak berkaitan secara simultan.4
Seperti yang dilihat dari definisi, istilah komorbiditas mengacu pada
situasi di mana seseorang yang telah didiagnosis dengan satu gangguan tertentu
ditemukan juga memenuhi kriteria diagnostik dari satu atau lebih gangguan. Ada
kontroversi tentang penggunaan istilah ini, khususnya definisi yang dikemukakan
oleh Carson dan Rutter, pada kata ‘tidak berkaitan’ itu. Tidak bisa dipastikan
bahwa seorang individu yang memenuhi kriteria diagnostik untuk lebih dari satu
gangguan kejiwaan memiliki kondisi yang tidak berkaitan. Telah dikemukakan
bahwa apa yang tampaknya menjadi gangguan yang terpisah mungkin sebenarnya
merupakan hasil dari tumpang tindih kriteria diagnostik atau sindrom yang
berbeda, seperti variasi gangguan yang mendasarinya, misalnya, gangguan
5
kecemasan. Apa yang tampak seperti komorbiditas pada anak-anak yang lebih
muda mungkin mencerminkan ekspresi nonspesifik dari psikopatologi yang
terkait dengan perkembangan kognisi dan emosi yang belum dewasa, misalnya,
kecemasan dan depresi.
Baik ADHD dan gangguan komorbid memiliki etiologi yang sangat
bervariasi, meliputi genetik dan faktor lingkungannya. Terlepas dari
keanekaragaman ADHD, tumpang tindih antara komorbiditas dan diagnosis
membuat sulitnya penelitian klinis dan etiologi antara keduanya. Gangguan
perilaku, gangguan emosi, gangguan tic,gangguan spektrum autis, gangguan
bipolar, atau gangguan perkembangan spesifik merupakan komorbiditas dengan
ADHD tetapi semua kondisi kejiwaan ini juga harus dipertimbangkan dalam
proses diagnostik sebagai diagnosis diferensial. Semua gangguan komorbiditas
dari ADHD itu dapat juga menyebabkan gejala yang sama dengan ADHD;
Misalnya gejala depresi, dapat terdiri kurangnya perhatian, mudah teralihkan,
agresi, dan lekas marah; gejala-gejala yang meniru fenotip ADHD. Di sisi lain,
ADHD bisa disertai dengan gangguan depresi atau hasil dalam suasana hati
depresi karena kegagalan psikologis konstan atau berulang-ulang hingga putus
asa. Dengan pengetahuan akan kondisi ini, seorang dokter tentu saja harus
menyadari bagaimana pola perkembangannya dari waktu ke waktu.
Taurin menjelaskan mengenai waktu kejadian, komorbiditas mungkin saja
timbul sebelum bukti gejala ADHD disebut sebagai pre-morbiditas. Timbulnya
gangguan komorbid yang bertepatan saat gejala ADHD mencapai tingkat klinis
yang signifikan disebut komorbiditas simultan. Sedangkan, mayoritas
komorbiditas yang tampak sesudah perjalanan penyakit disebut post-morbiditas.4
B. Epidemiologi
Gangguan mental yang paling berkembang sewaktu anak biasanya dibagi
menjadi dua kelompok: gangguan perilaku yang mengganggu atau eksternalisasi
(misalnya ADHD dan gangguan perilaku) dan gangguan perilaku emosional dan
internalisasi (misalnya kecemasan dan depresi). Mengenai komorbiditas
6
psikiatrik, gangguan eksternalisasi ditemukan lebih sering terkait dengan ADHD;
dengan range berkisar hingga 90% untuk eksternalisasi dan 50% untuk gangguan
internalisasi. The National Comorbidity Survey Replication menjelaskan
prevalensi ADHD pada orang dewasa adalah berkisar 4,4% dengan lebih banyak
pada laki-laki, belum menikah dan memiliki pekerjaan, dan kulit putih non-
hispanik.5 Biederman melakukan penelitian 5 tahun pada anak perempuan dengan
ADHD berkisar 6-18 tahun dibandingkan dengan anak perempuan tanpa ADHD,
menunjukkan tingginya resiko komorbiditas yang terkait dengan perempuan
ADHD. Sejalan dengan laporan formal oleh Stinhausen et al, dari sampel 122
anak-anak dan remaja dengan ADHD antara usia 6-18 tahun direkrut dari
Departemen Psikiatri Anak dan Remaja di University of Wurzburg menunjukkan
bahwa 73% dari individu yang terkena memiliki satu atau lebih diagnosis psikiatri
lanjutan. Yang paling sering adalah komorbiditas gangguan pemberontak oposisi
(ODD) di 46,9%, diikuti oleh gangguan mood di 27,9%, CD dan gangguan
eliminasi (EID) di 18,5%, disleksia 17,6%, dan kecemasan 16. 7%, dan TD
(gangguan Tourette) sebesar 9,5%.6 Spencer menjelaskan pada pasien ADHD
dewasa, komorbiditas yang ada dengan gangguan mood adalah 57,3% dan
gangguan kecemasan 27,2%, bahkan melebihi taraf yang diperkirakan pada
populasi anak. Menurut Jacob, orang dewasa memiliki prevalensi lebih tinggi
daripada anak-anak untuk penyalahgunaan gangguan zat, dengan tingkat
prevalensi 45%. Gangguan kepribadian bisa berkembang saat masa kecil dan
remaja, namun hal ini tidak berlanjut sampai dewasa saat gangguan kepribadian
dapat didiagnosis bersama dengan ADHD, misalnya gangguan kepribadian
antisosial. Di masa anak-anak dan remaja, gangguan kepribadian potensial ini
dikenal sebagai gangguan perilaku (conduct disorder). Kehadiran gangguan
perilaku pada anak-anak dengan ADHD telah ditemukan berkorelasi signifikan
dengan perilaku agresif atau kenakalan remaja dan bakalan berkembang menjadi
kepribadian antisosial di usia dewasa. Telah ada kesadaran akan hubungan antara
ADHD dan gangguan emosi (kecemasan dan gangguan depresi), yang memiliki
implikasi penting untuk dokter menilai anak-anak dengan ADHD (agar mereka
tidak melewatkan gejala yang mendasari dibandingkan presentasi klinis yang
nampak).
7
C. Pertimbangan Etiologi
Banyak orang beranggapan bahwa jika anak hiperaktif, otak juga harus
terlalu aktif. Nyatanya tidak demikian, seperti yang terlihat dalam penelitian
pemindaian otak oleh Dr. Zametkin. Dalam studinya, metabolisme glukosa yang
diukur dalam otak, yang merupakan indikasi dari energi atau aktivitas mental.
Ketika diberikan masalah untuk dipikirkan, otak subjek kontrol normal
menunjukkan energi yang digunakan untuk berpikir tentang masalah yang
ditimbulkan, tetapi otak subyek ADHD menunjukkan aktivitas sedikit. Gambaran
itulah yang dipakai hingga saat ini.7 Apakah data ini menunjukkan bahwa ADHD
adalah memang suatu masalah biologis? Bukan. ADHD tampaknya dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti lingkungan rumah, struktur dan rekan-rekan di
kelas. Mengatakan ADHD dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti rumah atau
lingkungan kelas, bukan berarti bahwa ADHD disebabkan oleh pola asuh atau
pendidikan yang salah. Sebaliknya itu berarti bahwa mereka memiliki kesempatan
untuk membuat hal-hal menjadi lebih baik atau lebih buruk. Etiologi untuk
ADHD adalah kompleks dan termasuk kelainan neuroanatomik, disregulasi
neurobiologis, CNS, genetika dan faktor lingkungan. Kelainan neurobiologis
berada di korteks prefrontal dan menunjukkan keterlibatan gyrus cingulate
anterior. Korteks prefrontal terlibat dalam fungsi eksekutif, sedangkan gyrus
cingulate terlibat dalam hal memfokuskan perhatian dan menentukan pilihan.
Diantara individu penderita ADHD, temuan yang konsisten telah menunjukkan
gambar mengenai penurunan transmisi dopaminergik di daerah ini. Sebuah
dopamin 4 (reseptor D4) terkait dengan fungsi kognitif dan emosional sangat
banyak terdapat di korteks prefrontal otak. Studi genetik oleh Parker
menunjukkan DRD4-7 alel lokus berada pada tingkat lebih tinggi di antara anak-
anak dengan ADHD dibandingkan anak-anak kontrol. Banyak faktor lingkungan
lain yang menyebabkan faktor predisposisi ADHD, termasuk ibu merokok saat
melahirkan atau penyalahgunaan alkohol dan berat badan lahir rendah.1,4
Kondisi lain harus disingkirkan sebelum diagnosis ADHD dibuat karena
ada banyak kemungkinan lain atau penjelasan untuk perilaku impulsif hiperaktif.
Beberapa kondisinya seperti ketidakmampuan belajar (yang mengarah ke prestasi
8
sekolah yang buruk), frustrasi, dan pola perilaku di mana anak berhenti untuk
menaruh perhatian atau menyerah. Penyimpangan perhatian dapat disebabkan
oleh kejang parsial kompleks, pikiran obsesif, atau ritual impulsif secara diam-
diam. Infeksi telinga tengah, yang menyebabkan masalah pendengaran,
mengganggu kemampuan seorang anak untuk menanggapi permintaan secara
lisan. Perilaku gangguan responsif dapat dikarenakan kecemasan, depresi, atau
gangguan bipolar. Faktor tekanan dari lingkungan, seperti perceraian dalam
keluarga, dapat menyebabkan kegelisahan atau kurangnya perhatian.
Jika disfungsi eksekutif adalah masalah, anak sering gagal untuk
memberikan perhatian terarah mengenai suatu rincian atau membuat kesalahan
ceroboh di sekolah dan kegiatan lainnya, kesulitan mempertahankan perhatian
saat diberikan tugas atau bermain, kadang tidak mengikuti semua instruksi, gagal
untuk menyelesaikan tugas sekolah atau tugas di tempat kerja, sering kesulitan
mengatur kegiatan, menghindar/tidak suka/enggan untuk terlibat dalam tugas
yang memerlukan fokus seperti pekerjaan rumah (PR). Untuk memperjelas
masalah diagnostik, penilaian neuropsikologis dapat membantu. Meskipun
berbagai profesional termasuk psikolog bisa mendapat lisensi untuk mendiagnosa
ADHD, tapi lebih baik diagnosis harus dikonfirmasi oleh dokter ahli
perkembangan anak, ahli saraf yang bersertifikat atau psikiater anak remaja yang
bisa mengesampingkan masalah medis lain menyerupai gejala ADHD dan bisa
menawarkan pengobatan
D. Presentasi Klinis
Pengkajian ADHD sejauh ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki,
tetapi sejumlah besar perempuan menderita ADHD juga. Rasio-nya adalah sekitar
10: 1. Dari studi banding anak laki-laki dan perempuan dengan ADHD, kedua
jenis kelamin ditemukan sebanding dalam tingkat kurangnya perhatian, impulsif,
hiperaktif dan komorbiditas. Perilaku memberontak yang diwujudkan terlihat
pada 62% anak laki-laki dibandingkan dengan 32% dari anak perempuan.4
9
ADHD sangat komorbid dengan gangguan kejiwaan lainnya. Ada
perdebatan apakah ADHD ini muncul sebagai gangguan primer atau hanya
sekunder untuk gangguan kejiwaan lainnya. Dalam sistem klasifikasi penyakit
DSM, jika diperhadapkan dengan dua atau lebih diagnosis, maka salah satu harus
dipertimbangkan sebagai primer dan gejalanya lebih perlu diamati dibandingkan
sindrom sekunder. Dengan demikian, berbagai kondisi yang muncul bersamaan
dengan ADHD memodifikasi presentasi dan pengobatan respon klinis secara
keseluruhan. Kondisi komorbiditas yang muncul bertujuan untuk memperluas
pemahaman kita dan memaksimalkan perawatan.
Seorang pasien depresi menunjukkan konsentrasi yang berkurang,
sedangkan individu dengan gangguan bipolar menunjukkan agitasi psikomotor
dan sifat destruktif. Mungkin sulit untuk membedakan ini dari gejala utama
ADHD. Ada beberapa cara untuk menangani gejala tumpang tindih ini melalui
serangkaian penelitian dan metode klinis. Beberapa orang berpikir bahwa pasien
dengan komorbiditas ADHD dan depresi, maka yang perlu dipertahankan adalah
diagnosis ADHD baik itu menggunakan metode pengurangan atau metode
proporsional. Studi tindak lanjut jangka panjang telah menunjukkan individu
dengan ADHD disertai gangguan komorbid memiliki prognosis lebih buruk dan
tingkat perawatan yang lebih besar dibandingkan dengan yang hanya ADHD saja.
E. Mengidentifikasi Komorbiditas Dengan Cara Praktis
Ada banyak cara yang efisien untuk mengumpulkan data terstruktur yang
bisa menentukan ADHD. Dalam pelayanan primer yang serba sibuk, sebuah
daftar cek perilaku anak dapat digunakan orangtua sebagai handout atau untuk
menilai skala perilaku anak. Cukup mudah untuk menilainya, dan orangtua juga
dapat meminta bantuan guru untuk memastikan penilaiannya.
10
F. Masalah Kejiwaan Yang Berkaitan Dengan ADHD
1. Depresi
Bagaimana kita mengetahui orang yang tampak sedih, murung, dan
merenung? Apakah orang itu mudah marah, rewel, dan murung? Apa dilakukan
di waktu luangnya? Apakah dia terlihat menikmati aktivitasnya? Apakah orang
itu juga berbicara tentang bunuh diri atau tentang kesia-siaan hidup, bahkan
memiliki usaha untuk bunuh diri?
Spencer mengemukakan sebanyak 10-40% anak-anak dan remaja dengan
ADHD menunjukkan depresi dengan simtom suasana hati yang tidak baik bahkan
jelek, hilangnya minat dan kesenangan dari kegiatan yang biasanya
menyenangkan, gangguan tidur, dan nafsu makan yang berkurang. Gangguan
depresi di masa muda dengan ADHD biasanya terjadi sebagai komorbiditas
beberapa tahun setelah timbulnya ADHD. Persentase ADHD pada anak-anak
depresi dan orang dewasa berkisar hingga 57%. Depresi mungkin muncul sebagai
reaksi terhadap tekanan lingkungan yang tak terduga seperti yang ditolak oleh
teman sebaya, diolok-olok oleh orang lain, atau berpikir bahwa sekolah adalah
tempat yang tidak menyenangkan. Dalam kasus ini, diagnosis dan pengobatan
secara terpisah tidak diperlukan karena depresi yang terjadi dalam kasus ADHD
kemungkinan akan menurun bila gejala ADHD diobati. Dalam kasus lain, depresi
dapat menurun dalam keluarga atau mungkin lebih terkait langsung secara
biologis atau penyebab genetik; Oleh karena itu, diagnosis terpisah dan
pengobatan khusus untuk gejala depresi akan lebih tepat.8 Seorang terapis harus
mencari tahu gejala manakah yang muncul pertama kali apakah depresi ini atau
ADHD, dan apakah ada riwayat depresi atau ADHD dalam keluarga. Hal ini
sangat penting untuk gejala depresi serius, terlepas dari penyebabnya. Anak-anak
dengan ADHD dan depresi dapat memiliki pikiran untuk bunuh diri dan
pernyataan/perilakunya harus dipantau dan ditangani oleh dokter ahli kejiwaan.
Karena gejala ini bisa muncul pada perilaku normal masa kanak-kanak, diagnosis
depresi mungkin terlewatkan untuk waktu yang lama. Penelitian keluarga
menyebutkan ada beberapa hubungan genetik antara depresi dan ADHD. Hal ini
11
menunjukkan genetika dapat berkontribusi pada kasus hanya ADHD, hanya
depresi, atau gangguan keduanya.9
Berkaitan dengan pengobatan, kebanyakan penanganan yang efektif untuk
ADHD, seperti stimulan, tidak secara signifikan menurunkan depresi. Selain itu,
pengobatan untuk gangguan mood umumnya tidak membantu untuk ADHD. Pada
kasus komorbiditas gangguan mood, obat perangsang sendiri kurang efektif untuk
ADHD. Pengobatan noradrenergik non-stimulan tapi bukan serotonergik efektif
untuk ADHD. Sebaliknya, obat serotonergik efektif untuk depresi remaja tetapi
tidak untuk ADHD.
Bupropion, agen yang berpengaruh pada neurotransmitter noradrenergik
dan dopaderenergic, telah terbukti berkhasiat untuk remaja ADHD dengan
komorbiditas depresi. Penting bila kedua gangguan diobati secara bersamaan.
Studi menunjukkan menggunakan kombinasi stimulan dan SSRI untuk ADHD
komorbid dengan depresi berat sangat baik. Namun, tetap harus berhati-hati dalam
menggunakan SSRI pada anak-anak dengan depresi ringan sampai sedang, karena
kotak hitam peringatan oleh FD karena SSRI dapat meningkatkan kecenderungan
bunuh diri. Jika SSRI digunakan, anak harus dipantau secara ketat, dan pasien
serta wali perlu menyadari peringatan ini.1,4
2. Keinginan Bunuh Diri
Anak-anak dengan ADHD dan depresi berada pada peningkatan risiko
untuk bunuh diri. Pada anak laki-laki, depresi berat dan fobia sosial merupakan
faktor risiko untuk bunuh diri, sebaliknya pada anak perempuan adalah gangguan
pasca-trauma.
Pengobatan stimulan pada awal ADHD mengurangi prevalensi depresi
sebagai komorbiditas, sehingga mengurangi risiko bunuh diri di masa depan.
3. Gangguan Bipolar
Apakah ada saat di mana seseorang berpikir dia mampu melakukan
apapun yang dia inginkan? Apakah seseorang pernah terlihat luar biasa energik
meski tanpa menggunakan obat? Apakah orang tersebut meskipun kurang tidur di
12
malam hari tapi masih bisa terlihat energik pada hari berikutnya? Apakah orang
tersebut tampaknya memiliki pikiran yang muncul begitu cepat sehingga tidak
mungkin untuk bersaing dengan mereka?
Gangguan bipolar dapat terjadi dengan ADHD atau mungkin meniru
gejalanya. Setengah dari anak laki-laki dan seperempat dari gadis-gadis dengan
gangguan bipolar juga memenuhi kriteria untuk ADHD. Anak-anak dan remaja
dengan gangguan bipolar sering menunjukkan perasaan yang kuat emosional,
perilaku hiperaktif, cara sombong, dan kesulitan bangun di pagi hari. Anak-anak
dan remaja dengan gejala bipolar parah mungkin memiliki amarah berlebihan dan
panjang yang merusak mungkin berdasarkan pada suatu distorsi peristiwa
objektif. Misalnya, ketika seorang teman ingin mencoba permainan yang berbeda,
anak-anak bipolar mungkin berpikir temannya tidak sopan, sehingga mereka
menjadi marah pada perlakuan tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan marah-
marah tidak jelas. Gejala lainnya termasuk berbicara berlebihan, peningkatan
aktivitas, tindakan yang tidak pantas dan respon verbal dalam situasi sosial, tidak
terkendali, lekas marah dan berkepanjangan, serta mudah teralihkan.
Prevalensinya bisa mencapai 20%.4
Check list skor tentang perilaku anak dapat membedakan lebih baik antara
anak-anak dengan ADHD, dan manik dalam konteks gangguan bipolar pediatrik.
Untuk pengobatan farmakologis, penstabil mood adalah pengobatan lini pertama
untuk gangguan bipolar periodik.
Etiologi bipolar untuk komorbiditas ADHD dengan gangguan bipolar
memiliki karakteristik yang berbeda. Studi pencitraan neurologis memperlihatkan
perubahan umum di daerah prefrontal pada kedua gangguan. Namun, ada
beberapa perbedaan antara dua kelompok pasien ini, di daerah pengendalian rasa
tidak peduli, memori kerja, perencanaan kognitif dan kelancaran skill. Beberapa
penulis melaporkan bahwa ADHD dengan komorbiditas gangguan bipolar adalah
suatu bentuk sendiri yang berbeda dari ADHD murni.4
Studi yang dilakukan oleh Geller menunjukkan lima puluh persen dari
anak-anak depresi praremaja pada suatu sampel menunjukkan perilaku gangguan
13
bipolar hingga 10 tahun sejak onset dimulainya depresi. Studi lain oleh Kowatch
menemukan 20% dari remaja yang depresi dalam sampel lain telah menunjukkan
gangguan bipolar dalam 1-4 tahun. Ketika membandingkan dengan anak-anak
ADHD tanpa mania, anak-anak mania memiliki tingkat signifikan lebih tinggi
untuk depresi berat, psikosis, beberapa kecemasan, gangguan perilaku, perilaku
memberontak, serta penurunan fungsi psikososial yang signifikan.
Seperti depresi, bipolar harus diperlakukan secara efektif dengan gejala
ADHD untuk menyelesaikan komorbiditas yang mempengaruhi suatu individu.
Agen anti-psikotik atipikal tampaknya efektif untuk mengurangi mania remaja.
Dalam sebuah studi yang terbuka, Risperidal telah ditemukan efektif anti-manik
tetapi tidak membantu gejala ADHD. Di antara orang dewasa yang komobid
bipolar dengan ADHD, Bupropion efektif untuk ADHD dengan depresi tetapi
dapat menurunkan ambang batas untuk mendorong mania.
4. Perilaku Memberontak
Apakah ada seseorang yang menentang anda atau guru dengan sering
berkata ‘tidak’ atau bahkan terlihat mengabaikan Anda? Apakah orang itu
tampaknya mudah kesal dan mudah dan terganggu oleh hal-hal sepele? Apakah
orang itu sering muncul untuk mengganggu orang lain dengan sengaja? Kapan
dan di mana hal ini terjadi? Apakah orang itu tampak marah, penuh benci, atau
pendendam?
ODD paling sering dikaitkan dengan ADHD. Gejala perilaku
memberontak terjadi sebanyak 21% hingga 60% dari anak-anak dengan ADHD.
Ini adalah gejala ketika individu menentang aturan dan dalam beberapa kasus
bertindak dengan marah dan kekerasan. Gejala ODD cenderung terjadi lebih
sering dengan orang-orang yang dekat dengan anak atau yang ia kenal seperti
keluarga atau perawatnya. Namun, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
dengan komorbiditas ODD dan ADHD akan selalu berkembang menjadi
gangguan perilaku. Hanya masalah waktu sebelum itu terjadi.10
14
5. Gangguan Konduksi
Apakah seseorang sering berbohong? Apakah orang itu sering terlibat
perkelahian fisik,atau mencoba untuk menyakiti orang? Apakah orang tersebut
pernah mencuri atau merusak barang orang lain?
Sekitar 20-45% anak dengan ADHD juga memenuhi kriteria untuk
melakukan gangguan ini. Hal ini sangat rendah pada anak-anak tanpa ADHD.
Gangguan ini melibatkan agresi terhadap orang atau hewan, perusakan properti,
mencuri, dan pelanggaran aturan masyarakat (yaitu tidak mengikuti sekolah atau
kabur dari rumah).1 Thappar et al menemukan ADHD dan gangguan konduksi
rupanya memiliki penyebab genetik yang sama.11
Baik obat-obatan stimulan atau non-stimulan akan mengurangi perilaku
agresif dan tindakan antisosial, tetapi stimulan akan bekerja lebih cepat. Penstabil
mood atau antipsikotik atipikal mungkin diperlukan untuk kasus-kasus yang
sangat agresif. Selain farmakoterapi, terapi perilaku individu atau keluarga
mungkin diperlukan. Gangguan perilaku adalah prediktor kuat untuk
penyalahgunaan zat masa depan.
Obat yang hanya digunakan untuk ADHD efektif juga untuk pengobatan
komorbiditas ODD / CD sebagai pengobatan lini pertama. Namun, jika ODD atau
CD berlanjut, terapi psikososial perlu ditambahkan.
6. Kecemasan
Apakah seseorang terlihat gugup dan cemas? Apakah ada saat-saat ketika
orang muncul panik, seperti diserang, atau menjadi beku karena kecemasan?
Apakah orang itu tampak sangat pemalu dibandingkan dengan orang lain usia
yang seusianya? Apakah orang itu tampak mengulangi suatu tindakan berulang-
ulang seperti ritual?
Kecemasan adalah keadaan psikologis dan fisiologis ditandai dengan
emosional, somatik, kognitif dan masalah perilaku. Kecemasan bila dipikirkan
dengan baik, adalah suatu respon normal terhadap stres, tetapi jika kecemasan
mencapai puncak, itu akan mengganggu rutinitas normal seseorang. Kecemasan
15
dengan ADHD adalah komorbiditas dengan tingkat diperkirakan hingga 20-40%.
Seringkali kecemasan diperkirakan menjadi gangguan yang paling umum diikuti
oleh fobia sosial. Beberapa anak-anak dengan ADHD dapat hadir dengan lebih
dari satu gangguan kecemasan. Kecemasan dan ADHD dapat menghambat
impulsif sehingga anak-anak dengan ADHD dan komorbiditas kecemasan terlihat
memiliki lebih sedikit impulsif tetapi lebih kurangnya perhatian. Dengan alasan
ini, penting untuk lebih memperhatikan anak-anak ADHD dengan gangguan
kecemasan (khususnya bagi tipe yang sering lalai). Anak-anak dengan kecemasan
sering disibukkan dengan rasa takut yang mengganggu kemampuan mereka untuk
fokus pada tugasnya.1
Telah dikemukakan bahwa kecemasan terkait dengan ADHD adalah
produk dari ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari karena
keterbatasan sosial dan kognitif yang berhubungan dengan ADHD daripada fobia
yang khas. Dalam hal ini, pengenalan dini dan pengobatan ADHD dapat
meningkatkan kecemasan itu sendiri. Dalam sub-kelompok orang ADHD dengan
komorbiditas gangguan kecemasan, berbagai langkah terapi telah terbukti efektif
dalam mengurangi kedua gejala ini. Obat psikostimulan ditambah dengan terapi
perilaku, atomoxetine, atau atomoxetine dengan kombinasi stimulan dan
antidepresan dapat membantu mengobati gejala ini. Namun, gejala kecemasan
komorbid pada anak-anak dan orang dewasa dengan ADHD, sering terkait dengan
minimnya respon terapi dengan psikostimulan. Ada juga penelitian oleh Freitag
yang menunjukkan ADHD dengan kecemasan secara independen ditransmisikan
dalam keluarga.
Sangat penting untuk membedakan yang mana gangguan kecemasan yang
benar dan anak-anak yang mengalami kecemasan dikaitkan dengan ADHD,
karena pengobatannya sangat berbeda. Stimulan, untuk sementara membantu
gejala ADHD, tapi sebenarnya dapat memperburuk gejala dari suatu gangguan
kecemasan yang benar.
16
7. Beberapa Jenis Gangguan Belajar
Meskipun ketika seseorang memperhatikan, apakah belajar itu sulit?
Bagaimana cara menilai ia membaca, menulis, atau dalam hal matematika?
Apakah orang tersebut pernah diuji ketidakmampuannya dalam belajar?
Lebih dari setengah dari semua anak-anak dengan ADHD juga memiliki
gangguan belajar. Meskipun ADHD memang mempengaruhi kemampuan untuk
belajar, namun hal ini bukanlah sebuah ketidakmampuan belajar yang sebenarnya.
Jadi mengobati gejala ADHD tidak akan memperbaiki gangguan belajar yang
seorang anak miliki. Ada banyak sarana belajar bagi anak-anak, didikan orangtua,
sekolah, lingkungan, dan bahkan media.12 Sebuah ketidakmampuan belajar adalah
gangguan tertentu yang mempengaruhi satu dari empat langkah utama dalam
belajar. Langkah-langkah dalam balajar yaitu: merekam informasi (mis. masukan
dari masalah persepsi visual atau auditori), Memahami informasi (integrasi: mis.
memahami dan mengorganisasi masalah), menyimpan informasi (menempatkan
informasi ke dalam memori), dan mengambil informasi (memori: Mengingat
segera informasi yang baru dipelajari). ADHD memang mengganggu
keberhasilan langkah-langkah belajar ini. Spesifiknya lagi gangguan impulsif,
hiperaktif dan mudah teralihkan yang mengganggu proses belajar ini sendiri.
ADHD tidak memiliki dampak secara khusus untuk salah satu dari empat langkah
tersebut.1
Kecerdasan di bawah normal dan ADHD: Tidak ada studi formal
mengenai hal ini tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa anak-anak dengan
kecerdasan di bawah normal tanpa indeks dari test uji neuropsikologi yang
spesifik menunjukkan semua gejala khas ADHD (khususnya gejala sulit menaruh
perhatian, kurangnya ketekunan dan sering lupa).
Keterbelakangan mental/kecacatan dan ADHD: studi populasi
menunjukkan keterbelakangan mental mungkin 5-10 kali lebih nampak pada
anak-anak dengan ADHD dibandingkan tanpa ADHD. Meskipun tingkat ADHD
pada keterbelakangan mental jarang, namun relevansinya jelas telah meningkat
melampaui tingkat yang ditemui pada populasi ADHD dengan kesulitan belajar.
17
Dalam satu penelitian yang dilakukan oleh Fox, di Amerika Serikat, setidaknya
15% dari individu dengan tingkat keterbelakangan mental mendalam mungkin
memenuhi kriteria untuk ADHD.
Gangguan membaca, ekspresi menulis dan dysgraphia: gangguan
membaca adalah hal yang umum pada ADHD. Sekitar 25-40% ADHD memiliki
kesulitan membaca dan menulis. Beberapa studi menunjukkan ADHD dan
gangguan membaca dikombinasikan mungkin menjadi masalah motorik visual.
Gangguan ekspresi menulis ditandai dengan penurunan kemampuan untuk
menulis, membenarkan kalimat, menetapkan paragraf dan kadang-kadang dengan
disgrafia.
Gangguan matematika: antara ADHD dan gangguan matematika jauh
lebih nampak. itu lebih terkait dengan jenis kelalaian dari ADHD, yaitu kesulitan
belajar dan keterlambatan kognitif umum.
Disleksia: Beberapa gangguan perkembangan, seperti Disleksia dapat
bermanifestasi sebagai komorbiditas yang simultan dengan ADHD. Disleksia dan
diskalkulia menjadi jelas ketika anak masuk usia sekolah dan harus membaca,
menulis, dan melakukan perhitungan. Gangguan disleksia, terutama membaca dan
mengeja, ditandai oleh kesulitan memahami bacaan, dan terganggunya kelancaran
membaca dan mengeja. Penurunan beberapa fungsi kognitif, seperti fungsi
eksekutif, adalah hal umum pada ADHD dengan gangguan disleksia. Gejala
negatif dapat mempengaruhi jalannya perkembangan ADHD dan akan
menyebabkan stagnasi proses belajar membaca. Pada beberapa kasus, ADHD dan
disleksia mungkin tidak memiliki etiologi yang sama. Seorang anak disleksia
mungkin lalai pada beberapa mata pelajaran karena ia memiliki masalah
membaca. Baik disleksia dan ADHD dianggap memiliki gangguan genetik yang
kompleks, hingga menimbulkan efek unik antara keduanya. Di Indonesia sendiri,
dari data yang dikeluarkan oleh kementrian kesehatan, menunjukkan anak-anak
dengan kesulitan belajar terdapat pada 10-20% anak usia sekolah. Dengan ADHD
mencapai hingga 12% pada populasi anak SD.13
18
8. Gangguan Perkembangan Pervasif/Gangguan Spektrum Autis
Sering diamati bahwa anak-anak dengan ADHD sering menunjukkan
gejala gangguan spektrum autisme dan gangguan perkembangan pervasif ataupun
sebaliknya, sehingga menjadi tumpang tindih.14 Gangguan spektrum autisme
ditandai dengan gangguan dalam interaksi sosial dan komunikasi dan dengan
perilaku terbatas dan berulang-ulang. Intelijensinya terganggu dan memiliki
kemampuan belajar yang terbatas. Gejala perilaku mungkin termasuk hiperaktif,
agresif, impulsif, rentang perhatian yang pendek dan amarah. Kesamaan antara
gangguan spektrum autisme dan ADHD dapat menyebabkan diagnosis anak sejak
usia dini yang memperlihatkan keduanya. Seiring pertumbuhannya, perbedaan ini
akan menjadi semakin terlihat sebagai dua gangguan yang berbeda. Anak dengan
gangguan spektrum autis dengan gejala ADHD menunjukkan penurunan berlebih
dalam kontrol eksekutif dan perilaku adaptif. Mereka menunjukkan ciri-ciri autis
serta perilaku membangkang yang lebih parah dibandingkan anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme saja. Untuk mengklarifikasi kemungkinan hubungan
etiologi antara gangguan ADHD dan spektrum autisme, mungkin diperlukan
penelitian lebih lanjut. Belum lama ini para ahli menyimpulkan terapi
Atomoxetine pada pasien ADHD dengan gejala ASD pada anak-anak dan orang
dewasa lebih efektif dibandingkan plasebo.15
Anak-anak dengan sindrom Asperger memiliki tingkat gejala yang sama
dengan ADHD. Sebuah studi berbasis masyarakat menunjukkan bahwa hingga
80% dari semua orang yang memenuhi kriteria untuk Asperger, menurut Gillberg,
juga memenuhi kriteria ADHD.4
9. Tik dan Sindroma Tourrete
Apakah seseorang memiliki gerakan seperti mata berkedip, membuat
wajah aneh, sering mengangkat atau memindahkan lengan yang tidak disengaja?
Apakah orang itu membuat kebisingan tanpa bermaksud seperti mendengus,
terisak, atau mengucapkan kata-kata tertentu? Apakah gejala ini menjadi lebih
buruk ketika seseorang berada di bawah stres atau kecemasan dan / atau gejala-
gejala ini hadir sementara orang sedang tidur?
19
Gangguan tic termasuk gangguan Tourett ini (TD) adalah gangguan
perkembangan neurologis yang ditandai dengan memudarnya kemampuan
motorik dan/atau berkaitan dengan bunyi ‘tik’. Data dari Sapiro menunjukkan
bahwa tics dan Tourett 47% berhubungan dengan ADHD. Ada bukti bahwa anak-
anak yang muncul kedua gangguan (Tourett dan ADHD) lebih mungkin untuk
dirujuk dan dinilai untuk menerima pengobatan daripada hanya satu gangguan
saja.
Gejala utama dari gangguan tic adalah motorik dan bunyi vokal tic yang
berkurang dari waktu ke waktu. Sindrom Tourett menunjukkan gejala serupa
dengan satu atau lebih vokal tics. Sekitar 85% pasien dengan Tourett
menunjukkan gangguan neuropsikiatrik yang berkaitan. Hal ini yang
menyebabkan terjadi penurunan psikososial. Tics dapat ditemukan lebih sering
sebagai komorbiditas untuk ADHD ketika ada riwayat keluarga gangguan tic dan
atau ada onset awal gangguan tic dengan tingkat keparahan tinggi. Anak-anak
dengan Tourett dan ADHD mengalami masalah perilaku eksternalisasi dan
internalisasi serta adaptasi sosial yang rendah dibandingkan anak-anak tanpa
gangguan Tourett ini.
Biasanya ADHD dimulai 2-3 tahun sebelum gangguan tic, sementara
proporsi kasus yang sama dari ADHD bisa juga setelah onset tik ini. mekanisme
psikopatologi dari ADHD dan tik ini sendiri belum diketahui, dimana diagnosa tik
memiliki kaitan yang kecil bahkan tidak ada dengan kemampuan
neuropsikologis.16
Mekanisme patofisiologi terjadinya ADHD dan Tourett ini belum
diklarifikasi. Obat stimulan pada pasien ADHD mungkin memicu terjadinya tic.
Agonis Alpha2 dan atomoxetine secara signifikan meningkatkan gejala tic. Dapat
juga dipertimbangkan terapi perilaku sebagai salah satu cara pengobatan.
Pasien dengan gangguan tic berulang kadang-kadang memerlukan selain
pengobatan dengan stimulan untuk ADHD, juga obat tambahan dengan agonis
dopaminergik, seperti Risperdal.
20
10. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Gangguan obsesif-kompulsif ditandai dengan pikiran mengganggu yang
berulang atau perilaku repetitif yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan.
Menurut Arnold, tingkat OCD di kalangan anak-anak dengan ADHD adalah 8-
11%, tetapi tingkat yang lebih tinggi di antara anak-anak dengan gangguan
Tourette's. Pasien dengan ADHD komorbid dengan OCD ditandai dengan
timbulnya gejala di awal onset OCD. Pasien dengan komorbiditas OCD dan
ADHD gejala tampaknya memerlukan perawatan khusus dan pengobatan karena
semakin lama gejala-gejala bertahan, semakin meningkat juga keparahan. OCD
dapat diobati dengan SSRI, seperti Prozac, dan modifikasi perilaku.
11. Kecanduan dan ADHD
Apakah Anda mencurigai seseorang mengkonsumsi rokok, obat-obatan
atau minuman alkohol? Mengapa?
Individu dengan ADHD memiliki beberapa karakteristik yang membuat
mereka lebih rentan terhadap penyalahgunaan zat. Ini termasuk pengobatan
mereka sendiri (yaitu remaja yang mengkonsumsi Adderall), dan memiliki
kecenderungan untuk bergaul dengan orang lain yang tidak baik di sekolah, dan
masalah keterampilan sosial. Beberapa penelitian sekarang menunjukkan bahwa
pengobatan stimulan ADHD tidak meningkatkan risiko penyalahgunaan zat
nantinya.
Merokok sering dikaitkan dengan ADHD. Kehadiran ADHD
meningkatkan risiko pasien akan menjadi perokok 3 kali dibandingkan dengan
populasi umum. Merokok biasanya dimulai pada usia dini dan terus berlanjut
sepanjang hidup. Alkohol juga adalah jenis lain gangguan penyalahgunaan zat
pada ADHD. Pada masa remaja, kasus penyalahgunaan alkohol terlihat pada 1
dari 3 orang dengan ADHD dalam suatu studi klinis. Dalam praktek klinis,
kecurigaan penyalahgunaan zat dipastikan oleh tes urin atau skrining darah untuk
memastikan diagnosa. Menurut Sullivan, remaja dengan gangguan
penyalahgunaan zat komorbiditas dengan ADHD memiliki tingkat keparahan
yang lebih besar dibandingkan dengan komorbid gangguan perilaku dan hasil
21
pengobatannya cenderung lebih buruk. Ada beberapa pertanyaan mengenai
pengobatan jangka panjang ADHD dengan stimulan dapat meningkatkan risiko
penyalahgunaan zat pada remaja atau orang dewasa. Studi yang dikemukakan oleh
Farone, tidak mendukung pendapat ini. Dia menemukan bahwa pengobatan
stimulan dalam ADHD malah mengurangi risiko untuk gangguan penyalahgunaan
zat sebesar 50%, sesuai tingkat populasi umum. Hal ini menunjukkan pengobatan
ADHD sendiri mengurangi risiko jangka panjang untuk berkembangnya
penyalahgunaan zat dan dengan demikian menyoroti pentingnya pengenalan dini
dan pengobatan ADHD.
Atomoxetine, suatu obat non-stimulan mungkin lebih cocok untuk
pengobatan gejala ADHD pada golongan ini, meskipun stimulan juga dapat
digunakan secara efektif. Bupropion dan trisiklik biasanya dianggap sebagai lini
pertama farmakoterapi untuk ADHD dengan komorbid gangguan penyalahgunaan
zat pada anak-anak dan remaja. Stimulan sebagai lini keduanya terbukti aman dan
efektif untuk ADHD tersebut. Jika tidak diobati, ADHD akan cenderung
berkembang menjadi kecanduan alkohol selama masa dewasa. Sebuah studi
tindak lanjut selama 15 tahun menunjukkan ADHD dan penyalahgunaan alkohol
sangat komorbid diantara orang dewasa. Pengobatan ADHD pada anak-anak dan
remaja dapat benar-benar mengurangi risiko jangka panjang untuk pengembangan
penyalahgunaan zat.4
12. Gangguan Kepribadian
Pada kelompok usia dewasa, individu dengan ADHD sering didiagnosa
menderita salah satu atau lebih dari apa yang disebut gangguan kepribadian.
Bahkan di akhir masa remaja, ada tingkat populasi yang cukup tinggi antara
individu ADHD dengan atau tanpa gangguan koordinasi perkembangan, yang
memenuhi kriteria diagnostik untuk satu atau lebih gangguan kepribadian.
Namun, pada anak di bawah-18-tahun, gangguan ini diklasifikasikan lebih sebagai
gangguan perilaku daripada gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian ini bisa
dari jenis apa pun, tapi tampaknya mereka yang terlibat dalam disfungsi sosial
besar mungkin sangat terlihat, misalnya, skizofrenia, skizofrenia khas, paranoid,
avoidant atau obsesif kompulsif dan gangguan kepribadian borderline.17 Tidak
22
jelas sampai sejauh mana itu membantu atau tidak untuk membuat diagnosis
tambahan gangguan kepribadian pada orang yang menderita gangguan
perkembangan/neuropsikiatri seperti ADHD. Sangat diragukan apakah diagnosis
gangguan kepribadian berkontribusi untuk lebih lanjut memberi penjelasan sifat
yang mendasari masalah yang dihadapi oleh individu. Sehingga penting bagi para
psikiater dewasa untuk menyadari bahwa banyak pasien mereka yang memenuhi
kriteria untuk satu atau lebih gangguan kepribadian yang benar-benar menderita
G. Masalah Non-Kejiwaan (Fisik) Yang Berhubungan Dengan ADHD
Ada literatur besar pada prevalensi komorbiditas psikiatri di ADHD, tapi
gangguan non-kejiwaan sering terjadi dengan ADHD baru-baru ini dan mendapat
perhatian yang lebih luas. Selain masalah psikologis, orang dengan ADHD
mungkin mengalami masalah fisik termasuk sakit kepala berulang, nyeri otot, dan
nyeri perut, yang dapat diakibatkan infeksi bakteri, parasit, alergi makanan,
neurotoxicins, atau toksisitas lingkungan. Gangguan alergi yang parah seperti
asma dan eksema, infeksi saluran pernapasan, dan infeksi telinga. Banyak orang
dewasa menderita Fibromyalgia atau sindrom kelelahan kronis. Masalah-masalah
tersebut mungkin timbul dengan obat. Obat yang diberikan untuk gejala
komorbiditas ini mungkin diharapkan bisa mempengaruhi ADHD ataupun
sebaliknya.
1. Gangguan Sistem Pengeluaran
Ini termasuk enuresis nokturnal, enuresis diurnal, dan encopresis. Menurut
sebuah penelitian, anak-anak dengan ADHD memiliki tingkat signifikan lebih
tinggi terjadinya inkontinensia, konstipasi, urgensi, frekuensi berkemih, enuresis
nokturnal dan disuria daripada mereka yang bukan ADHD. Selama bertahun-
tahun, dokter telah mencoba menghubungkan peningkatan insiden enuresis pada
anak-anak dengan ADHD. Beberapa studi telah mengamati bahwa orang tua
dengan enuresis memiliki peningkatan kejadian ADHD pada anaknya. Karena
kedua kondisi sangat mirip, makan penting untuk meneliti lebih spesifik
hubungan antara enuresis dan ADHD. Sebuah artikel di Southern Medical Journal
23
yang diterbitkan pada tahun 1997, oleh Robson membandingkan kelompok besar
anak-anak 6 tahun dengan ADHD dan kelompok non-ADHD dari suatu populasi
pediatrik klinik. Penelitian tersebut menemukan anak-anak 6 tahun dengan ADHD
memiliki 2,7 kali lebih tinggi kejadian enuresis. Kadang-kadang enuresis ini
terasa sangat menjengkelkan bagi anak-anak dengan ADHD. Kelompok non-
ADHD anak yang berhasil mengatasi ketakutannya mungkin lebih mudah
menerima kelemahan mengompol nya. Namun, anak dengan ADHD sudah terasa
berbeda dari rekan-rekannya. Ketidakmampuannya dan impulsifnya dapat
menyebabkan penolakan dari rekan-rekannya hingga menjadi malu. Beberapa
anak dengan ADHD tidur dalam dan mengalami kesulitan bangun untuk pergi
kamar mandi ketika kandung kemih mereka penuh. Sebuah studi keluarga
mengatakan ADHD itu dan jenis gangguan eliminasi berasal dari kondisi
kejiwaan independen.4
Untuk mengobati anak ADHD dengan enuresis, penting untuk pertama
melakukan pemeriksaan fisik lengkap dan menanyakan tentang riwayat masalah
mengompol saat ini dan masa lalu. Jangan mengabaikan untuk bertanya pada
remaja tentang ini juga. Mereka jarang sukarela untuk membagikan informasi ini.
Juga, tanyakan apa pengobatan yang telah dicoba di masa lalu. Beberapa anak di
usia remaja dengan ADHD telah mencoba beberapa terapi yang berbeda di masa
lalu. Karena itu, mereka tidak mengharapkan pengobatan lagi. Karena itu orangtua
harus memprioritaskan gejala. Jika anak memiliki segudang perilaku kesulitan,
keluarga tidak akan bisa mengatasi semuanya sekaligus. Ketika keluarga
memutuskan saat yang tepat untuk mengobati enuresis, mereka mungkin harus
melepaskan terapi gangguan yang lain agar tidak kesulitan. Anak dan keluarga
harus dibuat sadar bahwa ada beberapa cara untuk mengobati enuresis tersebut.
Jika salah satu cara tidak bekerja bukan berarti gagal, tapi perlu menyusun
rencana terapi yang lebih baik untuk masa depan.
2. Gangguan Tidur
Studi menunjukkan bahwa anak-anak dengan ADHD lebih mungkin untuk
memiliki masalah tidur daripada anak-anak tanpa ADHD. Menurut Corkum,
sebanyak 56% anak dengan ADHD memiliki masalah gampang tertidur,
24
dibandingkan dengan 23% dari anak-anak normal. Hingga 39% dari anak-anak
dengan ADHD menunjukkan masalah bangun di tengah malam. Ketidakmauan
untuk pergi ke tempat tidur dan jumlah jam tidur yang lebih sedikit tampaknya
menjadi masalah besar pada kebanyakan anak-anak dengan ADHD dan
memungkinkan menambah kesulitan mereka di sekolah. Studi tentang pola tidur
tidak menuliskan dengan spesifik sifat tidur anak-anak ini sendiri. Berkaitan
dengan tidur dan gerakan yang tak terkendali tampaknya memang lebih sering
terjadi pada anak-anak, dan mungkin secara khusus terkait dengan ADHD dan
gangguan lainnya serta pengobatan yang berkaitan.
Jika terjadi gangguan tidur yang parah, maka polisomnografi harus
dilakukan. Mengobati gangguan tidur dapat meningkatkan perhatian anak di
sekolah. Pengobatan ADHD dengan obat stimulan dapat menyebabkan insomnia.
Maka harus dipertimbangkan kesehatan tidur sebelum menggunakan obat.
3. Alergi
Gangguan alergi ringan juga telah terlibat sebagai kondisi komorbiditas
dalam ADHD. Ada juga sebagian besar bukti untuk melawan gagasan tersebut.
Meskipun berbagai diskusi dalam hal hubungan antara alergi dan ADHD, studi
tentang ADHD dan rhinitis alergi dan asma telah memberikan hasil yang sebagian
besar negatif, menunjukkan hubungan yang cukup kecil.4
4. Eksema
Serangkaian penyelidikan imunologi jelas mengungkapkan asosiasi yang
kuat antara ADHD dan eksim (eksim atopik atau dermatitis atopik). Eksim ini
merupakan penyebab yang relevan dari gangguan tidur anak. Karena tidur
terganggu adalah fitur yang sering muncul pada ADHD, sehingga diduga ada
hubungan sebab akibat antara kedua gangguan. Anak-anak yang menderita eksim
selama tahun-tahun pertama kehidupan dan menunjukkan sisa-sisa gejala
setelahnya akan memiliki peningkatan risiko untuk masalah perilaku pada usianya
yang ke-10. Meskipun hubungan sebab-akibat masih belum jelas, data ini
menunjukkan bahwa eksim pada anak usia dini anak-anak bisa berkembang
menjadi predisposisi masalah perilaku di kemudian hari. Dalam penelitian oleh
25
Schmitt et al, berdasarkan populasi pada eksim dewasa, sebuah hubungan diamati
dengan berbagai masalah kejiwaan termasuk depresi dan gangguan kepribadian,
menunjukkan bahwa eksim dapat mempengaruhi individu untuk masalah
kesehatan mental tergantung usia.
5. Masalah Berat dan Tinggi Badan
Menurut Altfas, ADHD terjadi pada sekitar 27% anak-anak yang
menerima pengobatan untuk obesitas. Selain itu, beberapa penelitian
menunjukkan efek negatif pada berat badan dan tinggi badan setelah bertahun-
tahun menerima pengobatan dengan stimulan sentral pada ADHD. Penelitian yang
lebih baru mengatakan bahwa pengurangan tinggi badan mungkin minimal atau
tidak ada. Meskipun tidak terkait dengan mekanisme atopik, asumsi bahwa
komponen gizi dapat menyebabkan atau bahkan memperburuk gejala ADHD
berkaitan denga berbagai terapi diet dan menekankan pentingnya pengaturan pola
makan pada anak-anak ADHD.
6. Hipertensi
Tekanan darah meningkat secara signifikan ada pada individu dengan
ADHD yang menerima pengobatan stimulan dan/atau atomoxetine. Tidak jelas
pada tahap ini apakah pengobatan tersebut mungkin memiliki efek yang
berlangsung pada tekanan darah atau peningkatan risiko hipertensi nantinya.
7. Fibromialgia
Fibromyalgia adalah kondisi umum pada orang dewasa, terutama pada
wanita. beberapa psikiater orang dewasa dengan pengalaman yang luas dalam
kelompok usia ini, percaya bahwa tingkat ADHD telah meningkat prevalensinya
untuk kondisi ini.
8. Penyakit Perthe
Gangguan pinggul ini biasanya ditemui pada anak-anak usia prasekolah
yang mulai terlihat pincang. Hal ini tercantum di sini bukan karena ada telah
diterbitkan studi empiris dari kemungkinan hubungan antara ADHD dan penyakit
26
Perthe tapi karena beberapa pediatrik ortopedi telah menyarankan bahwa banyak
pasien muda dengan masalah pinggul mungkin memiliki ADHD.4
9. Kecanggungan
Hal ini terjadi pada 50% anak-anak dengan diagnosis klinis ADHD. Juga,
hampir setengah dari anak-anak canggung menunjukkan perilaku ADHD. Hal ini
terkait dengan masalah perhatian, membaca, dan menulis.
Kadesjo mengemukakan, kecanggungan cenderung meningkat dari waktu
ke waktu, tetapi 1/3 dari anak-anak akan membawanya hingga dewasa,
menyebabkan masalah dengan gerakan motorik halus dan/atau kasar.
10. epilepsi
Tiga persen dari anak-anak dengan ADHD memiliki beberapa jenis
gangguan kejang. Dua puluh lima persen anak-anak dengan epilepsi akan
memiliki ADHD. Hal ini dapat dibedakan dari jenis kejang dengan meminta orang
tua untuk membuat anak berkedip. Jika anak berkedip, sangat tidak mungkin
bahwa itu adalah kejang. Jika tatapan berhubungan dengan kejang, maka akan ada
tanda-tanda sistem saraf otonom yang lebih terkait, seperti peningkatan denyut
jantung dan pelebaran pupil. Setiap anak dengan diagnosis ADHD membutuhkan
EEG rutin untuk menyingkirkan gangguan yang paling umum, seperti epilepsi.
Meskipun gangguan kejang parsial kompleks dan kejang umum mungkin ada,
EEG dapat mengkonfirmasi temuan tersebut.
Tentunya obat anti-epilepsi harus digunakan sebagai pengobatan, selain
pengobatan ADHD. Kemungkinan 1-3% obat stimulan dapat memperburuk
gangguan kejang yang mendasari.
H. Diskusi
Ada tantangan untuk mengidentifikasi dan mengobati anak-anak dengan
ADHD, terutama yang memiliki komorbiditas. Akan semakin banyak apabila ada
kesadaran dari para dokter. Orang tua seringkali tidak mengenal gejala-gejala
27
ADHD pada anaknya, dan mereka tidak menerima anaknya diagnosis ADHD.18
Malah jauh lebih sedikit lagi orangtua yang menerima apabila anaknya memiliki
kondisi komorbiditas.
Tingkat komorbiditas tinggi antara ADHD dan gangguan lain pada
dasarnya telah menciptakan kebingungan tentang definisi yang benar tentang
diagnosis ADHD. Karena sebagian besar anak-anak atau orang dewasa dengan
ADHD juga memiliki diagnosis kedua, di mana kedua gejalanya sering tumpang
tindih. Misalnya, baru-baru ini diidentifikasi kondisi dalam DSM dari awal onset
bipolar meniru gangguan ADHD di bidang impulsif, mood yang tidak menetap
dan hiperaktif. Jelas menetapkan diagnosis ADHD yang akurat adalah tantangan,
bagi bahkan dokter terbaik.
Titik pertama perlu dibahas adalah dalam hal keterbelakangan mental.
Diagnosis ADHD harus diberikan hanya ketika gejala kurangnya perhatian atau
hiperaktif muncul lebih banyak ketimbang keterbelakangan mental anak. Namun,
belum ada kriteria untuk mengevaluasi perkembangan ketidaktepatan dari segi
usia mental. Beberapa penyelidikan menganggapnya cukup dilihat dari
penyimpangan perilaku yang sesuai dengan usia kronologis saja, tanpa perlu
menentukan usia mental. Bahkan dengan data ini sulit menentukan kesesuaian
perkembangan, lebih baik mengecualikan pasien dengan usia mental dibawah dari
4 tahun atau pasien dengan keterbelakangan mental yang berat dengan IQ di
bawah 50. kasus retardasi mental dan kecerdasan terbatas sama-sama
menunjukkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan mental. Temuan ini
membuat perlunya memasukkan pengujian intelijensia dalam diagnosis ADHD
untuk mengevaluasi apakah pasien memiliki perilaku maladaptif yang timbul
tidak hanya dari ADHD tetapi dari keterlambatan mental juga.
Hal ini jelas bahwa isu komorbiditas memiliki implikasi penting untuk
memahami penilaian dan pengobatan anak-anak dengan ADHD. Anak-anak
dengan ADHD secara signifikan menampilkan ketidakmampuan belajar, OCD,
CD, gangguan kecemasan atau gangguan depresi. Sementara yang lain mungkin
menunjukkan bukti dari gangguan tic atau mungkin gangguan bipolar. Hingga
beberapa gangguan komorbid lainnya. Kehadiran kondisi komorbiditas mungkin
28
memiliki implikasi yang signifikan untuk hasil jangka panjang. Anak-anak dengan
fitur komorbiditas sering menunjukkan tingkatan gangguan yang lebih serius,
lebih berkembang buruk dan lebih memerlukan layanan kesehatan mental
daripada mereka yang tanpa bukti adanya komorbiditas. Menilai adanya fitur
komorbiditas mempersulit gambaran klinis penting dari anak-anak dengan
ADHD.
Memberikan penilaian yang tepat harus mengarah pada pengobatan yang
optimal. Program pengobatan untuk anak-anak dengan kondisi ADHD dan
komorbiditas harus mengatasi berbagai masalah berdasarkan temuan penilaian.
Misalnya, ketika seorang anak tidak juga hanya menunjukkan fitur ADHD tetapi
juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan oposisi membangkang dan
gangguan belajar, pengobatan harus fokus pada semua masalah yang terkait
dengan masing-masing gangguan. Ini mungkin melibatkan pengobatan
farmakologi untuk menangani hiperaktif anak, impulsif, dan perilaku lalai. Orang
tua harus berorientasi pada pendekatan manajemen perilaku untuk memodifikasi
perilaku menantang oposisi. Perlu merancang khusus pendekatan pendidikan yang
tersedia untuk membantu anak-anak dari segi akademis. Demikian juga, dalam
kasus anak dengan ADHD dan komorbiditas depresi, maka akan diperlukan untuk
mengobati depresi anak serta gejala ADHD. Dengan anak-anak menampilkan pola
lain dari komorbiditas, maka perlu juga pendekatan ataupun kombinasi
pengobatan yang lain.19-23
Cukup mengobati gejala ADHD saja tidak cukup. Manajemen kasus yang
tepat adalah mengatasi berbagai masalah klinis yang ditampilkan serta
mengidentifikasi faktor resikonya baik pada anak-anak maupun dewasa, dimana
genetik juga turut bermain peran.24,25 Memang, pengobatan yang efektif untuk
anak-anak dengan ADHD dan kondisi komorbiditas mungkin akan melibatkan
multi-disiplin ilmu yang lebih luas dan kompleks daripada pengobatan untuk
anak-anak dengan ADHD yang tidak komorbid. Penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk memandu pengobatan anak-anak dengan ADHD yang menampilkan pola
komorbiditas.
29
BAB III
PENUTUP
ADHD adalah suatu kondisi yang kompleks, yang mempengaruhi
setidaknya 5% dari populasi anak-anak, dan oleh karena itu, perlu untuk
diidentifikasi dan diobati lebih baik. Seringkali pasien yang mencari pengobatan
secara medis maupun psikologis memiliki setidaknya satu atau lebih gangguan
mayor yang saling berkaitan. Masalah-masalah ini juga perlu diidentifikasi dan
diobati dengan tepat.
Gangguan yang sering ada mempengaruhi hasil individu dengan ADHD.
Sering tidak diketahui dampak jangka panjangnya bagi anak-anak ADHD dengan
komorbiditas. Beberapa kondisi ini seperti ODD dan gangguan perilaku memiliki
prognosis negatif jangka panjang seperti penyalahgunaan zat dan gangguan
kepribadian anti-sosial. Kecanggungan dapat mempengaruhi masalah akademik
jangka panjang, serta komorbiditas lainnya juga memiliki prognosis jangka
panjang yang negatif jika tidak ditangani sejak dini. Diperlukan suatu studi tindak
lanjut jangka panjang untuk mengatasi komorbiditas pada ADHD ini.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri, jilid 2. Tangerang:
Binarupa Aksara; 2010. Hal 744-53
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders (DSM V). Ed 5. Washington DC: American Psychiatric Publishing;
2013. P 6-8
3. Lalusu R, Kaunang TMD, Kandou LFJ. Hubungan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas dengan prestasi belajar pada anak SD kelas 1 di
kecamatan Wenang kota Manado. Jurnal e-Clinic. 2014 Maret; 2 (1)
4. Patel N, Patel M, Patel H. ADHD and comorbid conditions. University of
Missouri Health Care. USA. 2013
5. Kesler RC, Adler L, Barkley R, Biederman J, Conners CK, et al. The
prevalence and correlates of adult ADHD in the United States: Results from the
National Comorbidity Survey Replication. AM J Psychiatry. 2006; 163: 716-23
6. Rommelse NNJ, Altink ME, Fliers EA, Martin NC, Buschgens CJM, et al.
Comorbid problems in ADHD: Degree of association, shared endophenotypes,
and formation of distinct subtypes. Journal Abnormal Child Psychol. 2009; 37:
793-804
7. Gangguan Hiperaktif Akibat Kurangnya Daya Konsentrasi (ADHD): Pedoman
untuk orangtua. Asosiasi Gangguan Anak Hiperaktif Taiwan. 2011
8. Trani MD, Di Roma F, Elda A, Daniela L, Pasquale P et al. Comorbid
depresive disorder in ADHD: The role of ADHD severity, subtypes, and familial
psychiatric disorders. Psychiatry Investig. 2014; 11(2): 137-42
9. What We Know ADHD And Coexisting Condition: Depression. National
Resource Centre on ADHD.
31
10. Yanti D. Keterampilan sosial pada anak menengah akhir yang mengalami
gangguan perilaku. e-USU Repository. 2005
11. Thappar A, Harrington R, McGuffin P. Examining the commorbidity of
ADHD-related behaviours and conduct problem using a twin study design. British
Journal of Psychiatry. 2001; 179: 224-9
12. Hubungan pola menonton televisi dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
Hiperaktivitas pada anak usia 3-6 tahun di Indonesia. Repository USU. 2012
13. Lampiran Keputusan Mentri Kesehatan no: 1218/Menkes/SK/XII/2009.
Tanggal 15 Desember 2009
14. Scheirs JGM, Timmers EA. Differentiating among children with PDD NOS,
ADHD, and those with a Combined Diagnosis on the basis of WISC-III Profiles.
Journal Autism Developmental Disorder. 2009; 39: 549-56
15. Atomoxetine Memperbaiki Gejala ADHD pada Anak-anak dan Orang Dewasa
dengan ASD (Autism Spectrum Disorder). CDK-205. 2013; 4 (6)
16. Greimel E, Wanderer S, Rothenberger A, Herpetz-Dahlamann B, Konrad K, et
al. Attentional performance in children and adolescents with tic disorder and co-
occuring attention-deficit/hyperactivity disorder: New insights from a 2x2
factorial design study. Journal Abnormal Child Psychol. 2011; 39: 819-28
17. Pallanti S, Salerno L. Raising attention to attention deficit hyperactivity
disorder in schizophrenia. World Journal Psychiatry. 2015 Mar; 5(1): 47-55
18. Rohmah FA, Widuri EL. Perbedaan Pengetahuan tentang Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Antara Sebelum dan Sesudah
Diskusi Kelompok Orang Tua yang Memiliki Anak GPPH.
19. Brook JS, Zhang C, Brook DW, Leukefeld CG. Compulsive buying: Earlier
illicit drug use, impulse buying, depression, and adult ADHD symptoms.
Psychiatry Res. 2015 Aug; 228(3): 312-17
32
20. Gipson TT, Lance EI, Albury RA, Gentner MB, Leppert ML. Disparities in
Identification of Comorbid diagnoses in children with ADHD. Clin Pediatr
(Phila). 2015 Apr; 54(4): 376-381
21. Meliastasari. Mengurangi hiperaktifitas pada anak Attention
Deficit/Hiperactivity Disorder (ADHD) melalui permainan tradisional teropa
tempurung. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus. 2012 Mei; 1 (2)
22. Rusmawati D, Dewi EK. Pengaruh terapi musik dan gerak terhadap penurunan
kesulitan perilaku siswa sekolah dasar dengan gangguan ADHD. Jurnal Psikologi
UNDIP. 2011 April; 9(1): 73-92
23. Sugiarmin M. Pendekatan psikoedukasi dalam penanganan anak Gangguan
Pemusatan Perhatian Hiperaktif (GPPH) dan kesulitan belajar. 2007 Juli.
24. Martin J, Hamshere ML, Stergiakouli E, O’Donnovan MC, Thapar A. Genetic
risk for Attention-Deficit/Hiperactivity Disorder contributes to
neurodevelopmental traits in the general population. Biol Psychiatry. 2014; 76:
664-71
25. Banaschewski T, Becker K, Scherag S, Franke B, Coghill D. Molecular
genetics of Attention-Deficit/Hiperactivity Disorder: an overview. Eur Child
Adolesc Psychiatry. 2010; 19: 237-257
33