referat ensefalitis klp 2

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ensefalitis adalah peradangan pada parenkim otak dan biasanya diasosiasikan dengan penyakit meningitis. Agen penyakit yang potensial menyebabkan Ensefalitis sangatlah bervariasi dan masing-masing menunjukkan tingkat gejala dan manifestasi yang berbeda, contohnya virus rabies menyebabkan gejala infeksi dan manifestasi pada sistem saraf pusat yang berat sedangkan gejala sedikit kurang pada infeksi yang disebabkan virus herpes simpleks atau varicella zooster. 1 Luasnya daerah parenkim otak yang terkena infeksi dan Manfestasi yang muncul pada penyakit Ensefalitis tidak hanya tergantung pada patogen penyebab infeksi, tetapi juga kondisi pertahanan tubuh si host dan faktor lingkungan juga berperan penting. Beberapa agen infeksi yang penting dan banyak menyebabkan ensefalitis adalah virus herpes simpleks 1 (HSV-1), virus varicella zoster (VZV), enterovirus, virus Epstein-Barr (EBV), Tickborne (TBE), human herpesvirus 6 (HHV-6), virus rabies, West Nile Virus (WNV), dan virus HIV (Human immunodeficiency virus). 1 Angka kematian untuk Ensefalitis sendiri masih tinggi, berkisar antara 35-50%. Penderita yang hidup 1

Upload: seltri-ceti-septiani

Post on 02-Jan-2016

57 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

reprat

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ensefalitis adalah peradangan pada parenkim otak dan biasanya

diasosiasikan dengan penyakit meningitis. Agen penyakit yang

potensial menyebabkan Ensefalitis sangatlah bervariasi dan

masing-masing menunjukkan tingkat gejala dan manifestasi

yang berbeda, contohnya virus rabies menyebabkan gejala

infeksi dan manifestasi pada sistem saraf pusat yang berat

sedangkan gejala sedikit kurang pada infeksi yang disebabkan

virus herpes simpleks atau varicella zooster.1

Luasnya daerah parenkim otak yang terkena infeksi dan

Manfestasi yang muncul pada penyakit Ensefalitis tidak hanya

tergantung pada patogen penyebab infeksi, tetapi juga kondisi

pertahanan tubuh si host dan faktor lingkungan juga berperan

penting. Beberapa agen infeksi yang penting dan banyak

menyebabkan ensefalitis adalah virus herpes simpleks 1 (HSV-1),

virus varicella zoster (VZV), enterovirus, virus Epstein-Barr (EBV),

Tickborne (TBE), human herpesvirus 6 (HHV-6), virus rabies,

West Nile Virus (WNV), dan virus HIV (Human immunodeficiency

virus).1

Angka kematian untuk Ensefalitis sendiri masih tinggi, berkisar antara 35-

50%. Penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa yang

melibatkan sistem saraf pusat yang dapat mengenai kecerdasan, motoris,

psikiatrik, epilepsi, penglihatan atau pendengaran. Bayi yang menderita ensefalitis

mengalami penyulit dan akibat sisa yang lebih berat. Disamping itu belum ada

pengobatan yang spesifik untuk ensefalitis. Pengobatan yang dilakukan selama ini

bersifat nonspesifik dan empiris yang bertujuan untuk mempertahankan

kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang.3

1

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, patogenesis, diagnosis dan

penatalaksanaan Ensefalitis pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, patogenesis, diagnosis dan

penatalaksanaan Ensefalitis pada anak dan untuk memenuhi syarat kepaniteraan

klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP dr. m. Djamli Padang.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ensefalitis adalah penyakit disfungsi akut sistem saraf pusat, ditandai dengan

terjadinya infeksi dan inflamasi parenkim otak yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologik maupun histopatologik. Adapun disfungsi sistem saraf

pusat tersebut menyebabkan terjadinya kejang berulang, defisit neurologis fokal,

dan penurunan kesadaran.2

Salah satu tantangan dalam mendiskusikan ensefalitis adalah membuat

definisi praktis mengenai Ensefalitis. Seseorang dikatakan mengidap ensefalitis,

jika pada pemeriksaan patologi ditemukan sel inflamasi mengilfiltrat sel-sel yang

ada di otak, dan bukti tersebut hanya bisa didapatkan dari pemeriksaan biopsi atau

otopsi. Dalam praktiknya, jaringan otak jarang bisa didapatkan sebelum kematian

pasien, sehingga diagnosis ensefalitis hanya bisa didapatkan dari anamnesa,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologik serta laboratorium.2

2.2 Etiologi

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya

bakteri, parasit, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan

tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak

atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Berbagai

jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama. Sesuai

dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis

virus.4

Data mengenai agen penyebab Ensefalitis pada anak sudah banyak

berubah selama 30 tahun ini. Hal ini dikarenakan sudah banyak agen infeksi

3

seperti campak, varisela, rubella, dan pertusis, yang bisa dicegah dengan

pemberikan vaksin. Di lain pihak, beberapa agen infeksi baru-baru ini ditemukan

ternyata bisa menyebabkan ensefalitis. Pengobatan sesuai agen infeksi diyakini

sangat membantu dalam tata laksana penyakit Ensefalitis.Berikut ini adalah agen-

agen patogen penyebab Ensefalitis.2

Table 1. Mikroorganisme Patogen Penyebab Ensefalitis2

Infeksi ensefalitis dapat mengakibatkan salah satu dari dua kondisi yang

dapat mempengaruhi otak:

1. Ensefalitis primer terjadi bila virus atau agen menular lainnya secara langsung

menginfeksi otak. Infeksi dapat terkonsentrasi pada satu area atau luas.

Sebuah infeksi primer mungkin merupakan reaktivasi virus yang sudah tidak

aktif (laten) setelah sakit sebelumnya.17

2. Sekunder (pasca-infeksi) ensefalitis adalah reaksi sistem kekebalan tubuh

rusak dalam menanggapi infeksi di tempat lain dalam tubuh. Ini mungkin

terjadi ketika protein yang seharusnya melawan infeksi penyakit tertentu

malah keliru menyerang molekul di otak. Ensefalitis sekunder sering terjadi

4

dua sampai tiga minggu setelah infeksi awal. Jarang, ensefalitis sekunder

terjadi sebagai komplikasi dari vaksinasi terhadap infeksi virus.17

2.3 Epidemiologi

Angka Insiden bervariasi pada beberapa penelitian, tetapi pada umumnya di

kisaran 3,5 dan 7,4 pada 100.000 pasien per tahun, dan umumnya angka ini lebih

tinggi pada anak-anak. Walaupun ensefalitis terjadi pada kedua jenis kelamin,

tetapi pada beberapa penelitian, ada kecenderungan angka kejadian lebih tinggi

pada laki-laki.1

Menurut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada

jurnal Pediatrics in Review yang menggunakan National Hospital Discharge

Survey mengestimasi perawatan inap di rumah sakit yang disebabkan oleh

ensefalitis di amerika serikat, dimana per tahun ditemukan kasus 7,3/100.000

dengan data rata rata per tahun lebih dari 200.000 hari perawatan inap di rumah

sakit, dan 1400 kematian.2

Insiden tertinggi terjadi pada anak-anak dibawah usia 1 tahun dengan

kasus 13.7/100.000 dan orang dewasa diatas 65 tahun dengan kasus 10.6/100.000

per tahun. Karena keterbatasan data sehingga kriteria diagnostik spesifiknya pun

terbatas. Dalam analisis National Hospital Discharge, didapatkan data penyebab

ensefalitis 60% adalah tidak diketahui, dan dari yang diketahui didapatkan

penyebab tersering adalah herpes virus, varisela dan arbovirus.2

2.4 Faktor Resiko

Beberapa faktor yang menyebabkan risiko lebih besar adalah:

1. Umur. Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-

anak atau orang tua.

2. Sistem kekebalan tubuh semakin lemah. Jika memiliki defisiensi imun,

misalnya karena AIDS atau HIV, melalui terapi kanker atau transplantasi

organ, maka lebih rentan terhadap ensefalitis.

3. Geografis daerah. Mengunjungi atau tinggal di daerah di mana virus

nyamuk umum meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.

5

4. Kegiatan luar. Jika memiliki pekerjaan outdoor atau mempunyai hobi,

seperti berkebun, joging, golf atau mengamati burung, harus berhati-hati

selama wabah ensefalitis.

5. Musim. Penyakit yang disebabkan nyamuk cenderung lebih menonjol di

akhir musim panas dan awal musim gugur di banyak wilayah Amerika

Serikat.17

2.5 Anatomi

Cerebrum (Telencephalon)

Cerebral Hemisper

Otak adalah pusat integrasi tertinggi dari SSP dan merupakan segmen yang paling

dibedakan dari otak manusia. Pada dasarnya terdiri dari dua struktur: dua cerebral

hemisfer dan beberapa ganglia basalis. Yang terakhir ini memiliki beberapa

peranan dalam aktivitas motorik, terutama inisiasi dan gerakan lamban. Mereka

terletak jauh di dalam hemisfer dan tidak dapat dilihat sampai otak dipotong.

Kedua cerebral hemisfer dipisahkan oleh fisura longitudinal dan terdiri dari

bagian utama dari substansi yang terlihat pada otak.18

6

Gambar 1. Susunan otak. Potongan sagittal kepala pada orang dewasa; dilihat dari sisi kiri

medial. Otak tengah, pons, dan medula oblongata bersama-sama membentuk batang otak( dikutip dari kepustakaan 8 )

Lobus Cerebral

Permukaan otak dibentuk oleh gyri yang dipisahkan oleh sulcus. Kedua sulcus

lateral dan sulcus sentralis dapat membagi hemisfer menjadi empat lobus :

- Lobus frontal

- Lobus parietalis

- Lobus temporal

- Lobus occipital

Lobus frontal terletak di depan sulcus sentralis, lobus parietalis terletak

dibelakang. Lobus temporal terletak di bawah sulcus lateral, dan sulcus parieto-

occipital memisahkan parietalis lobus dari lobus occipital. Jauh di dalam sulcus

lateral terletak insula, dilindungi oleh lobus frontal, parietal, dan temporal. Insula

ini sering dianggap sebagai lobus kelima. Tidak diketahui fungsinya pada otak

manusia.18

Gambar 2. Otak besar, dilihat dari sisi kiri( dikutip dari kepustakaan 5 )

Seperti disebutkan sebelumnya, daerah-daerah tertentu dari otak memiliki fungsi

spesifik. Ini dapat dibagi menjadi primer dan sekunder (asosiasi) area. Area

utama merupakan awal dan keluarnya jalur proyeksi. Contohnya, sebagian besar

tractus pyramidalis berasal dari gyrus presentralis, dan tractus sensoris dari

thalamus berakhir di gyrus postsentralis. Sekitar 80% dari permukaan otak

7

diambil oleh daerah asosiasi yang mengelilingi daerah terisolasi primer serta

proses informasi.18

Gambar 3. Fungsi kortikal hemisfer sebelah kiri( Dikutip dari kepustakaan 8 )

Presentralis gyrus bertanggung jawab atas pelaksanaan gerakan (korteks motor

utama), sedangkan postsentral gyrus merupakan pusat somatosensori untuk

sensasi sadar (primer sensorik korteks). Di sisi medial pada kedua lobus occipital,

pada setiap sisi dari calcarine fisura adalah pusat untuk visi sadar (korteks visual

primer). Hal ini dikelilingi oleh daerah asosiasi visual di mana rangsangan visual

terorganisir. Gyrus yang melintang jauh di sulcus lateral temporal lobus

membentuk korteks akustik (akustik korteks primer), yang dikelilingi oleh area

asosiasi auditori (pusat akustik sekunder).18

Diencephalon

Diencephalon adalah wilayah otak yang terletak di antara cerebral hemisfer dan

mengelilingi ventrikel ketiga. Ini terdiri dari thalamus, yang merupakan pusat

sentral jalur sensorik (nyeri, suhu, tekanan, sentuhan, serta pendengaran) dan

hipotalamus di bawahnya.18

Midbrain (Mesencephalon)

8

Mesencephalon adalah bagian terkecil dari otak, terletak di antara diencephalon

dan pons. Daerah di atas adalah tectum yang terdiri dari empat proyeksi, tecti

lamina. Keduanya terdiri dari colliculi superior, keempat yang lebih rendah adalah

colliculi inferior. Empat colliculi tersebut merupakan corpora quadrigemina. Yang

memberikan jalur refleks akustik dan optik ke sumsum tulang belakang.18

Pons dan Cerebellum

Pons dan cerebellum bersama-sama membentuk bagian metencephalon dari otak

belakang (rhombencephalon). Cerebellum terletak pada fossa cranial posterior

dibawah lobus occipital pada cerebrum, dipisahkan oleh tentorium cerebelli.

Bentuk permukaan anterior dari keempat ventrikel. Yang menghubungkan ke otak

tengah, pons, dan medula oblongata oleh peduncles cerebellar. Fungsi otak kecil

adalah mengkoordinasikan aktivitas otot (koordinasi antagonis otot kelompok, e.

g., fleksor / ekstensor). Bekerjasama dengan ganglia basalis dalam pergerakan.18

Medulla Oblongata

Medula oblongata (myencephalon, medula), sekitar 4 cm, antara otak dan tulang

belakang pada foramen magnum. Pada anterior memiliki alur median (sulcus

media, fissura mediana anterior), dari traktus-traktus pyramidalis.18

2.6 Patogenesis dan Patofisiologi

Rangkaian peristiwa bagaimana terjadinya ensefalitis sangat bervariasi, sesuai

dengan agen penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis masuk melalui

sistem limfatik, baik berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau

serangga lain. Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan

penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa

organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam

nonpleura, sistemis, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ

yang terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah

9

besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit

neurologis.5

Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh :

1. Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif

2. Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron

mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon jaringan

pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan

pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan

gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala

yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan susunan syaraf pusat yang

ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya

perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik;

agen-agen yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan

pertama dan agen-agen yang menekan respons kekebalan selular pejamu

digunakan untuk keadaan lain.5

Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak

melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus.

Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang

fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui

tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis.6

Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya

terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai

darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada

pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang

mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak

disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan

infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses.

Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat

membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit

PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan

masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan

10

meningitis. Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja,

juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih

tepat bila disebut sebagai meningo ensefalitis.6

2.7 Diagnosis

Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis,

keluhan, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala,

fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir

terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian

ke daerah endemik dan lain-lain. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu

dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan sebaliknya anamnesis dapat diulang

berdasarkan hasil pemeriksaan. Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan

pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat

berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.5

2.7.1 Manifestasi Klinis

Secara umum gejala berupa trias ensefalitis :

1. Demam

2. Kejang

3. Kesadaran menurun

Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi

umum dengan tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala

yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran

menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit

neurologis tergantung pada lokasi dan luasnya abses.2,7

Ensefalitis memiliki penyebab yang banyak sehingga sulit untuk men-

generalisasikan tanda dan gejalanya. Manifestasi pertamanya adalah demam dan

11

sakit kepala, diikuti dengan perubahan status mental dan berkembangnya gejala

neurologi fokal. Manifestasi yang terjadi bisa memberi kesan bahwa encephalitis

yang terjadi fokal atau difus. Contohnya, kebanyakan aboviral enchepalitis

melibatkan otak secara difus dengan demam yang lebih awal, muntah dan koma.

Sedangkan sebaliknya pada encephalitis HSV dimulai dengan hemiparesis, kejang

atau defek saraf kranial. Demam dan sakit kepala bisa ditemukan beberapa jam

sampai beberapa hari setelah itu.8

Tanda dan gejala pada encephalitis pada anak dan dewasa itu sama. Pada

bayi bisa terjadi susah diberi makan,rewel,muntah,pembengkakan fontanel dan

kaku tubuh. Gejala pada bayi merupakan suatu emergensi medis.9

Tanda dan gejala di atas bisa terjadi dua sampai tiga minggu dan bisa terdapar

satu atau beberapa gejala berikut:9

Demam

Kelelahan

Sakit tenggorokan

Kaku leher dan punggung

Sakit kepala

Muntah

Light-phobia

Pada kasus-kasus yang lebih berat mungkin terdapat tanda dan gejala

sebagai berikut:9

Kejang

Kelemahan otot

Paralisis

Hilang ingatan

Apatis

12

Riwayat anamnesis lengkap diperlukan, karena umumnya pasien sering datang

dengan penurunan kesadaran, disorientasi, delirium atau bahkan koma. Selain

demam akut seperti pada meningitis, pasien dengan ensefalitis umumnya

mengalami konfusi/kebingungan, kelainan perilaku, tingkat kesadaran yang

berubah, terdapat tanda dan gejala kelainan neurologis lainnya. Perubahan tingkat

kesadaran dapat terjadi, mulai dari kelesuan yang ringan sampai koma dalam.

Pasien dengan ensefalitis mungkin memiliki halusinasi, agitasi, perubahan

kepribadian, gangguan perilaku, dan kadang-kadang terjadi keadaan psikotik.10

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukosit : normal atau leukositosis

(10.000 – 35.000/mm), neutrofil 50 – 90 %. Pada pemeriksaan kimia darah

ditemukan amilase serum sering meningkat pada parotitis, fungsi hati

abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononucleosis infeksiosa, dan

pemeriksaan anti bodi-antigen spesifik untuk HSV, CMV, dan HIV. Elektrolit;

dalam batas normal, SIADH terjadi pada 25% pasien dengan ensefalitis St

Louis.19

2. Pemeriksaan Neurologi

Pada pemeriksaan neurologi didapatkan hiper-refleksia, ataksia, gangguan

kognitif dan defisit fokal, termasuk hemiparese dan afasia. Encephalitis pada

anak dini (young infant) sering menunjukkan gejala yang tidak khas misalnya

tidak aktif, sulit makan, iritable, rewel dan menangis dengan nada tinggi.19

3. Lumbal Punksi

Apabila tidak ada kontraindikasi, ditemukan cairan serebrospinal jernih dan

tekanannya dapat normal atau dapat meningkat dan pada fase dini dapat

dijumpai peningkatan sel PMN serta glukosa dan klorida normal.20

Pada encephalitis virus menunjukkan peningkatan protein, glukosa normal,

pleiositosis limfositer. Pada 5 – 15 % kasus HSV-1 encephalitis stadium awal

tidak menunjukkan pleiositosis.19

4. Elektroensefalografi (EEG)

EEG dilakukan apabila ada manifestasi kejang. Pada anak usia diatas 5 bulan

yang menderita HSV-1 encephalitis, sebanyak 80% menunjukkan perlambatan

13

fokal atau perlepasan gelombang epileptogenik berulang di lobus temporal.

Perlambatan irama dasar difus atau pelepasan gelombang epileptogenik

multifokal sering ditemukan pada anak dengan encephalitis virus dan

nonvirus.19

5. Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal biasanya positif lebih awal

dibandingkan titer antibodi. Pemeriksaan PCR mempunyai spesifisitas 100%

dan sensitivitas 75-98% dalam 25-45 jam pertama. Pemeriksaan PCR lebih

cepat dapat dilakukan dan resikonya lebih kecil.19

6. Radiologi

CT-scan merupakan salah satu modalitas pilihan pada kasus ensefalitis. Pada

keadaan awal, dapat tidak ditemukan kelainan intrakranial. Namun, pada

proses lanjut dapat ditemukan lesi yang hipodens dan terjadi

penyangatan/enhancement post pemberian kontras disertai edema yang hebat

disekitarnya (perifokal edema) sehingga menimbulkan efek massa intracranial.

Dapat pula ditemukan perdarahan intrakranial. Lokasi tersering adalah pada

lobus frontalis dan temporalis baik unilateral maupun bilateral.21

MRI jauh lebih sensitif dalam mendeteksi perubahan parenkim otak, bahkan

sejak onset 24-48 jam pertama. Pada fase akut setelah pemberian kontras

media selektif peningkatan hipokampus dapat diamati, menunjukkan afinitas

virus pada hipokampal, parahipokampal dan korteks insular. Dalam hal

perluasan infeksi, MRI dapat menunjukkan lesi di pusat korteks atau korteks

temporal anterior, insula dan inti grey matter pada hemisfer serebral.20

2.8 Penatalaksanaan

Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.

Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut

adalah mempertahankan fungsi organ, yaitu mengusahakan jalan nafas tetap

terbuka, pemberian makanan secara enteral atau parenteral, menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan keseimbangan

asam basa darah.12

14

2.8.1 Terapi Suportif

Tujuannya untuk mempertahankanfungsi organ, dengan mengusahakan jalan

nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan

respirator bila henti nafas, intubasi, trakeostomi), pemberian makanan enteral atau

parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,koreksi gangguan asam

basa darah.Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lender pada

tenggorok, dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.12

2.8.2 Terapi Kausal

Pengobatan anti virus diberikan pada ensefalitis yang disebabkan virus, yaitu

dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-14

hari,beberapa ahli memberikan samapai 21 hari. Pemberian asiklovir bisa

menurunkan angka mortalitas,dari 70 % menjadi 25-30%. Preparat asiklovir

tersedia dalam 250 mg dan 500 mg yang harus diencerkan dengan aquadest atau

larutan garam fisiologis. Pemberian secara perlahan-lahan diencerkan menjadi 100

ml larutan, diberikan selama 1 jam. Efek sampingnya adalah peningkatan kadar

ureum dan kreatinin tergantung kadar obat dalam plasma.13

Pada pemberian asiklovir,fungsi ginjal dimonitor secara ketat,dengan

pemberian cairan yang adekuat, karena adanya resiko terjadinya gagal ginjal,

walaupun jarang. Pemberian asiklovir perlahan-lahan akan mengurangi efek

samping. Efek samping lainnya seperti inflamasi lokal,hepatitis,penekanan

sumsum tulang. Asikllovir diberikan selama 10 hari,bahkan sebagian ahli

memberikan sampai 14 atau 21 hari terutama pada pasien yang terbukti menderita

ensefalitis HSV, karena adanya resiko relaps.13

Bahkan,dari penelitian American Collaborative Antiviral Study Group

diketahui jika pada pemeriksaan PCR ulangan 3 minggu setelah terapi, dan masih

terdeteksi DNA virus maka diberikan valasiklovir oral selama 3 bulan Bila selama

pengobatan terbukti bukan infeksi Virus Herpes Simpleks, maka pemberian

asiklovir dihentikan. Valasiklovir, merupakan ester dari asiklovir, diberikan

setelah 10 hari pemberian aciclovir intravena,walaupun sebenarnya pemakaian

15

valarsiklovi tidak direkomendasikan pada Ensefalitis HSV karena kadar yang

tidak terlalu tinggi dalam cairan serebrospinal.13

Pasien dengan ensefalitis karena infeksi sitomegalovirus pilihan terapi

utama digunakan gansiklovir dengan dosis 5 mg/kgBB dua kali sehari. Kemudian

dosis diturunkan menjadi satu kali, lalu dengan terapi maintenance.Pemberian

antibiotik parenteral tetap diberikan sampai penyebab bakteri dikesampingkan,

dan juga untuk kemungkinan timbulnya infeksi sekunder. Pada ensefalitis

supurativa diberikan antibiotik berupa Ampisilin 3-4 gr per oral selama 10 hari

atau Kloramfenikol 1 gr diberikan 4 kali sehari intravena selama 10 hari.14

2.8.3 Terapi Simptomatik

Obat antikonvulsif diberikan segera untuk mengatasi kejang, bisa diberikan IM

atau IV. Obat yang diberikan yaitu diazepam dengan dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB/

hari dilanjutkan dengan fenobarbital. Perlunya diperiksa kadar glukosa darah,

kalsium, magnesium harus dipertahankan normal agar ancaman timbulnya kejang

menjadi minimal.5

Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikansurface cooling dengan

menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar,

misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis

dan diatas kepala. Dapat juga diberikan antipiretik seperti parasetamol dengan

dosis 10-15mg/kgBB, bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat

peroral.14

Untuk mengurangi edema serebri dengan deksametason 0,2

mg/kgBB/hari IM dibagi 3 dosis dengan cairan rendah natrium, dilanjutkan

dengan pemberian 0,25-0,5mg/kgBB/hari. Bila terdapat tanda peningkatan

tekanan intrakranial, dapat diberikan manitol 0,5-2 g/kgBB IV dalam periode 8-12

jam. Nyeri kepala dan hiperestesia diobati dengan istirahat, analgesik yang tidak

mengandung aspirin dan pengurangan cahaya ruangan, kebisingan, dan tamu.12

2.8.4 Terapi Rehabilitatif

16

Upaya pendukung dan rehabilitatif amat penting sesudah penderita sembuh.

Diperlukan neurorehabilitasi yang melibatkan berbagai modalitas terapi seperti

fisioterapi, terapi okupasional,terapi bicara dan bahasa,serta keadaan psikologi

anak. Inkoordinasi motorik, gangguan konvulsif, strabismus, ketulian total atau

parsial, dan gangguan konvulsif dapat muncul hanya sesudah jarak waktu tertentu.

Fasilitas khusus dan kadang-kadang penempatan kelembagaan mungkin

diperlukan. Beberapa sekuele infeksi dapat amat tidak kentara. Karenanya

evaluasi perkembangan saraf dan audiologi harus merupakan bagian dari

pemantauan rutin anak yang telah sembuh dari ensefalitis, walaupun mereka

tampak normal.5

2.9 Komplikasi

Kesadaran pasien sewaktu keluar dari rumah sakit bukan merupakan gambaran

penyakit secara keseluruhan karena gejala sisa kadang-kadang baru timbul setelah

pasien pulang. Gejala sisa yang sering muncul berupa gangguan daya ingat (69%),

perubahan kepribadian dan tingkah laku (45%), epilepsi (25%). Beberapa kelainan

yang mungkin dapat dijumpai antara lain retardasi mental, iritabel, emosi tidak

stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis, perubahan perilaku, dan juga dapat

ditemukan gangguan motorik dan epilepsi.15

Gangguan neurokognitif yang bisa terjadi setelah ensefalitis,terutama

akibat virus,berupa perubahan pada fungsi memori,persepsi dan eksekusi.

Perubahan ini terlihat jelas pada anak yang terkena ensefalitis saat usia sekolah,

sehingga ketika sudah sembuh dan kembali ke sekolah mengalami kesulitan. Pada

keadaan ini diperlukan pemeriksaan intelegensia, fungsi kognitif,memori dan

bicara,sehingga dapat diketahui gangguan yang timbul sekaligus mengidentifikasi

terapi yang diperlukan.16

Komplikasi yang sering mengikuti ensefalitis yaitu epilepsi, terutama

pada anak dengan riwayat kejang yang berulang, status epileptikus, terjadinya

penurunan kesadaran yang berat. Jika anak kembali kejang setelah sembuh, maka

dapat diberikan antikonvulsif jangka panjang berupa karbamazepin atau

lamotrigin.16

17

2.10 Prognosis

Kebanyakan anak sembuh secara sempurna dari infeksi virus pada sistem saraf

sentral, walaupun prognosis tergantung pada keparahan penyakit klinis, etiologi

spesifik, umur anak, keterlibatan parenkim otak dan susunan saraf spinal, adanya

edema otak, adanya gangguan vaskularisasi dan perfusi pada otak, adanya

keterlibatan sistem organ lain, komplikasi yang timbul serta respon terhadap

pengobatan.5

Agen penyebab infeksi juga mempengaruhi prognosis,pada sebuah

penelitian di Taiwan didapatkan 60% anak dengan ensefalitis HSV memiliki

sekuele neurologi. Sedangkan pada anak dengan ensefalitis yang disebabkan

enterovirus,sekitar 71,8 % tidak memiliki defisit neurologi ketika dievaluasi 2

tahun setelah sembuh dari ensefalitis.16

Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim

memiliki prognosis yang lebih jelek, dengan kemungkinan defisit yang bersifat

intelektual, motorik, psikiatrik, epileptik, penglihatan, ataupun pendengaran.

Sekuele berat juga harus dipikirkan walaupun beberapa kepustakaan

mengemukakan bahwa penderita bayi yang menderita ensefalitis virus

mempunyai hasil akhir jangka panjang lebih jelek daripada anak dengan usia lebih

tua, data baru membuktikan bahwa observasi ini tidak benar. Walaupun sekitar

10% anak sebelum usia 2 tahun dengan infeksi virus menampakkan komplikasi

akut seperti kejang, tekanan intrakranial naik, atau koma, hampir semua hasil

akhir neurologis jangka lama baik.5

Pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simpleks yang tidak

diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat

menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan

mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada

kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari

memberikan prognosis buruk, demikian juga koma; pasien yang mengalami koma

memiliki angka mortalitas yang tinggi atau sembuh dengan gejala sisa yang

berat.16

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Ferrari, S.et al. Viral Encephalitis : Etiology, Clinical Features, Diagnosis and

Management. The Open Infectious Diseases Journal. 2009:3;1-12

2. Lewis, P., Glacor, C., Encephalitis. American Academic of Pediatrics:

Pediatrics in Review. 2005:26;353-363

3. Saharso, D., Hidayati, S. N., Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam: Ismael, S.,

Soetomenggolo, T. Neurologi anak. Jakarta: IDAI. 2000

4. Lazoff, M., et al, Encephalitis. Medscape Refference. 2011. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/791896

5. Behrman,R., Kliegman, R., Arvin, A., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak

Nelson (Nelson Textbook of Pediatrics) . 15th Edition. EGC.2007 ; p880-881

6. Hom, Jeffrey. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Department of

Pediatrics/Emergency Service. 2011. New York University School of

Medicine. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760

7. Fransisca SK. Ensefalitis. [ Online ] Februari 19, 2009 [ Cited April 5, 2010 ].

Availablefrom: URL

http://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/ensefalitis2.pdf

19

8. Paul lewis MD, Carol A. Glaser,DVM,MD .Encephalitis. article in pediatrics

in review 2005;26;353

9. Medical Author:Charles Patrick Davis, MD, PhD Medical Editor:Melissa

Conrad Stöppler, MD,Chief Medical Editor available from URL:

http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page3_em.htm#encephalitis_sy

mptoms_and_signs

10. Roos L.Karen, Tyler L. Kenneth. Meningitis,Encephalitis, Brain Abses,and

Empyema. In: Kasper, Brounwald, Fauci, Hauser,Longo, Jameson, eds.

Harrison’s Principal of Internal Medicine. 16th ed. New York: Mc Graw Hill

Companies; 2005. p.2480-83)

11. Fenichel Gerald. Altered States of Consiousness in Clinical Pediatric

Neurology. Sixth Edition. 2009. P58-61

12. Soetomenggolo, T.S. Ensefalitis Herpes Simpleks. Dalam: Ismael, S.,

Soetomenggolo, T. Neurologi anak. Jakarta: IDAI. 2000

13. Salomon, Tom. Management and Outcome of Viral Encephalitis in Children.

In : Pediatrics and Child Health Neurology Symposium. 2007.

14. Yoserizal, M. Ensefalitis. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.

Jakarta: 2004.

15. Ebaugh, Franklin, G. Neuropsychiatric Sequelae of Acute Epidemic

Encephalitis in children. Journal of Attention Disorders. 2007. SAGE

publication.

16. Falcheck, Stephen J. Encephalitis in The Pediatric Population. Available from

URL : http://pedsinreview.aapublications.org. 2012.

17. Anonymous. Encephalitis. [ Online ] Sept 13, 2012 [ Cited April 13, 2010 ].

Available from : URL ; www.mayoclinic.com/health/encephalitis/DS00226

18. Faller A, Schuenke M, Schuenke G. The central and peripheral nervous

systems. In : The human body - an introduction to structure and function. New

York : Thieme ; 2004. p. 538-53

20

19. Basuki A, dkk. Encephalitis PadaAnak. In:KegawatdaruratanNeurologi.

Bandung:Bagian/UPF IlmuPenyakitSarafFakultasKedokteran UNPAD; 2009.

p. 172-173)

20. Bonetti M.G, Ciritella P, Valle G,et all. Nuclear Medicine in Neurologi

Emergency. In: Scarabino T, Salvolini U, Jinkins R. Emergrncy

Neuroadiology. Berlin: Springer; 2006. p.389-91

21. McCann J.W.J, Phelan E. Pediatric Neurological Emergencies. In: Marincek

Borut, Dondelinger F.Robert, eds. Emergency Radiology Imaging and

Intervention. Berlin: Springer; 2007. p.590.

21