kinetika kimia.doc

Upload: dexsna-erna

Post on 15-Oct-2015

139 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

KIMIA FISIKA II

KINETIKA KIMIA

OLEH :

Ida Bagus Made Asmara DwipaNIM. 0913031004

Ni Kadek Dwi Ratna Sari

NIM. 0913031010

I Gusti Ayu Agung Radhe GayatriNIM. 0913031016

Kadek Dwi Martini

NIM. 0913031021

Kadek Sony Restiawan

NIM. 0913031024

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2011KINETIKA KIMIAA. Pendahuluan

Kinetika kimia merupakan materi yang membahas tentang laju reaksi dan mekanisme reaksi. Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi persatuan waktu. Sementara itu, mekanisme adalah serangkaian reaksi sederhana yang menerangkan reaksi keseluruhan. Laju reaksi dan mekanisme reaksi memiliki hubungan, di mana untuk mengetahui mekanisme reaksi, dipelajari perubahan laju reaksi yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi pereaksi, hasil reaksi, katalis, suhu, dan tekanan. Misalkan untuk reaksi,

A + 2B 3C

laju reaksi, r, dalam bentuk diferensial dapat dinyatakan sebagai berikut:

(Pers 1)dimana m adalah tingkat (orde) reaksi terhadap A dan n adalah orde reaksi terhadap B. m + n adalah orde reaksi total. Orde reaksi tidak selalu sama dengan koefisien reaksi, tetapi dapat berupa bilangan bulat maupun pecahan. Hal ini terjadi karena orde reaksi diturunkan dari percobaan, bukan dari persamaan stoikiometri reaksi. Dengan demikian orde reaksi dapat didefinisikan sebagai jumlah pangkat faktor konsentrasi pada persamaan laju reaksi bentuk diferensial.

Di samping pengertian orde reaksi, juga dikenal istilah molekularitas reaksi. Molekularitas reaksi adalah jumlah molekul yang terlibat dalam tiap tahap reaksi. Apabila suatu reaksi terdiri dari beberapa tahap, maka gagasan ini tidak dapat diterapkan untuk reaksi secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam membicarakan molekularitas reaksi, yang pertama-pertama harus ditentukan adalah apakah reaksi berlangsung dalam satu tahap atau beberapa tahap. Misalnya pada reaksi berikut ini.

2N2O5 4NO2 + O2Reaksi di atas tidak berlangsung dalam satu tahap, jadi molekularitas reaksi tidak dapat ditentukan begitu saja. Namun bila dibandingkan dengan reaksi,

H + Cl2 HCl + Cl

berlangsung dalam satu tahap. Reaksi tersebut merupakan reaksi bimolekular, karena dalam tahapannya melibatkan dua molekul. Oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa reaksi orde 2 tidak selalu bimolekular, tetapi reaksi bimolekular selalu berorde 2.B. Penentuan Laju Reaksi

Laju reaksi dapat ditentukan dengan mengikuti perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi sejalan dengan waktu. Ada dua cara umum yang dapat dilakukan untuk menentukan laju reaksi, yaitu cara kimia dan cara fisika. Cara kimia dilakukan dengan menentukan konsentrasi salah satu yang terlibat dalam reaksi, yaitu dari zat lain yang diketahui jumlahnya. Misalnya, laju reaksi hidrolisis ester dapat diikuti dengan mereaksikan asam yang terbentuk pada waktu-waktu tertentu, dengan bantuan basa standar (analisis volumetri). Sementara itu, pada cara fisika, misalnya dengan mengukur tekanan, indeks bias, intensitas warna, sifat optik aktif, daya hantar, dan viskositas. C. Persamaan Laju Reaksi

Pada umumnya laju reaksi akan meningkat apabila konsentrasi ditingkatkan. Hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi dapat diperoleh melalui data eksperimen. Misalnya, untuk reaksi

aA + bB Cc + dDdapat diperoleh bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan [A]m dan [B]n. Jadi ungkapan laju reaksinya, r, dapat dinyatakan sebagai berikut.

r = k [A]m [B]n , yang disebut sebagai hokum laju atau persamaan laju,dimana k adalah tetapan laju reaksi, m dan n masing-masing adalah orde reaksi terhadap A dan B yang dapat berupa bilangan bulat atau pecahan.orde rekasi diperoleh secara eksperimen dan tidak persamaan stoikiometrinya.

Persamaan laju reaksi dapat diungkapkan dalam bentuk diferensial dan integral. Misalnya, untuk reaksi,

2N2O5 4NO2 + O2reaksi tersebut merupakan reaksi orde satu terhadap [N2O5]. Persamaan laju dalam bentuk diferensial adalah sebagai berikut.

(Pers. 2)Sedangkan , persamaan laju bentuk integralnya adalah sebagai berikut:

EMBED Equation.3

(Pers. 3)1. Reaksi Orde Nol

Suatu reaksi disebut orde nol terhadap pereaksi jika laju reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi tersebut. Misalkan, untuk reaksi berikut.

A produk

persamaan laju reaksi bentuk diferensialnya adalah sebagai berikut.

(Pers. 4)Jika [A] adalah konsentrasi A pada waktu tertentu dan [A]0 adalah konsentrasi, maka hasil integrasi persamaan di atas adalah sebagai berikut:

[A] [A]0 = -kt atau [A] = [A]0 kt

(Persamaan 5)

Kurva konsentrasi sebagai fungsi waktu dan laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi untuk orde nol dapat dilihat pada Gambar 1.(a) (b)Gambar 1. Kurva (a) [A] vs t dan (b) laju reaksi vs [A] untuk reaksi orde nol

Reaksi orde nol, biasanya berupa reaksi heterogen yang berlangsung pada permukaan logam (seperti reaksi penguraian ammonia pada katalis wolfram) atau reaksi fotokimia yang terkatalis (reaksi fotosintesis).2. Reaksi Orde SatuUntuk reaksi : A produk, persamaan laju reaksi bentuk diferensialnya adalah sebagai berikut:

(Pers. 6)Jika [A] adalah konsentrasi A pada waktu tertentu dan [A]0 adalah konsentrasi, maka hasil integrasi persamaan di atas adalah sebagai berikut:

(Pers. 7)Kurva ln [A] sebagai fungsi waktu atau [A] sebagai fungsi waktu untuk orde satu dapat dilihat pada Gambar 3.2. Apabila ingin diubah adalah konsentrasi produk pada waktu tertentu, maka penurunan rumus di atas harus diubah sebagai berikut. Misalkan konsentrasi awal [A]0 dan pada waktu t tertentu, x mol reaktan diubah menjadi produk. Persamaan laju reaksinya adalah sebagai berikut:

(Pers. 8) (a)(b)

[A]0Gambar 2. Kurva (a) [A] vs t dan (b) [A] vs t untuk reaksi orde satuDengan menyusun dan mengintegrasikan persamaan 8 maka akan diperoleh persamaan baru sebagai berikut.

-ln ([A]0 - x) + ln [A]0 = k t

(Pers. 9)Kurva hubungan ln terhadap waktu, t, dan ln terhadap waktu, t, dapat dilihat pada Gambar 3.(a)

(b)

Gambar 3. (a) Kurva ln vs t dan (b) kurva ln vs t

Reaksi orde satu meliputi peluruhan radioaktif (bersifat unimolekuler) dan reaksi-reaksi berikut.2 N2O5(g) 4 NO2(g) + O2(g) (tidak unimolekuler)CH2 CH2CH2 CH2 2 C2H4(g) (reaksi unimolekuler)

Suatu besaran yang penting dalam reaksi orde satu adalah waktu paruh (t1/2) dari suatu reaksi. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan menjadi setengah dari konsentrasi semula. Waktu paruh untuk reaksi orde pertama adalah sebagai berikut:

(Pers. 10)3. Reaksi Orde Dua Ada dua jenis reaksi orde dua, yaitu (i) reaksi orde dua yang hanya melibatkan satu jenis pereaksi dan (ii) reaksi orde dua yang melibatkan dua jenis pereaksi. Reaksi orde dua jenis (i) dapat dinyatakan sebagai berikut.A produk

Jika konsentrasi awal A adalah [A]0 dan setelah waktu t adalah [A], maka:

(Pers. 11)

Apabila persamaan 11 diintegrasikan, maka akan diperoleh persamaan baru sebagai berikut:

(Pers. 12)

Apabila persamaan di atas ditulis berdasarkan pembentukan produk, akan diperoleh:

(Pers. 13)

Apabila persamaan 13 diintegrasikan, maka akan diperoleh persamaan baru sebagai berikut:

(Pers. 14)

Bentuk kurva dari persamaan di atas dapat dilihat pada Gambar 4.(a)(b)

Gambar 4. Kurva (a) hubungan terhadap t dan (b) laju reaksi terhadap [A] untuk reaksi orde duaJenis reaksi kedua dari reaksi orde dua dapat dinyatakan sebagai berikut.

A + B produk

Persamaan laju reaksinya adalah sebagai berikut:

(Pers. 15)

Apabila dimisalkan konsentrasi awal A dinyatakan sebagai [A]0, konsentrasi awal B = [B]0 dan x mol per liter adalah perubahan konsentrasi A dan B setelah reaksi berlangsung t satuan waktu, maka:

(Pers. 16)

Apabila persamaan 16 diintegrasikan, maka akan diperoleh persamaan baru sebagai berikut:

+ konstanta

+ konstanta(Pers. 17)Pada saat t = 0, maka x = 0, sehingga nilai konstanta adalah bila nilai ini dimasukkan dalam persamaan di atas akan diperoleh:

= k t

(Pers. 18)

Kurva hubungan ln terhadap t dapat dilihat pada Gambar 6. Beberapa contoh reaksi orde dua adalah sebagai berikut.

Na + C2H5Cl NaCl + C2H5

S2O82- + 2I- 2SO42- + I2

2NO2 2NO + O2

(a) (b)

Gambar 6 Kurva (a) hubungan terhadap t dan (b) terhadap t untuk reaksi orde dua

Gambar 6 Kurva terhadap t untuk reaksi orde dua4. Reaksi Orde Tiga

Suatu Orde reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi:

A + B + C Produk

Jika konsentrasi awal A, B, dan C berturut-turut [A]o, [B]0, [C]o, dan [A]o [B]o, [C]o, maka:

(Pers. 19)Apabila [A]o=[B]o= [C]o, maka:

(Pers. 20)Integral antara limit x = 0 pada t = 0 dan x= x pada waktu t,maka diperoleh:

= kt

(Pers. 21)Jika dialurkan terhadap waktu t maka akan diperoleh garis lurus dengan arah lereng sama dengan 2k. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7.

Contoh reaksi orde tiga adalah:

2 NO(g) + Cl2(g) 2NOCl(g)

2NO(g) + O2(g) 2NO2(g)

2NO(g) + 2 H2(g) 2N2(g) + 2H2O(g)

Gambar 7. kurva vs t untuk reaksi orde tigaD. Penentuan Orde Reaksi

Ada dua cara utama dalam penentuan orde reaksi, yaitu:

1. Cara diferensial

Dalam metode difensial laju di ukur secara langsung dengan penentuan slop/loreng pada kurva konsentrasi pereaksi terhadap waktu, dan analisis dilakukan untuk mengetahui ketergantungan slop terhadap konsentrasi pereaksi. Metode ini pertama kali disarankan oleh vant hoff tahun 1884.

Untuk satu jenis pereaksi, persamaan laju reaksi, r, dalam bentuk diffensial dapat dinyatakan sebagai berikut:

r = k[A]n

(pers. 22)Agar mendapatkan persamaan garis lurus, persamaan diatas menjadi logaritma yaitu:

ln r = ln k + n ln [A]

(pers. 23)plot r vs ln[A] memberikan garis lurus dengan slop n dan intersep pada ln c = 0 adalah ln k . Hal ini terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Plot r vs ln[A]

Untuk lebih dari satu jenis pereaksi, penentuan orde reaksi dapat dilakukan dengan cara isolasi dan cara laju awal. Pada cara isolasi, hanya salah satu pereaksi dapat dibuat berubah-ubah sementara yang lain dibuat tetap (dibuat berlebih). Sedangkan cara laju awal, laju raksi diukur pada konsentrasi awal yang berbeda-beda.

Cara isolasi

Untuk reaksi, A + B produk, maka persamaan laju dalam bentuk diferensial adalah sebagai berikut.

r = k [A]m[B]n

(pers. 24)ln r = ln k + m ln [A] + n ln [B]

(pers. 25)Apabila [A] berlebih maka perubahan [A] sangat kecil dan dapat diabaikan sehingga [A] dianggap tetap. Plot ln r terhadap [B] akan memberikan garis lurus dengan slop sama dengan harga n. Ini dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Plot r vs ln[A]

Di pihak lain, apabila [B] jauh lebih besar dari [A] maka perubahan [B] sangat kecil dan dapat diabaikan sehingga [B] dianggap tetap. Plot ln r terhadap ln [A] akan memberikan garis lurus dengan slop sama dengan harga m. Hal ini tampak pada gambar 10.

Gambar 10. plot ln r vs ln [A] Cara laju awal

Untuk reaksi A + B produk, persamaan laju dalam bentuk diferensial adalah sebagai berikut.

r = k [A]m[B]nln r = ln k + m ln [A] + n ln [B]

untuk memperoleh nilai m dan m maka dapat dilakukan dengan cara mengukur laju reaksi awal yang berbeda-beda. Konsentrasi awal A, [A]0 pertama-tama dibuat tetap sementara konsentrasi awal B, [B]0 dibuat berubah-ubah. Jika dibuat kurva laju reaksi awal terhadap konsentrasi awal B, maka akan diperoleh garis lurus dengan slop sama dengan n. Untuk mendapatkan nilai m maka dilakukan hal yang sebaliknya yaitu konsentrasi awal B dibuat tetap sedangkan konsentrasi awal A dibuat berubah-ubah.2. Cara integral

Cara ini merupakan cara coba-coba dengan jalan mencocokan persamaan laju bentuk integral dengan data percobaan yaitu data konsentrasi dan waktu. Dalam hal ini, yang dihitung adalah harga k. Sebelum cara ini digunakan, perlu dilakukan perkiraan terhadap ordereaksinya. Untuk reaksi, orde satu dan harga k dapat dihitung dari persamaan berikut.

Orde satu, k =

(pers. 26)Orde dua, k =

(pers. 27)Harga [A]0 adalah konstan tetapi harga bergantung pada waktu. Jika harga k yang diperoleh dari berbagai waktu adalah konstan misalnya dari persamaan reaksi orde satu, maka orde reaksinya adalah orde satu. E. Reaksi-reaksi Rumit (Kompleks)

Reaksi kompleks adalah reaksi yang memiliki orde reaksi yang tidak sama dengan molekularitasnya. Molekularitas merupakan jumlah molekul pereaksi yag ikut dalam reaksi. Istilah molekularitas berbeda dengan tingkat/ orde reaksi. Hal ini disebabkan karena orde reaksi tergantung pada mekanisme reaksinya (hasil percobaan). Di samping itu, perlu diketahui bahwa molekularitas selalu merupakan bilangan bulat sedangkan tingkat reaksi ada yang merupakan bilangan pecahan bahkan bernilai 0. Ada beberapa yang tergolong reaksi kompleks, yaitu reaksi reversibel, paralel, berurutan, dan reaksi rantai.

Reaksi Reversibel

Pada reaksi ini zat hasil reaksi bereaksi kembali menghasilkan pereaksi kembali. Reaksi seterifikasi merupakan salah satu contoh reaksi reversibel yang dapat dinyatakan sebagai berikut.

C2H5OH + CH3COOH CH3COOC2H5 + H2O

Konsentrasi awal : a mol/litera mol/liter

Konsentrasi setelah : (a-x)

(a-x)

Reaksi diatas merupakan reaksi orde dua dan bila dianggap berlangsung dalam satu tahap, maka persamaan laju reaksinya dapat ditulis sebagai berikut.

Pada keadaan setimbang, reaksi ke kiri = reaksi ke kanan. Jadi tidak ada peningkatan produk yaitu dx/dt = 0, maka persamaan di atas akan menjadi:

(pers. 28)K adalah konstanta kesetimbangan

Xe adalah konsentrasi produk pada saat kesetimbangan

k2 adalah konstanta laju reaksi ke kanan

k-2 adalah konstanta laju reaksi ke kiri

Apabila persamaan 3.26 disubstitusi ke persamaan 3.25, akan diperoleh:

(pers. 29)Bila persamaan 3.27 diintegrasi, akan diperoleh:

(pers. 30) Reaksi paralel

Reaksi paralel adalah suatu reaksi dimana zat pereaksi secara bersamaan berubah menjadi lebih dari satu hasil reaksi. Untuk reaksi:

Persamaan laju reaksi dapat diikuti berdasarkan perubahan konsentrasi A, B dan C.

a). Bila diikuti berdasarkan perubahan konsentrasi A

(pers. 31)b). Bila diikuti berdasarkan perubahan konsentrasi B

(pers. 32)

(pers. 33)Contoh reaksi paralel:

Reaksi Beruntun

suatu reaksi disebut beruntun jika terdapat sedikitnya satu hasil reaksi merupakan pereaksi bagi reaksi lainnya. Contoh reaksi beruntun adalah:

2 (CH3)2CO ( 2 CH2 + CO ( 2 CO + CH4

Untuk reaksi berurutan:

A B C

Dengan konsentrasi A adalah x mol/liter, B = y mol/liter dan C = z mol/liter, maka laju reaksi terurainya reaktan A dapat dinyatakan:

(pers. 34)Apabila ditinjau dari pembentukan B, maka persamaan laju reaksinya dapat dinyatakan:

(pers. 35)Apabila ditinjau dari pembentukan produk C, maka persamaan laju reaksinya menjadi:

(pers. 36)Bentuk integrasi dari persamaan-persamaan di atas adalah:

1. Bentuk integrasi dari persamaan pertama adalah: , dimana xo adalah konsentrasi awal A

2. Bentuk integrasi dari persamaan kedua dapat diperoleh menggunakan pendekatan keadaan tetap (steady state). Pendekatan ini, setelah reaksi berlangsung, konsentrasi intermediet B pada waktu tertentu dianggap tetap, jadi dalam hal ini dy/dt = 0 dan akan diperoleh:

3. Dari persamaan ketiga diperoleh: Dengan mengganti y dengan dan kemudian mengintegrasi persamaan yang diperoleh dengan waktu t = 0 dan t = 1, maka diperoleh:

Pendekatan Steady State

Asumsi yang terlibat dalam hipotesis steady state adalah bahwa konsentrasi dari perantara yang bereaksi dapat dianggap konstan, yakni = 0. perlu dicatat bahwa pendekatan steady state hanya dapat diterapkan untuk jenis-jenis yang mempunyai masa hidup pendek atau sangat reaktif. Tahap-tahap berikut digunakan untuk menghitung hukum laju dalam batasan dari jenis-jenis yang stabil.

i. Hukum laju diferensial ditulis untuk masing-masing jenis.

ii. Hukum laju diferensial dari perantara yang reaktif diletakkan sama dengan nol dan konsentrasi perantara reaktif dihitung dalam batasan jenis-jenis yang stabil.

iii. konsentrasi steady state dari perantara yang di hitung dalam (ii) disubstitusi dalam pernyataan sedemikian rupa, sehingga hukum laju dapat di tulis dalam hanya batasan jenis yang stabil (reaktan dan produk).

Persamaan untuk Steady-state adalah

X =

pada t = 0 ( X = 0, tetapi setelah waktu yang sangat singkat (relative terhadap waktu reaksi, perbedaan telah mencapai harga l, dan konsentrasi X = , yang jauh lebih kecil daripada A0 (ingat bahwa k2>> k1). Setelah waktu induksi yang singkat ini, konsentarsi X secara praktis adalah konstan, sehingga dapat didekati dengan ungkapan

Contoh

Mekanisme

A + B

X

X

Z

untuk menyelesaikan masalah ini kita harus mengeliminasi X dan menyelesaikan persamaan diferensial untuk mendapatkan [Z] sebagai fungsi waktu. Tetapi,dalam hal ini kita tak mungkin mendapatkan persamaan yang eksplisit. Oleh karena itu, kitaambil pendekatan steady state :

sehingga :

k1A.B k-1X k2X = 0

X =

v = vz = k2X

Tahap Penentu Laju (Tahap pengontrol laju)

Persamaan steady state adalah

jika dalam reaksi tersebut konversi X menjadi Z terjadi sangat cepat, jauh lebih cepat ketimbang reaksi balik ke (A + B), maka dalam hal ini kita dapatkan

v = k1 AB karena k2>>k1

Oleh karena itu, tahap awal merupakan tahap penentu laju.

Jika sebaliknya, k2Km maka kinetika reaksi adalah reaksi orde nol, dimana enzim jenuh dengan substrat dan penambahan [S] selanjutnya tidak memberikan pengaruh terhadap lju rekasi

r = k2[E]0

(pers. 46)

Dimana r sam dengan k2[E]0 yang membatasi laju reaksi pada konsentrasi substrat tinggi dan sering disebut laju maksimum. Jika [S] = Km maka

Konstanta Micaelis, Km dapat ditentukan dari plot r terhadap [S], dengan membuat konsentrsi substrat yang memberikan setengan laju pembatas. Secara praktis, cara ini tidak memberikan nilai yang sangat reliable.

Penyusunan ulang persamaan menghasilkan:

(pers.47)

Plot 1/r terhadap 1/[S] member garis lurus. Hal ini disarankan oleh Lineweaver dan Burk, ditunjukkan secara skematik pada Gambar..

Reaksi Enzimatik dengan Kehadiran InhibitorDalam reaksi enzimatik terdapat tiga jenis inhibitor, yaitu (i) inhibitor kompotitif (a), (ii) inhibitor unkompetitif (b), dan (iii) non kompetitif (a+b).

E + S

ESP

+

+

(a)I(b)I

EIESI

Inhibitor kompetitif

Mekanisme reaksinya sebagai berikut

K1E + S ES

K1

K1E + S EI

Penurunan Persamaan Lajunya adalah sebagai berikut

Inhibitor Non Kompetitif

Mekanisme reaksinya :

2. Katalis Heterogen

I. Komponen katalis heterogen

Katalis heterogen yang biasanya berupa padatan memiliki pusat aktif yang tidak seragam. Tidak semua bagian permukaan padatan dapat berfungsi sebagai pusat aktif dan tidak semua pusat aktif memiliki keaktivan yang sama.

Perbedan fase dan heterogenitas permukaan ini menyebabkan katalis heterogen menjadi kurang aktif dibandingkan dengan katalis homogen. Kelebihan katalis heterogen adalah mudah dipisahkan dari campuran reaksi sehingga dapat dipergunakan secara berulan. Selain itu katalis heterogen lebih stabil terhadap perlakuan panas sehingga dapat dipergunakan pada suhu operasi yang tinggi.

Adapun komponen-komponen katalis heterogen yaitu fasa aktif, penyangga dan promotor. Ketiga komponen tersebut masing-masing atau secara bersama-sama dapat memberikn sifat katalis yang diinginkan.

a. Fasa aktif

Fasa aktif adalah pengemban fungsi utama katalis, yaitu mempercepat dan mengarahkan rekasi.sebagai fasa aktif digunkan logam atau oksida logam. Logam yang banyak digunakan katalis adalah logam transisi. Logam oksida transisi bersifat semikonduktor tipe p dan tipe n sehingga pada temperatur tinggi dapat menyumbangkan atau menangkap elektron yang terlibt dalam rekasi.

b. Penyangga

Pada katalis heterogen dengan katalis padat reaksi berlangsung dipermukaan katalis. Fase aktif sering tidak memiliki permukaan yang luas karena berada dalam bentuk butir yang besar, sehingga tidak semua pusat aktifnya dapat melakukan kontak dengan reaktan. Pada keadaan ini diperlukan padatan pendukung / penyangga yang memiliki luas tempat fasa aktif ditebarkan sehingga memperluas kontak antara fasa ktif dan reaktan.

Keuntungan yang diperoleh dengn penebaran fasa aktif dipermukaan padatan pendukung adalah :

1. Pendukung dapat memperbesar luas permukaan fasa aktif

2. Padatan pendukung dapat mempertahankan struktur kristal mikro fasa aktif dari efek sintering pada suhu kerja yang tinggi sehingga meningkatkan kestabilan termal dari katalis

Sesuai fungsinya sebagai tempat penebaran fasa aktif, penyangg harus memiliki permukaan yang luas sehingga memungkinkan terjadinya kontak yang maksimal antara rekatan dan fas aktif. Penyangga biasanya dibuat dari keramika atau paduan logam.

c. Promotor

Promotor ditambahkan dengan katalis dengan tujuan meningkatkan kinerja, aktivitas, selektivitas dan stabilitas katalis. Promotor dalam interaksinya dengan komponen katalis yang lain dapat berfungsi sebagai agen pemisah partikel fasa aktifsehingga dapat menghambat terjadinya sintering fasa aktif. Promotor juga dapat berfungsi sebagai pusat aktif

II. Mekanisme Reaksi Katalis Heterogen

Mekanisme Reaksi Katalis Heterogen mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Difusi pereaksi menuju permukaan katalis

2. Adsorpsi molekul pereaksi pada permukaan katalis

3. Reaksi berlangsung pada permukaan katalis

4. Desorpsi hasil reaksi dari permukaan katalis

5. Difusi hasil reaksi meninggalkan permukaan katalis

Mekanisme reaksi katalis heterogen dapat dibedakan menjadi dua yaitu reaksi unimolekuler dan reaksi bimolekuler

a. Reaksi Unimolekuler

Reaksi permukaan katalis yang melibatkan molekul tunggal disebut reaksi unimolekuler. Misalkan reaksi berlangsung sebagai berikut

Jika adalah fraksi permukaan yang tertutupi dan 1- adalah fraksi permukaan kosong maka laju adsorpsi adalah , dimana adalah konsentrasi molekul gas A dan ka adalah konstanta laju reaksi. Sedangkan laju desorpsi adalah ka. Pada saat kesetimbangan laju adsorpsi sama dengan laju desorpsi, sehingga :

Dimana K = ka/ k1-a adalah konstanta kesetimbangan untuk proses adsorpsi. Persamaan ini dapat ditulis sebagai

Laju reksi sebanding denagn fraksi permukaan yang tertutup , oleh karena itu laju rekasi r adalah

b. Reaksi Bimolekuler

Terdapat dua mekanisme berbeda untuk reaksi pada permukaan katalis antara dua reaktan A dan B, yaitu mekanisme Langmuir-Hinshelwood dan mekanisme Langmur-Rideal. Dalam mekanisme Langmuir-Hinshelwood, reaksi terjadi antara molekul A dan B jika keduanya teradsorbsi pada permukaan. Sedangkan dalam mekanisme Langmur-Rideal, reaksi terjadi antara molekul teradsorpsi dengan molekul dalam fasa gas.1. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood

Dalam mekanisme ini laju reaksi sebanding dengan fraksi molekul A dan B yang teradsorpsi. Fraksi molekul A dan B teradsorpsi diberikan oleh persamaan sebagai berikut :

Persamaan laju reaksinya adalah :

Jika dibuat konstan dan dibuat bervariasi, laju reaksi dapat diperlihatkan seperti gamabr dibawah ini.

v

Gambar 15. Variasi laju dan konsentrasi A pada reaksi bimolekuler melalui mekanisme Langmuir-Hinshelwood2. Mekanisme Langmuir-Rideal

Misalkan dalam mekanisme Langmuir-Rideal, reaksi terjadi antara molekul A teradsorpsi dengan molekul B dalam fasa gas. Laju reaksinya sebanding dengan fraksi permukaan yang ditutupi oleh molekul A, A, dan konsentrasi molekul B, .

Jika dibuat konstan dan divariasikan, laju reaksinya dapat diperlihatkan seperti gambar berikut.

r

Gambar 16. Variasi laju dan konsentrasi A pada reaksi bimolekuler melalui mekanisme Langmuir-Rideal

1. Teori Laju Reaksi

Terdapat dua teori yang laju reaksi kimia, yaitu :

a. Teori Tumbukan (Theory of Collision)b. Teori Keadaan Transisi (Transition State Theory)(i) Teori Tumbukan

Menurut teori ini, sebelum terjadi reaksi maka harus terjadi tumbukan antar partikel/molekul-molekul pereaksi. Traut dan Lewis menyatakan dalam pembahasan teori ini ada beberapa anggapan dasar, yaitu :

a) Tiap partikel/molekul dianggap berbentuk bola yang keras

b) Setiap tumbukan menghasilkan reaksi

c) Laju reaksi sama dengan jumlah tumbukan per satuan waktu per satuan volum.

Untuk gas yang hanya mengandung satu jenis molekul A, jumlah tumbukan Z, menurut teori tumbukan sederhana adalah sebagai berikut.

Dimana NA adalah jumlah molekul persatuan volum, d adalah diameter molekul (jarak antara dua pusat molekul jika terjadi suatu tumbukan), dan adalah kecepatan molekul rata-rata, yang menurut teori kinetik gas dinyatakan sebagai berikut.

dimana m adalah massa molekul. Jika persamaan diatas dimasukkan ke persamaan , diperoleh :

Satuan SI untuk jumlah tumbukan ZA,A adalah m-3s-1.

Jika tumbukan terjadi antara molekul yang tidak sejenis, misalnya antara molekul A dan molekul B dengan massa mA dan mB, maka jumlah tumbukan ZA,A adalah :

Massa reduksi dinyatakan dengan persamaan :

Sehingga persamaan 1 dapat ditulis :

Apabila jumlah tumbukan yang diformulasikan oleh Traut dan Lewis di atas, dikalikan dengan faktor Arrhenius akan memberikan laju pembentukan produk reaksi yang menyatakan jumlah molekul yang dibentuk persatuan volum per satuan waktu. Reaksi antara molekul A dan B, laju reaksinya dinyatakan :

Bila persamaan ini dibagi oleh NANB akan memberikan konstanta laju dalam satuan molecular (satuan SI m-3s-1), ini dapat diubah menjadi satuan molar (satuan SI m-3 mol-1 s-1) melalui perkalian dengan bilangan Avogadro, L.

Faktor pra-eksponensial pada persamaan ini dikenal sebagai factor frekuensi tumbukan, yang disimbulkan dengan ZAB (atau ZAA untuk satu jenis molekul).

Oleh karena itu konstanta lajunya dapat dinyatakan sebagai berikut :

Lewis menerapkan persamaan ini pada reaksi :

2HI H2 + I2

dan menghitung faktor pra-eksponensial senilai 3,5 x 10-7dm3 mols-3 pada suhu 556. Hasil ini sangat sesuai dengan hasil eksperimen yaitu 3,52 x 10-7dm3 mols-3. Namun untuk reaksi-reaksi yang lebih kompleks, terjadi penyimpangan yang sanagt signifikan. Agar hasil perhitungan faktor pra-eksponensial untuk molekul kompleks secara teori mendekati hasil yang diperoleh secara eksperimen, maka dalam persamaan , perlu dimasukkan faktor lain yaitu P, yang dikenal sebagai faktor sterik (orientasi).

Evaluasi terhadap P juga belum memuaskan, ini menunjukkan bahwa selain faktor orientasi, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap nilai k namun masih sulit diramalkan.

Disamping kelemahan diatas, teori tumbukan sederhana tidak konsisten dengan fakta bahwa pada kesetimbangan perbandingan laju reaksi maju dan balik adalah konstan. Oleh karena itu, jika konstanta laju reaksi tersebut diformulasikan sebagai berikut .

dan

Perbandingannya adalah :

Persamaan ini lebih baik dikaitkan dengan faktor entropi sehingga konstanta kesetimbangan dinyatakan :

Tahun 1933, La Mer mencoba memperkenalkan faktor entropi kedalam persamaan teori kinetik sebagai berikut.

Dalam hal ini, dan adalah perubahan entropi dan entalpi standar dalam reaksi untuk mencapai keadaan transisi. Langkah ini juga kurang memuaskan secara keseluruhan tetapi sangat berguna dalam menghantarkan menuju teori keadaan transisi.(ii) Teori Keadaan Transisi

Kelemahan utama dari teori tumbukan adalah bahwa usaha untuk menghubungkan faktor sterik P dengan struktur molekul dan sifat-sifat reaktan tidak berhasil dilakukan. selain itu, usaha untuk menduga nilai energi aktivasi tidak berhasil dilakukan.

Sebagian besar usaha-usaha di atas berhasil dipecahkan dengan menggunakan teori keadaan transisi (disebut juga teori absolut) yang dikemukakan oleh Henry Fyring dan kawan-kawan pada tahun 1935. Teori keadaan transisi dapat menduga nilai konstanta laju reaksi secara tepat dan memungkinkan untuk menghubungkan faktor sterik P dengan entropi. Teori ini didasarkan atas anggapan bahwa ketika molekul-molekul atau atom-atom bereaksi, sebelum membentuk produk, molekul-molekul atau atom-atom membentuk kompleks aktif. Kompleks ini dianggap berada pada puncak energi penghalang antara keadaan awal dan akhir. Untuk reaksi antara reaktan A dan B dapat ditulis :

A + B X produk

X menunjukkan kompleks aktif.

Lebih lanjut diasumsikan bahwa walaupun sistem tidak berada dalam keadaan setimbang, tetapi kompleks aktif selalu membentuk kesetimbangan dengan reaktan A dan B.

Dengan menerapkan hukum kesetimbangan terhadap kompleks dan reaktan akan diperoleh suatu persamaan :

DAFTAR PUSTAKA

Sukardjo.1997. Kimia Fisika.Jakarta: Rineka Cipta

Atkins. 1990. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga

Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: Universitas IndonesiaSuardana, I Nyoman, Nyoman Retug, dan I Wayan Subagia. 2002. Buku Ajar Kimia Fisika. Singaraja : Undiksha laju reaksi

[A]

[A]0

Slop = k

t

[A]

[A]

t

Slop = -k

t

ln[A]

EMBED Equation.3

t

Slop = k

t

Slop = k

laju reaksi

EMBED Equation.3

t

Slop = k

EMBED Equation.3

t

EMBED Equation.3

t

Slop = -k

t

Slop = -k

EMBED Equation.3

k([A]0 [B]0)

t

Slop = 2k

t

k1

k2

A

K1

K2

C

B

C2H5OH

C2H4 + H2O

C2H3CHO + H2

K1

K2

+

2 CH4

K1

K2

k2

I-

k1

k2

ln r

Slop = n

ln k

ln [A]

ln k + m ln [A]

Slop = n

ln r

ln [A]

ln r

Slop = m

ln k + n ln [B]

ln [A]

Diagram Energi Aktivasi Endoterm

Diagram Energi Aktivasi Eksoterm

1/r

Slop = Km/r

Interseo = -1/Km

Intersep = 1/r

0

1/[S]

Gambar 13 Plot 1/r vs 1/[S] dalam persamaan 47

EMBED Equation.3

EMBED Equation.3

v [A]

EMBED Equation.3[A] dengan [B] dibuat konstan

r [A]o

EMBED Equation.3

r [A]

_1333190391.unknown

_1336390083.unknown

_1337596505.unknown

_1337596515.unknown

_1337596523.unknown

_1337596527.unknown

_1337596531.unknown

_1337596533.unknown

_1337596535.unknown

_1367559959.unknown

_1337596534.unknown

_1337596532.unknown

_1337596529.unknown

_1337596530.unknown

_1337596528.unknown

_1337596525.unknown

_1337596526.unknown

_1337596524.unknown

_1337596519.unknown

_1337596521.unknown

_1337596522.unknown

_1337596520.unknown

_1337596517.unknown

_1337596518.unknown

_1337596516.unknown

_1337596509.unknown

_1337596513.unknown

_1337596514.unknown

_1337596512.unknown

_1337596511.unknown

_1337596507.unknown

_1337596508.unknown

_1337596506.unknown

_1337596476.unknown

_1337596495.unknown

_1337596497.unknown

_1337596500.unknown

_1337596502.unknown

_1337596504.unknown

_1337596498.unknown

_1337596496.unknown

_1337596493.unknown

_1337596494.unknown

_1337596478.cdx

_1336390091.unknown

_1336390095.unknown

_1336392737.unknown

_1336390092.unknown

_1336390094.unknown

_1336390085.unknown

_1336390086.unknown

_1336390088.unknown

_1336390084.unknown

_1336390061.unknown

_1336390071.unknown

_1336390079.unknown

_1336390081.unknown

_1336390082.unknown

_1336390080.unknown

_1336390073.unknown

_1336390077.unknown

_1336390078.unknown

_1336390075.unknown

_1336390072.unknown

_1336390067.unknown

_1336390069.unknown

_1336390070.unknown

_1336390068.unknown

_1336390065.unknown

_1336390066.unknown

_1336390062.unknown

_1336390064.unknown

_1336390052.unknown

_1336390056.unknown

_1336390059.unknown

_1336390060.unknown

_1336390058.unknown

_1336390054.unknown

_1336390055.unknown

_1336390053.unknown

_1333259901.unknown

_1336390048.unknown

_1336390050.unknown

_1336390051.unknown

_1336390049.unknown

_1336390046.unknown

_1336390047.unknown

_1333400628.unknown

_1336390045.unknown

_1333260061.unknown

_1333191496.unknown

_1333259778.unknown

_1333259865.unknown

_1333250343.unknown

_1333190881.unknown

_1333190996.unknown

_1333190541.unknown

_1333182365.unknown

_1333188110.unknown

_1333188804.unknown

_1333190058.unknown

_1333190079.unknown

_1333188865.unknown

_1333189817.unknown

_1333189858.unknown

_1333189152.unknown

_1333188853.unknown

_1333188462.unknown

_1333188474.unknown

_1333188350.unknown

_1333188214.unknown

_1333184361.unknown

_1333187726.unknown

_1333187736.unknown

_1333187278.unknown

_1333187608.unknown

_1333182399.unknown

_1333184055.unknown

_1333182375.unknown

_1333150025.unknown

_1333181558.unknown

_1333182199.unknown

_1333182310.unknown

_1333179985.unknown

_1333181329.unknown

_1333181469.unknown

_1333181545.unknown

_1333180343.unknown

_1333180717.unknown

_1333180716.unknown

_1333180040.unknown

_1333177324.unknown

_1333179775.unknown

_1333150164.unknown

_1333146638.unknown

_1333148973.unknown

_1333149338.unknown

_1333148961.unknown

_1333143799.unknown

_1333145311.unknown

_1333144996.unknown

_1333145164.unknown

_1333143893.unknown

_1332497843.unknown

_1332499010.unknown

_1332497815.unknown