kinetika fermentasi

Upload: james-gomez

Post on 13-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fermentasi dilakukan terhadap sari buah apel malang dengan melibatkan Saccaromyces cerevisiae untuk menghasilkan minuman vinegar

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRAcara III

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh: Gracia CarolinaNIM : 11.70.0038Kelompok A3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

20141. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi vinegar dari apel dapat dilihat pada tabel dibawah iniTabel 1. Hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi vinegar apelKelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal asam

1234

D1Sari Apel + S. cerevisiaeN01926201620,250,09283,3411,52

N24796711013798,253,931080,61673,3311,52

N48160128171179159,53,931081,0403,4514,4

N727221218077135,256,381081,60383.4614,4

N96141130122142133,755,411081,11953.4511,53

D2Sari Apel + S. cerevisiaeN019262926255,351080,02733.3810,944

N24424943424411080,68823,3511,94

N48821151141211081,761080,98753,4514,44

N72122117125125122,254,321080,99583,4610,56

N961471461511401464,891081,50343,5411,136

D3Sari Apel + S. cerevisiaeN071618611,754,7 x 1070,05583,3511,52

N246258797568,52,74 x 1080,50953,2812,48

N4811297133141120,754,83 x 1081,06953,4214,40

N72104109116120112,254,49 x 1081,00333,4114,40

N96182193189203191,757,67 x 1081,30803,4510,56

D4Sari Apel + S. cerevisiaeN065786,752,71070,01353,3211,52

N249790869291,2536,51070,61893,3113,056

N481501001369011947,61070,94353,3913,248

N72161159155160158,7563,51070,91083,4213,44

N969960476768,2527,31071,19903,4512,288

D5Sari Apel + S. cerevisiaeN03932422133,513,41070,0873,3312,67

N2411518517421017971,61071,00273,3216,896

N4821525621718821987,61071,32563,439,792

N72271240231281230,7592,31071,31243,4510,56

N96220204255207221,588,61071,04823,4911,944

Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa vinegar dihasilkan dari fermentasi sari apel oleh Saccaromyces cerevisiae. Pengamatan dilakukan selama 5 hari, yaitu pada jam ke-0 (N0), jam ke-24 (N24 ), jam ke-48 (N48), jam ke-72 (N72 ), dan jam ke-96 (N96). Pengamatan dilakukan terhadap pengukuran jumlah mikroorganisme per cc, OD (optical density), pH, dan total asam. Rata-rata mikroorganisme per cc pada setiap vinegar (D1-D5) cenderung meningkat selama hari pengamatan, namun juga terdapat penurunan jumlah mikroorganisme per cc pada hari pengamatan tertentu. Hal tersebut juga diikuti dengan peningkatan dan penurunan nilai OD (optical density), pH dan total asam pada hari pengamatan tertentu.

Grafik 1. Grafik Hubungan OD dengan Waktu fermentasi

Berdasarkan Grafik 1. dapat dilihat bahwa nilai OD vinegar D1 mengalami peningkatan hingga N72, kemudian menurun pada N96, sedangkan nilai OD vinegar D2 mengalami peningkatan hingga N96. Nilai OD vinegar D3-D5 meningkat hingga N48, kemudian menurun pada N72 dan kembali meningkat pada N96.

Grafik 2. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Berdasarkan Grafik 2. dapat dilihat bahwa jumlah sel vinegar D1 dan D5 mengalami peningkatan hingga N72, kemudian menurun pada N96, sedangkan jumlah sel vinegar D2, D4 mengalami peningkatan hingga N24, kemudian menurun pada N48 dan kembali meningkat hingga N96, sedangkan jumlah sel vinegar D3 mengalami peningkatan hingga N96.

Grafik 3. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pH

Berdasarkan Grafik 3. dapat dilihat bahwa jumlah sel dari semua vinegar cenderung meningkat seiiring dengan meningkatnya nilai pH. Grafik 4. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD

Berdasarkan Grafik 4. dapat dilihat bahwa pada jumlah sel terbanyak memiliki nilai OD tertinggi, demikian juga dengan jumlah sel paling sedikit memiliki nilai OD terendah. Namun pada beberapa vinegar mengalami fluktuatuasi yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Grafik 5. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Berdasarkan Grafik 5. dapat dilihat bahwa total asam vinegar setiap kelompok berfluktuasi, namun total asam cenderung meningkat dengan meningkatnya jumlah sel.

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini fermentasi dilakukan terhadap sari buah apel malang dengan melibatkan Saccaromyces cerevisiae. Sari apel berasal dari pengepresan buah apel, fermentasi sari apel akan menghasilkan alkohol. Salah satu olahan apel yang terkenal adalah cider atau vinegar apel. Vinegar apel merupakan minuman beralkohol yang dihasilkan dengan memfermentasi sari apel (Nogueira et al., 2008). Menurut Dolge et al. (2012) cider dapat diproduksi dengan 2 metode, yang pertama adalah dengan menggunakan metode tradisional dimana pada pembuatannya tidak ditambahkan gula dan CO2, cider ini diperoleh dari pengepresan apel cider yang disebut dengan natural cider. Metode yang kedua adalah dengan menggunakan jus konsentrat apel atau apel segar yang ditambah dengan gula dan CO2 serta menggunakan proses stabilisasi, jenis cider ini disebut dengan sparkling cider. Analisa yang akan dilakukan terhadap vinegar antara lain, pengukuran biomassa dengan haemocytometer, penentuan total asam, pengukuran pH, dan penentuan hubungan antara absorbansi dengan kepadatan sel.

Sari apel yang digunakan adalah hasil dari juicer dari buah apel malang yang kulitnya tidak dikupas. Hal tersebut sesuai dengan Realita & Debby (2010) bahwa kulit apel sebaiknya tidak dikupas terlebih dahulu karena kulit apel juga mengandung senyawa yang mempengaruhi taste dan aroma dari sari apel. Sari apel sebanyak 250 ml disterilisasi dai dalam waterbath selama 30 menit. Sterilisasi sari apel bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang tidak diinginkan dalam proses fermentasi, sehingga S. Cerevisiae dapat tumbuh dengan baik (Potter & Hotchkiss, 1995). Sari apel yang sudah disterilisasi kemudian didiamkan bebrapa saat hingga suhunya turun, karena menurut Muljohardjo (1988) khamir tidak dapat bertahan pada suhu yang panas sehingga sangat beresiko mati apabila langsung dimasukkan ke dalam cider apel yang baru disterilisasi. Inokulum S. Cerevisiae ditambahkan sebanyak 30 ml secara aseptis untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain yang tidak diinginkan pada fermentasi sari apel. Hal tersebut sesuai dengan Hadioetomo (1993) bahwa teknik aseptik perlu dilakukan untuk melindungi pencemaran dari lingkungan. Apabila menggunakan teknik aseptik, maka mikroorganisme yang akan tumbuh dalam biakan hasil pemindahan hanyalah mikroorganisme yang diinginkan, yaitu biakan murni yang hanya terdiri dari satu spesies yang tunggal.

Menurut Wang et al. (2004), Saccharomyces cerevisiae yang ditambahkan akan mempercepat katalisis dan menyempurnakan konversi gula menjadi alkohol tanpa menyebabkan pembentukan off-flavor. Kandungan gula harus cukup karena akan menjadi sumber energi untuk pertumbuhan khamir S. Cerevisiae (Damtew et al., 2012). Hal ini didukung oleh pernyataan Wang et al. (2004) bahwa sari apel mengandung beberapa jenis gula, antara lain fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Kandungan gula tertinggi dalam sari apel adalah fruktosa dengan kadar hingga 70%. Namun kandungan fruktosa yang terlalu tinggi dapat menyebabkan konsentrasi residu gula tinggi, sehingga menimbulkan off-taste pada produk akhir.

Sari apel yang sudah diberi inokulum S. Cerevisiae kemudian diinkubasi dengan perlakuan shaker pada suhu ruang (25-30C) selama 5 hari. Perlakuan shaker selama inkubasi bertujuan untuk meningkatkan laju alir udara sehingga laju transfer O2 tidak terhambat. Dengan adanya O2 maka proses metabolisme sel pada sel yeast akan optimal sehingga Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh dengan baik, karena pertumbuhan Saccharomyces cereviseae berlangsung secara aerobik atau membutuhkan oksigen (Winarno et al., 1980). Selain itu perlakuan shaker juga berfungsi sebagai agitasi supaya sel mikroba bercampur secara merata dengan sari apel malang (Said, 1987). Agitator juga memiliki fungsi untuk menurunkan ukuran gelembung udara area antar permukaan dan mengurangi difusi serta mempertahankan kondisi lingkungan yang stabil dalam wadah (Stanburry & Whitaker,1984).

Pengambilan sampel dilakukan setiap 24 jam sekali secara aseptis untuk dilakukan pengukuran terhadap jumlah biomassa, total asam, pH vinegar, dan optical density (OD) vinegar yang dimulai sejak hari pertama (N0) hingga hari kelima (N96). Pengukuran biomassa sel dilakukan dengan menggunakan haemocytometer, hal tersebut sesuai dengan Fardiaz (1992), bahwa jumlah sel Saccharomyces cereviceae pada cider apel dapat diketahui dengan menggunakan enumerasi mikroskopik dimana hitungan mikroskopik dilakukan dengan pertolongan kotak-kotak skala haemocytometer. Haemocytometer adalah ruang hitung yang terdiri atas petakpetak berukuran kecil untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop. Alat ini biasanya digunakan untuk menghitung sel yang berukuran sebesar sel darah merah. Haemacytometer digunakan untuk menghitung sel dengan densitas >104 sel/ml (Hadioetomo, 1993). Menurut Atlas (1984) haemocytometer memiliki sembilan kotak yang terpisahkan oleh 3 garis. Di dalam masing-masing sembilan kotak terdapat 16 kotak kecil. Jumlah sel yang dihitung yaitu sel-sel khamir di dalam 4 kotak besar yang berdekatan.

Sampel vinegar diambil dengan menggunakan pipet tetes kemudian diteteskan pada lubang yang terdapat di haemocytometer. Pada saat diteteskan, dipastikan tidak terdapat gelembung yang akan menyulitkan penghitungan jumlah biomassa. Sampel pada haemocytometer ditutup dengan preparat lalu diletakkan dibawah mikroskop untuk dilakukan pengamatan dan perhitungan jumlah biomassa. Menurut Chen & Chiang (2011), sel yang dihitung sebagai data kepadatan biomassa adalah sel-sel yang berada pada kotak 4 x 4 yang dibatasi 3 garis lurus di masing-masing tepinya. Menurut Atlas (1984) haemocytometer memiliki ketelitian mencapai 84,6 %. Jumlah mikroorganisme tiap petak dihitung kemudian dirata-rata untuk mencari nilai rata-rata nilai mikroorganisme per cc, yaitu dengan cara membagi rata-rata jumlah mikroorganisme per cc dengan volume petak.

Gambar 1. Hasil haemocytometer dari hari ke-0 hingga hari ke-4

Berdasarkan pengamatan yang dialakukan diketahui bahwa jumlah biomassa sel setiap kelompok fluktuatif dari hari ke hari pengamatan. jumlah biomassa sel pada vinegar kelompok D1 dan D3 mengalami peningkatan hingga hari ke-2 (N48) kemudian menurun pada hari ke-3 (N72), dan mengalami peningkatan kembali pada hari ke-4 (N96), sedangkan jumlah biomassa sel vinegar kelompok D2 dan D5 mengalami peningkatan hingga hari terakhir pengamatan (N96). Berbeda halnya dengan jumlah biomassa sel vinegar kelompok D4 yang mengalami peningkatan hingga hari ke-3 (N72) kemudian mengalami penurunan pada hari ke-4 (N96). Menurut Triwahyuni et al. (2012), selama fermentasi berlangsung yeast akan mengalami percepatan pertumbuhan pada 24-48 jam, karena fase eksponensial yeast akan berlangsung selama 48 jam. Selama fase ini, populasi yeast bertambah dan pertunasan akan meningkat secara tinggi. Perbedaan waktu peningkatan dan penurunan jumlah biomassa sel yang berbeda tersebut dapat disebabkan karena adanya faktor lingkungan yang memepengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu yang menyebabkan perbedaan waktu peningkatan jumlah biomassa sel adalah sumber gula untuk pertumbuhan yeast. Hal tersebut sesuai dengan Triwahyuni et al. (2012) bahwa saat yeast akan membutuhkan sumber gula yang tinggi untuk pertumbuhannya, ketika jumlah gula terbatas maka yeast akan kehilangan kemampuannya untuk memfermentasi. Hal tersebut disebabkan karena penurunan energi seluler secara cepat. Energi yang berkurang tersebut mengakibatkan sel yeast akan berhenti bertunas dan laju produksi alkohol menurun. Keterbatasan media mempengaruhi pertumbuhan yeast, hal tersebut sesuai dengan Anna (2006) bahwa nutrien berpengaruh pada pertumbuhan khamir, di dalam penelitiannya diketahui bahwa penambahan Cd2+ di media menghambat pertumbuhan khamir. Pengaruh kehadiran ion Cd2+ tersebut namun dapat dihambat dengan penambahan zinc, serta garam kalsium. Menurut Triwahyuni et al. (2012) setelah fermentasi melebihi 48 jam maka sel yeast akan mengalami fase stasioner. Selama fase ini, yeast akan berhenti bertunas dan lama-kelamaan yeast akan mati karena sumber makanan telah habis. Kematian sel yeast juga berhubungan dengan produksi etanol pada vinegar, menurut Amenaghawon et al. (2012) jumlah sel akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi etanol. Etanol yang dihasilkan selama fermentasi berlangsung, akan terakumulasi pada media dan akan menghambat pertumbuhan yeast karena gula sebagai media lama-kelamaan akan habis tergantikan oleh etanol, sehingga yeast akan kekurangan sumber makanan dan pertumbuhannya akan mengalami penurunan.

Pada fase lag, sel yeast bertumbuh secara lambat karena masih dalam tahap adaptasi sel pada lingkungan media baru, kemudian volume sel membengkak dan metabolisme sel meningkat, namun proliferasi sel berlangsung lambat. Setelah fase lag maka sel akan menuju pada fase eksponensial, dalam fase ini pertumbuhan sel akan menjadi semakin cepat karena sel telah beradaptasi dengan lingkungan media dan substansi makanan dapat lebih cepat masuk ke dalam sel dibandingkan pada fase lag (Jomdecha & Prateepasen, 2006).

Sementara itu, sampel lainnya diambil untuk dilakukan pengukuran optical density (OD) dengan menggunakan spektrofotometer. Menurut Ewing (1985) spektrofotometer adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mengukur penyerapan radiasi oleh larutan. Optical density kultur yeast adalah pengukuran terhadap jumlah sel yeast yang ada di kultur cair Jomdecha & Prateepasen (2006). Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 660 nm, hal tersebut sesuai dengan Sevda & Rodrigues (2011) bahwa panjang gelombang 660 nm tepat untuk pengukuran OD untuk melihat pertumbuhan khamir S. cerevisiae.

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diketahui bahwa OD vinegar kelompok D1 mengalami peningkatan hingga hari ke-3 (N72) kemudian mengalami penurunan pada hari ke-4 (N96). OD vinegar kelompok D3, D4, dan D5 mengalami peningkatan hingga hari pengamatan ke-2 (N48) kemudian mengalami penurunan pada hari ke-3 (N72) dan kembali meningkat pada hari ke-4 (N96) . Berbeda halnya dengan OD vinegar kelompok D2 yang terus mengalami peningkatan hingga hari ke-4 (N96). Menurut Jomdecha & Prateepasen (2006) optical density menggambarkan tentang fungsi dari morfologi sel seperti ukuran dan bentuk, karena kedua hal tersebut dapat mempengaruhi banyaknya sinar yang ditransmisikan atau disebarkan. Pertumbuhan yeast menunjukkan hubungan antara nilai OD dan jumlah sel. Peningkatan jumlah sel yeast akan berdampak pada vinegar yang semakin keruh, menurut Wang et al. (2004) nilai absorbansi diukur berdasarkan tingkat kekeruhan larutan, sehingga semakin keruh suatu larutan maka nilai OD akan semakin besar. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Clark (2007) bahwa apabila waktu fermentasi semakin lama, maka jumlah sel semakin banyak, penampakan cairan semakin keruh, dan OD akan meningkat.

Hasil pengamatan tersebut tidak sesuai, karena seharusnya peningkatan dan penurunan OD akan mengikuti dengan peningkatan dan penurunan jumlah sel. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak dilakukannya pengadukan sehingga banyak sel yeast yang mengendap dan tidak ikut tertuang dalam kuvet, sehingga sampel yang terukur adalah sampel yang hanya mengandung sedikit sel yeast, dan hal tersebut akan mempengaruhi nilai OD. Menurut Said (1987) pengadukan dapat berfungsi sebagai agitasi, dengan adanya agitasi maka suspensi sel mikroba pada medium nutrien dapat homogen.

Berdasarkan grafik hubungan antara nilai OD dengan waktu inkubasi dapat diketahui bahwa semakin lamanya waktu maka nilai OD akan semakin meningkat. Hal tersebut sesuai dengan Jomdecha & Prateepasen (2006) bahwa nilai OD akan semakin meningkat seiring dengan semakin lama waktu inkubasi. Hal tersebut disebabkan karena semakin lama waktu inkubasi, maka sel yeast yang bertunas atau membelah diri akan semakin banyak sehingga jumlah sel dalam kultur semakin meningkat.

Penentuan total asam vinegar dilakukan dengan cara titrasi, menurut Petrucci & Suminar (1987) titrasi dilakukan dengan larutan standar berupa basa atau asam kuat yang diketahui konsentrasinya. Titrasi vinegar dilakukan dengan menggunakan larutan standar NaOH 0,1N dan menggunakan indikator PP yang akan mengalami perubahan warna dari colorless/ tidak berwarna pada kondisi asam atau netral, menjadi merah muda di kondisi basa di saat titik akhir titrasi (Solomon, 1983). Titik akhir titrasi vinegar ditandai dengan warna vinegar yang lebih gelap (coklat). Jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi akan digunkan untuk menghitung total asam yang terkandung dalam vinegar.

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa total asam yang terkandung dalam vinegar mengalami fluktuasi dari setiap hari inkubasi. Hal tersebut tidak sesuai dengan Sreeramulu et al (2000), karena semakin lama waktu fermentasi, maka total asam yang dihasilkan akan semakin tinggi karena adanya asam-asam organik yang dihasilkan selama fermentasi, dan nilai pH semakin rendah. Ketidaksesuaian tersebut dapat disebabkan pada saat dilakukannya titrasi, menurut Girindra (1986) aketika dilakukan titrasi, bagian bawah erlenmeyer tidak dialasi oleh kertas putih, sehingga terjadinya perubahan warna tidak terlihat dengan jelas.

Pengukuran pH vinegar dilakukan dengan menggunakan pH meter. Dalam fermentasi vinegar, pengukuran pH perlu dilakukan karena sangat penting untuk pertumbuhan S. cerevisiae . Menurut Gurvinder & Pooja (2011), pH pada media pertumbuhan dapat mempengaruhi keberhasilan proses fermentasi sebab secara langsung mempengaruhi pertumbuhan khamir S. cerevisiae sehingga mempengaruhi jumlah etanol yang terbentuk dan karakteristik sensori dari produk akhir yang diinginkan.

Berdasarkan pengukuran pH yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa vinegar bersifat asam karena memiliki pH yang rendah. Nilai pH vinegar dalam praktikum ini berkisar antara 3,31-3,54, dan cenderung menurun tiap harinya. Nilai pH tersebut mendekati pH optimum pertumbuhan S. cerevisiae. Menurut Roukas (1996) pH optimum S. cerevisiae adalah 3,5-6,5. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang dihasilkan juga akan semakin banyak, sehingga pH yang dihasilkan semakin rendah. Selain itu, selama fermentasi Saccharomyces cereviceae tidak hanya menghasilkan alkohol saja, tetapi juga gas CO2. Semakin meningkatnya waktu fermentasi, maka produksi alkohol bertambah dan juga produksi gas CO2 juga semakinbertambah meskipun tidak signifikan (Azizah, 2012). Produksi gas CO2 oleh yeast juga berkontribusi dalam menurunnya nilai pH, karena menurut Kartohardjono et al (2007) gas CO2 sering disebut gas asam (acid whey) karena memiliki sifat yang asam.

3. KESIMPULAN

Fermentasi merupakan perubahan gula menjadi alkohol dan CO2 yang melibatkan yeast Kinetika menunjukkan laju pertumbuhan mikroorganisme Proses fermentasi dipengaruhi oleh jenis substrat, jenis mikroorganisme, dan proses metabolisme yang terjadi selama fermentasi. Cider merupakan hasil fermentasi alkohol dari sari buah dengan bantuan yeast Jumlah alkohol dan CO2 yang tinggi dapat menurunkan pH media Perhitungan jumlah biomassa dilakukan dengan menggunakan haemocytometer Analisa total asam dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan standar NaOH 0,1N dengan indikator PP Jumlah sel meningkat hingga hari ke 2 (N48) dan akan mengalami penurunan hingga hari ke 4 (N96). Semakin lama waktu fermentasi, maka jumlah sel yang dihasilkan dalam cider semakin banyak Semakin banyak jumlah sel pada cider, maka nilai OD semakin meningkat Semakin lama waktu fermentasi, maka total asam yang dihasilkan akan semakin tinggi Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi, maka pH cider akan semakin menurun

Semarang, 30 Juni 2014Asisten Dosen :- Stella Mariss- Meilisa Lelyana- Katharina NerissaGracia Carolina - Chrysentia Archinitta 11.70.0038 - Andriani Cintya

4. DAFTAR PUSTAKA

Amenaghawon, N.A, Okieimen, C.O and Ogbeide, S.E. (2012). Kinetic Modelling of Ethanol Inhibition during Alcohol fermentation of Corn Stover using Saccharomyces cerevisiae. International Journal of Engineering Research and Applications (IJERA), pp.798-803.

Anna Pasternakiewicz. (2006). The Growth of Saccharomyces cerevisiae yeast in Cadmium Enriched Media. Journal of Acta Science Pol., Technol. Aliment. 5 (2) 2006, 39-46.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Azizah, N.; Al-Baarri, N. dan Mulyani, S. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2): 72-77.

Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.

Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/

Damtew, W .; S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948.

Dolge, R. R.; Z. Kruma; and D. Karklina. (2012). Aroma Composition and Polyphenol Content of Ciders Available in Latvian Market. World Academy of Science, Engineering and Technology 67.

Ewing, G.W. (1985).Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Girindra, A. (1986). Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gurvinder Singh Kocher and Pooja. (2011). Status of Wine Production from Guava (Psidium guajava L.) : A Traditional Fruit of India. African journal of Food Science Vol 5 (16), pp. 851 860.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, 5th 10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.

Kartohardjono, S.; Anggara; Subihi; dan Yuliusman. 2007. Absorbsi CO2 dari campurannya dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air. Jurnal Teknologi 11 (2): 97-102.

Muljohardjo, M. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan Edisi Ketiga. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Petrucci, R.H. dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Potter. N.N. & Hotchkiss.J.H. (1995). Food Science 5th.Chapman &Hall.inc. NewYork.

Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit: Widya Padjajaran. Bandung.

Roukas, T. (1996). Continuous Ethanol Production from Nonsterilized Carob Pod Extract by Immobilized Saccharomyces cerevisiae on Mineral Kissiris Using A Two-reactor System, Journal Applied Biochemistry and Biotechnology. Vol. 59, No. 3.

Said, E.G. (1987). Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Melton Putra. Jakarta. Hlm 317.

Sevda, S. and Rodrigues, L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technology 2:4.

Solomon, S. (1983). Introduction to General, Organic & Biological Chemistry. McGraw-Hill, Inc. New York.

Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. 2000. Kombucha Fermentation and Its Antimicrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 6573.

Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34.

Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; and G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of the Institute of Brewing 110(4), 340346.

Winarno,FG, S.Fardiaz dan Dedi Fardiaz (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan Rumus :

Kelompok D1 No Jumlah sel / cc = x 20,25 = 8,08 x 107 N24 Jumlah sel / cc = x 98,25 = 3,39 x 108 N48 Jumlah sel / cc = x 157,50 = 6,38 x 108 N72 Jumlah sel / cc = x 135,75 = 5,41 x 108 N96 Jumlah sel / cc = x 135,75 = 5,35 x 108

Kelompok D2 No Jumlah sel / cc = x 25 = 1 x 108 N24 Jumlah sel / cc = x 44 = 4,32 x 108 N48 Jumlah sel / cc = x 108 = 1,76 x 108 N72 Jumlah sel / cc = x 122,25 = 4,89 x 108 N96 Jumlah sel / cc = x 146 = 5,84 x 108

Kelompok D3 No Jumlah sel / cc = x 11,75 = 4,7 x 107 N24 Jumlah sel / cc = x 68,5 = 2,74 x 108 N48 Jumlah sel / cc = x 120,75 = 4,83 x 108 N72 Jumlah sel / cc = x 112,25 = 4,49 x 108 N96 Jumlah sel / cc = x 191,75 = 7,67 x 108

Kelompok D4 No Jumlah sel / cc = x 6,75 = 2,7 x 107 N24 Jumlah sel / cc = x 91,25 = 47,6 x 107 N48 Jumlah sel / cc = x 119 = 36,5 x 107 N72 Jumlah sel / cc = x 158,75 = 63,5 x 107 N96 Jumlah sel / cc = x 68,25 = 27,3 x 107

Kelompok D5 No Jumlah sel / cc = x 33,5 = 13,4 x 107 N24 Jumlah sel / cc = x 171 = 71,6 x 107 N48 Jumlah sel / cc = x 219 = 87,6 x 107 N72 Jumlah sel / cc = x 230,75 = 92,3 x 107 N96 Jumlah sel / cc = x 221,5 = 88,6 x 107

Total asam :

Kelompok D1 No Total asam = = 11,52 N24 Total asam = = 11,52 N48 Total asam = = 14,44 N72 Total asam = = 10,368 N96 Total asam = = 11,520

Kelompok D2 No Total asam = = 10,944 N24 Total asam = = 11,94 N48 Total asam = = 14,44 N72 Total asam = = 10,56 N96 Total asam = = 11,136

Kelompok D3

No Total asam = = 11,52 N24 Total asam = = 12,48 N48 Total asam = = 14,40 N72 Total asam = = 14,40 N96 Total asam = = 10,56

Kelompok D4 No Total asam = = 11,52 N24 Total asam = = 13,056 N48 Total asam = = 13,248 N72 Total asam = = 13,440 N96 Total asam = = 12,288

Kelompok D5 No Total asam = = 12,67 N24 Total asam = = 16,896 N48 Total asam = = 9,792 N72 Total asam = = 10,56 N96 Total asam = = 11,904

5.2. Laporan Sementara5.3. Jurnal 5.4. Hasil Analisa Viper