kemampuan perawatan diri pada anak dengan down...
TRANSCRIPT
KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI PADA ANAK DENGAN
DOWN SYNDROME DI YAYASAN PERSATUAN ORANG TUA
ANAK DENGAN DOWN SYNDROME JAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:
HANNA WIATUL ILMI
NIM: 11141040000011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
iii
FACULTY OF HEALTH SCIENCE
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2018
Hanna Wiatul Ilmi, NIM: 11141040000011
Self Care Agency on Children With Down Syndrome in the Association of
Parents With Down Syndrome Children
Xix + 84 Pages + 26 Tables + 4 Charts + 8 Appendixes
ABSTRACT
Self care agency is the ability or strength of the individual to identify, establish,
make decisions, and carry out self care. Children with down syndrome have low
intelligence, affecting cognitive, language, motor and social abilities, causing
dependence on parents or caregivers in daily life to meet self care needs, but
children can still achieve independence. High dependence is due to various
factors, one of which is the ability of the child, but has not been revealed and the
ability of the self care agency on children with down syndrome in the association
of parents with down syndrome children (POTADS) Jakarta. This study aims to
determine the self care agency on children with down syndrome in the association
of parents with down syndrome children (POTADS) Jakarta. This research is a
quantitative research with descriptive design. Sampling technique with total
sampling counted 45 respondents. Data collection techniques with questionnaires
in the form of Likert scale consisting of 63 statements. The result of this study
showed that children have self-assisted care ability as much as 24 people (53,3%).
The ability of self care is assisted partially at the age of 6-9 years as many as 20
people (66,7%), self help capability is also supported in children with elementary
education as many as 21 people (58,3%), and in children with no history of
disease has the ability of self care assisted in part as much as 18 people (52,9%).
Key Word: Self Care Agency, Down Syndrome
Reference: 50 (2006-2017)
iv
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2018
Hanna Wiatul Ilmi, NIM: 11141040000011
Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Down Syndrome di Yayasan
Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome
Xix + 84 halaman + 26 tabel + 4 gambar + 8 lampiran
ABSTRAK
Kemampuan perawatan diri (Self care agency) adalah kemampuan atau kekuatan
dari individu untuk mengidentifikasi, menetapkan, mengambil keputusan, dan
melaksanakan perawatan diri. Anak dengan down syndrome memiliki tingkat
kecerdasan rendah, sehingga mempengaruhi kemampuan kognitif, bahasa,
motorik dan sosial, menyebabkan ketergantungan kepada orang tua atau pengasuh
dalam kehidupan sehari-hari dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri, namun
anak tetap bisa mencapai tingkat kemandirian. Ketergantungan yang tinggi
disebabkan berbagai macam faktor salah satunya kemampuan anak, namun belum
terungkap dan tergalinya kemampuan anak berkaitan dengan perawatan diri pada
anak dengan down syndrome di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan
Down Syndrome (POTADS) Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan perawatan diri pada anak dengan down syndrome di Yayasan
Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) Jakarta.Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif.Teknik pengambilan
sampel dengan total sampling sebanyak 45 responden.Teknik pengumpulan data
dengan kuesioner dalam bentuk skala Likert yang terdiri dari 63 pernyataan. Hasil
penelitian didapatkan anak memiliki kemampuan perawatan diri dibantu sebagian
sebanyak 24 orang (53,3%). Kemampuan perawatan diri dibantu sebagian pada
usia 6-9 tahun sebanyak 20 orang (66,7%), Kemampuan perawatan diri dibantu
sebagian juga terdapat pada anak yang memiliki pendidikan SD sebanyak 21
orang (58,3%), dan pada anak dengan tidak memiliki riwayat penyakit memiliki
kemampuan perawatan diri dibantu sebagian sebanyak 18 orang (52,9%).
Kata kunci: Kemampuan perawatan Diri, Sindrom Down
Referensi: 50 (2006-2017)
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hanna Wiatul Ilmi
Tempat, Tanggal Lahir : Mojokerto, 17 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Rt.01, Rw.02, Dsn. Randegan, Ds. Warugunung,
Kec. Pacet, Kab. Mojokerto, Jawa Timur
HP : 085648540911
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. 2001-2002 : TK Dharma Wanita Warugunung
2. 2002-2008 : Sekolah Dasar Negeri 1 Warugunung
3. 2008-2011 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gondang
4. 2011-2014 : Madrasah Aliyah Unggulan Hikmatul Amanah
Bendunganjati Pacet
5. 2014-Sekarang : S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
2014 Staff Dewan Mahasiswa (DEMA) FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015 Staff Community Of Santri’s Scolars Ministry of Religion Affairs
(CSSMoRA) UIN Jakarta
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji syukur peneliti panjatkan atas
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia, rahmat, taufik, hidayah,
serta inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan proposal
penelitian yang berjudul Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Down
Syndrome di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
Jakarta.
Dalam penyusunan proposal ini, tidak sedikit kesulitan, hambatan, dan
tantangan yang peneliti jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat doa,
kesungguhan, kerja keras, kesabaran, dan pertolongan-Mu Yaa Allah, serta
bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga proposal ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr.H. Arif Sumatri, S.KM,. M.Kes, selaku dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc, selaku Ketua Program Studi dan Ibu
Ernawati, S.Kp, M.Kep., Sp.KMB, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ns. Mardiyanti, M. Kep., MDS dan Ibu Irma Nurbaeti, M.Kep., Sp.Mat.,
Ph.D, selaku Dosen Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau
yang telah meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan
sabar kepada saya selama proses pembuatan skripsi ini.
5. Ita Yuanita, S. Kp., M. Kep, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima
kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing, menjadi tempat
curhat, dan memberi motivasi selama hampir 4 tahun duduk di bangku kuliah.
x
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf pengajar, pada lingkungan Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas dan tulus memberikan ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga kepada peneliti selama
menjalankan perkuliahan.
7. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa
penuh selama proses perkuliahan, sehingga peneliti dapat menempuh
pendidikan hingga akhir.
8. Pihak Yayasan yang telah memberikan kesempatan dan perizinan dalam
melakukan penelitian.
9. Orang tua saya, Bapak Sagimin dan Ibu Ainun Jariyah yang telah mendidik,
mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo’akan keberhasilan, serta
memberikan bantuan baik moril maupun materil tak terhingga kepada saya.
Tak lupa, kakakku Mahfudli Sahli dan Hanna Wiatul Laili dan seluruh
keluarga yang selalu memberikan semangat tanpa henti dan putus asa.
10. Saudara-saudaraku CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta wabil khusus
angkatan CSSMoRA angkatan 2014 yang telah memberikan kecerian, ilmu
dan pengalaman tak terhingga.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan tercinta PSIK angkatan 2014 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017/2018 yang senantiasa berbagi suka duka, canda
tawa, ilmu dan pengalaman berharga selama pembelajaran kuliah maupun
dalam proses kegiatan lainnya.
12. Agil Maizar yang telah megingatkan, mendoakan dan menjadi penyemangat
untuk berjuang menggapai semua impian.
13. Serta seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga
selesai.
Atas bantuan serta segala dukungan yang telah diberikan, semoga Allah
SWT.senantiasa membalas dengan pahala yang berlimpah.Sangat besar harapan
saya proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para
xi
pembaca.Semoga kita semua senantiasa diberikan petunjuk, limpahan rahmat,
hidayah, serta inayah yang tak terhingga oleh Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, Juli 2018
Hanna Wiatul Ilmi
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. v
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. vi
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
C. Tujuan penelitian ...................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 9
E. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11
A. Perawatan Diri ....................................................................................... 11
1. Definisi Perawatan Diri ......................................................................... 11
2. Komponen Teori SCDNT ...................................................................... 12
B. Kemampuan Perawatan Diri ................................................................. 17
1. Definisi Kemampuan Perawatan Diri .................................................... 17
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Perawatan Diri ......... 18
C. Down Syndrome ..................................................................................... 22
1. Definisi Down Syndrome ........................................................................ 22
xiii
2. Etiologi Retardasi Mental ....................................................................... 23
3. Gejala Klinis Down Syndrome ............................................................... 25
4. Klasifikasi Retardasi Mental .................................................................. 26
5. Patofisiologi Retardasi Mental ............................................................... 29
6. Pertumbuhan dan Perkembangan Retardasi Mental ............................... 30
7. Bentuk-bentuk Retardasi Mental ............................................................ 32
D. Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Down Syndrome ........ 33
1. Ruang Lingkup Perawatan Diri pada Anak dengan Down Syndrome .... 34
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Perawatan Diri Anak
dengan Down Syndrome ......................................................................... 35
E. Penelitian Terkait ................................................................................... 37
F. Kerangka Teori....................................................................................... 39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 40
A. Kerangka Konsep ................................................................................... 40
B. Definisi Operasional............................................................................... 41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 44
A. Desain Penelitian .................................................................................... 44
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 44
C. Populasi dan Sampel .............................................................................. 44
D. Instrumen Penelitian............................................................................... 46
E. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................. 47
F. Prosedur Pengumpulan Data .................................................................. 50
G. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 51
H. Etika Penelitian ...................................................................................... 52
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 54
A. Gambaran UmumTempat Penelitian ...................................................... 54
B. Hasil Analisa Univariat .......................................................................... 56
1. Gambaran Karakteristik Anak ................................................................ 56
2. Gambaran Kemampuan Perawatan Diri................................................. 59
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 66
A. Analisa Univariat ................................................................................... 66
xiv
1. Karakteristik Anak ................................................................................. 66
2. Kemampuan Perawatan Diri Anak ......................................................... 71
B. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 77
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 78
A. Kesimpulan ............................................................................................ 78
B. Saran ....................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80
LAMPIRAN
xv
DAFTAR SINGKATAN
ABK : Anak Berkebutuhan Khusus
ADL : Activity of Daily Living
BAB : Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
DEPKES : Departemen Kesehatan
DS : Down Syndrome
IQ : Intelligence Quotient
KEMENKES : Kementrian Kesehatan
PEDI : Pediatric Evaluation of Disability Inventory
POTADS : Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
RCDS : Rumah Ceria Down Syndrome
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RM : Retardasi Mental
SCDNT : Self Care Deficit Nursing Theory
SD : Sekolah Dasar
SLB : Sekolah Luar Biasa
SLBN : Sekolah Luar Biasa Negeri
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SPQ : Child and Adolescent Self Care Performance Questionnaire
WHO : World Health Organization
WISC : Wechsler Intelligence for Children
YPLB : Yayasan Pendidikan Luar Biasa
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tingkat-tingkat Retardasi Mental………………..……...……….27
Tabel 3.1 Definisi Operasional……………….……………………..….......41
Tabel 4.1 Uraian Kuesioner Penelitian…………..…………………..……..47
Tabel 4.2 Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach……..………………..….48
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner……..………..…..49
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Usia Anak di Yayasan
POTADS Jakarta Tahun 2018………………………..……….....56
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Jenis Kelamin Anak di
Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018………………………….56
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Pendidikan Anak di
Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018…...................................57
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Riwayat Penyakit Anak di
Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018……………………...…..57
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Kelemahan/ Kelainan Fisik
Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018..………...……..58
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Merawat/ Mengasuh Anak
di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018……......................…..58
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Kemampuan Perawatan
Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018…….......…59
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Sub-variabel Kemampuan
Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun
2018…………………………………………...………………….60
Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Anak Mengenai Kemampuan Perawatan Diri
Berdasarkan Usia Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun
2018…….............................................................................….…61
Tabel 5.17 Distribusi Frekuensi Anak Mengenai Kemampuan Perawatan Diri
Berdasarkan Jenis Kelamin Anak di Yayasan POTADS Jakarta
xvii
Tahun 2018………………………………………………………62
Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi Anak Mengenai Kemampuan Perawatan Diri
Berdasarkan Pendidikan Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun
2018………………………………………………………………62
Tabel 5.19 Distribusi Frekuensi Anak Mengenai Kemampuan Perawatan Diri
Berdasarkan Riwayat Penyakit Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018……………………………………………….……...63
Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Anak Mengenai Kemampuan Perawatan Diri
Berdasarkan Kelemahan/ Kelainan Fisik Anak di Yayasan
POTADS Jakarta Tahun 2018…………………………...……....64
Tabel 5.21 Distribusi Frekuensi Anak Mengenai Kemampuan Perawatan Diri
Berdasarkan Merawat/ Mengasuh Anak di Yayasan POTADS
Jakarta Tahun 2018………………………………………………65
xviii
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Sistem Perawatan Dasar………………………..…………………16
Bagan 2.2 Konsep self care…………………..………………………………20
Bagan 2.3 Kerangka Teori…………………………………………………...39
Bagan 3.1 Kerangka Konsep…………………………………………...…….40
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Perizinan
Lampiran 2 Penjelasan Penelitian
Lampiran 3 Inform Consent
Lampiran 4 Kuesioner Data Demografi
Lampiran 5 Kuesioner Kemampuan Perawatan Diri
Lampiran 6 Distribusi Frekuensi Anak Berdasarkan Sub-Item Pernyataan
Kuesioner
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 8 Hasil Uji Univariat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Down syndrome merupakan salah satu bentuk retardasi mental, salah
satu penyebab down syndrome adalah adanya kelainan genetik yang dapat
terjadi pada pria dan wanita, kelainan ini tidak selalu diturunkan kepada
keturunan berikutnya (Sudiono, 2009). Kelainan genetik yang merupakan
hasil dari kelainan kromosom yang sering ditemukan adalah kelebihan
kromosom 21 atau trisomy 21, adanya abnormalitas kromosom menyebabkan
retardasi mental atau keterbelakangan mental yang terjadi pada penderita
down syndrome (Yusuf & Hanik, 2015).
Berdasarkan estimasi WHO (2011), kejadian anak lahir dengan down
syndrome terdapat 1 kejadian down syndrome per 1.000 kelahiran hingga 1
kejadian per 1.100 kelahiran di seluruh dunia. Setiap tahunnya, sekitar 3.000
hingga 5.000 anak lahir dengan kondisi ini, WHO memperkirakan sekitar 8
juta anak lahir dengan menderita down syndrome. Selain itu di Indonesia,
insiden 1 dalam 600 sampai 1 dalam 700 kelahiran, lebih dari separuh bayi
yang terkena mengalami abortus spontan selama kehamilan dini, dan
ditemukan 1 dalam 600 kelahiran hidup (Sudiono, 2009).
Sedangkan menurut data yang diperoleh berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) didapatkan bahwa tahun 2013, jumlah penderita down
syndrome mengalami peningkatan sejumlah 0,01% dibandingkan pada tahun
2010. Pada tahun 2010, penderita down syndrome ini menempati posisi ketiga
dengan penderita terbanyak setelah tuna daksa dan tuna wicara yaitu sebesar
0,12% dan pada tahun 2013 menduduki posisi keempat sebagai penderita
terbanyak yaitu sebesar 0,13%. Pada tahun 2013 terdapat 58 kasus dari 1.000
kelahiran, dengan frekuensi untuk down syndrome 1 dari 700 kelahiran
(Kemenkes RI, 2014).
2
Anak down syndrome memiliki tiga karakteristik yang berbeda dengan
anak normal pada umumnya, yaitu memiliki taraf Intelligence Quotient (IQ)
rendah, keterbelakangan fisik, dan keterbelakangan mental (Pieter, Bethsaida
& Marti 2011). Berdasarkan penampilan fisik penderita down syndrome secara
umum sangat mudah dikenali dengan wajah yang khas dengan mata sipit yang
menyudut ke atas, jarak antara kedua mata atau fundus mata berjauhan dengan
tampak sela hidung yang rata, kepala agak kecil, lalu mulut kecil dengan lidah
yang menjulur keluar, dan gambaran telapak tangan yang tidak normal
terdapat satu garis besar melintang (Semiun, 2006).
Keterbelakangan fisik, mental, dan rendahnya Intelligence Quotient
(IQ) mempengaruhi perkembangan pada penderita down syndrome dalam
melakukan fungsi adaptif (Betz & Linda, 2009; Videbeck, 2008).Perilaku
adaptif sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mandiri,
menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan
kelompok umur dan budayanya (Soetjiningsih, 2013).Salah satu keterbatasan
fungsi adaptif yang dialami penderita down syndrome yaitu pada keterampilan
merawat diri, sehingga membuat anak kesulitan melakukan keterampilan
perawatan diri (Bezt & Linda, 2009).
Kemampuan perawatan diri merupakan keterampilan mengurus dan
menolong diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak tergantung
pada orang lain (Ramawati, 2012). Menurut Orem kemampuan perawatan diri
(Self care agency) adalah kemampuan atau kekuatan dari individu untuk
mengidentifikasi, menetapkan, mengambil keputusan dan melaksanakan
perawatan diri (Self care), model perawatan diri berfokus pada kemampuan
klien untuk menampilkan perawatan diri dalam mempertahankan kehidupan
dan kesehatan agar tetap menjadi baik (Haryanto, 2007).
Ketercapaian aspek kemandirian dipengaruhi oleh kemampuan seorang
individu, karena kemandirian merupakan salah satu kebutuhan manusia yang
sangat penting, karena hal ini akan menjadi dasar bagi anak untuk hidup
3
sampai dewasa. Saat anak tumbuh maka sedikit demi sedikit anak akan
melepaskan diri dari orang tua dan belajar untuk menghadapi hal yang baru
(Muhammad 2008 dalam Sari & Wesiana, 2017). Kemandirian meliputi
perilaku berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai
rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang
lain (Ditasari, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suparmi (2017), pembentukan
kemandirian anak dengan down syndrome diawali dengan terbentuknya
keterampilan bantu diri, yang kedua merupakan keterampilan tanggung jawab,
dan diakhiri dengan keterampilan sosialisasi, inisiatif, dan domestik.
Keterampilan kedua penting untuk dikembangkan setelah pengembangan
Keterampilan bantu diri, karena sangat berpengaruh terhadap keterampilan
yang lain.
Anak down syndrome banyak yang masih tergantung kepada orang
tuanya atau pengasuhnya dalam melakukan perawatan diri, ketergantungan
yang tinggi dalam hal melakukan aktivitas sehari-hari terutama dalam hal
perawatan diri seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, dan makan
(Situmeang, 2016). Perawatan diri sangat diperlukan pada penyandang
retardasi mental dalam melakukan aktivitas secara mandiri (Ramawati,
2010).Anak down syndrome memang membutuhkan perhatian lebih karena
keterbatasannya, namun hal ini tidak berarti menjadikan anak terus bergantung
dan tidak mampu mandiri, mereka tetap bisa mencapai tingkat kemandirian
(Hasanah, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramawati (2012),
menyimpulkan terdapat 3 faktor yang berpengaruh pada kemampuan
perawatan diri anak dengan keterbelakangan mental, yaitu 1) pendidikan
orang tua, yaitu semakin tinggi latar belakang pendidikan orang tua maka
semakin baik keterampilan perawatan diri pada anak 2) usia anak, yaitu usia
dapat membantu memprediksi waktu yang tepat untuk mengajarkan dan
4
melatih keterampilan perawatan 3) kelemahan motorik, yaitu faktor yang
sangat signifikan berkoontribusi terhadap kemampuan perawatan diri, anak
yang memiliki kekuatan motorik yang lebih baik akan lebih mudah menguasai
keterampilan perawatan diri. Sedangkan menurut penelitian Situmeang (2016),
status akademik dengan kemandirian anak penderita retardasi mental saling
berhubungan, status akademik atau pendidikan anak yang baik semakin baik
kemampuan kemandirian anak. Selain itu menurut penelitian Suparmi (2017),
kemandirian anak down syndrome dipengaruhi oleh nilai anak berkebutuhan
khusus, taraf sosial ekonomi keluarga, usia kronologis, usia mental dan taraf
intelegensi anak dan dimediasi oleh pengasuhan orang tua dan dukungan guru
untuk mandiri.
Keterbatasan yang dialami seorang anak menjadikan beban yang besar
bagi orang tua dan juga menimbulkan bermacam-macam gangguan seperti
stress pada orang tua, stress yang dialami orang tua berkaitan dengan beratnya
tanggung jawab perawatan anak (Retnaningsih & Indri, 2016).
Ketergantungan seorang anak sering kali menimbulkan stress bagi orang tua
terutama ibu, stress yang dialami ibu berkaitan dengan beratnya tanggung
jawab perawatan anak (Lestari & Lely, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2015), pola
pengasuhan orang tua berperan besar dalam pembentukan kemandirian anak
down syndrome, pola pengasuhan akan membentuk karakter anak dan
mempengaruhi kemandirian anak down syndrome, dikarenakan pembiasaan-
pembiasaan yang diterapkan saat di rumah. Selain itu menurut penelitian
Apriliyanti (2016), pola pengasuhan orang berperan besar dalam kemandirian
anak dengan pola pengasuhan yang baik anak akan mampu melakukan
kebersihan diri secara mandiri, anak akan mampu mandiri bila orang-orang
disekitarnya dapat membimbing anak tersebut untuk memiliki kebiasaan
mandiri.
5
Penelitian yang dilakukan Situmeang (2016) pada anak dengan
retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pembinaan Anak
Cacat Manado. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa dari 40 sampel,
diperoleh sebagian besar kemandirian anak retardasi mental dalam kategori
tergantung yaitu sebanyak 25 orang (62,5%). Sedangkan kemandirian anak
retardasi mental dalam kategori mandiri yaitu sebanyak 15 orang (37,5%).
Selain itu penelitian yang dilakukan Dewi (2017) pada anak retardasi mental
ringan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Yayasan Pendidikan Luar Biasa
(YPLB) Banjarmasin.Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa dari 35
sampel, diperoleh sebagian besar tingkat kemandirian anak dalam kategori
ringan yaitu sebanyak 21 orang (60%). Sedangkan tingkat kemandirian anak
dalam kategori sedang yaitu sebanyak 4 orang (11,4%) dan dalam kategori
mandiri sebanyak 10 orang (28,6%). Dan menurut penelitian Apriliyanti
(2016), didapatkan tingkat kemandirian personal hygiene pada anak
tunagrahita yaitu dibantu total sebanyak 42 orang (80,8%), dibantu sebagian
sebanyak 7 orang (13,5%), dan mandiri sebanyak 3 orang (5,8%).
Kebutuhan perawatan diri menurut Orem meliputi kebutuhan fisiologis
dan psikososial. Kebutuhan fisiologis yaitu meliputi pemeliharaan udara, air/
cairan, makanan, proses eliminasi normal dan keseimbangan antara aktivitas
dan istirahat, sedangkan fungsi psikososial yaitu meliputi keseimbangan
antara solitude (bersendirian) dan interaksi sosial, pencegahan bahaya bagi
kehidupan, fungsi dan kesejahteraan manusia, serta upaya meningkatkan
fungsi dan perkembangan individu dalam kelompok sosial sesuai dengan
potensi dan keterbatasannya (Asmadi, 2008). Kebutuhan dasar fisiologis dan
keamanan biasanya merupakan prioritas pertama, terutama pada klien dengan
ketergantungan fisik (Potter & Perry, 2010).Perawatan diri merupakan
kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya (Arfandi, dkk, 2013).
6
Hasil wawancara dengan ketua POTADS Jakarta, didapatkan bahwa,
Yayasan bernama Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
(POTADS) yang berlokasi di Jalan Pejaten Barat No. 16E, Ragunan, Pasar
Minggu, hadir untuk membantu para orang tua dalam membantu
mengembalikan kepercayaan diri para orang tua agar dapat mendidik anak-
anak tersebut menjadi mandiri dan bisa menjadi berprestasi layaknya anak
normal pada umumnya. Yayasan ini dibentuk dengan tujuan untuk melatih
kemampuan anak agar dapat mencapai kemandirian, selain itu juga untuk
memberdayakan orang tua anak dengan down syndrome agar selalu
bersemangat untuk membantu tumbuh kembang anak, sehingga mereka
mampu menjadi pribadi yang mandiri, bahkan dapat berprestasi sehingga
dapat diterima oleh masyarakat luas, karena anak dengan down syndrome
memiliki hak yang sama dengan anak-anak lainnya.
Yayasan memberikan terapi yang dapat mendukung pertumbuhan dan
perkembangan anak. Terapis berperan untuk memberikan informasi mengenai
cara apa yang harus dilakukan oleh orang tua dalam meningkatkan tumbuh
kembang motorik kasar, motorik halus, kemampuan bicara dan bahasa,
berhitung, sosialisasi pada anak. Terapi yang diberikan oleh yayasan untuk
melatih kemampuan anak yaitu seperti kegiatan musik, tari tradisional dan
modern, memasak, melukis, dan olah raga renang, dsb.Yayasan dalam
memberikan terapi yaitu minimal satu kali dalam seminggu. Jenis terapi yang
diberikan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak dengan
down syndrome. Jadwal terapi disesuaikan dengan jumlah terapi yang
diikuti.Tenaga kesehatan yang terlibat dalam pemberian terapi yaitu dokter,
psikolog, dan terapis.Dalam hal ini dokter berperan untuk memberikan
pengarahan kepada orang tua mengenai informasi kesehatan mengenai Down
Syndrome, kondisi anak dan perkembangan anak selama mengikuti terapi.
Sedangkan psikolog klinis berperan dalam membantu memberikan saran
kepada orang tua yang memiliki anak dengan down syndrome, membantu
menenangkan kondisi psikologis para orang tua.
7
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 19 Januari 2018 di
Rumah Ceria Down Syndrome Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan
Down Syndrome (POTADS) Jakarta terdapat 45 anak penyandang down
syndrome yang tergabung dalam keanggotaan dan masih aktif melakukan
terapi. Dari hasil observasi selama anak mengikuti kegiatan di Yayasan
didapatkan beberapa anak dibantu penuh oleh ibunya, seperti makan, minum
dan toileting, selain itu juga ada anak yang sudah dapat makan dan minum
sendiri tanpa dibantu. Hasil wawancara dengan 3 pengurus Yayasan tentang
kemampuan perawatan diri anak sejak anak mulai pertama kali mengikuti
kegiatan-kegiatan di Yayasan didapatkan bahwa, dua pengurus Yayasan
menyatakan ada yang masih dibantu oleh kedua orang tua atau pengasuhnya
dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan ada juga yang sudah
mandiri hanya membutuhkan sedikit bantuan dari kedua orang tuanya atau
pengasuhnya. Sedangkan satu pengurus Yayasan menyatakan banyak anak
yang masih tergantung oleh kedua orang tua atau pengasuhnya dan sedikit
anak yang sudah mandiri dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya,
kegiatan perawatan diri yang biasa dibantu oleh kedua orang tua atau
pengasuhnya seperti makan, minum, mandi, dan toileting.
Penulis tertarik untuk mengambil Yayasan POTADS sebagai objek
penelitian, penulis melihat bahwa Yayasan POTADS ini memberikan terapi
yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak dan juga
kemampuan anak, Yayasan ini berbeda dari yayasan-yayasan pada umumnya
yang biasanya lebih fokus pada pemberdayaan diri anak tanpa melibatkan
peran serta langsung dari kedua orang tuanya. Selain itu juga anak dengan
down syndrome jika dibandingkan dengan anak normal seusianya tergolong
masih dibantu oleh orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya atau
perawatan dirinya, namun hal ini tidak berarti menjadikan anak terus
bergantung dan tidak mampu mandiri, mereka tetap bisa mencapai tingkat
kemandirian, selain itu belum tergalinya kemampuan perawatan diri pada anak
dengan down syndrome di Yayasan POTADS, dengan adanya hal ini membuat
8
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Kemampuan Perawatan Diri
pada Anak dengan Down Syndrome di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak
dengan Down Syndrome (POTADS)” Jakarta.
B. Rumusan Masalah
Tingkat Intelligence Quotient (IQ) rendah yang dialami anak down
syndrome membuat anak mempunyai keterbatasan dalam fungsi adaftif,
perilaku adaptif sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mandiri
sesuai dengan kelompok umur dan budayanya.Anak dengan down syndrome
jika dibandingkan dengan anak normal seusianya tergolong masih dibantu
penuh oleh orang tuanya dalam hal pemenuhan kebutuhan dasarnya. Kondisi
retardasi mental membuat anak mempunyai tingkat kemandirian tergantung
yang tinggi dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, berpakaian,
toileting, berpindah, dan makan. Anak down syndrome memang
membutuhkan perhatian lebih karena keterbatasannya, namun hal ini tidak
berarti menjadikan anak terus bergantung dan tidak mampu mandiri, mereka
tetap bisa mencapai tingkat kemandirian.
Kemandirian merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat
penting, karena ini akan menjadi dasar bagi anak untuk hidup sampai dewasa.
Saat anak tumbuh maka sedikit demi sedikit anak akan melepaskan diri dari
orang tua dan belajar untuk menghadapi hal yang baru, ketercapaian aspek
kemandirian itu sendiri dipengaruhi oleh kemampuan seorang anak, dengan
adanya hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk melihat bagaimana
kemampuan perawatan diri pada anak dengan down syndrome di Rumah Ceria
Down Syndrome Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
(POTADS).
9
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan perawatan
diri pada anak dengan down syndrome di Rumah Ceria Down Syndrome
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)
Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik anak meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan, riwayat penyakit, kelemahan fisik, dan yang merawat atau
mengasuh pada anak dengan down syndrome di Yayasan Persatuan
Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
b. Mengidentifikasi kemampuan perawatan diri meliputi kebersihan diri,
makan dan minum, berpakaian, mobilisasi/ pergerakan, sosialisasi/
perkembangan, perkerjaan rumah tangga dan perlindungan diri pada
anak dengan down syndrome di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak
dengan Down Syndrome
c. Mengidentifikasi kemampuan perawatan diri anak berdasarkan usia,
jenis kelamin, pendidikan, riwayat penyakit, kelemahan fisik, dan yang
merawat atau mengasuh pada anak dengan down syndrome di Yayasan
Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
D. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dari penelitiannya dapat memberikan manfaat:
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi
perawat untuk dapat meningkatkan perawatan diri pada anak dengan down
syndrome di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
10
2. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi bagi yayasan
mengenai kemampuan perawatan diri pada anak dengan down syndrome di
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan informasi untuk mengembangkan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan perawatan diri pada anak dengan down
syndrome
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif deskriptif yang dilakukan pada bulan
Februari-Mei 2018, sasaran penelitian ini adalah ditujukan kepada orang tua/
pengasuh dari anak dengan down syndrome di Rumah Ceria Down Syndrome
(RCDS) di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
(POTADS) Jakarta. Masalah yang diambil pada penelitian ini adalah
Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Down Syndrome.Penelitian ini
termasuk dalam ruang ilmu keperawatan anak.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menjelaskan mengenai tinjauan pustaka atau teori yang
berkaitan dengan teori perawatan diri, kemampuan perawatan diri, down
syndrome, ruang lingkup perawatan diri pada anak dengan down syndrome,
penelitian terkait serta kerangka teori.
A. Perawatan Diri (Self Care)
1. Definisi Perawatan Diri (Self Care)
Perawatan diri (Self Care) menurut Orem (2001) adalah kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan dalam mempertahankan kehidupan, kesehatan
dan kesejahteraan individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit yang
dilakukan oleh individu itu sendiri (Nursalam, 2014). Teori keperawatan
self care dikemukakan Dorothea E. Orem pada tahun 1971 dikenal dengan
teori Self Care Deficit Nursing Theory (SCDNT).
Teori SCDNT sebagai grand teori mempunyai 3 komponen teori yang
saling terhubung yaitu:
1. Teori perawatan diri (Self care theory) : menggambarkan dan
menjelaskan tujuan dan cara individu melakukan perawatan dirinya.
2. Teori defisit perawatan diri (Deficit self care theory) : menggambarkan
dan menjelaskan keadaan individu yang membutuhkan bantuan dalam
melakukan perawatan diri, salah satunya adalah dari tenaga
keperawatan.
3. Teori sistem keperawatan (Nursing system theory) : menggambarkan
dan menjelaskan hubungan interpersonal yang harus dilakukan dan
dipertahankan oleh seorang perawat agar dapat melakukan sesuatu
secara produktif.
(Nursalam, 2014)
12
2. Komponen Teori SCDNT
Adapun penjelasan mengenai komponen teori SCDNT(Self Care Deficit
Nursing Theory), antara lain:
1. Teori Perawatan Diri (Self Care Theory)
Berdasarkan Orem teori perawatan diri terdiri dari :
a. Perawatan diri (Self care) adalah suatu bentuk kontribusi
berkelanjutan orang dewasa bagi eksistensinya, kesehatannya, dan
kesejahteraannya, guna untuk mempertahankan hidup, kesehatan,
dan kesejahteraannya (Asmadi, 2008).
b. Agen perawatan diri (Self care agency) adalah kemampuan atau
kekuatan yang dimiliki oleh seorang individu untuk
mengidentifikasi, menetapkan, mengambil keputusan dan
melaksanakan self care. Self care agency (Basic conditioning
factor) dipengaruhi oleh usia, gender, tahap perkembangan, tingkat
kesehatan, pola hidup, sistem pelayanan kesehatan, sistem keluarga
dan lingkungan eksternal.
c. Kebutuhan perawatan diri terapeutik (Therapeutic self care
demands) adalah kebutuhan seseorang untuk terlibat dalam
perawatan dirinya dan mendapatkan perawatan. Perawatan diri
mempunyai beberapa prinsip: 1. perawatan diri dilakukan secara
holistik; 2. Perawatan diri dilakukan sesuai dengan tahapan
perkembangan manusia; 3. Perawatan diri dilakukan karena adanya
masalah kesehatan atau penyakit dengan tujuan mencegah penyakit
dan meningkatkan kesehatan.
(Nursalam, 2014).
Menurut Orem ada tiga macam kebutuhan perawatan diri (Self care
demand) (Harnilawati, 2013), yaitu:
a. Kebutuhan perawatan diriuniversal (Universal self care requisite)
merupakan perawatan diri (Self care) untuk pemenuhan kebutuhan
13
fisiologis dan psikososial, meliputi pemeliharaan udara, air/cairan,
makanan, proses eliminasi normal, keseimbangan antara aktivitas
dan istirahat, keseimbangan antara solitude dan interaksi sosial,
pencegahan bahaya bagi kehidupan, fungsi dan kesejahteraan
manusia, serta upaya meningkatkan fungsi dan perkembangan
individu dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi,
keterbatasan, dan keinginan untuk normal (Nursalam, 2014).
1) Pemenuhan kebutuhan udara, pemenuhan kebutuhan udara
menurut Orem yaitu bernapas tanpa menggunakan peralatan
oksigen.
2) Pemenuhan kebutuhan air, pemenuhan kebutuhan air tanpa
bantuan, seperti dapat mengambil minum atau peralatan mimun
tanpa bantuan.
3) Pemenuhan kebutuhan minum, pemenuhan kebutuhan makanan
tanpa bantuan, seperti dapat mengambil makanan atau
peralatan makanan tanpa bantuan.
4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi dan kebersihan permukaan
tubuh atau bagian bagian tubuh, seperti kemampuan individu
dalam eliminasi membutuhkan bantuan atau melakukan secara
mandiri seperti buang air kecil (BAK) dan buang air besar
(BAB). Tersedianya peralatan untuk kebersihan diri dan dapat
melakukan tanpa bantuan
5) Pemenuhan kebutuhan akifitas dan istrahat, seperti
menggunakan kemampuan diri sendiri dan nilai serta norma
saat istirahat maupun beraktivitas.
6) Pemenuhan kebutuhan menyendiri dan interaksi sosial, seperti
menjalin hubungan atau berinteraksi dengan teman sebaya atau
saudara serta mampu beradaptasi dengan lingkungan.
7) Pemenuhan pencegahan dari bahaya pada kehidupan manusia,
fungsi manusia, dan kesejahteraan manusia, seperti mengerti
jenis bahaya yang membahayakan diri sendiri, mengambil
14
tindakan untuk mencegah bahaya dan melindungi diri sendiri
dari situasi yang berbahaya.
8) Pemenuhan kebutuhan fungsi dan perkembangan manusia
dalam kelompok masyarakat berdasarkan kemampuan manusia,
keterbatasan keterampilan dan keinginan manusia pada
umumnya.
(Ballantyne, 2017).
b. Kebutuhan perawatan diri perkembangan (Developmental self care
requisite) merupakan perawatan diri (Self care) untuk pemenuhan
kebutuhan perkembangan, pada proses perkembangan dapat
dipengaruhi oleh kondisi dan kejadian tertentu sehinggga dapat
berupa tahapan-tahapan yang berbeda pada setiap individu, seperti
perubahan kondisi tubuh dan status sosial. Tahapan perkembangan
yang terjadi pada manusia seperti:
1) Pencegahan terhadap gangguan yang mengancam, seperti
kegagalan individu untuk sehat, masalah adaptasi sosial,
perubahan lingkungan tempat tinggal dan kehilangan orang
terdekat.
2) Keterlibatan dalam pengembangan diri, seperti mengikuti
kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung perkembangan.
3) Penyediaan fasilitas atau kondisi-kondisi yang mendukung
perkembangan.
c. Kebutuhan perawatan diri pada kondisi adanya penyimpangan
(Health deviation self care requisite) merupakan perawatan diri
(Self care) yang dibutuhkan saat individu mengalami
penyimpangan dari keadaan sehat menjadi sakit. Kebutuhan
perawatan diri pada kondisi ini, seperti:
1) Pencarian bantuan kesehatan
2) Kesadaran akan resiko munculnya masalah akibat pengobatan
atau perawatan yang dijalani
15
3) Melakukan diagnostik, terapi, dan rehabilitatif, memahami efek
buruk dari perawatan
4) Adanya modifikasi gambaran atau konsep diri
5) Penyesuaian gaya hidup yang dapat mendukung perubahan
status kesehatan
2. Teori Defisit Perawatan Diri (Deficit Self Care Theory)
Teori self-care deficit merupakan inti dari General Theory of
Nursing yang menggambarkan dan menjelaskan mengapa manusia
dapat dibantu melalui ilmu keperawatan serta kapan keperawatan
diperlukan. Defisit perawatan diri ini terjadi ketika seseorang tidak
dapat memelihara diri mereka sendiri (Asmadi, 2008).
Bantuan yang diberikan perawat dapat dilakukan melalui
beberapa metode. Ada lima metode bantuan menurut Orem, yaitu
bertindak atau berbuat sesuatu untuk orang lain, sebagai pembimbing
orang lain, sebagai pendidik, memberikan support fisik, memberikan
support psikologis dan meningkatkan pengembangan lingkungan
untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik orang
lain. Olah karena itu, untuk dapat memberi bantuan perawatan,
diperlukan nursing agency (Asmadi, 2008).
3. Teori Sistem Keperawatan (Theory of Nursing System)
Teori nursing system membahas bagaimana kebutuhan
perawatan diri klien dapat dipenuhi oleh perawat, klien, atau
keduanya.Sistem keperawatan ini ditentukan atau disusun berdasarkan
kebutuhan perawatan diri dan kemampuan klien untuk melakukan
perawatan diri.Perawatan yang dilakukan dengan memperhatikan
tingkat ketergantungan atau kebutuhan serta kemampuan klien
(Asmadi, 2008). Ada 3 klasifikasi sistem keperawatan dalam
perawatan diri, yaitu:
16
1. Wholly compensatory merupakan bantuan yang diberikan secara
keseluruhan bagi klien karena tingkat ketergantungan klien yang
tinggi.
2. Partially compensatory merupakan bantuan sebagian yang
dibutuhkan klien, perawat dan klien saling bekerjasama dalam
melakukan tindakan keperawatan.
3. Support educative merupakan dukungan bantuan yang diberikan
perawat saat klien sudah mampu melakukannya.(Harnilawati,
2013)
Ada 3 klasifikasi sistem keperawatan dalam perawatan diri, yaitu
(Asmadi, 2008):
a. Sistem bantuan penuh (Wholly compensatory nursing system)
Bagan 2.1 Sistem Perawatan Dasar
Tindakan perawat
b. Sistem bantuan sebagian (Partly compensatory nursing sistem)
Menjalankan tindakan keperawatan untuk klien
Mengompensasi keterbatasan klien untuk
melakukan perawatan diri
Membantu klien sesuai kebutuhan
Tindakan perawat
Melakukan beberapa tindakan terapeutik
Mengompensasi ketidakmampuan klien untuk
melakukan perawatan diri
Mendukung dan melindung klien
Menjalankan tindakan keperawatan
Mengatur kemampuan perawatan diri
Menerima perawatan dan bantuan dari perawat
Tindakan klien
17
c. Sistem dukungan pendidikan (Supportif-education nursing
system)
B. Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency)
1. Definisi Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency)
Kemampuan perawatan diri (Self care agency) adalah kemampuan
atau kekuatan yang diliki oleh seseorang individu untuk mengidentifikasi,
menetapkan mengambil keputusan dan melaksanakan perawatan diri (Self
care). Orem mengidentifikasi faktor dasar yang mempengaruhi self care
agency (Basic conditioning factor) yaitu usia, gender, tahap
perkembangan, tingkat kesehatan, pola hidup, sistem pelayanan kesehatan,
sistem keluarga, dan lingkungan eksternal (Nursalam, 2014).
Contoh kemampuan perawatan diri (Self care agency) antara lain
pengetahuan tentang jenis makanan, pengetahuan tentang menjaga jalan
napas tetap bebas, dan penggunaan sistem bantuan untuk bersihan jalan
napas (Baker & Denyes, 2008). Kesadaran akan kebutuhan mendapatkan
pengetahuan dan kemampuan untuk mencari pengetahuan akan
memengaruhi tindakan yang diambil oleh seorang individu (Taylor &
Renpenning, 2011).
Sruktur kemampuan perawatan diri (Self care agency) terdiri atas
tiga karakteristik manusia yang saling berhubungan, yaitu:
1. Kemampuan dasar(Foundational capabilities and dispositions)
Kemampuan dasar merupakan pondasi dari kemampuan perawatan diri
(Self care agency), meliputi sensasi, persepsi, dan memori, sedangkan
disposisi meliputi pemahaman seseorang mengenai dirinya sendiri,
kesadaran diri dan citra diri atau motivasi seseorang dalam mencapai
Mengerjakan perawatan diri
Mengatur latihan dan
pengembangan perawatan diri
Tindakan Perawat
Tindakan Perawat
Tindakan klien
18
tujuan untuk perawatan diri sesuai dengan karakteristik dan maknanya
bagi kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan.
2. Komponen kekuatan(Power components)
Kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan dalam
melaksanakan perawatan diri (Self care). Menurut Orem tindakan
seseorang dipengaruhi oleh penilaian mereka akan suatu hal yang tepat
untuk suatu situasi dan keadaan.
3. Kemampuan melaksanakan perawatan diri (Capabilities to perform
self care operation)
Kemampuan seseorang untuk terus melakukan perawatan diri baik
untuk diri mereka sendiri maupun orang lain sangat bervariasi, dimana
hal ini dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan status
kesehatan, tingkat pendidikan, pengalaman dan budaya.
(Nursalam, 2014)
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Perawatan Diri (Self
Care Agency)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan perawatan diri (Self
careagency):
a. Usia
Usia merupakan salah satu faktor penting pada perawatan diri (Self
care). Bertambahnya usia sering dihubungkan dengan berbagai
keterbatasan maupun kerusakan fungsi sensoris. Pemenuhan
kebutuhan perawatan diri (Self care)akan bertambah efektif seiring
dengan bertambahnya usia dan kemampuan.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai kontribusi dalam kemampuan perawatan
diri.Pada laki-laki lebih banyak melakukan penyimpangan kesehatan
seperti kurangnya manejemen berat badan dan kebiasaan merokok
dibandingkan pada perempuan.
19
c. Tahap Perkembangan
Status perkembangan menurut Orem meliputi tingkat fisik seseorang,
fungsional, perkembangan kognitif dan tingkat psikososial .Tahap
perkembangan mempengaruhi kebutuhan dan kemampuan perawatan
diri (Self care) individu. Kognitif dan perilaku seseorang akan berubah
sepanjang hindupnya sehingga perawat harus mempertimbangkan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien dalam memberikan
pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2010).
d. Tingkat kesehatan
Status kesehatan berdasarkan Orem antara lain status kesehatan saat
ini, status kesehatan dahulu (Riwayat kesahatan dahulu) serta persepsi
tentang kesehatan masing masing individu. Status kesehatan meliputi
diagnosis medis, gambaran kondisi pasien, komplikasi, perawatan
yang dilakukan dan gambaran individu yang mempengaruhi kebutuhan
perawatan diri (Self care requisite). Tinjauan dari perawatan diri (Self
care) menurut Orem, status kesehatan pasien yang mempengaruhi
kebutuhan perawatan diri (Self care requisite) dapat dikelompokkan
menjadi 3 kategori yaitu : sistem bantuan penuh (wholly compensatory
system), sistem bantuan sebagian (partially compensatory system) dan
sistem dukungan pendidikan (supportif-education system).
e. Pola hidup
Pola hidup yang dimaksud adalah aktivitas normal seseorang yang
biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
f. Sistem pelayanan kesehatan
Sumber daya dari pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan tersedia
untuk individu dalam melakukan diagnostik dan pengobatan.
g. Sistem keluarga
Peran atau hubungan anggota keluarga dan orang lain yang signifikan
serta peraturan seseorang di dalam keluarga. Selain itu, sistem keluarga
juga meliputi tipe keluarga, budaya yang mempengaruhi keluarga,
20
sumber-sumber yang dimiliki individu atau keluarga serta perawatan
diri dalam keluarga.
h. Lingkungan
Tempat seseorang biasanya melakukan perawatan diri di lingkungan
rumah.
i. Sosiokultural
Sistem yang saling terkait dengan lingkungan sosial seseorang,
keyakinan spiritual, hubungan sosial dan fungsi unit keluarga.
j. Ketersediaan sumber
Ketersediaan sumber ini termasuk ekonomi, personal, kemampuan dan
waktu. Ketersediaan sumber-sumber yang mendukung perawatan diri
atau proses penyembuhan pasien.
(Nursalam, 2014)
Konsep perawatan diri (Self care) digambarkan dalam skema dibawah ini:
Bagan 2.2 Konsep self care (Alligood & Tomey, 2006)
Co
nd
itin
ing
fac
tors
C
on
dit
inin
g f
acto
rs
R
R
<
<
R
R
R
R
R
R
R
R
Self care
Self care
Self care
deficit
Self care
deficit
Self care
agency
Self care
agency
Self care
demand
Self care
demand
Nursing
agency
Nursing
agency
21
Bagan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Perawatan diri dapat mengalami gangguan atau hambatan bila
seseorang dalam kondisi sakit atau adanya penyimpangan pada kesehatan.
Defisit perawatan diri terjadi bila agen perawatan diri atau orang yang
memberikan perawatan diri baik pada diri sendiri atau orang lain tidak dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri individu dan membutuhkan peran
perawat dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.
1. Agen keperawatan
Agen keperawatan adalah karakteristik seseorang yang mampu memenuhi
status perawat dalam kelompok-kelompok sosial.Tersedianya tenaga
keperawatan bagi individu laki-laki, wanita, dan anak atau kumpulan
manusia seperti keluarga atau komunitas.Agen keperawatan ini juga
diharapkan dapat melatih dan mengembangan kemandirian pada klien.
2. Agen perawatan diri
Agen perawatan diri adalah kekuatan individu yang berhubungan dengan
kemampuan untuk melakukan perawatan diri.Keterbatasan dalam
melakukan perawatan diri dapat terjadi karena adanya gangguan atau
masalah dalam sistem tubuh yang dapat bersifat sementara atau menetap
pada seseorang serta mempengaruhi kemampuan individu dalam
melakukan perawatan diri (McLaughlin Renpenning & Taylor, 2002).
3. Kebutuhan perawatan diri terapeutik
Kebutuhan akan perawatan diri adalah keseluruhan upaya-upaya
perawatan diri yang ditampilkan untuk menemukan syarat-syarat
perawatan mandiri dengan cara menggunakan metode-metode yang tepat
dan berhubungan dengan seperangkat teknologi terkini.
Kemampuan perawatan diri (Self care agency) perlu ditingkatkan oleh
individu karena pelaksanaan perawatan diri (self care) membutuhkan
22
pembelajaran, pengetahuan, motivasi, dan skill. Kemampuan perawatan diri
(Self care agency) ,mengacu pada kemampuan kompleks dalam melaksanakan
perawatan diri (Self care) yang artinya dalam melaksanakan perawatan diri
(Self care) seseorang membutuhkan kemampuan untuk dapat melakukan
perawatan diri (self care agency) (Nursalam, 2014).
C. Down Syndrome
1. Definisi Down Syndrome
Down syndrome (DS) adalah salah satu bentuk retardasi mental
akibat adanya abnormalisasi kromosom 21 yang memberikan penampilan
fisik yang khas, seperti wajah mongoloid. Penderita down syndrome
mempunyai karakter yang khas, ciri-ciri khas down syndrome yaitu mata
sipit dan mengarah ke atas, hidung rata, mulut kecil dengan langit-langit
datar sehingga lidah menjulur keluar, ada malformasi jantung bawaan,
mengarah demensia Alzheimer. Gangguan otak pada down syndrome
menyebabkan hendaya ingatan dan gangguan kognitif lainnya.Penderita
down syndrome mempunyai tiga karakteristik yang khas, yaitu memiliki
taraf IQ (Intelligence quotient) rendah, keterbelakangan fisik maupun
mental dan memiliki daya tahan yang lemah.Tetapi dalam kondisi seperti
ini anak masih dapat untuk membina diri mereka untuk lebih bisa mandiri,
seperti menulis, membaca, menggambar, atau melukis.Selain itu penderita
down syndrome memiliki keistimewaan lainnya, yaitu pintar meniru
(Pieter, Bethsaida & Marti, 2011).
Sedangkan retardasi mental atau disabilitas kognitif merupakan
fungsi intelektual dibawah angka 7 yang disertai dengan kurangnya
perilaku adaptif, serta kemampuan beradaptasi dengan kehidupan sosial
sesuai dengan tingkat perkembangan dan budaya.Retardasi mental disebut
juga suatu perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap yang
terutama ditandai dengan terjadinya kendala keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh, seperti kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial
23
(Yusuf, Rizky & Hanik, 2015). Keterbatasan fungsi kognitif dan adaptif
muncul pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai IQ
(Intelligence quotient) dibawa normal, dalam rentang 65-75 (Betz &
Linda, 2009).
Fungsi kognitif merupakan proses mental dalam memperoleh
pengetahuan atau kemampuan kecerdasan, yang meliputi cara berpikir,
daya ingat, pengertian, perencanaan, dan pelaksanaan. Adanya gangguan
kognitif dapat dilihat pada daya ingat dan kecerdasan seorang individu
(Santoso & Andar, 2009).Sedangkan fungsi adaptif merupakan
kemampuan seseorang untuk mandir, menyesuaikan diri dan mempunyai
tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya
(Soetjiningsih, 2013).Keterbatasan fungsi adaptif yang dialami
penyandang retardasi mental meliputi keterampilan komunikasi, perawatan
diri, tinggal di rumah, keterampilan interpersonal atau sosial, penggunaan
sumber masyarakat, penunjukkan diri, keterampilan akademik, pekerjaan,
kesehatan dan keamanan (Videbeck, 2008).
2. Etiologi Retardasi Mental
Penyebab retardasi mental digolongkan menjadi penyebab prenatal,
perinatal, dan pascanatal menurut Betz & Linda (2009), antara lain adalah:
a. Pranatal
Dikarena kelainan kromosom (trimosom 21 [down syndrome], sindrom
fragile-X), gangguan sindrom (distrofi otot Duchenne,
neurofibromatosis [tipe 1]), dan gangguan metabolisme bawaan
(fenilketonuria). Retardasi mental disebabkan adanya gangguan
metabolisme, baik metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang
dapat mengganggu proses penyerapan zat-zat gizi di dalam tubuh.
Gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum usia 4
tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat
mengakibatkan retardasi mental. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan
24
memperbaiki gizi sebelum usia 6 tahun, setelah melewati usia tersebut
walaupun anak diberikan makanan bergizi, intelegensi yang rendah
sulit untuk ditingkatkan (Muhith, 2015).
b. Perinatal
Dikarenakan masalah intrauterus seperti abrupsio plasenta, diabetes
maternal, dan kelahiran premature serta masalah neonatal termasuk
meningitis dan perdarahan intracranial.Infeksi atau intoksikasi
menyebabkan kerusakan jaringan otak yang diakibat adanya infeksi
intracranial, penggunaan obat-obatan, atau zat toksik lainnya (Muhith,
2015).
c. Pascanatal
Dikarenakan kondisi-kondisi yang terjadi karean cedera kepala,
infeksi, dan gangguan degenerative dan demielinisasi, sindrom
Fragile-X, sindrom down, dan sindrom alkohol janin terjadi pada
sepertiga dari kasus retardasi mental.
Penyebab retardasi mental menurut Pieter, Bethsaida & Marti,
(2011) juga disebabkan karena adanya kelainan, antara lain:
a. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom yang menyebabkan retardasi mental adalah
kesalahan pada jumlah kromosom (simdrom down), defek pada
kromosom (sindrom X yang rapuh, sindrom Angelman, sindrom
Prader-Willi), translokasi dan sindrom cri du chat.
b. Kelainan genetik dan kelainan metabolic yang diturunkan
Kelainan genetik yang menyebabkan retardasi mental adalah
galaktosemia, penyakit Tay-Sachs, fenilketonuria, sindrom Hunter,
sindrom sanfalippo, leukodistrofi metakromatik adenoleukodistrof,
sindrom Lsch-Nyhan, sindrom rett, dan sklerosis tuberose. Sementara
faktor-faktor metabolic yang dapat menyebabkan retardasi mental
adalah sindrom Reye, dehidrasi hipenatremik, hipotiroid koongenital,
hipoglikemik, dan diabetes melitus.
25
3. Gejala Klinis Down Syndrome
gejala yang biasanya terjadi adalah retardasi mental atau
keterbelakangan mental disebut juga tunagrahita, dengan IQ 50-70 tetapi
IQ bisa mencapai 90 terutama pada kasus-kasus yang diberi latihan.
Retardasi mental dan jasmani yang sangat terlihat, berbicara dengan
kalimat sederhana dan sangat tertarik pada musik, kemampuan berpikir
digolongkan pada idiot atau embesil (Pieter, Bethsaida & Marti, 2011).
Anak retardasi mental dapat dikenali dari tanda sebagai berikut:
a. Gangguan kognitif
b. Lambatnya keterampilan mengungkapkan dan menangkap bahasa
c. Gagal melewati tahap perkembangan yang penting
d. Lingkar kepala di atas atau di bawah normal
e. Kemungkinan keterlambatan pertumbuhan
f. Kemungkinan tonus otot abnormal
g. Kemungkinan gambaran dismorfik
h. Keterlambatan perkembangan motorik halus dan kasar
(Betz & Linda, 2009)
Gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai berikut:
a. Lambat dalam mempelajari hal baru, memiliki kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan memiliki
kelemahan dalam mengingat tanpa latihan yang berkelanjutan.
b. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal baru.
c. Kemampuan bicara sangat kurang untuk anak retardasi mental berat.
d. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Seperti tidak dapat berjalan, tidak
dapat berdiri, atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam
mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau
sesuatu , dan mendongakkan kepala.
26
e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Seperti berpakaian,
makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka membutuhkan latihan
khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak retardasi mental
ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang
memiliki retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu
mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam
memberikan perhatian terhadap lawan main.
g. Tingkah laku kurang wajar yang terus-terus. Kegiatan mereka seperti
ritual, misalnya memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan
hal-hal yang membahayakan diri sendiri.
(Yusuf, Rizky & Hanik, 2015)
4. Klasifikasi Retardasi Mental
Menurut tingkat keparahannya mental retardasi umumnya
dikategorikan sebagai berikut:
a. Ringan : IQ 50-70
b. Sedang : IQ 35-50
c. Berat : IQ 20-35
d. Sangat berat : IQ dibawah 20
(Ricci & Terri, 2009)
Menurut Somantri (2007) klasifikasi didasarkan pada tingkat
kecerdasan, kemampuan kecerdasan anak retardasi mental kebanyakan
diukur dengan tes Standford Binet dan Wechsler Intelligence for Children
(WISC), terdiri atas:
a. Retardasi mental ringan
Retardasi mental ringan disebut juga moron atau debil, memiliki
IQ(Intelligence Quotient) antara 52-68 berdasarkan skala binet,
27
sedangkan menurut WISC (Wechsler Intelligence for Children) IQ
antar 55-69.
b. Retardasi mental sedang
Retardasi mental sedang disebut juga imbesil yang memiliki IQ 36-51
berdasarkan skala Binet, sedangkan menurut WISC memiliki IQ 40-
54.
c. Retardasi mental berat
Retardsi mental berat atau idiot, menurut binet memiliki IQ antara 20-
30 dan menurut WISC antara 25-39.
(Yusuf, Fitryasari & Hanik, 2015)
Tingkat-tingkat retardasi mental dan tingkah laku adaptif untuk rentang
kehidupan dalam pandangan klinis
Tabel 2.1Tingkat-tingkat retardasi mental
Tingkat Usia Prasekolah
0-5
Usia sekolah
6-21
Dewasa
21+
Ringan Dapat mengembangkan
keterampilan-
keteramilan sosial dan
komunikasi dengan
retardasi mental ringan
pada bidang sensorik-
motor.
Dapat mempelajari
keterampilan-
keterampilan akademis
sampai kelas VI SD, dan
mereka tidak dapat
mempelajari bahan-
bahan pelajaran Sekolah
Menengah Umum dan
membutuhkan
pendidikan khusus,
terutama pada tingkat
usia sekolah menengah.
Mampu melakukan
keterampilan sosal dan
vokasional bila diberi
pendidikan dan latihan
yang tepat. Mereka
kadang-kadang
membutuhkan
pengawasan dan
bimbingan bila mereka
mengalami tekanan
sosial dan ekonomis
yang berat.
Sedang Dapat berbicara dan
belajar berkomunikasi
tetapi kurang
memperlihatkan
kesadaran sosial dan
hanya memperlihatkan
perkembangan motor
yang cukup (sedang).
Mereka dapat ditangani
dengan pengawasan
yang sederhana.
Dapat mempelajari
keterampilan-
keteramppila akademis
fungsional sampai kela
IV SD pada usia mereka
pada akhir belasan
tahun, pendidikan
khusus dibutuhkan.
Mampu membiayai
hidupnya sendiri dengan
melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang tidak
membutuhkan
keterampilan-
keterampilan atau
pekerjaan-pekerjaan
yang membutuhkan
semiterampil, tetapi
mereka membutuhkan
pengawasan dan
bimbingan bila mereka
mengalami kesulitan
28
sosial dan ekonomis
yang ringan.
Berat Kurang
memperlihatkan
perkembangan motor,
dan berbicara sedikit.
Pada umumnya,
mereka tidak mampu
memperoleh
keuntungan dari latihan
dalam membantu
dirinya sendiri, dan
mereka
memperlihatkan sedikit
keterampilan-
keteramppilan
komunikasi atau tidak
memperlihatkan
keterampilan-
keterampilan
komunikasi.
Dapat berbicara atau
belajar komunikasi, dan
dapat dilatih dalam
kebiasaan-kebiasaan
kesehatan yang
mendasar. Mereka tidak
dapat memperlajari
keterampilan-
keteramppilan akademis
fungsional, tetapi
mereka dapat
memperoleh keuntungan
dari latihan kebiasaan-
kebiasaan yang
sistematis.
Dapat menyumbang
sebagian untuk
memenuhi
kebutuhannya sendri
dengan pengawasan
yang penuh, dan mereka
depat mengembangkan
keterampilan untuk
melindungi dirinya
sendiri sampai pada
tingkat yang sedikit
berguna dalam suatu
lingkungan.
Sangat
berat
Kemampuannya hanya
sedikit yang berfungsi
dalam bidang sensorik-
motor, dan
membutuhkan
perawatan.
Suatu perkembang
motor ada tetapi mereka
tidak memperlihatkan
keuntungan dari latihan
dalam membantu
dirinya sendiri. Mereka
membutuhkan
perawatan.
Hanya memperlihatkan
perkembangan motor
dan cara berbicara.
Mereka tidak mampu
memelihara dirinya
sendiri dan benar-benar
membuthkan perawatan
dan pengawasan.
Kendall & Hammen, 1998 dalam Semiun (2006)
Menurut Cipani (1991) batasan tingkat retardasi mental menurut tingkat
pendidikannya, antara lain:
a. Educable mental retardation adalah individu dengan tingkat skor IQ
50-70. Mereka masih bisa dilatih, dididik, dan masih bisa mempelajari
keterampilan dasar akademik.
b. Trainable mental retardation adalah individu dengan tingkat skor IQ
30-50. Mereka masih dapat dilatih dan dididik (custodial), namun tidak
secepat individu dengan educable mental retardation dan hanya dapat
belajar pada keterampilan kasar.
c. Serve mental retardation adalah individu dengan tingkat IQ ≤ 30.
Mereka tidak mampu mengikuti keterampilan dasar, akademik dan
vokasional. Mereka total tidak bisa dididik atau dilatih, membutuhkan
29
perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu
tanpa bantuan orang lain (Pieter, Bethsaida & Marti, 2011).
Kriteria diagnosis retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu:
a. Fungsi intelektual yang secara signifikan di bawah rata-rata IQ kira-
kira 70 atau di bawahnya yang dilakukan test IQ.
b. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya
komunikasi, kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga,
sosial, pekerjaan, kesehatan, dan keamanan.
c. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun.
(Muhith, 2015)
5. Patofisiologi Retardasi Mental
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab
prenatal, perinatal, dan pascanatal. Penyebab prenatal termasuk kelainan
kromosom (trisomi 21 [down syndrome], sindrom Fragile-X), gangguan
sindrom (distrofi otot duchenne, neurofibromatosis [tipe 1], dan gangguan
metabolisme bawaan (fenilketonuria). Penyebab perinatal dapat
berhubungan dengan masalah intrauterus seperti abrupsio plasenta,
diabetes maternal, dan kelahiran premature serta masalah neonatal
termasuk meningitis dan perdarahan intracranial.Penyebab pascanatal
mencakup kondisi-kondisi yang terjadi karena cedera kepala, infeksi, dan
gangguan degenerative dan demielinisasi.Sindrom Fragile X,
DownSyndrome, dan sindrom alcohol janin terjadi pada sepertiga dari
kasus retardasi mental.Munculnya masalah terkait, seperti paralisis
serebral, deficit sensoris, gangguan psikiatrik, dan kejang berhubungan
dengan retardasi mental yang lebih berat (Betz &Linda, 2009).
Beberapa penyebab dan faktor penyebab tersebut akan
menyebabkan kerusakan pada otak jika mengenai hemisfer kanan maka
akan menyebabkan terjadinya keterlambatan perkembangan motorik kasar
dan halus sedangkan jika mengenai hemisfer kiri akan menyebabkan
30
terjadinya keterlambatan perkembangan bahasa, sosial, dan kognitif.
Sehingga menyebabkan terjadinya penurunan fungsi intelektual secara
umum dan gangguan perilaku adaptif sosial (Muttaqin, 2008).
Penyebab retardasi mental belum diketahui secara pasti, namun
kesalahan pada periode prenatal, perinatal atau postnatal dalam
perkembangan sistem saraf pusat dimungkinkan bertanggung jawab atas
terjadinya kerusakan pada otak. Masalah motorik seperti hipotonia, tremor,
ataksia, atau clumsiness, masalah motor visual, atau masalah lainnya
dimungkinkan terjadi secara bersamaan dengan terjadinya retardasi mental
(Ricci & Terri, 2009).
6. Pertumbuhan dan Perkembangan Retardasi Mental
Pertumbuhan dan perkembangan penyandang retardasi mental
memiliki ciri-ciri yang berbeda tiap rentang usia dan tingkatan retardasi
mental, menurut Yusuf, Rizky & Hanik, (2015), antara lain:
Retardasi mental ringan
a. Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan)
1) Dapat mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi,
keterbelakangan minimal dalam bidang sensoris motorik. Anak
dengan retardasi mental sering tidak dapat dibedakan dari normal
hingga lebuh tua.
2) Umur 6-20 tahun (latihan dan pendidikan diperlukan, Dapat
berbicara atau belajar komunikasi, dan dapat dilatih dalam
kebiasaan-kebiasaan kesehatan yang mendasar, dapat memperlajari
keterampilan-keteramppilan akademis fungsional).
3) Dapat belajar keteramppilan akademik sampai kira-kira kelas 6
pada umur belasan tahun (dekat umur 20 tahun), serta dapat
dibimbing kea rah konformitas sosial.
b. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan
pekerjaan)
31
Biasanya dpat mencapai keterampilan sosial dan pekerjaan yang cukup
untuk mencari nafkah, tetapi memerlukan bimbingan dan bantuan bila
mengalami stress sosial ekonomi yang luar biasa.
Retardasi mental sedang
a. Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan)
Dapat berbicara atau belajar berkomunikaso, kesadaran sosial kurang,
perkembangan motorik cuku, dapat belajar mengurus diri sendiri,
dapatt diatur dengan pengawasan sedang
b. Umur 6-20 tahun (latihan dan pendidikan)
Dapat dilatih dalam keterampilan sosial dan pekerjaan, sukar untuk
maju lewat kelas 2 sekolah dasar (SD) dalam mata pelajarran
akademik, dapat belajar bepergian, sendiri di tempat yang sudah
dikenal.
c. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan
pekerjaan)
Dapat mencari nafkah dalam pekerjaan kasar terlatih atau setengah
terlatih dalam keadaan yang terlingdung, memerlukan pengawasan,
dan bimbinyan bila mengalami stress sosial atau ekonomi yang ringan.
Retardasi mental berat
a. Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan)
Perkembangan motorik kurang, bicara minimal.Pada umumnya tidak
dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri, keterampilan komunikasi
tidak ada atau hanya sedikit sekali.
b. Umur 6-20 tahun (latihan dan pendidikan)
Data berbicara atau belajar berkomunikasi, dapat dilatih dalam
kebiasaan kesehatan dasar, serta dapat dilatih secara sistematis dalam
kebiasaan.
c. Masa dewasa, yaitu 21 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan
pekerjaan)
32
Dapat mencappai sebagian dalam mengurus diri sendiri di bawah
pengawasan penuh, dapat mengembangkan secara minimal berguna
keterampilan menjaga diri dalam lingkungan kontrol.
Retardasi mental sangat berat
a. Umur 0-5 tahun (pematangan dan perkembangan)
Retardasi mental berat, kemampuan minimal untuk berfungsi dalam
bidang sensoris-motorik, membutuhkan perawatan.
b. Umur 6-20 tahun atau lebih (kecukupan sosial dan pekerjaan)
Perkembangan motorik sedikit, dapat bereaksi terhadap latihan
mengurus diri sendiri secara minimal atau terbatas.
c. Masa dewasa 21 tahun atau lebih (kecukupn sosial dan pekerjaan)
Perkembangan dan bicara sedikit, dapat mengurus sendiri secara
sangat terbatas, membuutuhkan perawatan.
7. Bentuk-bentuk Retardasi Mental
Bentuk-bentuk retardasi mental menurut Pieter, Bethsaida & Marti,
(2011), antara lain:
a. Alcohol syndrome, yaitu mental retardation yang diakibatkan bahan
kimia dan obat-obatan, seperti penylalanin. (Hellekson, 2001)
b. Lesch-Nyhan syndrome adalah mental retardation yang diakibatkan
gangguan cerebral palsy (spastisitas, pengencangan otot). Ciri dari
Lesch-Nyhal syndrome ditandai dengan perilaku mencederai diri
sendiri, seperti menggigit-gigit jari atau bibir. Gangguan ini hanya
diderita oleh anak laki-laki, karena yang bertanggung jawab adalah gen
resesif, yakni ketika gen berada di kromosom X pada laki-laki tidak
memiliki gen normal untuk menyeimbangi dan karena laki-laki tidak
memiliki kromosom X yang kedua(Nyhan, dalam Mark Durand dan
David H. Barlow, 2007).
c. Down syndrome adalah bentuk mental retardation akibat adanya
abnormalitas kromosom 21 yang memberikan penampilan fisik yang
33
khas, seperti wajah (Scherenberger, 1983). Ciri-ciri khas Down
syndrome adalah mata sipit dan mengarah ke atas, hidung rata, mulut
kecil dengan langit-langit datar sehingga lidah menjulur keluar, ada
malformasi jantung bawaan, mengarah demensia Alzheimer (≥ 40).
Gangguan otak pada Down syndrome menyebabkan hendaya ingatan
dan gangguan kognitif lainnya (Visser, dkk, 1997). Selain akibat
penyimpangan kromosom, faktor pendukung lain yang dapat
menyebabkan Down syndrome adalah akibat usia ibu yang terlalu tua
atau terlalu muda untuk mengandung.
d. Fragile X syndrome adalah bentuk mental retardation akibat
penyimpangan atau cacat pada kromosom X yang berhubungan dengan
masalah-masalah belajar, hiperaktif, durasi atensi yang pendek,
menghindari tatapan mata, perseverative speech dan ciri-ciri fisik yang
tidak lazim, seperti telinga, buah zakar, lingkaran kepala yang besar
(Dykens, dkk., 1988).
e. Cultural family retardation yaitu bentuk mental retardation yang
ringan dan disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan kombinasi
pengaruh biologis dengan psikososial, seperti akibat penganiayaan
fisik, penelantaran dan deprivasi sosial. Ciri-ciri orang yang cultur
family retardation adalah memiliki skor IQ 50-70, memiliki
keterampilan baik, namun tidak ada potensi untuk mengembangkan
keterampilannya, memiliki masalah atensi dan daya tarik kurangnya
daya ingatan serta memiliki keterlambatan dalam perkembangan (Mark
Durand dan David H. Barlow, 2007).
D. Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Down Syndrome
Kemampuan perawatan diri (Bina diri) merupakan Activity of Daily
Living (ADL) atau aktivitas kegiatan harian yang biasanya diajarkan pada
anak berkebutuhan khusus (ABK), bina diri mengacu pada kegiatan yang
bersifat pribadi, tetapi memiliki dampak dan berkaitan dengan human
relationship. Disebut pribadi karena mengandung pengertian bahwa
34
keterampilan-keterampilan yang diajarkan atau dilatih menyangkut kebutuhan
individu yang harus dilakukan sendiri tanpa bantuan oleh orang lain bila
kondisi memungkinkan sehingga dapat tercapai kemandirian. Bina diri (Self
Care/ Self Help Skill/ Personal Management) memiliki arti luas yaitu,
mengurus diri, menolong diri, dan merawat diri (Sudarsini, 2017).
Beberapa kegiatan rutin harian yang biasa diajarkan pada anak
berkebutuhan khusus meliputi kegiatan atau keterampilan mandi, makan,
menggosok gigi, dan ke kamar kecil (toilet). Kegiatan atau keterampilan
bermobilisasi (mobilitas), berpakaian dan merias diri (grooming) selain
berkaitan dengan aspek kesehatan juga berkaitan dengan aspek sosial budaya,
pakaian tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat biologis
material, tetapi juga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sosial
psikologis (Sudarsini, 2017).
1. Ruang Lingkup Perawatan Diri pada Anak dengan Down Syndrome
Ruang lingkup keterampilan perawatan diri untuk anak
berkebutuhan khusus menurut Basuni (2012), Widya (2007) dan Dalton,
Abdallah, Cestari dan Fawcett (2010) meliputi:
a. Kebersihan diri, meliputi mandi, mengosok gigi, mencuci rambut,
mencuci tangan, buang air kecil, buang air besar dan cuci muka, cuci
kaki;
b. Makan dan minum, meliputi makan menggunakan tangan atau sendok,
minum menggunakan gelas atau sedotan;
c. Berpakaian, meliputi memilih pakaian, memakai baju, memakai celana
atau rok, memakai sepatu dan kaos kaki, dan berhias seperti menyisir
rambut, memakai bedak;
d. Pergerakan/ mobilisasi yaitu berpindah tempat dari tempat satu ke
tempat lain;
e. Sosialisasi yaitu pernyataan diri, pergaulan dengan anggota keluarga,
teman dan anggota masyarakat;
35
f. Tugas-tugas sederhana di rumah, meliputi pemeliharaan barang-barang
di rumah, pemeliharaan tempat sekeliling agar tetap menyenangkan,
pemeliharana temat bermain yang bersih dan aman, penyimpanan alat
bermain setelah dipakai;
g. Perlindungan diri yaitu menjaga keselamatan, meliputi menghindari
dan mengendalikan diri dari bahaya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Perawatan Diri
Anak dengan Down Syndrome
Pada anak dengan Down Syndrome beberapa faktor yang
mempengaruhi kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan perawatan
dirinya adalah usia. Usia anak yang berbeda memiliki kemampuan
pemenuhan kebutuhan yang berbeda pula. Faktor usia anak dihitung bukan
hanya berdasarkan usia kronologis atau usia sejak anak lahir, tetapi
ditetapkan berdasarkan usia mental yang mengalami perkembangan
selama 8 bulan setiap tahun kalender (Semiun, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Ramawati (2012), mendapatkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan perawatan diri pada
anak sekolah adalah: usia anak, kelemahan motorik anak dan pendidikan
orang tua. Penelitian lainnya dilakukan oleh Situmeang (2016),
mendapatkan faktor-faktor demografis yang mempengaruhi kemandirian
anak dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya yaitu status akademik
atau pendidikan anak. Hasanah (2015), mendapatkan hasil penelitian
bahwa pola pengasuhan orang tua berperan besar dalam pembentukan
kemandirian anak down syndrome, pola pengasuhan akan membentuk
karakter anak dan mempengaruhi kemandirian anak down syndrome,
dikarenakan pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan saat di rumah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliiti membuat
kesimpulan berdasarkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
36
kemampuan anak down syndrome dalam melakukan perawatan diri,
anatara lain:
a. Faktor Internal (Karakteristik anak)
1) Usia
Usia pada anak dengan down syndrome tidak dapat disamakan
dengan usia perkembangan pada anak normal. Faktor usia anak
dihitung bukan hanya berdasarkan usia kronologis atau usia sejak
anak lahir, tetapi ditetapkan berdasarkan usia mental yang
mengalami perkembangan selama 8 bulan setiap tahun kalender.
Anak barau akan mencapai usia mental atau setara dengan
perkembangan anak usia 6 tahun ketika ia berusia 9 tahun secara
kronologis (Semiun, 2006; Ramawati, 2012).
2) Jenis Kelamin
Anak down syndrome dengan retardasi mental lebih banyak terjadi
pada anak laki-laki dibandingkan perempuan, rasio laki-laki
perempuan adalah 1,6:1,3 (Bezt & Linda, 2009).
3) Pendidikan/ status akademik
Status akademik atau pendidikan anak yang baik semakin baik
kemampuan kemandirian anak (Situmeang, 2016).
4) Kondisi fisik dan tingkat kesehatan
Banyak anak yang mengalami down syndrome, dengan diiringi
kelemahan motorik atau bahkan cacat tubuh. Anak juga renttang
terhadap infeksi dikarenakan imunitas yang kurang dan
kemampuan perawatan diri yang masih lemah (Pieter, Bethsaida, &
Marti, 2011; Ramawati, 2012).
b. Faktor Eksternal (Peran pemberi asuhan orang tua/ pengasuh)
pola pengasuhan orang tua berperan besar dalam pembentukan
kemandirian anak down syndrome, pola pengasuhan akan membentuk
karakter anak dan mempengaruhi kemandirian anak down syndrome,
dikarenakan pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan saat di rumah
37
(Hasanah, 2015). Selain itu pola pengasuhan orang berperan besar
dalam kemandirian anak dengan pola pengasuhan yang baik anak akan
mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri, anak akan mampu
mandiri bila orang-orang disekitarnya dapat membimbing anak
tersebut untuk memiliki kebiasaan mandiri (Apriliyanti, 2016).
E. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan Dewi (2017) yang berjudul hubungan pola asuh
orang tua dengan tingkat kemandirian anak retardasi mental ringan di
SDLB YPLB Banjarmasin. Desain penelitian ini adalah cross sectional.
Dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Jumlah sampel
35 orang tua dari anak retardasi mental ringan. Instrument yang digunakan
adalah kuesioner. Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman rank,
didapatkan ada hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua
dengan tingkat kemandirian anak retardasi mental ringan di Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB) Yayasan Pendidikan Luar Biasa (YPLB) Banjarmasin
(p value=0,000). Didapatkan sebagian besar pola asuh orang tua adalah
otoriter sebanyak 25 orang (71,4%) dan sebagian besar anak yang
menderita retardasi mental ringan di SDLB YPLB Banjarmasin
mempunyai tingkat kemandirian ketergantungan ringan yaitu sebanyak 21
orang (60%). Sedangkan tingkat kemandirian anak dalam kategori sedang
yaitu sebanyak 4 orang (11,4%) dan dalam kategori mandiri sebanyak 10
orang (28,6%).
2. Penelitian yang dilakukan Situmeang (2016) yang berjudul hubungan
status demografi dan status akademik anak dengan kemandirian anak
retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan pembinaan anak
cacat manado. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Dengan metode
pengambilan sampel purposive sampling. Jumlah sampel 40 responden,
dengan menggunakan instrument lembar observasi anak retardasi mental.
Hasil analisis menggunakan uji person chi square, didapatkan status sosio
demografi seperti usia (p=0,081), pendidikan (p=0,120), pekerjaan
38
(p=0,254) dan status akademik (p=0,000). Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan tidak terdapat hubungan antara status sosio demografi
dengan kemandirian anak retardasi mental dan terdapat hubungan antara
status akademik dengan kemandirian anak retardasi mental. Diperoleh
sebagian besar kemandirian anak retardasi mental dalam kategori
tergantung yaitu sebanyak 25 orang (62,5%). Sedangkan kemandirian anak
retardasi mental dalam kategori mandiri yaitu sebanyak 15 orang (37,5%)
39
F. Kerangka Teori
Bagan 2.3 Kerangka Teori
Modifikasi dari teori Orem (2001), Asmadi (2008), Basuni (2012),Betz & Linda
(2009), Nursalam (2014), Apriliyanti (2016), Hasanah (2015), Semiun (2006), Pieter,
Bethsaida, & Marti (2011).
Down Syndrome
Kebutuhan perawatan
diri:
1. Kebutuhan perawatan
diri universal
2. Kebutuhan
perkembangan
perawatan diri
3. Kebutuhan perawatan
pada kondisi adanya
penyimpangan
kesehatan
Teori sistem keperawatan:
1. Sistem bantuan penuh
2. Sistem bantuan
sebagian
3. Sistem dukungan
pendidikan
Anak Down Syndrome
adalah anak sebelum
usia 18 tahun yang
memiliki Intelligence
quotient/ IQ dibawah
normal (65-75), dengan
mengalami keterbatasan
fungsi adaptif dan sosial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan perawatan diri pada anak
dengan down sydnrome
Faktor internal, meliputi:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Tingkat kesehatan
5. Kondisi fisik
Faktor eksternal, meliputi:
pemberian asuhan orang tua/ pengasuh
Kemampuan perawatan diri pada anak down syndrome:
1. Kebersihan diri: mandi, mengosok gigi, mencuci rambut,
mencuci tangan, BAK, BAB, cuci muka, dan cuci kaki;
2. Makan dan minum: penggunaan peralatan makan dan
minum;
3. Berpakaian: memakai baju, celana atau rok, memakai
sepatu dan kaos kaki;
4. Pergerakan/ mobilisasi : berpindah dari tempat satu ke
tempat lain;
5. Sosialisasi: bersosialisasi dengan anggota keluarga,
teman dan anggota masyarakat;
6. Pekerjaan rumah: pemeliharaan barang-barang dan
tempat bermain di rumah agar bersih dan aman;
7. Perlindungan diri: menghindari dan mengendalikan diri
dari bahaya;
Keterbatasan fungsi adaptif, meliputi:
1. keterampilan komunikasi, 2. perawatan diri, 3. tinggal di rumah, 4. keterampilan interpersonal atau sosial, 5. penggunaan sumber masyarakat, 6. penunjukkan diri, 7. keterampilan akademik, 8. pekerjaan, 9. kesehatan, 10. keamanan
40
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah sesuatu yang abstrak dari suatu realitas yang
dapat membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori agar
dapat dikomunikasikan sehingga dapat membentuk teori yang menjelaskan
keterkaitan antarvariabel (Nursalam, 2014). Sebuah penelitian memerlukan
kerangka konsep yaitu suatu model pendahuluan dari sebuah masalah
penelitian yang akan dilakukan dan menjadi refleksi dari hubungan variabel-
variabel yang akan diteliti. Kerangka konsep dibuat sesuai dengan literature
dan teori yang sudah ada (Swarjana, 2015).
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah gambaran kemampuan
perawatan diri anak dengan down syndrome di Yayasan POTADS Jakarta,
maka Peneliti membuat kerangka konsep yang digambarkan dalam bagan,
yaitu sebagai berikut:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Kemampuan Perawatan
Diri (Self Care Agency)
1. Kebersihan diri
2. Makan dan minum
3. Berpakaian
4. Mobilisasi/ pergerakan
5. Sosialisasi/
perkembangan
6. Pekerjaan rumah
tangga
7. Perlindungan diri
Kemampuan Perawatan
Diri (Self Care Agency)
8. Kebersihan diri
9. Makan dan minum
10. Berpakaian
11. Mobilisasi
12. Sosialisasi dan
Anak dengandown
syndrome
Anak dengandown
syndrome
Mandiri
Bantuan penuh
Dibantu Sebagian
Bantuan sebagian Dibantu Total
Mandiri
Kebutuhan perawatan diri
(Self Care Demand)
menurut Orem1971:
1. Kebutuhan perawatan
diri universal
2. Kebutuhan
perkembangan perawatan
diri
3. Kebutuhan perawatan
pada kondisi adanya
penyimpangan kesehatan
Kebutuhan perawatan diri
(Self Care Demand)
menurut Orem1971:
4. Kebutuhan perawatan
diri universal
5. Kebutuhan
perkembangan perawatan
diri
41
B. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi ketika variabel-variabel penelitian menjadi bersifat operasional.Definisi dari
operasional adalah menjadikan konsep yang bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel tersebut
(Wasis, 2008).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
Kemampuan
Perawatan Diri
Kekuatan yang dimiliki seorang
individu untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri pada 7
area perawatan diri, terdiri dari
1. Kebersihan diri
2. Makan dan minum
3. Berpakaian
4. Mobilisasi
5. Sosialisasi dan perkembangan
6. Pekerjaan rumah tangga
7. Perlindungan diri
Meminta orang tua/ pengasuh
untuk menjawab kuesioner
dengan memberikan ceklist (√)
pada kuesioner. Menggunakan
skala Likert, dengan skor 1-3
pada setiap pilihan jawaban, skor
total 63-189.
Kuesioner, item
pernyataan sejumlah
63 tentang
kemampuan
perawatan diri anak
Ordinal Penentuan tingkat kemampuan perawatan
diri ditentukan oleh skor total yang
diperoleh dari penjumlahan nilai jawaban,
skor selanjutnya dikelompokkan menjadi:
1. Mandiri : 162 - 189
2. Dibantu sebagian : 133 - 161
3. Dibantu Total : 63 - 132
1. Kebersihan Diri Kemampuan anak untuk menjaga
tubuh dalam keadaan bersih seperti
mandi, mencuci rambut, gosok gigi,
mencuci tangan, mencuci muka,
mencuci kaki
Memberikan ceklist (√) pada
kuesioner, dengan pilihan
jawaban
1. Selalu dibantu
2. Kadang dibantu
3. Tidak pernah dibantu
Kuesioner, item
pernyataan sejumlah
9 tentang kebersihan
diri
Ordinal 1. Mandiri : 23 – 27
2. Dibantu sebagian : 16 – 22
3. Dibantu Total : 9 - 15
42
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
2. Makan dan Minum Kemampuan anak dalam mencerna
makanan dan penggunaan alat
makan dan minum
Memberikan ceklist (√) pada
kuesioner, dengan pilihan
jawaban
1. Selalu dibantu
2. Kadang dibantu
3. Tidak pernah dibantu
Kuesioner, item
pernyataan sejumlah
7 tentang makan dan
minum
Ordinal 1. Mandiri : 20 – 21
2. Dibantu sebagian : 17 - 19
3. Dibantu total : 7 – 16
3. Berpakaian Kemampuan anak dalam
menggunakan dan melepaskan
pakaian
Memberikan ceklist (√) pada
kuesioner, dengan pilihan
jawaban
1. Selalu dibantu
2. Kadang dibantu
3. Tidak pernah dibantu
Kuesioner, item
pernyataan sejumlah
11 tentang
berpakaian
Ordinal 1. Mandiri : 28 - 33
2. Dibantu sebagian : 22 - 27
3. Dibantu total : 11 - 21
4. Mobilisasi/
Pergerakan
Kemampuan anak dalam bergerak
secara bebas, mudah dan teratur
untuk memenuhi kebutuhan diri
Memberikan ceklist (√) pada
kuesioner, dengan pilihan
jawaban
1. Selalu dibantu
2. Kadang dibantu
3. Tidak pernah dibantu
Kuesioner, item
pernyataan sejumlah
15 tentang
mobilisasi/
pergerakan
Ordinal 1. Mandiri : 43 - 45
2. Dibantu sebagian : 40 - 42
3. Dibantu total : 15 - 39
5. Sosialisasi dan
Perkembangan
Kemampuan anak dalam menulis,
membaca, berkomunikasi dan
bergaul dengan teman sebaya di
rumah dan sekolah
Memberikan ceklist (√) pada
kuesioner, dengan pilihan
jawaban
1. Selalu diawasi
2. Kadang diwasi
3. Tidak pernah diawasi
Kuesioner, item
pernyataan sejumlah
11 tentang
Sosialisasi dan
perkembangan
Ordinal 1. Mandiri : 28 - 33
2. Dibantu sebagian : 21 - 27
3. Dibantu total : 11 - 20
6. Pekerjaan Rumah
Tangga
Kemampuan anak dalam membantu
pekerjaan rumah tangga seperti
mencuci piring, menyapu lantai dan
merapikan tempat tidur
Memberikan ceklist (√) pada
kuesioner, dengan pilihan
jawaban
1. Tidak pernah mampu
2. Kadang mampu
3. Selalu mampu
Kuesioner, item
pernyataan sejumlah
7 tentang Pekerjaan
rumah tangga
Ordinal 1. Mandiri : 15 - 21
2. Dibantu sebagian : 10 - 14
3. Dibantu total : 7 - 9
43
7. Perlindungan Diri Kemampuan anak dalam
menghindarkan diri dari bahaya
Memberikan ceklist (√) pada
kuesioner, dengan pilihan
jawaban
1. Tidak pernah mampu
2. Kadang mampu
3. Selalu mampu
Kuesioner, item
pernyataan sejumlah
3 tentang
perlindungan diri
Ordinal 1. Mandiri : 8 - 9
2. Dibantu sebagian : 6 - 7
3. Dibantu total : 3 - 5
Karakteristik
Anak
1. Usia Anak Lama waktu hidup yang terhitung
sejak lahir sampai dengan ulang
tahun terakhir
Kuesioner Kuesioner
Demografi
Ordinal 1. 6-9 tahun
2. 10-13 tahun
3. 14-17 tahun
2. Jenis Kelamin
Anak
Ciri berdasarkan keadaan sistem
reproduksi
Kuesioner Kuesioner
Demografi
Nominal 1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Pendidikan Anak Jenjang pendidikan formal yang
sedang ditempuh
Kuesioner Kuesioner
Demografi
Ordinal 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Riwayat Penyakit Perjalanan/ perkembangan penyakit,
dimulai sejak terjadinya paparan
agen hingga terjadinya penyakit
Kuesioner Kuesioner
Demografi
Nominal 1. Ada
2. Tidak Ada
5. Kelemahan Fisik Keterbatasan kemampuan secara
fisik, baik pada penglihatan,
pendengaran, anggota gerak atas
dan bawah
Kuesioner Kuesioner
Demografi
Nominal 1. Ada
2. Tidak Ada
6. Merawat/
Mengasuh
Memelihara/ mengurus/ menjaga/
segala sesuatu yang berkaitan
dengan perawatan anak
Kuesioner Kuesioner
Demografi
Nominal 1. Orang Tua
2. Pengasuh
44
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang terdiri atas
beberapa komponen yang menyatu satu sama lain untuk memperoleh data dan
atau/ fakta dalam rangka menjawab pertanyaan atau masalah penelitian
(Lapau, 2013). Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan
jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi,
deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih menekankan pada
data faktual daripada penyimpulan (Nursalam, 2014). Penelitian ini bertujuan
untuk melihat gambaran kemampuan perawatan diri pada anak dengan
downsyndrome. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui
pertanyaan terstruktur atau kuesioner penelitian.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS)
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)
Jakarta.Waktu penelitian terkait pengumpulan data dilaksanakan pada bulan
Februari-Mei 2018.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek
yang akan menjadi sasaran generalisasi dari sampel yang akan diambil,
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua/ pengasuh
dari anak dengan down syndrome di Rumah Ceria Down
45
Syndrome(RCDS) Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down
Syndrome (POTADS) Jakarta.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek atau bagian dari
jumlah dan karakteristik yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi yang akan dipilih untuk dipelajari (Sugiyono, 2014). Sampel
yang di ambil pada penelitian ini adalah orang tua/ pengasuh dari anak
dengan down syndrome di Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS)
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan teknik sampling jenuh atau total sampling yaitu
teknik pengambilan sampel yang mewakili jumlah populasi, semua
populasi digunakan sebagai sampel. Teknik ini digunakan jika jumlah
populasi relatif kecil (Sugiyono, 2014). Populasi anak dengan down
syndrome di Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) Yayasan Persatuan
Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) relatif kecil yaitu
sebanyak 45 anak yang aktif dalam melakukan terapi, maka besar sampel
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 45 responden. Sampel yang
terlibat dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua/ pengasuh dari anak
dengan down syndrome.
Kriteria inklusi pada responden yang akan digunakan untuk
penelitian ini adalah:
a. Orang tua/ pengasuh dari anak dengan down syndrome.
b. Orang tua/ pengasuh dari anak dengan down syndrome yang berusia
minimal 6 tahun atau minimal sedang menempuh pendidikan Sekolah
Dasar yang tergabung di Yayasan POTADS Jakarta.
c. Orang tua/ pengasuh dari anak down syndrome yang sedang
melakukan sesi terapi setidaknya 1 kali dalam seminggu.
46
d. Orang tua/ pengasuh bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam
penelitian ini.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti berupa kuesioner
yaitu merupakan daftar pertanyaan yang telah disusun untuk memperoleh data
sesuai yang diinginkan peneliti (Wasis, 2008).Kuesioner penelitian ini terdiri
dari dua bagian, yaitu kuesioner demografi dan kuesioner kemampuan
perawatan diri.
1. Kuesioner bagian pertama yaitu berupa data demografi tentang
karakteristik anak yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, riwayat
kesehatan sekarang, kelemahan/ kelainan fisik, dan mengasuh/ merawat
anak dengan down syndrome.
2. Kuesioner bagian kedua yaitu berupa lembar pernyataan tentang
kemampuan perawatan diri. Kuesioner kemampuan perawatan diri pada
anak tuna grahita oleh Ramawati (2012) berdasarkan modifikasi instrumen
Pediatric Evaluation of Disability Inventory (PEDI) (Ostensjo, dkk, 2006)
dan Child and Adolescent Self Care Performance Questionnaire (SPQ)
(Jaimovich, dkk, 2009). Kuesioner ini terdiri dari 63 item pernyataan
tentang kemampuan perawatan diri, pernyataan telah diedit menjadi 7
subvariabel area kemampuan perawatan diri, pernyataan dengan
menggunakan skala pengukuran yaitu skala Likert dengan poin 1-3 total
skor dari 63-189, dengan pilihan jawaban selalu dibantu, kadang-kadang
dibantu, dan tidak pernah dibantu.
47
Tabel 4.1 Uraian Kuesioner Penelitian
Sub-variabel
Pertanyaan Nomor Kuesioner Jumlah Pertanyaan
Kebersihan diri 1,2,3,4,5,6,7,8,9 9
Makan dan minum 1,2,3,4,5,6,7 7
Berpakaian 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 11
Mobilisasi/ pergerakan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15 15
Sosialisasi/ perkembangan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 11
Pekerjaan rumah tangga 1,2,3,4,5,6,7 7
Perlindungan diri 1,2,3 3
Total 63
E. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner harus diuji validitas dan reliabilitas agar terukur
keabsahannya.Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dengan rumus Pearson Product Moment dan dicari
reliabilitasnya dengan menggunakan metode Alpha Cronbach.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu kebenaran atau keakuratan yang
menunjukkan seberapa tepat alat ukur untuk menunjukkan apa yang
seharusnya di ukur (Nurbaiti, 2010). Pada penelitian ini peneliti
melakukan uji validitas instrumen dengan teknik korelasi pearson product
moment (Haston, 2006). Uji validitas instrumen dengan menggunakan
teknik korelasi pearson product moment. Hasil r hitung kita bandingkan
dengan r tabel dimana df = n-2 dengan sig 5% (Suwarjeni, 2015). Jika r
hitung > r table maka pertanyaan dikatakan valid, dan jika r hitung < r
table maka pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid (Arikunto, 2006).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah gambaran seberapa jauh pengukuran yang
diperoleh dengan menggunakan instrument jika di ulang akan
menghasilkan hasil yang sama atau konsisten (Nurbaeti & Utomo, 2010).
48
Untuk itu perlu dilakukan uji reliabilitas untuk mengukur stabilitas dan
konsistensi variabel-variabel yang diukur melalui kuesioner.Uji reliabilitas
dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh butir
pertanyaan.Adapun uji reliabilitas instrumen penelitian ini menggunakan
rumus Alpha Cronbach. Jika nilai Alpha > 0,60 maka reliabel. Rentang
koefisien berada pada 0-1,00. Tingkat reliabilitas akan semakin tinggi
apabila koefisien mendekati angka 1,00 dan akan semakin rendah bila
koefisien mendekati 0 (Azwar, 2012).
Adapun tabel koefisien Alpha Cronbach menurut Guilford
(Sugiyono, 2007):
Tabel 4.2 Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
Kriteria Koefisien
Sangat reliable >0,900
Reliabel 0,700
Cukup reliable 0,400-0,700
Kurang reliable 0,200-0,400
Tidak reliable <0,200
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji coba kuesioner dilakukan pada tanggal 7 April 2018 terhadap
26 responden yang memiliki anak dengan down syndrome yang mengikuti
terapi di Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) usia minimal 5 tahun atau
minimal sedang menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Yayasan
POTADS Bandung. Tujuan dari uji coba kuesioner ini untuk mengetahui
apakah pernyataan-pernyataan tersebut valid serta dapat dimengerti atau
tidak dimengerti oleh responden.Penelitian ini peneliti menggunakan
kuesioner yang dibuat oleh Ramawati (2012).Peneliti mengedit pernyataan
menjadi 7 subvariabel area kemampuan perawatan diri yang sebelumnya
adalah 9 subvariabel. Setelah instrument sudah sesuai dengan aspek-aspek
49
yang akan diukur dengan berlandaskan teori, maka selanjutnya kuesioner
dapat digunakan.
Pertanyaan atau pernyataan yang memiliki nilai validitas di bawah
r tabel tidak diikutkan dalam proses analisis (nilai r tabel dengan n = 26
adalah 0,401) kecuali untuk pernyataan yang dianggap penting. Hasil uji
coba kuesioner didapatkan bahwa dari 63 pernyataan yang sudah diberikan
ada 45 pernyataan pada kuesioner yang valid karena r hitung ≥ dari r tabel.
Berikut adalah tabel r hitung kuesioner
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
No. Item Pernyataan
Kuesioner
Nilai
Validitas
Nilai
reliabilitas
R. Tabel untuk 26
responden adalah ≥
0,401
Alpha Cronbach ≥
0,60
1. Kebersihan Badan 0,575 – 0,776
0,953
2. Makan dan Minum 0,317 – 0,633
3. Berpakaian 0,156 – 0,772
4. Mobilisasi/ Pergerakan -0,108 – 0,599
5. Sosialisasi dan
Perkembangan 0,374 – 0,660
6. Pekerjaan Rumah Tangga 0,573 – 0,741
7. Perlindungan Diri 0,379 – 0,602
Uji validitas ke lapangan telah dilakukan kemudian selanjutnya
dilakukan uji konten dengan dosen expert, hasil uji konten 3 pernyataan
yang tidak valid yaitu pernyataan 11, 23, 24, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35,
39, 40, 41, 42, 44, 53, dan 62 tetap ditambahkan dalam kuesioner
penelitian karena pernyataan itu harus ada dalam kuesioner untuk
mengukur tingkat kemampuan anak, akan tetapi dari 18 pernyataan itu
bentuk kalimat pernyataan di rubah lebih singkat dan jelas.
Hasil uji reliabilitas kuesioner adalah dinyatakan reliabel karena
Cronbach’s Alpha yang didapat > 0,60, yaitu dengan Cronbach’s Alpha =
0,953.
50
F. Prosedur Pengumpulan Data
Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian ini melalui
beberapa tahap antara lain:
1. Pembuatan surat izin studi pendahuluan untuk observasi dan pengambilan
data dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ke Ketua Rumah Ceria Down Syndrome Yayasan
POTADS Jakarta.
2. Mengajukan dan menyerahkan surat permohonan ijin dengan menjelaskan
proses pengambilan data yang akan dilakukan kepada pengurus Ceria
Down Syndrome Yayasan POTADS Jakarta.
3. Pengambilan data awal untuk mengetahui populasi dan jumlah sampel
penelitian serta melakukan wawancara sebagai studi pendahuluan kepada
pengurus Rumah Ceria Down Syndrome Yayasan POTADS Jakarta.
4. Melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner yang digunakan
pada penelitian, sebelum pengambilan data penelitian.
5. Setelah sudah mendapatkan jumlah responden yang dibutuhkan, peneliti
menghubungi kembali pengurus Rumah Ceria Down Syndrome Yayasan
POTADS Jakarta untuk mendapatkan perizinan akan waktu yang dapat
digunakan peneliti dalam proses pengambilan data.
6. Peneliti mendapatkan penjelasan mengenai cara pengambilan data yang
dapat mempermudah peneliti, dikarenakan sulit untuk melakukan
pengambilan data secara langsung ke Rumah Ceria Down Syndrome
Yayasan POTADS Jakarta, karena setiap anak tidak selalu didampingi
orang tua dalam melakukan terapi dan dalam seminggu terkadang anak
hanya mendapatkan satu kali jadwal terapi.
7. Peneliti meminta kontak nomor para orang tua atau pengasuh dari anak
dengan down syndrome yang dapat dihubungi kepada ketua Rumah Ceria
Down Syndrome Yayasan POTADS Jakarta.
8. Setelah kontak nomor didapatkan selanjutnya peneliti menghubungi setiap
responden dan menjelaskan mengenai tujuan penelitian, manfaat
51
penelitian, kerahasiaan informasi yang diberikan responden kepada
peneliti serta meminta kesediaannya untuk dapat mengisi kuesioner
tersebut dan meminta kerja sama responden untuk menjawab pertanyaan
dalam kuesioner secara jujur sesuai dengan keadaan anak sekarang.
9. Peneliti memberikan daftar pertanyaan dan menyerahkan kepada
responden kemudian meminta responden untuk menyetujui lembar
persetujuan sebelum mengisi lembar pertanyaan. Pemberian daftar
pertanyaan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mengirim kuesioner
melalui email dan wawancara melalui telepon.
10. Peneliti memberi daftar pertanyaan dengan cara yang pertama mengirim
kuesioner melalui email sebanyak 28 responden dan cara yang kedua
wawancara melalui telepon sebanyak 17 respoonden.
11. Bagi responden yang tidak bisa mengisi kuesioner melalui email, peneliti
menghubungi responden dengan menghubungi kontak nomor responden
tersebut, sebelumnya peneliti akan meminta kesediaan responden tersebut
untuk dilakukannya wawancara melalui telepon.
12. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya kepada peneliti apabila
ada yang tidak jelas dengan kuesioner.
G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang
dilakukan setelah pengumpulan data.Langkah-langkah pengolahan data
meliputi editing, coding, processing, dan tabulating (Lapau, 2013).
a. Editing adalah tahapan kegiatan memeriksa validitas data yang masuk
seperti memeriksa kelengkapan pengisian kuesioner, kejelasan
jawaban relevansi jawaban, dan keseragaman suatu pengukuran.
b. Coding adalah tahapan kegiatan mengklasifikasi data dan jawaban
menurut kategori masing-masing sehingga memudahkan dalam
pengelompokan data.
52
c. Processing adalah tahapan kegiatan memperoses data agar data
dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry
(memasukkan) data hasil pengisian kuesioner ke dalam master tabel
atau database komputer.
d. Cleaning adalah tahapan kegiatan pengecekan kembali data yang
sudah di-entry dan melakukan koreksi bila terdapat kesalahan.
e. Tabulating adalah tahapan kegiatan pengorganisasian data sedemikian
rupa sehingga mudah untuk dijumlahkan, disusun, dan ditata untuk
disajikan dan dianalisis.
2. Analsis Data
Analisis Univariat
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat
adalah digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif mengenai distribusi
frekuensi dari proporsi masing-masing variabel yang diteliti.Analisis ini
bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian (Sumantri, 2015).Fungsi analisis adalah meringkas dan
menyederhanakan kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa
sehingga menjadi informasi yang dapat dibaca (Haston, 2006). Pada
penelitian ini menyajikan analisis univariat yaitu mengidentifikasi
karakteristik yang meliputi usia anak, jenis kelamin anak, dan pendidikan
anak dan kemampuan perawatan diri pada anak down syndrome.
H. Etika Penelitian
Peneliti mempunyai kewajiban kepada subjek penelitian yaitu
menghormati hak dan integritas kemanusiaan, jika penelitian yang dilakukan
menggunakan manusia sebagai subjek. Prinsip-prinsip etik penelitian adalah
sebagai berikut (Wasis, 2008):
53
1. Otonomi
Prinsip kebebasan yaitu hak untuk memilih disertakan atau tidak dalam
informed consent. Informed consent adalah suatu bentuk persetujuan yang
telah diterima sujek penelitian setelah mendapatkan keterangan yang jelas
mengenai prosedur, tujuan, manfaat dan dampak yang timbul pada
penelitian yang dilakukan.
2. Beneficence
Peneliti harus berupaya agar setiap tindakan yang diberikan kepada subjek
penelitian mengandung prinsip kebaikan (promote good).
3. Nonmaleficence
Penelitian yang dilakukan hendaknya tidak mengandung unsur bahaya
atau merugikan seseorang, jika mendatangkan bahaya sebaiknya penelitian
tersebut dihentikan.
4. Confidentiality
Peneliti wajib merahasiakan data-data yang sudah dikumpulkan. Jawaban
tanpa nama dapat dipakai dan subjek penelitian dianjurkan tidak
menyebutkan identitasnya. Apabila sifat penelitian menuntut peneliti
mengetahui identitas subjek, maka peneliti harus memperoleh persetujuan
terlebih dahulu serta mengambil langkah-langkah dalam menjaga
kerahasiaan dan melindungi jawaban tersebut.
5. Veracity
Penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang manfaat,
efeknya, dan yang didapat jika subjek penelitian dilibatkan dalam
penelitian tersebut.
6. Justice
Prinsip keadilan meunjukkan bahwa peneliti harus adil dalam memberikan
perlakuan.
54
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini menyajikaan data hasil penelitiann yang meliputi karakteristik
responden, kemampuan perawatan diri pada anak dengan down syndrome di
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome di Jakarta tahun
2018. Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu, dengan pembagian kuesioner
yang dilakukan di Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) Yayasan Persatuan
Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) Jakarta.
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) Yayasan Persatuan Orang Tua
Anak dengan Down Syndrome (POTADS) Jakarta berada di Jalan Pejaten
Barat No. 16E Griya Patria, Ragunan, Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan
Provinsi Jakarta, Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) Yayasan POTADS
Jakarta merupakan rumah bagi anak-anak penyandang down syndrome untuk
menyalurkan bakat dan sebagai pusat informasi untuk para orang tua bagi
anak penyandang down syndrome. Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS)
diresmikan pada 31 Juli 2016 dan difungsikan sebagai kantor pusat POTADS.
Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) berlantaikan dua, pada lantai pertama
digunakan sebagai kantor dan lantai dua digunakan untuk aktivitas tumbuh
kembang anak-anak dengan down syndrome yaitu berupa pemberian terapi
untuk meningkatkan kemampuan anak.
Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
(POTADS) yang menaungi Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) didirikan
pada tanggal 28 Juli 2003.POTADS merupakan Yayasan yang
memberdayakan orang tua anak dengan down syndrome agar selalu
bersemangat untuk membantu tumbuh kembang anak secara maksimal,
sehingga mampu menjadi pribadi yang mandiri. Yayasan POTADS memiliki
cabang di berbagai daerah dengan nama Pusat Informasi dan Kegiatan
55
POTADS (PIK POTADS), meliputi Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan,
Padang, Lampung, Bali, dan Kalimantan Timur.
Visi dari Yayasan POTADS adalah “menjadi pusat informasi dan
konsultasi terlengkap tentang down syndrome di Indonesia”. Dengan Motto “
Aku Ada Aku Bisa, yaitu kalimat pembangkit semangat orang tua dan anak
sehingga akan selalu berusaha mencapai yang terbaik, yang berarti bahwa
manusia dengan down syndrome itu merupakan ciptaan Tuhan dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, tetapi tetap bisa dan mampu berbuat seperti
manusi lainnya”.
Misi dari Yayasan POTADS adalah sebagai berikut:
1. Memiliki pusat infromasi yang dapat diakses 24 jam baik melalui surat,
telepon, internet, ataupun media komunikasi lainnya.
2. Menyediakan informasi terkini tentang perkembangan Down Syndrome
baik secara ilmiah maupun dari pengalaman orang lain.
3. Menyebarluaskan infromasi mengenai Down Syndrome kepada anggota
yang membutuhkan dan tempat-tempat yang akan diakses oleh para orang
tua yang memiliki anak dengan Down Syndrome, seperti rumah sakit,
klinik, puskesmas sampai ke posyandu.
4. Memberikan konsultasi secara kelompok maupun individu sesuai dengan
kebutuhan.
5. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mendukung penyebarluasan
informasi tentang Down Syndrome kepada masyarakat luas.
6. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang akan mendorong masyarakat
untuk lebih peduli dan menghargai, sehingga mereka dapat memberi
kesempatan yang sama untuk berkembang dalam berbagai bidang
(pendidikan, seni & budaya, dan lain-lain).
56
B. Hasil Analisa Univariat
1. Gambaran Karakteristik Anak
a. Usia Anak
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Berdasarkan
Usia Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018 (N= 45)
Usia Anak n Presentase (%)
6-9 tahun 30 66,7
10-13 tahun 8 17,8
14-17 tahun 7 15,6
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 5.1 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta berdasarkan usia dari 45
responden adalah sebagian besar anak dengan down syndrome yaitu
berusia 6-9 tahun sebanyak 30 orang (66,7%), sedangkan usia 10-13
tahun sebanyak 8 orang (17,8%), dan usia 14-17 tahun sebanyak 7
orang (15,6%).
b. Jenis Kelamin Anak
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Berdasarkan
Jenis Kelamin Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018
(N= 45)
Jenis Kelamin n Presentase (%)
Laki-laki 29 64,4
Perempuan 16 35,6
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 5.2 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta berdasarkan jenis kelamin dari
45 responden didapatkan bahwa sebagian besar anak dengan
57
downsyndrome adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 29
orang (64,4%) dan perempuan yaitu sebanyak 16 orang (35,6%).
c. Pendidikan Anak
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Berdasarkan
Pendidikan Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018
(N= 45)
Pendidikan n Presentase (%)
SD 36 80,0
SMP 6 13,3
SMA 3 6,7
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 5.3 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta berdasarkan pendidikan dari
45 responden didapatkan bahwa anak lebih banyak berpendidikan SD
yaitu sebanyak 36 orang (80,0%), sedangkan pendidikan SMP
sebanyak 6 orang (13,3%), sedangkan pendidikan SMA yaitu sebanyak
3 orang (6,7%).
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Berdasarkan
Riwayat Penyakit Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018
(N= 45)
Riwayat Penyakit n Presentase (%)
Ada 11 24,4
Tidak Ada 34 75,6
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 5.4 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta berdasarkan riwayat penyakit
dari 45 responden adalah sebagian besar anak dengan down
syndromedengan tidak ada riwayat penyakit sebanyak 34 orang
58
(75,6%) dan ada riwayat penyakit yaitu sebanyak 11 orang (24,4%),
meliputi gastritis, asma, jantung bocor ventrikular septa defek (vsd)
dan persisten duktus arteriosus (pda), hipotiroid, jantung, hernia,
bronco pneumonia, dan alergi.
e. Kelemahan/ Kelainan Fisik Anak
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Berdasarkan
Kelemahan/ Kelainan Fisik Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Kelemahan/
KelainanFisik n Presentase (%)
Ada 8 17,8
Tidak Ada 37 82,2
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 5.5 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta berdasarkan kelemahan/
kelainan fisik dari 45 responden adalah sebagian besar anak dengan
down syndrome dengan tidak ada kelemahan/ kelainan fisik yaitu
sebanyak 37 orang (82,2%) dan ada kelemahan/ kelainan fisik
sebanyak 8 orang (17,8%), meliputi kelemahan penglihatan yaitu
sebanyak 6 orang (75%) dan kelemahan kedua kaki yaitu sebanyak 2
orang (25%).
f. Merawat/ Mengasuh Anak
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Berdasarkan
Merawat/ Mengasuh Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun
2018 (N= 45)
Merawat/ Mengasuh n Presentase (%)
Orang Tua 38 84,4
Pengasuh 7 15,6
Jumlah 45 100
59
Berdasarkan tabel 5.6 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta berdasarkan merawat/
mengasuh dari 45 responden adalah sebagian besar anak dengan down
syndrome dirawat/ diasuh orang tua yaitu sebanyak 38 orang (84,4%)
dan dirawat/ diasuh pengasuh sebanyak 7 orang (15,6%).
2. Gambaran Kemampuan Perawatan Diri
a. Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Down Syndrome
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Berdasarkan
Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Kemampuan Perawatan
Diri n Presentase (%)
Mandiri 10 22,2
Dibantu Sebagian 24 53,3
Dibantu Total 11 24,4
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 5.7 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta dari 45 responden yang diteliti
bahwa sebagian besar kemampuan perawatan diri pada anak adalah
dibantu sebagian yaitu sebanyak 24 orang (53,3%), sedangkan yang
dibantu total yaitu sebanyak 11 orang (24,4%) dan yang mandiri
sebanyak 10 orang (22,2%).
60
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down SyndromeBerdasarkan
Sub-variabel Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan
POTADS Jakarta Tahun 2018 (N= 45)
Sub-variabel
Perawatan Diri
Kemampuan
Jumlah Mandiri
Dibantu
Sebagian
Dibantu
Total
n % n % n % n %
Kebersihan Badan 15 33,3 22 48,9 8 17,8 45 100
Makan dan Minum 22 48,9 13 28,9 10 22,2 45 100
Berpakaian 12 26,7 24 53,3 9 20,0 45 100
Mobilisasi/ Pergerakan 15 33,3 21 46,7 9 20,0 45 100
Sosialisasi dan
Perkembangan 12 26,7 23 51,1 10 22,2 45 100
Pekerjaan Rumah Tangga 13 28,9 25 55,6 7 15,6 45 100
Perlindungan Diri 21 46,7 18 40,0 6 13,3 45 100
Berdasarkan tabel 5.8 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta dari 45 responden
berdasarkan subvariabel perawatan diri menunjukkan bahwa distribusi
frekuensi kemampuan perawatan diri yang dibantu sebagian dari
masing-masing subvariabel relatif sama yang terbanyak adalah
pekerjaan rumah tangga yaitu sebanyak 25 orang (55,6%) dan yang
paling sedikit adalah makan dan minum yaitu sebanyak 13 orang
(28,9%).
Sedangkan pada kemampuan perawatan diri yang mandiri dari
masing-masing subvariabel relatif sama yang terbanyak adalah makan
dan minum yaitu sebanyak 22 orang (48,9%), dan yang paling sedikit
adalah berpakaian dan sosialisasi/ perkembangan yaitu masing-masing
sebanyak 12 orang (26,7%).
Dan pada kemampuan perawatan diri dibantu total dari masing-
masing subvariabel relatif sama akan tetapi yang terbanyak adalah
subvariabel makan/ minum dan sosialisasi/ perkembangan yaitu
masing-masing sebanyak 10 orang (22,2%) dan yang paling sedikit
61
adalah perlindungan diri yaitu masing-masing sebanyak 6 orang
(13,3%).
Rincian masing-masing dari subitem kemampuan perawatan
diri pada lampiran 6, tabel 5.9-5.15 dilampirkan.
b. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Usia
Tabel 5.16
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Mengenai
Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Usia Anak di Yayasan
POTADS Jakarta Tahun 2018 (N= 45)
Usia Anak
Kemampuan Perawatan Diri
Jumlah Mandiri
Dibantu
Sebagian
Dibantu
Total
n % n % n % n %
6-9 tahun 1 3,3 20 66,7 9 30,0 30 100
10-13 tahun 4 50,0 2 25,0 2 25,0 8 100
14-17 tahun 5 71,4 2 28,6 0 0 7 100
Jumlah 10 22,2 24 53,3 11 24,4 45 100
Berdasarkan tabel 5.16 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta pada kemampuan perawatan
diri berdasarkan usia anak dari 45 responden yang diteliti bahwa
kemampuan perawatan diri pada anak dengan down syndrome
berdasarkan usia didapatkan hasil bahwa anak usia 6-9 tahun lebih
banyak dibantu sebagian yaitu sebanyak 20 orang (66,7%), dan anak
usia 10-13 tahun dan 14-17 tahun lebih banyak memiliki kemampuan
perawatan diri mandiri, usia 10-13 tahun sebanyak 4 orang (50,0%)
dan usia 14-17 tahun sebanyak 5 orang (71,4%).
62
c. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.17
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Mengenai
Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Jenis Kelamin Anak di
Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018 (N= 45)
Jenis
Kelamin
Kemampuan Perawatan Diri
Jumlah Mandiri
Dibantu
Sebagian
Dibantu
Total
n % n % n % n %
Laki-laki 6 20,7 16 55,2 7 24,1 29 100
Perempuan 4 25,0 8 50,0 4 25,0 16 100
Jumlah 10 22,2 24 53,3 11 24,4 45 100
Berdasarkan tabel 5.17 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta pada kemampuan perawatan
diri berdasarkan jenis kelamin anak dari 45 responden yang diteliti di
dapatkan kemampuan perawatan diri pada anak dengan down
syndrome berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil bahwa anak
dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak memiliki kemampuan
perawatan diri sebagian yaitu sebanyak 16 orang (55,2%) dan
perempuan dengan dibantu sebagian sebanyak 8 orang (50,0%).
d. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.18
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Mengenai
Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Pendidikan Anak di
Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018 (N= 45)
Tingkat
Pendidikan
Kemampuan Perawatan Diri
Jumlah Mandiri
Dibantu
Sebagian
Dibantu
Total
n % n % n % n %
SD 4 11,1 21 58,3 11 30,6 36 100
SMP 4 66,7 2 33,3 0 0 6 100
SMA 2 66,7 1 33,3 0 0 3 100
Jumlah 10 22,2 24 53,3 11 24,4 45 100
63
Berdasarkan tabel 5.18 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta pada kemampuan perawatan
diri berdasarkan jenis kelamin anak dari 45 responden yang diteliti di
dapatkan kemampuan perawatan diri pada anak dengan down
syndrome berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan bahwa pada
pendidikan SD anak lebih banyak memiliki kemampuan perawatan diri
dibantu sebagian yaitu sebanyak 21 orang (58,3%), sedangkan pada
pendidikan SMA dan SMP lebih banyak memiliki kemampuan
perawatan diri mandiri, SMP sebanyak 4 orang (66,7%) dan SMA
sebanyak 2 orang (66,7%).
e. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Riwayat Penyakit
Sekarang
Tabel 5.19
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Mengenai
Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Riwayat Penyakit
Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018 (N= 45)
Riwayat
Penyakit
Sekarang
Kemampuan Perawatan Diri
Jumlah Mandiri
Dibantu
Sebagian
Dibantu
Total
n % n % n % n %
Ada 1 9,1 6 54,5 4 36,4 11 100
Tidak Ada 9 26,5 18 52,9 7 20,6 34 100
Jumlah 10 22,2 24 53,3 11 24,4 45 100
Berdasarkan tabel 5.19 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta pada kemampuan perawatan
diri berdasarkan riwayat penyakit anak dari 45 responden yang diteliti
di dapatkan kemampuan perawatan diri pada anak dengan down
syndrome berdasarkan riwayat penyakit didapatkan hasil bahwa pada
anak dengan ada riwayat penyakit lebih banyak memiliki kemampuan
perawatan diri dibantu sebagian yaitu sebanyak 6 orang (54,5%),
sedangkan pada anak dengan tidak ada riwayat penyakit lebih banyak
64
memiliki kemampuan perawatan diri dibantu sebagian yaitu sebanyak
18 orang (52,9%).
f. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Kelemahan/ Kelainan
Fisik
Tabel 5.20
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Mengenai
Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Kelemahan/ Kelainan
Fisik Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018 (N= 45)
Kelemahan/
Kelainan
Fisik
Kemampuan Perawatan Diri
Jumlah Mandiri
Dibantu
Sebagian
Dibantu
Total
n % n % n % n %
Ada 2 25,0 3 37,5 3 37,5 8 100
Tidak Ada 8 21,6 21 56,8 8 21,6 37 100
Jumlah 10 22,2 24 53,3 11 24,4 45 100
Berdasarkan tabel 5.20 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta pada kemampuan perawatan
diri berdasarkan Kelemahan/ kelainan fisik anak dari 45 responden
yang diteliti di dapatkan kemampuan perawatan diri pada anak dengan
down syndrome berdasarkan kelemahan/ kelainan fisik didapatkan
hasil bahwa anak dengan ada riwayat penyakit lebih banyak memiliki
kemampuan dibantu sebagian dan dibantu total yaitu masing-masing
sebanyak 3 orang (37,5%), sedangkan pada anak dengan tidak ada
riwayat penyakit lebih banyak memiliki kemampuan dibantu sebagian
yaitu sebanyak 21 orang (56,8%).
65
g. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Merawat/ Mengasuh
Tabel 5.21
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down Syndrome Mengenai
Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Merawat/ Mengasuh
Anak di Yayasan POTADS Jakarta Tahun 2018 (N= 45)
Merawat/
Mengasuh
Kemampuan Perawatan Diri
Jumlah Mandiri
Dibantu
Sebagian
Dibantu
Total
n % n % n % n %
Orang Tua 9 23,7 20 52,6 9 23,7 38 100
Pengasuh 1 14,3 4 57,1 2 28,6 7 100
Jumlah 10 22,2 24 53,3 11 24,4 45 100
Berdasarkan tabel 5.21 distribusi frekuensi anak dengan down
syndrome di Yayasan POTADS Jakarta pada kemampuan perawatan
diri berdasarkan yang merawat/ mengasuh anak dari 45 responden
yang diteliti didapatkan sebagian besar kemampuan perawatan diri
pada anak dengan down syndrome berdasarkan yang merawat/
mengasuh didapatkan hasil bahwa anak dengan dirawat orang tua
maupun pengasuh lebih banyak memiliki kemampuan dibantu
sebagian yaitu orang tua sebanyak 20 orang (52,6%) dan pengasuh
sebanyak 4 orang (57,1%).
66
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan pembahasan mengenai data yang telah didapat dari
penelitian. Pembahasan akan mengurai makna hasil penelitian yang dilakukan
tentang kemampuan perawatan diri pada anak dengan down syndrome di Rumah
Ceria Down Syndrome (RCDS) Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan
Down Syndrome (POTADS) Jakarta Tahun 2018. Pembahasan ini membahas
mengenai hasil penelitian yang dikaitkan dengan konsep teoritis sebelumnya. Bab
ini juga akan menjelaskan tentang keterbatasan penelitian yang telah
dilaksanakan.
A. Analisa Univariat
1. Karakteristik Anak
a. Usia Anak
Anak dengan down syndrome umumnya memiliki tingkat
kecerdasan rendah, sehingga mempengaruhi kemampuan kognitif,
bahasa, motorik dan sosial, keadaan ini menyebabkan anak dalam
memperoleh pengetahuan atau kemampuan mengalami keterbatasan
dan menyebabkan anak mengalami kendala keterampilan perawatan
diri selama masa perkembangan (Videbeck, 2008).
Anak dengan down syndrome berdasarkan usia pada penelitian
ini didapatkan sebagian besar usia anak terbanyak adalah usia 6-9
tahun yaitu sebanyak 30 orang (66,7%) sedangkan usia 10-13 tahun
sebanyak 8 orang (17,8%) dan usia 14-17 tahun sebanyak 7 orang
(15,6%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Situmeang (2016), tentang hubungan status sosio
demografi dan status akademik anak dengan kemandirian anak
retardasi mental di SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat Manado
67
tahun 2016 bahwa distribusi berdasarkan usia anak dari 40 anak yang
terbanyak adalah usia 9-11 tahun yaitu 15 orang (37,5%), kemudian
diikuti dengan usia 12-14 tahun sebanyak 15 orang (37,5%) dan 15-17
tahun sebanyak 10 orang (25,0%).
Menurut Semiun (2006), usia 6 sampai 21 tahun merupakan
usia sekolah. Hal ini dapat terjadi karena pada kelompok usia kanak-
kanak yaitu usia sekolah, pada masa ini anak melewati tahapan tumbuh
kembang dimana kemampuan anak pada masa ini dapat dilatih yaitu
dalam berbahasa, keterampilan sosial, dan dilatih dalam kebiasaan-
kebiasaan kesehatan yang mendasar. Selain itu menurut Yusuf, dkk
(2015), anak dapat dilatih dalam mempelajari keterampilan-
keterampilan akademis, dengan beberapa latihan dapat memperkuat
kemampuan motoriknya serta kemampuan kemandirian pada anak
akan dirasakan. Pada penelitian ini didapatkan distribusi terbanyak
adalah usia 6-9 tahun.
b. Jenis Kelamin Anak
Berdasarkan jenis kelamin anak bahwa pada penelitian ini
didapatkan bahwa sebagian besar jenis kelamin anak adalah berjenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 29 orang (64,4%), sedangkan jenis
kelamin perempuan sebanyak 16 orang (35,6%). Hal ini menunjukkan
bahwa anak down syndrome dengan retardasi mental yang banyak
melakukan terapi di Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) Yayasan
POTADS Jakarta berjenis kelamin laki-laki. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Situmeang (2016), tentang hubungan status sosio
demografi dan status akademik anak dengan kemandirian anak
retardasi mental di SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat Manado
tahun 2016 bahwa distribusi berdasarkan jenis kelamin anak dari 40
anak yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 26 orang (65,0%) dan
perempuan sebanyak 14 orang (35,0%). Selain itu menurut penelitian
68
Ramawati (2012), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kemampuan perawatan diri anak tuna grahita SLB YAKUT dan
KUNCUP MAS di Kabupaten Banyumas tahun 2012 dari 65 anak
yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 40 orang (61,5) dan
perempuan sebanyak 25 orang (38,5).
Menurut Bezt & Linda (2009), bahwa anak down syndrome
dengan retardasi mental lebih banyak berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan, yaitu dengan perbandingan rasio laki-laki
perempuan adalah 1,6:1,3. Pada penelitian ini didapatkan distribusi
terbanyak adalah laki-laki.
c. Pendidikan Anak
Berdasarkan pendidikan anak bahwa pada penelitian ini
didapatkan bahwa sebagian besar pendidikan anak adalah SD yaitu
sebanyak 36 orang (80,0%), sedangkan pada pendidikan SMP
sebanyak 6 orang (13,3%) dan SMA sebanyak 3 orang (6,7%). Hal ini
menunjukkan bahwa anak down syndrome dengan retardasi mental
yang banyak melakukan terapi di Rumah Ceria Down Syndrome
(RCDS) Yayasan POTADS Jakarta adalah pendidikan SD. Menurut
Semiun (2006), anak dengan down syndrome membutuhkan
pendidikan khusus dan latihan-latihan kebiasaan yang sistematis,
dengan pendidikan dan pelatihan khusus dapat meningkatkan
kemampuan anak down syndrome secara bermakna dan menjembatani
transisi menuju kedewasaan.
Menurut Potter & Perry, (2010), hal tersebut dapat dilihat
bahwa anak sekolah dasar lebih mempunyai kemampuan dalam
berinteraksi dan berkomunikasi. Anak usia sekolah mengalami
perubahan psikososial, anak usia sekolah mulai mendefinisikan konsep
diri dan membangun kepercayaan diri yang merupakan suatu evaluasi
diri. Interaksi dengan kelompok akan menyebabkan mereka
69
mendefinisikan pencapaian diri berdasarkan perbandingan dengan
pencapaian orang lain.
d. Riwayat Penyakit Anak Sekarang
Berdasarkan hasil penelitian riwayat penyakit didapatkan
distribusi anak yang tidak mempunyai riwayat penyakit yaitu sebanyak
34 orang (75,6%), sedangkan anak yang mempunyai riwayat penyakit
sebanyak 11 orang (24,4%), meliputi gastritis, asma, jantung bocor
vsd dan pda, hipotiroid, jantung, hernia, bronco pneumonia, dan alergi.
Hal ini menunjukkan bahwa anak down syndrome dengan retardasi
mental yang banyak melakukan terapi di Rumah Ceria Down
Syndrome (RCDS) Yayasan POTADS Jakarta adalah sebagian besar
anak tidak ada yang memiliki riwayat penyakit. Menurut Yusuf, dkk
(2015) anak dengan down syndrome memiliki berbagai masalah
kesehatan dan kelainan bawaan multiple, kelainan bawaan yang
dimiliki anak sering kali menyebabkan gangguan pada kesehatan dan
pertumbuhan anak, kelainan yang dimiliki anak disebabkan karena
adanya penyimpangan materi genetik kromosom, sehingga anak sering
kali mengalami masalah pada kesehatannya.
e. Kelemahan/ Kelainan Fisik Anak
Berdasarkan hasil penelitian kelemahan/ kelainan fisik anak
didapatkan terbanyak adalah anak dengan tidak ada kelemahan/
kelainan fisik yaitu sebanyak 37 orang (82,2%) dan responden yang
ada kelemahan/ kelainan fisik sebanyak 8 orang (17,8%), meliputi
kelemahan penglihatan yaitu sebanyak 6 orang dan kelemahan kedua
kaki yaitu sebanyak 2 orang. Hal ini menunjukkan bahwa anak down
syndrome dengan retardasi mental yang banyak melakukan terapi di
Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) Yayasan POTADS Jakarta
adalah sebagian besar anak tidak ada yang memiliki kelemahan/
kelainan fisik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
70
oleh Ramawati (2012), tentang kemampuan perawatan diri anak tuna
grahita berdasarkan faktor eksternal dan internal Anak di SLB
YAKUT dan KUNCUP MAS Kabupaten Banyumas tahun 2012
bahwa berdasarkan kelemahan motorik dari 65 anak yang terbanyak
adalah tidak ada yaitu sebanyak 36 orang (55,4%) dan ada sebanyak 29
orang (44,6%).
Menurut Yusuf, dkk, (2015), anak dengan down syndrome
memiliki berbagai masalah kesehatan dan kelainan bawaan multiple,
kelainan bawaan yang dimiliki anak sering kali menyebabkan
gangguan pada kesehatan dan pertumbuhan anak, kelainan yang
dimiliki anak disebabkan karena adanya penyimpangan materi genetik
kromosom, sehingga anak sering kali mengalami masalah pada
kesehatannya.
f. Perawat/ Pengasuh Anak
Karakteristik anak yang terakhir adalah berdasarkan yang
merawat/ mengasuh anak bahwa pada penelitian ini distribusi
frekuensi menurut perawat/pengasuh anak didapatkan yang terbanyak
adalah anak yang dirawat atau diasuh oleh orang tua yaitu sebanyak 38
orang (84,4%) dan yang dirawat oleh pengasuh sebanyak 7 orang
(15,6%). Hal ini menunjukkan bahwa anak down syndrome dengan
retardasi mental yang banyak melakukan terapi di Rumah Ceria Down
Syndrome (RCDS) Yayasan POTADS Jakarta adalah sebagian besar
anak dirawat/ diasuh oleh orang tua. Penelitian ini didukung oleh
Hasanah, dkk (2015), anak dengan down syndrome membutuhkan
perhatian khusus terutama oleh orang tua karena keterbatasannya,
dengan pengasuhan yang tepat membentuk karakter anak dan
mempengaruhi kemandirian anak, pola pengasuhan orang tua berperan
besar dalam mendidik, merawat dan menjaga sangat menentukan
71
tumbuh kembang anak, dengan pola pembiasaan-pembiasaan yang
diterapkan di rumah.
2. Kemampuan Perawatan Diri Anak
Penelitian ini mengukur kemampuan perawatan diri pada anak
dengan down syndrome di Rumah Ceria Down Syndrome Yayasan
POTADS Jakarta melalui kuesioner yang diberikan melalui angket.
Kemampuan dinilai berdasarkan 63 pernyataan yang mencakup
kemampuan anak mengenai perawatan diri pada anak, antara lain
kebersihan badan, makan dan minum, berpakaian, mobilisasi/ pergerakan,
sosialisasi dan perkembangan, pekerjaan rumah tangga, dan perlindungan
diri.
Menurut Orem (2001) kemampuan perawatan diri merupakan
kekuatan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengidentifikasi,
menetapkan mengambil keputusan untuk melaksanakan perawatan
diri.Perawatan diri dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam
mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan individu baik
dalam keadaan sehat maupun sakit (Nursalam, 2014). Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan hasil dari penelitian kemampuan anak
mayoritas memiliki kemampuan dibantu sebagian yaitu sebanyak 24 orang
(53,3%), dibantu total 11 orang (24,4%), dan mandiri sebanyak 10 orang
(22,2%).
Penelitian ini penelitian ini didukung oleh Situmeang (2016),
tentang kemandirian anak retardasi mental di SLB Yayasan Pembinaaan
Cacat Manado bahwa dari 50 anak terbanyak adalah kemandirian anak
tergantung sebanyak 25 orang (62,5%) sedangkan yang mandiri sebanyak
15 orang (37,5%). Begitu juga hasil penelitian yang telah dilakukan Dewi
(2017), tentang tingkat kemandirian anak retardasi mental ringan di SDLB
YPLB Banjarmasin dari 35 anak bahwa terbanyak adalah ketergantungan
ringan yaitu sebanyak 21 orang (60,0%), sedangkan mandiri 10 orang
72
(28,6%), ketergantungan sedang 4 orang (11,4%), dan dengan tingkat
ketergantungan berat tidak ada.
Retardasi mental yang dialami oleh anak dengan down syndrome
menyebabkan anak memiliki karakteristik menurut Videbeck (2008),
adalah mengalami keterbatasan atau kesulitan dalam keterampilan
komunikasi, perawatan diri, tinggal di rumah, keterampilan interpersonal
atau sosial, kesehatan dan keamanan. Dan anak dengan retardasi mental
berat dapat menjadi sangat bergantung pada orang tua/ pengasuh, dan
membutuhkan pengawasan dan perawatan lebih.
Penelitian ini mengamati kemampuan perawatan diri pada anak
dengan down syndrome yang mengikuti terapi di Rumah Ceria Down
Syndrome dan mendapatkan bahwa anak down syndrome dalam penelitian
ini terkategorikan mempunyai kemampuan perawatan diri dibantu
sebagian, masih membutuhkan bantuan di sebagian besar area. Menurut
Orem (2001) pada kebutuhan perawatan diri sebagian, merupakan bantuan
sebagian yang dibutuhkan oleh individu sehingga membutuhkan bantuan
perawatan dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri sesuai dengan
kebutuhannya, dan menyediakan kebutuhan perawatan diri akibat
keterbatasannya untuk melakukan perawatan diri.Menurut Semiun (2006)
menyatakan bahwa anak dengan tingkat retardasi mental sedang dapat
mengusai keterampilan-keterampilan hidup sederhana dan kebiasaan-
kebiasaan kesehatan bila dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan yang
sistematis, bila diajarkan secara konsisten dan terus-menerus.
Menurut Orem (2001), usia mempengaruhi kemampuan seseorang,
semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula kemampuan
seseorang, seiring bertambahnya usia seseorang mengalami berbagai
keterbatasan maupun kerusakan fungsi sensoris, usia merupakan salah satu
faktor penting pada perawatan diri, semakin bertambah usia akan
73
bertambah efektif kemampuan seseorang dalam pemenuhan kebutuhan
perawatan dirinya.
Hasil penelitian ini didapatkan usia anak 6-9 tahun cenderung lebih
banyak memiliki kemampuan dibantu sebagian dalam perawatan diri yaitu
sebanyak 20 orang (66,7%), sedangkan pada usia 10-13 tahun dan usia 14-
17 lebih banyak yang memiliki kampuan perawatan diri mandiri. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam usia kanak-kanak 6-9 tahun kemampuan anak
belum mencapai kemandirian. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Situmeang (2016) tentang hubungan status sosio demografi
dan status akademik anak dengan kemandirian anak retardasi mental di
SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat Manado tahun 2016 bahwa
distribusi berdasarkan usia diketahui bahwa anak terbanyak terdapat pada
kelompok usia 9-11 tahun yaitu sebanyak 15 orang (37,5%), kemudian
diikuti dengan usia 12-14 tahun sebanyak 15 orang (37,5%).
Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa anak yang memasuki
usia 6-9 tahun kemampuan perawatan dirinya adalah masih membutuhkan
bantuan dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan belum
mencapai kemampuan yang mandiri. Penelitian ini didukung oleh
Ramawati (2012), yang menyatakan bahwa pada anak dengan tunagrahita
dengan usia lanjut kemampuan/ keterampilan perawatan dirinya dapat
dikembangkan menjadi lebih kompleks, yaitu anak usia lanjut mempunyai
kemampuan perawatan diri yang lebih baik dibandingkan anak yang
berusia lebih muda. Usia atau umur pada anak dengan down syndrome
dapat membantu dalam memprediksi perkembangan mental anak dan
dapat membantu memprediksi waktu yang tepat untuk melatih anak
keterampilan perawatan diri.
Hasil penelitian ini didapatkan anak berjenis kelamin laki-laki
maupun perempuan sama lebih banyak memiliki kemampuan perawatan
diri dibantu sebagian, yaitu laki-laki sebanyak 16 orang (55,2%) dan
74
perempuan sebanyak 8 orang (50,0%). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Situmeang (2016), tentang hubungan status sosio demografi dan
status akademik anak dengan kemandirian anak retardasi mental di SLB
Yayasan Pembinaan Anak Cacat Manado tahun 2016 bahwa distribusi
berdasarkan jenis kelamin anak dari 40 anak yang terbanyak adalah laki-
laki sebanyak 26 orang (65,0%) dan perempuan sebanyak 14 orang
(35,0%). Selain itu penelitian Ramawati (2012), tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan perawatan diri anak retardasi mental
didapatkan bahwa terbanyak adalah laki-laki sebanyak 40 orang (61,5%)
dan perempuan sebanyak 25 orang (38,5%).
Menurut Orem (2001), jenis kelamin mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam perawatan diri, laki-laki lebih banyak melakukan
penyimpangan kesehatan dibandingkan pada perempuan. Sedangkan
berdasarkan penelitian Ramawati (2012), menyatakan bahwa kebiasaan
atau kebudayaan dalam masyarakat yang membagi pekerjaan rumah
tangga secara merata antara laki-laki dan perempuan, menjadikan alasan
bahwa sejak usia dini anak laki-laki sudah dibiasakan untuk melakukan
tugas sederhana dalam rumah tangga. Hal tersebut yang menjadikan
persentase kemampuan anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak
perempuan dan jenis kelamin tidak ada hubungan dengan kemampuan
perawatan diri.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa pada pendidikan
SD anak lebih banyak memiliki kemampuan perawatan diri dibantu
sebagian yaitu sebanyak 21 orang (58,3%), sedangkan pada pendidikan
SMA dan SMP lebih banyak memiliki kemampuan perawatan diri
mandiri, SMP sebanyak 4 orang (66,7%) dan SMA sebanyak 2 orang
(66,7%). Menurut Orem (2001), perkembangan kognitif perilaku akan
berubah sepanjang waktu, perkembangan kognitif akan mempengaruhi
kebutuhan dan kemampuan seseorang akan perawatan dirinya,
menunjukkan bahwa pendidikan sebagai pengaruh lingkungan atas
75
seorang individu untuk dapat menghasilkan perubahan-perubahan dalam
tingkah laku, pikiran, dan sikap. Menurut Semiun (2006), bahwa anak
down syndrome membutuhkan pendidikan yang khusus untuk dapat
mencapai kemandirian. Penelitian ini didukung oleh penelitian Situmeang
(2016), tentang hubungan status sosio demografi dan akademik anak
dengan kemandirian anak pada SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat
Manado, didapatkan hasil bahwa status akademik atau pendidikan anak
yang baik atau semakin tinggi maka akan semakin baik pula kemampuan
kemandirian anak.
Hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa pada anak dengan ada
riwayat penyakit lebih banyak memiliki kemampuan perawatan diri
dibantu sebagian yaitu sebanyak 6 orang (54,5%), sedangkan pada anak
dengan tidak ada riwayat penyakit lebih banyak memiliki kemampuan
perawatan diri dibantu sebagian yaitu sebanyak 18 orang (52,9%).
Menurut Pieter, dkk (2011), tidak adanya riwayat kesehatan sekarang pada
anak bisa disebabkan adanya faktor genetik atau kelainan kromosom. Pada
down syndrome diidentifikasi mengalami kelainan pada kromosom,
dimana terjadi penambahan jumlah kromosom 21 menjadi tiga disebut
trisomi. Trisomi ditemukan pada anak dengan down syndrome. Menurut
Orem (2001), saat individu mengalami penyimpangan kesehatan dari
keadaan sehat menjadi sakit, kondisi ini menyebabkan seorang individu
membutuhkan perawatan diri, perawatan diri dilakukan karena adanya
masalah kesehatan atau penyakit dengan tujuan mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatan.
Hasil penelitian ini didapatkan kemampuan perawatan diri pada
anak dengan down syndrome berdasarkan kelemahan/ kelainan fisik
didapatkan hasil bahwa anak dengan ada kelemahan/ kelainan fisik lebih
banyak memiliki kemampuan dibantu sebagian dan dibantu total yaitu
masing-masing kemampuan sebanyak 3 orang (37,5%), sedangkan pada
anak dengan tidak ada kelemahan/ kelainan fisik lebih banyak memiliki
76
kemampuan dibantu sebagian yaitu sebanyak 21 orang (56,8%). Menurut
Orem (2001), saat individu mengalami penyimpangan kesehatan dari
keadaan sehat menjadi sakit, kondisi ini menyebabkan seorang individu
membutuhkan perawatan diri, perawatan diri dilakukan karena adanya
masalah kesehatan atau penyakit dengan tujuan mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatan. ketiadaan riwayat penyakit sekarang dapat
disebabkan. Menurut penelitian Ramawati (2012), menyatakan bahwa
kekuatan atau adanya kelemahan motorik pada anak mempengaruhi
seseorang terhadap kemampuan perawatan diri, anak dengan kekuatan
motorik yang lebih baik akan lebih mudah mengusai keterampilan
perawatan diri, dengan kekuatan motorik seseorang dapat
mengkoordinasikan gerakan, kontrol gerakan, dan kesesuaian gerakan
dengan hal yang ingin dilakukan.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa anak dengan dirawat orang
tua maupun pengasuh lebih banyak memiliki kemampuan dibantu
sebagian yaitu orang tua sebanyak 20 orang (52,6%) dan pengasuh
sebanyak 4 orang (57,1%). Menurut Orem (2001), peran atau hubungan
anggota keluarga memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan anak
dalam perawatan diri. Berdasarkan penelitian Hasanah (2015), pengasuhan
orang tua sangat berpengaruh dalam pembentukan kemandirian anak down
syndrome, anak dengan down syndrome membutuhkan perhatian lebih
karena keterbatasannya, dengan pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan
di rumah akan membentuk karakter anak, dengan adanya hal ini para
orang tua atau pengasuh hendaknnya agar selalu bersemangat dalam
merawat, mendidik dan menjaga anak, agar dapat mencapai pemenuhan
kebutuhan dasar dan kemandirian anak.
77
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari keterbatasan dalam penelitian ini, keterbatasan
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis banyak masalah yang harus diteliti dalam masalah
perawatan diri pada anak, tetapi keterbatasan waktu, tenaga dan dana
penelitian, maka peneliti hanya meneliti satu variabel saja yaitu
kemampuan perawatan diri pada anak dengan down syndrome.
2. Peneliti tidak melaksanakan pengukuran pada semua faktor yang
mempengaruhi, seperti tahapan perkembangan kognitif/ tingkat
intelegensi, penggunaan alat bantu, lingkungan, sosiokultural, dan
ketersediaan sumber.
3. Pengambilan data pada setiap responden dilakukan melalui telepon dan
kirim email sehingga tidak dapat melakukan wawancara secara langsung
dikarenakan sebagian besar anak hanya mendapatkan jadwal satu kali
pertemuan untuk terapi, selain itu anak jarang diantar/ ditemani oleh orang
tua selama mengikuti terapi, dan adanya keterbatasan waktu sehingga
peneliti melakukan pengambilan data dilakukan melalui telepon dan kirim
email.
4. Sampel yang digunakan dalam penelitian sedikit, sehingga tidak dapat
menggambarkan kemampuan anak dengan down syndrome secara luas.
78
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti mengenai kemampuan perawatan diri pada anak
dengan down syndrome di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down
Syndrome (POTADS) Jakarta tahun 2018, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik anak dari segi usia yaitu
mayoritas usia kanak-kanak 6-9 tahun sebanyak 30 orang (66,7%),
sedangkan dari segi jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 29 orang (64,4%), dari segi pendidikan mayoritas anak
berpendidikan SD sebanyak 36 orang (80,0%), dari segi riwayat penyakit
sekarang mayoritas tidak mempunyai riwayat penyakit yaitu sebanyak 34
orang (75,6%), dari segi kelemahan/ kelainan fisik anak mayoritas
menunjukkan tidak memiliki kelemahan/ kelainan fisik yaitu sebanyak 37
orang (82,2%), dan dari segi mengasuh/ merawat anak mayoritas anak
diasuh/ dirawat orang tua yaitu sebanyak 38 orang (84,4%).
2. Hasil penelitian berdasarkan kemampuan perawatan diri pada anak dengan
down syndrome adalah mayoritas anak memiliki kemampuan dibantu
sebagian yaitu sebanyak 24 orang (53,3%).
3. Hasil penelitian tabulasi silang karakteristik anak yang berkemampuan
dibantu sebagian berdasarkan usia anak mayoritas pada usia anak 6-9
tahun yaitu sebanyak 20 orang (66,7%) dari 45 anak, sedangkan anak
terbanyak yang berkemampuan dibantu sebagian berdasarkan jenis
kelamin anak pada anak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 16
orang (55,2%) dari 45 anak, anak terbanyak yang berkemampuan dibantu
sebagian berdasarkan pendidikan anak pada anak yang berpendidikan SD
79
yaitu sebanyak 21 orang (58,3%) dari 45 anak, sedangkan anak terbanyak
yang berkemampuan dibantu sebagian berdasarkan riwayat penyakit pada
anak yang tidak memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 18 orang
(52,9%) dari 45 anak, anak terbanyak yang berkemampuan dibantu
sebagian berdasarkan kelemahan/ kelainan fisik pada anak yang tidak
memiliki kelemahan/ kelainan fisik yaitu sebanyak 21 orang (56,8%) dari
45 anak, dan anak terbanyak yang berkemampuan dibantu sebagian
berdasarkan merawat/ mengasuh anak pada anak yang dirawat/ diasuh
orang tua yaitu sebanyak 20 orang (52,6%).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diajukan antara lain:
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Tenaga kesehatan khususnya perawat dapat memberikan pendidikan
kesehatan secara merata di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan
Down Syndrome Jakarta dan memberikan follow up terutama tentang
perawatan diri pada anak dengan down syndrome untuk meningkatkan
kemampuan perawatan diri pada anak.
2. Bagi Instansi
Pihak pengurus Yayasan diharapkan dapat menginformasikan hasil
penelitian kemampuan perawataan diri pada anak dengan down syndrome
kepada Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
(POTADS) cabang.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan perawatan diri pada anak dengan down
syndrome.
80
DAFTAR PUSTAKA
Apriliyanti, Dewi., Agustina Nugrahini., & Efri Dulie. (2016). Hubungan Pola
Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene pada Anak
Tunagrahita di SLBN 1 Palang Karaya.Jurnal Kebidanan dan Keperawatan,
7(2), 43-50.
Arfandi, Zemmy., Eko Susilo., & Gipta G. Widodo. (2013). Hubungan Antara
Dukungan Sosial Keluarga dengan Kemampuan Perawatan Diri pada Anak
Retardasi Mental di SLB Negeri Ungaran. Stikes Ngudi Waluyo Ungaran.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asmadi.(2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Basuni, Muh. (2012). Pembelajaran Bina Diri pada Anak Tunagrahita
Ringan.Jurnal Pendidikan Khusus, 9(1), 12-22.
Betz, Cecily Lynn., & Linda A. Sowden.(2009). Buku Saku Keperawatan
Pediatri. Jakarta: EGC.
Dalton, J., Abdallah, L., Cestari, L. H., & Fawcett, J. (2010).Using Existing
Health Care Organization Data from OASIS and MDS for Orem’s Self-Care
Framework-Based Research.
Dewi, Vonny Khresna. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat
Kemandirian Anak Retardasi Mental Ringan di SDLB YPLB
Banjarmasin.An Nadaa Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(1), 21-25.
Ditasari, Nurmai Niken. (2011). Kemandirian Remaja Down Syndrome.Fakultas
Ilmu Pendidikan UM.
Effendi, Ferry.,& Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, Nurindah., Siti Hildani Thaib., & Ayu Fitriani. (2013). Peran Keluarga
terhadap Anak dengan Sindrom Down di YPAC (Yayasan Pembinaan Anak
Cacat) Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 4(1), 58-64.
81
Fitria, Yeni., Sri Poeranto., & Lilik Supriati. (2016). Analisis Korelasi Penerimaan
dengan Harga Diri Orang Tua dan Stres Pengasuhan dalam Merawat Anak
Retardasi Mental.Mesencephalon Jurnal Kesehatan, 2(4), 276-284.
Hariyanto.(2007). Konsep Dasar Keperawatan dengan Pemetaan Konsep.
Jakarta: Salemba Medika.
Harnilawati.(2013). Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Pustaka As Salam.
Hasanah, Nadia Uswatun., Hery Wibowo.,& Sahadi Humaedi. (2015). Pola
Pengasuhan Orang Tua dalam Upaya Pembentukn Kemandirian Anak Down
Syndrome (Studi Deskriptif Pola Pengasuh Orang Tua Pada Anak Down
Syndrome yang Bersekolah di Kelas CI SD-LB Yayasan Pembina
Pendidikan Luar Biasa Bina Asih Cianjur).Share Social Work Journal, 5(1).
Haston, S. P. (2006). Analisis Data. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Metode Penelitian Keperawatan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika.
http//www.depkes.go.id/download.php%3Ffile%3Ddownload/pusdatin/bulet
in/buletin-disabilitas.pdf
http://www.who.int/disabilities/world_report/2011/en
Jaimovich, S., Campos, M. C., Campos, M. S., & Moore, J. B. (2009). Spanish
Version of the Child and Adolescent Self-Care Performance Quesionnaire:
Psychometric Testing. Pediatric Nursing Journals.
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Data Informasi Kesehatan: Situasi
Penyandang Disabilitas. Jakarta: Kemenkes RI diakses pada tanggal 10
Januari 2018
Lapau, Buchari. (2013). Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lestari, Fiqqi Anggun., & Lely Ika Mariyati.(2015). Resiliensi Ibu yang Memiliki
Anak Down Syndrome di Sidoarjo.Jurnal Psikologi, 3(1), 141-155.
Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Andi.
82
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurbaeti.,& Budi Utomo. (2010). Metodologi Penelitian dalam Bidang
Keperawatan. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nursalam.(2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika.
Ostenjo, S., Bjorbakmo, W., Carlberg, E. B., & Vollestd, N. K. (2006). Assesment
of Everyday Functioning in Young Children with Disabilities: An ICF-based
Analysis of Content of the Pediatric Evaluation of Disability Inventory
(EDI). Disability and Rehabilitation, 28(8), 489-504.
Pieter, Herri., Bethsaida Janiwarti., & Marti Saragih. (2011). Pengantar Psikologi
untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana.
Potter, Perry. (2010). Fundamental of Nursing.Konsep, Proses dan Practice.Edisi
7. Jakarta: EGC.
Ramawati, Dian., Allenidekania., & Besral. (2012). Kemampuan Perawatan Diri
Anak Tuna Grahita Berdasarkan Faktor Eksternal dan Internal Anak. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 15(2), 89-96.
Retnaningsih, Dwi.,& Indri Khizba Dini. (2016). Analisa Dukungan Keluarga
dengan Beban Orang Tua dalam Merawat Anak Penyandang Cacat Tingkat
SD di SLB Negeri Semarang.Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Husada
Semarang.
Ricci, Susan Scott.,& Terri Kyle. (2009). Maternity and Pediatric
Nursing.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Saifudin, Moh. (2013). Peran Keluarga dengan Kemampuan Merawat Diri Anak
Retardasi Mental (RM) Sedang.Journals of Ners Community, 4(1).
Santoso, Hanna.,& Andar Ismail. (2009). Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta:
Gunung Mulia.
Sari, Oktavia Alfita., & Wesiana Heris Santy.(2017). Hubungan Dukungan
Keluarga dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene Anak Tunagrahita
di SLB Tunas Mulya Kelurahan Sememi Kecamatan Benowo.Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 10(2), 164-171
83
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental: Gangguan-gangguan kepribadian,
Reaksi-reaksi Simtom Khusus, Gangguan Penyesuaian Diri, Anak-anak
Luar Biasa, dan Gangguan Mental yang Berat. Yogyakarta: Kanisius.
Shives, Louise Rebraca. (2008). Basic Concepts of sychiatric Mental Health
Nursing (seventh edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Situmeang, Jenny Puspita Sari. (2016). Hubungan Status Sosio Demografi dan
Status Akademik Anak dengan Kemandirian Anak Retardasi Mental di SLB
Yayasan Pembinaan Anak Cacat Manado.E-journal Keperawatan, 4(2), 1-7.
Soetjiningsih.(2013). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Sudarsini.(2017). Bina Diri Bina Gerak. Gunung Samudera.
Sudiono, J. (2009). Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta:
EGC.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
D. Bandung: Alfabeta.
Sumantri, Arif. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Suparmi.(2017). Konsep dan Model Kemandirian Anak dengan Down Syndrome.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Swarjana, I Ketut.(2016). Statistic Kesehatan. Jakarta: Andi Offset.
Swarjana, Ketut. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan: Tuntunan Praktis
Pembuatan Proposal Penelitian untuk Mahasiswa Keperawatan, Kebidanan
dan Profesi Bidang Kesehatan Lainnya. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wasis.(2008). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC.
Widya, Mamad. (2007). Bina Diri Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Dekdikbud.
World Health Organization (WHO). (2011). World Report on Disability.Diakses
pada tanggal 10 Januari 2018
Yusuf, Rizky Fitriyasari., & Hanik Endang Nihayati.(2015). Buku Ajar Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
84
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
PENJELASAN PENELITIAN
UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN
PENELITIAN
Responden yang saya hormati,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Hanna Wiatul Ilmi
NIM : 11141040000011
Alamat : Jl. SD Inpres, RT. 4, RW. 9, No. 27, Cirendeu, Ciputat
Timur.
Adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan
penelitian dengan judul “Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Down
Syndrome di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome”.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi anak/ Bapak/ Ibu
sebagai responden, kerahasiaan semua infromasi yang diberikan akan dijaga dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Prosedur penelitian yang akan
dilakukan adalah mengisi kuesioner yang akan dilakukan oleh Bapak/ Ibu, yang
berisi pertanyaan mengenai biodata dan kemampuan perawatan diri pada anak
Bapak/ Ibu.
Peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak Bapak/ Ibu sebagai
responden dan menjamin kerahasiaan identitas dan data yang akan diberikan.
Responden dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu apabila
menghendakinya.Apabila Bapak/ Ibu menyetujui maka saya mengharap
kesediaannya untuk menandatangani persetujuan dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang telah saya buat.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/ Ibu menjadi responden, saya ucapkan terima
kasih.
Ciputat, Mei 2018
Peneliti,
Lampiran 3
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No Telp/ Hp :
Menyatakan bahwa :
1. Telah mendapatkan penjelasan tentang penelitian “Kemampuan Perawatan
Diri pada Anak dengan Down Syndrome di Yayasan Persatuan Orang Tua
Anak dengan Down Syndrome”.
2. Diberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban dari
Peneliti.
3. Memahami prosedur penelitian yang dilakukan, tujuan, dan manfaat
penelitian yang dilakukan.
Dengan pertimbangan di atas, tanpa ada paksaan dari pihak manapun, saya Orang
Tua/ Pengasuh* dari anak memutuskan Bersedia/ Tidak Bersedia*
berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh:
Nama Peneliti : Hanna Wiatul Ilmi
Alamat : Jl. SD Inpres, RT. 4, RW. 9, No. 27, Cirendeu
Pekerjaan : Mahasiswa
No Telp/ Hp : 085648540911
Demikian pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Ciputat, ……………2018
Responden
*Coret salah satu
Lampiran 4
KUESIONER DATA DEMOGRAFI ANAK
Kemampuan Perawatan Diri pada Anak dengan Down Syndrome di Yayasan
Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome
Tanggal Pengisian ………Mei 2018
Petunjuk Pengisian Kuesioner:
1. Bacalah setiap pertanyaan dibawah ini dengan baik
2. Pertanyaan dibawah ini mohon diisi semuanya
3. Jika kurang mengerti atau ragu, tanyakan pada peneliti
4. Untuk pilihan jawaban, beri tanda ceklis (√) pada kolom jawaban yang sesuai ,
semua pertanyaan harus dijawab dengan satu pilihan.
Nama : ………………(Inisial)
Usia : ………………Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Pendidikan : SDLB SMPLB
SMALB
Riwayat Penyakit : …………........
Sekarang
Kelainan/ Kelemahan : Ada Tidak Ada
Fisik
1. Penglihatan 2. Pendengaran
3. Kedua Tangan 4. Kedua Kaki
Penggunaan Alat : Iya Tidak
Bantu Penglihatan/
Pendengaran/ Jalan
Yang Merawat/ : Orang Tua Pengasuh
Mengasuh : …..........(Lama mengasuh)
Lama bergabung : ………………
dengan Yayasan
POTADS
Lampiran 5
KUESIONER KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI PADA ANAK
DENGAN DOWN SYNDROME
Petunjuk Pengisian: Berikan tanda ceklis (√) pada kotak pilihan jawaban yang
sesuai dengan kemampuan anak sehari-hari. Semua pernyataan harus dijawab
dengan satu pilihan.
NO. KEGIATAN Selalu
Dibantu
Kadang
-kadang
Dibantu
Tidak
Pernah
Dibantu
1. Kebersihan Badan
1. Mencuci muka
2. Mencuci tangan
3. Mencuci kaki
4. Menyikat gigi
5. Mencuci rambut dengan shampoo
6. Menyisir rambut
7. Mandi
8. Buang air kecil
9. Buang air besar
2. Makan dan Minum
1. Memegang piring
2. Mengambil sendok dengan menggunakan
tangan
3. Menyendok makanan dari piring
4. Menggerakkan sendok ke mulut
5. Memegang gelas
6. Menuang air ke gelas
7. Menggerakkan gelas ke dalam mulut
3. Berpakaian
1. Memakai kaos
2. Memakai kemeja
3. Memakai rok/celana pendek
4. Memakai rok/celana panjang
5. Memakai pakaian dalam
6. Memakai kaos kaki
7. Memakai sepatu
8. Mengikat atau mengencangkan tali sepatu
(jika ada)
9. Melepas kaos
10. Melepas kemeja
11. Melepas celana
4. Mobilisasi / Pergerakan
1. Berjalan pada lantai yang datar
2. Berjalan pada lantai yang miring
3. Berjalan jarak dekat (di sekeliling rumah)
4. Berjalan jauh (dari rumah ke jalan raya/
sekolah)
5. Berlari-lari di lingkungan rumah/ sekolah
6. Mendorong kursi atau meja
7. Mengangkat/ memindahkan kursi atau
meja ke tempat lain
8. Turun (bangun) dari tempat tidur
9. Mengangkat benda ringan (<1 kg)
10. Mengangkat benda berat (>2 kg)
11. Masuk/ keluar dari kamar mandi
12. Duduk di kursi
13. Berdiri tegak
14. Melompat
15. Memanjat
KEGIATAN Selalu
Diawasi
Kadang
-kadang
Diawasi
Tidak
Pernah
Diawasi
5. Sosialisasi dan Perkembangan
1. Bermain dengan tetangga/teman di rumah
2. Bermain dengan saudara/ kerabat dalam
keluarga besar
3. Bermain dengan teman di sekolah
KEGIATAN
Tidak
Pernah
Mampu
Kadang
-kadang
Mampu
Selalu
Mampu
4. Dapat menuliskan huruf / abjad
5. Dapat menuliskan 1 kata atau lebih
6. Dapat menulis angka
7. Dapat menyebutkan huruf/ abjad dengan
benar
8. Dapat membaca 1 kata
9. Dapat membaca 1 kalimat
10. Dapat mengikuti perintah
11. Dapat mengungkapkan kesukaan terhadap
sesuatu/ seseorang
6. Pekerjaan Rumah Tangga
1. Mencuci piring/ gelas
2. Menyapu lantai
3. Mengepel lantai
4. Membersihkan jendela
5. Mencuci pakaian
6. Membantu menyediakan makan bagi
anggota keluarga yang lain
7. Merapikan ruang/ kamar tidur
7. Perlindungan Diri
1. Menghindari orang sedang merokok
2. Memakai helm bila naik motor
3. Menghindari api/ sumber listrik/ benda
tajam
Lampiran 6
DISTRIBUSI FREKUENSI ANAK BERDASARKAN SUB-ITEM
PERNYATAAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI ANAK
Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down SyndromeBerdasarkan Sub-item
Pernyataan Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Sub-Item
Kebersihan
Badan
Kemampuan
Jumlah Tidak Pernah
Dibantu
Kadang-kadang
Dibantu
Selalu
Dibantu
n % n % n % n %
Mencuci Muka 14 31,1 30 66,7 1 2,2 45 100
Mencuci tangan 23 51,1 22 48,9 0 0 45 100
Mencuci Kaki 20 44,4 24 53,3 1 2,2 45 100
Menyikat Gigi 8 17,8 35 77,8 2 4,4 45 100
Mencuci Rambut 5 11,1 26 57,8 14 31,1 45 100
Menyisir Rambut 20 44,4 19 42,2 6 13,3 45 100
Mandi 6 24,4 28 62,2 11 24,4 45 100
BAB 22 48,9 16 35,6 7 15,6 45 100
BAK 10 22,2 14 31,1 21 46,7 45 100
Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down SyndromeBerdasarkan Sub-item
Pernyataan Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Sub-Item
Makan dan Minum
Kemampuan
Jumlah Tidak Pernah
Dibantu
Kadang-kadang
Dibantu
Selalu
Dibantu
n % n % n % n %
Memegang Piring 30 66,7 15 33,3 0 0 45 100
Mengambil Sendok 34 75,6 11 24,4 0 0 45 100
Menyendok Makanan 22 48,9 23 51,1 0 0 45 100
Menggerakkan Sendok
ke Mulut 30 66,7 15 33,3 0 0 45 100
Memegang Gelas 34 75,6 34 75,6 0 0 45 100
Menuang Air ke Gelas 17 37,8 27 60,0 1 2,2 45 100
Menggerakkan Gelas ke
Mulut 34 75,6 11 24,4 0 0 45 100
Tabel 5.11
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down SyndromeBerdasarkan Sub-item
Pernyataan Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Sub-Item
Berpakaian
Kemampuan
Jumlah Tidak Pernah
Dibantu
Kadang-kadang
Dibantu
Selalu
Dibantu
n % n % n % n %
Memakai kaos 20 44,4 25 55,6 0 0 45 100
Memakai kemeja 9 20,0 26 57,8 10 22,2 45 100
Memakai rok/celana
pendek 18 40,0 27 60,0 0 0 45 100
Memakai rok/celana
panjang 14 31,1 30 66,7 1 2,2 45 100
Memakai pakaian
dalam 21 46,7 24 53,3 0 0 45 100
Memakai kaos kaki 19 42,2 21 46,7 5 11,1 45 100
Memakai sepatu 13 28,9 31 68,9 1 2,2 45 100
Mengikat tali sepatu 3 6,7 19 42,2 23 51,1 45 100
Melepas kaos 24 53,3 21 46,7 0 0 45 100
Melepas kemeja 14 31,1 22 48,9 9 20,0 45 100
Melepas celana 23 51,1 22 48,9 0 0 45 100
Tabel 5.12
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down SyndromeBerdasarkan Sub-item
Pernyataan Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Sub-Item
Mobilisasi/ Pergerakan
Kemampuan
Jumlah Tidak Pernah
Dibantu
Kadang-kadang
Dibantu
Selalu
Dibantu
n % n % n % n %
Berjalan pada lantai
datar 44 97,8 1 2,2 0 0 45 100
Berjalan pada lantai
miring 24 53,3 19 42,2 2 4,4 45 100
Berjalan jarak dekat 42 93,3 3 6,7 0 0 45 100
Berjalan jauh 26 57,8 12 26,7 7 15,6 45 100
Berlari-lari 41 91,1 4 8,9 0 0 45 100
Mendorong kursi 33 73,3 10 22,2 2 4,4 45 100
Mengangkat kursi 32 71,1 13 28,9 0 0 45 100
Turun dari tempat tidur 44 97,8 1 2,2 0 0 45 100
Mengangkat benda
ringan 40 88,9 4 8,9 1 2,2 45 100
Mengangkat benda berat 19 42,2 22 48,9 4 8,9 45 100
Masuk/ keluar dari
kamar mandi 31 68,9 14 31,1 0 0 45 100
Duduk di kursi 45 100 0 0 0 0 45 100
Berdiri tegak 44 97,8 1 2,2 0 0 45 100
Melompat 32 71,1 11 24,4 2 4,4 45 100
Memanjat 19 42,2 20 44,4 6 13,3 45 100
Tabel 5.13
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down SyndromeBerdasarkan Sub-item
Pernyataan Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Sub-Item
Sosialisasi/
Perkembangan
Kemampuan
Jumlah Selalu
Mampu
Kadang-kadang
Mampu
Tidak Pernah
Mampu
n % n % n % n %
Bermain dengan
tetangga/teman 7 13,3 32 71,1 6 13,3 45 100
Bermain dengan saudara/
kerabat 4 8,9 22 48,9 19 42,2 45 100
Bermain dengan teman di
sekolah 8 17,8 26 57,8 11 24,4 45 100
Dapat menuliskan huruf /
abjad 8 17,8 25 55,6 12 26,7 45 100
Dapat menuliskan 1 kata
atau lebih 15 33,3 16 35,6 14 31,1 45 100
Dapat menulis angka 8 17,8 26 57,8 11 24,4 45 100
Dapat menyebutkan huruf/
abjad 4 8,9 24 53,3 17 37,8 45 100
Dapat membaca 1 kata 17 37,8 15 33,3 13 28,9 45 100
Dapat membaca 1 kalimat 24 53,3 12 26,7 9 20,0 45 100
Dapat mengikuti perintah 27 60,0 18 40,0 0 0 45 100
Dapat mengungkapkan
kesukaan 31 68,9 13 28,9 1 2,2 45 100
Tabel 5.14
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down SyndromeBerdasarkan Sub-item
Pernyataan Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Sub-Item
Pekerjaan
Rumah Tangga
Kemampuan
Jumlah Selalu
Mampu
Kadang-kadang
Mampu
Tidak Pernah
Mampu
n % n % n % n %
Mencuci piring/ gelas 7 15,6 24 53,3 14 31,1 45 100
Menyapu lantai 10 22,2 28 62,2 7 15,6 45 100
Mengepel lantai 7 15,6 28 62,2 10 22,2 45 100
Membersihkan jendela 5 11,1 28 62,2 12 26,7 45 100
Mencuci pakaian 2 4,4 19 42,2 24 53,3 45 100
Membantu menyediakan
makan 12 26,7 22 48,9 11 24,4 45 100
Merapikan ruang/ kamar
tidur 11 24,4 26 57,8 8 17,8 45 100
Tabel 5.15
Distribusi Frekuensi Anak dengan Down SyndromeBerdasarkan Sub-item
Pernyataan Kemampuan Perawatan Diri Anak di Yayasan POTADS Jakarta
Tahun 2018 (N= 45)
Sub-Item
Perlindungan Diri
Kemampuan
Jumlah Selalu
Mampu
Kadang-kadang
Mampu
Tidak Pernah
Mampu
n % n % n % n %
Menghindari orang sedang
merokok 20 44,4 19 42,2 6 13,3 45 100
Memakai helm bila naik
motor 26 57,8 17 37,8 2 4,4 45 100
Menghindari api/ sumber
listrik/ benda tajam 19 42,2 22 48,9 4 8,9 45 100
Hasil Uji Validitas Kuesioner
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Skor Jawaban Q1 143.00 326.320 .660 .951
Skor Jawaban Q2 142.85 325.895 .724 .951
Skor Jawaban Q3 142.96 327.318 .589 .952
Skor Jawaban Q4 143.27 325.645 .760 .951
Skor Jawaban Q5 143.50 322.740 .630 .951
Skor Jawaban Q6 143.00 326.720 .561 .952
Skor Jawaban Q7 143.38 322.006 .721 .951
Skor Jawaban Q8 143.15 320.535 .664 .951
Skor Jawaban Q9 143.54 315.218 .752 .951
Skor Jawaban Q10 142.69 329.102 .545 .952
Skor Jawaban Q11 142.58 334.014 .296 .953
Skor Jawaban Q12 142.81 331.922 .386 .952
Skor Jawaban Q13 142.65 330.075 .499 .952
Skor Jawaban Q14 142.65 330.075 .499 .952
Skor Jawaban Q15 142.92 328.314 .613 .952
Skor Jawaban Q16 142.65 328.555 .585 .952
Skor Jawaban Q17 142.85 328.215 .595 .952
Skor Jawaban Q18 143.38 330.246 .408 .952
Skor Jawaban Q19 142.92 325.754 .761 .951
Skor Jawaban Q20 142.96 329.558 .559 .952
Skor Jawaban Q21 142.92 327.594 .655 .952
Skor Jawaban Q22 142.85 326.855 .518 .952
Skor Jawaban Q23 143.08 333.674 .301 .953
Skor Jawaban Q24 143.69 336.062 .121 .954
Skor Jawaban Q25 142.73 329.645 .510 .952
Skor Jawaban Q26 143.15 324.695 .551 .952
Skor Jawaban Q27 142.73 326.125 .705 .951
Skor Jawaban Q28 142.27 339.325 .000 .953
Skor Jawaban Q29 142.69 331.822 .341 .953
Skor Jawaban Q30 142.35 340.155 -.090 .953
Skor Jawaban Q31 142.42 341.054 -.137 .954
Skor Jawaban Q32 142.38 336.486 .229 .953
Skor Jawaban Q33 142.65 336.315 .152 .953
Skor Jawaban Q34 142.58 333.694 .315 .953
Skor Jawaban Q35 142.46 339.538 -.025 .954
Skor Jawaban Q36 142.46 333.378 .394 .952
Skor Jawaban Q37 143.00 326.000 .489 .952
Skor Jawaban Q38 142.69 326.782 .584 .952
Skor Jawaban Q39 142.38 340.566 -.112 .954
Skor Jawaban Q40 142.42 339.774 -.043 .954
Skor Jawaban Q41 142.73 332.045 .327 .953
Skor Jawaban Q42 143.00 333.200 .233 .953
Skor Jawaban Q43 143.27 330.365 .420 .952
Skor Jawaban Q44 143.00 329.680 .347 .953
Skor Jawaban Q45 143.31 326.222 .529 .952
Skor Jawaban Q46 143.19 326.402 .553 .952
Skor Jawaban Q47 143.38 323.606 .549 .952
Skor Jawaban Q48 143.15 324.615 .607 .952
Skor Jawaban Q49 143.19 324.642 .632 .951
Skor Jawaban Q50 143.38 321.766 .618 .951
Skor Jawaban Q51 143.46 320.898 .620 .951
Skor Jawaban Q52 142.92 329.594 .539 .952
Skor Jawaban Q53 142.62 331.606 .362 .953
Skor Jawaban Q54 143.50 321.860 .729 .951
Skor Jawaban Q55 143.23 328.105 .572 .952
Skor Jawaban Q56 143.35 326.075 .639 .951
Skor Jawaban Q57 143.38 325.286 .578 .952
Skor Jawaban Q58 143.73 327.405 .550 .952
Skor Jawaban Q59 143.23 323.305 .599 .952
Skor Jawaban Q60 143.12 323.786 .688 .951
Skor Jawaban Q61 143.04 323.158 .567 .952
Skor Jawaban Q62 142.73 331.645 .346 .953
Skor Jawaban Q63 143.12 326.906 .490 .952
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.953 63
Hasil Oalahan SPSS Univariat
a. Karakteristik Anak
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
6-9 tahun 30 66.7 66.7 66.7
10-13 tahun 8 17.8 17.8 84.4
14-17 tahun 7 15.6 15.6 100.0
Total 45 100.0 100.0
Jenis_kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 29 64.4 64.4 64.4
Perempuan 16 35.6 35.6 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
SD 36 80.0 80.0 80.0
SMP 6 13.3 13.3 93.3
SMA 3 6.7 6.7 100.0
Total 45 100.0 100.0
riwayat_penyakit
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Ada 11 24.4 24.4 24.4
Tidak Ada 34 75.6 75.6 100.0
Total 45 100.0 100.0
kelemahan_fisik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Ada 8 17.8 17.8 17.8
Tidak Ada 37 82.2 82.2 100.0
Total 45 100.0 100.0
yang_merawat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Orang Tua 38 84.4 84.4 84.4
Pengasuh 7 15.6 15.6 100.0
Total 45 100.0 100.0
b. Kemampuan Perawatan Diri Anak
Perawatan_Diri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
mandiri 10 22.2 22.2 22.2
dibantu sebagian 24 53.3 53.3 75.6
dibantu total 11 24.4 24.4 100.0
Total 45 100.0 100.0
c. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Subvariabel Kuesioner
Kebersihan_Diri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
mandiri 15 33.3 33.3 33.3
dibantu sebagian 22 48.9 48.9 82.2
dibantu total 8 17.8 17.8 100.0
Total 45 100.0 100.0
Makan_Minum
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
mandiri 22 48.9 48.9 48.9
dibantu sebagian 13 28.9 28.9 77.8
dibantu total 10 22.2 22.2 100.0
Total 45 100.0 100.0
Berpakaian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
mandiri 12 26.7 26.7 26.7
dibantu sebagian 24 53.3 53.3 80.0
dibantu total 9 20.0 20.0 100.0
Total 45 100.0 100.0
Mobilisasi_Pergerakan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
mandiri 15 33.3 33.3 33.3
dibantu sebagian 21 46.7 46.7 80.0
dibantu total 9 20.0 20.0 100.0
Total 45 100.0 100.0
Sosialissi_Perkembangan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
mandiri 12 26.7 26.7 26.7
dibantu sebagian 23 51.1 51.1 77.8
dibantu total 10 22.2 22.2 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pekerjaan_Rumah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
mandiri 13 28.9 28.9 28.9
dibantu sebagian 25 55.6 55.6 84.4
dibantu total 7 15.6 15.6 100.0
Total 45 100.0 100.0
Perlindungan_Diri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
mandiri 21 46.7 46.7 46.7
dibantu sebagian 18 40.0 40.0 86.7
dibantu total 6 13.3 13.3 100.0
Total 45 100.0 100.0
d. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Usia Anak
Usia * PerawatanDiri Crosstabulation
PD Total
mandiri dibantu sebagian dibantu total
Usia
6-9 tahun
Count 1 20 9 30
% within Usia 3.3% 66.7% 30.0% 100.0%
% within PD 10.0% 83.3% 81.8% 66.7%
% of Total 2.2% 44.4% 20.0% 66.7%
10-13 tahun
Count 4 2 2 8
% within Usia 50.0% 25.0% 25.0% 100.0%
% within PD 40.0% 8.3% 18.2% 17.8%
% of Total 8.9% 4.4% 4.4% 17.8%
14-17 tahun
Count 5 2 0 7
% within Usia 71.4% 28.6% 0.0% 100.0%
% within PD 50.0% 8.3% 0.0% 15.6%
% of Total 11.1% 4.4% 0.0% 15.6%
Total Count 10 24 11 45
% within Usia 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
% within PD 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
e. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Jenis Kelamin Anak
Jenis_kelamin * PerawatanDiri Crosstabulation
PD Total
mandiri dibantu
sebagian
dibantu
total
Jenis_
kelamin
Laki-laki
Count 6 16 7 29
% within Jenis_kelamin 20.7% 55.2% 24.1% 100.0%
% within PD 60.0% 66.7% 63.6% 64.4%
% of Total 13.3% 35.6% 15.6% 64.4%
Perempuan
Count 4 8 4 16
% within Jenis_kelamin 25.0% 50.0% 25.0% 100.0%
% within PD 40.0% 33.3% 36.4% 35.6%
% of Total 8.9% 17.8% 8.9% 35.6%
Total
Count 10 24 11 45
% within Jenis_kelamin 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
% within PD 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
f. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Pendidikan Anak
pendidikan * PerawatanDiri Crosstabulation
PD Total
mandiri dibantu
sebagian
dibantu total
pendidikan
SD
Count 4 21 11 36
% within pendidikan 11.1% 58.3% 30.6% 100.0%
% within PD 40.0% 87.5% 100.0% 80.0%
% of Total 8.9% 46.7% 24.4% 80.0%
SMP
Count 4 2 0 6
% within pendidikan 66.7% 33.3% 0.0% 100.0%
% within PD 40.0% 8.3% 0.0% 13.3%
% of Total 8.9% 4.4% 0.0% 13.3%
SMA
Count 2 1 0 3
% within pendidikan 66.7% 33.3% 0.0% 100.0%
% within PD 20.0% 4.2% 0.0% 6.7%
% of Total 4.4% 2.2% 0.0% 6.7%
Total
Count 10 24 11 45
% within pendidikan 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
% within PD 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
g. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Riwayat Penyakit Anak
riwayat_penyakit * PerawatanDiri Crosstabulation
PD Total
mandiri dibantu
sebagian
dibantu
total
riwayat_
penyakit
Ada
Count 1 6 4 11
% within riwayat_penyakit 9.1% 54.5% 36.4% 100.0%
% within PD 10.0% 25.0% 36.4% 24.4%
% of Total 2.2% 13.3% 8.9% 24.4%
Tidak
Ada
Count 9 18 7 34
% within riwayat_penyakit 26.5% 52.9% 20.6% 100.0%
% within PD 90.0% 75.0% 63.6% 75.6%
% of Total 20.0% 40.0% 15.6% 75.6%
Total
Count 10 24 11 45
% within riwayat_penyakit 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
% within PD 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
h. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Kelemahan/ Kelainan Fisik
kelemahan_fisik * PerawatanDiri Crosstabulation
PD Total
mandiri dibantu
sebagian
dibantu
total
kelemahan_f
isik
Ada
Count 2 3 3 8
% within kelemahan_fisik 25.0% 37.5% 37.5% 100.0%
% within PD 20.0% 12.5% 27.3% 17.8%
% of Total 4.4% 6.7% 6.7% 17.8%
Tidak
Ada
Count 8 21 8 37
% within kelemahan_fisik 21.6% 56.8% 21.6% 100.0%
% within PD 80.0% 87.5% 72.7% 82.2%
% of Total 17.8% 46.7% 17.8% 82.2%
Total
Count 10 24 11 45
% within kelemahan_fisik 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
% within PD 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
i. Kemampuan Perawatan Diri Berdasarkan Merawat/ Mengasuh Anak
yang_merawat * PerawatanDiri Crosstabulation
PD Total
mandiri dibantu
sebagian
dibantu
total
yang_me
rawat
Orang Tua
Count 9 20 9 38
% within yang_merawat 23.7% 52.6% 23.7% 100.0%
% within PD 90.0% 83.3% 81.8% 84.4%
% of Total 20.0% 44.4% 20.0% 84.4%
Pengasuh
Count 1 4 2 7
% within yang_merawat 14.3% 57.1% 28.6% 100.0%
% within PD 10.0% 16.7% 18.2% 15.6%
% of Total 2.2% 8.9% 4.4% 15.6%
Total
Count 10 24 11 45
% within yang_merawat 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%
% within PD 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 22.2% 53.3% 24.4% 100.0%