kel-4-bab-12345

90
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plak gigi yang kemudian dikenal dengan sebutan plak merupakan salah satu deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang melekat erat pada permukaan gigi. Deposit organik lain seperti material alba, kalkulus, dan stain (pewarnaan) memiliki perbedaan karakteristik sehingga dapat dibedakan dari plak. Plak dapat terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan kebersihan mulut dan dipengaruhi oleh makanan dan aliran saliva dalam rongga mulut (Dewi, 2008). Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan termasuk plak. Tandanya adalah demineralisasi keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd, 1991). Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam jangka waktu yang

Upload: anggunulfanurpratiwi

Post on 21-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

stogma 2

TRANSCRIPT

Page 1: kel-4-bab-12345

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plak gigi yang kemudian dikenal dengan sebutan plak merupakan salah satu

deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang melekat erat pada

permukaan gigi. Deposit organik lain seperti material alba, kalkulus, dan stain

(pewarnaan) memiliki perbedaan karakteristik sehingga dapat dibedakan dari

plak. Plak dapat terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan kebersihan

mulut dan dipengaruhi oleh makanan dan aliran saliva dalam rongga mulut

(Dewi, 2008).

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan

sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu

karbohidrat yang dapat diragikan termasuk plak. Tandanya adalah demineralisasi

keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya

terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan

periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd, 1991).

Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies pada gigi desidui yang

disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk

karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam jangka waktu yang panjang,

yang dulu disebut juga dengan karies botol susu. Setelah dilaksanakannya

Conference on Early Childhood Caries pada tahun 1999, maka istilah Early

Childhood Caries diindikasikan untuk gigi dengan hilangnya kekuatan gigi baik

disertai kavitas atau non kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau adanya

tambalan pada permukaan gigi desidui pada anak dibawah umur 6 tahun

(Sumawinata, 1994).

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai plak, mekanisme terbentuknya

plak, mekanisme terbentuknya karies gigi serta faktor yang berpengaruh termasuk

pencegahan dan penanganan karies gigi. Selain itu juga dibahas mengenai Early

childhood caries atau baby bottle karies yang menyerang gigi desidui dan

penanganannya.

1

Page 2: kel-4-bab-12345

2

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme pembentukan plak?

2. Bagaimana patofisiologi terjadinya karies?

3. Apa yang dimaksud caries dan apa penyebabnya?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme terbentuknya

plak dan mekanisme terbentuknya karies termasuk faktor-faktor yang

mempengaruhi, cara penanganannya dan patofisiologi penyakit pulpa dan

periapikal, serta mengenai caries.

1.4 Hipotesa

Plak berperan penting dalam terjadinya karies gigi dan penyakit jaringan keras gigi lainnya.

Page 3: kel-4-bab-12345

3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plak

2.1.1 Definisi Plak

Plak gigi yang kemudian dikenal dengan sebutan plak merupakan salah

satu deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang melekat erat

pada permukaan gigi. Deposit organik lain seperti material alba, kalkulus, dan

stain (pewarnaan) memiliki perbedaan karakteristik sehingga dapat dibedakan dari

plak. Plak dapat terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan kebersihan

mulut dan dipengaruhi oleh makanan dan aliran saliva dalam rongga mulut. Plak

tersusun atas sel-sel epitel rongga mulut yang telah mengalami deskuamasi, sel-

sel leukosit PMN, makrofag, dan bakteri. Sel-sel ini terdapat di dalam matriks

ekstraseluler yang terdiri dari protein, polisakarida, dan lemak. Komponen

anorganik yang terdapat pada plak adalah kalsium, fosfat, magnesium, sodium,

dan potassium (Dewi, 2008)

2.1.2 Proses Terbentuknya Plak

Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh

substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian dilanjutkan

dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam tiga tahap yaitu

pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak. Plak terbentuk ketika

pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung (Putri, 2010).

Tahap pertama proses pembentukan plak gigi adalah melekatnya pelikel

pada email gigi. Pelikel adalah lapisan tipis protein saliva yang melekat pada

permukaan gigi hanya dalam beberapa menit setelah dibersihkan. Pelikel tersebut

berasal dari saliva dan cairan sulkus, begitu juga dari produk sel bakteri dan

pejamu, dan debris. Pelikel melindungi email dari aktivitas asam dan sebagai

perekat dua sisi, sisi yang satu melekat pada permukaan gigi dan menyediakan

permukaan lengket pada sisi yang lainnya yang memudahkan bakteri menempel

3

Page 4: kel-4-bab-12345

4

pada gigi. Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif, yang bertindak sebagai

pelumas permukaan dan mencegah desikasi (pengeringan jaringan) (Putri, 2010).

Tahap kedua proses pembentukan plak gigi adalah pelikel dikolonisasi

oleh bakteri coccus gram positif diantaranya Streptococcus mutans dan

Streptococcus sanguins dengan mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan

menjadi asam melalui proses fermentasi. Pengkoloni awal tersebut melekat ke

pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik yang berada pada

permukaan bakteri. Asam akan terus diproduksi oleh bakteri. Masa plak kemudian

mengalami pematangan bersamaan dengan pertumbuhan bakteri yang telah

melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesies lainnya (Putri, 2010).

Tahap ketiga terjadi kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan air liur

dalam mulut membentuk suatu substansi berwarna kekuningan yang melekat pada

permukaan gigi yang disebut plak. Fase akhir pematangan plak pada hari ke 7

ditandai dengan menurunnya jumlah bakteri gram positif dan meningkatnya

bakteri gram negatif. Plak bila tidak dibersihkan dapat mengalami pengerasan

atau mineralisasi sehingga membentuk karang gigi yang melekat pada permukaan

gigi. Semakin lama plak tidak dibersihkan, semakin besar pula kemungkinan plak

menjadi tempat perlekatan kotoran patogen yang potensial terhadap inang (Putri,

2010).

2.2 Karies

2.2.1 Definisi

Karies adalah kematian tulang yang kemudian akan melunak, berubah

warna, dan porus, menimbulkan inflamasi di periosteum dan jaringan sekitarnya.

Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh ulah

mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan sehingga terbentuk

asam dan menurunkan pH kritis. Akibatnya terjadi demineralisasi jarngan keras

gigi. Tanda karies adalah terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin

diikuti oleh disintegrasi bagian organiknya (Narlan, 2004).

2.2.2 Faktor-faktor penyebab karies

Page 5: kel-4-bab-12345

5

1. Peran karbohidrat makanan

Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang

menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan

demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembutan

asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian,

tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya (Kidd dan Sally, 1991).

2. Plak

Plak gigi merupakan lengketan yang berisi baketri beserta produk-

produknya, yag terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini

tidak terjadi secara kebetulan melainkan melalui serangkaian tahapan (Kidd

dan Sally, 1991).

Jika email yang bersih terpapar di rongga mulut maka akan ditutupi

leh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama

terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segara

setelah penyikatan gigi. Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu

melekatnya bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi (Kidd dan Sally,

1991).

Peran bakeri:

Streptococcus mutans dan laktobasillus merupakan kuman yang

kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat

diragikan. Kuman-kuman tersebut dapat tumbuh suber dalam suasana asam

dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat

polisakarida ekstra sel yang sangat lngket dari karbohidrat makanan.

Poisakarida ini, yang terutama terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan

matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteri-

bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain.

Dan karena plak makin tebal maka hal ini akan menghambat fungsi saliva

dalam menetralkan plak tersebut (Kidd dan Sally, 1991).

3. Kerentanan permukaan gigi

Morfologi gigi: daerah yang rentan

Page 6: kel-4-bab-12345

6

Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentunya

karies. Olek larena itu kawasan gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat

mungkin diserang karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies

tersebut adalah (Behrman dkk, 2000):

a. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal

molar dan pit palatal insisif.

b. Permukaan halus di daearh aproksimal sedikit dibawah titik kontak.

c. Email pada tepian di daerah laher gigi sedikit di atas tepi gingiva.

d. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat

melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit

periodontium.

e. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.

f. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

Lingkungan gigi: saliva, cairan celah gusi, dan fluor

Dalam keadaan normal, gigi geligi selalu dibasahi oleh saliva. Karena

kerentanan gigi terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungan, maka

peran saliva sangat besar sekali. Saliva mampu meremineralisasikan karies

yang masih dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat.

Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion

flour. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme di dalam plak, saliva

juga mempengaruhi pH nya. Karena itu, jika aliran saliva berkurang atau

menghilang, maka karies mungkin akan tidak terkendali (Behrman dkk, 2000).

Pada daerah tepi gingiva, gigi dibasahi oleh cairan celah gusi walaupun

dengan tiadanya inflamasi gingiva volume cairan ini bisa diabaikan. Cairan

celah gusi mengandung antibodi yang di dapat dari serum yang spesifik

terhadap S. Mutans. Peran antibodi ini sedang diteliti dan fungsi yang pasti

dari antibodi ini masih harus ditentukan (Behrman dkk, 2000).

Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan

lingkungannya merangsang efek anti karies dalam beberapa cara. Kadar F

yang bergabung dengan email selama proses pertumbuhan gigi bergantung

Page 7: kel-4-bab-12345

7

kepada ketersediaan F dalam air minum atau makanan lain yang mengandung

flour. Email yang mempunyai kadar F lebih tinggi, tidak dengan sendirinya

rsisten terhadap serangan asam. Akan tetapi, tersedianya F disekitar gigi

selama proses pelarutan email akan mempengaruhi poses remineralisasi dan

demineralisasi, terutama proses remineralisasi. Disamping itu, F

mempengaruhi bakteri plak dalam membentuk asam (Behrman dkk, 2000).

4. Waktu

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral

selma berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies

tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh

karena itu, bila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak

menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam buln

atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik

untuk menghentikan penyakit ini (Behrman dkk, 2000).

Mikroorganisme

Tidak karies Tidak karies

Karie s

Host & gigi Substrat

Tidak karies Tidak karies

Waktu

2.2.3 Proses Terjadinya Karies

Dentin adalah suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi

perpanjangan sitoplasma odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa

dan kelangsungan hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase

laimfatik jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin harus dianggap menyatu dengan

pulpa karena kedua jaringan itu terikat sangat erat satu sama lain. Kompleks

(Kidd dan Sally, 1991).

Page 8: kel-4-bab-12345

8

dentin – pulpa, seperti halnya jaringan vital lain di dalam tubuh mampu

mempertahankan dirinya. Keadaan ini setiap saat bergantung pada keadaan

keseimbangan antara kekuatan yang mengganggu dengan reaksi pertahanan yang

mampu dibuatnya (Samaranayake, 2006).

Tahap-tahap pembentukan karies sampai hingga perjalarannya mencapai

pulpa dapat diringkas sebagai berikut :

a. Gigi yang sehat

Email gigi adalah lapisan luar yang keras seperti Kristal luar. Dentin

adalah lapisan yang lebih lembut dibawah email. Kamar pulpa berisi nerves dan

pembuluh darah merupakan bagian hidup dari gigi.

b. Lesiputih

Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan

gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada

waktu tertentu yang berubah menjadi asamlaktat yang akan menurunkan pH

mulut, dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies

gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi internal berjalan kearah dentin

melalui lubang focus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).

Bakteri yang tertarik kepada gula dan karbohidrat akan membentuk asam.

Asam akan menyerang crystal apatit proses ini dikenal dengan proses

demineralisasi. Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai

tiga minggu menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak

putih menjadi kavitasi tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan

kisaran 6 bulan keatas dan kebawah, pada umur 15 tahun 2 tahun dan pada

umur 21-24 tahun hamper tiga tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual.

Sekarang ini karena banyak pemakaian flourida, tanda yang pertama ini

ditandai degan adanya suatu noda putih atau lesi putih. Pada tahap ini, proses

terjadinya karies dapat dikembalikan.

c. Karies email

Page 9: kel-4-bab-12345

9

Proses demineralisasi berlanjut email mulai pecah. Sekali ketika

permukaan email rusak, gigi tidak bias lagi memperbaiki dirinya sendiri.

Kavitas harus dibersihkan dan direstorasi oleh dokter gigi.

d. Karies dentin

Karies sudah mencapai kedalam dentin, dimana karies ini dapat menyebar

dan mengikis email.

e. Karies mencapai pulpa

Jika karies dibiarkan tidak terawat, akan mencapai pulpa gigi. Disinilah

dimana saraf gigi dan pembuluh darah dapat ditemukan. Pulpa akan terinfeksi.

Abses atau fistula (jalan dari nanah) dapat terbentuk dalam jaringan ikat yang

halus (Kiid, 1992)

2.2.4 Klasifikasi Karies Gigi

Gambar 2.3. Anatomi Gigi Sehat dan Gigi Karies

2.2.4.1 Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)

a. Karies Superfisialis

Di mana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena

(Kidd, 1991).

Page 10: kel-4-bab-12345

10

Gambar 2.4. Karies Superfisialis

b. Karies Media

Di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin

(Kidd, 1991).

Gambar 2.5. Karies Media

c. Karies Profunda

Di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang

sudah

mengenai pulpa (Kidd, 1991).

Page 11: kel-4-bab-12345

11

Gambar 2.6. Karies Profunda

2.2.4.2 Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya

a. Karies Ringan

Kasusnya disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi yang paling

rentan seperti pit (depresi yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat

pada permukaan oklusal dari gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam

dan memanjang pada permukaan gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya

mengenai lapisan email (iritasi pulpa) (Kidd, 1991).

b. Karies Sedang

Kasusnya dikatakan sedang jika serangan karies meliputi permukaan

oklusal dan aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai

lapisan dentin (hiperemi pulpa) (Kidd, 1991).

c. Karies Berat/Parah

Kasusnya dikatakan berat jika serangan juga meliputi gigi anterior yang

biasanya bebas karies. Kedalaman karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa

tertutup maupun pulpa terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi

anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa (Kidd, 1991).

Menurut Parkin dalam G.V. Black bahwa klasifikasi karies gigi dapat

dibagi atas 5, yaitu:

a. Kelas I adalah karies yang mengenai permukaan oklusal gigi posterior.

Page 12: kel-4-bab-12345

12

b. Kelas II adalah karies gigi yang sudah mengenai permukaan oklusal dan bagian

aproksimal gigi posterior.

c. Kelas III adalah karies yang mengenai bagian aproksimal gigi anterior.

d. Kelas IV adalah karies yang sudah mengenai bagian aproksimal dan meluas ke

bagian insisal gigi anterior.

e. Kelas V adalah karies yang mengenai bagian servikal gigi anterior dan

posterior.

2.2.5 Bakteri Penyebab Karies

Plak gigi merupakan factor penyebab karies yang utama. Hal ini

dikarenakan bakteri menghasilkan asam yang dapat melarutkan mineral gigi dan

akhirnya terbentuklah karies atau lubang gigi. Mikroorganisme menempel di gigi

bersama plak sehingga plak terdiri dari mikroorganisme (70 %) dan bahan

antarsel (30%). Plak akan terbentuk apabila adanya karbohidrat, sedangkan karies

akan terbentuk apabila terdapat plak dan karbohidrat.

Tiga jenis bakteri yang sering menyebabkan karies yaitu :

1) Steptococcus

Bakteri kokus gram positif ini adalah penyebab utama Karies dan jumlahnya

terbanyak di dalam mulut, memiliki kecenderungan berbentuk kokus, spesiesnya

yaitu Streptococus mutan, Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis,

Streptokokus mitis dan Stretokokus salivarius yang lain dapat menurunkan pH

medium hingga 4,3%. Sterptococus Mutan terutama terdapat populasi yang

banyak mengkonsumsi sukrosa

2) Actynomyces

Semua spesies aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama membentuk

asamlaktat, asetat, suksinat, danasam format. Actynomyces viscous dan

actynomises naesundil mampu membentuk karies akar, fisur dan merusak

periodontonium.

3) Lactobacilus

Page 13: kel-4-bab-12345

13

Populasinya mempengaruhi kebiasaan makan, tempat yang paling disukai adalah

lesi dentin yang dalam. Lactobasillus hanya dianggap factor pembantu proses

karies.

2.2.6 Pencegahan Karies

Pencegahan karies gigi meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder

dan pencegahan tersier, yaitu:

1. Pencegahan primer

Menurut Alpers (2006) dan Litin (2008) mencegah pembusukan

dengan tindakan pencegahan sebagai berikut :

1) Memilih makanan dengan cermat

Makanan yang mengandung karbohidrat juga berfenmentasi termasuk

gula dan tepung kemudian akan diolah menjadi roti dan keripik kentang.

Karena karbohidrat merupakan sumber makanan penting sehingga jangan

mengurangi karbohidrat yang akan di konsumsi. Mengatur kebiasaan

makan anak dengan sebagai berikut :

a) Menghindari makanan yang lengket dan kenyal seperti snack.

Makanan seperti gula, kacang bersalut gula, sereal kering, roti dan

kismis juga buah yang dikeringkan akan menempel pada gigi. Usahakan

untuk membersihkan gigi dalam waktu 20 menit setelah makan. Apabila

tidak menyikat gigi maka berkumurlah dengan air putih.

b) Memilih snack dengan cermat.

Efek makanan seperti snack dapat menyebabkan gigi berlubang.

Makan snack setiap hari memungkinkan bakteri terus membentuk asam

yang merusak gigi. Jangan makan-makanan manis terus, mengunyah

permen karet atau permen penyegar nafas. Jika ingin menguyah permen

dengan memilih produk yang tidak mengandung gula karena

mengandung xylitol atau aspartam sehingga mengurangi bakteri pembuat

lubang pada gigi.

2) Pemeliharaan gigi

Page 14: kel-4-bab-12345

14

Mulut tidak bisa dihindarkan dari bakteri, tetapi mencegah bakteri

dengan membersihkan mulut dengan teratur. Ajarkan anak untuk

menyikat gigi > 2 kali sehari. Menganjurkan untuk melakukan

pemeriksaan gigi tiap 6 bulam sekali.

3) Pemberian flour

Membubuhkan flour dalam air minum yang kekurangan flour untuk

mencegah karies gigi. Tambahan tersebut dapat berupa tetes atau tablet.

Obat ini biasanya dikumurkan dalam mulut sekitar 30 detik kemudian

dibuang. Anak rentan terhadap gigi berlubang sehingga pemberian flour

secara topikal termasuk pasta gigi yang mengandung flour sangat

bermanfaat.

2. Pencegahan sekunder

1) Penambalan gigi

kerusakan gigi biasanya dihentikan dengan membuang bagian gigi

yang rusak dan diganti dengan tambalan gigi. Jenis bahan tambalan

yang digunakan tergantung dari lokasi dan fungsi gigi. Geraham dengan

tugas mengunyah memerlukan bahan yang lebih kuat dibandingkan gigi

depan. Perak amalgam digunakan pada gigi belakang. Tambalan pada

gigi depan dibuat tidak terlihat, silikat sejenis semen porselen yang

mirip dengan email. Resin komposit adalah bahan yang sering digunakan

pada gigi depan dan belakang bila lubangnya kecil dan merupakan

bahan yang warnanya sama dengan warna gigi. Jika saraf gigi telah rusak dan

tidak dapat diperbaiki maka gigi perlu dicabut.

2) Dental sealant

Perawatan untuk mencegah gigi berlubang dengan menutupi

permukaan gigi dengan suatu bahan. Dental sealant dilakukan pada

permukaan kunyah gigi premolar dan molar. Gigi dicuci dan

dikeringkan kemudian memberi pelapis pada gigi (Lithin, 2008).

3. Pencegahan tersier

Page 15: kel-4-bab-12345

15

Gigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhadap rehabilitasi

dengan pembuatan gigi palsu (Tarigan, 1991).

2.2.7 Penatalaksanaan Karies

1. Perawatan karies pada anak dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Perawatan karies gigi metode preventif

Yaitu jenis perawatan dengan metode pencegahan. Contohnya

dengan Dental Health Education pada pasien. Dalam DHE ini pasien

diajarkan bagaimana cara menggosok gigi dengan benar. Serta penyuluhan

akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut sejak dini (Andlawdan Rock,

1992).

b. Perawatan karies gigi metode operatif

Alasan utama melakukan restorasi pada gigi susu, yaitu untuk

memberikan dan menjamin mastikasi yang nyaman dan efisien pada anak.

Adanya gigi yang terasa ngilu dan sakit dapat menyebab kan seorang anak

menjadi takut dan malas untuk makan. Jika kejadian ini berlangsung dalam

waktu yang cukup lama, makan akan berpengaruh terhadap kecukupan

nutrisinya (Andlawdan Rock, 1992).

2. Perawatan karies pada orang dewasa

Adapun perawatan karies pada orang dewasa, yaitu dengan melakukan

restorasi dengan menggunakan bahan-bahan tambalan, seperti amalgam,

komposit dan semen ionomer kaca.

Perawatan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi:

a. Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih

lanjut. Ini merupakan penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang

ditemukan saat iritasi atau hyperemia pulpa. Bahan yang digunakan yaitu,

amalgam, resin komposit dan glass ionomer. Penambalan dengan inlay juga

bias dilakukan (Srigupta, 2004).

b. Perawatan Saluran Akar (PSA)/ Root Canal Treatment :

Page 16: kel-4-bab-12345

16

Dilakukan bila sudah terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa.

Setelah dilakukan PSA, dibuat restorasi yang dinamakan onlay (Srigupta,

2004).

c. Ekstraksigigi

Merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi. Dilakukan

bila jaringan gigi sudah sangat rusak sehingga tidak dapat direstorasi. Gigi

yang sudah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigip alsu

(denture), implant atau jembatan (bridge) (Srigupta, 2004).

2.2.8 Penegakan Diagnosis Karies

Diagnosis pertama memerlukan inspeksi atau pengamatan pada semua

permukaan gigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi, dan

eksplorer. Radiografi gigi dapat membantu diagnosis, terutama pada kasus karies

interproksimal. Karies yang besar dapat langsung diamati dengan mata telanjang.

Karies yang tidak ekstensif dibantu dulu dengan menemukan daerah lunak pada

gigi dengan eksplorer

Beberapa peneliti gigi telah memperingatkan agar tidak menggunakan

eksplorer untuk menemukan karies. Pada kasus dimana sebuah daerah kecil pada

gigi telah mulai terjadi demineralisasi namun belum membentuk lubang, tekanan

melalui eksplorer dapat merusak dan membuat lubang. Teknik yang umum

digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum berlubang adalah dengan

tiupan udara melalui permukaan yang disangka, untuk membuang embun, dan

mengganti peralatan optik. Transiluminasi serat optik direkomendasikan untuk

mendiagnosis karies kecil (Kidd, 1991).

Karies dapat diidentifikasi sebagai bercak putih dan coklat serta kavitas

pada permukaan bukal dan lingual dapat dilihat jelas denga mata telanjang atau

lewat kaca mulut (Schuurs et.al., 1992). Menurut Ford (1993) diagnosa karies gigi

dapat ditegakkandengan dua cara :

a. Pemeriksaan Subyektif yaitu dengan melakukan anomnesa pada pasien.

b. Pemeriksaan Obyektif yaitu dengan cara klinik,yaitu terbagi atas :

1) Pemeriksaan Visual Langsung

Page 17: kel-4-bab-12345

17

Setelah gigi dibersihkan dan dikeringkan dari plak,dapat dilihat tanda karies

antara lain :

a. bercak putih diemail

b. hilangnya kontur permukaan gigi

c. dentin karies biasanya berwarna kuning atau coklat

2) Transluminasi

Jika gigi disinari, lesi karies akan terlihat sebagai bayangan hitam.

3) Penggunaan Sonde

Sonde dapat digunakan untuk menelusuri permukaan gigi dan mendeteksi pit

dan flour yang melunak karena karies.

4) Pemakaian Benang Gigi

Benang gigi dapat dilewatkan diantara permukaan Proksimal dan jika benang

gigi menjadi rusak ini menandakan adanya tepi email yang kasar dari suatu

kavitas karies.

5) Radiografi

Sinar X akan diserap oleh jaringan keras, sehingga jika sinar X diarahkan ke

gigi akan terbentuk suatu gambaran pada film yang ditempatkan di

belakangnya.

2.2.9 Imunitas Terhadap Karies

Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh

karena itu banyak faktor yang terlibat dalam organisme pertahanan terhadap

bakteri oportunis yang apabila fungsi ini menurun makan bakteri oportunis

tersebut dapat menjadi patogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Dalam hal

ini termasuk bakteri penyebab karies gigi. Perlindungan terhadap karies gigi ini

melibatkan sistem imunitas dan sejumlah faktor-faktor alamiah. Gigi dilindungi

oleh suatu sistem imun di dalam rongga mulut, dimana komponen-komponen

yang dihasilkan oleh kelenjar ludah merupakan hal yang sangat berperan di dalam

sistem imun dalam rongga mulut (Sinulingga, 2002).

Respon imun didalam rongga mulut melewati tiga kompartemene cairan

yang satu dengan lainnya berhubungan yaitu air liur, cairan celah gusi, dan

Page 18: kel-4-bab-12345

18

darah.  Ketiga cairan tersebut bergabung membentuk cairan mulut.  Walaupun

secara kuantitatif cairan mulut terbanyak terdiri dari komponen air liur, secara

kualitatif cairan celah gusi mungkin berperan terhadap sejumlah faktor-faktor

imun yang penting.  Pengaruh komponen celah gusi pada respon imun cairan

rongga mulut yang tidak jelas, tetapi hampir semua polimorfonuklear leukosit

(PMNL) dan sejumlah kecil IgG berasal dari cairan celah gusi. Fungsi utama

imunitas cairan rongga mulut meningkat oleh komponen-komponen

ini (Sinulingga, 2002).

Diagram : Respon Imunologis terhadap Karies

Rongga mulut bayi pada saat dilahirkan dalam keadaan steril, namun

dalam waktu beberapa menit akan terjadi kolonisasi kuman di dalam rongga

mulutnya. Ibu dapat merupakan sumber infeksi oleh kuman Streptokokus mutans,

oleh karena kontak yang dekat seperti ciuman pada bayi. Kolonisasi kuman-

kuman ini akan diikuti dengan produksi antibodi oleh bayi itu sendiri, dimana

sebelumnya bayi sudah mendapat Ig G dari ibunya melalui plasenta. Didalam

Page 19: kel-4-bab-12345

19

saliva ditemukan sekretori imunoglobulin A (slg A) yg mampu menghambat

kolonisasi oral (Sinulingga, 2002).

Produksi antibdi slg A saliva terhadap Streptokokus mutans dapat dibentuk oleh:

a.     Antigen yang masuk secara langsung ke kelenjar saliva minor yang berkembang

di bawah mukosa oral.

b.    Secara tidak langsung menelan Streptokokus dengan konsentrasi yang cukup dan

merangsang jaringan limfosit pada usus untuk membentuk respon imun.

Selanjutnya antibodi serum terhadap kuman Streptokokus mutans dengan jumlah

yang tinggi pada slaiva maternal akan menyebabkan dibentuknya antibodi yang

adekuat. Hasil respon imun ini bekerja aktif dala mencegah kolonisasi

Streptokokus mutans selanjutnya pada gigi yang erupsi (Sinulingga, 2002).

2.2.2.1 Respon Imun Seluler dan Humoral

Dalam imunologi ada dua sistem pertahanan, yaitu seluler dan humoral.

Keduanya dapat bekerja sama dan berhubungan dengan limfosit yang terdapat

dalam darah dan organ-organ limfosit seperti limfa dan kelenjar getah bening.

Untuk proses pendewasaan, sel-sel limfosit yang diperlukan untuk daya tahan

seluler harus melewati kelenjar timus, dimana terjadi kontak dengan sel-sel epitel

dan kelenjar timus. Sel-sel limfosit yang sudah dewasa ini kemudian disebut

dengan sel T. Selain itu terdapat pula sel B yang berasal dari organ yang

mendewasakan sel-sel tersebut. Bila terjadi kontak antara limfosit dewasa (sel B

atau sel T) dengan antigen, maka limfosit yang memiliki reseptor khusus untuk

antigen tersebut akan mengadakan proliferasi. Pada sistem pertahanan seluler

terjadi penambahan dari sel T, terutama subset CD4 yang dapat mengenal antigen-

antigen yang bersangkutan. Sedangkan pada sistem pertahanan humoral, selain

ada penambahan dari sel B, juga terjadi pembentukan dan pelepasan dari reseptor-

reseptor spesifik yang disebut imunoglobulin (Sinulingga, 2002).

Antibodi pada sel yang diproduksi oleh sel B berasal dari slah satu dari

lima kelas molekul protein sesuai dengan fungsinya asing-masing, yaitu:

Page 20: kel-4-bab-12345

20

a.       Ig G, imunoglobulin yang paling banyak terdapat pada ruang intra maupun

ekstraseluler dan dihubungkan dengan imunitas pasif dan imunitas jangka panjang

(long term immunity)

b.      Ig A lain, disebut sekretori Ig A (slg A) yang terdapat pada cairan glandula dan

banyak terdapat pada area mukosa, seperti saluran pernapasan dan saluran

perkemihan. Berfungsi untuk mencegah terkumpulnya antigen.

c.       Ig M mengeliminasi antigen sebelum datang cukup banyak IgG dan merupakan

immunoglobin pertama yang dibentuk sebagai respon terhadap antigen baru

d.      Ig E terdapat pada indivisu normal dengan konsentrasi yang snagat rendah tetapi

bersifat mengikat pada enderita alergi.

e.       Ig D, fungsi utamanya adalah reseptor antigen atau dengan kata lain sebagai

pengenalan antigen oleh sel B (Sinulingga, 2002).

Apabila terjadi kontak baru dengan antigen yang sama, maka akan

dikenali oleh sel T yang spesifik ( sistem pertahanan seluler) atau antibodi yang

ada di dalam sirkulasi (sistem pertahanan humoral). Di dalam rongga mulut,

reaksi pertahanan tidak terjadi pada enamel, karena enamel tidak mempunyai

pembuluh darah (Sinulingga, 2002).

 2.2.2.2 Komponen Mediator sebagai Respon Imun pada Karies Gigi

Boedi Oetomo Roeslan Menyatakan bahwa selama perkembangan karies

gigi, antibodi ditemukan dalam saliva, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin. Hal ini

menunjukkan bahwa saliva, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin dapat

memberikan respon imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab

karies gigi(Sinulingga, 2002).

a.   Saliva

Penelitian Dale B.Mitch et al menunjukkan bahwa penambahan saliva

pada suatu suspensi bakteri oral dapat menyebabkan agregasi bakteri. Pada saliva

setidaknya terdapat komponen sekresi yang terikat pada molekul slg A, membuat

antibosi slg A tahan terhadap enzim proteolitik yang ada pada saliva. Antibosi slg

A saliva bekerja dengan menghambat proses perlekatan sucrose independent tage

san sucrose dependent stage S mutans pada permukaan gigi, sehingga tidak terjadi

aktivitas metabolik. Oleh kaena itu, slg A dianggap sangat efisien pada hampir

Page 21: kel-4-bab-12345

21

semua subjek, seperti permukaan gigi halus yang terpapar jarang terkena karies.

Tetapi pada gigi tertentu (fisur,proksimal, dan servikal) yang tidak dapat

dijangkau oleh komponen saliva, hubungan pertahanan tidak ditemukan antara

titer antibodi dan indeks karies (Sinulingga, 2002).

Mucin saliva dan konstituennya melindungi permukaan mulut dan gigi

melalui berbagai cara: 

1.   Glikoprotein saliva menutupi dan melumasi mukosa.

2.   Enzim antibakteri lisosim pada saliva berfungsi untuk memecahkan dinding sel

bakteri dan berfungsi sebagai penakluk.

3.   Antibodi pada saliva terutama terdiri dari Imunoglobulin (IgA). IgA ini akan

bereksi dengan antigen makanan untuk menetralkan efeknya, selain itu IgA dapat

mencegah perlekatan bakteri dan virus pada permukaan gigi dan mukosa mulut.

4.   enzim sialoperoksidase mempunyai aktivitas antibakteri, khususnya terhadap

laktobasili dan streptokokus. 

5.   Bikarbonat dan fosfat memberi efek buffer pada makanan dan asam bakteri.

6.   Komponen mineral, khususnya kalsium dan ion fosfor berfungsi mempertahankan

intregritas gigi dengan cara memodulasi difusi ion dan mencegah hilangnya ion

mineral dari jaringan gigi (Sinulingga, 2002).

Selain itu pada saliva terdapat faktor-faktor alamiah non spesifik yang juga

berperan dalam melindungi gigi dari karies yaitu

1.         Protein Kaya prolin

Protein kaya prolin (PRP) berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ di

dalan saliva tetap konstan, yang penting artinya dalam penghambatan

demineralisasi dan peningkatan remineralisasi. Selain itu PRP juga berperan untuk

mencegah terbentuknya karang gigi. Protein kaya prolin (Protein Rich Prolin /

PRP) terdiri dari 150-170 asam amino protein saliva. Protein ini memelihara

saliva agar tetap dalam kedaan jenuh terhadap kalsium fosfat dan terdapat juga

pada pelikel enamel. Hal ini menunjukkan bahwa PRP memiliki peranan penting

dalam proses mineralisasi pada permukaan gigi dan juga mempengaruhi

perlekatan bakteri sebelum terbentuknya plak(Sinulingga, 2002).

2.         Laktoferin

Page 22: kel-4-bab-12345

22

Laktoferin di dalam saliva berjumlah kurang dari 1% dari protein ludah.

Didala ludah yang dirangsang konsentrasi laktoferin adalah sekitar 1 mg/100ml.

Laktoferin merupakan glikoprotein yang mengikat ion-ion spesifik Fe3+ di dalam

cairan eksokrin. Efek bakteriostatik maupun bakterimia laktoferin terhadap

S.mutans bekerja sangat baikpada konsentrasi 15 mg/100 mL. aktifitas bakterisid

laktoferin langsung menembus pada permukaan sel. Struktur sel bakteri terluar

seperti membran terluar dan kapsul memiliki suatu sistem perlindungan untuk

mengatasi aktifitas laktoferin (Sinulingga,2002).

Efek antimikrobial laktoferin dalam melindungi jaringan mulut

bekerjasama dengan komponen antimikrobial ludah lainnya seperti lisosim dan

laktoperoksidase. Laktoferin dapat bekerja lebih efektif dalam kombinasi dengan

lisosim bermuatan negatif pada permukaan sel bakteri. Karena itu kemampuan

sel-sel bakteri untuk mengambil ion Fe3+ dapat di reduksi, sehingga laktoferin

dalam konsentrasi rendah sudah dapat mengambil ion Fe3+ yang cukup untuk

dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Laktoferin dianggap penting untuk

melindungi jaringan epitel dan infeksi bakterial (Sinulingga, 2002).

3.         Laktoperoksidase

Didalam saliva terdapat dua macam peroksidase, yang keduanya

mempunyai efek bakteriostatik, namun kedua jenis laktoperoksidase ini memiliki

mekanisme yang berbeda. Keduanya sama-sama menggunakan H2O2 sebagai

substrat, namun berbeda dalam penggunaan ion-ion sebagai ko-substrat yang

diperlukan untuk aktifitas enzimatisnya yaitu: I dan SCN- (tiosianat) serta halida

(CL-, Br-, I-, SCN-). Kedua sistem peroksidase ini menurut ko-substratnya dapat

dilukiskan sebagai berikut :

a. Sistem laktoperoksidase-tiosianat-H2O2

b.         Sistem mieloperoksidase-halida-H2O2

      Laktoperoksidase menunjukkan beberapa efek biokimiawi :

a.       Mempunyai efek aktifitas antibakterial, memperlambat pertumbuhan berbagai

bakteri.

b.      Mengkatalisis yodasi asam amino tirosin dalam berbagai protein.

Page 23: kel-4-bab-12345

23

c.       Mengkatalisis pembentukan cross-link dalam beberapa

protein(Sinulingga, 2002).

Pada Laktoperosidase saliva, donor utamanya adalah tiosianat (SCN-),

yang merupakan senyawa halida dengan konsentrasi kira-kira 1-2 mM di dalam

saliva. Dalah hal ini ion tiosanat akan menjadi hipotiosanat (OSCN-), yang

mampu mengoksidasi thiols yang memberikan pengaruh bakterisid pada sistem

laktoperoksidase-H2O2-SCN- (Sinulingga, 2002).

Hipotiosianat (OSCN-) dalam konsentrasinya yang cukup dapat

menghambat metabolisme karbohidrat oleh streptokokus mutans. Proses

penghambatan yang sempurna terjadi karena hidrogen peroksida yang dikeluarkan

oleh bakteri mengoksidasi tiosianat (SCN-) dikatalisis oleh laktoperoksidase

saliva, menghasilkan OSCN-. Hasil oksidasi ini menghambat metabolisme bakteri

dengna membloking transport gula dan melalui enzim glikolisis inaktif.

Penghambatan ini akan mengurangi jumlah asam yang dihasilkan bakteri, dimana

keberadaan asam ini akan mengakibatkan demineralisasi permukaan

enamel (Sinulingga, 2002).

4.         Lisozim

Lisozim adalah enzim yang menunukkan aktivitas bakteriosid dengan

memecah ikatan antara asam N-asetil glukosamin dan N-asetil muramik dalam

komponen mukopeptida dinding sel bakteria. Enzim ini berasal dari glandula

submandibularis, sublingualis, dan parotis di mulut. Di dalam kelenjar ludah

lisozim berlokasi di dalam sel-sel duktus interkalata yang membentuk hubungan

antara suatu asinus dengan saluran pembuangan (Sinulingga, 2002).

 Lisozim dapat  menghidrolisis komponen-komponen dinding sel bakteri

tertentu yang mengakibatkan lisisnya sel bakteri tersebut. Dinding sel bakteri

dibentuk oleh heteropolisakarida murein yang dibangun dari dua gula yaitu: asam

muramin dan glukosamin, yang bersama-sama dengan peptida dinding sel

membentuk ikatan peptidoglikan. Dengan  adanya lisozim ikatan tersebut dapat

diputus sehingga mengakibatkan terjadinya pori-pori kecil di dalam dinding sel.

Efek utama lisozim pada bakteri terdiri atas interaksi awal yang cepat dengan

dinding sel mikrobial, yang menyebabkan pembocoran cairan sel. Hal ini dapat

Page 24: kel-4-bab-12345

24

menyebabkan matinya sel karena keluarnya ion-ion yang diperlukan bakteri untuk

hidup. Terutama bakteri Streptokokus mutans (Sinulingga, 2002).

5.         Faktor aglutinasi dan Agregasi Bakteri

Inkubasi pada berbagai macam bakteri oral dengan ludah mengakibatkan

penggumpalan bakteri. Jika hal ini terjadi karena imunoglobin di dalam ludah

maka proses ini disebut aglutinasi, sedangkan dalam keadaan lainnya

penggumpalan dinyatakan dengan agregasi/penggumpalan. Kedua gejala ini

disebabkan oleh interaksi komponen ludah yang mencair dengan dinding sell

bakteri. Pada sisi lain komponen ludah yang melekat pada permukaan mulut,

misalnya elemen gigi geligi dan mukosa, yang juga berperan sebagai reseptor

pengikatan bakteri, hal ini disebut adherensi/ perlekatan (Sinulingga,2002).

Penggumpalan bakteri mempersukar pengikatannya pada permukaan dan

dengan demikian membatasi kolonisasinya di dalam rongga mulut. Dengan

adanya aglutinasi dan agregasi mengakibatkan jumlah bakteri di dalam rongga

mulut menurun. Agregat yang terbentuk selanjutnya melalui cara mekanis dapat

diangkut ke lambung dan disana dibuat inaktif dalam lingkungan yang sangat

asam. Sedangkan proses perlekatan spesifik bakteri pada komponen ludah yang

diadsorpsi pada permukaan gigi dan mukosa, menyebabkan terjadinya kolonisasi

mikroorganisme di dalam rongga mulut. Komponen ludah yang diabsorpsi ini

berguna sebagai reseptor untuk mengikat bakteri pada permukaan

mulut (Sinulingga, 2002).

b.   Cairan pulpa gigi

Pulpa gigi banyak memiliki kemiripan dengan jaringan ikat lain pada

tubuh manusia, namun ia memiliki karakteristik yang unik. Di dalam pulpa

terdapat berbagai elemen jaringan seperti pembuluh darah, persyarafan, serabut

jaringan ikat, cairan interstitial, dan sel-sel seperti fibroblast, odontoblast dan sel

imun dimana terdapat sel-sel pertahanan seperti makrofag, sel dendritik dan

limfosit(Sinulingga, 2002).

Pada dentin yang sehat di bawah zona translusen dentin yang terserang

karies, dapat ditemukan adanya antibodi. Hal ini menunjukkan bahwa pulpa gigi

sudah meberikan respon imunologik. Disamping itu di bawah  lesi karies tidak

Page 25: kel-4-bab-12345

25

ditemukan adanya mikroorganisme, mengindikasikan adanya respon imun yang

kuat dihasilkan sebagai refleksi pertahanan terhadap invasi bakteri penyebab

karies gigi (Sinulingga, 2002).

c.   Cairan celah dentin

Imunoglobulin ditemukan di dalam dentin yang sehat dan dentin yang

mengalami karies. Komponen sekresi, baik yang terikat pada ig A dalam bentuk

slg A, hanya ditemukan pada lesi yang dangkal. Selain itu ditemukan ig G, Ig A

dan transferin di dalam karies yang dalam, sedangkan komponen sekresi tidak

ada. Di bawah lesi karies juga tidak ditemukan adanya kuman (Sinulingga, 2002).

Saat karies gigi sudah mengenai dentin, antigen bakteri yang larut akan

menginduksi respon peradngan pada pulpa gigi berupa vasodilator, peningkatan

permeabilitas kapiler dan eksudasi cairan serta polomorfonuklear (PMN). Saat

karies mendekati pulpa, ditemukan adanya makrofag, lomfosit, dan sel plasma.

Selain itu, terdapat juga iminoglobulin ekstravaskuler berupa Ig G yang paling

banyak, disertai sel plasma yang mengandung Ig G,Ig A, Ig E dan kadang kadang

Ig M (Sinulingga, 2002).

2.3 Fluor

Fluor adalah suatu bahan mineral yang digunakan oleh manusia yang

membuat lapisan email pada gigi lebih tahan terhadap asam.(Yayasan Kesehatan

Gigi Indonesia,2001)

2.3.1 Macam-macam Fluor

1.      Fluor yang terdapat di alam, diantaranya :

a. Air, contohnya : air sumur, air laut dan danau.

b. Fluor yang terkandung didalam batu dan tanah.

c. Fluor di udara, contohnya : debu tanah yang mengandung fluor, limbah

industry, pembakaran batu bara dan gas yang dikeluarkan dari daerah

gunung berapi yang aktif.

d. Fluor dalam makanan dan minuman, comtohnya : sari protein ikan,

cereal, pisang, kentang dan ubi.

Page 26: kel-4-bab-12345

26

2.      Fluor buatan, diantaranya :

a. Fluor berbentuk larutan fluor. Larutan fluor (SnF2) biasanya dicampur

dengan larutan pengencer atau pemanis.

b. Fluor dalam pasta gigi. Hasil lebih dari 100 uji coba, beberapa bahan

fluor mewujudkan bahwa dengan menggosok gigi dengan pasta gigi

berfluor akan menurunkan insidensi karies gigi.

c. Fluor berbentuk tablet. Manfaat terbesar pemberian fluor tablet (NaF)

dapat dicapai sebelum erupsi gigi yaitu usia 0-12 tahun. Selain itu dapat

diberikan kepada orang dewasa dan ibu hamil

d. Fluor obat tetes. Fluor obat tetes biasanya dicampur dengan vitamin

untuk bayi dan balita.

e. Fluor berbentuk gel. Fluor berbentuk gel diletakan pada mouth guard

(sendok cetak) kemudian dipakai pada anak-anak 2-3 menit.

2.3.2 Pemberian Fluor

1. Pemberian Fluor Secara Sistemik

Fluoride sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan

dan ikut membentuk struktur gigi. Fluoride sistemik juga memberikan

perlindungan topikal karenafluoride ada di dalam air liur yang terus membasahi

gigi. Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum dan melalui pemberian

makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap. Namun

di sisi lain, para ahli sudah mengembangkan berbagai metode penggunaan fluor,

yang kemudian dibedakan menjadi metode perorangan dan kolektif. Contoh

penggunaan kolektif yaitu fluoridasi air minum (biasa kita peroleh dari air

kemasan) dan fluoridasi garam dapur (Ars creation, 2010).

Terdapat tiga cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu :

1. Fluoridasi air minum

Telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu

daerah, atau kota tertentu dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk di situ akan

terlindung dari karies gigi. Pemberian fluor dalam air minum ini jumlahnya

bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per million). Selain dapat mencegah karies, fluor

Page 27: kel-4-bab-12345

27

juga mempunyai efek samping yang tidak baik yaitu dengan adanya apa yang

disebut ‘mottled enamel’ pada mottled enamel gigi-gigi kelihatan kecoklat-

coklatan, berbintik-bintik permukaannya dan bila fluor yang masuk dalam tubuh

terlalu banyak, dapat menyebabkan gigi jadi rusak sekali (Zelvya P.R.D, 2003).

Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah

0,7-1,2 ppm.18 Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa

fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40–50% pada gigi susu (Ami

Angela, 2005).

Gambar 1. Fluoridasi pada air minum publik (Charleshamel, 2008)

Gambar 2. Fluorosis (Charleshamel, 2008)

Page 28: kel-4-bab-12345

28

2. Pemberian fluor melalui makanan

Kadang-kadang makanan yang kita makan sudah mengandung fluor yang

cukup tinggi, hingga dengan makanan itu saja sudah mencegah terjadinya karies

gigi. Jadi harus diperhatikan bahwa sumber yang ada sehari-hari seperti di rumah,

contohnya di dalam air mineral, minuman ringan dan makanan sudah cukup

mengandung fluoride. Karena itu makanan fluoride harus diberikan dengan hati-

hati. Makanan tambahan fluoride hanya dianjurkan untuk mereka (terutama anak-

anak) yang tinggal di daerah yang sumber airnya rendah fluor atau tidak

difluoridasi. Fluoride dapat berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Apabila

pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin, maka tidak akan mencapai

sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi. Contohnya adalah fluorosis. (Ars

creation, 2010).

Gb.3 Fluoride Master Whole House Fluoride Water Filtration System, 2010

3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan

Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu

dikombinasikan

dengan vitamin-vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet

fluor

disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak

Page 29: kel-4-bab-12345

29

mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan menghasilkan

fluor sebesar 1 mg per hari) (Ami Angela, 2005).

Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga anak 16

tahun.Umur 2 minggu-2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 2-3 tahun

diberikan 0,5 mg, dan 3-16 tahun sebanyak 1 mg (Nova, 2010).

2. Penggunaan Fluor Secara Topikal

Menurut Angela (2005), tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi

gigi dari karies, fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak

yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada

enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan terhadap pelarutan

asam. Reaksi kimia : Ca10(PO4)6(OH)2+F → Ca10(PO4)6(OHF) menghasilkan

enamel yang lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi

dan meningkatkan remineralisasi.

Remineralisasi adalah proses perbaikan kristal hidroksiapatit dengan cara

penempatan mineral anorganik pada permukaan gigi yang telah kehilangan

mineral tersebut (Kidd dan Bechal, 1991).

Demineralisasi adalah proses pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi,

yang terutama disusun oleh mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena

penurunan pH plak sampai mencapai pH kritis (pH 5) oleh bakteri yang

menghasilkan asam (Rosen, 1991; Wolinsky, 1994). Penggunaan fluor sebagai

bahan topikal aplikasi telah dilakukan sejak lama dan telah terbukti menghambat

pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan

peningkatan yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses

karies.

Penggunaan fluor secara topikal untuk gigi yang sudah erupsi, dilakukan

dengan beberapa cara (Yanti, 2002):

1. Topikal aplikasi yang mengandung fluor

2. Kumur-kumur dengan larutan yang mengandung fluor

3. Menyikat gigi dengan pasta yang mengandung fluor

2.4 Baby Bottle Caries

Page 30: kel-4-bab-12345

30

2.4.1 Definisi

Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies pada gigi desidui

yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk

karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam jangka waktu yang panjang,

yang dulu disebut juga dengan karies botol susu. Setelah dilaksanakannya

Conference on Early Childhood Caries pada tahun 1999, maka istilah Early

Childhood Caries diindikasikan untuk gigi dengan hilangnya kekuatan gigi baik

disertai kavitas atau non kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau adanya

tambalan pada permukaan gigi desidui pada anak dibawah umur 6 tahun. Gigi

yang sering terkena adalah gigi depan di rahang atas, gigi molar desidui pada

rahang atas dan rahang bawah, dan kadang terkena gigi kaninus rahang bawah.

Gigi depan di rahang bawah jarang ditemukan karies karena dilindungi oleh

pergerakan lidah.Lesi karies ini terjadi pada bayi, balita dan anak-anak prasekolah

(Sumawinata, dkk., 1994).

2.4.2 Penyebab

ECC adalah penyakit multifaktorial akibat interaksi beberapa faktor

termasuk mikroorganisme kariogenik, karbohidrat, kesalahan pemberian

makanan, dan faktor sosial ekonomi. Secara umum proses terjadinya karies pada

gigi dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama, yaitu : gigi, bakteri, substrat dan

waktu.Berikut adalah faktor penyebab terjadinya ECC, yaitu (Sumawinata, dkk.,

1994):

1. Faktor gigi berupa morfologi dan anatomi gigi berpengaruh pada

pembentukan karies. Celah atau alur yang dalam pada gigi dapat menjadi

lokasi perkembangan karies. Dengan bentuk lengkung gigi yang tidak

teratur dengan adanya gigi yang berjejal maupun yang berlapis kadang-

kadang sulit dibersihkan secara sempurna dan dapat mempercepat proses

terjadinya karies.

2. Faktor bakteri, rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan banyak

bakteri. Secara normal bakteri diperlukan di rongga mulut, tetapi apabila

terdapat sisa makanan yang melekat terus di gigi maka akan bertumpuk

Page 31: kel-4-bab-12345

31

menjadi plak. Pada plak akan hidup Streptokokus mutans dan Lactobacilli

yang  menjadi penyebab karies.

3. Faktor substrat,  sisa makanan terutama golongan karbohidrat apabila

melekat terus pada gigi dapat diubah oleh bakteri menjadi asam, bila

suasana di sekitar gigi menjadi asam maka mineral kalsium dan fosfor akan

lepas dari gigi sehingga gigi menjadi rapuh dan akhirnya terbentuk karies.

4. Faktor waktu,  faktor waktu juga menentukan, diman ketiga faktor diatas

apabila dalam waktu yang lama saling berinteraksi , maka akan menjadi

karies. Biasanya terjadinya demineralisasi adalah kurang lebih 2 jam setelah

makan. Oleh karena itu, sebaiknya proses pembersihan mulut dilakukan

segera.

5. Dalam terjadinya ECC, ada faktor penyebab lain yaitu:  Kebiasaan minum

susu dari botol, air susu ibu (ASI) atau cairan lainnya yang termasuk

karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan ECC.

Gardner, Norwood, dan Eisenson melaporkan 4 kasus dimana setiap anak

mengalami karies akibat kebiasaan minum ASI sejak lahir, saat meminum

ASI setiap anak akan tertidur. Saat tertidur maka aliran saliva akan

melambat, dan viskositas saliva juga berkurang. Hal ini menyebabkan

mudahnya terjadi karies. Oleh karena itu ibu harus membiasakan menyikat

gigi anak sejak gigi sudah erupsi. Dan sebisa mungkin menghentikan

pemberian ASI segera mungkin setelah anak dapat minum dengan cangkir,

biasanya pada umur 12 bulan. . ECC dapat menimbulkan masalah gigi dan

mulut anak. Masalah gigi dan mulut anak dapat mempengaruhi

perkembangan anak, karena rasa sakit dari karies menyebabkan anak malas

makan, hal ini mengganggu kesehatan anak sehingga anak rentan terserang

penyakit.

2.4.3 Pencegahan

Anak yang didiagnosa dengan ECC mempunyai resiko tinggi untuk

mengalami karies pada gigi permanen. Manifestasi ECC adalah lebih dari

hanyasakit dan infeksi, juga mempunyai potensi untuk mempersulit cara bicara

Page 32: kel-4-bab-12345

32

dan komunikasi, nutrisi, produktivitas dan kualitas hidup saat dewasa. Disebabkan

oleh transmisi bakteri kariogenik segera setelah gigi pertama erupsi, mengurangi

tahap mutans pada ibu akan menurunkan resiko anak terbentuk ECC. ADA

merekomendasi ibu, termasuk mereka yang masih hamil, untuk menjumpai dokter

gigi untuk memastikan kesehatan oral mereka baik. Orangtua di Amerika Serikat

memastikan bayi dan anak balita diberikan gizi yang seimbang berdasarkan

Dietary Guidelinesfor America yang dipublikasi oleh U.S Department of

Agriculture dan U.SDepartment of Health and Human Services.Pemberian

makanan yang berserat tinggi dan kadar gula yang rendah dapat mencegah

pembentukan karies. Pemberian botol tanpa batas dan mengikut kehendak anak

untuk mengkonsumsi cairan manisharus dihentikan terutama waktu tidur. Anak

harus menghabiskan susu mereka sebelum masuk tidur. Anak harus dibiasakan

menggunakan gelas saat usia satutahun. Gelas yang memakai dot hanya

digunakan sewaktu masa transitional untuk membantu anak membiasakan diri

dengan penggunaan gelas. Selain dari waktu makan, hanya air boleh diberikan

untuk diminum dalam gelas dot.B ayi harus dibawa ke dokter gigi pada waktu

usia enam bulan setelah gigi pertama erupsi dan tidak melewati usia satu tahun

untuk mengedukasi dan memberikan ajaran tentang kesehatan gigi. Gusi bayi

harus dilap dengan bersih mengunakan kain atau cottongauze setelah waktu

makan.Menurut Loe dkk.terbukti bahwa plak gigi terbentuk dan mengalami

penumpukan sebagai akibat tidak mengosok gigi. Penyikatan gigi harus dilakukan

dengan teratur dan benar untuk menghindari penumpukan plak.Mula-mula

menyikat gigi anak dengan air setelah gigi pertama erupsi. Dengan menggunakan

sikat gigi yang soft-bristled untuk anak, bersihkan gigi dan memijat gusi.Ganti

sikat gigi apabila bulu telah rusak dan lama.Usia 2 tahun, ibu harus menyikat

giginya satu atau dua kali sehari, terutama setelah makan pagi dan sebelum

tidur.Setelah anak dapat meludah dan bukan menelan, gunakan pasta gigi sebesar

kacang yang mengandungi fluor untuk mengurangi kemungkinan anak tertelan

pasta gigi yang berlebihan (Bairavi, 2009).

Page 33: kel-4-bab-12345

33

2.4.4 Perawatan

Pemilihan bahan dan teknik perawatan secara tepat perlu dipertimbangkan

sejakawal.Telah banyak alat dan bahan kedokteran gigi yang berkembang di

pasaran, sehinggapengetahuan mengenai alat dan bahan tersebut perlu diketahui

secara jelas dan lengkap.Penentuan teknik perawatan NMC sangat ditentukan oleh

diagnosa yang tepat.Pada gigidengan karies yang telah mengenai saluran akar

hendaknya dilakukan perawatanendodontik terlebih dahulu sebelum dilakukan

penambalan, sedangkan pada gigi dengankaries yang belum mengenai pulpa dapat

langsung dilakukan penambalan (Riyanti, 2005).

1. Perawatan Endodontik

Tujuan dasar dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien

dewasa, yaituuntuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan

jaringan periapikalsekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar

dapat diterima secara biologisoleh jaringan sekitarnya. Ini berarti bahwa tidak

terdapat lagi simtom, dapat berfungsidengan baik dan tidak ada tanda-tanda

patologis yang lain. Faktor pertimbangan khususdiperlukan pada saat

memutuskan rencana perawatan yang sesuai untuk gigi geligi sulungyaitu untuk

mempertahankan panjang lengkung rahang (Harty, 1993).

A. Pulp Capping

Pulp Capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis

bahanpelindung di atas pulpa vital yang terbuka. Bahan yang biasa digunakan

untuk pulpcapping ini adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang

pembentukan dentinsekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Tujuan pulp

capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan melindungi

pulpa sehingga jaringan pulpadapat mempertahankan vitalitasnya.Dengan

demikian terbukanya jaringan pulpa dapatterhindarkan.Teknik pulp capping ini

ada dua yaitu indirect pulp capping dan directpulp capping(Andlaw, 1993).

Page 34: kel-4-bab-12345

34

- Indirect Pulp Capping

Istilah ini digunakan untuk menunjukan penempatan bahan adhesif di atas

sisa dentinkaries.Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi

kavitas denganbor bundar kecepatan rendah.Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar

pulpa, hilangkan dentinlunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar pulpa

(Riyanti, 2005).

Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai yaitu zinc okside eugenol atau

dapat jugadipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila

pulpa tidak lagimendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan

bereaksi secara fisiologisterhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin

sekunder. Agar perawatan iniberhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari

inflamasi (Kennedy, 1992).

Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila

hal initerjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp capping atau

tindakan yanglebih radikal lagi yaitu amputasi pulpa (pulpotomi) (Welbury,

2001).

- Direct Pulp Capping

Direct Pulp Capping menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung

ke jaringanpulpa.Daerah yang terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva,

kalsium hidroksidadapat ditempatkan di dekat pulpa dan selapis semen zinc okside

eugenol dapat diletakkan di atas seluruh lantai pulpa dan biarkan mengeras untuk

menghindari tekanan pada daerahperforasi bila gigi di restorasi. Pulpa diharapkan

tetap bebas dari gejala patologis dan akanlebih baik jika membentuk dentin

sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa disekitar daerah terbuka

tersebut harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan (Riyanti, 2005).

Langkah-langkah Pulp Capping(Andlaw, 1993):

1. Siapkan peralatan dan bahan.

Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang steril.

Page 35: kel-4-bab-12345

35

2. Isolasi gigi.

Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat menggunakan kapas

dan saliva

ejector, jaga posisinya selama perawatan.

3. Preparasi kavitas.

Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai kedalaman 1,5 mm

(yaitu kirakira0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan bor pada kedalaman

kavitas dan denganhentakan intermitten gerakan bor melalui fisur pada

permukaan oklusal.

4. Ekskavasi karies yang dalam

Dengan perlahan-lahan buang karies dengan ekskavator, mula-mula dengan

menghilangkan karies tepi kemudian berlanjut ke arah pulpa. Jika pulpa vital

dan bagianyang terbuka tidak lebih besar diameternya dari ujung jarum maka

dapat dilakukan pulpcapping.

5. Berikan kalsium hidroksida.

Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu tutup bagian kavitas yang dalam

termasukpulpa yang terbuka dengan pasta kalsium hidroksida.

Gambar 2.Perawatan Indirect Pulp Capping. 1. Lesi tampak dalam dan dekat

sekalidengan pulpa. 2. Semua karies telah di buang, telah diberi basis

kalsiumhidroksida dan di atasnya restorasi. 3. Sisa karies menjadi

karies yang terhenti,jaringan pulpa telah mengalami proses perbaikan

dengan terbentuknya dentinsekunder (Curzon, 1996)..

Page 36: kel-4-bab-12345

36

B. Pulpotomi

Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti

olehpenempatan obat di atas orifis yang akan menstimulasikan perbaikan

ataumemumifikasikan sisa jaringan pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut

jugapengangkatan sebagian jaringan pulpa.Biasanya jaringan pulpa di bagian

korona yangcedera atau mengalami infeksi dibuang untuk mempertahankan

vitalitas jaringan pulpadalam saluran akar.Pulpotomi dapat dipilih sebagai

perawatan pada kasus yangmelibatkan kerusakan pulpa yang cukup serius namun

belum saatnya gigi tersebut untukdicabut, pulpotomi juga berguna untuk

mempertahankan gigi tanpa menimbulkan simtomsimtom khususnya pada anak-

anak (Riyanti, 2005).

Indikasi pulpotomi adalah anak yang kooperatif, anak dengan pengalaman

buruk padapencabutan, untuk merawat pulpa gigi sulung yang terbuka, merawat

gigi yang apeks akarbelum terbentuk sempurna, untuk gigi yang dapat direstorasi

(Riyanti, 2005).

Kontraindikasi pulpotomi adalah pasien yang tidak kooperatif, pasien

denganpenyakit jantung kongenital atau riwayat demam rematik, pasien dengan

kesehatan umumyang buruk, gigi dengan abses akut, resorpsi akar internal dan

eksternal yang patologis,kehilangan tulang pada apeks dan atau di daerah furkasi.

Saat ini para dokter gigibanyak menggunakan formokresol untuk perawatan

pulpotomi.Formokresol merupakansalah satu obat pilihan dalam perawatan pulpa

gigi sulung dengan karies atau trauma.Obatini diperkenalkan oleh Buckley pada

tahun 1905 dan sejak saat itu telah digunakan sebagaiobat untuk perawatan pulpa

dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (Riyanti, 2005).

Beberapa tahun ini penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium

hidroksidauntuk perawatan pulpotomi pada gigi sulung semakin meningkat.

Bahan aktif dariformokresol yaitu 19% formaldehid, 35% trikresol ditambah 15%

gliserin dan air. Trikresolmerupakan bahan aktif yang kuat dengan waktu kerja

pendek dan sebagai bahan antiseptic untuk membunuh mikroorganisme pada

pulpa gigi yang mengalami infeksi atau inflamasisedangkan formaldehid

berpotensi untuk memfiksasi jaringan (Riyanti, 2005).

Page 37: kel-4-bab-12345

37

Sweet mempelopori penggunaan formokresol untuk perawatan

pulpotomi.Awalnyaperawatan pulpotomi dengan formokresol ini dilakukan

sebanyak empat kali kunjungannamun saat ini perawatan pulpotomi dengan

formokresol dapat dilakukan untuk satu kalikunjungan (Riyanti, 2005).

Beberapa studi telah dilakukan untuk membandingkan formokresol

dengan kalsiumhidroksida dan hasilnya memperlihatkan bahwa perawatan

pulpotomi dengan formokresolpada gigi sulung menunjukkan tingkat keberhasilan

yang lebih baik daripada penggunaan kalsium hidroksida. Formokresol tidak

membentuk jembatan dentin tetapi akan membentuksuatu zona fiksasi dengan

kedalaman yang bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital (Riyanti, 2005).

Zona ini bebas dari bakteri dan dapat berfungsi sebagai pencegah terhadap

infiltrasimikroba. Keuntungan formokresol pada perawatan pulpa gigi sulung

yang terkena kariesyaitu formokresol akan merembes melalui pulpa dan

bergabung dengan protein seluleruntuk menguatkan jaringan. Penelitian-

penelitian secara histologis dan histokimiamenunjukkan bahwa pulpa yang

terdekat dengan kamar pulpa menjadi terfiksasi lebih kearah apikal sehingga

jaringan yang lebih apikal dapat tetap vital.Jaringan pulpa yangterfiksasi

kemudian dapat diganti oleh jaringan granulasi vital (Riyanti, 2005).

Perawatan pulpotomi formokresol hanya dianjurkan untuk gigi sulung

saja,diindikasikan untuk gigi sulung yang pulpanya masih vital, gigi sulung yang

pulpanyaterbuka karena karies atau trauma pada waktu prosedur perawatan (Finn,

2003).

C. Pulpektomi

Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa.Pulpektomi

merupakanperawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang

bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang

luas.Meskipun perawatan inimemakan waktu yang lama dan lebih sukar daripada

pulp capping atau pulpotomi namunlebih disukai karena hasil perawatannya dapat

diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringanpulpa dan kotoran diangkat serta

Page 38: kel-4-bab-12345

38

saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasilperawatan yang baik pula

(Bence, 1990).

Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat

direstorasi, anakdengan keadaan trauma pada gigi insisif sulung dengan kondisi

patologis pada anak usia 4-4,5 tahun, tidak ada gambaran patologis dengan

resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga perempat (Kennedy, 1992).

2. Pembuatan Restorasi

Alat restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan NMC adalah semen

glassionomer, composit resin strip crown, dan mahkota stainless steel.Anak-anak

dengankeadaan seperti ini adalah mungkin untuk dilakukan preparasi kavitas

kelas III dan kelasIV.Semen glass ionomer dan resin komposit dapat digunakan

untuk restorasi lesi-lesi kelasIII pada gigi sulung anterior, gabungan resin

komposit dan glass ionomer(compomer/compoglass) juga dapat digunakan untuk

lesi kelas IV.Sedangkan mahkotastainless steel digunakan untuk lesi karies pada

gigi posterior (Riyanti, 2005).

A. Penumpatan

- Semen Glass Ionomer

Semen glass ionomer terbentuk karena reaksi antara bubuk kaca alumino

silikat yangkhusus dibuat dengan asam poliakrilat.Setelah tercampur pasta semen

ini ditumpatkan kedalam kavitas pada saat bahan ini belum mengeras. Semen

glass ionomer yang berisi logamperak dalam bubuknya telah dikembangkan serta

dikenal dengan nama generiknya yaitucermet. Semen semacam ini mempunyai

ketahanan terhadap abrasi dan bersifat radiopak.Semen glass ionomer sebaiknya

tidak digunakan sebagai alat restorasi untuk kerusakan gigiyang luas karena

kurang kuat menerima daya kunyah yang berlebih (Riyanti, 2005).

Langkah-langkah pembuatan restorasi Semen Glass Ionomer (Cameron, 2003) :

1. Isolasi gigi dengan menggunakan rubber dam.

Page 39: kel-4-bab-12345

39

2. Pembuatan outlinekavitas untuk lesi yang luas, namun tidak dilakukan

extention forprevention.

3. Hilangkan semua jaringan karies menggunakan bor bundar kecepatan rendah

atau dengan instrumen tangan .

Gambar 5. Langkah-langkah Pembuatan Restorasi Semen Glass Ionomer. 1.

Pembuatanoutlinekavitas, 2. Preparasi karies, 3 dan 4. Pengisian kavitas

denganSemen Glass Ionomer, 5. Restorasi Semen Glass Ionomer (Kidd, 1990)

.

4. Oleskan asam poliakrilat selama 10 detik, lalu bilas dengan air dan keringkan.

5. Semen glass ionomer yang telah dikemas dalam kapsul, tekan kapsul terlebih

dahuluselama 3 detik untuk memudahkan pencampuran cairan dan bubuk yang

terdapatdidalamnya. Lalu diaduk dengan amalgamator selama 10 detik.Ambil

3 sampai dengan4 mm adonan yang telah tercampur tersebut lalu masukkan ke

dalam kavitas.

6. Setelah semen glass ionomer berada dalam kavitas tekan-tekan dengan

menggunakanburnisher. Beri selapis tipis semen resin modified glass ionomer.

7. Biarkan tambalan beberapa saat agar terhindar dari kontaminasi. Hal ini bisa

dicapai apabila pada kavitas diberi selapis tipis vernis atau bonding di atas

permukaan semen.

8. Lihat kembali permukaan oklusal setelah rubber dam dilepas.

Page 40: kel-4-bab-12345

40

- Gabungan Resin Komposit dan Glass Ionomer

Resin komposit diindikasikan untuk kavitas kelas I atau kelas II pada gigi

anak yangkooperatif, untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi

kelas V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur

gigi anterior, lesioklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan II. Pasien

dengan insidensi karies dankebersihan mulut yang kurang baik merupakan

kontraindikasi restorasi resin komposit (Baum, 1997)

.

Langkah-langkah pembuatan restorasi gabungan resin komposit dan glass

Ionomer (Andlaw, 1993) :

1. Pilih bor yang sesuai

Gunakan bor bundar diamond no. 520 dan bor bundar tungsten carbide no.1

untukhandpiece kecepatan tinggi sedangkan untuk handpiece kecepatan

rendah, gunakanround steel no.0,5 atau no.1.

2. Membuka jalan masuk.

Jika kavitas besar, masuk melalui permukaan yang paling rusak karena karies.

Tembusemail sedekat mungkin dengan interdental space tanpa menyebabkan

resiko kerusakanpada gigi sebelahnya.

3. Preparasi outline.

Setelah bor masuk ke dalam kavitas ganti dengan bor fisur pada handpiece

kecepatanrendah dan perbesar kavitas dari insisal ke gusi, membentuk dinding

lingual sehinggabentuk outline menjadi hampir setengah bulatan.

4. Buang setiap sisa-sisa karies.

Gunakan ekskavator atau bor bundar pada handpiece kecepatan rendah

untukmenghilangkan sisa karies dari dasar atau dinding kavitas.

5. Cuci, keringkan dan siapkan preparasi kavitas.

Cuci kavitas dengan air dan keringkan dengan tiupan udara.Dengan

menggunakansonde pastikan bahwa semua karies telah dibuang dan sudah

terdapat retensi yangcukup untuk tumpatan.

6. Beri lining pada kavitas.

Page 41: kel-4-bab-12345

41

Berikan sedikit semen kalsium hidroksida quick setting, untuk melapisi dasar

kavitas.

7. Oleskan single bond (Xeno-III, Futurabond, dll) pada kavitas, kemudian

semprotdengan angina, dan lakukan penyinaran.

8. Pasang matriks.

Gunakan matriks strip selulosa asetat. Periksa kerapatan sekitar kavitas,

khususnyakerapatan pada tepi servikal.

9. Masukkan bahan tambalan gabungan resin komposit dan glass ionomer (filled

resin) kedalam kavitas yang telah di etsa. Biarkan resin berpolimerisasi atau

polimerisasi denganlight cured.

10. Setelah bahan terpolimerisasi, lepas matriks, buang kelebihan bahan dan poles

restorasi.

C. Mahkota Buatan

- Compomer Strip Crowns

Compomer strip crowns merupakan bahan restorasi pilihan untuk

perawatan gigisulung anterior. Penggunaan strip crowns untuk gigi anterior

dengan resin komposit akanmenghasilkan suatu restorasi dengan estetik yang baik

dan dapat bertahan lama (Cameron, 2003).

Langkah-langkah pembuatan restorasi Compomer resin strip crowns (Cameron,

2003) :

1. Berikan anestesi lokal dan jika memungkinkan lakukan pemasangan rubber

dam.Anestesi umum juga bisa diberikan khususnya pada anak yang kurang

kooperatif.

2. Pilih mahkota seluloid yang sesuai dengan ukuran lebar mesio distal gigi.

3. Lakukan pembuangan karies dengan bor bundar kecepatan rendah. Gunakan

bortappered diamond atau bor tungsten carbide pada handpiece kecepatan

tinggi untukmengurangi sudut insisal sekitar 2 mm dan seluruh permukaan

gigi. Preparasidiselesaikan pada chamfer di bawah gusi. Buat groove dengan

bor bundar kecil padapermukaan labial dekat margin gusi.

Page 42: kel-4-bab-12345

42

4. Lesi yang cukup dalam sebaiknya gunakan kalsium hidroksida.

5. Buat crown-form sehingga benar-benar rapat sekitar margin gingiva.

6. Oleskan single bond (Xeno-III, Futurabond, dll) pada kavitas, kemudian

semprotdengan angina, dan lakukan penyinaran.

7. Isi mahkota dengan compomer dan masukkan pada kavitas sedikit demi sedikit

dengandilakukan sedikit penekanan agar kelebihan komposit dapat keluar.

8. Sinari lagi semua bagian (labial, insisal, palatinal) secara merata.

9. Buang semua kelebihan resin yang keluar dari mahkota. Buka mahkota

seluloid,sesuaikan bentuknya lalu periksa kembali oklusi gigi setelah rubber

dam dilepas.

Gambar 6.Langkah-langkah Pembuatan Restorasi Composite Resin Strip Crowns.

1. Gigianterior anak penderita NMC, 2. Pemilihan mahkota, 3 dan 4.

Pembuangankaries dan pengurangan bagian gigi, 5. Pembuatan Crown form

sehinggabenar-benar rapat dengan margin gusi, 6. Restorasi Composit Resin

StripCrowns (Cameron, 2003).

- Mahkota Stainless steel

Mahkota stainless steel merupakan restorasi yang ideal untuk gigi molar

sulung yangterserang karies yang luas yang tidak mungkin dilakukan preparasi

kavitas untukpenumpatan amalgam.Mahkota stainless steel tersedia dalam

berbagai ukuran yangkhususnya berguna untuk restorasi gigi-geligi dengan karies

Page 43: kel-4-bab-12345

43

yang luas.Mahkota stainless steel diindikasikan untuk gigi anak dengan rampan

karies yangmelibatkan tiga atau lebih permukaan, gigi molar sulung yang telah

dilakukan perawatanpulpa, malformasi gigi seperti hipoplasti email, dan pasien

handicapped dengan masalah kebersihan mulut (Riyanti, 2005).

Langkah-langkah pembuatan restorasi mahkota stainless steel (Riyanti, 2005) :

1. Hilangkan karies.

Berikan anestesi lokal dan idealnya pasang rubber dam khususnya jika

kariesnya dalamdan kemungkinan pulpa dapat terbuka.Hilangkan karies

dengan menggunakanekskavator atau bor bundar yang besar dengan kecepatan

rendah. Jika kariesnya dalamdan kemungkinan pulpa dapat terbuka lakukan

dulu preparasi kavitas yang mempunyairetensi sebelum melanjutkan

membuang karies yang dalam .

2. Preparasi gigi.

Gunakan handpiece kecepatan tinggi untuk permukaan oklusal. Tembus fisur

oklusaldengan straight diamond sampai kedalaman 1 sampai dengan 1,5 mm

kemudiankurangi cusp juga sebesar 1 sampai dengan 1,5 mm. Tempatkan

tappered diamond padapermukaan aproksimal berkontak dengan gigi di

embrasur bukal atau lingual, bersudut20 derajat vertikal dan ujungnya pada tepi

gusi, pengasahan sebanyak 2 mm. Gunakantappered diamond untuk

permukaan bukal dan lingual lalu asah permukaan bukallingual setinggi tepi

gingiva sekitar 1 mm dan bulatkan sudut antara permukaan ini sertapermukaan

aproksimal.

3. Pemilihan mahkota.

Dari 6 ukuran yang tersedia pilih sebuah mahkota dengan ukuran mesiodistal

yangsesuai dengan hasil pengukuran.

4. Uji coba pemasangan mahkota.

Uji cobakan mahkota yang telah dipilih pada gigi untuk memastikan

adaptasinya.

5. Pembentukkan mahkota.

Page 44: kel-4-bab-12345

44

Tepi mahkota dikerutkan supaya benar-benar rapat pada gigi. Idealnya

mahkota akanterkunci di tempatnya dan tidak mudah dikeluarkan.

6. Pemolesan mahkota.

Poles tepi-tepi mahkota dengan stone atau rubber wheel.

7. Penyemenan mahkota.

Cuci dan keringkan gigi dan mahkota. Isolasi gigi dengan saliva ejector dan

cottonroll. Gunakan semen adhesif (misalnya : polikarboksilat) dicampur

sampai konsistensiseperti krim dan oleskan ke dalam dinding-dinding mahkota

sampai penuh. Dudukkanmahkota pada gigi dari lingual ke bukal dan tekan

dengan kuat ke dalam tempatnya,minta pasien untuk menggigit.Sewaktu semen

telah mengeras, buang semua kelebihankhususnya dari sulkus gingiva dan

daerah interdental dengan menggunakan sonde dandental floss.

Gambar 7. Langkah-langkah Pembuatan Restorasi Mahkota Stainless Steel

(Cameron, 2003).

2.5 Penyakit Pulpa dan Periapikal

2.5.1 Penyakit Pulpa

A. Hiperemi pulpa

Hiperemi pulpa adalah penumpukan darah secara berlebihan pada pulpa,

yang disebabkan oleh kongesti vaskular. Hiperemi pulpa ada dua tipe (Tarigan,

2006):

1. Arteri (aktif), jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri.

2. Vena (pasif), jika terjadi pengurangan peredaran darah vena

Page 45: kel-4-bab-12345

45

Jadi, hiperemi pulpa merupakan penanda bahwa pulpa tidak dapat dibebani iritasi

lagi untuk dapat bertahan sebagai suatu pulpa yang tetap sehat.

Hiperemi pula dapat disebabkan oleh (Tarigan, 2006):

1. Trauma, seperti oklusi traumatik, syok termal sewaktu preparasi kavitas,

dehidrasi akibat penggunaan alkohol atau kloroform, syok galvanik, iritasi

terhadap dentin yang terbuka di sekitar leher gigi.

2. Kimiawi, seperti makanan yang asam atau manis, iritasi terhadap bahan

tumpatan silikat atau akrilik, bahan sterilisasi dentin (fenol, H2O2, alkohol,

kloroform).

3. Bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubulus dentin ke pulpa,

jadi dalam hal ini sebelum bakterinya masuk ke jaringan pulpa, tetapi baru toksin

bakteri.

Hiperemi pulpa bukanlah penyakit, tetapi merupakan suatu tanda bahwa

ketahanan pulpa yang normal telah ditekan sampai kritis. Hiperemi pulpa ditandai

dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena

rangsangan air, makanan, atau udara dingin, juga karena makanan yang manis

atau asin. Rasa sakit ini tidak spontan dan tidak berlanjut jika rangsangan

dihilangkan (Tarigan, 2006).

Hiperemi pulpa didiagnosis melalui gejalanya dan pemeriksaan klinis.

Rasa sakit tajam dan berdurasi pendek, berlangsung beberapa detik sampai kira-

kira 1 menit, umumnya hilang jika rangsangan disingkirkan. Pulpa yang hiperemi,

peka terhadap perubahan temperatur, terutama rangsangan dingin. Rasa manis

umumnya juga menyebabkan rasa sakit (Tarigan, 2006).

Pemeriksaan visual dan riwayat sakit pada gigi tersebut harus

diperhatikan, misalnya apakah terdapat karies, gigi pernah ditumpat, terdapat

fraktur pada mahkota gigi, atau oklusi traumatik. Pada pemeriksaan perkusi, gigi

tidak peka walaupun kadangkadang ada respons ringan. Hal ini disebabkan oleh

vasodilatasi kapiler di dalam pulpa. Terhadap tes elektrik, gigi menunjukkan

kepekaan yang sedikit lebih tinggi daripada pulpa normal. Gambaran radiografi

menunjukkan ligamen periodontal dan lamina dura yang normal dan pada

gambaran ini dapat dilihat kedalaman karies (Tarigan, 2006).

Page 46: kel-4-bab-12345

46

Hiperemi pulpa harus dibedakan dengan hipersensitivitas dentin walaupun

keduanya termasuk pulpitis reversibel. Hipersensitivitas dentin disebabkan oleh

dua faktor, yaitu (Tarigan, 2006):

a. Transmisi rasa sakit melalui tubulus dentin yang terbuka.

b. Ambang rasa sakit yang rendah akibat vasodilatasi kapiler yang kronis atau

peradangan lokal.

B. Pulpitis

Pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri telah

menggerogoti jaringan pulpa. Secara hematogen, pulpitis juga dapat terjadi karena

tuberculosis, sifilis, dan lain-lain disebut anachorese (Tarigan, 2006).

Klasifikasi pulpitis (Tarigan, 2006):

1.    Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas:

a)    Pulpitis akut. Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenal lagi, tetapi

sel-selnya masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa

parsialis yang hanya mengenai jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan

pulpitis akut serosa totalis jika telah mengenai saluran akar.

b)   Pulpitis akut fibrinosa. Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa.

c)    Pulpitis akut hemoragi. Di jaringan pulpa terdapat banyak eritrosit.

d)   Pulpitis akut purulenta. Terlihat infiltrasi sel-sel masif yang berangsur

berubah menjadi peleburan jaringan pulpa. Bergantung pada keadaan pulpa, dapat

terjadi pernanahan dalam pulpa.

2.    Berdasarkan ada atau tidak adanya gejala, pulpitis terbagi atas:

a)    Pulpitis simtomatis. Pulpitis ini merupakan respons pe-radangan dari jaringan

pulpa terhadap iritasi, dengan proses eksudatif memegang peranan. Rasa sakit

timbul karena adanya peningkatan tekanan intrapulpa. Rasa sakit ini berkisar

antara ringan sampai sangat hebat dengan intensitas yang tinggi, terus-menerus,

atau berdenyut.

Yang termasuk dalam pulpitis simtomatis adalah:

·         Pulpitis akut

·         Pulpitis akut dengan periodontitis apikalis akut/kronis

Page 47: kel-4-bab-12345

47

·         Pulpitis subakut.

Gambaran radiografi memperlihatkan adanya karies yang luas dan dalam,

kadang-kadang terjadi sedikit pelebaran ligamen periodontal. Pada pulpitis

simtomatis yang disertai periodontitis apikalis terjadi kepekaan terhadap perkusi.

Rangsangan panas akan menyebabkan rasa sakit, sebaliknya rasa sakit berkurang

dengan adanya rangsangan dingin. Pada stadium awal, gigi menunjukkan

kepekaan yang tinggi terhadap tes elektrik, selanjutnya kepekaan ini berkurang

sejalan dengan keparahan penyakit.

b)   Pulpitis asimtomatis. Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai

mekanisme pertahanan dari jaringan pulpa terhadap iritasi dengan proses

proliferasi berperan di sini. Tidak ada rasa sakit karena adanya pengurangan dan

keseimbangan tekanan intrapulpa.

Yang termasuk pulpitis asimtomatis adalah:

·         Pulpitis kronis ulseratif

·         Pulpitis kronis hiperplastik

·         Pulpitis kronis yang bukan disebabkan oleh karies (prosedur operatif,

trauma, gerakan ortodonti).

3.    Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis terbagi

atas:

a)      Pulpitis reversibel, yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat dipertahankan

setelah perawatan endodonti.

Yang termasuk pulpitis reversibel adalah:

·         Peradangan pulpa stadium transisi

·         Atrofi pulpa

·         Pulpitis akut.

b)      Pulpitis ireversibel, yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat

dipertahankan, tetapi gigi masih dapat dipertahankan di dalam rongga mulut

setelah perawatan endodonti dilakukan.

Yang termasuk pulpitis ireversibel adalah:

·         Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis

·         Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis

Page 48: kel-4-bab-12345

48

·         Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis

·         Pulpitis kronis radikularis dengan nekrosis

·         Pulpitis kronis eksaserbasi akut

C. Degenerasi Pulpa

Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang

dewasa. Penyebabnya iritasi ringan yang persisten sewaktu muda. Degenerasi

pulpa tidak selalu berhubungan dengan infeksi atau karies walaupun kadang-

kadang terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya asimtomatis,

gigi tidak mengalami perubahan warna, dan pulpa dapat bereaksi terhadap sel

termal maupun elektrik. Namun jika degenerasi pulpa total, misalnya akibat

trauma atau infeksi, gigi dapat berubah warna dan tidak memberikan respon

terhadap rangsangan (Tarigan, 2006).

D. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan

dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba

akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial ataupun total. Ada 2 tipe

nekrosis pulpa, yaitu (Tarigan, 2006): 

1. Tipe koagulasi

Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah

menjadi bahan yang padat.

2. Tipe liquefaction

Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan

yang lunak atau cair3. Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil

akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain,

air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin

yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa

nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian

pulpa ini disebut gangren pulpa.

Page 49: kel-4-bab-12345

49

2.5.2 Penyakit Jaringan Periapikal

Penyakit jaringan periapeks biasanya dimulai dengan periodontitis, tanpa

disertai gejala atau ada sedikit kepekaan terhadap perkusi dan penebalan ligament

periodontal. Periodontitis ini pada mulanya disebabkan oleh perluasan radang

pulpa atau trauma periapeks akibat perawatan endodontic, seperti instrumentasi

berlebih atau rangsangan obat saluran akar. Berdasarkan gejala klinisnya,

penyakit jaringan periapeks dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tarigan,

2006):

1. Patosis Pulpoperiapeks Simtomatis

Respon peradangan dari jaringan penyambung periapeks terhadap iritasi

pulpa, dengan proses eksudatif memegang peranan penting. Rasa sakit

timbul karena kenaikan tekanan intraperiapeks.

2. Periodontitis Apikalis

Merupakan peradangan simtomatis yang ringan pada jaringan periapeks.

Biasanya disebabkan oleh kontaminasi saluran akar yang mengakibatkan

vasodilatasi, eksudasi, dan infiltrasi leukosit ke periapeks.

3. Periodontitis Apikalis Akut

a. Abses Periapikal Akut

Merupakan proses eksudatif lebih lanjut dan proses peradangan yang

lebih parah dari jaringan periapeks. Juga disebabkan oleh kontaminasi

saluran akar yang akan meningkatkan jumlah eksudat/edema, infiltrasi

leukosit, dan pembentukan pus.

b. Abses Rekrudesen

Merupakan respons peradangan eksaserbasi dari penyakit kronis akibat

kontaminasi dari saluran akar. Diagnosis didasarkan pada gejala yang

akut dan pada pemeriksaan radiografi akan terlihat adanya radiolusensi

periapeks.

c. Abses Periapeks Subakut

Merupakan fase simtomatis dari abses periapeks kronis. Selama fase

asimtomatis, rasa sakit dan pembengkakan hamper tidak ada,

disebabkan karena adanya drainase melalui mulut atau traktus sinus.

Page 50: kel-4-bab-12345

50

d. Patosis Pulpoperiapeks Asimtomatis

Merupakan respon peradangan sebagai mekanisme pertahanan jaringan

periapeks terhadap iritasi pulpa, dengan proses ploliferasi (kronis atau

granuloma) memegang peranan.

e. Osteosklerosis Pulpoperiapeks

Merupakan respons produktif dari jaringan periapeks terhadap iritasi

pulpa yang ringan dan berlanjut. Keadaan ini termanifestasi berupa

peningkatan kepadatan tulang periapeks. Kedaan ini disebabkan

hiperaktivitas osteoblas dan bukan karena konsentrasi mineral yang

tinggi (hiperkalsifikasi).

4. Periodontitis Apikalis Kronis Insipien

Dapat merupakan lanjutan dari proses periodontitis apikalis akut setelah

dilakukan drainase. Periodontitis apikalis kronis ini juga dapat

memberikan respons akut jika kontaminasi pulpa tidak dihilangkan.

5. Periodontitis Apikalis Kronis Lanjutan

a. Granuloma Periapeks

Merupakan respons peradangan yang lebih parah dari periodontitis

apikalis kronis. Ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada

periapeks. Granuloma ini biasanya didahului abses apikalis kronis.

b. Kista Periapeks

Merupakan respon peradangan kronis dari jaringan periapeks yang

berkembagn dari lesi kronis. Kista ini berisi cairan yang dikelilingi

dengan jaringan granuloma.

c. Abses Periapeks Kronis

Merupakan respons peradangan yang berlanjut dari jaringan

penyambung periapeks terhadap iritasi pulpa, yang ditandai dengan

adanya parulis atau pembentukan nanah yang aktif dengan drainase

melalui mulut disertai adanya fistel atau traktus sinus. Abses periapeks

kronis dapat merupakan lanjutan dari periodontitis apikalis atau abses

periapeks akut apabila dijumpai drainase melalui mukosa mulut.

Page 51: kel-4-bab-12345

51

2.5.3 Patofisiologi Penyakit Pulpa dan Periapikal

Patogenesis penyakit jaringan pulpa dan periapikal gigi yang merupakan

kelanjutan dari proses karies gigi dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti berikut

ini. Jika gigi dengan karies superfisialis tidak dirawat, maka kerusakan akan terus

berlanjut dari enamel ke dentin. Biasanya seseorang baru menyadari adanya

kerusakan pada giginya apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan timbul

apabila rangsangan/jejas mengenai ujung sel odontoblast di batas dentin dengan

enamel yang merupakan garis depan pertahanan jaringan pulpa. Apabila

rangsangan sudah mencapai pulpa, nyeri dentin dapat berlanjut menjadi nyeri

pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada sistem aliran darah mikro dan sistem seluler

jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa karena terganggunya

keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan yang keluar. Udema pada

pulpa yang terletak di dalam rongga pulpa yang sempit mengakibatkan sistem

persyarafan pulpa terjepit, sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat yang sering

hampir tak tertahankan. Persyarafan pulpa gigi adalah serat syaraf cabang

sensorik ganglion Trigeminal dan cabang otonomik ganglion servikal superior.

Fungsi syaraf sensorik (syaraf afferent/sensory neuron, diantaranya A-delta dan

C-fibers) adalah untuk mendeteksi rangsangan dan melanjutkannya ke sistem

syaraf pusat, sedangkan fungsi system otonomik ialah untuk menjaga

keseimbangan jaringan pulpa dan menjaga system “homeostatis”. Sistem pada

organ pulpa gigi inilah yang mengatur proses pemulihan/reaksi jaringan pulpa

terhadap cedera (Rukmo, 2011).

Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas yang masuk, menimbulkan

kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk pulih kembali maka

keradangan pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis reversibel. Pada proses

berikutnya jika kerusakan jaringan pulpa tambah meluas sehingga pemulihannya

tidak dapat tercapai, keradangan ini disebut pulpitis ireversibel. Jaringan pulpa

yang telah meradang tersebut mudah mengalami kerusakan secara menyeluruh

dan mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis atau mati. Pulpa yang nekrosis untuk

sementara mungkin tidak menimbulkan nyeri, namun menjadi tempat kuman

berkembang biak yang akhirnya menjadi sumber infeksi. Produk infeksinya

Page 52: kel-4-bab-12345

52

mudah menyebar ke jaringan sekitarnya. Bila menyebar ke jaringan periapikal

dapat terjadi periodontitis periapikal. Penyebaran kuman dapat pula menjangkau

jauh ke organ tubuh lainnya seperti jantung, ginjal, otak dan lain sebagainya.

Dalam keadaan demikian gigi tersebut kemudian menjadi “focal infection”.

Adanya kemungkinan hubungan antara “sepsis dalam mulut” dengan

“endocarditis” telah banyak dilaporkan. Hal inilah yang kemudian menjadi salah

satu dasar alasan untuk bekerja secara asepsis dalam setiap tindakan perawatan

endodontic (Rukmo, 2011).

Jika keradangan jaringan periapikal dibiarkan tanpa perawatan, lama-

kelamaan produk iritasi pulpa yang mati dapat menjadi rangsangan yang terus

menerus di jaringan periapikal. Dalam keadaan normal jaringan periapikal gigi

tersebut akan berusaha membendung laju jejas dengan cara mengadakan

proliferasi jaringan granulasi sehingga terbentuk suatu granuloma periapikal. Jika

proses iritasi berlangsung terus maka epitel Malassez yang terperangkap di dalam

granuloma mengadakan proliferasi. Proliferasi epitel ini diduga disebabkan oleh

karena adanya penurunan tekanan O2 dan adanya kemampuan epitel untuk

mengadakan anaerobic glycolysis. Pertumbuhan kista yang terus berlangsung

disebabkan oleh karena meningkatnya tekanan osmotik dalam lumen, sehingga sel

di pusat dan pada dinding mengalami degenerasi akibat dari ischemia. Epitel

memperbanyak diri dengan cara pembelahan sel di daerah yang berdekatan

dengan lapisan basal, sel-sel pada bagian sentral menjadi terpisah makin lama

makin jauh dari sumber nutrisi, kapiler dan cairan jaringan dari jaringan ikat. Oleh

karena kegagalan memperoleh nutrisi bagian tersebut akan mengalami degenerasi

sehingga menjadi nekrotik atau liquefy. Sel pada bagian sentral proliferasi epitel

Malassez ini akan mengalami kematian, membentuk suatu epithelial loop,

sehingga terbentuk suatu kista radikuler yang kecil. Eksudat mengalir dari

pembuluh darah kapiler melalui ruang intra epitel pada dinding epitel kista

radikuler menuju ke rongga kista.13 Eksudat mengalir ke rongga kista secara pasif

akibat adanya kenaikan tekanan osmotik yang timbul oleh karena adanya

pelepasan sel-sel epitel, lekosit dan makrofag ke rongga kista. Dengan adanya

Page 53: kel-4-bab-12345

53

akumulasi cairan di dalam rongga kista serta resorpsi tulang rahang di sekitarnya,

kista radikuler menjadi bertambah besar (Rukmo, 2011).

Page 54: kel-4-bab-12345

54

BAB III

PETA KONSEP

KlasifikasiKaries

Etiologi

KedalamannyaCara Meluasnya

Baby Botle Caries

Diagnosa

Lokasinya

Penatalaksanaan

FirdausFatahillah

Keparahannya

Pencegahan

Karies Gigi

54

Page 55: kel-4-bab-12345

55

BAB IV

PEMBAHASAN

Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produk-

produknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini

tidak terjadi segera melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan (Kidd &

Sally, 1991).

Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh

substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian dilanjutkan

dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam tiga tahap yaitu

pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak. Plak terbentuk ketika

pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung (Putri, 2010).

Karies adalah kematian tulang yang kemudian akan melunak, berubah

warna, dan porus, menimbulkan inflamasi di periosteum dan jaringan sekitarnya.

Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh ulah

mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan sehingga terbentuk

asam dan menurunkan pH kritis. Akibatnya terjadi demineralisasi jarngan keras

gigi. Tanda karies adalah terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin

diikuti oleh disintegrasi bagian organiknya (Narlan, 2004).

Saat ini prevalensi tertinggi dari penyakit gigi dan mulut adalah karies dan

penyakit periodontal. Plak gigi merupakan penyebab utama terjadinya karies dan

penyakit periodontal. Untuk mencegah akumulasi plak gigi, maka tindakan

kebersihan mulut dengan pengendalian plak gigi sangat penting. Usaha

pengendalian plak gigi dapat ditempuh melalui dua cara yaitu secara mekanis dan

kimiawi. Cara mekanis yaitu dengan menggunakan sikat gigi dan pasta gigi,

sedangkan cara kimiawi adalah dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat

antiplak (Dewi, 2008).

Keberadaan fluor dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan

lingkungannya dapat merangsang efek anti karies dalam beberapa cara. Kadar F

yang bergabung dengan email selama proses pertumbuhan gigi bergantung pada

ketersediaan F tersebut dalam air minum atau makanan lain yang mengandung

55

Page 56: kel-4-bab-12345

56

fluor. Tersedianya F di sekitar gigi selama proses pelarutan email akan

mempengaruhi proses remineralisasi dan demineralisasi, dimana F dapat

meningkatkan remineralisasi dan mencegah demineralisasi. Di sampaing itu, F

mempengaruhi bakteri plak dalam membentuk asam (Kidd & Sally, 1991).

Karies gigi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya penyakit

pulpa dan periapikal. Hasil pemantauan Depkes RI menunjukkan bahwa dari 13

jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling banyak diderita pasien yang datang

berobat ke rumah sakit pada tahun 1997 adalah penyakit pulpa dan jaringan

periapikal (25,60%). Demikian pula hasil analisis 5 jenis penyakit gigi dan mulut

yang diderita masyarakat yang datang berobat di Puskesmas pada tahun 1998

menunjukkan bahwa penyakit gigi yang bersumber dari karies gigi yaitu penyakit

pulpa dan periapikal menempati prosentase tertinggi dibandingkan penyakit gigi

dan mulut lainnya yakni 33%., kemudian diikuti dengan karies sebesar 16,9%.

Sedangkan penyakit kelainan jaringan mulut, proporsi terbesar adalah gingivitis

dan penyakit periodontal 25,8% kemudian gangguan gigi dan jaringan lain 12,4%

dan penyakit rongga mulut, kelenjar ludah dan lainnya 11,8%. Data dari Rumah

Sakit dan Puskesmas ini memperlihatkan bahwa sebagian besar pasien yang

datang untuk berobat gigi ke Rumah Sakit dan Puskesmas di Indonesia

memerlukan perawatan jaringan pulpa dan periapikal giginya. Mengingat hal ini,

maka perawatan endodontik seharusnya menyumbangkan peran/kontribusi yang

bermakna dalam program peningkatan kesehatan gigi (Rukmo, 2011).

Pulpa gigi adalah jaringan yang mengisi ruang pulpa dan saluran akar

(rongga gigi), yang terdiri dari komponen sel (fibroblast, pluripotensial cell,

histiosit, dentinoblast), komponen interseluler (serat kolagen, matriks substansi

dasar), pembuluh darah, pembuluh limfe, dan syaraf. Sedangkan jaringan

periapikal terletak di sekitar ujung akar gigi dengan komponen sementum,

ligamen periodontal dan tulang alveolar. Keduanya (pulpa gigi dan jaringan

periapikal) terhubung melalui foramen apikal (lubang di ujung akar). Adanya

hubungan ini mengakibatkan penyakit pada jaringan pulpa gigi jika tidak dirawat

akan berlanjut menjadi penyakit jaringan periapikal (Rukmo, 2011).

Page 57: kel-4-bab-12345

57

Early childhood caries/baby bottle caries merupakan suatu bentuk karies

pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya

yang termasuk karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam jangka waktu

yang panjang, yang dulu disebut juga dengan karies botol susu. ECC adalah

penyakit multifaktorial akibat interaksi beberapa faktor termasuk mikroorganisme

kariogenik, karbohidrat, kesalahan pemberian makanan, dan faktor sosial

ekonomi. Secara umum proses terjadinya karies pada gigi dipengaruhi oleh 4

faktor penyebab utama, yaitu : gigi, bakteri, substrat dan waktu (Sumawinata,

1994).

Anak yang didiagnosa dengan ECC mempunyai resiko tinggi untuk

mengalami karies pada gigi permanen. Manifestasi ECC adalah lebih dari hanya

sakit dan infeksi, juga mempunyai potensi untuk mempersulit cara bicara dan

komunikasi, nutrisi, produktivitas dan kualitas hidup saat dewasa. Disebabkan

oleh transmisi bakteri kariogenik segera setelah gigi pertama erupsi, mengurangi

tahap mutans pada ibu akan menurunkan resiko anak terbentuk ECC (Bairavi,

2009).

Page 58: kel-4-bab-12345

58

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pembentukan plak gigi di dalam rongga mulut dibentuk pertama kali oleh

substansi saliva dan karbohidrat dari sisa-sisa makanan, kemudian

dilanjutkan dengan serangkaian proses yang berurutan. Plak terjadi dalam

tiga tahap yaitu pembentukan pelikel, kolonisasi bakteri dan maturasi plak.

Plak terbentuk ketika pelikel, sisa makanan dan bakteri bergabung.

2. Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh

ulah mikroorganisme, biasanya streptococcus mutans, pada karbohidrat

yang dapat difermentasikan sehingga terbentuk asam dan menurunkan pH

kritis. Akibatnya terjadi demineralisasi jaringan keras gigi. Tanda karies

adalah terjadinya demineralisasi mineral email dan dentin diikuti oleh

disintegrasi bagian organiknya. Karies yang tidak ditangani dapat

menyebabkan infeksi menjalar menuju ke pulpa dan jaringan periapikal.

3. Early childhood caries/baby bottle caries merupakan suatu bentuk karies

pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan

lainnya yang termasuk karbohidrat seperti sari buah, susu, dan soda dalam

jangka waktu yang panjang, yang dulu disebut juga dengan karies botol

susu. ECC adalah penyakit multifaktorial akibat interaksi beberapa faktor

termasuk mikroorganisme kariogenik, karbohidrat, kesalahan pemberian

makanan, dan faktor sosial ekonomi. Secara umum proses terjadinya karies

pada gigi dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama, yaitu : gigi, bakteri,

substrat dan waktu.

5.2 Saran

Kepada orang tua diharapkan untuk lebih mengawasi pemberian susu

botol pada anak agar anak tidak sampai minum susu sampai tertidur untuk

mencegah terjadinya caries ini.

58