hi per bilirubin emi a

33
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Bilirubin pada Neonatus Bayi baru lahir memproduksi bilirubin sebanyak 6 - 8 mg/kgBB perhari, dua kali individu dewasa (per kilogram berat badan)4. Peningkatan serum bilirubin dapat bersifat fisiologis atau patologis. Disebut hiperbilirubinemia, dimana pada neonatus yang dominan adalah bilirubin indirek, bila kadarnya >10 mg/dl, yang dapat menyebabkan terjadinya kern icterus dan berakibat kerusakan neurologis menetap atau bahkan kematian 1,2,3 Ikterus adalah suatu gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau jaringan lain yang terlihat, karena adanya deposisi produk akhir pemecahan atau katabolisme heme yaitu bilirubin 2,5 Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total. Ikterus akan tampak pada kadar bilirubin serum total > 5 mg/dl 2,4 1.1.1. Metabolisme Bilirubin Reaksi kimia dan enzimatis yang terjadi pada metabolisme pemecahan heme dan pembentukan bilirubin sangat kompleks. Mula- mula heme dilepaskan dari hemoglobin sel darah merah yang mengalami hemolisis di sel-sel retikuloendothelial dan dari hemoprotein lain, seperti mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom dan nitrit oksida sintase, yang terdapat pada berbagai organ dan jaringan. Selanjutnya, globin akan diuraikan menjadi unsur-unsur asam amino pembentuk semula untuk digunakan kembali, zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali, sedangkan heme akan dikatabolisme melalui serangkaian proses enzimatik. Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga diuraikan, terutama di dalam sel-sel retikuloendotelial pada hati, limpa dan sumsum tulang 1,6 .

Upload: fitria-ramanda

Post on 29-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hi Per Bilirubin Emi A

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Bilirubin pada NeonatusBayi baru lahir memproduksi bilirubin sebanyak 6 - 8 mg/kgBB perhari, dua kali individu

dewasa (per kilogram berat badan)4. Peningkatan serum bilirubin dapat bersifat fisiologis atau patologis. Disebut hiperbilirubinemia, dimana pada neonatus yang dominan adalah bilirubin indirek, bila kadarnya >10 mg/dl, yang dapat menyebabkan terjadinya kern icterus dan berakibatkerusakan neurologis menetap atau bahkan kematian 1,2,3

Ikterus adalah suatu gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau jaringan lain yang terlihat, karena adanya deposisi produk akhir pemecahan atau katabolisme heme yaitu bilirubin 2,5

Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total. Ikterus akan tampak pada kadar bilirubin serum total > 5 mg/dl 2,4

1.1.1. Metabolisme BilirubinReaksi kimia dan enzimatis yang terjadi pada metabolisme pemecahan heme dan

pembentukan bilirubin sangat kompleks. Mula-mula heme dilepaskan dari hemoglobin sel darah merah yang mengalami hemolisis di sel-sel retikuloendothelial dan dari hemoprotein lain, seperti mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom dan nitrit oksida sintase, yang terdapat pada berbagaiorgan dan jaringan. Selanjutnya, globin akan diuraikan menjadi unsur-unsur asam amino pembentuk semula untuk digunakan kembali, zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali, sedangkan heme akan dikatabolisme melalui serangkaian proses enzimatik. Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga diuraikan, terutama di dalam sel-sel retikuloendotelial pada hati, limpa dan sumsum tulang 1,6.

Heme yang dilepaskan dari hemoglobin akan didegradasi oleh suatu proses enzimatis di dalam fraksi mikrosom sel retikuloendetelial. Proses ini dikatalisir oleh enzim heme oksigenase, yaitu enzim pertama dan enzyme pembatas-kecepatan (a rate-limiting enzyme) yang bekerja dalam suatu reaksi dua tahap dengan melibatkan Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate(NADPH) dan oksigen. Sebagaimana dilukiskan dalam gambar 1, heme akan direduksi oleh NADPH, dan oksigen ditambahkan pada jembatan α-metenil antara pirol I dan II porfirin. Dengan penambahan lebih banyak oksigen, ion feri (Fe+++) dilepaskan, kemudian dihasilkan karbon monoksida dan biliverdin IX-α dengan jumlah ekuimolar dari pemecahan cincin tetrapirol. Metalloporfirin, yaitu analog heme sintetis, dapat secara kompetitif menginhibisi aktivitas heme oksigenase (ditunjukkan oleh tanda X pada gambar) 1,3.

Page 2: Hi Per Bilirubin Emi A

Gambar 1. Alur Metabolisme Pemecahan Heme dan Pembentukan Bilirubin 3

Sumber : Denery PA, et al. Neonatal Hyperbilirubinemia, New Eng Med Journal 3

Karbon monoksida mengaktivasi GC (guanylyl cyclase) menghasilkan pembentukan cGMP (cyclic guanosine monophosphate). Selain itu dapat menggeser oksigen dari oksi hemoglobin atau diekshalasi. Proses ini melepaskan oksigen dan menghasilkan karboksi hemoglobin. Selanjutnya karboksi hemoglobin dapat bereaksi kembali dengan oksigen, menghasilkan oksi hemoglobin dan karbon monoksida yang diekshalasi. Jadi rangkaian reaksi inisebenarnya merupakan reaksi dua arah 3

Biliverdin dari hasil degradasi heme selanjutnya direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase di dalam sitosol. Bilirubin disebut sebagai bilirubin indirek (unconjugated bilirubin), yang terbentuk dalam jaringan perifer akan diikat oleh albumin, diangkut oleh plasma ke dalam hati. Peristiwa metabolisme ini dapat dibagi menjadi tiga proses : (1) pengambilan bilirubin oleh sel parenkim hati, (2) konjugasi bilirubin dalam reticulum endoplasma halus, dan (3) sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu 1,3,4,7.

1.1.2 Penyebab Peningkatan Kadar BilirubinSecara umum penyebab peningkatan kadar bilirubin dapat dibagi menjadi dua, tergantung

pada tipe bilirubin yang dominan dalam plasma, yaitu : karena peningkatan kadar bilirubin indirek atau bilirubin direk. Pada bayi, hiperbilirubinemia didominasi oleh peningkatan kadar bilirubin indirek.

Penyebab terjadinya hiperbilirubinemia pada kelompok ini antara lain 1,4,7 :1. Proses Fisiologis

Page 3: Hi Per Bilirubin Emi A

Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur, terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek serum selama minggu pertama kehidupan, biasanya pada hari ketiga, dan akan menurun secara spontan. Keadaan ini disebabkan karena :i. Pada bayi baru lahir didapatkan :

(1) volume sel darah merah tinggi sebagai kompensasi tekanan partial oksigen yang rendah, (2) umur sel darah merah pendek dan (3) peningkatan resirkulasi entero hepatal dari bilirubin

ii. Kurangnya ambilan (uptake) hati sebagai dampak penurunan konsentrasi protein pengikat bilirubin (seperti ligandin)iii. Kurangnya konjugasi karena masih rendahnya aktivitas glukoronil transferase

2. Peningkatan ProduksiPeningkatan pemecahan sel darah merah (hemolisis) yang berlebihan berdampak

meningkatnya kadar bilirubin terutama bilirubin indirek. Hemolisis, dapat disebabkan antara lain karena 1-3 :i. Inkompatibilitas golongan darah : Rhesus, ABO, dllii. Defek biokimia (enzim) sel darah merah, antara lain : defisiensi G6PD, defisiensi Pyruvat Kinase, defisiensi Hexokinaseiii. Abnormalitas struktur (membran) sel darah merah, antara lain : Sferositosis herediter, Elliptositosis herediter, Piknositosis infantiliv. Infeksi, antara lain : Bakterial, Viral, dan Protozoa

3. Kelainan ambilan (uptake) oleh hati

4. Defek/kegagalan konjugasii. Defisiensi kongenital enzim glukoronil transferase (misalnya pada penyakit sindroma Crigler-Najjar dan sindroma Gilbert)ii. Inhibisi enzim glukoronil transferase (misalnya karena pengaruh obat dan sindroma Lucey-Driscoll)

5. Sekuestrasi sel darah merah, seperti: sefal hematom, perdarahan intrakranial, dan perdarahan saluran cerna, akan menyebabkan peningkatan hemolisis dan membebani jalur degradasi bilirubin

1.1.3 Dampak HiperbilirubinemiaPada tingkat seluler, bilirubin dapat menginhibisi enzim mitokondrial dan mengganggu

sintesis deoxyribonucleic acid (DNA), menginduksi patahnya benang DNA, dan menginhibisi sintesis dan fosforilasi protein 8.

Bilirubin mempunyai afinitas terhadap fosfolipid membran, disamping itu menginhibisipengambilan tirosin, yaitu suatu penanda transmisi sinaptik 27 juga menginhibisi fungsi kanal ion reseptor N-methyl-d-aspartate 28. Hal ini menunjukkan bahwa bilirubin dapat mengganggu

Page 4: Hi Per Bilirubin Emi A

signal neuroeksitasi sehingga memperlambat konduksi saraf (khususnya pada saraf auditorik) 29. Bilirubin juga dapat menghambat pertukaran elektrolit dan transport air di ginjal 30. Karena sifathidrofobisitasnya, hanya bilirubin indirek (bilirubin retensi) yang bisa melewati sawar darah otak untuk masuk ke dalam sistem saraf pusat 1-3

Bilirubin indirek merupakan substrat bagi protein membran-plasma yang tergantung ATP (ATP-dependent plasma membrane rotein), yaitu glikoprotein, pada sawar darah-otak 3.

Kondisi yang merubah permiabilitas sawar darah otak misalnya infeksi, asidosis, hiperoksia, sepsis, prematuritas, dan hiperosmolaritas, dapat mempengaruhi masuknya bilirubin kedalam otak menyebabkan ensefalopati bilirubin yang tak terikat albumin (bilirubin bebas) dalam jumlah kecil juga dapat menembus sawar darah otak 1,6,7. Pada keadaan ini dapat timbul disfungsi neuronal, ensefalopati, dimana bayi berisiko mengalami kematian atau sekuele berupa kecacatan perkembangan di kemudian hari 2,3,5.

Kern Icterus adalah suatu diagnosis Patologi Anatomi terhadap keadaan ensefalopati bilirubin akibat deposisi bilirubin pada jaringan otak, terjadi kerusakan di ganglia dan nukleus batang otak. Kernicterus terjadi pada sejumlah kecil bayi tetapi memiliki mortalitas yang tinggi dan dapat menyebabkan gejala sisa seperti palsi serebral, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental berdampak pada kualitas hidup 2,3.

Gambaran klinis kernikterus bervariasi, 15% bayi tidak mempunyai gejala neurologis yang jelas. Penyakit tersebut dapat dibagi menjadi bentuk akut dan bentuk kronis.

1.2 Inkompatibilitas ABO1.2.1 Definisi

Merupakan kondisi medis dimana golongan darah ibu dan bayi berbeda sewaktu masa kehamilan. 1.2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan.9

RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL.5 Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia. Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%,

Page 5: Hi Per Bilirubin Emi A

78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.10

Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.

1.2.3. Patofisiologi

Orang dengan golongan darah O memproduksi anti-A dan anti-B. Ketika ibu darah golongan darah O hamil bayi dengan golongan darah A, B, atau AB, ada kesempatan antibody anti-A atau anti-B akan melewati plasenta ketika dalam kehamilan atau saat lahir dan menyebabkan inkompatibilitas ABO.

Layaknya antibody di produksi pada penyakit Rhesus, antibodi dengan inkompatibilitas ABO menyerang sel darah merah bayi melewati plaseta. Antibodi ini bisa menyebabkan penghancuran secara cepat sel sarah merah bayi. Bilirubin diproduksi bila tubuh mengahancurkan sel darah merah dan ketika ada percepatan pengancuran maka produksi bilirubin juga meningkat, menyebabkan ikterik dan terkadang anemia.

Inkompatibilitas ABO akan signifikan akibatnya pada kehamilan yang pertama dan tidak akan lebih buruk atau bahaya pada kehamilan berikutnya.

1.2.4 Diagnosis1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian.Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut. WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: 11

- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.

- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.

- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 1)

2. Bilirubin Serum

Page 6: Hi Per Bilirubin Emi A

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil) Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

2. Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip

memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen.3 Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis. Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.8 Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.12

4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan

mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.13

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.14

Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

Page 7: Hi Per Bilirubin Emi A

a Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

1.2.5 Tata laksana Dari penelusuran kepustakaan didapatkan sebuah panduan klinis terbaru mengenai tata

laksana ikterus neonatorum yang dikeluarkan oleh American Association of Pediatrics pada tahun 2004. Intisari dari panduan tersebut adalah sebagai berikut.15

1. Ikterus Fisiologis

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus

Page 8: Hi Per Bilirubin Emi A

sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:16

- Minum ASI dini dan sering - Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO - Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

2. Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum7 (WHO)

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat pada tabel 1. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis . Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:

- Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.

- Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar

- Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan. Tentukan diagnosis banding

3. Tata laksana HiperbilirubinemiaHemolitik Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan

darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.7

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar . Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:

- Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar (tabel 4), kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.

- Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).

- Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar: Persiapkan transfer

Page 9: Hi Per Bilirubin Emi A

Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau center dengan fasilitas transfusi tukar Kirim contoh darah ibu dan bayi Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk

dan terapi apa yang akan diterima bayi. Nasihati ibu: Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.

- Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.

- Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).

- Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

4. Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice) 7 Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup

bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan. Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab. Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan. Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital

TERAPI SINAR Mekanisme kerja

Bilirubin tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin. Indikasi: Tabel 2. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum11

Page 10: Hi Per Bilirubin Emi A

a) faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis. b) Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

Tabel 3. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah 17

Terapi sinar konvensional Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm. Intensitas cahaya yang biasa digunakan

adalah 6-12 watt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes. Cahaya biru khusus memiliki kerugian karena dapat membuat bayi terlihat biru, walaupun pada bayi yang sehat, hal ini secara umum tidak mengkhawatirkan. Untuk mengurangi efek ini, digunakan 4 tabung cahaya biru khusus pada bagian tengah unit terapi sinar standar dan dua tabung daylight fluorescent pada setiap bagian samping unit.

Teknik terapi sinar : Persiapan Unit Terapi sinar11

- Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C.

- Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.

- Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering): Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.

Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.

Page 11: Hi Per Bilirubin Emi A

Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi.

Pemberian Terapi sinar11

Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar. (Gambar 3) - Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet.

Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.

- Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.

- Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.

Gambar 3. Bayi dalam Unit Terapi sinar

- Balikkan bayi setiap 3 jam

- Pastikan bayi diberi makan: Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam:

- Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata

- Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah),

tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari (tabel 3) selama bayi masih diterapi sinar .

Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar .

Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.

Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan: - Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa

dilakukan di dalam unit terapi sinar .

Page 12: Hi Per Bilirubin Emi A

- Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)

- Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C - 37,5 0C.

- Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus: Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL

Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar (tabel 4), persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.

Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.

Setelah terapi sinar dihentikan: - Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila

memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis. (tabel 1) - Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai

terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.

Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning.

Komplikasi Terapi Sinar11

Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel. Tabel 4. Komplikasi terapi sinar

Page 13: Hi Per Bilirubin Emi A

TRANFUSI TUKAR Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang

dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar.

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar18 1. Darah yang digunakan golongan O.

2. Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.

4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.

6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ---- 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.

Teknik Transfusi Tukara. Simple Double Volume. Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena

umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.

b. Isovolumetric. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.

c. Partial Exchange Tranfusion. Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia. Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O

rhesus positif.

Pelaksanaan tranfusi tukar:

Page 14: Hi Per Bilirubin Emi A

1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan, pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.

2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga sterilitasnya.

3. Persiapan Alat. a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap

b. Lampu pemanas dan alat monitor

c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril

d. Masker, tutup kepala dan gaun steril

e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah

f. Set tranfusi 2 buah

g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath

h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah

i. Selang pembuangan

j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis

k. Meja tindakan

Indikasi Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi tukar

pada hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar berdasarkan keputusan WHO tercantum dalam tabel 5. Tabel 5. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum11

Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah mencapai kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.Tabel 6. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah17

Page 15: Hi Per Bilirubin Emi A

Keterangan: Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi: a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 11 gr/dL

b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar

c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13 gr/dL

d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara adekuat dengan terapi sinar

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi: - Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

- Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

- Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

- Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar - Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

- Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

- Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

- Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

- Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik enterokolitis nekrotikan - Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan pasca tranfusi tukar - Lanjutkan dengan terapi sinar

- Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar 12: a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang

tua penderita

b. Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya

c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan NaCl fisiologis

d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin-bilirubin di dalam darah meningkat sebelum

Page 16: Hi Per Bilirubin Emi A

tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra indikasi atau tranfusi tukar harus segera dilakukan

e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah

f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar

g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah)

Jumlah Darah Donor yang DipakaiJika darah donor yang diberikan berturut-turut 50 mL/kgBB, 100 mL/kgBB, 150

mL/kgBB dan 200 mL/kgBB maka darah bayi yang terganti berturut-turut adalah sebagai berikut: 45%, 70%, 85-85% dan 90%.

Pencegahan15

Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut: 1. Primer AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir

cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama. Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik. AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.

2. Sekunder Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.

Pemeriksaan Golongan Darah Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta

menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Page 17: Hi Per Bilirubin Emi A

BAB IIIlustrasi kasus

Nama : By VA

Usia : 2 hari

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl Tekukur no 30, Ampang, Padang

MR : 836733

Tanggal masuk : 29 juli 2013

Seorang pasien bayi perempuan usia 2 hari masuk covice RSUP Dr M Djamil Padang pada tanggal 29 Juli 2013 pukul 16.00 WIB dengan ;

Keluhan Utama : Tampak bertambah kuning sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

- NBBLB 4200 gr, PB 53 cm, lahir vakum ekstraksi a.i. kala II memanjang, ditolong dokter, cukup bulan, A/S 8/9, ibu baik, ketuban jernih

- Tampak kuning sejak usia 24 jam, kuning sampai wajah, makin bertambah kuning sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit

- Demam tidak ada, kejang tidak ada

- Sesak nafas tidak ada, kebiruan tidak ada

- Pasien menyusu kuat kepada ibu, frekuensi 8 x/ hari, lama menyusu ± 15-20 menit / kali

- Muntah tidak ada

- Pasien sebelumnya dirawat di RS Bersalin, telah dilaksanakan pemeriksaan darah dengan hasil bilirubin total 26,08 % , bilirubin I 26,04 %, bilirubin II 0,84 %, anak kemudian dirujuk ke RSUP DR M Djamil

Riwayat penyakit Keluarga :

- Kakak pasien juga ada riwayat kuning sejak lahir, kuning dialami selama ± 1 minggu, hilang dengan setelah rutin dijemur.

Riwayat kehamilan, sosial ekonomi :

- Pemeriksaan antenatal ke bidan, tiap bulan, penyakit saat kehamilan tidak ada, perdarahan tidak ada, demam saat hamil tidak ada, nyeri dan panas saat buang air kecil pada akhir kehamilan tidak ada, asupan nutrisi saat hamil kuantitas dan kualitas cukup, tidak ada mengkonsumsi obat-obatan dan merokok

Page 18: Hi Per Bilirubin Emi A

- Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, ibu pasien berusia 22 tahun, pendidikan terakhir D3, pekerjaan ibu rumah tangga, ayah pasien berumur 32 tahun, pendidikan terakhir sarjana, pekerjaan PNS.

- Rumah permanen, sumber air minum PDAM, pekarangan ada namun tidak luas,WC di dalam rumah, sampah dijumput oleh petugas.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

Kesadaran : Cukup aktif

Berat badan : 3700 gr Panjang badan : 53 cm

Frekuensi jantung : 147 x/ menit Sianosis : Tidak ada

Frekuensi nafas : 48 x / menit Ikterus : Ada

Gizi : Baik

Suhu : 37,1 oC

Kepala ; Bentuk : Bulat, simetris

Ubun-ubun besar : 1,5 x 1,5 cm Jejas persalinan : tidak ada

Ubun-ubun kecil : 0,5 x 0,5 cm

Mata : Konjungtiva tidak anemis, perdarahan subkonjungtiva tidak ada, sclera ikterik

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada

Mulut : Sianosis sirkum oral tidak ada

Leher : Tidak ditemukan kelainan

Thoraks : Bentuk : normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada

Jantung : irama teratur, bising tidak ada

Paru : bronkovesikular, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : Permukaan : datar

Kondisi : lemas

Page 19: Hi Per Bilirubin Emi A

Hati : ¼ x ¼

Limpa : tidak teraba

Tali pusat : layu

Umbilikus : tidak hiperemis

Genitalia : tidak ditemukan kelainan, labia mayora menutupi labia minora

Ekstermitas : akral hangat, perfusi baik

Kulit : teraba hangat, tampak kuning hingga telapak kaki

Anus : ada

Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan

Refleks neonatal : Moro : (+) Isap : (+)

Rooting : (+) Pegang: (+)

Ukuran : Lingkar kepala : 31 cm Panjang lengan : 16 cm

Lingkar dada : 35 cm Panjang kaki : 23 cm

Lingkar perut : 32 cm Kepala-simpisis : 33 cm

Simpisis-kaki : 19 cm

Hasil laboratorium saat masuk :

Hb : 9 gr/dL

Leukosit : 13.000/mm3

Hitung jenis : 0/1/3/27/69/0

Diagnosis Kerja

- Ikterik neonatorum suspek inkompatibilitas ABO

Rencana

- Coomb test

- Kultur darah

- Cek AGD, elektrolit

Page 20: Hi Per Bilirubin Emi A

- Kalsium, ureum-kreatinin

- SGOT, SGPT

- Protein total, albumin, globulin

- PT-APTT

- HbsAg

- Transfusi tukar

Terapi :

Supportif : IVFD D 10%, 79 cc/kgBB/hari

Farmakoterapi : Ampicillin sulbactam 2 x 180 mg/hr IV

Gentamicin 1 x 18 mg IV

Follow Up

30/7/2013

S/

- Anak masih tampak kuning hingga telapak kaki

- Demam tidak ada

- Kejang tidak ada

- Sesak tidak ada , kebiruan tidak ada

- Anak menyusu kuat pada ibu

- Muntah tidak ada

- BAB dan BAK biasa

O/ cukup aktif, HR : 142 x/ menit, RR 44 x/ menit, T : 37,2oC

Kulit : teraba hangat, tampak kuning hingga telapak kaki

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik

Thorak : normochest, retraksi tidak ada

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi tidak ada, lemas, BU (+)N, tali pusat hitam dan layu.

Hasil labor :

Page 21: Hi Per Bilirubin Emi A

Kalsium : 8,9 mg/dL

Protein total :

Albumin : 1,4 gr/dL

SGOT : 68

SGPT : 19

Ureum : 27 mg/dL

Kreatinin : 0,2 mg/dL

GDR : 81 gr/dL

Coomb’s test : positif

ICT : positif

Golongan darah ibu : O

Golongan darah anak : A

Hasil AGD ; kesan asidosis metabolic terkompensasi, hipokarbia

Bilirubin total : 21,34 mg/dL

Bilirubin I : 20, 34 mg/dL

Bilirubin II : 0,6 mg/dL

S/ rebreathing O2 box 4L/ menit selama 4 jam

R/ cek AGD ulang

Berikan foto terapi triple bilateral internal

31/7/2013

S/

- Anak tampak kuning kepala- dada

- Demam tidak ada

- Kejang tidak ada

- Sesak tidak ada , kebiruan tidak ada

Page 22: Hi Per Bilirubin Emi A

- Anak menyusu kuat pada ibu

- Muntah tidak ada

- BAB dan BAK biasa

O/ cukup aktif, HR : 145 x/ menit, RR 39 x/ menit, T : 36,7oC

Kulit : teraba hangat, tampak kuning kepala-dada

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik

Thorak : normochest, retraksi tidak ada

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi tidak ada, lemas, BU (+)N, tali pusat hitam dan layu.

Page 23: Hi Per Bilirubin Emi A

Daftar Pustaka

1. Halamek LP., Stevenson DK. Neonatal jaundice and Liver Disease. Dalam:Neonatal-Perinatal Medicine; Diseases of the Fetus and Infant, 6th Ed. New York Mosby-Year Book Inc. 1997:1345-62

2. Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn. American Family Physician 2002. 65:599-606.

3. Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal Hyperbilirubinemia.Dalam: The New England Journal of Medicine. 2001(8):344;581-590

4. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Hiperbilirubinemia. Dalam: Neonatology; management. Procedures, On-Call Problems, Diseases and Drugs. New York. Lange Medical Book/McGraw-Hill Co. 2004; 247-50.

5. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyerbilirubinemia.Management of Hyperbilirubinemia in the Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation. Pediatrics. 2004;114:297-306

6. Daud D. Peranan Enzym Glukosa 6 Fosfat Dehidrogenase Pada Sel Darah Merah. Dalam: Simposium Nasional Nefrologi Anak IX dan Hematologi- Onkologi Anak ; Tatalaksana Mutakhir Penyakit Ginjal dan Hematologi- Onkologi Anak. IDAI. Surabaya, Surabaya Intelectual Club 2003: 82-88

7. Oski FA. Physiologic Jaundice. Dalam: Schaffer and Avery’s Disease of the Newborn. WB Saunders Company. Philadelphia, 1991:753-757

8. Chuniaud L, Dessante M, Chantoux F, Blondeau JP, Francon J, Trivin F. Cytotoxicity of bilirubin for human fibroblasts and rat astrocytes in culture: effect of the ratio of bilirubin to serum albumin. Clin Chim Acta 1996;256:103-114.

9. Suradi R, Situmeang EH, Tambunan T. The association of neonatal jaundice and breast-feeding. Paedatr Indones 2001;41:69-75

10. Laporan RS Dr. Kariadi Semarang 11. Managing newborn problems:a guide for doctors, nurses, and midwives. Departement of

Reproductive Health and Research, World Health Organization, Geneva 2003. 12. Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are intended to prevent

kernicterus in newborn infants. Pediatrics 2004;114:917-24. 13. Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas. Berkala

Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6. 14. Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal hyperbilirubinemia. N Engl J Med

2001;344:581-90. 15. American Academy of Pediatrics. Clinical Practice Guideline. Management of

hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004;114:297-316.

16. Masukan berdasarkan hasil rapat tim ahli HTA Indonesia.

Page 24: Hi Per Bilirubin Emi A

17. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th edition. Philadelphia, Lippincott Williams and Wilkins;2004,185-222.