halaqah tadabbur quran 17 (al baqarah 106-112). dr saiful bahri

12
169 Halaqah Tadabbur Qur`an 17 (QS Al-Baqarah 106-112) Dr. Saiful Bahri, MA ﺳﻞ ﻟﻨﺒﻲ ﺑﺨﻛﺮﻣﻨﺎ ﻟﺬ 3 ﻟﺤﻤﺪ 3 ﻟﺤﻤﺪ ﻣﺤﻤﺪ . ﻻﻧﺰ ﻛﺜﺎ ﺑﺨﻓﻀﻠﻨﺎ ﺳﻮﻟ ﻋﺒﺪ ﺑﻌﺪ ﻧﺒﻲ. ﺑﺎ ﺳﻠﻢ ﺻﻠﻰﻟﻠ ﻋﻠﻰﻟﻜﺮ ﻟﻨﺒﻲ ﻋﻠﻰ ﺻﺤﺟﻤﻌ ﺑﻌﺪBapak-bapak, Ibu-ibu, kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah. Bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala pada pagi hari ini masih di bulan haram, bulan Dzul Hijjah, di penghujung tahun kita diberikan kesempatan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk berkumpul di tempat ini, dan insya Allah kita akan melanjutkan kajian halaqah tadabbur kita yang pada kesempatan kali ini kita akan tadabburi ayat 106 sampai 112. Sebagai ringkasan yang kita tadabburi pekan lalu, kita telah menadabburi dua sifat negatif lainnya dari bani Israil, yaitu melemparkan kesalahan kepada orang lain, dan mereka kadang mengolok-olok atau sengaja menyamarkan bahwa sesungguhnya itu adalah ejekan atau olok- olok, meskipun kelihatannya tidak demikian. Ada dua hal pokok itu yang kita tadabburi pekan lalu, dan kita lanjutkan pada kesempatan kali ini. Masih tentang sifat negatif yang mereka miliki. Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? Ayat ini ada beberapa sababun nuzul, di antaranya adalah orang-orang Yahudi itu suka mengolok- olok beberapa ayat yang turunnya beberapa kali, dan itu sering berbeda antara ayat kedua, ketiga, dengan ayat yang pertama. Ini berkaitan dengan beberapa ayat hukum dan juga yang lainnya. Ini di antara dalil yang digunakan oleh para ulama yang berpendapat bahwa nasakh itu ada di dalam Al Qur`an. Jumhur ulama mengatakan, di dalam Al Qur`an ada yang disebut dengan nasakh dan mansukh, yaitu ayat yang menasakh atau menghapus, atau memindahkan, atau menutup yang sudah lewat dengan yang baru. Orang Yahudi mengatakan bahwa Tuhan Muhammad tidak konsisten. “Kemarin ngomongnya A, sekarang ngomongnya B.” Itu asal mulanya diturunkannya ayat ini. Ada beberapa sebab, cukup banyak ditulis oleh Imam Ath Thabari. Adapun Ibnu Katsir tidak menyebutkan secara detil sebab nuzulnya, tetapi beliau membahas tentang nasakh dan mansukh. Di antaranya, ada beberapa ayat yang tadinya ada, kemudian ditiadakan bacaanya, juga ditiadakan hukumnya. Tapi ada yang mengatakan itu (nasakh dan mansukh) tidak ada.

Upload: halaqahtafsir

Post on 26-Jul-2016

411 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Transcribed by Adhe Purwanto

TRANSCRIPT

Page 1: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  169  

Halaqah Tadabbur Qur`an 17 (QS Al-Baqarah 106-112) Dr. Saiful Bahri, MA

ووفضلنا بخيیر كثابب ااالنزلل . ااشهھد اانن ال االهھ ااال هللا وو ااشهھد اانن محمد ٬، لحمد 3 ٬، االحمد 3 االذيي ااكرمنا بخيیر االنبي ااالررسلاا بعد اامم بهھ ااجمعيیناصحااوو االهھ وو على هھھھذ االنبي االكريیم على االلهھم صلى وو سلم وو بارركك . ال نبي بعدهه عبد هللا وو ررسولهھ

Bapak-bapak, Ibu-ibu, kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah. Bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala pada pagi hari ini masih di bulan haram, bulan Dzul Hijjah, di penghujung tahun kita diberikan kesempatan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk berkumpul di tempat ini, dan insya Allah kita akan melanjutkan kajian halaqah tadabbur kita yang pada kesempatan kali ini kita akan tadabburi ayat 106 sampai 112. Sebagai ringkasan yang kita tadabburi pekan lalu, kita telah menadabburi dua sifat negatif lainnya dari bani Israil, yaitu melemparkan kesalahan kepada orang lain, dan mereka kadang mengolok-olok atau sengaja menyamarkan bahwa sesungguhnya itu adalah ejekan atau olok-olok, meskipun kelihatannya tidak demikian. Ada dua hal pokok itu yang kita tadabburi pekan lalu, dan kita lanjutkan pada kesempatan kali ini. Masih tentang sifat negatif yang mereka miliki.

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? Ayat ini ada beberapa sababun nuzul, di antaranya adalah orang-orang Yahudi itu suka mengolok-olok beberapa ayat yang turunnya beberapa kali, dan itu sering berbeda antara ayat kedua, ketiga, dengan ayat yang pertama. Ini berkaitan dengan beberapa ayat hukum dan juga yang lainnya. Ini di antara dalil yang digunakan oleh para ulama yang berpendapat bahwa nasakh itu ada di dalam Al Qur`an. Jumhur ulama mengatakan, di dalam Al Qur`an ada yang disebut dengan nasakh dan mansukh, yaitu ayat yang menasakh atau menghapus, atau memindahkan, atau menutup yang sudah lewat dengan yang baru. Orang Yahudi mengatakan bahwa Tuhan Muhammad tidak konsisten. “Kemarin ngomongnya A, sekarang ngomongnya B.” Itu asal mulanya diturunkannya ayat ini. Ada beberapa sebab, cukup banyak ditulis oleh Imam Ath Thabari. Adapun Ibnu Katsir tidak menyebutkan secara detil sebab nuzulnya, tetapi beliau membahas tentang nasakh dan mansukh. Di antaranya, ada beberapa ayat yang tadinya ada, kemudian ditiadakan bacaanya, juga ditiadakan hukumnya. Tapi ada yang mengatakan itu (nasakh dan mansukh) tidak ada.

Page 2: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  170  

Ada yang mengatakan ayat yang bacaanya masih ada tapi hukumnya tidak dipakai. Contohnya adalah beberapa marhalah atau tahapan pengharaman khamr. Jadi Ketika orang-orang musyrik atau orang-orang ahli kitab yang ada di Madinah yas`alunaka ‘anil khamri, mereka bertanya tentang hukum khamr. Dijawab oleh Allah, qul fihima itsmun kabir wa manafi’un lin nas. Tidak dijawab secara tegas ini halal atau haram tapi diberitahu di dalamnya ada manfaat, di dalamnya ada madharat atau itsmun, sesuatu yang tidak baik. Kemudian meningkat di ayat berikutnya, dalam surah Al Ma`idah juga, ya ayyuhal ladzina amanu la taqrabush shalata wa antum sukara. Jadi ada lima waktu di dalam satu hari yang mereka tidak boleh minum khamr. Jadi kalau mau minum khamr nanti dulu, setelah shalat. Ada ‘rem’ di situ, tidak selamanya mereka bisa mabuk. Kalau mau mabuk nanti dulu setelah shalat. Setelah semua terkondisi, baru turun innamal khamru wal maisiru dan seterusnya rijsun min ‘amalisy syaithan. Fajtanibuhu, jauhilah. Ini disebut tahapan, yang sebenarnya ada dua pendapat. Jumhur ulama mengatakan ayat yang terakhir menasakh sebelumnya. Jadi ayat la taqrabush shalata wa antum sukara itu tidak bisa dipakai sekarang. Itu disebut dengan mansukh, sudah dinasakh. Bagi pakar ulumul Qur`an atau pakar ushul fiqih sebagian ada yang mengatakan itu tidak dinasakh, itu khusus hukumnya. Tergantung kita mengambilnya, tetapi jumhur ulama mengatakan ini contoh nasakh dan mansukh, sudah tidak dipakai. Atau misalnya ayat riba. Ada empat tahapan pengharaman riba. Satu dan dua itu tentang celaan orang-orang Yahudi yang melakukan riba. Allah tidak suka orang Yahudi karena beberapa sifatnya, diantaranya adalah memakan riba. Ayat kesatu disinggung tidak jelas, ayat kedua disinggung agak jelas. Ayat ketiga, Allah mengatakan ya ayyuhal ladzina amanu la ta`kulur riba adh’afan mudha’afah. Dilarang memakan riba kalau ribanya itu berlipat-lipat. Kalau ada orang meminjam ke saya seratus tapi saya menyuruh dia mengembalikan dua ratus itu dilarang. Kenapa? Berlipat-lipat. Tapi kalau dia mengembalikan seratus dua puluh, itu boleh. Begitu ayat keempat turun, ya ayyuhal ladzina amanu ittaqullah wa dzaru ma baqiya minar riba in kuntum mu`minin. Tidak boleh kita makan riba meskipun seratus dikembalikannya seratus satu. Meskipun sedikit, riba tetap haram. Ini yang dikatakan nasakh dan mansukh. Ada yang paling terkenal, meskipun debatable, bahwa di dalam Al Qur`an ada ayat tentang rajam, hukumnya masih ada, tetapi ayatnya sudah tidak ada. Yaitu tentang orang-orang yang sudah tua atau yang sudah menikah, ketika berzina maka hukumnya adalah rajam. Tidak ada ayat rajam. Di dalam Al Qur`an yang ada adalah ketika seseorang berzina tapi belum pernah merasakan menikah, maka hukumannya adalah hukuman cambuk. Tetapi bagi orang yang sudah pernah menikah, meskipun dia sudah tidak mempunyai pasangan lagi, maka ketika berzina maka hukumannya dirajam. Itu tidak ada di dalam Al Qur`an yang sekarang kita punyai. Sebagian mengatakan hukumnya ada tetapi bacaannya dihapus. Tetapi jumhur ulama mengatakan dalilnya bukan ayat yang dihapus, tapi menggunakan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Nah ini Allah ingin menegaskan, ma nansakh min ayatin, dari yang telah dinasakh, atau nunsiha na`ti bikhairin minha, didatangkan sesuatu yang lebih bagus dari sebelumnya.

Page 3: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  171  

Yang menarik dikomentari para ulama di situ au nunsiha, atau yang Kami buat lupa, baik Nabi Muhammad ataupun para sahabatnya. Ini hakikatnya ada atau tidak? Itu yang dijadikan perdebatan para ulama. Mungkin lebih enak kita artikan secara tidak letterlijk, bahwa au nunsiha itu ada yang membaca au nunsi`uha, atau yang Kami akhirkan, Kami ulur, Kami tidak tampakkan lagi. Jadi ayat-ayat yang diganti, bukan diganti dalam bentuk fisiknya, tetapi pemakaian fisiknya sudah tidak dilakukan. Contoh misalkan saja ayat tentang kiblat. Perpindahan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram itu kan berarti menasakh hukum sebelumnya. Dan itu mungkin membuat orang Yahudi tambah gondok. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sempat 16 bulan shalat menghadap Masjidil Aqsha. Berarti menghadap ke utara. Begitu terjadi perintah, arahnya pindah ke selatan. Ada beberapa riwayat, ada yang mengatakan itu shalat subuh, ada yang mengatakan itu shalat ashar. Itu terjadi di tengah shalat, tidak terjadi di luar shalat. Dan perpindahan itu juga terjadinya di tengah shalat. Kalau kita pikir-pikir, ketika malaikat Jibril menurunkan perintah perpindahan kiblat, kan bisa “nanti saja deh, shalat yang setelahnya. sekarang pakai yang ini dulu.” Ternyata tidak. Perpindahan itu terjadi di tengah shalat. Dan perpindahan 180 derajat itu yang dibingungkan para ulama, bagaimana caranya. Nabi Muhammad ada di depan, makmumnya yang sekian banyak ada di belakang. Kalau imamnya tetap Nabi Muhammad, mutarnya harus bagaimana? Itu yang tidak kita bicarakan pada kesempatan kali ini. Silakan nanti membaca cara perpindahan itu. Tapi spiritnya adalah bahwa Nabi Muhammad mengganti saat itu juga, karena perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala, dan itu yang lebih baik. Kita mengetahui konsep ketaqwaan ini. Jadi apapun yang diganti oleh Allah dengan yang baru, itu yang kita pakai. Ada lagi seperti menikahi dua orang bersaudara. Dua orang bersaudara itu tidak boleh kita nikahi sekaligus. Harus memilih salah satunya. Kecuali yang satu sudah meninggal dunia atau dicerai. Ini juga fungsi yang kita ketahui nanti, na`ti bikhairin minha au mitsliha. Kenapa didahulukan bikhairin minha? Karena itu yang terjadi. Au mitsliha itu mungkin nyaris tidak ada. Kalau kita mengganti baju dengan baju yang baru, meskipun motifnya beda tapi ini kan baru. Itu yang disebut lebih baik dari sebelumnya. Kita ganti apa saja dengan yang baru, spiritnya bikhairin minha, lebih baik dari sebelumnya. Bapak ganti warna cat, itu tujuannya apa? Tidak mungkin ganti cat biar lebih jelek. Meskipun nanti hasilnya bisa jadi lebih jelek, tapi spiritnya apa? Na`ti bikhairin minha au mitsliha. Tapi intinya bukan khairin minha au mitsliha. Intinya, Yahudi menikmati mengolok-olok, itu saja. Jadi kita disuruh untuk tidak memikirkan itu. Kenapa? Karena kita yang melakukan syariat itu. Kalau kita konsentrasi dengan komentar orang, maka itu sama dengan yang dilakukan oleh Luqman al Hakim dengan anaknya. Ini kisah sangat terkenal. Suatu ketika Luqman al Hakim jalan dengan anaknya menggunakan keledai. Mereka naik berdua. Dibilang, ini orang tidak punya rasa kasihan sama keledai, dua-duanya naik. Akhirnya turun salah satunya. Yang naik bapaknya. Dikomentari lagi oleh orang lain, ini orangtua tidak punya kasihan sama anak. Anaknya jalan kaki, dia naik enak-enakan. Di kampung berikutnya dibalik, anaknya yang naik keledai, bapaknya jalan. Dibilang, ini anak tidak tahu sopan santun, anaknya enak-enak, bapaknya jalan. Akhirnya dua-duanya bingung, ya sudah tidak usah naik. Dikomentari lagi, ini orang bagaimana, punya kendaraan tidak dinaiki.

Page 4: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  172  

Jadi, apapun yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, intinya karena iri, sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Muhammad pasti akan dibenci. Itu saja. Kalau sudah benci, sekecil apapun aibnya akan kelihatan. Dan kata Allah, a lam ta’lam annallaha ‘ala kulli syai`in qadir. A lam ta’lam ini khithabnya kepada Nabi Muhammad. Supaya apa? Supaya tidak memikirkan itu. A lam ta’lam, tidakkah kamu tahu wahai Muhammad. Allah itu maha melakukan apa saja. Sanggup melakukan apa saja. Mengganti, menghilangkan, melupakan. Padahal di dalam surah Sabbihis itu kan sudah ada jaminan sanuqri`uka fa la tansa. Allah yang menjamin hafalan Nabi Muhammad. Makanya beliau ketika Jibril turun, saking beliau rindunya menunggu-nunggu Al Qur`an, belum selesai Jibril membaca beliau membaca. Makanya turun ayat dalam surah Al Muzzammil itu la tuharrik bihi lisanaka li ta’jala bihi, jangan buru-buru menggerakkan lisan kamu. Karena Nabi Muhammad khawatir lupa. Yang kedua, karena saking hausnya, saking rindunya dengan Al Qur`an. Nabi Muhammad kalau Jibril tidak datang sehari, dua hari, tiga hari seperti yang dijanjikan, itu sangat gelisah sekali. Jaminan tidak lupa itu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Nah ini kata-kata nunsiha, itu tadi yang kita bilang banyak terjadi perbedaan secara bahasa. Kita lanjut ke ayat berikutnya,

Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. A lam ta’lam. Kembali khithabnya kepada Nabi Muhammad. Sekarang konsentrasi Allah itu bukan menghibur di sini, untuk menguatkan. Tidak usah dipikirkan mereka mau bilang A, B, C, D, dan E. Kamu melakukan apa saja Muhammad, pasti dikomentari. Makanya Allah Maha Kuasa, ‘ala kulli syai`in qadir. Yang kedua, a lam ta’lam. Kekuasaan Allah itu apa? Lahu mulkus samawati wal ardh, Allah memiliki segala kerajaan langit dan bumi. Ini salah satu bentuk. Kadang, lahu ma fis samawati wa ma fil ardh, ada juga lahu man fis samawati wa ma fil ardh. Di sini lahu mulku. Mulku itu adalah kerajaan. Jadi kerajaan itu sesuatu simbol yang terbaik yang ada di bumi. Sekarang misalkan Bapak-bapak dan Ibu-ibu cari gedung terbaik di dunia. Dan kita tidak tahu bangunan terbaik di langit seperti apa. Itu semuanya kepunyaan Allah subhanahu wa ta’ala. Nanti ada orang kafir bilang, enak aja, yang membangun ini saya, dibilang kepunyaan Allah. Coba sekarang, kita sanggup bersombong itu kepunyaan kita? Kita ambil salah satu saja. Pintu yang bagus itu dari mana? Dari kayu. Kayu dapatnya di mana? Di hutan. Di hutan yang menanam siapa? Pak

Page 5: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  173  

tani. Bibitnya dari siapa? Semuanya itu pasti kepunyaan Allah. Kalau ditarik ujungnya akan kembali, Lahu mulkus samawati wal ardh. Maka kerajaan ini adalah fungsinya untuk mengatakan bahwa, oh, ini yang menyuruh saya adalah Malikul mulki, Raja Diraja. Jadi saya tidak ada urusan dengan orang-orang itu. Yang menyuruh saya itu Allah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Mau diolok-olok pun saya tetap melakukan ini. Ma lakum min dunillahi min waliyyin wa la nashir, jadi selain Allah tidak ada penolong, tidak ada pelindung. Setelah Nabi Muhammad dikhithab, sekarang kepada pengikutnya, umat Islam. Orang Yahudi sementara dipinggirkan dulu.

Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus. Ini ada beberapa sababun nuzul, yang paling terkenal juga ada di dalam Al Qur`an. Permintaan mereka, rabbana ij’al lana ilahan kama lahum aliha. Jadi setelah mereka selesai dari masa hukuman empat puluh tahun tersesat di padang Tih, mereka jalan ke Palestina. Di tengah jalan mereka melihat ada orang menyembah berhala. Pingin juga mereka. “Tolong dong Musa, minta sama Tuhan kamu supaya kita punya tuhan seperti mereka memiliki sesembahan.” Ini kan gila permohonannya. Ada permohonan lain lagi, mereka minta makanan dari langit. Ada permohonan lebih gila lagi, mereka minta, tolong dong Tuhanmu kayak apa, kami pingin lihat. Jadi permintaannya itu intinya iseng, tapi isengnya keterlaluan. Orang yang isengnya keterlaluan menandakan memang kebiasaannya iseng. Maka pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diperingatkan. Am turiduna an tas`alu rasulakum, apakah kamu banyak bertanya, banyak permintaan. Makanya ada ayat lain mengatakan la tas`alu an asya`a in tubda lakum tasu`kum, jangan terlalu banyak bertanya, kalau banyak bertanya itu akan mengakibatkan hal-hal yang buruk. Contohnya bani Israil disuruh menyembelih anak sapi. Harusnya begitu disuruh menyembelih anak sapi ya sembelih saja. Selesai. Tapi mereka bertanya, sapi yang bagaimana, warnanya apa, dipakai bajak atau bukan. Makin banyak bertanya, makin menyulitkan. Banyak di dalam hukum yang tidak dijelaskan Allah. Selama tidak ada larangan, it’s okay. Bagus berarti. Jadi kita jangan terlalu konsentrasi pada “oh ini tidak ada dalil haramnya.” Tidak ada dalil haramnya berarti halal. Ketika ada jelas-jelas haram tidak bisa kita ta`wil lagi, tapi ada banyak yang tidak dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Contoh saja, nabi Adam ‘alaihissalam boleh menikmati dan memakan apa saja. Jangan dekati satu pohon saja. Tetapi namanya manusia, justru dia penasaran.

Page 6: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  174  

Maka ini diperingatkan, jangan banyak bertanya, jangan banyak request. Di dalam surah Al Hasyr, wa ma atakumur rasulu fa khudzuhu wa ma nahakum ‘anhu fantahu. Itu dalilnya hadits, padahal aslinya sababun nuzulnya tidak demikian. Pada pengusiran Yahudi itu meninggalkan ghanimah, harta rampasan perang. Itu dilarang meminta. Yang dikasih Rasul, terima. Yang tidak dikasih, diam saja. Ternyata di situ ada isu yang dimunculkan orang-orang munafiq, “Kalian orang Anshar, lihat itu Muhammad, dia bagi-bagi rampasan perang kepada orang-orang muhajirin saja. Sementara kalian yang dulu menampung mereka, dicuekin. Sebagian ada yang terprovokasi juga. Kenapa? Karena ini masalah harta. Wa man yatabaddalil kufra bil imani faqad dhalla sawa`as sabil. Ini kata-katanya menarik. Kalau secara zhahir, letterlijk, itu susunannya terbalik. Yang didahulukan itu kufr, karena kita membahasnya dari kemarin al kufru wal kafirin. Siapa yang mengganti kufr dengan keimanan, maksudnya mendatangkan kekafiran sebagai ganti keimanan. Jadi intinya, barangsiapa yang sudah mendapatkan hidayah kemudian dia ganti dengan kekafiran, maka dia akan tersesat dari sawa`as sabil. Sawa`as sabil itu jalan yang baik, tidak ada lubang-lubangnya. Kalau jurusannya sama, ada jalan bagus, mulus, kemudian dia mengambil jalan yang bengkok-bengkok, rugi. Itu perumpamaanya. Perumpamaan mengganti ini sudah pernah kita bahas. Misalnya kita punya berlian yang mahal, lalu ada orang punya barang bekas lalu kita beli dengan berlian. Itu berarti rugi. Kemarin juga kita bahas, labi`sa ma syarau, sejelek-jeleknya aktivitas jual beli. Kalau harga membelinya lebih mahal dari harga jual kan tertipu kita. Harusnya harga seratus kita beli sepuluh ribu. Itu rugi sekali. Nah itu perumpamaan orang yang banyak bertanya tapi ujung-ujungnya tidak untuk dilakukan. Jadi sebagian orang ada tabiatnya banyak bertanya tapi dia tidak punya keinginan untuk melakukan itu. Kadang orang banyak bertanya supaya dia terbebas dari taklif. Itu yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Page 7: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  175  

Wadda katsirun min ahlil kitab, sebagian besar orang-orang ahli kitab itu menginginkan. Jadi bohong kalau dikatakan bahwa ketika berhubungan dengan ideologi itu terjadi toleransi. Toleransi itu dinampakkan, itu harus. Tetapi dalam peperangan ideologis kita diperbolehkan, untuk kepentingan ideologis itu tidak ada toleransi. Toleransi itu dalam amal-amal, perilaku. Misalkan sahabat kita yang non muslim mau ke gereja, sudah saatnya, oh silakan, itu toleransi. Tapi ketika misalkan dia mengkritik aqidah kita, tidak ada toleransi. Saya akan mati-matian membela aqidah keyakinan saya. Mohon maaf, tidak usah seperti itu. Lihat fans-fans klub sepakbola. Itu sebagian ada yang jadi ‘aqidah’. Yang satu ngefans klub A, yang satu ngefans klub B. Pada saat terjadi pertandingan, dua sahabat ini bertengkar tidak? Bisa bertengkar. Kenapa? Itu ‘aqidah’ mereka. Padahal itu sekadar permainan. Permainan saja, karena sudah masuk ke dalam ranah aqidah keyakinan mereka, itu dibela. Apalagi nanti terjadi kesalahan sedikit, didramatisir, itu mati-matian berdebatnya. Ini baru sekadar permainan bola. Apalagi ranah ideologis yang masing-masing kita memiliki pijakan kebenaran. Maka tidak ada toleransi dalam masalah seperti itu. Jadi toleransi itu di luar lakum dinukum wa liyadin. Kalau sudah masuk ideologis tidak ada toleransi. Kenapa? Karena sebagian besar mereka, tidak semuanya tapi sebagian besar itu menginginkan lau yaruddunakum min ba’di imanikum kuffara. Jadi mereka menginginkan kita tidak beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini di zamannya. Di zaman sekarang tujuan mereka bukan yaruddunakum, tapi yang penting tidak usah Islam. Jadi sebagian musuh-musuh Islam itu, yang mereka inginkan bukan kita meninggalkan Islam dan memeluk agama lain. Bukan. Tetapi sekarang buat mereka, yang penting kita meninggalkan ajaran Islam saja. Tidak shalat, tidak komitmen dengan ajaran agamanya. Yang penting itu dulu. Kenapa? Sebabnya adalah hasadan min ‘indi anfusihim min ba’di ma tabayyana lahumul haq. Kembalinya kepada kemarin, orbitnya itu adalah “kenapa nabinya kok bukan bani Israil.” Jadi kalau sudah hasad, orang sudah bisa gelap mata. Dan ketika gelap mata, dia melakukan yang tidak rasional. Jadi intinya mereka itu melakukan kehasadan menyebabkan banyak hal yang kemarin sudah kita bahas. Tetapi yang menarik, ini yang disebut dengan toleransi, fa’fu washfahu hatta ya`tiyallahu bi amrihi. Ini jangan disalah artikan fa’fu washfahu itu maksudnya ampuni mereka kemudian bermesra-mesraan dengan mereka. Bukan. Ini kan konteksnya orang kafir yang memusuhi, bukan yang baik-baik saja. Kalau kita punya tetangga non muslim yang baik, tidak berlaku ayat ini. Fa’fu washfahu itu artinya maafkan mereka. Ini luar biasa ya. Dalam konteks seperti ini, kita diolok-olok orang kafir, disuruh memaafkan oleh Allah. Washfahu, biarkan. Tidak usah diurus, tidak usah diladenin. Hatta ya’tiyallahu bi amrihi, sampai datangnya keputusan Allah. Keputusan Allah di sini, para mufassirin mengartikan, ketika Allah memutuskan untuk mengusir mereka. Jadi nantinya orang-orang Yahudi itu satu per satu diusir Allah, dari bani Qainuqa, kemudian bani Quraizhah, sampai kemudian yang terakhir di Khaibar. Dan setelah Khaibar, tidak ada satupun manusia Yahudi di Madinah. Itu disebut hatta ya`tiyallahu bi amrihi. Sabar saja, mereka nanti tidak

Page 8: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  176  

punya tempat di sini. Kalau kita sibuk mengurusi dia, akan selalu ada orang yang mengganggu. Jadi kita tetap harus melakukan itu. Maafkan mereka. Itu yang paling sulit. Bagaimana mungkin kita memaafkan orang yang mengganggu kita. Makanya, nanti untuk umat Islam, Rasul lebih ditegur Allah. Ada di dalam surah Ali Imran, fa bima rahmatin minallahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghalizhal qalbi lan fazhzhu min haulik fa’fu ‘anhum wastaghfir lahum wa ‘asyawirhum fil amr. Jadi kalau kesalahan itu yang melakukan umat Islam, Rasul disuruh apa? Maafkan mereka, minta ampun untuk mereka, dan jangan kapok mengambil musyawarah. Itu sulit. Kalau yang orang kafir di sini, disuruh memaafkan, jangan dipikirkan. Tetapi berinteraksi dengan saudara kita sesama muslim, kalau mereka melakukan kesalahan kemudian mereka mau bertaubat, satu, maafkan mereka. Itu saja sudah sulit. Yang kedua, hampir jarang dilakukan orang. Pernah tidak kita minta ampunan untuk mereka? Wastaghfir lahum itu kan begitu. Ya Allah, ampunilah dia. Padahal dia berbuat salah ke saya. Kemudian dia sudah minta maaf. Saya maafkan, itu sudah bagus, sudah paling bagus untuk kita. Tapi Allah mengajarkan bukan hanya itu. Wastaghfir lahum, kamu beristighfar kepada Allah untuk mereka. Ya Allah ampuni dia, dia khilaf kepada saya. Itu sulit. Sulit sekali. Dan yang terakhir, wa syawirhum fil amr, jangan kapok mengambil pendapat mereka. Orang-orang yang sekarang sudah divonis bersalah misalkan, kemudian dia kembali ke masyarakat, cenderung tidak diterima. Harusnya kita jangan kapok untuk mengambil lagi pendapat dia. Meskipun tentunya kita tetap proporsional. Orang ini kan pelan-pelan dia sebagai orang yang baru dengan kehidupan yang baru. Tetapi kita tidak bisa mengabaikan mereka. Karena dalam Al Qur`an tahapannya tiga: fa’fu ‘anhum, wastaghfir lahum, wa syawirhum fil amr. Jadi maafkan, meminta ampunan Allah untuk mereka, dan bermusyawarah lagi dengan mereka. Itu terjadi dalam perang Uhud. Anak-anak muda semangat, “kita pergi keluar.” Padahal Rasul tadinya menginginkan kita di Madinah saja. Tapi begitu Rasul sudah memakai baju perang, mereka bilang “sudah, kita di Madinah saja.” Rasul bilang, ketika seorang nabi sudah memakai baju perang, pantang baginya untuk kembali lagi. Jadi beliau tetap mengambil pendapat orang-orang muda. Meskipun terjadi apa yang terjadi. Banyak korban,bahkan paman Nabi meninggal. Itu ditegur Allah. Fa’fu ‘anhum, maafkan mereka, wastaghfir lahum, kamu harus beristighfar untuk mereka, wa syawirhum fil amr, jangan kapok mengambil pendapat mereka. Itu luar biasa. Berarti syura itu walau bagaimanapun memiliki posisi yang penting. Kepada orang yang memusuhi sedemikian rupa, kita disuruh memaafkan. Itu saya kira perlu proses. Bisa tidak Bapak-bapak Ibu-ibu, orang yang sangat menjengkelkan dalam hidup kita, apapun kebaikan yang kita lakukan dikomentari negatif. Kita senyum, “ini mengejek apa?” Apalagi kita cemberut. Orang kalau tidak suka, apa saja dibaca aneh. Disenyumi dibilang mengejek, tidak ditegur apalagi. Diberi hadiah, ini menghina apa? Diberi hadiah mahal, memang saya tidak bisa lebih dari itu? Orang yang seperti ini, kita disuruh memaafkan. Dan washfahu, jangan diladeni. Kenapa? Hatta ya`tiyallahu bi amrihi. Itu bahasa Allah halus sekali. Hatta ya`tiyallahu bi amrihi itu dua. Yang mayoritas akan diusir Allah, tetapi tidak menutup kemungkinan mereka mendapat hidayah. Lihat, closingnya itu gagah. Innallaha ‘ala kulli syai`in qadir. Ini kembali kepada pertama. Jadi ini khithab baik kepada Nabi Muhammad ataupun kepada pengikutnya sama. Innallaha ‘ala kulli syai`in

Page 9: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  177  

qadir, Allah itu Maha Kuasa, sanggup berbuat apa saja. Itu solusi pertama, solusi eksternal. Sedangkan, solusi internal itu lebih penting. Kita harus kuatkan, dengan apa?

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. Wa aqimush shalata wa atuz zakah. Dua ini harus kita lakukan supaya kita tidak terganggu dengan rongrongan eksternal. Aqimush shalah kita sudah pernah membahas kenapa dipilih kata-kata aqimu, dirikan. Syarat rukunnya, kemudian kita merasa homy, di rumah, dengan shalat. Wa atuz zakah, dan datangkan zakat, bayar zakat, ambil zakat dan salurkan. Karena zakat itu harusnya memuliakan. Ketika kita ingin menyalurkan zakat, harusnya kita muliakan orang-orang yang menerima zakat. Jangan kita suruh dia antri di depan rumah kita, berjubel sampai pingsan. Sebisa mungkin kita hindari itu. Lalu bagaimana kalau penerimanya banyak? Kita harus evaluasi dengan segala keterbatasan kita. Kenapa ada amilin? Amilin itu fungsinya mengambil harta zakat dan kemudian menyalurkannya. Supaya orang yang menerima zakat tidak terhinakan, dan supaya orang yang membayar zakat tidak sombong. Karena dua-duanya itu fungsinya adalah penyaluran rezeki, dari Allah disalurkan kepada siapa, kita sebagai penyalur rezeki. Fi amwalihim haqqun ma’lum, jadi ada bagian yang jelas, lis sa`ili wal mahrum, bagi orang yang meminta ataupun orang yang terhalang mendapatkan rezeki itu. Wa ma tuqaddimu li anfusikum min khairin tajiduhu ‘indallah, yang kamu lakukan itu tidak mungkin kemana-mana, akan kamu dapatkan di sisi Allah. Jadi begini biasanya, kalau ada kejelekan kita tidak diketahui orang, kita senang. Tetapi jarang ada orang yang punya ide kemudian tidak dipakai, dia tidak marah. Kadang ide itu berasal dari kita, tapi orang lain yang mengemukakan dengan semangat sehingga seolah-olah berasal dari dia, padahal berasal dari kita. Kalau kita bisa lapang dada, tajiduhu ‘indallah. Jadi itu maksud kita disuruh tawadhu. Tapi ada tempatnya. Kalau hak cipta kita dirampas dan sebagainya, kita melakukan lain. Tapi dalam beberapa hal kita jangan terlalu over melakukan pembelaan. Jadi ini temanya jangan disamakan kalau kita dizhalimi kita diam saja. Innallaha bi ma ta’maluna bashir, Allah Maha Melihat dengan apa yang kalian lakukan. Jadi lihat, sedikit membahas bani Israil saja, Allah perlu panjang menjelaskan, karena masalah mental itu masalah penting. Harusnya kan langsung Allah kasih syariat A, syariat B, tetapi tidak. Allah ‘harus turun tangan’ untuk membereskan ini. Apakah Nabi Muhammad mentalnya terganggu? Tidak. Tetapi ini nanti menjadi pijakan ketika dalam sebuah masyarakat muslim diolok-olok, imamnya harus kuat. A lam ta’lam annallaha lahu mulkus samawati wal ardh. Pengikutnya juga dikasih kekuatan mental, am turiduna an tas`alu rasulakum kama su`ila Musa min qabl. Tadi tema pertama sudah selesai, ketika kita diolok-olok, solusinya pemimpin harus kuat, pengikutnya jangan terlalu banyak bertanya untuk menghindari taklif. Kalau tidak paham, bertanya tidak apa-apa.

Page 10: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  178  

Tapi lakukan itu perintah. Kemudan banyak shalat, banyak zakat, dan yakin yang kita lakukan dari kebaikan ada di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Tema kedua:

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". Wa qalu, mereka mengatakan, lan yadkhulal jannata illa man kana hudan au nashara. Kalau tempo hari kita menadabburi, “kami tidak masuk neraka kecuali sebentar saja.” Sekarang dibalik, “tidak akan masuk surga kecuali orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.” Ini dua maqam, Allah ingin menggabungkan sekaligus. Orang Yahudi itu lebih buruk dari orang Nasrani, karena mereka membunuhi para nabinya, mengganti kitab sucinya, bermusuhan kepada orang Nasrani juga, tapi ketika sudah ada di depannya Islam, mereka bisa bersatu memusuhi kita. Tetapi sekarang yang terjadi di sana, kita justru bisa berkoalisi dengan orang-orang Nasrani. Kenapa? Karena memang orang Yahudi zionis di Palestina itu sudah keterlaluan. Jadi mereka ingin memonopoli. Makanya di saat itu kita bisa berkoalisi dengan orang-orang Nasrani. Tetapi dulu kita punya sejarah perang salib di sana. Sejarah itu bukan untuk mengungkit permusuhan, hanya ini kembali ke masalah ideologis. Ketika mereka mengatakan yan yadkhulul jannah, tidak bakal masuk surga kecuali orang Yahudi dan orang Nasrani. Tilka amaniyyuhum. Ini yang menarik. Para pakar bahasa mengupas masalah ini. Tilka amaniyyuhum, itulah mimpi-mimpi mereka. Harusnya cukup “itulah mimpi mereka.” Masuk surga kan mimpi semua orang. Harusnya kan satu mimpi. Tapi kenapa disebut dengan mimpi-mimpi, apakah surganya banyak? Bukan. Tilka amaniyyuhum . Ini karena yang bermimpi banyak orang, dan yang diajak mimpi bareng-bareng, “ayo kita mimpi bersama-sama.” Seolah-olah seperti itu. Jadi itu mustahil dan lucu. Sekarang kita mahasiswa, ujian, kemjudian kita mogok, tidak belajar, dosennya diboikot, kemudian kita pingin dapat A. Itu disebut tilka amaniyyuhum. Itu mimpi masing-masing mereka ingin lulus hari ini. Amaniyyuhum, jadi sesuatu yang mustahil, pasti ditertawakan oleh orang yang mendengarnya. Itu salah satu di antara yang menganalisa. Yang kedua, tilka amaniyyuhum itu menandakan bahwa orang Yahudi dan Nasrani masing-masing nanti akan berbeda. Kalau umniyyah berarti mereka punya kesatuan. Ternyata tidak. Baik Yahudi atau Nasrani itu persatuannya untuk memusuhi Islam saja, di waktu itu dan sekarang.

Page 11: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  179  

Cuma sekali lagi, ini konteksnya aqidah, tidak kepada bentuk fisik. Kita bentuk fisik bisa bekerjsama dengan siapa saja. Kalau sudah ideologis, kita harus memproteksi. Masih ingat ya, bahwa nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengatakan rabbi ij’al hadzal balada amina, jadikan negeri ini aman, itu ada terusannya, wajnubni wa baniyya an a’budal ashnam, jauhkan kami dan keturunan kami dari menyembah berhala. Jadi proteksi nomor satu negeri yang aman adalah aman secara aqidah, yang kita bisa melakukan kebaikan bi quwwah yang tempo hari kita bicarakan bersama. Qul, katakan Muhammad kepada mereka, hatu burhanakum, dalilnya apa, in kuntum shadiqin. Kamu bilang akan masuk surga orang Yahudi dan Nasrani, dalilnya apa? Dan ini berlaku juga kalau kita bilang yang masuk surga hanya kita saja. Tetapi di dalam Al Qur`an ataupun di dalam hadits tidak ada yang mengatakan secara eksplisit yang masuk surga adalah orang Islam. Yang ada adalah lan yadkulal jannah begini begini, akan masuk surga begini begini. Jadi sifatnya. Jadi Allah mengajarkan kita untuk fa la tuzakku anfusakum huwa a’lamu bi man ittaqa. Tidak boleh kita mengklaim nanti saya akan masuk surga. Itu tidak boleh. Karena masa depan kita itu gaib. Tidak ada klaim “yang masuk surga hanya orang muslim.” Meskipun keyakinannya praktiknya seperti itu, orang yang menyekutukan Allah tidak akan masuk surga. Tapi Allah tidak mengatakan yang sebaliknya, orang muslim langsung masuk surga. Tidak ada. Tapi yang diambil sikap menuju ke situ. Ini bagi orang liberal menjadi kunci, oh ternyata semua agama bisa masuk surga. Larinya kepada pluralisme agama. Bukan. Ini kemurnian aqidah, tapi Allah mengajari kita etika. Ketika kita ‘menyalahkan’ aqidah atau keyakinan orang lain, yang disalahkan bukan orangnya, tapi aqidahnya, ideologinya. Maka di sini, dikritik oleh Allah, qul hatu burhanakum. Kalau kita, apa dalilnya? Dalilnya banyak. Orang masuk surga itu dengan cara A, B, C, D, dan seterusnya. Man kana yu`minu billahi wal yaumil akhir falyukrim jarahu. Kenapa harus ada man kana yu`minu billah? Karena masuknya melalui itu kuncinya. Jadi ada syarat utamanya, baru dia menghormati tetangganya, menghormati tamunya, berbicara baik atau diam, dan sebagainya. Ketika Nabi Muhammad disuruh meminta dalilnya, Allah jawab sendiri:

(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Page 12: Halaqah Tadabbur Quran 17 (Al Baqarah 106-112). Dr Saiful Bahri

  180  

Orang Yahudi dan Nasrani bisa masuk surga. Syaratnya apa? Man aslama wajhahu. Jadi harus Islam juga. Dan Islam itu tidak harus KTP-nya diganti Islam. Tapi dia berikrar syahadat, mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, dan menyerahkan wajahnya. Jadi totalitas. Aslama wajhahu lillah wa huwa muhsinun. Tidak cukup KTP Islam tapi tidak muhsin, tidak bisa. Fa lahu ajruhu ‘inda rabbihi, mendapatkan pahala di sisi Allah. Karena tidak ada pahala yang tidak dicatat Allah meskipun tidak diakui manusia. Wa la khaufun ‘alaihim wa la hum yahzanun, dan tidak ada ketakutan bagi mereka dan tidak ada kesedihan. Jadi dihilangkan dua hal buruk sekaligus. Yahzanun itu mereka sedih masa lalu, taku itu terhadap masa depan. Dua hal itu nanti di surga tidak ada. Jadi kalau sekarang manusia hidup itu selalu dikelilingi dua perasaan ini. Sedih terhadap yang sudah lewat, dan taku terhadap yang akan datang. Itu nanti akan dihilangkan. Ini mungkin yang bisa kita tadabburi selama empat puluh lima menit, tentang satu keburukan mereka lagi yaitu mengolok kita, mengganggu kita. Tetapi Allah tidak mengurai itu.yang diurai adalah solusinya. Solusinya, pemimpin harus kuat, kemudian rakyatnya jangan terlalu banyak bertanya tapi tujuannya untuk tidak melakukan, atau banyak bertanya tapi tujuannya untuk menjatuhkan pemimpin, banyak bertanya tapi tujuannya untuk membuat keruh masyarakat sosial. Harus bekerjasama, dan dikuatkan dengan shalat untuk kekuatan internal, dan membayar zakat untuk kesejahteraan bersama. Dan kebaikan yang kita lakukan meskipun diolok-olok mereka atau tidak dianggap mereka, akan kita dapatkan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Itu tema pertama. Yang kedua, ketika mereka mengklaim “kamu tidak bakal masuk surga, yang masuk surga hanya orang Yahudi dan Nasrani,” itu adalah mimpi-mimpi yang sebenarnya tidak terjadi. Dan Allah membalas di sini “dalilnya mana?” mereka tidak akan bisa menjawab. Tapi Allah katakan betul orang Yahudi, Nasrani, Shabi`in, orang yang menyembah berhala sekalipun, ada peluang masuk surga. Syaratnya apa? Bertaubat, bersyahadat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Itu menandakan masa depan semua orang sama. Masa depannya adalah gaib. Tugas kita adalah menggapai masa depan yang gaib itu dengan keimanan. Di sini man aslama. Siapa saja, tanpa kasta, tanpa melihat masa lalunya, begitu dia berikrar, bertaubat kepada Allah, tidak menyekutukan Allah, dia berhak mendapatkan surga. Masuk surganya kapan? Urusan Allah. Surga apa? Itu juga urusan Allah. Mudah-mudahan kita yang ada di sini diselamatkan Allah dari penyakit suka mengolok-olok dan mengklaim diri kita yang paling benar. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan, jazakumullahu khairan.**