gregorius paulus tahu, lahir di atambua belu (ntt) pada

287
Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Isbn No: 978-602-53310-4-6 Sekolah Dasar di SDI “Tanah Merah” Atambua lulus tahun 1988. Sekolah Menengah Pertama di SMPK “Don Bosco” Atambua lulus tahun 1991. Sekolah Menenggah Atas di SPP “Blambangan” Banyuwangi lulus tahun 1995. Sarjana Ahli Media diselesaikan pada Akademi Keuangan dan Perbankan Denpasar tahun 1999. Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen diselesaikan pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar tahun 2003. Magister Manajemen diselesaikan pada Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Universitas Udayana Denpasar tahun 2006. Sarjana Keseahatan Masyarakat diselesaikan pada Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains dan Teknologi Universitas Dhyana Pura tahun 2017. Doktor Ilmu Manajemen diselesaikan pada Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Udayana tahun 2017. Pekerjaan Dosen Tetap Program Pascasarjana Magister Manajemen dan Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Mahasaraswati. Gregorius Paulus Tahu, lahir di Atambua – Belu (NTT) pada tanggal 31 Mei 1975.

Upload: others

Post on 16-Mar-2022

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

An

tese

den

Keb

ija

ka

n D

ivid

en d

an

Im

pli

kasi

nya

Pad

a N

ilai

Per

usa

haan

Isb

n N

o:

978

-602

-53310

-4-6

Sekolah Dasar di SDI “Tanah Merah” Atambua lulus tahun 1988.

Sekolah Menengah Pertama di SMPK “Don Bosco” Atambua

lulus tahun 1991. Sekolah Menenggah Atas di SPP “Blambangan”

Banyuwangi lulus tahun 1995. Sarjana Ahli Media diselesaikan

pada Akademi Keuangan dan Perbankan Denpasar tahun 1999.

Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen diselesaikan pada Fakultas

Ekonomi Universitas Udayana Denpasar tahun 2003. Magister

Manajemen diselesaikan pada Program Pascasarjana Ilmu

Manajemen Universitas Udayana Denpasar tahun 2006. Sarjana

Keseahatan Masyarakat diselesaikan pada Fakultas Ilmu

Kesehatan, Sains dan Teknologi Universitas Dhyana Pura tahun

2017. Doktor Ilmu Manajemen diselesaikan pada Program Doktor

Ilmu Manajemen Universitas Udayana tahun 2017. Pekerjaan

Dosen Tetap Program Pascasarjana Magister Manajemen dan

Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas

Mahasaraswati.

Gregorius Paulus Tahu, lahir di Atambua – Belu (NTT) pada tanggal 31 Mei 1975.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

ANTESEDEN KEBIJAKAN DIVIDEN DAN IMPLIKASINYA

PADA NILAI PERUSAHAAN Cetakan Pertama Agustus 2018

22 x 30 cm , ix + 282

ISBN : 978-602-53310-4-6

Penulis Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Editor

Dr. Anik Yuesti, SE.,MM

Cover Noah Aletheia

Sampul diambil di www.pexels.com

Diterbitkan Oleh

CV. Noah Aletheia

Jl. Tegalsari Gg. Koyon. No. 25 D. Banjar Tegalgundul

Desa Tibubeneng, Kec. Kuta Utara, Kab. Badung Bali Indonesia.

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak seluruh atau sebagian buku ini

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Kata Pengantar

Buku Kebijakan dividen ini dipublikasikan sebagai media bagi para

akademisi dan praktisi untuk memahami secara lebih dalam dan membantu peneliti

di Indonesia yang memiliki ketertarikan pada persoalan mengenai dividen. Buku ini

dikaji dari berbagai sumber baik dari dalam maupun luar negeri. Secara umum buku

ini menggambarkan konsep mengenai kebijakan dividen berawal dari definisi,

sejarah, dan teori yang bersifat polemik. Penelitian yang dibuat oleh penulis

memberi model bagi penelitian yang baru. Buku ini masih jauh dari kesempurnaan,

masih ada banyak keterbatasan yang penulis tidak mampu mengatasinya.

Diharapkan dengan membaca buku ini para akademisi dan praktisi yang sedang

bergelut dengan persoalan di Indonesia menemukan hal baru yang berguna bagi

penerapan kebijakan dividen di Indonesia.

Penulis buku ini adalah Dosen di Universitas Mahasaraswati Denpasar, Bali

yang baru meraih gelar Doktornya di Universitas Udayana Denpasar, Bali. Pada

Bab 6, 7, dan 8 buku ini ditampilkan kembali gagasan penulis berkaitan dengan

disertasinya yang berjudul “Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya

terhadap Nilai Perusahaan pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”.

Dalam penelitiannya, penulis buku ini menemukan bahwa kebijakan dividen

berpengaruh terhadap nilai perusahaan meski banyak perusahaan di Indeonesia

pada umumnya belum menerapkan kebijakan dividen. Penulis mengharapkan buku

ini membantu membuka wawasan baru bagi para pelaku usaha dan bisnis bahwa

kebijakan dividen merupakan hal yang tak terpisahkan dari bentuk usaha korporasi.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Daftar Isi

1. Pendahuluan .............................................................................................................. 1

1. 1. Definisi tentangDividen… ............................................................................... 5

1. 2. Beragam Bentuk Dividen… ............................................................................ 6

1. 3. Kontroversi Dividen… .................................................................................... 9

1. 3. 1. Pro Dividen… ............................................................................................. 9

1. 3. 2. Kontra Dividen… ....................................................................................... 12

2. Evolusi Historis tentang Dividen… .......................................................................... 14

2. 1. Pengantar ..................................................................................................... 14

2. 2. Abad 17 dan 18 ............................................................................................ 15

2. 3. Abad 19 dan20 ............................................................................................. 17

2. 4. Abad 21 ........................................................................................................ 18

2.5. Kesimpulan ulasan historis ........................................................................... 21

3. Investasi Finansial ..................................................................................................22

3. 1. Pengantar ..................................................................................................... 22

3. 2. Deskripsi Pasar Modal dan Peran Dividen… ................................................. 24

3. 3. Karakteristik Pasar Modal… ......................................................................... 25

3. 4. Jenis- Jenis Saham Dividen… ........................................................................ 27

3. 5. Kinerja Pasar Modal… .................................................................................. 29

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Dividen… ........................................................ 32

4. 1. Pengantar ..................................................................................................... 33

4. 2. Karakter Perusahaan… ................................................................................. 33

4. 2. 1. Ukuran Perusahaan .................................................................................. 34

4. 2. 2. Profitabilitas ............................................................................................. 34

4. 2. 3. Peluang Pertumbuhan .............................................................................36

4. 2. 4. Ukuran Perusahaan .................................................................................. 37

4. 2. 5. Struktur Kepemilikan ................................................................................ 38

4. 2. 6. Debt to Equity ratio dan Leverasi… .......................................................... 39

4. 3. Karakter Pasar .............................................................................................. 40

4. 3. 1. Pajak… ...................................................................................................... 41

4. 3. 2. Perlindungan Hukum Investor ................................................................. 42

4. 3. 3. Sentimen Investor .................................................................................... 43

4. 3. 4. Perusahaan Publik versus Perusahaan Swasta… ...................................... 44

5. Teori Kebijakan Dividen .......................................................................................... 44

5. 1. Pengantar ..................................................................................................... 44

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

5. 2. Teori- Teori sebelum Irelevansi .................................................................... 45

5. 3. Teori Irelevansi Dividen… ............................................................................. 47

5. 4. Teori Bird in Hand… ...................................................................................... 58

5. 4. 1. Biaya Modal (Cost of capital) ................................................................... 60

5. 4. 2. Biaya Laba Ditahan ................................................................................... 61

5. 5. Teori Residual Dividend ............................................................................... 62

5. 5. 1 Beberapa Alasan Dasar.............................................................................. 64

5. 5. 2. Beberapa Persoalan Dasar ...................................................................... 64

5. 5. 3. Perencanaan Kebijakan dividen residual… .............................................. 66

5. 5. 4. Analisis Makro Perilaku Dividen ................................................... 68

5. 6. Teori Firm Life Cycle ....................................................................... 72

5. 6. 1. Pertumbuhan, Peluang Investasi dan Dividen ............................... 72

5. 6. 2. Nilai Perusahaan: Profitabilitas atau Dividen ............................... 74

5. 7. Teori Signaling… .............................................................................. 77

5. 7. 1. Pemikiran Teoritis ......................................................................... 79

5. 7. 2. Model-model teori signaling… ..................................................... 80

5. 8. Teori Catering… ............................................................................... 83

5. 9. Teori Agency ..................................................................................... 84

5. 10. Teori Clienteles Effect .................................................................... 86

5. 11. Teori Preferensi Pajak ..................................................................... 88

5. 12. Teori Pecking Order… .................................................................... 89

6. Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya terhadap Nilai Perusahaan

pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia ............................................... 93

6. 1. Pengantar… ....................................................................................... 93

6.2 Rancangan Penelitian ........................................................................ 129

6.3 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 130

6.4. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 130

6.5. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 131

6.5.1. Jenis Data ...................................................................................... 131

6.5.2. Sumber Data .................................................................................. 131

6.6. Variabel Penelitian ........................................................................... 131

6.6.1 Identifikasi Variabel ....................................................................... 132

6.7. Definisi Operasioanal ....................................................................... 132

6.8. Populasi dan Sampel ........................................................................ 144

6.8.1. Populasi ......................................................................................... 144

6.8.2 Sampel ............................................................................................ 145

6. 9. Prosedur Penelitian........................................................................... 147

6. 9.1. Analisis Data ................................................................................ 147

6. 9.2.Statistik Deskriptif ........................................................................ 148

6. 9.3. Analisis Regresi Linier Berganda ................................................ 148

6. 9.4. Uji Asumsi Klasik ........................................................................ 149

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

6.9.5. Menguji Regresi Dengan Variabel Moderating Menggunakan

Moderated Regression Analysis (MRA) .................................................. 152

6.10. Uji Hipotesis .................................................................................... 153

7. Hasil dan Pembahasan ...................................................................................... 155

7. 1. Hasil Penelitian................................................................................. 155

7. 1.1.Analisis Statistik Deskriptif ............................................................ 155

7.1.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik........................................................ 159

7. 1.3. Pengujian R² (Koefisien Determinasi) ........................................... 166

7. 1. 4. Pengujian Moderasi ..................................................................... 167

7. 2 Pembahasan ...................................................................................... 195

7.2.1. Pengaruh Aliran kas bebas terhadap Kebijakan dividen ............... 195

7.2.2. Pengaruh Leverasi terhadap Kebijakan dividen ............................ 196

7.2.3 Pengaruh Aliran profitabilitas terhadap Kebijakan dividen ........... 196

7.2.4. Pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan dividen ......................... 198

7. 2.5. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan dividen ... 198

7.2. 6. Pengaruh Perputaran Aktiva terhadap Kebijakan dividen .............. 199

7. 2. 7. Pengaruh Kebijakan dividen terhadap Nilai perusahaan ............... 200

7. 2. 8. Collateralizable asset, Umur perusahaan, Self finance, Earning

volatility, dan Investment opportunity set sebagai variabel moderating mampu

memperkuat pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen 201

7. 3. Implikasi Penelitian ......................................................................... 236

7. 3. 1. Implikasi Teoritis .......................................................................... 236

7. 3. 2 Implikasi Praktis ............................................................................. 240

7. 4. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 240

8. Kesimpulan dan Saran ...................................................................................... 241

8. 1. Kesimpulan ...................................................................................... 241

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

8. 2. Saran ................................................................................................ 244

Daftar

Pustaka… ........................................................................................................... 246

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

1. Pendahuluan

Praktek kebijakan dividen di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris,

Kanada, Jerman, Perancis dan Jepang menjadi fenomena yang menarik perhatian

para akademisi dan praktisi di awal abad 21. Fama dan Freench (2001)

mendokumentasikan fenomena ini dalam pengamatannya yang pertama tentang

“Dividen yang hilang”. Mereka menemukan adanya tren penurunan dalam praktek

pembayaran dividen. Namun beberapa penelitian lain seperti DeAngelo, DeAngelo

dan Skinner (2004) dan Skinner (2008) menunjukkan bahwa dividen tidak pernah

“hilang”. Mereka menyatakan bahwa jumlah perusahaan yang membayar dividen

memang menurun tetapi jumlah dividen tunai yang dibayar mengalami peningkatan

khususnya perusahaan-perusahaan di Amerika serikat yang memiliki profitabilitas

tinggi.

Penelitian tentang kebijakan dividen lebih banyak dilakukan di negara-

negara maju (developed countries). Alasan logis yang dapat dikemukakan adalah

negara maju di Eropa dan Amerika telah berabad-abad menjalan kebijakan dividen

yang tidak lepas dari perkembangan korporasi dan pasar modal. Lantas bagaimana

praktek kebijakan di negara-negara yang sedang berkembang? Negara yang sedang

berkembang memiliki sistem korporasi dan pasar modal yang tidak sama dengan

negara maju. Kebijakan dividen di pasar modal yang baru berkembang berbeda dari

pasar modal yang sudah berkembang. Dividen Payout Ratio di negara berkembang

hanya dua pertiga dari negara yang maju. Dividend yields ditemukan rendah pada

pasar yang baru berkembang.

Indonesia sebagai negara yang berkembang terus menerus berupaya

menghidupi sistem korporasi dan pasar modalnya. Di Indonesia banyak perusahaan

masih berciri “family firm” (perusahaan yang kepemilikan adalah keluarga) dan

pasar modal yang baru bertumbuh. Dalam kondisi seperti ini praktek kebijakan

dividen belum menjadi opsi yang penting bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Akhir-akhir ini kesadaran baru sejalan dengan pertumbuhan korporasi dan pasar

modal di Indonesia mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi terhadap

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pasar modal melalui undang-undang secara khusus berkaitan dengan kebijakan

dividen.

Di Indonesia kebijakan dividen diatur oleh Undang-Undang No. 40 tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 71. Sesuai Undang-Undang No. 40

tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 71, laba bersih Perseroan dapat

dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen setelah dilakukannya

penyisihan dana cadangan wajib yang disyaratkan oleh undang-undang. Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal 37,

informasi tentang kebijakan dividen yang harus diungkapkan yaitu kebijakan

dividen yang direncanakan termasuk jumlah persentase dividen tunai yang

direncanakan dikaitkan dengan jumlah laba bersih atau dasar lainnya serta riwayat

pembayaran dividen. Selain itu, pembayaran dividen harus disetujui oleh pemegang

saham dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) tahunan berdasarkan

rekomendasi Direksi Perseroan. Pengambilan keputusan dividen melalui RUPS

diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih banyak kepada pemegang

saham sebagai pemodal tentang penggunaan laba perusahaan.

Substansi dividen telah menjadi suatu teka teki yang sulit untuk ditemukan

jawabannya. Meskipun ada banyak studi, para peneliti masih belum memiliki

semua jawaban bagi teka-teki dividen. Ada begitu banyak literatur yang berisi

macam-macam teori seperti pajak dan efek klien, biaya agensi, informasi asimetris,

perilaku, siklus hidup, katering tapi tidak dengan sendirinya menjelas secara penuh

perilaku dividen, Baker, Powell dan Veit (2002). Tidak dipungkiri lagi dividen

adalah suatu perilaku, karena dividen mengimplikasikan pemikiran, keputusan dan

aksi yang terkait dengan unsur-unsur seperti investasi, manajemen perusahaan,

pasar modal, dan kalangan publik. Dividen sebagai suatu perilaku tentu saja diatur

secara rasional dalam koridor teori dan secara teratur dalam koridor pola kebijakan.

Teori kebijakan dividen merupakan pilar penting dalam upaya perusahaan

mendistribusikan keuntungan dari aktivitas investasi. Selayaknya pemahaman

tentang dividen hendaknya di soroti dari segi perkembangan teori dan juga dari segi

empiris. Teori kebijakan dividen merupakan gagasan konseptual dan praktis. Secara

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

konseptual Teori kebijakan dividen adalah suatu konsep penjelasan mengenai

presisi logis dan rasional tentang dividen dalam perkembangan korporasi. Secara

praktis teori kebijakaan dividen merupakan pertimbangan dan keputusan manajerial

perusahaan berkaitan dengan keuntungan dan cara pendistribusiannya.

Kebijakan dividen merupakan keputusan, metode atau cara yang ditetapkan

perusahaan dalam menentukan berapa bagian dari laba bersih yang akan dibagikan

sebagai dividen kepada pemegang saham dan berapa bagian dari laba bersih itu akan

ditanamkan kembali sebagai laba yang ditahan untuk reinvestasi perusahaan

(Okpara, 2010), sedangkan investor akan memperoleh capital gain, jika harga

saham pada saat penjualan lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga saham pada

saat pembelian. Dividen memiliki risiko yang lebih rendah daripada capital gain,

karena dividen diterima menurut dasar periode berjalan sementara realisasi capital

gain diperoleh secara tidak menentu saat penjualan saham, artinya untuk

memperoleh capital gain harus dapat memperkirakan bahwa harga saham yang

akan datang lebih besar daripada harga saham pada waktu pembelian.

Setiap perusahaan memiliki kebijakan dividen yang berbeda-beda mengenai

jumlah pembayaran dividen (dividend payout). Rasio pembayaran dividen atau

dividend payout ratio merupakan persentase laba perusahaan yang dibayarkan

kepada para pemegang saham secara tunai dan menentukan jumlah laba yang dapat

ditahan (retained earning) yang dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan (Van

Horne dan Wachowicz, 2012). Handayani (2010:18), kebijakan dividen penting

karena dua alasan, yaitu: 1) Pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi

harga saham. 2) Pendapatan yang ditahan biasanya merupakan sumber tambahan

modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan. Kedua

alasan tersebut merupakan dua sisi kepentingan perusahaan yang kontroversial.

Agar kedua kepentingan itu dapat terpenuhi secara optimal, manajemen perusahaan

seharusnya memutuskan secara hati-hati dan teliti kebijakan dividen yang harus

dipilih.

Kebijakan dividen yang optimal dalam sebuah perusahaan adalah kebijakan

seimbang antara dividend yield saat ini dan pertumbuhan perusahaan berupa

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

naiknya harga saham di masa yang akan datang sehingga memaksimumkan nilai

perusahaan, ketika akan menentukan sebuah kebijakan dividen, maka perusahaan

perlu mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan

perusahaan secara keseluruhan. Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu

faktor yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham. Bagi

sebuah perusahaan, menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu

keharusan agar saham tersebut tetap eksis dan tetap diminati oleh investor, dengan

dilakukannya analisis variabel kinerja keuangan perusahaan yang mempengaruhi

kebijakan dividen, maka kebijakan dividen yang dibuat perusahaan akan menjadi

optimal sehingga akan mengakibatkan meningkatnya nilai perusahaan, selanjutnya

tentu akan meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan yang dicerminkan

oleh harga saham perusahaan yang tercatat di Pasar Modal.

Investor umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil dan

konstan, karena stabilitas dividen dapat meningkatkan kepercayaan investor

terhadap perusahaan sehingga mengurangi ketidakpastian investor dalam

menanamkan dananya dalam perusahaan. Pembagian dividen dikaitkan dengan laba

yang diperoleh perusahaan dan jumlah tersedia bagi para pemegang saham. Besaran

dana yang dibagikan sebagai dividen atau diinvestasikan kembali tidak sama

dengan laba setelah pajak. Dana yang diperoleh dari hasil operasi selama satu

periode adalah sebesar laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan, tidak berarti

bahwa dana tersebut bisa dibagikan sebagai dividen. Perusahaan yang akan

membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain:

perlunya menahan sebagian laba untuk re-investasi yang mungkin lebih

menguntungkan, kebutuhan dana perusahaan, likuiditas perusahaan, sifat pemegang

saham, target tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran dividen dan

faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen (Brigham dan Houston,

2013).

Ada beberapa bentuk kebijakan dividen perusahaan, seperti bentuk dasar

dari dividen kas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

1) Kebijakan konstan

Kebijakan dividen konstan merupakan kebijakan dividen yang membayar

jumlah dividen per lembar saham per tahun relatif sama selama jangka

waktu tertentu. Kebijakan ini banyak diminati oleh pemegang saham, baik

pemilik saham individual maupun korporasi, yang mengaharapkan

penghasilan tetap dari dividen.

2) Kebijakan regular ditambah dividen ekstra.

Kebijakan dividen ini menetapkan suatu jumlah minimal per lembar saham

setiap tahunnya. Apabila keadaan keuangan perusahaan lebih baik maka

perusahaan akan membayar dividen ekstra di atas jumlah minimal dividen

yang telah ditetapkan. Investor beranggapan bahwa dividen ekstra diberikan

karena perusahaan menghasilkan pendapatan lebih besar dari tahun-tahun

sebelumnya dan bersifat tidak permanen.

3) Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan.

Perusahaan menentukan jumlah dividend payout ratio yang tetap. Jumlah

dividen yang diterima pemegang saham untuk setiap per-lembar saham akan

berubah sesuai dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan, namun

secara rasio pembayaran adalah tetap.

4) Kebijakan dividen yang fleksibel

Kebijakan dividen ini menetapkan dividend payout ratio yang fleksibel,

disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kebijakan keuangan perusahaan

setiap tahunnya.

1. 1. Definisi Dividen

Secara etimologis kata dividen berasal dari bahasa Latin yakni dividere.

Kata ini digolongkan sebagai kata kerja yang berarti membagi. Kata kerja dividere

ini memiliki bentuk kata benda yang disebut gerundium yakni dividendum yang

berarti sesuatu untuk dibagi. Di akhir abad ke-15 muncul kata dividende dari daerah

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Middle French. Kata ini berarti bagian, atau berbagi hasil. Dalam perjalanan sejarah

yang cukup panjang, kira-kira lima abad, kata dividen menjadi salah satu kata kunci

dalam kegiatan ekonomi di Eropa dan Amerika. Dari bentuk pelayaran dagang di

lingkup Eropa pada abad ke-15 sampai pada bentuk korporasi modern dan

globalisasi pasar modal. Jadi sebenarnya definisi dividen tidak bisa dipisahkan dari

konteks historisnya waktu itu.

Dalam konteks modern, kata dividen diartikan sebagai bentuk distribusi

keuntungan yang dilakukan oleh perusahaan kepada para investor, pemegang

saham. Distribusi ini dilakukan dalam dua bentuk antara lain yang lazim: pertama,

yakni via cash atau tunai dan kedua dalam bentuk saham baru sebagai gantinya atau

properti lainnya. Dari pihak perusahaan distribusi ini merupakan bentuk

pembayaran. Sedangkan di pihak investor atau pemegang saham merupakan bentuk

pendapatan yang diterima dari perusahaan sebagai akibat dari kepemilikan saham.

Besarnya dividen yang dibagikan perusahaan ditentukan oleh para

pemegang saham pada saat berlangsungnya RUPS (Rapat Umum Pemegang

Saham). Investor akan memperoleh dividen jika perusahaan berhasil membukukan

laba. Pembagian dividen yang konsisten dari sisi perusahaan menunjukkan

keberhasilan manajemen dalam menjalankan perusahaan sekaligus memperlihatkan

stabilnya cash flow perusahaan, sehingga pembagian dividen akan menumbuhkan

dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan.

1. 2. Beragam Bentuk Dividen

Dari metode pendistribusian keuntungan, waktu, ukuran, dan kepentingan,

dividen menjadi suatu pola tertentu di antaranya yaitu:

Dividen Reguler

Dividen reguler disebut juga sebagai dividen tradisional. Dividen ini

merupakan pendistribusian keuntungan perusahaan kepada para

pemegang saham yang dilaksanakan secara periodik atau dalam

frekuensi tertentu, misalnya, sekali dalam setahun, atau dua kali

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dalam setahun atau tiga kali dalam setahun. Frekuensi pembayaran

dividen ini tergantung pada kebijakan perusahaan. Di Amerika

serikat, dividen dibayar kuartal (per empat bulan), sedangkan di

Australia biannual (dua kali dalam setahun). Secara global lebih

banyak yang menerapkan pembayaran dividen reguler pertahun.

Namun sekarang ini banyak perusahaan cenderung membayar

dividen secara kuartal, sebagai upaya untuk menarik minat para

investor yang mencari pendapatan tetap untuk berinvestasi di

perusahaan tersebut.

Dividen spesial.

Dividen spesial merupakan bentuk distribusi keuntungan

perusahaan kepada para pemegang saham dalam waktu yang tidak

memiliki frekuensi dan periode. Artinya dividen spesial hanya

dilakukan sesewaktu, pertama: jika perusahaan memiliki alasan-

alasan khusus, antara lain: perusahaan yang ada dalam fase

“dewasa” memiliki keuntungan yang besar dan tidak memiliki

rencana untuk melakukan investasi. Kedua: perusahaan hendak

melakukan perubahan pada struktur keuangannya.

Cash Dividend atau Dividen Tunai

Dividen tunai adalah dividen yg diberikan oleh perusahaan kepada

para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Pembayaran

dividen tunai ini dilakukan melalui suatu prosedur sesuai dengan

aturan main yang berlaku. Di awali dengan dengan pertemuan para

anggota dewan (board meeting). Lazimnya Para pemegang saham

biasa (common stock) saja yang masuk dalam dewan ini. Dividen

tunai dikenakan pajak yang cukup tinggi. Dividen tunai dibayar per

lembar saham. Ketika sebuah perusahaan mengumumkan dividen, ia

mendebit laba ditahan (retained earnings) dan mengkredit akun

liabilitas yang disebut utang dividen. Pada tanggal pembayaran,

perusahaan membalikkan dividen yang dibayarkan dengan entri

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

debit dan mengkredit akun kasnya untuk arus kas keluar masing-

masing. Dividen tunai tidak berpengaruh pada laporan laba rugi

perusahaan. Namun, mereka mengecilkan ekuitas pemegang saham

dan saldo kas perusahaan dengan jumlah yang sama. Perusahaan

harus melaporkan dividen tunai sebagai pembayaran di bagian

aktivitas pembiayaan dari laporan arus kas mereka

Script Dividend

Script dividend adalah suatu surat tanda kesediaan membayar

sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada para

pemegang saham sebagai dividen. Surat ini berbunga sampai dengan

dibayarkan uang tersebut kepada yg berhak. Script dividend seperti

ini biasa dibuat apabila pada waktu para pemegang saham

mengambil keputusan tentang pembagian laba dimana perusahaan

belum (tidak) mempunyai persediaan uang tunai yang cukup untuk

membayar dividen tunai.

Dividen Properti

Dividen properti adalah dividen yang diberikan kepada para

pemegang saham dalam bentuk barang-barang (tak berupa uang

tunai ataupun (modal) saham perusahaan). Contoh dividen barang

adalah dividen berupa persediaan atau saham yang merupakan

investasi perusahaan pada perusahaan lain. Pembagian dividen

berupa barang sudah barang tentu lebih sulit dibanding pembagian

dividen uang. Perusahaan melakukan hal ini karena karena tidak

memiliki cukup uang tunai.

Dividen Likuidasi

Dividen likuidasi adalah dividen yang dibayarkan kepada para

pemegang saham dimana sebagian dari jumlah tersebut

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (dividen tunai)

sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal

diinvestasikan oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan

tersebut.

Stock Dividend

Sttock dividend adalah dividen yang didistribusikan kepada para

pemegang saham dalam bentuk saham-saham. Di Indonesia saham

yang dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus.

Dengan demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar

saham yg lebih banyak setelah menerima Stock Dividen. Dividen

saham dapat berupa saham yang jenis sama maupun yang berbeda.

1. 3. Kontroversi Dividen

Substansi dividen menjadi topik yang kontroversial di kalangan para

akademisi maupun praktisi ekonomi. Kontroversi ini muncul sebagai konsekwensi

dari berbagai kepentingan di lingkaran aktivitas perusahaan, pasar modal,

pemerintah, akademi. Berbagai komponen di atas, secara langsung maupun tidak

langsung memberi kontribusi pada munculnya perdebatan mengenai teori dan

kebijakan dividen. Para pendukung maupun para penentang dividen memiliki

argumen dan bukti empiris yang memperkuat pandangan mereka.

1. 3. 1. Pro Dividen

Para pendukung dividen beranggapan bahwa pembayaran dividen sangat

berpengaruh terhadap keputusan investasi dari para investor. Dividen memberikan

sinyal yang positif dan kepastiaan pada para investor. Dengan kata lain dividen bisa

menjadi suatu indikator yang bisa meyakinkan para investor bahwa perusahaan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tempat mereka melakukan investasi berada dalam kondisi yang sehat. Dan tentu

saja naik turunnya dividen mempengaruhi nilai sekuritas yang ada.

Pembayaran dividen merupakan suatu bentuk profit sharing antara perusahaan

dengan para pemegang saham. Kebijakan dividen dari suatu perusahaan

mencerminkan preferensi dari para direktur dan pemegang saham dalam

menggunakan keuntungan. Perusahaan yang pro-profit sharing memiliki keyakinan

bahwa pemegang saham adalah pemilik perusahaan dan sudah selayaknya berbagi

keuntungan. Secara praktis, para investor yang pro-dividend beranggapan bahwa

dividen memberikan beberapa keuntungan langsung, baik bagi pihak perusahaan

maupun bagi investor itu sendiri. Beberapa keuntungan langsung itu antara lain:

Perusahaan yang bonafide

Perusahaan yang membayar dividen akan mendapat kepercayaan publik.

Perusahaan dianggap konsisten dalam meningkatkan kesejahteraan para

pemegang saham dan tidak saja berfokus pada kepentingan internal

perusahaan. Perusahan yang membayar dividen sudah pasti memiliki

kinerja yang terus semakin lebih baik dan meningkatkan nilai

perusahaan itu sendiri.

Passive Income

Dividen menyediakan aliran passive income tetap bagi investor, yang

dapat di gunakan untuk memenuhi kebutuhan atau diinvestasikan

kembali. Hal inilah yang membuat mengapa dividend stock lebih

menarik bagi kaum pensiun yang membutuhkan tambahan income.

Perusahaan yang stabil

Perusahaan yang membayar dividen cenderung menjadi lebih matang

(mature) dan stabil daripada perusahaan yang tidak membayar dividen.

Perusahaan-perusahaan yang baru jarang membayar dividen karena

mereka memasukkan kembali keuntungan untuk pertumbuhannya.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Kebutuhan untuk membayar dividen mendorong perusahaan untuk

menjadi lebih transparan dan akuntabel pada para pemegang saham dan

cenderung kurang mendapat resiko.

Mengurangi risiko

Dividen memberi dua jalan kepada para investor untuk merealisasikan

keuntungan pada investasi, mereka cenderung memiliki resiko yang

lebih rendah dibandingkan dengan reward yang diterima, yang dapat

kita lihat melalui kurangnya volatility dalam harga saham.

Kepemilikan dan keuntungan

“Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui”. Itulah pepatah

yang tepat bagi seorang investor yang menerima dividen. Dengan

menerima dividen, seorang investor tidak kehilangan haknya

kepemilikannya dalam perusahaan, tetapi sebagai bukti bahwa

merekalah pemilik perusahaan. Ketika perusahaan tidak membayar

perusahaan, keuntungan yang diperoleh perusahaan terkunci dalam

saham investor. Satu-satunya cara untuk mendapatkan keuntungan

tersebut adalah dengan menjual saham. Menjual saham berarti investor

tidak kehilangan kepemilikannya di perusahaan. Melalui dividen stock,

investor tetap melanjutkan kepemilikannya dalam perusahaan sambil

mengumpulkan keuntungan.

Kas untuk membeli saham yang lebih banyak

Dividen yang di peroleh dapat digunakan untuk membeli saham yang

baru dengan pilihan yang bervariatif, baik dalam perusahaan yang sama

atau perusahaan lain yang lebih memiliki prospek.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

1. 3. 2. Kontra Dividen

Alasan mendasar yang sering digunakan oleh perusahaan dalam

memutuskan untuk tidak membagikan dividen. Pertama, keadaan perusahaan

mengalami kesulitan keuangan yang serius sehingga tidak memungkinkan untuk

membayar dividen. Pada saat kondisi demikian, perusahaan lebih memprioritaskan

untuk memenuhi kewajiban (hutang) daripada membayar dividen. Kedua, adanya

kebutuhan dana yang sangat besar karena investasi yang sangat menarik sehingga

harus menahan seluruh pendapatan untuk berbelanja investasi tersebut. Alasan yang

kedua ini merupakan asumsi yang mendasari teori Dividen Residu, yakni dividen

hanya dibayar jika laba tidak sepenuhnya digunakan untuk tujuan investasi, artinya

hanya pada saat ada pendapatan sisa setelah pendanaan investasi baru (Keown et

al., 2010).

Argumen pertama yang mendasari pemikiran kontra dividen adalah adanya

bentuk-bentuk alternatif dari pembayaran dividen. Bentuk alternatif ini dianggap

lebih menguntungkan, lebih nyaman dibandingkan dividen. Bentuk alternatif itu

antara lain:

Homemade Dividen

Suatu bentuk pendapatan investasi yang berasal dari penjualan sebagian

saham yang dimiliki oleh pemegang saham. Ini berbeda dari dividen

yang diterima pemegang saham dari perusahaan sesuai dengan jumlah

saham yang dimiliki pemegang saham. Para analis beranggapan bahwa

kebijakan dividen bersifat tidak relevan karena para investor memiliki

kemampuan untuk mengadakan “homemade” dividen sebagai alternatif

untuk mendapatkan keuntungan tunai. Homemade dividen

membenarkan kebijakan irelevansi dividen dari perusahaan.

Investasi surat obligasi

Para investor akan cenderung melakukan investasi melalui surat obligasi

yang bunganya bersifat tetap dibandingkan melakukan investasi pada

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

saham dividen karena bersifat fluktuatif jika perusahaan menerapkan

kebijakan dividen residual.

Stock Repurchase

Salah satu bentuk substitutif dari dividen adalah pembelian saham oleh

investor dengan memasukkan kembali keuntungan dividen ke dalam kas

perusahaan dan menerima saham yang baru sebagai gantinya. Bentuk ini

sekarang menjadi trend di Amerika Serikat.

Argumen yang kedua yakni para investor yang menginginkan pembayaran

dividen dalam jumlah yang sedikit bahkan memilih dividend omission disebabkan

oleh pajak yang tinggi pada dividend dibandingkan dengan capital gain. Dengan

demikian, cara yang paling tepat adalah melakukan reinvestasi karena diyakini akan

meningkatkan nilai perusahaan secara menyeluruh dan nilai pasar saham. Para

pendukung gagasan dividen mengusulkan bahwa diveden dialihkan dalam bentuk-

bentuk lain seperti: mengadakan proyek-proyek baru, menambah jumlah aset atau

investasi finansial yang tidak membutuh biaya-biaya tambahan.

Perusahaan yang tidak membagikan dividen tunai disebabkan perusahaan

membutuhkan dana yang besar untuk membiayai investasi ataupun proyek

perusahaan di masa yang akan datang. Biasanya perusahaan yang tidak membagikan

dividen tunai termasuk ke perusahaan yang dalam tahap pertumbuhan. Perusahaan

yang mengalami pertumbuhan pesat cenderung tidak membayar dividen atau

membayar dividen yang rendah. Perusahaan pada tahap dewasa, akan menaikkan

pembayaran dividen. Pembagian dividen biasanya dalam bentuk tunai, namun

alternatif yang sering dilakukan adalah dividen dalam bentuk saham.

Perusahaan yang membagikan dividen dalam bentuk saham biasanya

perusahaan tersebut mengalami kekurangan kas, tetapi tidak menyebabkan

kekayaan perusahaan berkurang. Nilai asset bersih perusahaan tetap seperti

sebelum pembagian dividen dalam praktiknya, ada beberapa perusahaan yang

mengalami kerugian namun tetap membagikan dividen kepada pemegang saham.

Praktik ini disebut window dressing, melakukan window dressing perusahaan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

berharap mendapat respon positif dari pasar dan kepercayaan pemegang saham.

Praktik ini tidak akan bertahan lama, karena seiring dengan berjalannya waktu para

pemegang saham dan pasar akan mengetahui bahwa kinerja perusahaan sedang

tidak sehat atau memiliki prospek yang buruk (Hermawan, 2015).

2. Evolusi Historis tentang Dividen

2. 1. Pengantar

Setelah dihadapkan pada kenyataan bahwa substansi dividen sebagai suatu

fakta kontroversial. Kita akan menelusuri sejarah dividen dari lima abad yang lalu.

Tujuannya agar kita mengetahui bahwa dividen sebagai suatu teori dan kebijakan

yang sudah berlangsung lama, timbul dan tenggelam kemudian menjadi trend pada

masanya.

Isu utama dari penyajian evolusi historis tentang dividen adalah perubahan

dari waktu ke waktu substansi dividen dalam praktek perkembangan tata kehidupan

sosial ekonomi yang menuju pada peningkatan kualitas hidup manusia dari masa ke

masa. Tentu saja pengamatan para peneliti di batasi oleh periode tertentu yang lebih

fokus pada masa pelayaran dagang sebagai titik awal dan bergerak maju hingga saat

ini.

Meskipun ada begitu banyak penelitian mengenai kebijakan dividen, yang

mana umumnya berfokus pada teori dividen dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun,

namun sesungguhnya kebijakan dividen itu telah berkembang lebih dari beberapa

abad (Frankfurter dan Wood, 2003). Observasi terkini meliputi fakta bahwa selama

beberapa dekade di abad XX, jumlah perusahaan yang membayar dividen menurun

sementara total jumlah dividen yang dibayar melonjak (Fama dan French, 2001;

DeAngelo, DeAngelo dan Skinner, 2004). Dalam setahun rangkaian kerja dan akta

Relief Rekonsiliasi pertumbuhan pajak di tahun 2003, banyak perusahaan mulai

membayar dividen atau meningkatkan payout (Moore dan Kerpen, 2004). Debat

terus berlanjut di antara para peneliti tentang pentingnya hukum pajak dan undang-

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

undang lainnya dalam pembentukan kebijakan dividen dan sumber dari tren dalam

kebijakan dividen. Memahami faktor-faktor penunjang kebijakan dividen

membutuhkan suatu cara pandang historis. Tujuan dari bab ini adalah meringkas

evolusi tentang kebijakan dividen dari perusahaan dari awal sampai pada zaman

modern.

Menurut DeAngelo, DeAngelo, dan Skinner (2000, hal.353), kebijakan-

kebijakan dividen “ada dalam perubahan yang tetap, sehingga tugas penting dari

penelitian keuangan perusahaan yakni untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

membentuk evolusi kebijakan dividen.” Sejarah dan evolusi dari pembayarn

dividen tak mungkin lepas dari kaitan perusahaan sebagai suatu bentuk bisnis.

Kebijakan untuk membagi keuntungan melalui pembayarn dividen telah menjadi

pertimbangan penting dalam pembentukan usaha bersama/kongsi di abad yang lalu

sebagaimana sekarang ada di dalam manajemen perusahaan modern. Walaupun ada

studi tentang bentuk awal dari bisnis yang menyerupai perusahaan-perusahaan di

zaman Yunani dan Romawi kuno, ada banyak penelitian tentang sejarah perusahaan

dan pembayaran dividen bermula dari kebangkitan perdagangan yang diasosiasikan

dengan awal renaisans Eropa.

2. 2. Abad ke 17 dan ke 18

Banyak perkembangan yang membentuk kebijakan-kebijakan mengenai

distribusi keuntungan terjadi sejak abad ke 17 sampai awal abad ke 18. Isu tentang

keadilan, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kecurangan menjadi hal yang

penting sebagaimana dunia zaman sekarang. Versi yang paling awal dari

perusahaan merupakan spekulasi yang singkat, biasanya pelayaran dan ekspedisi

perdagangan yang berakhir dalam liquidasi penuh dari keuntungan dan aset-aset.

Para investor menerima proses yang setara dengan jumlah yang telah mereka

investasikan. Bahkan sebelum perkembangan teori pasar modal modern, sejalan

dengan pengukuran tentang pengaruh diversikasi atas resiko portofolio, para

investor dalam pelayaran dagang secara reguler membeli saham pada lebih dari satu

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

kapten untuk mengurangi resiko tertentu. Sebagaimana yang terjadi dalam

korporasi modern, para investor tersebut menyediakan modal untuk pelayaran

dagang, sedangkan kapten menawarkan keahliannya dalam berlayar.

Kemudian para pemilik mulai menyadari bahwa likuidasi aset pada setiap

akhir pelayaran tidak efisien, kurang nyaman dan terasa mahal. Dengan sendirinya

pelayaran yang berhasil meningkatkan kredibilitas dari para kapten. Manejemen

dan upaya yang baik dari kapten kapal berdampak baik bagi kapten kapal tersebut

karena menerima keuntungan dalam jumlah besar. Selanjutnya muncul ide dari para

investor untuk menjadikan pelayaran dagang atau venture sebagai usaha yang

kontinu dengan membentuk badan usaha. Praktek dasar suatu perusahaan timbul

dengan adanya pembagian laba diantara para pemegang saham. Dan istilah

dividenpun digunakan oleh para pelaku bisnis saat itu sebagai suatu aturan

pembayaran. Dengan sendirinya sistem likuidasi aset tidak lagi berlaku karena

pembayaran hanya didasarkan pada keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan.

Pada awal abad 17 korporasi telah berlangsung lama dan mereka membayar

dividen hanya dari keuntungan. Ditahun 1613 British East India Company

menerbitkan kepemilikan perusahaan secara kolektif dalam bentuk penjualan

saham dalam nilai nominal tertentu tanpa ada perbedaan yang jelas antara modal

dan laba. Usaha yang tergolong suskes pada masa itu ikut mendorong terbentuknya

usaha-usaha lain seperti pertambangan, perbankan, garment. Pada tahun 1700,

parlemen Inggris telah menerapkan dua standar yang mengatur pembayaran

dividen: profit rule dan capital impairment rule. Profit rule bermaksud untuk

melindungi kreditur dari de facto liquidasi perusahaan demi keuntungan pemegang

saham. Capital impairment rule, yang melarang transfer dari penghasilan yang

ditahan atau retained earnings untuk dividen, diadopsi untuk melengkapi

kelanjutan eksistensi perusahaan. Sementara itu di Belanda tahun 1602, Dutch East

India Company menjadi perusahaan pertama yang secara permanen mengatur joint-

stock company.

Pada awalnya, investor mempertimbangkan dividen sebagai hal yang sangat

penting. Bagaimanapun juga pada akhir abad 17 para investor mulai kurang

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menempatkan tekanan pada pembayaran dividen. Suatu periode peningkatan

spekulasi mengikuti, yang memuncak pada suatu kemunduran utama pada harga

saham di tahun 1720 dan pernyataan dari akta Bubble di Inggris. Akta Bubble

melarang pembentukan korporasi dan semua aktivitasnya.

2. 3. Abad ke-19 dan ke-20

Korporasi menjadi penting lagi di awal abad 19 akibat dari tuntutan akan

modal yang semakin tinggi bagi perusahaan rel kereta api dan kanal di Inggris dan

Amerika. Para investor Inggris menyuplai banyak modal untuk perluasan

pembangunan di kedua negara tersebut. Akhirnya parlemen mencabut akta Bubble

di tahun 1824. Lantas korporasi bertambah dalam jumlah dan isu tentang

pembayarn dividen menjadi penting kembali. Abad ke 19 memperlihatkan inovasi

dalam bentuk saham yang lebih istimewa dan usaha manajemen untuk pemerataan

dividen. Ketika industri terus berkembang di abad 20, kaitan antar dividen dan nilai

saham patut mendapat perhatian. Setelah tahun 1920, para manajer meningkatkan

pembayaran dividen dan praktek pemerataan dividen.

Meskipun ada usaha untuk pemerataan dividen namun ada banyak

keberagaman dalam pembayaran dividen di abad ke-20 (ratio atau perbandingan

dividen atas pendapatan) dan hasil dividen (ratio dividen atas harga saham). Alasan-

alasan yang mendasari trend masa lalu dan kini dalam pembayaran dividen menjadi

subjek yang banyak diperdebatkan dan dijadikan riset. Saat ini beberapa ahli

mempertanyakan apakah dividen sungguh diperlukan atau tidak.

2. 4. Abad ke-21

Dari tahun 1900-1962 dividen menjadi sebuah trend. Rekaman sejarah

mengenai indeks saham oleh Jones dan Wilson (2002) menunjukkan bahwa

pendapatan, dividen dan dividend yields secara substansial memperlihatkan tren

waktu yang positif dari 1901-1920. Bagaimanapun juga dari segi harga tidak

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

memperlihatkan tren peningkatan. Lagi pula tidak ada hubungan yang signifikan

antara harga saham dengan variabel yang lain yaitu pendapatan, dividen dan

dividend yield. Para peneliti lain juga membuat observasi ini. Contohnya, Snowden

(1990) mengungkapkan suatu relasi yang lemah antara harga saham dari

Perusahaan Amerika Serikat dan pembayaran dividen karena harga tidak seimbang

dengan pertumbuhan pembayaran dividen. Bukti yang dipaparkan oleh Jones dan

Wilson menegaskan observasi dari Baskin (1988) bahwa pembayaran dividen

sangat bervariasi selama periode 1910-1920. Meskipun beberapa pemerataan

dividen terjadi sebelum dan selama periode ini, pemerataan seperti itu tidak menjadi

praktek yang lazim sampai setelah tahun 1920 (Van Strum, 1925).

Dekade kedua dari abad ke 21 juga menyajikan bukti awal dari efek hukum

pajak tentang preferensi investor atas saham yang membayar dividen. Hukum pajak

penghasilan yang berperan selama ini mendorong individu berpenghasilan tinggi

untuk memindahkan beberapa investasinya ke dalam korporasi yang tidak

membayar dividen (McIntyre, 1939). Sementara itu jumlah pemegang saham

meningkat secara dramatis karena berbagai alasan, seperti penurunan komisi broker

untuk pembelajaan kecil dan pematangan dari Liberty Bonds setelah perang dunia

I (Carosso, 1970).

Meskipun ada penurunan tajam pendapatan pada tahun 1921, yang

menghasilkan beberapa observasi yang ganjil, dimana data dari Jones dan Wilson

(2002) umum menunjukkan bahwa selama dekade kedua abad ke 21 dividen

menjadi dua kali lipat, seperti pula pendapatan dan rasio pembayaran cukup

konstan. Hasil ini kongruen dengan statistik yang dilaporkan oleh Brittain (1966).

Karena harga meningkat lebih cepat daripada pendapatan, dividend yield pun

merosot. Harga saham dari industri baru yang bersifat spekulatif seperti pesawat

terbang dan media, meningkat dramatis masa ini, sedangkan membayar sedikit jika

ada dividen (Carosso, 1970).

Pembayaran dividen sangat bervariasi pada saat melesetnya pasar saham

setelah tahun 1929. Ada tren penurunan umum di tahun 1930 dan selama perang

dunia II (Jones dan Wilson, 2002). Alasan utama penurunan dari tahun 1930 sampai

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

1947 yaitu bahwa dividen tidak seimbang dengan periode keuntungan cepat yang

meningkat selama 17 tahun, namun penurunan bukanlah tren yang tetap. Selama 8

tahun pertama dari tahun 1930-1937 keuntungan yang rendah dan beragam selama

masa Great Depression menghasilkan nilai-nilai yang tidak lazim untuk ratio

payout dalam beberapa tahun. Juga keuntungan pajak yang tidak tak tersalurkan di

tahun 1936 dan 1937 mempengaruhi kebijakan dividen di masa tersebut (Brittain,

1966). Sebagai suatu upaya menarik perhatian, selama perang dunia II, beberapa

korporasi membayar dividen dalam bentuk Liberty Bond sebagai upaya mendukung

perang (Lease et al., 2000). Liberty bond merupakan gerakan permerintah Amerika

serikat untuk mengumpulkan sejumlah besar dana sebagai dukungan atas perang.

Gerakan ini dimulai sejak perang dunia pertama.

Rasio pembayaran bertambah sekitar 8 persen pertahun dari 1948-1962,

yang setara dengan peningkatan 8 persen pertahun selama periode 1919-1929. Tren

ini merata di seluruh perusahaan dan industri. Peningkatan cepat dalam

pemabayaran dividen patut mendapat catatan bahwa keuntungan bersih setelah

potong pajak meningkat 2 persen pertahun menjadi tren setelah perang (Brittain,

1966).

Setelah perang dunia II para peneliti mulai banyak mencurahkan perhatian

pada kebijakan dividen. Menurut Brav, Graham, Harvey dan Michaely (2005, hal

484). , “Di tahun 1956, John Lintner meletakkan dasar pemahaman modern tentang

kebijakan dividen. Berdasarkan data yang berasal dari suatu survei mengenai para

manejer dari 28 perusahaan, Lintner (1956) memaparkan suatu hipotesis tentang

target-payout yang mengusulkan bahwa dividen berfungsi sebagai pendapatan tetap

jangka panjang. Perbedaan penghasilan dan pertumbuhan dividen, juga dividen

khusus sesewaktu dan kekurangan dividen yang bersifat reguler, menghasilkan

pandangan skeptis tentang hipotesis target-payout sebagaimana diungkapkan oleh

Michaelsen (1966). Pengenalan tentang teorema irelevansi dividen oleh Miller dan

Modigliani (1961), meningkatkan penggunaan pembelian kembali saham dalam

kurun waktu 50 tahun lalu dan perubahan hukum pajak memberi kontribusi bagi

penelitian tentang kebijakan dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Hampir 50 tahun setelah Lintner (1956), Brav et al. (2005) merangkum

tanggapan survey dari 384 finncial executive. Salah satu kesimpulan mereka ialah

bahwa secara umum upaya mempertahankan rasio target menjadi kurang penting

dan tidak lagi menjadi perhatian utama. Jawaban tersebut mengindikasikan para

manejer mencoba mempertahankan level dividen tertentu dan menghindari

pemotongan dividen (cut dividend). Hanya kira-kira 21 persen manejer menyatakan

bahwa persentase pajak merupakan faktor penting bahkan sangat penting karena

berpengaruh terhadap keputusan dividen. Bagaimanapun juga lebih dari 40 persen

manejer mengindikasikan bahwa pajak memainkan peran dalam pilihan antara

membayar deviden atau pembelian kembali saham (stock repurchase).

Teori irelevansi dividen berasumsi bahwa persentase pajak adalah nol.

Dengan memberikan pernyataan ini dan asumsi lainnya, teorema ini

mengemukakan bahwa para investor tidak mempertimbangkan kebijakan dividen

suatu perusahaan ketika memilih untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Dengan

demikian usaha para manejer untuk menarik perhatian kalangan investor dengan

kebijakaan dividen tertentu samasekali tidak berarti. Ada dua alasan utama sebagai

akibatnya. Pertama, penolakan investor atas dividen tidak bisa menghilangkan

pembayaran dividen atas saham karena mereka dapat menginvestasikan kembali

dividen yang tidak dikehendaki tersebut ke dalam perusahaan. Kedua, investor yang

lebih memilih dividen dapat menciptakan dividen yang bersifat sintetis atau

homemade dengan menjual sejumlah kecil posisi saham yang tidak membayar

dividen.

Reaksi perusahaan-perusahaan atas perubahan dalam hukum pajak dapat

memberi suatu indikasi tentang pentingnya pajak pada kebijakan dividen. Dalam

contoh kasus keuntungan pajak yang tidak tersalurkan di tahun 1936-1937,

Colomiris dan Hubbard (1995) menyimpulkan bahwa sebagian besar perusahaan

meningkatkan persentase pembayaran dividen di tahun 1936 untuk membatasi

kewajiban pajak mereka sesuai dengan hukum yang baru, dan pembayaran yang

tinggi hanya berlansung selama dua tahun sebagai akibat dari hukum pajak. Segera

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

setelah implementasi pajak, para peneliti seperti McIntyre (1939) dan Guthman

(1940) melaporkan observasi serupa.

Dengan menggunakan hasil survei atas chief executive officer dari 163

perusahaan besar di Amerika Serikat, Abrutyn dan Turner (1990) melaporkan

bahwa 85 persen dari responden mengindikasikan bahwa mereka tidak berniat

mengubah kebijakan dividen sebagai tanggapan atas Akta Reformasi tahun 1986.

Bolster dan Janjigian (1991) tidak menemukan bukti-bukti signifikan secara

statistik mengenai pembayaran dividen setelah pemberlakukan akta reformasi pajak

tahun 1986. Papaiaoannou dan Savarese (1994) serta Casey, Anderson, Mesak dan

Dickens (1999) melaporkan efek ganda, yang menyebutkan bahwa beberapa

korporasi meningkatkan pembayaran dividen dan yang lainnya menguranginya.

2. 5. Kesimpulan Ulasan Historis

Di akhir dari perjalanan sejarah ini kita dapat menyimpulkan bahwa ada

banyak unsur substansial lain yang mempengaruhi perkembangan teori dividen dan

kebijakan dividen. Dan sebaliknya teori dan kebijakan dividen yang disesuaikan

dengan kondisi sosial ekonomi pada zamannya memiliki andil dalam perubahan

kondisi bisnis perusahaan, parameter pasar dan regulasi. Dengan demikian para

manajer di setiap perusahaan bisa mengambil langkah yang tepat untuk memajukan

perusahaan di dalam situasi persaingan pasar bebas dan global di abad ini.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan para manejer dalam evolusi

historis dividen yakni (1) mata rantai yang lemah antara pembayaran dividen dan

harga saham di abad ke 17 dan 18, (2) peran pembayaran dividen dalam

kemampuan meningkatkan ekuitas modal baru di abad 19, (3) keuntungan dari

pemerataan dividen, (4) penggunaan pembelian kembali saham (stock repurchase)

sebagai pelengkap kebijakan dividen, (5) gagasan bahwa membayar dividen tidak

diperlukan. Berbekal pengetahuan sejarah perkembangan substansi dividen yang

bersifat fluktuatif dari waktu ke waktu. Kita akan semakin menembus dinding

substansi dividen dan menggali lebih dalam akar permasalahannya. Frankfurter dan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Wood (1997) menyimpulkan studinya tentang evolusi dividen dengan obseravsi

sebagai berikut:

Kesimpulan kami, berdasar pada studi ini, ialah bahwa pola dividend

payment (atau yang sering dianggap sebagai “dividend policy”) dari perusahaan

merupakan fenomena kultural yang dipengaruhi oleh adat istiadat, kepercayaan

regulasi, opini publik, persepsi dan histeria, kondisi ekonomi umumnya dan

beberapa faktor lainya, semuanya dalam perubahan yang tetap, mempengaruhi

berbagai macam perusahaan dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, dividen

tidak dapat dipatenkan secara matematis dan sama untuk semua perusahaan

sepanjang masa.

Dari ulasan sejarah panjang ini kita dapat menyimpulkan bahwa dividen

bukanlah tujuan akhir dari aktivitas pelayaran dagang pada waktu itu tetapi sebagai

cara untuk memecahkan masalah pendistribusian keuntungan. Dividen bukanlah

cara yang sempurna tetapi usaha untuk membangun suatu kongsi yang dapat

dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja substansi dividen terus

mencari bentuk yang bisa diterima baik dalam dunia investasi. Perubahan demi

perubahan dalam pemahaman dan praksis dividen akan kita telusuri melalui

dividend policy dan teori-teori yang berkaitan dengan substansi dividen. Tujuan

pemaparan ini agar mendongkrak kehidupan ekonomi masyarakat global.

3. Investasi Finansial

3. 1. Pengantar

Dividen terkait erat dengan kegiatan investasi yang dilakukan oleh para

investor baik secara individual maupun kolektif dengan para manejer finansial yang

mengelolah suatu perusahaan. Dua kategori keputusan penting yang dibuat oleh

financial manager dari suatu korporasi adalah keputusan investasi dan pendanaan

(financing). Keputusan investasi menentukan ukuran dan kompisisi dari sisi sebelah

kiri dari neraca perusahaan, atau bagian aset. Financing dicision menentukan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

struktur dari sisi tangan kanan dari neraca perusahaan, atau bagian kewajiban dan

ekuitas (modal sendiri).

Keputusan pendanaan (Financing decision) juga meliputi suatu bentuk

keputusan sekunder penting-dividend decision. Keputusan dividen yang ditentukan

oleh kebijakan dividen perusahaan, mempengaruhi level ekuitas yang ditahan dalam

perusahaan. Jika dividen yang dibayar tidak tergantikan oleh dolar demi dolar oleh

ekuitas yang baru, keputusan dividen juga mempengaruhi struktur finansial dari

perusahaan untuk sementara waktu. Sebagian besar financial manager

mencurahkan perhatian pada pilihan mereka mengenai kebijakan dividen bagi

perusahaannya. Level perhatiannya berkaitan dengan keyakinan para manejer

bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaannya secara signifikan dan

kesejahteraan para pemegang saham dipihak lain.

Kalau kita telusuri, ada begitu banyak bentuk investasi dalam kegiatan

bisnis dunia modern. Namun pada dasarnya ada dua orientasi penting bagi seorang

investor yang ingin melakukan investasi. Pertama, investasi dilakukan pada aktiva

riil atau real assets (mendirikan pabrik, menciptakan produk baru, pengadaan

fasilitas produksi, properti, inventori, dan sebagainya). Kedua, investasi dilakukan

pada aktiva finansial atau keuangan (financial assets) atau sekuritas (deposito,

saham, obligasi, surat-surat berharga). Investasi yang kedua inilah yang menjadi

horison dalam pembahasan mengenai substansi dividen. Investor yang melakukan

kegiatan investasi dalam bentuk saham pada perusahaan tertentu memperoleh

dividen atau laba bersih yang sesuai. Keberadaan dividen sebagai efek langsung

dari investasi keuangan tentu saja menarik para investor. Secara tidak langsung

dividen bisa dipandang sebagai profit selain keuntungan modal (capital gain).

Kegiatan investasi yang kedua ini sangat berkembang pesat diberbagai

Negara dalam bentuk pasar modal. Melalui pasar modal para investor atau manejer

finansial membeli dan menjual instrumen ekuitas dan hutang. Pasar modal

menyalurkan tabungan dan investasi antara pemasok modal seperti investor ritel

dan investor institusi, dan pengguna modal seperti pebisnis, pemerintah dan

perorangan. Pasar modal sangat penting bagi berfungsinya ekonomi, karena modal

merupakan komponen penting untuk menghasilkan output ekonomi. Pasar modal

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

mencakup pasar primer, dimana saham baru dan obligasi dijual ke investor, dan

pasar sekunder, yang memperdagangkan sekuritas yang ada.

3. 2. Deskripsi Pasar Modal dan Peran Dividen

Pasar modal adalah kategori pasar yang memfasilitasi pembelian dan

penjualan instrumen keuangan. Secara khusus, ada dua kategori instrumen

keuangan yang menjadi modal di mana pasar terlibat. Ini adalah sekuritas ekuitas,

yang sering dikenal sebagai saham, dan sekuritas hutang, yang sering dikenal

dengan obligasi. Pasar modal melibatkan penerbitan saham dan obligasi untuk

jangka menengah dan jangka panjang, umumnya berjangka waktu satu tahun atau

lebih. Pasar Modal memperdagangkan atau memperjualkan efek-efek perusahaan

yang telah go public. Salah satu efek yang diperjualbelikan di Bursa Efek adalah

saham. Harga saham suatu perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan di

mata investor. Sartono (2010: 6-11) mengatakan bahwa kemakmuran para

pemegang saham akan meningkat ketika harga saham yang dimilikinya meningkat,

artinya semakin tinggi harga pasar saham berbanding lurus dengan semakin

meningkatnya kemakmuran pemegang saham. Harga pasar dari saham,

menunjukan nilai perusahaan, karena ketika harga pasar saham meningkat, maka

nilai perusahaan akan meningkat juga.

Saat ini pasar modal Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat

dan memiliki peranan penting dalam menghimpun dana dari masyarakat yang ingin

berinvestasi. Investor yang membeli saham perusahaan, pada umumnya, bertujuan

untuk menerima tingkat keuntungan berupa dividen (bagian laba setelah pajak yang

dibagikan) dan capital gain (selisih harga saham). Kondisi inilah yang memotivasi

investor untuk memiliki saham. Bagi emiten, penetapan kebijaksanaan dividen,

secara teoritis selalu bertujuan memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang

tercermin pada harga-harga saham di Bursa Efek Indonesia.

Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen

finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan kepentingan dalam suatu

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

perusahaan atau aset finansial dan menyediakan suatu distribusi keuntungan dalam

bentuk dividen atau bentuk pengganti lainnya. Bukti fisik lembar saham kini diganti

dengan bentuk pencatatan elektronik.Ketika mendirikan perusahaan, pemiliknya

menentukan pilihan untuk menerbitkan saham biasa atau saham preferensi.

Kebanyakan perusahaan menerbitkan saham biasa.

Saham yang telah mendapat pengesahan (authorized share) meliputi

sejumlah saham yang akan diterbitkan oleh dewan pimpinan perusahaan. Saham

yang diterbitkan (issued share) terdiri dari sejumlah saham yang diberikan kepada

pemegang saham dan diperhitungkan untuk tujuan kepemilikan.Karena

kepemilikan pemegang saham dipengaruhi oleh jumlah saham yang disahkan,

pemegang saham dapat membatasi jumlah yang mereka anggap tepat. Ketika

pemegang saham ingin meningkatkan jumlah saham resmi, mereka melakukan

pertemuan untuk membahas masalah dan membuat perjanjian. Ketika para

pemegang saham setuju untuk meningkatkan jumlah saham resmi, permintaan

resmi dibuat kepada negara melalui pengajuan artikel amandemen.

3. 3. Karakteristik Pasar Modal : Bull Market dan Bear Market

Sejak pasar banteng (bull market) 10 tahun yang dimulai pada tahun 2008,

saham perusahaan terus mencapai tertinggi baru hingga 2017. Saham teknologi

FANG (Facebook, Apple, Netflix, dan Google) memimpin reli pasar, karena harga

saham mereka melambung tinggi. Kenaikan harga berarti investor bersedia

membayar lebih untuk memiliki saham dari perusahaan-perusahaan ini. Fakta

mengungkapkan bahwa saham perusahaan di S & P 500 Teknologi diperdagangkan

naik 34,57% pada tahun 2017. Pada tahun 2018, saham perusahaan di pasar saham

mulai mengalami volatilitas karena ketidakpastian ekonomi dan politik.

Pasar banteng (bull market) adalah pasar keuangan dari sekelompok

sekuritas di mana harga naik atau diperkirakan naik. Istilah "pasar banteng" paling

sering digunakan untuk merujuk ke pasar saham tetapi dapat diterapkan pada apa

pun yang diperdagangkan, seperti obligasi, mata uang dan komoditas. Secara

umum, pasar banteng terjadi ketika harga (saham) naik 20 persen, biasanya setelah

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

penurunan 20 persen dan sebelum penurunan 20 persen. Karena sulit diprediksi,

pasar banteng biasanya hanya dapat dikenali begitu sudah terjadi.

Pasar banteng umumnya terjadi ketika ekonomi menguat atau ketika

sudah kuat. Itu terjadi sejalan dengan produk domestik bruto yang kuat (Growth

Domestic Product) dan penurunan pengangguran dan sering kali bertepatan dengan

kenaikan laba perusahaan. Kepercayaan investor juga akan meningkat. Permintaan

keseluruhan untuk saham akan positif, bersama dengan nada keseluruhan pasar.

Selain itu, akan ada peningkatan umum dalam jumlah aktivitas IPO selama pasar

banteng.

Penawaran dan permintaan untuk surat berharga akan tumbuh: penawaran

akan lemah sementara permintaan akan kuat. Beberapa Investor akan bersemangat

untuk membeli sekuritas, sementara yang lainnya akan bersedia untuk menjual. Di

pasar banteng (bull market), investor lebih bersedia untuk mengambil bagian dalam

pasar (saham) untuk mendapatkan keuntungan. Investor yang ingin mendapatkan

keuntungan dari “pasar banteng” harus membeli lebih awal untuk memanfaatkan

kenaikan harga dan menjualnya ketika harga saham mencapai puncaknya.

Meskipun sulit untuk menentukan kapan bagian terendah dan puncak akan terjadi,

sebagian besar kerugian akan diminimalisir dan biasanya bersifat sementara.

Kebalikan dari pasar banteng adalah pasar beruang (Bear Market), yang

dicirikan oleh penurunan harga dan biasanya diselimuti pesimisme. Penggunaan

"banteng" dan "beruang" untuk menggambarkan pasar berasal dari cara binatang

menyerang lawan mereka. Seekor banteng memperlihatkan tanduknya ke atas,

sementara beruang menggesek cakarnya ke bawah. Tindakan-tindakan ini adalah

metafora untuk pergerakan pasar. Jika trennya naik, itu adalah pasar bullish. Jika

tren turun, itu adalah pasar beruang.

Pasar banteng dan pasar beruang sering bertepatan dengan siklus

ekonomi, yang terdiri dari empat fase: ekspansi, puncak, kontraksi dan palung.

Permulaan pasar banteng sering menjadi indikator utama ekspansi ekonomi. Karena

sentimen publik tentang kondisi ekonomi masa depan mendorong harga saham,

pasar sering naik bahkan sebelum tindakan ekonomi yang lebih luas, seperti

pertumbuhan produk domestik bruto (GDP), mulai meningkat. Demikian juga,

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pasar beruang biasanya diatur sebelum kontraksi ekonomi berlangsung. Peninjauan

kembali pada resesi AS menunjukkan pasar saham yang jatuh beberapa bulan

sebelum penurunan produk domestik bruto.

Pasar banteng yang paling produktif dalam sejarah Amerika modern

dimulai pada era akhir tahun 1982 dan berakhir pada tahun 2000. Selama pasar

banteng ini rata-rata pengembalian tahunan Dow Jones Industrial Average (DJIA)

16,8%. NASDAQ meningkatkan nilainya lima kali lipat antara 1995 dan 2000,

meningkat dari 1.000 menjadi lebih dari 5.000. Sebuah pasar beruang

berkepanjangan mengikuti pasar banteng 1982-2000. Dari tahun 2000 hingga 2009,

pasar berjuang untuk menetapkan pijakan dan menghasilkan pengembalian tahunan

rata-rata 6,2%.

3. 4. Jenis-Jenis Saham Dividen

1. Common stock

Ketika orang berbicara tentang saham, saham biasa yang mereka

maksudkan. Saham ini sangat popular dan mencakup semua bentuk ekuitas.

Keuntungan dari common stock yaitu pemegang saham biasa berbagi

keuntungan perusahaan melalui peningkatan dividen dan kenaikan

harga saham.

Pemilik saham biasa memilih board of director dan memiliki suara pada

masalah perusahaan seperti merger.

Sedangkan kerugian dari saham ini yakni pemegang saham menerima

klaim yang terakhir atas laba dan asset perusahaan. Dengan kata lain jika

perusahaan bangkrut, pemegang saham ini menerima pembayaran

setelah para kreditur dan pemegang saham preferensi dibayar.

2. Saham Preferensi

Pemegang saham ini memiliki beberapa keuntungan lebih daripada saham

biasa. Meskipun demikian, pemegang saham ini juga memiliki beberapa kerugian.

Beberapa keuntungan yang dimiliki yakni:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Fixed dividend

Pembayaran dividen lebih stabil sehingga dapat menjadi suatu

keuntungan bagi pemegang saham di saat perusahaan mengalami

kesulitan dalam membayar dividen. Tetapi sebalikya jika dividen

meningkat, pemegang saham ini menerima jumlah dividen yang sama.

Payment priority

Pemegang saham ini ada dalam urutan yang pertama dalam menerima

dividen

Memiliki klaim yang lebih besar atas apapun dari perusahaan

Dalam kejadian bangkrut atau likuidasi, pemilik saham ini menerima

klaimnya lebih dahulu dari pemilik saham biasa.

Sedangkan kerugiannya, pemegang saham ini tidak memiliki hak voting

dalam hal bagaimana perusahaan harus diatur dan duduk dalam board

of director.

3. Dividend stock

Saham dividen adalah saham biasa yang membayar dividen. Pembayaran

biasanya dilakukan dalam bentuk tunai atau saham kepada pemegang

saham. Melalui pembayarn dividen suatu perusahaan mendistribusikan

sebagian keuntungannya kepada pemegang saham setiap tahun, per

semester atau per kwartal tergantung dari kebijakan perusahaan. Sedangkan

sisa keuntungannya dapat digunakan kembali peusahaan untuk

meningkatkan pertumbuhannya. Persentase dari total keuntungan yang

dibayar perusahaan disebut payout ratio. Kebanyakan investor beranggapan

dividend stock menawarkan keseimbangan antara risiko dan keuntungan

investasi. Investor menerima keuntungan dari apresiasi harga saham dan

kemampuan merealisasikan keuntungan melalui dividen (cash payment)

atau pembayarn tunai, tanpa harus menjual saham. Saham pembagi dividen

(dividend stock) di sisi lain memiliki gerakan yang kecil untuk

meningkatkan capital gain tetapi memberi imbalan kepada investor dengan

dividen kuartalan yang stabil.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

4. Saham Blue-Chip

Blue-chip stock adalah sebuah istilah dalam pasar modal yang mengacu

pada saham dari perusahaan besar yang memiliki pendapatan stabil dan

liabilitas dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Istilah ini berasal dari

istilah di kasino, di mana blue chips mengacu pada chip yang memiliki

nilai paling besar. Saham blue chip biasanya memberikan dividen secara

reguler, bahkan ketika bisnis berjalan lebih buruk dari biasanya.

3. 5. Kinerja Pasar Modal

Tujuan dari pasar modal adalah memampukan perusahaan untuk

memperbesar modal yang diperlukan untuk memulai atau mengembangkan usaha.

Suatu perusahaan dapat menjual sahamnya kepada para investor, ketimbang

meminjam uang dari bank dan membayar bunganya dalam jangka waktu tertentu.

Namun dalam perjalanan waktu pasar modal tidak jauh berbeda dengan ‘casino’.

Para investor bermain spekulatif dengan berlomba-lomba mengucurkan uang

kedalam kantong-kantong perusahan. Ternyata tidak lain hanyalah janji-janji palsu.

Akibatnya terjadi inflasi harga saham. Karena itu selayaknya pasar modal harus

dipantau dan dilindungi secara hukum. Pasar modal diawasi oleh Securities and

Exchange Commission di Amerika Serikat atau regulator keuangan lainnya di

tempat lain. Meskipun pasar modal pada umumnya terkonsentrasi di pusat

keuangan di seluruh dunia, sebagian besar perdagangan terjadi di pasar modal

terjadi melalui sistem perdagangan elektronik terkomputerisasi. Beberapa di

antaranya dapat diakses oleh publik dan yang lainnya diatur lebih ketat.

Selain perbedaan antara ekuitas dan hutang, pasar modal juga umumnya

terbagi dalam dua kategori pasar, yang pertama merupakan pasar primer. Di pasar

primer, saham dan obligasi dikeluarkan langsung dari perusahaan kepada investor,

pelaku bisnis dan institusi lainnya, seringkali melalui underwriting atau perjanjian

tertulis. Pasar primer memungkinkan perusahaan meningkatkan modal tanpa atau

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

sebelum mengadakan penawaran umum perdana sehingga menghasilkan

keuntungan sekuat mungkin. Setelah titik ini dalam pengembangan perusahaan, ia

mungkin memilih untuk mengadakan penawaran umum perdana sehingga

menghasilkan lebih banyak likuidasi cair. Dalam acara seperti itu, perusahaan

umumnya akan menjual sahamnya ke beberapa bank investasi atau perusahaan lain.

Pada titik ini saham bergerak ke pasar sekunder, di mana bank investasi,

perusahaan lain, investor swasta dan berbagai pihak lain menjual kembali ekuitas

dan surat berharga mereka kepada investor. Ini terjadi di pasar saham atau pasar

obligasi, yang berlangsung di bursa dunia, seperti New York Stock Exchange atau

NASDAQ; meskipun sering dilakukan melalui sistem perdagangan

terkomputerisasi juga. Ketika sekuritas dijual kembali di pasar sekunder, penjual

asli tidak menghasilkan uang dari penjualan. Namun, penjual asli ini kemungkinan

akan terus memegang sejumlah saham di perusahaan, seringkali dalam bentuk

ekuitas, sehingga kinerja perusahaan di pasar sekunder akan terus menjadi penting

bagi mereka.

Pasar modal memiliki banyak peserta termasuk investor perorangan,

investor institusi seperti dana pensiun dan reksa dana, pemerintah kota dan

pemerintah, perusahaan dan organisasi, bank dan lembaga keuangan. Sementara

berbagai jenis kelompok, termasuk pemerintah, dapat mengeluarkan hutang melalui

obligasi (ini disebut obligasi pemerintah), pemerintah mungkin tidak mengeluarkan

ekuitas melalui saham. Pemasok modal umumnya menginginkan kemungkinan

pengembalian maksimal dengan risiko serendah mungkin, sementara pengguna

modal ingin meningkatkan modal dengan biaya serendah mungkin.

Ukuran pasar modal suatu negara berbanding lurus dengan ukuran

ekonominya. Amerika Serikat, ekonomi terbesar di dunia, memiliki pasar modal

terbesar dan terdalam. Karena pasar modal memindahkan uang dari orang-orang

yang memilikinya ke organisasi yang membutuhkannya agar produktif, mereka

sangat penting bagi ekonomi modern yang berjalan dengan lancar. Mereka juga

sangat penting dalam ekuitas dan sekuritas hutang yang sering dilihat sebagai

perwakilan dari relatif kesehatan pasar di seluruh dunia.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Di sisi lain, karena pasar modal semakin saling terkait dalam ekonomi

global, riak di salah satu sudut dunia dapat menyebabkan gelombang besar

ditengahi. Kelemahan dari interkoneksi ini paling baik digambarkan oleh krisis

kredit global 2007-2009, yang dipicu oleh runtuhnya sekuritas berbasis mortgage

A.S. (MBS). Efek dari krisis ini dipancarkan secara global oleh pasar modal karena

bank dan institusi di Eropa dan Asia memegang triliunan dolar dari sekuritas ini.

Meskipun demikian orang sering membingungkan atau mengacaukan pasar

modal dengan pasar uang, meskipun keduanya berbeda dalam beberapa hal penting.

Pasar modal berbeda dari pasar uang karena mereka secara eksklusif digunakan

untuk investasi jangka menengah dan jangka panjang dalam setahun atau lebih.

Pasar uang, di sisi lain, terbatas pada perdagangan instrumen keuangan dengan

jangka waktu tidak melebihi satu tahun. Pasar uang juga menggunakan instrumen

keuangan yang berbeda dari pada pasar modal. Sedangkan pasar modal

menggunakan efek ekuitas dan hutang, pasar uang menggunakan deposito,

pinjaman agunan, akseptasi dan tagihan pertukaran.

Perbedaan yang signifikan antara kedua jenis pasar ini menyebabkan

keduanya sering digunakan dengan cara yang berbeda. Jangka waktu investasi

mereka yang lebih lama menyebabkan pasar modal sering digunakan untuk

membeli aset yang diharapkan oleh perusahaan pembeli atau investor. Hal ini

dilakukan perusahaan untuk meningkatkan nilainya dari waktu ke waktu sehingga

menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi. Perusahaan akan menjual aset tersebut

begitu perusahaan atau investor berpikir waktunya tepat bagi Perusahaan untuk

menggunakannya agar meningkatkan modal jangka panjang.

Pasar uang, di sisi lain, sering digunakan untuk menghasilkan jumlah modal

yang lebih sedikit atau hanya digunakan oleh perusahaan sebagai tempat

penyimpanan sementara untuk dana. Dengan secara teratur terlibat dengan pasar

uang, perusahaan dan pemerintah dapat mempertahankan tingkat likuiditas yang

diinginkan secara reguler. Apalagi, karena sifat jangka pendeknya, pasar uang

sering dianggap investasi yang lebih aman daripada yang dilakukan di pasar ekuitas.

Karena kenyataan bahwa istilah yang lebih panjang umumnya terkait

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dengan investasi di pasar modal, ada lebih banyak waktu di mana keamanan yang

dipermasalahkan dapat melihat kinerja yang membaik atau memburuk. Dengan

demikian, efek ekuitas dan hutang umumnya dianggap investasi berisiko daripada

yang dilakukan di pasar uang.

Jelas bahwa kaitan antara dividen dan pasar modal sangat ditentukan oleh

para “pemain” yang berlaga di dalam pasar modal. Siapa saja para pelaku yang

terlibat dalam pasar modal. Pertama adalah para investor sebagai pebisnis yang

memiliki modal. Kedua adalah perusahaan sebagai entitas yang mengeluarkan

saham atau obligasi. Dan ketiga adalah pemerintah sebagai agen yang mengatur

kebijakan hukum yang berkaitan dengan pajak. Dividen sebagai pola

pendistribusian keuntungan yang diperoleh perusahaan kepada para investor tentu

bukanlah seperti “pembagiaan hasil rampasan para bajak laut” tapi sebagai

distribusi yang bersifat rasional dan terstruktur. Permainan ketiga pelaku ini penuh

dengan langkah strategis dan taktis untuk mencari suatu solusi.

Langkah awal investasi melalui pasar modal tentu saja sudah mengandung

suatu resiko yang pasti. Dalam situasi seperti ini para investor tetap harus

mengambil keputusan investasi. Sejarah mencatat bahwa dividend investing

menawarkan segudang laba yang menyediakan cara untuk berinvestasi dalam pasar

modal yang lebih aman dan menguntungkan. Dividend investing bukanlah hal yang

baru. De fakto sejak 1602, ketika Dutch East India Company atau kita kenal dengan

sebutan VOC, menjadi korporasi pertama yang mengeluarkan saham, dividen telah

menjadi cara primer bagi para investor untuk menerima keuntungan dari usaha

investasinya tanpa harus membubarkan perusahaan atau menjual investasinya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividen

4. 1. Pengantar

Apakah yang menentukan besaran dari dividen payout? Untuk memahami

isu ini, yang telah menjadi kutukan para ahli ekonomi hampir selama 50 tahun,

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menjadi penting karena korporasi-korporasi menyalurkan suatu jumlah yang

substansial dari sumber keuangannya pada pemegang saham. Seperti terlihat pada

tabel dibawah ini, dua dekade yang lalu telah membuktikan kenaikan yang

signifikan pembayaran dividen di Amerika serikat, hampir mencapai 165 milyar

dollar di tahun 2005. Ketika digabung dengan pembayaran dalam bentuk share

repurchase, pembayaran agregat (aggregate payouts) kepada pemegang saham

menjadi hampir 372 miliar dollar di tahun 2005.

Karya seminal MM telah mempengaruhi penelitian awal mengenai motif

dan konsekwensi dari kebijakan dividen. Dalam cara pandang mereka, kebijakan

investasi bersifat tetap dan diketahui oleh para investor. Lagipula tidak ada friksi

pasar seperti pajak, biaya transaksi, dan informasi asimetris. Kontribusi dari MM

memperlihatkan bahwa dengan kondisi ini, semua kebijakan dividen yang ideal

meliputi distribusi seluruh present value dari free cash flows (aliran kas bebas).

Dengan demikian Nilai perusahaan tidak tergantung pada kebijakan dividen yang

diterapkan oleh manajemen.

Namun, kenyataan bahwa para manejer dan analis sekuritas telah

meluangkan banyak waktu untuk merisaukan kebijakan dividen dan pada akhirnya

berpendapat bahwa dividen bersifat relevan dalam arti tertentu. Ahli ekonomi

finansial telah mengeksplorasi relevansi ini dengan merelaksasi asumsi perfect

capital market dari MM (1961). Model yang telah disesuaikan ini akhirnya

menghasilkan teori-teori dividen yang berdasar pada tax-based clientels, alternative

tax regimes, agency problems, dan information signaling.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi dividen yakni: firm characteristic

(karakter perusahaan), market characteristic (karakter pasar) dan substitute forms

payout (bentuk pengganti pembayaran dividen).

4. 2. Karakter Perusahaan

Faktor pertama yang mepengaruhi dividen adalah karakter perusahaan.

Karakater perusahaan terkait dengan lingkungan internal perusahaan. Beragam

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pengarang memiliki hipotesa bahwa dividen diasosiasikan dengan karakter

perusahaan seperti ukuran (size), profitabilitas (profitability), peluang pertumbahan

(growth opportunities, dan kematangan (maturity). Pengarang lain juga

memberikan ide lain bahwa dividen berkaitan pula dengan karakter kebijakan

perusahaan discretionary firm characteristics seperti leverasi dan aspek-aspek

struktur kepemimpinan korporasi.

4. 2. 1. Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan salah satu kendali utama biaya operasional.

Ukuran perusahan memperlihatkan berapa besarnya perusahaan dari aspek

infrastruktur dan ketenagakerjaan. Mc Mohan (2001) menemukan bahwa ukuran

perusahaan secara signifikan terkait dengan kinerja perusahaan. Perusahan yang

besar cenderung memiliki level kesuksesan yang lebih tinggi. Ukuran perusahaan

juga kelihatan dari industry sunk cost (biaya hangus industri), konsentrasi, integrasi

vertikal dan profitabilitas. Perusahaan besar memiliki profitabilitas yang tinggi

untuk menghasilkan keuntungan. Perusahaan yang memiliki jumlah keuntungan

yang besar dapat mendistribusikannya dalam bentuk dividen kepada para pemegang

saham.

4. 2. 2. Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan

keuntungan. Sudah pasti keuntungan merupakan sasaran utama dari perusahaan

untuk mencapai kesejahteraan yang maksimal. Lord Keynes menyatakan bahwa

keuntungan merupakan mesin yang menggerakkan. Setiap perusahaan seharusnya

menghasilkan keuntungan yang cukup untuk bertahan hidup dan bertumbuh dalam

kurun waktu yang lama. Profitabilitas menjadi parameter yang penting bagi

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

keberlangsungan hidup suatu perusahaan dan memampukannya untuk bersaing

dengan perusahaan lain.

Perlu kita ketahui bahwa istilah ‘Profitabilitas’ tidak sama dengan istilah

‘Efisiensi’. Profitabilitas adalah indeks dari efisiensi; dan dianggap sebagai ukuran

panduan efisiensi dan manajemen untuk efisiensi yang lebih besar. Profitabilitas

adalah tolok ukur penting untuk mengukur efisiensi namun tingkat profitabilitas

tidak dapat dianggap sebagai bukti terakhir dari efisiensi. Terkadang profitabilitas

yang memuaskan dapat menandai inefisiensi dan sebaliknya, tingkat efisiensi yang

tepat dapat disertai dengan tidak adanya laba. Angka laba bersih hanya

mengungkapkan adanya keseimbangan yang memuaskan antara nilai yang diterima

dan nilai yang diberikan. Perubahan dalam efisiensi operasional hanyalah salah satu

faktor di mana profitabilitas suatu perusahaan sangat tergantung. Selain itu, ada

banyak faktor lain selain itu efisiensi yang mempengaruhi profitabilitas.

Lantas apakah yang menentukan profitabitas suatu perusahaan? Salah

satunya adalah kebijakan dividen. Kebijakan yang mendistribusikan pembayaran

dividen tentu saja akan mengurangi profitabilitas perusahaan. Manajer dan investor

perlu mengetahui efek profitabilitas pada kebijakan dividen supaya membuat

keputusan investasi yang optimal. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang

tinggi cenderung akan membagi dividen yang lebih besar sebagai sinyal kepada para

pemegang saham bahwa perusahaan dalam kondisi profitable dan memiliki prospek

yang baik di masa datang. Menurut hipotesis signalling dividend, investor dapat

menduga informasi tentang laba mendatang perusahaan melalui sinyal yang muncul

dari pengumuman dividen, baik dalam hal stabilitas maupun perubahan dividen.

Kenaikan dalam rasio pembayaran dividen dapat diinterpretasikan sebagai

informasi bahwa perusahaan memiliki profitabilitas masa depan yang baik. Jika

perusahaan memberikan dividen yang lebih rendah daripada yang diharapkan maka

hal ini akan diinterpretasikan sebagai signal buruk. Miller dan Modigliani (1961)

menyatakan bahwa penurunan dividen dapat mengidentifikasikan bahwa

pendapatan perusahaan dimasa mendatang akan mengecewakan.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Pada dasarnya, perusahaan akan meningkatkan pembayaran dividen apabila

manajemen yakin bahwa perusahaan akan mencapai tingkat profitabilitas tinggi di

masa yang akan datang dan akan menurunkan dividen apabila tidak terdapat arus

kas yang mencukupi. Signalling theory menyatakan bahwa perusahaan melakukan

penyesuaian dividen untuk menunjukkan sinyal akan prospek perusahaan. Lintner

(1956) berpendapat bahwa perusahaan cenderung untuk menaikkan dividen

manakala manajer percaya bahwa laba secara permanen mengalami kenaikan,

selain Lintner, pendapat mengenai dividen sebagai signal bagi prospek perusahaan

dikemukakan oleh Ross (1977), Bhattacarya (1979), Miller dan Rock (1985), serta

John dan William (1985).

4. 2. 3. Peluang pertumbuhan

Peluang pertumbuhan merupakan kesempatan perusahaan untuk

melakukan investasi dalam suatu proyek yang menguntungkan. Peluang

pertumbuhan adalah peluang yang akan mendorong investasi bisnis dan pekerjaan,

yang mengarah ke peningkatan berkelanjutan dalam PDB dan penerimaan pajak.

Peluang akan dinilai berdasarkan:

Perusahaan perlu melakukan analisis berkala untuk mengukur efisiensi dan

efektifitas dalam mengupayakan keuntungan. Harga saham dapat diuraikan menjadi

dua elemen yakni: “nilai aset ditempat” dan nilai peluang pertumbuhan.Miller dan

Modigliani (1961) memisahkan nilai perusahaan menjadi: Present value dari

penghasilan tetap atas aset yang dimiliki sekarang dan present value dari peluang

yang perusahaan tawarkan untuk melakukan investasi tambahan dalam aset riil yang

akan menghasilkan lebih dari tingkat pengembalian normal.

Nilai peluang pertumbuhan netto saat ini (Net Present Value Growth

Opportunities) adalah perhitungan nilai bersih saat ini per saham dari semua arus

kas masa depan yang terlibat dengan peluang pertumbuhan seperti proyek baru atau

akuisisi potensial. Nilai peluang pertumbuhan bersih saat ini digunakan untuk

menentukan nilai intrinsik per saham dari peluang pertumbuhan ini untuk

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menentukan berapa banyak nilai per saham saat ini perusahaan ditentukan oleh

mereka.

NPVGO dihitung dengan mengambil aliran kas yang diproyeksikan,

didiskon dengan biaya modal perusahaan, dikurangi investasi awal atau harga

pembelian proyek atau aset. Harga saham perusahaan dapat dianggap sebagai nilai

per saham dari pendapatan sekarang dan masa depan yang didiskontokan oleh biaya

modal perusahaan. Dengan menggunakan model diskon dividen, NPVGO dapat

digunakan untuk menyegmentasikan nilai tersebut ke dalam bagian yang

disebabkan oleh pendapatan saat ini dan bagian yang disebabkan oleh

penghasilannya dari peluang pertumbuhan masa depannya. Mendiskontokan laba

saat ini per saham dengan biaya modal akan memberikan nilai per saham dari

pendapatan perusahaan saat ini. Mendiskontokan arus kas yang diharapkan dari

peluang pertumbuhan akan memberikan nilai per saham karena peluang

pertumbuhan tersebut.

4. 2. 4. Umur Perusahaan

Umur perusahaan ditemukan menjadi faktor penting dalam keputusan untuk

membayar dividen. Umur perusahaan adalah umur sejak berdirinya perusahaan dan

telah mampu menjalankan aktivitas operasionalnya hingga dapat mempertahankan

going concern atau eksistensi perusahaan tersebut atau dalam dunia bisnis

(Nugroho, 2012). Pengukuran umur perusahaan dihitung sejak berdirinya

perusahaan sampai dengan data observasi (annual report) dibuat (Latifah et al.,

2011). Secara theoritis (maturity hypothesis yang dikemukan oleh Grullon et al.,

2002) umur perusahaan di duga mempunyai pengaruh terhadap kemampuan

perusahaan untuk membayarkan dividen.

Penelitian Nadi et al., (2013) menunjukkan bahwa umur perusahaan

berhubungan positif dengan kebijakan dividen, hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan yang mature dengan pertumbuhan dan peluang investasi yang

berkurang, maka cenderung untuk membayar dividen yang lebih banyak, hal ini

konsisten dengan maturity dan aliran kas bebas hypothesis oleh Jensen (1986).

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

4. 2. 5. Struktur Kepemilikan

Faktor lain yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah struktur

kepemilikan (Struktur kepemilikan). Struktur kepemilikan dapat berupa

kepemilikan individu, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.

Penelitian yang dilakukan oleh Afza (2010) menyatakan bahwa struktur

kepemilikan yaitu kepemilikan individu dan kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif terhadap pembayaran dividen, hal ini menjelaskan bahwa struktur

kepemilikan atas saham perusahaan memberikan pilihan keputusan yang lain untuk

melakukan kegiatan perusahaan di masa sekarang dan masa depan.

Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham yang berasal dari pihak

manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan

(Direktur dan Komisaris). Di dalam perusahaan terdapat kepemilikan manajerial

yang terlibat secara langsung dengan informasi perusahaan yang disebut dengan

insider ownership. Kepemilikan manajerial, diukur sesuai dengan proporsi

kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajerial (Tarjo dan Jogiyanto Hartono,

2003). Kepemilikan saham yang dimiliki manajemen meningkat, maka manajer

akan semakin berhati-hati dalam menjalankan aktivitas operasionalnya, hal tersebut

dapat menurunkan dividen dengan asumsi perusahaan sedang melakukan ekspansi

usaha (Abdullah, 2001).

Rozeff (1982) menyatakan bahwa kebijakan dividen dan kepemilikan

manajerial digunakan sebagai subtitusi untuk mengurangi biaya keagenan.

Perusahaan dengan menetapkan presentase kepemilikan manajerial yang besar,

akan membayarkan dividen dalam jumlah yang besar sedangkan pada presentase

kepemilikan manajerial yang kecil, akan cenderung menetapkan dividen dalam

jumlah yang kecil. Kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi

para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan

menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya

keagenan (Jensen dan Meckling, 1976).

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa agency cost akan

rendah di dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial (managerial

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

ownership) yang tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya penyatuan antara

kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajer yang dalam hal ini

berfungsi sebagai agent dan sekaligus sebagai principal.

4. 2. 6. Debt to Equity Ratio dan Leverasi

Kebijakan dividen juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan hutang di

perusahaan. Penggunaan hutang yang optimal dapat meningkatkan aktivitas

operasional perusahaan sehingga akan mendatangkan tingkat keuntungan yang

lebih tinggi untuk dibagikan kepada pemegang saham. Penggunaan hutang yang

terlampau besar dapat mengurangi pembayaran dividen karena perusahaan harus

melunasi beban bunga serta pokok pinjaman saat jatuh tempo. Kondisi tersebut

mengacu pada teori Trade-Off (Modigliani & Miller, 1963) menyatakan bahwa

perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya karena semakin

tingginya hutang akan semakin tinggi risiko gagal bayar sehingga semakin tinggi

kemungkinan kebangkrutan (Hanafi, 2010: 309), oleh sebab itu, besarnya dividen

yang akan dibagikan tergantung pada kemampuan perusahaan dalam mengelola

hutangnya. Besarnya hutang perusahaan dapat diukur menggunakan rasio leverage

yang digunakan untuk mengetahui seberapa baik perusahaan dalam mengelola porsi

hutangnya. Debt to equity ratio merupakan salah satu rasio leverage yang

digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas (Kasmir, 2010: 112).

Leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan

dibelanjai dengan hutang. Apabila perusahaan tidak memiliki leverage, maka

perusahaan beroperasi sepenuhnya dengan menggunakan modal sendiri tanpa

menggunakan hutang. Pendanaan perusahaan melalui hutang erat kaitannya dengan

struktur modal dan hutang dalam hal ini leverage merupakan sumber pendanaan

ekternal (external financing) untuk membiayai kegiatan perusahaan. Menurut

Brigham dan Houston (2010:140) rasio leverage merupakan rasio yang mengukur

sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui hutang (financial

leverage). Leverage pada penelitian ini diproksikan dengan rasio Debt to equity

ratio. Gill et al., (2010) mengatakan bahwa DER adalah rasio keuangan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

yang mengindikasikan proporsi ekuitas dan hutang yang digunakan untuk kegiatan

pendanaan aset perusahaan. Rasio DER yang tinggi berarti bahwa perusahaan lebih

banyak menggunakan hutang sebagai sumber pencarian dana.

Debt to Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam

mengelola porsi hutang dengan modal yang dimiliki perusahaan. Semakin besar

rasio ini mencerminkan risiko keuangan perusahaan yang semakin tinggi, karena

modal yangdimiliki tidak mampu untuk menutupi pihutang-hutang perusahaan.

Kondisi tersebut sesuai dengan teori Pecking Order (Myers,1984), pembayaran

dividen akan membuat dana kas berkurang sehingga perusahaaan akan

menggunakan tambahan dana dari hutang (Hanafi, 2010: 314). Teori tersebut

menjelaskan bahwa rasio hutang berbanding terbalik dengan keuntungan yakni

semakin tinggi DER semakin rendah keuntungan sehingga dividen semakin rendah.

Penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan akan menimbulkan beban

bunga yang kemudian akan menurunkan laba perusahaan, sehingga semakin kecil

jumlah hutang maka semakin kecil pula beban bunga yang harus ditanggung oleh

perusahaan. Sedikitnya beban bunga yang ditanggung oleh perusahaan akan

membuat laba perusahaan menjadi lebih besar, dengan meningkatnya laba

perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk memberikan dividen juga menjadi

lebih tinggi. Pokok hutang yang tinggi juga akan menyebabkan ketersediaan kas

yang dapat dibagikan sebagai dividen berkurang hal ini dikarenakan kas tersebut

akan digunakan untuk pelunasan hutang. Pokok hutang yang rendah berarti bahwa

kas yang digunakan untuk melunasi hutang lebih sedikit dan hal ini berarti bahwa

kas yang tersedia dapat digunakan untuk membagikan dividen, sehingga akan

meningkatkan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen.

Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha mengurangi

agency cost of debt dengan mengurangi hutangnya. Pengurangan hutang dapat

dilakukan dengan membiayai investasinya dengan sumber dana internal sehingga

pemegang saham akan merelakan dividennya untuk membiayai investasinya.

Peningkatan penggunaan hutang akan menurunkan tingkat konflik antar manager

dan pemilik sehingga pemilik tidak terlalu menuntut pembayaran dividen yang

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tinggi. Selain itu kebijakan hutang memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan

dividen, karena tingkat penggunaan hutang yang relatif besar maka perusahaan akan

membayar dividen yang tidak terlalu tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk

memperhatikan kepentingan kreditur dan pemegang saham.

4. 3. Karakter Pasar

Faktor lain yang mempengaruhi dividen adalah karakter pasar. Karakter ini

berkaitan erat dengan lingkungan ekternal perusahaan. Faktor tersebut meliputi

pajak, proteksi hukum investor, sentimen investor atas pembayaran dividen saham,

privatisasi versus publik. Karakteristik dari perusahaan-perusahan yang baru

terdaftar, dan kompetisi pasar produk.

4. 3. 1. Pajak

Pajak atas dividen berbeda dari capital gain. Hal ini mempengaruhi

kebijakan dividend payout suatu perusahaan. Apakah pajak mempengaruhi

dividen? Hal ini tentu saja menjadi pertanyaan sulit yang patut diuji kebenarannya

karena marginal tax rate para investor tidak mudah untuk diobservasi. Graham

(2003) melakukan survey mengenai isu ini.

Bukti mengenai apakah pajak mempengaruhi pilihan investor pada

dividend-paying stocks (saham yang dapat memberikan dividen pada seorang

investor) bercampur aduk. Scholz (1992) menganalisa data dari survei tentang

Consumer Finances di tahun 1983 dan melaporkan suatu hubungan negatif antara

dividend yield dari kepemilikan saham investor dan keterkaitan pajak dan dividen.

Studi yang lain mencoba untuk lebih secara langsung menganalisa apakah pajak

mempengaruhi keputusan pembayaran perusahaan. Perez-Gonzales (2003)

menemukan bahwa ketika tax reforms meningkat (menurun) pajak atas dividen

bersifat relatif terhadap capital gain, sedangkan perusahaan-perusahaan yang lebih

banyak memiliki retail shareholders (para investor yang terkena pajak)

menurunkan (meningkatkan) dividennya. Poterba dan Summers (1984) melaporkan

penemuan for aggregate dividends di Inggris Raya. Studi-studi ini

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

mengimplikasikan bahwa pajak secara nyata mempengaruhi kebijakan pembayaran

perusahaan. Akhirnya, Lie dan Lie (1999) menemukan bahwa perusahaan dengan

dividen payout yang rendah (para investor dengan pajak tinggi) lebih memilih share

repurchases (pembelian kembali saham) ketimbang meningkatkan dividen reguler

atau pembayaran kas melalui dividen special. Mereka menyimpulkan bahwa pajak

mempengaruhi kebijakan pembayaran perusahaan.

Nilai pasar ditentukan oleh aliran kas yang telah “dipotong” (discounted)

pajak. Konsekwensinya, penerapan pajak apapun yang berbeda dari capital gain

relatif terhadap dividen dapat mempengaruhi keuntungan investor setelah

dikenakan pajak dan pada gilirannya mempengaruhi permintaannya akan dividen.

Selaras dengan itu, pajak dapat mempengaruhi keputusan pembayaran dividen oleh

manajer yang hendak memaksimalkan nilai pasar, dengan demikian berpengaruhi

terhadap ketersediaan dividen. Sebagai akibatnya, Ahli ekonomi finansial telah

menduga bahwa pajak bisa saja memiliki efek penting baik terhadap keputusan

investasi personal dan keputusan dividen dari perusahaan.

4. 3. 2. Perlindungan Hukum Investor

Berpaling pada gagasan Easterbrook (1984), literatur finansial telah

menduga bahwa dividend merupakan fungsi dari masalah agensi antara insider dari

perusahaan dan investor luar. Kebanyakan penulis akhir-akhir ini telah mengakui

bahwa salah satu dari prinsip perbaikan terhadap masalah agensi adalah keberadaan

dan penegakkan hukum yang melindungi pemegang saham dari tindakan semena-

mena para “insider”. Bersamaan dengan itu literatur ini mengimplikasikan bahwa

dividen seharusnya menjadi fungsi legal bagi lingkungan dimana perusahaan

beroperasi. La porta, Lopez-de-Silanes, Shlifer dan Vishny (2000) memformulasi

gagasan ini dengan mengembangkan dan menguji dua model agency cost dari

kebijakan dividen. Dengan model yang dikembangkan ini dividen menjadi hasil dari

proteksi hukum yang effektif dari pemegang saham minoritas. Proteksi hukum ini

secara efektif mendesak pemegang saham mayoritas dan insider untuk

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

melakukan pembayaran dividen kepada para pemegang saham dan tidak bertindak

semena-mena terhadap pemegang saham minoritas. Sehingga dengan membayar

dividen perusahaan membangun reputasinya sebagai entitas yang tidak cacat

hukum dan dengan sendirinya menciptakan kepercayaan publik.

La Porta et al. (2000) menganalisis kebijakan dividen lebih dari 4000

perusahaan dari 33 negara di seluruh dunia. Mereka mengungkapkan bahwa

beragam kebijakan dividen di berbagai Negara dapat dijelaskan oleh perbedaan

dalam sistem undang-undang. Perusahaan di Negara-negara yang menerapkan

common law (proteksi terhadap pemegang saham lebih baik) membayar dividen

lebih tinggi dari pada negara-negara yang menerapkan civil law.

4. 3. 3. Sentimen Investor

Baker dan Wugler mengembangkan dan menguji hipotesis bahwa investor

yang ada menuntut para pembayar dividen mengambil keputusan untuk membayar

dividen. Dengan demikian, pada saat sentimen investor mengarah pada perusahaan

yang membayar dividen, perusahaan yang membayar dividen menjual saham

dengan harga premium dibandingkan dengan yang tidak tidak membayar dividen.

Perusahaan melayani sentimen para investor ini dengan menyesuaikan kebijakan

dividen sesuai dengan pedoman premi dividen yang ada di pasar pada saat itu.

Dengan menggunakan variasi waktu dalam empat proksi akan premi dividen, Baker

dan Wurgler mendokumentasikan bahwa perusahan yang tidak membayar dividen

(non payer) mulai membayar dviden disaat premi dividen tinggi, dan sebaliknya

menghapus dividen pada saat premi dividen negatif. Menurut Baker dan Wurgler

kondisi ini yang mempengaruhi naik turunnya propensitas dividen. Namun Dennis

dan Osobov (2008) meragukan pendapat Baker dan Wurgler yang dikenal dengan

catering incentive khususnya pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat,

Inggris, Canada, Perancis, Jerman dan Jepang.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

4. 3. 4. Perusahaan Publik versus Perusahaan Swasta

Sejumlah besar penelitian tentang kebijakan berdasarkan data dari

perusahaan publik yang selalu tersedia. Kontras dengan perusahaan-perusahaan

swasta yang terkesan tertutup. Beberapa penelitian menemukan perusahaan publik

lebih berupaya meningkatkan besaran dividen sedang perusahaan-perusahaan

swasta mempengaruhi para manejer untuk melakukan dividen smoothing atau

memperkecil pembayaran dividen, (Michaely dan Robert, 2007). Penemuan

Michaely memiliki implikasi terhadap interaksi antara agency conflict dan

mekanisme tata kelola dalam menentukan kebijakan dividen. Secara khusus

pembuktian Michaely dan Robert menyiratkan bahwa konflik kepentingan antara

control dan minoritas pemegang saham cenderung mengurangi pembayaran dividen

di banyak perusahaan swasta.

5. Teori Kebijakan Dividen

5. 1. Pengantar

Teori dan kebijakan dividen tentunya tidak terpisahkan seperti satu koin yang

memiliki dua sisi. Teori berada sebagai rambu-rambu bagi perusahaan untuk

menentukan kebijakan dividen yang layak diterapkan. Kebijakan dividen

merupakan seperangkat guideline atau petunjuk yang digunakan oleh perusahaan

(dalam hal ini manejer finansial) untuk menentukan patokan pembayaran dividen

yang rasional. Membayar dividen atau tidak menjadi keputusan penting bagi

seorang manejer selain keputusan investasi dan keputusan finansial. Dasar dari

keputusan dividen yakni tanggung jawab perusahaan untuk menciptakan

kesejahteraan para pemegang saham, meningkatkan nilai perusahaan, dan menjaga

kepercayaan pasar. Teori yang dibahas dibawah ini menjadi salah satu guideline

dari kebijakan dividen. Meskipun sampai saat ini belum ada satu teoripun yang bisa

memecahkan persoalan tentang dividen. Namun perusahaan mau tidak mau harus

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

mengambil langkah yang strategis melalui pola kebijakan dividen sehingga

profitabilitas dan kinerja finansialnya semakin meningkat.

Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh

calon investor untuk menentukan investasi saham. Bagi sebuah perusahaan,

menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu keharusan agar saham

tersebut tetap eksis dan tetap diminati oleh investor, dengan dilakukannya analisis

variabel kinerja keuangan perusahaan yang mempengaruhi kebijakan dividen, maka

kebijakan dividen yang dibuat perusahaan akan menjadi optimal sehingga akan

mengakibatkan meningkatnya nilai perusahaan, selanjutnya tentu akan

meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan yang dicerminkan oleh harga

saham perusahaan yang tercatat di Pasar Modal.

5. 2. Teori-Teori sebelum Irelevansi

Meskipun dengan jelas seluruh karya ilmiah yang mengeksplorasi irelevansi

dividen mengungkapkan MM (1961) sebagai inspirasi, para penulis mengetahui

para pendahulu dari MM yang tidak kalah pentingnya. Dalam karya perintisnya

yang sering terabaikan, Williams (1938) menyusun teori irelevansi struktur modal

yang terbukti penting bagi karya MM dikemudian hari. Williams juga menyusun

suatu formula valuasi saham yang identik dengan yang dibuat oleh Gordon (1959).

Williams mendiskusikan teori “homemade leverage” dimana biaya ekuitas sebagai

fungsi yang dapat meningkatkan leverage ratio (mirip dengan preposisi II dari MM

1958) dan penjualan antara dividen dan aset yang diinvestasikan.

Sayang sekali, para akedemisi segera melupakan argumen William tentang

struktur modal. Bahkan, para peneliti mulai menyertakan kepentingan primer atas

dividen dalam model-model valuasi perusahaan. Graham and Dodd (1951)

mendukung pembayaran dividen yang tinggi, dengan keyakinan bahwa harga

saham dapat memantulkan nilai intrinsik yang berkaitan dengan dividen dan

pendapatan. Seperti Gordon mencatat (1959), sayangnya Graham dan Dodd

samasekali tidak menentukan model valuasi maupun menyediakan pendukung

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

empiris bagi keyakinan mereka. Gordon membenarkan pandangan Graham dan

Dodd tetapi juga menciptakan formulasi model valuasi dimana dividen dan discount

rate adalah variabel tetap. Di bawah ini adalah formula model Gordon yang terkenal

Persamaan 1

𝑉0

= ∑

𝑡=1

𝐷𝑡

(1 + 𝑟𝑡)𝑡

Dalam equasi atau persamaan 1 di atas, 𝑉0 adalah nilai perusahaan,

𝐷𝑡 dividen yang dibayar pada waktu t, dan 𝑟𝑡 adalah discount rate yang sesuai dengan

discount rate dari persentase keuntungan, menurut Gordon. Model ini menunjukkan

bahwa kenaikan dividen secara langsung meningkatkan harga saham. Membayar

dividen berarti mengurangi kas untuk investasi yang mana membawa pertumbuhan

persentase dividen yang semakin rendah. Namun bagaimanapun juga, Gordon

(1959, p.103) yakin bahwa dividen yang rendah menyebabkan discount rate yang

lebih tinggi, 𝑟𝑡 menyatakan, “persentase keuntungan membutuhkan pertambahan

saham dengan sedikit laba yang ditahan.” Peningkatan harga karena

harga modal yang lebih rendah dapat mengganti rugi para investor untuk

pengurangan harga akibat dari pertumbuhan yang lebih rendah.

Lintner (1956) melakukan survei atas kebijakan dividen dari sampel

perusahaan dan menemukan bahwa perusahaan-perussahaan lebih memilih

mempertahankan dividen. Menurut Lintner (hal. 99) para manejer mencoba untuk

melakukan pemerataan dividen terus menerus, hal ini menyatakan bahwa banyak

manajemen berusaha menghindari untuk melakukan perubahan pada discount

ratenya yang harus diputar dalam setahun atau lebih.” Lintner (hal, 100)

melanjutkan, “Apapun alasan yang menuntun manajemen untuk mengubah tarif

yang sudah ada nampaknya harus bijaksana.” Lintner secara jelas memahami

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

bahwa kebijakan dividen adalah keputusan besar yang dilakukan oleh manajemen

perusahaan. Tabungan dan keputusan pendapatan yang ditahan di dasarkan pada

tindakan dividen. Dia juga mengakui komponen informatif mengenai dividen

meskipun teori-teori dividen signaling formal tidak akan dikemukakan selama

hampir 20 tahun.

Singkatnya pendapat yang diungkapkan sebelum penelitian terobosan dari

MM yaitu dividen sangat relevan bagi kemakmuran pemegang saham dan

perusahaan yang membayar dividen tinggi dijual dengan harga premium melampaui

perusahaan yang membayar dividen rendah. Konsekwensinya MM tidak hanya

menjadi orang pertama yang menerapkan metode analitik yang ketat untuk masalah

keuangan, tetapi juga tergolong dalam kaum revolusioner yang memberontak

melawan sentimen populer pada masa itu.

5. 3. Teori Irelevansi Dividen

Salah satu isu utama dalam karya MM adalah prinsip penilaian perusahaan

(firm valuation). Dalam pandangan MM (1958), salah satu karya ilmiah mereka

yang sangat berpengaruh, mereka memperlihatkan bahwa dengan asumsi tertentu

pencampuran hutang dan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan samasekali tidak

mempengaruhi nilai perusahaan. Beberapa tahun kemudian, MM (1961)

memaparkan hasil yang serupa bagi kebijakan pembayaran dividen. Makanya,

dalam pasar modal yang sempurna (capital perfect market or ideal capital market),

nilai merupakan hasil dari keputusan investasi, sedangkan keputusan pembiayaan

bersifat irelevan. Dengan memberi pilihan antara pembiayaan proyek baru dengan

pendapatan tetap atau dengan ekuitas baru, para manejer perusahaan selayaknya

memiliki cara-cara yang berbeda.

Pemaparan ini secara singkat mengeksplorasi sumber-sumber dari

irelevansi dividen dan melanjutkan bukti-bukti teoritis dan suatu penjelasan intuitif

atas karya MM yang krusial. Selanjutnya mendiskusikan tantangan tentang

irelevansi dividen dan berfokus pada pasar tidak sempurna yang oleh para peneli

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dianggap sebagai penyebab hasil irelevansi. Sementara itu teori irelevansi saat ini

diserang, tidak ada pertanyaan lagi mengenai kepentingannya dalam sejarah teori

finansial.

Prekursor paling penting dari MM (1961) adalah karya ilmiah lain tentang

Debt versus equity financing. Dalam tulisan ilmiah ini, MM (1958) membuktikan

bahwa dengan asumsi tertentu, total nilai suatu perusahaan tidak tergantung pada

penggabungan hutang dan ekuitas menunjukkan struktur modal yang irelevan.

Struktur modal dan kebijakan dividen memiliki kaitan yang sangat erat. Kas yang

dibayar sebagai dividen menyisakan perusahaan dalam kondisi kekuranga ekuitas

dan secara potensial menciptakan kebutuhan yang besar untuk meningkatkan saham

tambahan atau hutang di masa depan. Akibatnya, hasil struktur modal MM menjadi

sangat penting bagi irelevansi dividen sehingga bukti mereka dipresentasikan di

sini.

MM (1958) mengandalkan argumen arbitrase dan menganggap pasar

modal sempurna, yang mencakup pajak nol, satu pasar dengan suku bunga tetap dan

pinjaman yang tak terbatas. Penggunaan argumentasi arbitrase mereka untuk harga

kemudian terbukti sama pentingnya dengan teori keuangan karena hasil irrelevansi

mereka. Sebagai contoh, Ross (1976) juga bergantung pada argumen arbitrase

dengan model penetapan harga arbitrase yang terkenal. Stiglitz (1969, 1974)

berpendapat bahwa meminjam dan memberi pinjaman harus terjadi pada tingkat

bebas risiko, walaupun argumen ini kontroversial (lihat, misalnya, Fama, 1978).

Tersirat dalam kerangka MM ada asumsi bahwa kedua perusahaan

memiliki aset yang sama, sebuah asumsi yang memegang keputusan investasi

netral. Asumsi ini sangat penting karena memungkinkan mereka mengklaim bahwa

jika dua perusahaan memiliki aset yang sama, persamaan neraca sederhana (aset

setara dengan kewajiban ditambah equitas) harus dipegang terlepas dari perpaduan

antara hutang dan ekuitas.

Secara formal, MM (1958) mempertimbangkan perusahaan, perusahaan 1

dan perusahaan, hanya berbeda dalam struktur modal. Perusahaan 1 sepenuhnya

saham yang dibiayai dan memiliki nilai total 𝑉1 sedangkan perusahaan 2 memiliki

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

beberapa hutang dan nilai total (saham ditambah obligasi) 𝑉2. Seorang investor di

perusahaan 2 membeli 𝑠2 dolar dari 𝑆2 dolar dari total saham beredar, sehingga

memegang proporsi saham yang dilambangkan α. Investor ini menerima

pengembalian, 𝑌2, sama dengan hal berikut:

Persamaan 2

𝑌 𝑆2 2 =𝑆2 (𝑋−𝑟𝐷2)= α (X−r𝐷2)= αX−αr𝐷2

Dimana X adalah pendapatan yang didistribusikan ke pemegang saham, 𝐷2 adalah

hutang perusahaan 2 yang belum lunas, dan r adalah suku bunga hutang. Jika

investor ini menjual hak miliknya, dia dapat menginvestasikan 𝑠1 setara dengan α

(𝑠2+𝐷2) dollar ke perusahaan 1. Untuk melakukan hal ini, investor ini

menggunakan α 𝑠2 realisasi penjualan dan meminjam suatu tambahan α𝐷2. Proporsi

baru dari pendapatan samadengan

Persamaan 3

𝑠1 =

α (𝑆2+ 𝐷2)

𝑆1 𝑆1

Laba investor pada perusahaan 1, Y1 samadengan

Persamaan 4

𝑌 α (𝑆2 +𝐷2 𝑋 − 𝑟α𝐷 = α

𝑉2 − 𝑟α𝐷

1 = 𝑆1 2 𝑉1

2

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Dari persamaan 4 di atas jika 𝑉2 lebih besar dari 𝑉1 maka laba pada perusahaan 1,

𝑌1 lebih besar dari laba pada perusahaan 2, 𝑌2. Owner dari perusahaan 2 akan

menjual saham mereka, menekan harga perusahaan 2 dan membeli saham

perusahaan 1, supaya meningkatkan sahamnya. Akhirnya melalui arbitrase,

investor akan membuat dua harga menjadi ekwivalen. Jika 𝑉1 lebih besar dari 𝑉2,

maka pemilik saham perusahaan 1 menerima laba seperti ini:

Persamaan 5

𝑌1 = 𝑠1

𝑆1

𝑋 = αX.

Dari pada hanya memiliki saham perusahaan 1, investor dapat mengubah

kepemilikan pada perusahaan 2 termasuk 𝑠2 dollar saham dan d dollar hutang. Jika

investor memiliki proporsi saham yang sama dan kepemilikan badan usaha seperti

proporsi perusahaan 2, jumlah dollar dari investasi investor dalam saham (𝑠2) dan

badan usaha (d) sebagai berikut:

Persamaan 6

Persamaan 7

𝑠2=

𝑆2

𝑉2

𝑠1

𝑑𝑎𝑛

𝑑 = 𝐷2

𝑉2

𝑠1.

Mengingat bahwa 𝑆2 + 𝐷2=𝑉2. Total laba sekarang sama dengan laba dari saham

ditambah laba dari badan usaha (rd) sebagaimana ditentukan di bawah ini:

Persamaan 8

𝑌 𝑠2

(𝑋 − 𝑟𝐷 ) + 𝑟𝑑 = 𝑠1

(𝑋 − 𝑟𝐷 ) + 𝑟 𝐷2

𝑠 =

𝑠1

𝑋 = α 𝑆1

𝑋

2= 𝑆2 2

𝑉2 2 𝑉2

1 𝑉2 𝑉2

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Jika 𝑉1 lebih besar dari 𝑉2, maka 𝑌2 lebih besar dari 𝑌1. Investor akan menjual

sebagian dari saham dari perusahaan 1 dan menggantinya dengan beberapa saham

dari perusahaan 2. Makanya MM (1958) memberi pandangan bahwa individu yang

membentuk mixed portofolios secara efektif mengubah keputusan leverasi dari

suatu perusahaan, sangat penting bagi pembuktian MM dan sering dihubungkan

sebagai “homemade leverage.”

Ang dan Hunsader (1996) memberi catatan isu praktis ini dengan

homemade leverage. Mengimplementasikan kebijakan homemade dividend sering

memerlukan penjualan saham secara individual supaya menerima kas dan membeli

saham agar menghindari kelebihan kas. Jika pemegang saham yang tidak memiliki

pendirian membayar lebih besar saham ketika harga saham tinggi (setelah hasil

yang baik) dan membayar sedikit dividen ketika harga saham rendah (setelah hasil

yang buruk), para investor dapat mengakhiri pembelian saham akibat dari harga

dividen tinggi dan menjual saham akibat dari harga dividen jatuh.

Pembuktian yang sederhana ini secara relatif (paling kurang dengan

standar saat ini) menyatakan dengan asumsi tertentu struktur modal yang irelevan

serta membangun suatu batu penjuru teori finansial. MM menunjukkan

kesimpulannya sebagai preposisi I atau MM I. Suatu contoh intuitif dapat

membantu menjelaskan logika MM I. Investor dapat menginvestasikan baik dalam

bentuk saham maupun saham obligasi (bond) perusahaan. Pemegang saham berhak

atas sebagian dari penghasilan, sedangkan pemegang saham obligasi (bondholder)

menerima bunganya. Jika perusahaan A hanya memiliki ekuitas, 10% dari tarif

penghasilan yang diperlukan, dan 1000 dollar dari keuntungan tetap setiap tahun,

pemegang sahamnya mempunyai $10,000 ($1000/0.10) dari nilai perusahaan.

Jika perusahaan lain, perusahaan B, sama persis kecuali $500 dari 10%

utang yang dimiliki, perusahaan tersebut akan membayar $50 dari bunga setiap

tahun, sementara itu hanya menyisakan $950 untuk pemegang saham. Total nilai

sahamnya menjadi $9,500 ($950/0.10). Bagaimanapun juga total nilai bond

(obligasi) tetap adalah $500 ($50/0.10). Jumlah saham dan nilai bond (obligasi)

bersama-sama menjadi seimbang $10,000 total nilai perusahaan A. Pada dasarnya

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

secara logika, keuangan long-term debt (hutang jangka panjang), short-term debt

(hutang jangka pendek), atau investasi ekuitas selalu relevan.

Karya ilmiah ini mendadak menjadi kontroversial, dan para peneliti segera

mempertanyakan temuan-temuan lain dalam karya selanjutnya. Misalnya, Durand

(1959) berpendapat lain bahwa asumsi perfect capital market (pasar modal

sempurna) membatasi penggunaan dari hasil MM I. Meskipun, penuh dengan

kritikan, argumen dari irelevensi struktur modal, analisa dari MM, arbitrase yang di

dasarkan atas pembuktian, dan kepentingan market friction (ketimpangan pasar)

diterima baik dalam literatur finansial.

Segera setelah tackling isu struktur modal, MM mengaplikasikan prinsip-

prinsip ini pada pemahaman tentang dividen. Keputusan dividen berkaitan dengan

pertanyaan struktur modal karena kebijakan dividen merepresentasikan pilihan

finansial. Pembayaran dividen menyisakan internal funds yang lebih kecil untuk

investasi dalam jumlah besar bagi external financing. Sering diabaikan dalam

literatur keuangan adalah mengenai hubungan yang kuat antara struktur modal dan

irelevansi dividen dalam menguraikan segi aset dari balance sheet. Irelevansi

struktur modal menentang bahwa keputusan bukanlah masalah dalam menentukan

aset perusahaan

MM (1961) membuat tiga asumsi eksplisit: perfect capital market,

rational behavior, dan perfect certainty. Lebih lanjut mereka mendefinisikan tiap

asumsi tersebut. Perfect capital market mengimplikasikan price-taking behavior,

costless price information, zero transaction cost (termasuk zero taxes and issuance

cost), dan tidak perbedaan pajak antara dividen dan capital gain. Rational behavior

mengindikasikasn bahwa investor lebih sejahtera ketimbang kurang sejahtera dan

tidak membedakan antara dividend dan capital gain. Perfect certainty

mengimplikasikan bahwa tidak ada informasi yang asimetris diantara manajemen

perusahaan dan investor luar, sebab para investor mengetahui segala aliran kas di

masa depan yang relevan and keuntungan.

Dengan asumsi ini, MM (1961) menentukan rate of return, 𝑟𝑒, bagi

perusahaan manapun ketika jumlah dividen, 𝑑𝑡, dan capital gain di bagi dengan

harga current, 𝑃𝑡, mereka memiliki 𝑟𝑒, konstan melampaui periode waktunya:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Persamaan 9 𝑟

𝑒 =

𝑑𝑡+𝑝𝑡+1−𝑝𝑡

𝑝𝑡

Menyelesaikan 𝑝𝑡 memberikan hasil sebagai berikut

Persamaan 10 𝑝

𝑡=𝑑𝑡+𝑝𝑡+1

1+𝑟𝑒

Persamaan 10 menyatakan bahwa harga saham per hari ini sama dengan dividen

per saham yang harus dibayar dalam waktu t plus harga pada waktu t+1 semuanya

didiskon sampai saat ini. Kemudian mereka menyatakan kembali persamaan 10

dalam batasan nilai perusahaan bertentangan dengan harga per saham sebagaimana

Persamaan 11.

𝑉

𝑡=

𝑑𝑡+𝑛𝑡𝑝𝑡+1

1+𝑟𝑒

Vt sama dengan total nilai perusahaan pada waktu t, nt sama dengan jumlah yang

beredar, dan dt sama dengan total dividen yang dibayar selama periode waktu t.

MM menyatakan kembali nilai sebagai fungsi dari total dividen yang dibayar dan

nilai perusahaan at time t+1 kurang dari saham baru yang diterbitkan, mt+1,

dikalikan dengan harga ex-dividennya, pt+1.

Persamaan 12

𝑉 𝑑𝑡+𝑉𝑡+1−𝑚𝑡+𝑝𝑡+1

𝑡= 1+𝑟𝑒

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Di satu pihak discount rate (re), dalam ekuasi 12, ketiga variabel dapat

mempengaruhi nilai perusahaan: current dividens, total nilai perusahaan dalam

kurun waktu yang akan datang, dan nilai dari saham baru yang diterbitkan. MM

mengakui bahwa peningkatan apapun dalam dividen (dt) mau tidak mau menambah

jumlah dollar dari saham baru diterbitkan (mt +1+pt+1). Mereka membuktikan hal

ini dengan menyatakan mt+1+pt+1 sesuai ketentuan dt. Dengan mendefinisikan It

sebagai level investasi dan Xt sebagai total laba bersih, mereka mendeskripsikan

jumlah modal baru yang dibutuhkan:

Persamaan 13

𝑚𝑡+1 𝑃𝑡+1=𝐼𝑡−(𝑋𝑡−𝐷𝑡)

Akhirnya, MM menggabungkan persamaan 13 dalam persamaan 12 untuk

mendapatkan hasil di bawah ini:

Persamaan 14

𝑉 𝐷𝑡+𝑉𝑡+1−𝐼𝑡+𝑋𝑡−𝐷𝑡

𝑉𝑡+1−𝐼𝑡+𝑋𝑡

𝑡= 1+𝑟𝑒

= 1+𝑟𝑒

Persamaan 14 memperkokoh irelevansi dividen, ketika nilai perusahaan tidak

bergantung pada dividen (Dt). Bahkan, nilai tidak tergantung pada level dari

investasi dan keuntungan di masa depan.

Para pendahulu dan kontemporer dari MM (1961) sering mengatakan hal

yang MM sebut sebagai “bird in hand” fallacies untuk menjelaskan preferensi

investor atas dividen. This fallacies mengklaim bahwa investor prefer dividens

karena their receipt mewakili guaranteed cash atau jaminan tunai (Lih, contohnya,

Gordon, 1962). cash receipt atau penerimaan tunai ini lebih bernilai karena tidak

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dipengaruhi oleh ketidakpastian, termasuk kemungkinan kondisi perusahaan yang

jelek. Bagaimanapun juga MM menjelaskan lebih lanjut nilai penerimaan dividend

in hand. Pada dasarnya saat kekurangan uang, investor hanya dapat menjual

sebagian saham untuk meniru dividend receipts atau penerimaan dividen. Jika

investor mengivestasikan kembali dividen ini, total pendapatan mereka, apakah dari

capital gain atau dividen, merupakan hal yang sama.

Sebagai contoh, MM (1961) mengevaluasi permasalahan khusus yang

disebut oleh Gordon (1962). Dalam kasus ini, semua manajemen keuangan bersifat

internal, dan pertumbuhan rate dividend dari perusahaan sama dengan harga dari

ekuitas dikalikan dengan earnings retention ratio atau rasio retensi laba. Gordon

berpendapat bahwa dividend payout yang rendah dan rasio retensi yang lebih tinggi

menyebakan biaya ekuitas yang lebih tinggi karena resiko yang tinggi aliran kas di

masa depan. Biaya ekuitas yang semakin tinggi mengarah pada harga yang semakin

rendah dalam model valuasi Gordon (persamaan 1).

MM menentang bahwa suatu perubahan dalam kebijakan dividen dapat

mengubah pembagian dari total keuntungan antara dividen dan capital gain tapi

tidak mengubah total keuntungan itu sendiri. Lebih jauh lagi, jika Gordon (1962)

terbukti benar, perusahaan low-payout atau pembayaran rendah akan memiliki

tingkat pengembalian realisasi yang lebih tinggi secara konsisten dikarenakan biaya

yang lebih tinggi dari ekuitas

Sebagaimana irelevansi struktur modal, suatu contoh dapat membantu

mengilustrasikan dividend Irrelevancy result. Anggap saja korporasi ABC memiliki

$200 cash dan $800 noncash dari aset on balance sheet, yang sesuai nilai pasar.

Perusahaan tersebut juga tidak memiliki hutang, sehingga ekuitas yang setara dengan

aset seharga $1000. Jika ada 100 saham yang outstanding, setiap saham seharga $10

($1,000/100). Neraca yang ditunjukkan dalam tabel 6.1

Perusahaan membutuhkan $200 tunai untuk mendanai investasinya, tapi itu

sekaligus ingin memberi hadiah pemegang sahamnya dengan $200 cash dividend.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Makanya perusahaan memutuskan membayar $200 dividen sementara setelah itu

mengeluarkan $200 dari ekuitas yang baru.

Jika perusahaan mengeluarkan ekuitas yang baru, saham yang baru akan

mencairkan nilai dari saham lama. Bagiamanapun juga pemegang saham lama akan

dividen untuk kompensasi bagi nilai yang telah cair. Dalam kasus ini, jika

perusahaan itu menyatakan $2 dividen per saham, itu mendistribusikan tunai dengan

meninggalkan total nilai saham dari $8 per saham [($1,000-$200)/100). Investor

mempertahankan atau akan membeli saham sebelum tanggal ex-dividen akan

memperoleh $2 dividen yang akan datang ditambah $8 dari nilai saham. Saham

mereka seharga $8 seperti sebelumnya. Pada tanggal ex-dividen, investor tidak lagi

menerima dividen, dan harga jatuh $2 menjadi $8. Harga $8 sama dengan total nilai

pasar yang baru dari aset yang dibagi dengan jumlah saham ($800/100).

Ekuitas yang baru yang dikeluarkan harus menutup uang tunai $200 yang

dibayar sebagai dividen. Ketika saham dijual seharga $8, jumlah saham baru yang

diterbitkan yaitu 25 ($200/8). Setelah perusahaan mengeluarkan saham yang baru,

neraca nampak sama seperti sebelumnya, sekarang hanya ada 125 saham, dan setiap

saham senilai $8 ($1,000/125). Ilustrasi sederhana ini memperlihatkan bahwa para

investor acuh tak acuh terhadap kebijakan dividen sesuai dengan asumsi MM

seperti tanpa pajak, tanpa biaya transaksi, dan tanpa informasi yang asimetris.

Dalam dua karya ilmiah buku yang terbaru saya telah mempresentasikan

teori dan bukti yang membawa pada kesimpulan bahwa harga saham dari suatu

perusahaan (atau its costs of capital) tidak bergantung pada dividend rate. Seperti

yang kamu ketahui, MM memiliki pandangan yang bertentangan dan mereka argued

posisinya yang sama panjangnya dengan karya ilmiah baru-baru ini. Lebih lagi, nada

dari karya ilmiah membuatnya menjadi jelas bahwa mereka melihat dasar yang dapat

dipertimbangkan yang mana kesimpulan mereka dapat dipertanyakan. Karena

mereka tidak yakin pada kesimpulannya. Hal itu menjadi nasihat berguna bagi saya

untuk secara jeli melihat kembali pemikiran saya mengenai persoalan ini.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Gordon (1963) mempertahankan karyanya yang terdahulu (misalnya,

Gordon, 1962) dan menentang MM (1961) asumsi mengenai suatu discount rate

yang konstan. Dia menyatakan (1963, hal 267) sebagai berikut: “The issue,

therefore, apakah perilaku para investor dengan ketidakpastian direpresentasi

dengan tepat melalui suatu model yang mana discount rate yang menyamakan suatu

ekpektasi divididen dengan harganya adalah suatu fungsi dari dividend rate.

Dia berargumen bahwa keputusan dividen dapat mengubah the level of

investor risk aversion atau ketidakpastian dividen di masa depan, sehingga merubah

discount rate. Dia kemudian mengkonstruksikan suatu model yang

mengindikasikan bahwa harga saham tidak tergantung pada keputusan finansial

atau finacing decisions. Sementara itu secara ekplisit tidak menyebutkan informasi

yang asimetris, argumennya dapat dipertimbangkan sebagai suatu antisipasi

mengenai pandangan tersebut.

Brennan (1971) menguji dua argumen yang berlaku: pendapat Gordon

(1959, 1963) bahwa dividen yang bertambah meningkatkan harga saham dan

mengurangi the discount rate dan pendapat MM (1961) bahwa dividen bersifat

irelevan. Brennan (hal. 1119) upholds pandangan MM dan yakin bahwa bukti

relevansi Gordon (1963) bergantung pada “pembauran investasi dan efek kebijakan

dividen.”

Rubinstein (1976) memisahkan dan menggolongkan kedua pendekatan

untuk membuktikan irelevansi: (1) substitute financing dan (2) neutral investment.

MM (1961) mengadopsi pendekatan pertama, sedangkan Gordon (1963) dan

Brennan (1971) mengadopsi pendekatan kedua. Pendekatan substitute financing

mengasumsikan bahwa perusahaan membayar segala aliran kas bebas sebagai

dividen. The neutral financing approach mengasumsikan bahwa perusahaan

menginvestasikan kembali aliran kas bebas yang ditahan dengan biaya equitas.

Kemudian Rubinstein secara formal menilai aliran kas yang diasumsikan oleh

neutral financing approach dan menunjukkan bahwa hal itu sama dengan substitute

financing approach, suatu penemuan yang mampu menengahi konflik antara

Gordon (1963) dan MM (1961).

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Singkatnya, bagian ini menunjukkan bukti dibalik struktur modal dan

irelevansi dividen. Sementara keputusan struktur modal menjadi determinan hutang

versus equitas campuran, keputusan dividen mutlak menentukan apakah

perusahaan membiaya proyek secara internal maupun eksternal. Kondisi dan

asumsi yang dibutuhkan untuk membuat dividen bersifat irelevan juga yang

menjadi salah satu faktor penyebab internal financing menjadi ekuivalen dengan

external financing.

5. 4. Teori Bird in hand

Teori ini dikembangkan oleh Gordon (1963) dan Lintner (1964) sebagai reaksi

atas pemaparan teori Miller-Modigliani (1961) yang menyatakan bahwa dividen

tidak relevan terhadap nilai perusahaan. Teori yang dikenal sebagai dividend

irrelevance theory ini didasarkan pada kenyataan bahwa investor acuh tak atas

bentuk keuntungan yang mereka peroleh akibat kepemilikan saham. Keuntungan

yang dimaksud di sini adalah dividend atau capital gain. Sedangkan Gordon dan

para pendukungnya, diantaranya adalah Lintner, James Walter memiliki pendapat

yang berbeda . Hal ini berdasarkan pada fakta bahwa para investor lebih memilih

dividen sebagai cara mendapatkan keuntungan yang pasti, yang sudah ada ditangan.

Gordon mengumpamakannya dengan adagium Bird in hand. Mengapa kita harus

menantikan keuntungan dari capital gain yang memiliki ketidakpastian dan resiko

yang lebih besar. Jika saja suatu perusahaan menjadi bankrupt atau dalam situasi

collapse, maka bisa jadi investor yang memiliki saham di dalam perusahaan tersebut

mendapatkan kerugian besar. Tetapi dengan menerima dividen, investor

mendapatkan kembali kasnya walaupun sedikit demi sedikit. Dan dari sisi

perusahaan, manjemen perusahaan tidak ada tekanan untuk meningkatkan

pertumbuhannya sebagai kompensasi atas laba yang ditahan. Akibatnya capital

gain yang diharapkan para investor pun menjadi semakin tinggi.

Teori Bird in hand atau juga dikenal dengan teori dividend payment preference

dianggap lebih pasti meningkatkan nilai perusahaan dan kesejahteraan para

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pemegang saham. Gagasan dari Gordon dan Lintner ini berpijak pada pemikiran

dari John Williams (1938), salah satu ahli ekonomi terkemuka. John Williams

meyakini bahwa harga saham ditentukan oleh nilai intrinsiknya.Williams

menyimpulkan bahwa nilai saham itu ditentukan oleh uang yang dihasilkan.

Dengan demikian nilai intrinsik dari saham akan terwujud dalam distribusi aliran

kas melalui dividend payment dan capital gain, yakni selisih antara harga beli dan

harga jual saham. Lebih dari pada itu. Graham dan Dodd (1934) mengungkapkan

bahwa setiap dollar keuntungan yang dibayarkan dalam bentuk dividen memiliki

efek empat kali lebih kuat pada nilai perusahaan daripada keuntungan itu ditahan

atau retained earnings. Dengan demikian para pendukung teori ini menilai bahwa

saham yang memiliki dividend payouts yang tinggi akan dicari para investor dan

saham tersebut akan mempengaruhi harga pasar. Namun hipotesa bird in hand

kemudian mendapat kritik tajam dari Miller dan Modigliani dengan suatu

argumentasi yang logis.

Menurut MM, risiko dari suatu perusahaan ditentukan oleh resiko pengelolaan

aliran kasnya dan bukannya diakibatkan oleh cara perusahaan mendistribusikan

aliran kas tersebut, entah melalui dividen atau capital gain. Jadi dengan kata lain

semakin kecil resiko pengelolaan aliran kas dari suatu perusahaan, maka semakin

kecil pula resiko terhadap nilai perusahan. Karena itu alangkah baiknya jika

perusahaan mengurangi resiko dalam pengelolaan aliran kas perusahaan. Dividen

dipandang MM sebagai cara yang beresiko karena menimbulkan masalah jika pada

saat yang sama perusahaan membutuhkan kas untuk meningkatkan pertumbuhan

perusahaan. Meskipun demikian ada beberapa pembuktian empiris, salah satunya

Rozeff (1982) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang negatif antara dividen

dan kondisi perusahaan yang terpuruk. Dividen tidak mengkondisikan perusahaan

menjadi gagal atau sukses, namun sebaliknya perusahan yang mengkondisikan

dividen dengan suatu kebijakan yang baik akan mengalami peningkatan nilainya.

Dari sejumlah teori mengenai dividends and dividend policy yang ada, kedua

teori besar ini (bird in hand dan dividend irrelevance) menciptakan perdebatan

panjang yang berujung pada penemuan teori baru. Diantaranya ada teori yang

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

berusaha mencari jalan tengah diantara kedua teori tersebut seperti residual

dividend policy (teori ini akan dibahas tersendiri). Ada beberapa isu utama yang

diperhatikan oleh kedua teori besar ini. Namun pada pembahasan ini kita akan

melihatnya dari perspektif teori bird in hand yaitu cost of capital atau biaya modal

dan cost of retained earnings atau biaya laba ditahan.

5. 4. 1. Biaya Modal (Cost of Capital)

Setiap perusahan yang ada dalam masa pertumbuhan awal tentu saja

memiliki kebutuhan akan modal yang banyak untuk pengadaan aset dan

pengembangan usaha atau investasi. Modal menjadi energi yang harus selalu

tersedia agar perusahaan dapat terus bertumbuh. Modal dalam suatu perusahaan

berasal dari luar perusahaan seperti hutang dalam jangka panjang, maupun jangka

pendek. Sedangkan modal dari dalam atau modal sendiri terdiri dari ekuitas dan

retained earnings (laba ditahan). Modal dari dalam maupun dari luar membentuk

suatu rangkaian yang sinergis. Rangkaian ini diupayakan oleh perusahaan untuk

tetap seimbang. Modal hutang dan ekuitas sedapat mungkin dalam keadaan

seimbang dan proporsional. Keseimbangan modal ini yang disebut sebagai struktur

modal. Untuk pengadaan dan pengelolaan modal, setiap perusahaan membutuh

biaya riil yang disebut sebagai cost of capital atau biaya modal. Cost of capital

adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana

baik dalam bentuk hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk

mendanai suatu investasi perusahaan. Cost of capital dapat kita klasifikasikan

sebagai cost of debt (biayahutang) dan cost of equity (biaya ekuitas).

Perubahan pada struktur modal memiliki efek langsung pada biaya modal

perusahaan, karena setiap jenis modal memiliki biaya tersendiri. Kebijakan struktur

modal dari suatu perusahaan disinyalir memiliki pengaruh terhadap tiga aspek

penting dalam perusahaan yakni: nilai perusahaan, biaya modal (cost of capital) dan

harga pasar saham. Konsep biaya modal erat hubungannya dengan konsep

mengenai pengertian tingkat keuntungan yang disyaratkan (required rate of

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

return). Biaya modal biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan

diterima atau ditolaknya suatu usulan investasi (sebagai discount rate), yaitu dengan

membandingkan rate of return dari usulan investasi tersebut dengan biaya

modalnya. Biaya modal disini adalah overall cost of capital.

Menurut Gordon dan Lintner Miller dan Modigliani melakukan memiliki

anggapan yang salah bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap cost of

capital dari suatu perusahaan. Pembayaran dividen yang rendah menyebabkan cost

of capital yang tinggi karena laba yang ditahan tersebut akan memiliki biaya

tersendiri seperti biaya pajak, Sebaliknya perusahaan yang memiliki dividend

payout ratio yang lebih tinggi akan memiliki cost of capital yang lebih rendah dan

meningkatkan nilai perusahaan.

5. 4. 2. Biaya laba ditahan

Biaya ini sama dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham

biasa perusahaan yang bersangkutan. Dasarnya adalah prinsip opportunity cost.

Jika laba tidak ditahan, laba tersebut dibagikan dalam bentuk deviden. Jika laba

tersebut ditahan berarti pemegang saham menginvestasikan kembali laba yang

menjadi haknya ke perusahaan (flow back fund). Dan proses penginvestasian

kembali dari laba di tahan menjadi saham baru membutuhkan biaya.Teori bird in

hand didasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut

Perusahaan dibiayai hanya dengan ekuitas saja.

Perusahaan-perusahaan yang dibiayai dengan ekuitas saja tentu akan

memiliki cash flow yang besar karena tidak memiki beban utang. Cash

flow yang berasal dari keuntungan perusahaan ini yang akan dibagikan

kepada pemegang saham melalui dalam bentuk dividen.

Ada aliran keuntungan yang tetap

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Keuntungan perusahaan harus terus tersedia sehingga ada yang dapat

dipakai untuk distribusi dividen.

Retention ratios dari perusahaan bersifat tetap-yang mengimplikasikan

growth rate yang tetap. Perusahaan yang tidak membayar dividen akan

menyimpan keuntungan bersih setelah dikurangi pembiayaan-

pembiayaan untuk kepentingan penginvestasian kembali. Perusahaan

masih dapat membayar dividen kepada pemegang saham jika saja

retention ratios dari perusahaan bersifat tetap.

Gordon menemukan bahwa dividen memiliki pengaruh lebih besar pada

harga saham daripada laba ditahan. Selain itu, ia berpendapat bahwa tingkat

pengembalian yang diminta pada suatu saham meningkat dengan bagian laba

ditahan karena ketidakpastian yang terkait dengan laba masa depan. Demikian pula,

Gordon (1963) berpendapat bahwa pembayaran dividen yang lebih tinggi

mengurangi biaya ekuitas atau tingkat pengembalian yang diminta atas ekuitas.

Menggunakan data Inggris untuk periode antara 1949 dan 1957, Fisher (1961)

mencapai temuan serupa bahwa dividen memiliki dampak yang lebih besar pada

harga saham daripada laba ditahan.

5. 5. Teori Residual Dividend

Dividen residual adalah kebijakan dividen yang digunakan oleh

manajemen perusahaan untuk mendanai pengeluaran barang modal dengan

pendapatan yang ada sebelum membayar dividen kepada pemegang saham, dan

kebijakan ini menciptakan lebih banyak ketidakstabilan jumlah uang dari dividen

yang dibayarkan kepada investor setiap tahunnya. Prioritas pertama adalah

menggunakan laba ke arus kas pengeluaran barang, dan dividen dibayarkan dengan

sisa pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan.

Secara teori, para value-maximizing manager (manajer yang lebih

berorientasi pada uapaya meningkatkan nilai perusahaan) akan mengiventasikan

hanya sebatas pada positive net present value. Ketika para manejer tidak lagi

mampu mengambil peluang investasi, maka perusahaan akan membayar residu

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

aliran kas sebagai dividen. Suatu saat, perusahaan bisa saja mengalami keterbatasan

modal dan memiliki peluang investasi yang lebih besar dari pada aliran kas yang

dimiliki. Dalam kasus ini dividen akan menjadi nol. Dengan demikian teori residual

dividend dapat dipahami sebagai kegagalan membayar dividen, namun perusahaan

dapat membayar dividen spesial dalam kondisi tertentu yang memungkinkan.

Kondisi tersebut antara lain: kecilnya peluang investasi dibandingkan dengan aliran

kas dan tidak ada rencana dari perusahaan untuk membayar utang atau saham.

Preinreich (1932) dan Sage (1937) diduga orang pertama yang memaparkan

suatu deskripsi tentang residual dividend policy dalam literatur akademik.

Preinreich (hal. 284) mencatat bahwa umumnya bisa dikatakan bahwa dari sudut

pandang pemegang saham kebijakan dividen korporasi yang ideal yakni

mendistribusikan seluruh keuntungan secara reguler. Cara pendistribusian yang

paling tepat adalah dengan membayar dividen dalam bentuk kas tanpa ada upaya

untuk menginvestasikan kembali keuntungan tersebut atau yang kita kenal dengan

istilah plowing back.

Dengan meneropong residual dividend policy kita akan mengetahui

keterkaitan antara investasi, financing dan kebijakan dividen. Kebijakan dividen ini

menentukan dividen size setelah perusahaan melakukan investasi baru atas aliran

kas yang ada. Kebijakan dividen residual diterapkan oleh perusahaan yang

membutuhkan dana untuk proyek baru dengan menggunakan ekuitas yang tersedia.

Residu atau sisa dari ekuitas yang digunakan untuk pembiayaan proyek baru

tersebut digunakan untuk pembayaran dividen kepada para pemegang saham.

Dengan demikian perusahaan yang menerapkan residual dividend policy hendaknya

menjaga keseimbangan debt to equity ratio. Kegunaan utama dari kebijakan dividen

residual adalah mengurangi penerbitan saham baru dan biaya flotasi. Sehingga

perusahaan tidak memiliki target klien tertentu. Kebijakan dividen residual

menyebabkan dividend payout perusahaan bersifat fluktuatif. Ketika total nilai

investasi produktif melebihi total nilai laba ditahan dan utang, perusahaan akan lebih

memilih untuk membiayai kegiatan produktivitasnya dan menunda pembayaran

dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

5. 5. 1. Beberapa Alasan dasar

Beberapa investor menginginkan dividen yang stabil. Jika dividend

clienteles ada diantara pemegang saham, sekelompok pemegang saham bisa jadi

menghendaki dividen yang tinggi, dividen yang stabil, sedangkan pemegang saham

yang lain lebih memilih bahwa seluruh keuntungan menjadi capital gains.

Preferensi pemegang saham yang berbeda ini dapat timbul sebagai akibat dari

beberapa alasan dasar seperti: keberagaman objek dan keterbatasan portofolio,

termasuk kebutuhan waktu aliran kas, persyaratan regulasi dan fidusia, dan situasi

pajak dari pemegang saham. Misalnya di Amerika Serikat, para pensiun tertentu,

berdasar pada Employee Retirement Income Security Act, dilarang berinvestasi

dengan dividend paying stock. Dalam kasus ini, pembayaran dividen merupakan

keharusan ketimbang hanya sebagai suatu preferensi.

Suatu kebijakan dividen residual bisa jadi menghasilkan signal bahwa

pemegang saham memiliki interpretasi yang tidak konvensional. Para investor

dalam suatu perusahaan yang mengikuti kebijakan residual cenderung menganggap

perubahan dividen sebagai sinyal adanya peluang investasi dari perusahaan.

Misalnya mereka bisa menginterpretasikan peningkatan dividen sebagai indikasi

kekurangan peluang usaha, atau kita sebut sebagai sinyal negatif.

5. 5. 2. Beberapa persoalan dasar

Ukuran dividen tunai minimum adalah nol, sementara arus kas bebas

perusahaan menentukan ukuran dividen maksimum dalam jangka panjang. Menurut

Smith dan Warner (1979), perusahaan yang bertumbuh dengan leverage sering

menghadapi kendala pembayaran dividen karena perjanjian utang apalagi dalam

jangka pendek. Bradley dan Roberts (2004) melaporkan bahwa 85 persen dari

masalah hutang swasta yang mereka periksa memiliki pembatasan dividen. Batasan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tersebut biasanya berupa pembatasan pembayaran dividen tunai tidak lebih dari laba

bersih kumulatif perusahaan ditambah hasil dari saham ekuitas yang diterbitkan,

dikurangi dividen kumulatif yang dibayarkan. Sebuah pertanyaan untuk perusahaan

pembayaran dividen adalah jumlah dividen yang tepat. Smith dan Warner

memprediksi bahwa pembatasan kebijakan dividen menciptakan lebih sedikit

insentif bagi perusahaan untuk kurang berinvestasi dalam proyek yang

menguntungkan dan menciptakan manfaat yang lebih besar bagi perusahaan dengan

jatuh tempo utang yang lebih lama. Myers (1977) mendeskripsikan penyebab

masalah underinvestment.

Berdasar pada teori agensi sebagaimana diformalkan oleh Jensen dan

Meckling (1976), Jensen (1986) menawarkan pembenaran yang kuat untuk

mengikuti kebijakan dividen residual. Dia mencatat bahwa ketika para manajer

gagal untuk membayar uang tunai setelah membuat semua investasi yang

menguntungkan, mereka cenderung menggunakan sumber daya tersebut dengan

cara yang merusak kekayaan pemegang saham. Penggunaan suboptimal ini

termasuk berinvestasi dalam proyek Net Present Value negatif dan mengkonsumsi

penghasilan tambahan yang berlebihan. Mengikuti resep Jensen secara ekstremnya,

perusahaan harus membayar semua sisa arus kas, menghilangkan sumber utama

godaan dari para manajer untuk berinvestasi berlebih dan mengkonsumsi

penghasilan tambahan yang berlebihan dan menghindari kerusakan nilai yang

diakibatkannya.

Easterbrook (1984) menyatakan bahwa membayar dividen seringkali

menciptakan kondisi yang memerlukan pembiayaan eksternal. Pembiayaan

eksternal membawa pemantauan terampil oleh pelaku pasar seperti penjamin emisi,

lembaga pemeringkat, dan pemegang keamanan itu sendiri. Analisis Easterbrook

menganggap dividen sebagai penggerak sebagian strategi akuisisi modal

perusahaan daripada kebutuhan pembiayaan yang mendorong keputusan dividen.

Sesuai dengan kerangka kerjanya, perusahaan yang memaksimalkan nilai akan

mengikuti kebijakan dividen sisa yang dimodifikasi di mana perusahaan secara

konsisten membayar arus kas melebihi dari sisa investasi, yang memerlukan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pembiayaan eksternal. Easterbrook menunjukkan bahwa pembelian kembali saham

dapat melayani tujuan yang sama seperti dividen dalam mengurangi biaya agensi.

Demikian pula, Jensen (1986) mencatat bahwa masalah utang dapat

melayani tujuan yang sama seperti dividen, mengambil arus kas keluar dari tangan

manajer dan mengurangi masalah keagenan. Dengan berjanji untuk membayar arus

kas masa depan untuk pemegang keamanan, meskipun untuk pemegang obligasi

daripada pemegang saham, manajer menghindari pemborosan arus kas perusahaan

pada proyek-proyek seperti pengambil alihan yang salah, dalam mendukung

argumennya, Jensen mengutip studi empiris yang seragam melaporkan rata-rata

positif reaksi harga saham untuk meningkatkan aksi korporasi.

Sebuah argumen kontra terhadap utang publik adalah bahwa perusahaan

cenderung untuk mengungkapkan kepada berbagai pihak beberapa informasi hak

miliknya dalam proses penerbitan. Dengan demikian, dengan mempertahankan

lebih banyak dana yang dihasilkan secara internal daripada yang diperlukan untuk

investasi saat ini, perusahaan membantu memastikan bahwa rahasia persaingannya

tetap aman.Lingkungan korporasi pemegang kas berkaitan dengan pertanyaan

apakah kebijakan dividen residual dibutuhkan atau diinginkan. Blanchard, Lopez-

de Silanes, dan Shleifer (1994) menemukan bukti yang mendukung keutamaan

kepentingan manejer dalam penggunaan kas.

Penelitian terbaru dari Foley, Hartzell, Titman, dan Twite (2007)

menghubungkan saldo kas yang tinggi dengan penerapan pajak yang berat bagi

perusahaan-perusahaan multinasional ketika akan membawa kas kembali ke

negaranya masing-masing. Terlepas dari kasus-kasus khusus, para ahli ekonomi

finansial sering melihat kepemilikan kas yang tinggi dengan dengan pengawasan

yang ketat bahwa para manejer bisa menggunakan dana kurang optimal.

5. 5. 3. Perencanaan Kebijakan Dividen Residual

Sebelum menerapkan kebijakan residual perusahaan perlu membuat

perencanan dengan beberapa langkah praktis sebagai berikut:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Mengajukan laporan keuangan perusahaan. Langkah pertama dalam

menghitung kebijakan dividen sisa perusahaan adalah mendapatkan

akses ke laporan keuangannya. Semua perusahaan yang terdaftar secara

terbuka harus mendaftar laporan tahunan dan triwulanan dengan

Securities and Exchange Commission. Laporan-laporan ini tersedia

secara gratis di Database EDGAR Informasi Keuangan Perusahaan

Online. Jika perusahaan itu bersifat pribadi, hubungi perusahaan untuk

meminta catatan keuangannya.

Catat laba bersih perusahaan dan dividen yang dibayarkan kepada

pemegang saham. Lanjutkan ke laporan laba rugi perusahaan dan cari

laba bersih, atau laba bersih. Angka ini mencerminkan laba perusahaan

setelah semua biaya ditanggung, te

rmasuk bunga dan pajak. Jika perusahaan membayar dividen, biasanya

muncul di bawah garis laba bersih sebagai dividen yang dibayarkan

kepada pemegang saham.

Hitung rasio retensi perusahaan. Rasio retensi, atau rasio plowback,

menggambarkan proporsi laba yang dipertahankan relatif terhadap laba

yang dibayarkan dalam bentuk dividen. Misalnya, perusahaan yang

menghasilkan $ 1.000 dari laba bersih dan membayar dividen $ 200

dalam satu tahun memiliki rasio retensi 80 persen. Statistik ini adalah

ukuran dari kebijakan dividen sisa perusahaan.

Ulangi proses yang sama untuk sebanyak periode sejarah yang

diinginkan. Sebuah perusahaan dapat memilih untuk memiliki dividen

yang stabil, yang tumbuh atau yang ditentukan secara semena-mena.

Untuk memahami kebijakan dividen sisa perusahaan, hitung rasio

retensi selama lebih dari satu periode historis dan perhatikan setiap

variasi.

Beberapa pertimbangan sebelum merencanakan kebijakan dividen

residual adalah:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

1. Suatu perusahaan menentukan optimal capital budget.

2. Menggunakan laba ditahan untuk membiayai capital budget yang optimal,

kemudian membayar sisa keuntungan kepada para pemegang saham dalam

bentuk dividen. Karena jumlah laba yang dapat didistribusikan tidak

diketahui di masa mendatang dan fungsi determinan capital budget, dividen

yang dibayarkan menjadi fluktuatif.

3. Bagaimanapun juga perusahaan akan mampu menggunakan dana yang

dihasilkan secara internal untuk perluasan usahan yang lebih besar pada saat

memutuskan bagaimana membiayai capital budget.yang optimal.

4. Bagaimanapun tidak benar, bahwa redisual dividend policy akan

mengurangi cost of capital dari perusahaan.

5. Para Investor tidak menyukai dividend yang tidak dapat diprediksi dan akan

memberi penalti perusahaan dalam bentuk keuntungan atas modal yang

lebih tinggi sebagai ganti ketidakpastian berkaitan dengan pembayaran

dividen.

5. 5. 4. Analisis Makro Perilaku Dividen

Fama dan French (2001) menunjukkan bahwa insiden pembayaran

dividen oleh perusahaan AS telah menurun tajam antara tahun 1970-an dan 1990-

an. Mereka juga mencatat bahwa populasi perusahaan telah berubah dalam

mendukung perusahaan-perusahaan yang tumbuh lebih kecil, kurang

menguntungkan, dan pertumbuhannya lebih tinggi yang tidak membayar dividen.

Perubahan global perusahaan ini secara sebagian menjelaskan penurunan kejadian

inisiasi yang terbagi dan rasio pembayaran agregat. Perekonomian global

menyajikan banyak peluang investasi yang beragam untuk perusahaan, yang

berpendapat mendukung retensi laba agresif. Fama dan French menemukan rasio

pembayaran yang menurun untuk pembayaran dividen yang sudah ada sebelumnya,

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tetapi ini tidak dapat sepenuhnya dikaitkan dengan peluang pertumbuhan. Terlepas

dari karakteristik perusahaan - ukuran, tren pendapatan, riwayat dividen

sebelumnya, dan peluang pertumbuhan - kecenderungan perusahaan untuk

membayar dividen telah menurun secara substansial sejak tahun 1970-an.

Arnott dan Asness (2003) menunjukkan bahwa pada tingkat makro, pertumbuhan

pendapatan berikutnya cenderung berhubungan positif dengan rasio pembayaran

dividen saat ini. Tidak seperti kebanyakan penelitian yang dirancang untuk

menguji teori residu, analisis mereka untuk periode 1871-2001 mengaitkan

kebijakan pembayaran dividen dengan pendapatan yang tertinggal. Mereka

menemukan bahwa rasio pembayaran dividen menjelaskan lebih dari 24% dari

variabilitas pertumbuhan laba lima tahun sejak 1871 dan lebih dari 53% sejak 1946.

Menurut situs Shiller (2008), sejak 1946, rasio pembayaran telah melebihi

70% pada tahun 1946 dan 1992, dan mereka telah di bawah 35% pada tahun 1974,

1979, dan untuk sebagian besar tahun 1995-2001. Meskipun alasan yang tepat untuk

pertumbuhan pembayaran positif tetap tidak jelas, Arnott dan Asness

menyimpulkan bahwa retensi agresif dan reinvestasi penghasilan saat ini tidak

menghasilkan pertumbuhan laba masa depan yang tinggi. Sebagai pemeriksaan

ketahanan, mereka membagi periode sampel ke pra-1980 dan 1980-maju dan

mengenali 1980 sebagai awal dari era pembelian kembali intensif. Hasilnya

menunjukkan bahwa pembelian kembali saham (share repurcahe) belum mengubah

hubungan mendasar antara pembayaran dan pertumbuhan.

Meskipun sebagian besar perusahaan tidak mengikuti kebijakan

pembayaran yang menyerupai kebijakan sisa, bukti menunjukkan bahwa pasar

bereaksi terhadap deklarasi dividen dalam konteks set peluang investasi

perusahaan. Lang dan Litzenberger (1989) memberikan beberapa bukti yang paling

meyakinkan. Mereka memeriksa reaksi pasar saham terhadap perubahan dividen

perusahaan untuk sampel perusahaan dengan rasio Tobin’s q di atas dan di bawah

1.0. Rasio q di atas 1,0 mencerminkan penilaian pasar bahwa aset perusahaan di

tempat memiliki Net Present Value positif. Rasio Tobin’s q di bawah 1.0

menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan kelebihan investasi dalam aset

yang tidak menguntungkan. Untuk perusahaan dalam sampel Lang dan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Litzenberger, reaksi pasar terhadap deklarasi dividen lebih tinggi untuk perusahaan

yang memiliki rasio q-Tobin di bawah 1.0 dibandingkan dengan rasio Tobin’s Q di

atas 1.0. Ini menunjukkan bahwa pasar secara khusus menyambut pembayaran tunai

oleh perusahaan yang tidak memiliki peluang investasi yang menarik. Selain itu,

Lang dan Litzenberger menafsirkan hasil mereka sebagai bukti terhadap dividen

sebagai mekanisme pemberian sinyal.

Interaksi antara kebijakan investasi dan kebijakan dividen meluas ke

pemotongan dividen juga, tetapi catatan empiris jauh kurang kaya. Pasar saham

umumnya menafsirkan pemotongan dividen sebagai berita buruk. Woolridge dan

Ghosh (1985) memeriksa sampel kecil dari perusahaan yang memotong dividen

karena alasan peningkatan investasi dalam proyek yang menguntungkan. Sementara

Woolridge dan Ghosh mengkonfirmasi bahwa reaksi pasar negatif untuk sampel

mereka juga, mereka menunjukkan bahwa nilai perusahaan di pasar saham sebagian

besar dipulihkan jika mengikuti melalui rencana yang dinyatakan untuk

meningkatkan investasi. Lonie, Abeyratna, Power and Sinclair (1996) memperoleh

hasil serupa untuk pasar Inggris.

Denis, Denis dan Sarin (1994) meneliti perubahan dividen antara 1962

dan 1988. Berbeda dengan prediksi hipotesis overinvestment, mereka menemukan

bahwa perusahaan-perusahaan yang meningkatkan dividen (menurun) yang

memiliki rasio Tobin’s Q kurang dari 1,0 justru meningkatkan (penurunan) mereka

belanja modal berikutnya. Meskipun mereka tidak mencapai kesimpulan pasti

tentang penggunaan dividen khusus untuk mengatasi masalah keagenan, Denis et

al. (hal. 586) menyatakan bahwa hasil mereka adalah "konsisten dengan argumen

yang dibuat oleh Jensen (1986) dan yang lain bahwa pembayaran dividen reguler

cenderung menjadi pengganti yang lemah untuk pembayaran utang dalam

mengendalikan masalah arus kas bebas." Sebagaimana dicatat kemudian, Fama dan

France (2002) mencapai kesimpulan yang sebanding tentang substitusi dividen dan

pinjaman jangka pendek.

Dalam analisis yang sama, Yoon dan Starks (1995) menemukan hubungan

positif antara besarnya perubahan dividen dan investasi modal berikutnya selama

periode 1969-1988. Hasil mereka berlaku untuk perusahaan-perusahaan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tinggi dan rendah Tobin. Bukti ini bertentangan dengan prediksi Lang dan

Litzenberger (1989) bahwa dividen meningkatkan kecenderungan manajer sinyal

untuk mengurangi investasi yang mungkin nilainya menurun. Berdasar pada Lang

dan Litzenberger tentang free-cash-flow / overinvestment framework, penurunan

investasi modal harus mengikuti kenaikan dividen.

Temuan penelitian lain tentang hubungan antara dividen dan investasi

menunjukkan bahwa masalah tetap tidak terpecahkan. Misalnya, Elston (1996)

menawarkan bukti bahwa hubungan antara dividen dan kebijakan investasi relatif

lemah untuk perusahaan-perusahaan AS besar dari 1975 hingga 1988. Slater dan

Zwirlein (1996), sebaliknya, menunjukkan hubungan negatif antara pembayaran

dividen dan investasi untuk S & P 400 perusahaan antara 1986 dan 1989. Dengan

kebijakan residual, dividen pada dasarnya adalah figur "plug" dalam menetapkan

arus kas bebas sama dengan nol. Jika kebijakan residual umum, pembayaran

dividen akan berubah ketika aktivitas investasi berubah. Fama dan French (2002)

menunjukkan bahwa dividen umumnya tidak berubah sebagai respons terhadap

perubahan dalam peluang investasi jangka pendek perusahaan. Sebaliknya,

perusahaan mempertahankan dividen mereka relatif stabil dan menyesuaikan

kebutuhan arus kas menggunakan pinjaman jangka pendek. Fama dan French

menyimpulkan (hal. 30):

“Pengujian kami menghasilkan cerita yang jelas tentang keputusan pembiayaan

jangka pendek sebagai respons terhadap pendapatan dan investasi. Untuk pembayar

dividen, itu adalah cerita pecking order. Model pecking order menyatakan bahwa

dividen bersifat , meninggalkan variasi dalam pendapatan dan investasi untuk

diserap sebagian besar oleh utang. Regresi dividen mengatakan bahwa kebijakan

dividen jangka panjang sesuai dengan model Lintner, dan ada sedikit bukti bahwa

dividen bervariasi untuk mengakomodasi variasi jangka pendek dalam investasi. ”

Terlepas dari kesimpulan Fama dan French (2002) bahwa utang daripada

uang tunai adalah rekening sisa yang sebenarnya untuk perusahaan pada umumnya,

beberapa peneliti telah mengamati kebijakan dividen sisa-jenis untuk subset

perusahaan. Menggunakan regresi pada faktor-faktor yang diekstraksi dari analisis

faktor, Alli, Khan dan Ramirez (1993) menemukan bukti konsisten dengan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

hubungan negatif antara pengeluaran modal perusahaan dan dividen. Mereka

menafsirkan temuan ini sebagai dukungan untuk kebijakan residual. Aivazian,

Booth and Cleary (2006) menemukan hubungan yang kuat antara sifat kebijakan

dividen perusahaan AS dari 1985 hingga 1999 dan apakah perusahaan-perusahaan

ini memiliki peringkat obligasi. Mereka berpendapat bahwa perusahaan yang

mengakses pasar utang publik cenderung perusahaan besar, menguntungkan

dengan tingkat aset berwujud yang tinggi. Perusahaan seperti itu umumnya

melibatkan lembaga pemeringkat untuk memberikan peringkat obligasi. Ini juga

merupakan karakteristik umum dari perusahaan yang membayar dividen. Aivazian

dkk. menunjukkan bahwa perusahaan dengan peringkat obligasi cenderung

memperlancar dividen mereka, seperti yang diamati Lintner (1956) dalam sampel

perusahaan-perusahaan besar.

Ketika memutuskan berapa banyak uang tunai untuk dibagikan kepada

pemegang saham, manajer keuangan harus ingat bahwa tujuan perusahaan adalah

untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Dengan demikian, rasio pembayaran

target harus didasarkan pada preferensi investor untuk dividen tunai atau capital

gain. Jika perusahaan meningkatkan rasio pembayaran, dividen akan meningkat,

sehingga harga saham yang lebih tinggi hal lain dianggap sama. Namun, jika

perusahaan meningkatkan dividen, akan ada lebih sedikit uang yang tersedia untuk

reinvestasi. Oleh karena itu, ketika menetapkan kebijakan dividen optimal, manajer

keuangan harus menyeimbangkan antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa

depan sehingga dapat memaksimalkan harga saham perusahaan.

5. 6. Teori firm life cycle

5. 6. 1. Pertumbuhan, Peluang Investasi dan Dividen

The firm life cycle theory of dividends didasarkan pada gagasan bahwa

ketika suatu perusahaan menjadi dewasa, kemampuan untuk menghasilkan kas

mengambil alih kemampuannya untuk menemukan peluang investasi yang

menguntungkan (profitable). Bahkan, pilihan optimal bagi perusahaan untuk

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

mendistribusikan aliran kas bebasnya kepada para pemegang saham dalam bentuk

dividen.

Menurut the firm life cycle Theory of dividends, perusahaan yang masih

muda bisa saja menemukan banyak peluang investasi namun tidak memadai untuk

mengatasi kebutuhan finansialnya dengan kas yang dihasilkannya sendiri. Lagi pula

perusahaan tersebut berhadapan dengan tantangan untuk meningkatkan modal dari

sumber eksternal. Akibatnya perusahaan akan menyimpan kas yang dihasilkan

dengan menangguhkan pembayaran dividen kepada para pemegang saham. Dengan

berjalannya waktu, seiring masa pertunbuhan, perusahaan mencapai tahap dewasa

dalam lingkaran kehidupannya. Pada tahapan ini sejumlah peluang investasi

dikurangi, pertumbuhan dan kemampulabaannya menjadi datar, resiko

sistematiknya menurun dan perusahaan menghasilkan kas secara internal

dibandingkan melakukan investasi baru. Tentu saja, perusahaan mulai membayar

dividen untuk mendistribusikan labanya kepada para pemegang saham. Dengan

demikian ada kesesuaian antara kepentingan manejer dan pemegang saham.

Manejer dapat melakukan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang

saham dan juga meningkatkan nilai perusahaan.

The firm life cycle theory of dividends memprediksikan bahwa suatu

perusahaan akan mulai membayar dividends ketika pertumbuhan rate-nya dan

kemampulabaannya (profitabilitas) diperkirakan menurun di masa depan. Hal ini

berbeda dengan signaling theory of dividends, yang memprediksikan bahwa suatu

perusahaan akan membayar dividen untuk memberikan sinyal kepada pasar bahwa

prospek pertumbuhan dan kemampulabaanya semakin meningkat (bahwa inisiasi

dan peningkatan dividen membawa berita yang baik).

Bukti empiris mengenai inisiasi dan perubahan dividen secara umum

mendukung the life cycle Theory of dividends namun bertentangan dengan signaling

theory. Benartzi, Michaely dan Thaler (1997) menemukan bahwa peningkatan

dividen tidak diikuti dengan suatu peningkatan dalam earnings growth rate,

sedangkan pengurangan dividen diasosiasikan dengan peningkatan growth rate.

Grullon, Michaely dan Swaminathan (2002) melaporkan bahwa

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

kemampulabaan perusahaan menurun setelah suatu peningkatan dividen dan naik

setelah suatu dividen menurun.

Bulan, Subramaniam dan Tanlu (2007) mendokumentasikan bahwa banyak

perusahaan mulai membayar dividen setelah mencapai kedewasaan dalam life

cyclesnya. Inisiators merupakan perusahaan-perusahaan yang telah bertumbuh

lebih besar, lebih memiliki kemampulabaan, memiliki simpanan kas yang lebih

banyak dan memiliki peluang pertumbuhan yang lebih sedikit dibandingkan dengan

noninisiator pada tahapan yang sama dalam life cyclenya. Mereka juga menemukan

bahwa tidak ada peningkatan signifikan dalam profitabilitas atau pertumbuhan

terjadi di sekitar inisiasi. DeAngelo, DeAngelo, dan Stulz (2006) menyajikan bukti

dengan probabilitas bahwa suatu perusahaan membayar dividen secara signifikan

terkait dengan campuran modal yang diperoleh (internal) dan modal yang

dikontribusikan dalam struktur modalnya (eksternal). Perusahaan dengan proporsi

yang lebih besar pada earned capital cenderung menjadi pembayar dividen. Bukti

mengenai perubahan risiko sistematik seputar perubahan dividen bersifat ambigu.

Sedangkan Grullon dkk. (2002) memberikan bukti bahwa perusahaan yang

meningkatkan dividen mengalami penurunan risiko sistematik, Bulan et al. (2007)

menemukan bahwa risiko sistematik tidak mengalami penurunan setelah inisiasi

dividen.

5. 6. 2 Nilai Perusahaan : Profitabilitas atau Dividen

Mueller (1972) mengajukan teori formal bahwa suatu perusahaan secara

relatif memiliki batasan siklus hidup, yang mendasari teori firm life cycle of

dividend. Fokus utamanya adalah pada masalah agensi di dalam perusahaan, yaitu

pertanyaannya apakah manajer sebuah perusahaan memaksimalkan nilai pemegang

saham atau mengejar pertumbuhan untuk kepentingan perusahaan sendiri dan

terlalu banyak berinvestasi dalam aset yang bertentangan dengan kepentingan

pemegang saham. Namun, Mueler secara gamblang mengakui implikasi analisis

terhadap kebijakan dividen dan membahas bukti empiris tentang preferensi

pemegang saham atas dividen. Dengan demikian, mempelajari teori siklus hidup

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

perusahaan seperti yang diusulkan oleh Mueller, dapat memberikan insight baru

untuk memahami kebijakan dividen.

Bercermin pada karya Knight (1921) dan Schumpeter (1934), Mueller

(1972) berpendapat bahwa suatu perusahaan berawal dari usaha untuk

mengeksploitasi inovasi yang meliputi produk, proses, marketing atau teknik

organisasional. Pada tahap awal, perusahaan menginvestasikan semua sumber yang

tersedia untuk mengembangkan inovasi dan peningkatan profitabilitasnya.

Nampaknya pertumbuhan perusahaan cenderung lambat sampai kemudian berhasil

“mengunjuk gigi” dan menjejakkan kakinya di pasar. Setelah itu, perusahaan akan

tumbuh dengan cepat, karena memasuki pasar baru dan memperluas jaringan pelan

gannya.sebelum timbulnya kompetisi yang lebih besar.

Ada tidaknya agency problem tidak signifikan pada tahap awal ini karena

tiga alasan. Pertama, perusahaan menghadapi begitu banyak peluang bagi investasi

yang menguntungkan sehingga upaya peningkatan pertumbuhan sejalan dengan

upaya meraup keuntungan. Kedua, pada saat tidak dapat memenuhi semua

kebutuhan pembiayaannya melalui penghasilan kas internal, perusahaan terpaksa

memanfaatkan pasar modal eksternal dan oleh karena itu tunduk pada pantauan dan

aturan main pasar. Ketiga, pengusaha atau manajer masih mempertahankan bagian

yang cukup tinggi dari saham perusahaan bagi kepentingannya yang masih selaras

dengan pemasok modal lainnya.

Lambat laun, pesaing mulai memasuki pasar, mengadopsi dan

meningkatkan level inovasi perusahaan perintis. Seiring pasar yang ada menjadi

jenuh dan Pasar baru sulit ditemukan, pertumbuhan perusahaan mulai melambat.

Untuk mempertahankan pertumbuhan dan kemampulabaannya, perusahaan perlu

menghasilkan inovasi. Namun, seperti perusahaan tumbuh sebagai sebuah

organisasi, kemampuannya untuk memproses informasi memburuk, dan insentif

pengambilan risiko dari rata-rata manajer berkurang. Faktor-faktor ini terjadi batas

kemampuan perusahaan besar untuk tumbuh melalui inovasi. Akibatnya,

perusahaan akhirnya mencapai titik di mana ia tidak memiliki peluang investasi

yang menguntungkan untuk uang tunai yang dihasilkan dari operasi yang ada.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Pada tahap dewasa ini, perusahaan yang memaksimalkan nilai pemegang

saham akan mulai membagikan pendapatannya kepada perusahaannya pemegang

saham. Akhirnya, ketika semua operasi yang ada dari perusahaan berada di Karena

tidak menguntungkan, perusahaan yang memaksimalkan nilai akan melikuidasi

semua aset dan mendistribusikan hasilnya kepada pemegang sahamnya. Namun,

saat para manajer sebuah perusahaan tidak mengejar maksimisasi nilai yang ketat

namun agak tertarik untuk berkembang ukuran perusahaan untuk menuai

keuntungan dan ganjaran lainnya, distribusi pendapatan kepada pemegang saham

akan menyimpang dari kebijakan optimal.

Singkatnya, di bawah teori siklus hidup yang diajukan oleh Mueller

(1972), yang khas perusahaan akan menampilkan pola pertumbuhan berbentuk S,

dengan periode pertumbuhan yang lambat pada saat start up menuju periode

pertumbuhan yang cepat dan akhirnya hingga jatuh tempo dan stagnasi atau

pertumbuhan lambat. Bagian selanjutnya membahas kebijakan dividen perusahaan

dalam kerangka ini.

Mueller (1972) juga menelusuri implikasi dari teori siklus hidup

perusahaan kebijakan dividen Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kebijakan

dividen yang optimal pada valuemaximizing Perusahaan dalam kerangka kerjanya

adalah mempertahankan semua pendapatan dalam fase pertumbuhan yang cepat

dan untuk membayar 100 persen dari pendapatan pada saat jatuh tempo.

Menggunakan diskon statis Model arus kas penilaian ekuitas memberikan satu

sarana untuk memahami hal ini kebijakan dividen yang optimal.

Pertimbangkan model pertumbuhan konstan yang sangat sederhana dari

jenis perusahaan yang ditemukan banyak buku teks penilaian, seperti buku Bodie,

Kane, dan Marcus (2005). Perusahaan tidak terbatas dan ekuitas sepenuhnya

dibiayai. Jumlah saham beredar dinormalisasi menjadi satu untuk memudahkan

eksposisi. Kembalinya perusahaan atas aset ada sama dengan return on equity

(ROE). Dalam setiap periode, perusahaan memiliki akses ke satu set Peluang

investasi baru dengan return yang diharapkan sama dengan ROE. Untuk fokus pada

keputusan pembayaran, kami abstrak dari masalah pembiayaan eksternal dengan

mengasumsikan bahwa perusahaan tidak mengakses modal eksternal.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Intuisi untuk kebijakan optimal ini sama persis dengan yang

digarisbawahi Argumen Mueller (1972) bahwa perusahaan yang memaksimalkan

nilai harus mempertahankan angka nol payout ratio pada tahap awal dan

meningkatkan payout menjadi 100 persen pada saat jatuh tempo. Intinya, ketika

investasi perusahaan menjanjikan tingkat pengembalian (ROE) lebih tinggi dari

biaya modal perusahaan (k), perusahaan harus menginvestasikan kembali semua

modalnya penghasilan dalam aset baru. Hal ini mungkin benar bagi perusahaan

“muda” yang sedang dalam proses memperluas pasar untuk inovasi mereka. Tapi

saat di harapkan kembali Investasi perusahaan kurang dari biaya modal perusahaan

(k), kebijakan optimal untuk perusahaan adalah untuk membayar semua pendapatan

kepada pemegang saham. Ini mungkin benar untuk perusahaan yang telah

memanfaatkan semua peluang menguntungkan untuk inovasi mereka dan mencapai

kematangan dalam siklus hidup mereka.

Model perusahaan yang dideskripsikan, meski statis dan sangat

disederhanakan, berguna dalam memahami perbedaan kebijakan dividen antara

perusahaan “muda” dan perusahaan “dewasa”. Bila dikombinasikan dengan

deskripsi faktor pendorong perubahan dalam rangkaian kesempatan investasi (ROE

atau laba atas investasi marjinal), dan biaya modal perusahaan pada saat jatuh

tempo, model akan memberikan kehidupan yang lengkap siklus berbasis penjelasan

dividen.

5. 7. Teori Signaling

Dasar dari signaling theory adalah informasi asimetris antara manejer

sebagai insider dan pelaku pasar sebagai outsider, antara well-informed maneger

dan poor-informed stockholder. Informasi yang terkait dengan kebijakan

perusahaan merupakan hasil dari keputusan yang dibuat oleh para manejer sebagai

aktor utama aktivitas bisnis perusahaan. Manejer sebagai insider memiliki akses

pada informasi yang tidak selaras dengan informasi yang dimiliki oleh pelaku pasar

berkaitan dengan kinerja, prospek dan profitabilitas atau kemampulabaan

perusahaan.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Dengan demikian keputusan finansial dapat dipandang sebagai alat pemberi

sinyal agar para manejer dapat mengkomunikasikan informasi, yang mengurangi

asimetris yang ada. Kinerja, prospek dan profitabilitas perusahaan di masa depan

perlu di sampaikan kepada khalayak pasar sehingga semua partisipan seperti,

manejer, bankir dan investor memiliki kesamaan informasi. Peluang adanya

informasi yang asimetris ini mendorong para manejer untuk merancang suatu

mekanisme komunikasi melalui kebijakan dividen. Dengan informasi yang simetris

melalui kebijakan dividen diharapkan respon pasar terhadap kinerja, prospek dan

profitabilitas perusahaan menjadi positif.

Dividen bisa menjadi parameter penilaian pasar terhadap kinerja, prospek

dan profitabilitas perusahaan, karena dviden mengandung informasi tentang aliran

kas sekarang dan mendatang. Dan dibandingkan dengan laba ditahan, dividen lebih

berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Konsekwensinya, pengumuman kenaikan

dividen dipandang sebagai berita baik yang akan mendapat apresiasi pasar dan akan

meningkatkan nilai saham. Sebaliknya penurunan dividen akan menjatuhkan harga

saham. Dengan demikian dividen berisi informasi mengenai laba perusahaan di

masa depan.

Ada banyak riset yang mencoba membuktikan secara empiris mengenai

efek pengumuman dividen terhadap naik turunnya harga saham. Namun tidak bisa

dipungkiri bahwa sinyal yang berasal dividen bersifat interpretatif. Artinya setiap

investor dapat menginterpretasikan sesuai dengan kepentingannya sendiri. Karena

ada determinan lain yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab naik-turunnya

harga saham. Selain itu reaksi pasar terhadap pengumuman dividen tidak sama.

Reaksi yang paling kuat ditujukan pada dividen reguler dibandingkan dengan

dividen ekstra atau dividen special.

Brickley (1983) menemukan bahwa peningkatan dividen reguler membawa

lebih banyak informasi daripada dividen spesial. Ketika bentuk lain pengganti

dividen, stock repurchase mulai menjadi tren di Amerika dan Eropa, beberapa

peneliti seperti Brennan dan Thakor berargumen bahwa uninformed investor lebih

memilih cash dividend. Sedangkan well-informed investor lebih memilih stock

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

repurchase. Ini berarti informasi yang simetris antara manejer dan para investor

memiliki peran penting dalam peningkatan nilai perusahaan. Salah satu informasi

yang penting yaitu berkaitan dengan pajak. Semakin tinggi pajak yang

ditanggungkan pada dividen, mendorong para investor untuk lebih memilih stock

repurchase sebagai upaya untuk menghindari beban pajak.

5. 7. 1. Pemikiran Teoritis

Ulasan mengenai signaling theory tidak bisa lepas dari gagasan teori dividen

yang lain. Secara historis signaling theory erat kaitan dengan beberapa argumen

kritis yang diungkapkan beberapa pemikir besar dalam dunia ekonomi di antaranya

yang memiliki ide yang berkaitan dengan signaling theory yakni : Miller dan

Modigliani, Lintner, Williams, Ross, Bhattacarya. Lintner (1956) berpendapat

bahwa perusahaan cenderung untuk menaikkan dividen jika manajer yakin bahwa

laba akan meningkat secara permanen. Keyakinan dari menejer ini

mengimplikasikan sinyal mengenai kinerja, prospek dan profitabilitas perusahaan.

Kemudian Lintner memperlihatkan bagaimana harga pasar sering bereaksi pada

perubahan dalam dividend rates. Pembahasan ini menguji kebenaran apakah

perubahan pada kebijakan dividen menjadi alat pemberi sinyal.

MM (1961) pun mempertimbangkan kemungkinan dari efek dari teori

signaling ini. Mereka menyatakan bahwa walaupun kebijakan dividen yang

diterapkan oleh perusahaan tidak memiliki efek atas nilai perusahaan, namun

persepsi pasar atas perubahahan dividen berefek pada harga saham. Secara khusus

dalam diskusinya tentang kemungkinan “kandungan informasi yang berasal dari

dividen,” MM menyatakan bahwa.perubahan dividend rate menyediakan peluang

bagi perubahan harga saham dan bukan menjadi penyebab langsung dari penetapan

dividend rate dari perusahaan. Jadi dividen bukan menjadi satu-satunya faktor

penentu kenaikan harga saham tetapi hanyalah cerminan dari peluang pertumbuhan

dan pendapat di masa depan.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Analisis mereka mengusulkan bahwa “irasionalitas sistematik pada

sebagian investasi publik” merupakan suatu alasan yang mungkin bagi kenyataan

bahwa banyak studi sebelumnya melaporkan perusahaan-perusahaan yang

membayar dividen rendah menjual saham dengan harga diskon. Karena

kemungkinan ini, MM (1961) menyimpulkan bahwa irelevansi dividen dapat

bertahan dan pada saat yang sama, signaling theory menemukan suatu tempat yang

nyaman dalam teori finansial. Pasar bisa jadi mengevaluasi kembali nilai saham

berdasar pada perubahan dalam kebijakan pembayaran dividen karena dividen

memberi sinyal akan terjadinya peningkatan arus kas di masa depan. Para peneliti

sering mengungkapkan argumen dari MM ini sebagai dasar bagi pengembangan

signaling argument.

Miller dan Rock (1985) mengembangkan suatu model dengan asumsi

bahwa para manejer perusahaan lebih tahu daripada investor luar mengenai kondisi

arus pendapatan dari perusahaan. Myers (1987) memberi argumen bahwa kebijakan

dividen sebagai sinyal laba di masa depan mendapat tanggapan positif dari para

investor luar.

Ross (1977) merupakan orang pertama yang mengeksploitasi signaling

argument dengan model formal. Gagasan one-period incentive dari Ross membawa

perubahan pada striktur modal. Dengan menggunakan hutang, manejemen memberi

sinyal mengenai kapasitas yang bertambah untuk menutup debt service obligations

melalui aliran kas yang bertambah. Kalay (1980) menunjukkan bahwa model dari

Ross dapat diperluas pada pengumuman yang berkaitan dengan kebijakan dividen,

terlebih pada struktur modal.

Asquith dan Mullins (1983) merupakan orang pertama yang

menginvestigasi efek informasi dalam berbagai studi mengenai inisiasi dan omisi

dividen.

5. 7. 2 Model-Model Teori Signaling

1. Model John dan Williams (JW)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Dalam modelnya secara umum, John dan Williams (1985) menampilkan tiga

Dalam signaling equilibrium, perusahaan yang mengharapkan operating

cash flow atau biasa disingkat dengan OFC (aliran kas yang timbul dari

kegiatan operasional perusahaan yang berkaitan dengan penerimaan,

pengeluaran, pendapatan dan biaya-biaya.) masa depan yang lebih tinggi

akan membayar dividen yang lebih tinggi secara optimal.

Kebijakan dividen yang optimal meliputi dividend smoothing relatif

terhadap OFC masa depan sehingga variabilitas dividen lebih rendah

daripada variabilitas OFC.

Dividen yang optimal lebih tinggi untuk kerugian pajak diividen yang relatif

lebih kecil terhadap capital gain.

Model ini menyediakan penjelasan yang meyakinkan bagi payout policies

(kebijakan pembayaran dividen) murah hati yang dikejar oleh perusahaan, bahkan

ketika cash dividend (dividen tunai) memiliki konsekwensi pajak yang merugikan.

Hal ini menjelaskan mengapa perusahaan membayar dividen tunai bahkan ketika

metode alternatif pendistribusian tunai tersedia, seperti share repurchase yang tidak

memiliki konsekwensi pajak yang merugikan. Model JW juga menjelaskan

mengapa suatu perusahaan dapat menemukan sendiri cara yang optimal untuk

membayar dividen tunai dan meningkatkan pembiayaan ekuitas yang baru atau

membeli kembali saham dalam periode perencanan yang bersamaan.

Argumen bagi pembayaran dividen dan perolehan pembiayaan baru yang

simultan yakni bahwa dividen dibayarkan untuk mengurangi penurun nilai dari

saham lama supaya meningkatkan pembiayaan eksternal yang baru. Ketika kas

yang berasal dari kegiatan operasional telah tercapai sesuai kebutuhan investasi

perusahaan-dan memenuhi sebagian kebutuhan liquiditas yang dihadapi oleh

pemegang saham saat ini-perusahaan tersebut dapat membeli kembali saham dan

membayarkan dividen tunai dalam periode perancanaan yang sama.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

2. Model Bhattacarya

Bhattacarya (1979) mengembangkan suatu model yang mana para manejer

memberi sinyal kualitas dari suatu proyek investasi dengan berkomitmen pada

kebijakan dividen. Kualitas proyek, yang diukur sebagai profitabilitas yang

diharapkan dari suatu proyek, adalah informasi pribadi yang hanya diketahui oleh

manejer. Suatu asumsi krusial dari model ini ialah bahwa jika hasil dari proyek tidak

mencukupi untuk menutupi dividen yang harus dibayarkan, perusahaan akan

memanfaatkan pembiayaan dari luar untuk menutupi kekurangan tersebut.

Bagaimanapun juga, pembiayaan dari luar mensertakan biaya transaksi.

Suatu perusahaan dengan kualitas proyek yang tinggi akan memiliki biaya transaksi

yang diharapkan lebih rendah untuk memenuhi level dividen sesuai dengan yang

telah dijanjikan ketimbang yang akan dilakukan oleh perusahaan dengan kualitas

proyek rendah. Karenanya, itu tidak menguntungkan bagi perusahaan dengan

kualitas proyek yang rendah, meniru kebijakan dividen dari perisahaan dengan

kualitas proyek yang tinggi. Namun model ini menuai banyak kritik. Hal ini

diakibatkan karena Bhattacarya tidak mengklarifikasi apa yang dimaksudkan

dengan perusahaan-perusahaan yang berkomitmen pada level dividen tertentu.

Karena dividen yang diumumkan bukanlah suatu kewajiban yang mengikat. Dalam

situasi tertentu perusahaan dapat membayar dividen dari sisa hasil keuntungan

kepada para pemegang saham. Perusahaan tidak wajib untuk mempertahankan

dividen melalui pembiayaan eksternal jika terjadi kekurangan aliran kas. Menyadari

tidak adanya kewajiban peursahaan tersebut, pasar pun tidak akan menganggap

penting kesesuaian dividen.

3. Model Miller dan Rock

Dalam model Miller dan Rock (1985), para manejer dianggap memiliki

informasi privat menegenai laba yang riil. Dari laba ini perusahaan membiayai

pembayaran dividen dan investasi barunya. Sementara itu baik laba maupun level

investasi yang baru tidak dapat diamati secara langsung oleh para investor. Dalam

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

model M&R, perusahaan yang lebih baik memiliki orientasi investasi yang rendah

dan membayar dividen cukup besar untuk mencapai harga saham yang lebih tinggi.

Model M&R juga menghasilkan prediksi mengenai efek pengumuman perubahan

dividen terhadap harga saham. Namun model ini tidak memberitahu apapun tentang

level dividen tunai yang dibayar perusahaan. Model M&R tidak mampu

memecahkan teka-teki dividen.

5. 8. Teori Catering

Baker dan Wurgler adalah pencetus teori catering. Mereka berasumsi

bahwa keputusan untuk membayar dividen didorong oleh permintaan dari investor.

Dari hasil penelitiannya yang dilakukan pada tahun 2002, mereka menemukan

adanya propensitas penurunan untuk membayar dividen di Amerika Serikat. Setelah

melakukan pengujian dengan beberapa teori kebijakan dividen, hasilnya bahwa

catering incentives dapat menjelaskan dengan baik adanya fluktuasi dalam

propensitas membayar dividen. Sebelumnya, Poterba (1986) dan Hubbard dan

Michaely (1997) menyimpulkan bahwa teori dividen tradisional tidak mampu

menjelaskan fluktuasi dalam pembayaran dividen. Penemuan ini mengimplikasikan

bahwa dividen tunai menjadi salah satu karakteristik penting bagi para investor

sekaligus memperkenalkan adanya kemungkinan dari catering motivation untuk

membayar dividen tunai.

Teori catering berakar pada dua gagasan tentang irelevansi dividen dan

dividen sebagai signal. Terasa bahwa teori ini berupaya “mengendorkan” teori

irelevansi dividen dari MM. Jika asumsi MM didasarkan pada ideal market atau

perfect market, teori catering berdasar pada minat dan kepentingan investor respon

pasar. Manejemen hendaknya membayar dividen jika pasar memberikan nilai plus

(premium) pada perusahaan pembayar dividen (payer).

Model empiris Baker dan Wurgler adalah suatu model diskresi yang di

dalamnya investor menggolongkan perusahaan sebagai dividend payer dan non-

dividend payer. Baker dan Wurgler mendeskripsikan modelnya dengan dasar tiga

asumsi. Pertama, demi alasan psikologis atau institusional, permintaan investor atas

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dividen paying stock tidak sama dan bervariasi setiap saat. Kedua gaya arbitrase

MM gagal mencegah permintaan investor dari. Ketiga, manager secara rasional

melayani permintaan investor akan dividen dengan membayar dividen ketika

investor menempatkan premium pada dividen paying stock. Dengan kata lain ,

perusahaan yang tidak membayar dividen mulai membayar dividen jika saham dari

perusahaan yang membayar dividen yang ada akan diperdagangkan dengan premi

relatif dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tidak membayar dividen,

dalam suatu usaha untuk meningkatkan nilai pasarnya. Perusahaan menghapus

dividen ketika saham dari perusahaan pembayar dividen yang ada diperdagangkan

dengan harga diskon. Sebagai akibatnya, harga dari perusahaan yang membayar

dividen relatif terhadap perusahaan yang tidak membayar dividen (begitulah disebut

dengan premium dividen) menjadi tinggi pada tahun yang tinggi permintaan dan

rendah pada tahun yang rendah permintaan.

5. 9. Teori Agency

Dalam free cash flow theory, Jensen (1986) menyatakan semakin tinggi free

cash flow, semakin tinggi pembayaran dividen supaya menghindarkan perusahaan

dari over-investing. Ada hubungan positif antara free cash flow dan payout ratio.

Literatur finansial mendokumentasikan peran yang dimainkan oleh hutang dan

dividen sebagai agency-cost control mechanisms (Lih. Ross, 1977; Grossman dan

Hart, 1980; Jensen,1986; dan Harris dan Raviv, 1991 untuk hutang; Lintner, 1956;

Bhattacharya, 1979; Rozeff, 1982 dan Jensen, 1986 untuk dividend).

Menurut teori trasdisional, pendapatan merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap keputusan dividen.

Konflik antara manajemen dan pemegang saham timbul secara alami pada

perusahaan publik besar di mana terdapat pemisahan antara kepemilikan dan

kendali (Jensen, 1986). Severity dari konflik ini bisa tercermin dari seberapa besar

kecenderungan manajemen untuk overinvesting pada proyek yang memiliki NPV

nol atau bahkan negatif. Agency cost sendiri merupakan fungsi dari:

a. Industri di mana perusahaan beroperasi, ukuran perusahaan, intensitas

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

modal dari proses produksi perusahaan, aliran kas bebas yang

dihasilkan dan banyaknya kesempatan investasi pada proyek dengan

NPV yang positif bagi perusahaan.

b. Jumlah pemegang saham, tightness atau diffuseness dari investor dan

kehadiran share-blockholder yang besar yang mau dan bisa memonitor

secara langsung manajemen perusahaan.

c. Manajer perusahaan yang membayarkan dividen akan mendapatkan

kompensasi berupa kenaikan harga saham perusahaan dan masa

jabatan yang lebih panjang. Manajer dari perusahaan yang

mengabaikan pereferensi investor akan mengalami penurunan harga

saham dan juga kehilangan pekerjaannya.

Agency cost adalah biaya konflik atas kepentingan yang ada antara

pemegang saham dan manajemen (Ross et al., 2009), hal ini muncul ketika

manajer bertindak sesuai dengan kepentingan sendiri daripada atas kepentingan

pemegang saham yang notabene adalah pemilik perusahaan. Pendapat ini

bertentangan dengan asumsi Miller dan Modigliani (1961) yang berasumsi

bahwa manajer adalah agen yang sempurna bagi pemegang saham dan tidak

ada konflik kepentingan di antara investor.

Manajer terikat untuk melakukan beberapa kegiatan dalam

perusahaan, yang mungkin bisa menimbulkan beban biaya besar untuk

pemegang saham, seperti misalnya melakukan unprofitable investment yang

akan menghasilkan keuntungan yang berlebihan dan memberikan kompensasi-

kompensasi manajemen yang tinggi yang sebenarnya tidak diperlukan (Al-

Malkawi, 2007). Biaya-biaya tersebut ditanggung oleh pemegang saham.

Pemegang saham perusahaan akan meminta pembayaran dividen yang lebih

tinggi sebagai ganti atas arus kas bebas (aliran kas bebas) tersebut.

Menurut agency theory, dividen dapat digunakan untuk

meminimalisir agency cost. Salah satu cara untuk mengurangi agency cost

adalah meningkatkan pembayaran dividen. Membayar dividen yang lebih besar

akan menurunkan arus kas internal yang berkaitan dengan kebijakan

manajemen dan memaksa perusahaan untuk mencari lebih banyak pendanaan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

eksternal. Jadi, pembayaran dividen dapat sebagai alat untuk memonitor dan

mempertanggungjawabkan kinerja manajemen. Pernyataan ini didukung oleh

beberapa studi empiris, yaitu: Rozeff (1982) dalam Baker dan Powell (2012)

yang menemukan dukungan terhadap peranan dividen untuk memecahkan

kembali biaya keagenan di perusahaan yang dikendalikan oleh manajer secara

minoritas. Analisis ini menunjukkan hubungan negatif antara pembayaran

dividen dengan persentase insiders, dengan persentase pihak luar yang lebih

rendah yang ada, lebih sedikit kebutuhan untuk membayar dividen untuk

menurunkan biaya keagenan.

Damodaran ( 1997 : 449 ) menjelaskan bahwa ”Teori aliran kas bebas

menggambarkan bahwa arus kas berasal dari operasi dan penggunaannya

berada di bawah control manajemen perusahaan, manajer menggunakan kas

bebas untuk membiayai proyek, membayar dividen kepada pemegang saham,

atau menahannya sebagai saldo kas”. Teori aliran kas bebas menyatakan bahwa

manajer yang memiliki arus kas bebas terlalu banyak, akan cenderung

melakukan investasi secara tidak optimal.

Pada dasarnya, aliran kas bebas seharusnya dibayarkan kepada

pemegang saham, karena perusahaan tidak dapat menginvestasikannya yang

memiliki NPV positif, akan tetapi membayarkan kelebihan kas (aliran kas

bebas) kepada pemegang saham yang berarti mengurangi dana dibawah control

manajemen. Membatasi kemampuan manajer untuk mendorong pertumbuhan

dan meningkatkan kemungkinan harus menggunakan dana eksternal untuk

membiayai investasi proyek yang akan dating, hal inilah yang menyebabkan

manajemen berusaha menahan kelebihan arus kas dan mendorong

penggunaannya untuk memaksimumkan kepentingan manajemen.

5. 10. Teori Clientele Effect

Teori ini dikembangkan oleh Richard Petit (1977). Pajak personal dan

kebutuhan likuiditas pemegang saham, biaya transaksi (bagi pemegang saham

maupun perusahaan) dan peluang investasi perusahaan mempengaruhi preferensi

pemegang saham terhadap dividen.Adanya perbedaan preferensi para pemegang

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

saham terhadap dividen menjadi penyebab dividend clienteles. Dividend Clienteles

merupakan sekelompok investor yang tertarik pada saham perusahaan yang

memiliki kebijakan dividen yang mereka kehendaki, tergantung pada pajak atau

likuiditas.

Efek klien atau clienteles effect adalah teori yang menjelaskan bagaimana

harga saham perusahaan akan bergerak sesuai dengan tuntutan dan tujuan investor

sebagai reaksi terhadap pajak, dividen, atau perubahan kebijakan lain. Efek klien

pertama-tama mengasumsikan bahwa investor tertentu tertarik pada kebijakan

perusahaan yang berbeda dan bahwa ketika kebijakan perusahaan berubah, investor

akan menyesuaikan kepemilikan saham mereka sesuai dengan itu. Sebagai akibat

dari penyesuaian ini, harga saham akan naik atau turun.

Cara terbaik untuk menjelaskan efek klien adalah dengan

menggambarkan bagaimana efeknya menjelaskan reaksi investor. Ekuitas publik

biasanya dikategorikan dengan cara yang berbeda seperti saham yang membayar

deviden, saham dengan pertumbuhan tinggi, saham blue-chip atau saham yang

matang. Setiap kategorisasi dikaitkan dengan siklus hidup bisnis dan cara di mana

sahamnya memberikan pengembalian kepada investor. Stok pertumbuhan tinggi,

misalnya, tidak akan membayar dividen, tetapi mungkin memiliki perubahan besar

dalam apresiasi harga seiring pertumbuhan perusahaan. Saham pembagi dividen, di

sisi lain, memiliki gerakan yang lebih kecil dalam perolehan modal tetapi memberi

imbalan kepada investor dengan dividen kuartalan yang stabil.

Dua Sisi Efek Klien

Sisi pertama dari efek klien menjelaskan cara di mana investor tertentu - atau klien

- mencari saham dalam kategori tertentu. Beberapa investor, seperti Warren Buffett,

mencoba hanya berinvestasi dalam saham dengan dividen tinggi, sedangkan

investor lain, seperti investor teknologi, mencari perusahaan yang pertumbuhannya

tinggi dengan potensi perolehan modal yang tinggi. Dengan demikian, efek klien

pertama menguraikan cara di mana kedewasaan perusahaan dan operasi bisnis

awalnya menarik jenis investor tertentu.Sisi kedua dari efek klien menjelaskan

bagaimana investor saat ini bereaksi ketika ada perubahan kebijakan dan prosedur

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

perusahaan. Jika, misalnya, saham teknologi publik tidak membayar dividen dan

menginvestasikan kembali semua keuntungannya kembali ke perusahaan, pertama

kali menarik investor pertumbuhan. Kemudian, jika perusahaan memutuskan untuk

berhenti menginvestasikan kembali dalam pertumbuhannya dan sebagai gantinya

membayar dividen, investor dengan pertumbuhan tinggi dapat keluar dari posisi

mereka dan sebaliknya mencari saham lain dengan potensi pertumbuhan yang

tinggi. Investor pendapatan yang mencari deviden sekarang dapat melihat

perusahaan teknologi sebagai investasi yang menarik. Ini menjelaskan arti kedua

dari efek klien, yang berdampak pada harga saham perusahaan.

Pertimbangkan sebuah perusahaan yang telah membayar dividen dan

telah menarik pelanggan yang tujuan investasinya adalah untuk mendapatkan

saham dengan pembayaran dividen yang tinggi. Jika perusahaan kemudian

memutuskan untuk menurunkan dividennya, investor yang mengharapkan dividen

masih dapat menjual saham mereka dan berinvestasi di perusahaan lain yang

membayar dividen yang lebih tinggi. Akibatnya, harga saham perusahaan akan

menurun.

5. 11. Teori Tax Preference

Teori preferensi pajak merupakan salah satu teori utama yang berkaitan

dengan kebijakan dividen. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh R. H

Litzenberger dan K. Ramaswamy (1979). Teori ini menyatakan bahwa para

pemegang saham lebih memilih pembayaran dividen yang rendah karena faktor

beban pajak yang tinggi. Sebab dividen dianggap sebagai bentuk pendapatan

pribadi sehingga dikenakan biaya pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan

capital gain.

Beberapa alasan di bawah ini:

Long-term capital gain memberi waktu pembayaran pajak yang lebih lama

dibandingkan dengan dividen. Setiap kali penerimaan dividen, pemegang saham

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

terkena pajak. Sedangkan pada capital gain, pemegang saham hanya membayar

pajak, pada saat saham terjual. Di Amerika Serikat, biaya pajak atas dividen bisa

mencapai 50% sedangkan long term capital gain hanya mencapai 20%. Jika

pemegang saham meninggal dunia, capital gain tidak dikenakan pajak. Para ahli

warisnya dapat menjual kembali saham tersebut tanpa ada pungutan pajak. sehingga

disarankan agar perusahaan lebih baik menentukan Dividend Payout Ratio yang

lebih rendah atau bahkan tidak membagikan sama sekali untuk meminimkan biaya

modal dan memaksimalkan nilai perusahaan.

Dalam dunia tanpa pajak perusahaan dan pajak pribadi, para pemilik saham

tidak peduli antara menerima dividen atau capital gain. Namun ketika biaya pajak

atas capital gain lebih rendah dari pajak personal atas penghasilan biasa, pemegang

saham sebagai investor rasional lebih memilih penghasilan dari capital gain. Tetapi

sebaliknya jika pajak atas capital gain lebih besar biaya pajak personal, pemegang

saham lebih memilih untuk menerima dividen ketimbang capital gain.

5. 12. Teori Pecking Order

Suranta et al., (2011) teori ini pertama kali dikenalkan oleh Donaldson

pada tahun 196l dalam surveinya pada perusahaan di Amerika Serikat,

sedangkan penamaan pecking order theory (teori urutan pendanaan) dilakukan

oleh Myers (1984). Menurut Donaldson (1961:101), perusahaan mempunyai

urutan dalam melakukan pendanaan yang dimulai dengan urutan laba ditahan,

hutang kepada pihak ketiga baik dengan loan atau menjual obligasi dan terakhir

mengeluarkan saham baru. Pada tahun 1984, Myers mengembangkan suatu

teori altematif yang dikenal sebagai pecking order theory dalarn keputusan

pendanaan melalui tulisannya yang berjudul The Capital Structure Puzzle,

menyatakan bahwa ada semacam tata urutan pecking order bagi perusahaan

dalam keputusan pendanaan. Tata urutan pendanaan muncul jika biaya dari

penerbitan sekuritas baru meliputi biaya dan manfaat dari pembayaran dividen

dan penerbitan hutang.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Arifin (2005) dalam Suranta et al., (2011) pecking oreder theory dapat

menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang

tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil, hal ini sesuai dengan

konsep pecking order theory dimana perusahaan yang memiliki dana intemal

yang cukup tidak akan menerbitkan hutang, sehingga tingkat hutangnya kecil.

Husnan (2010:324) mengatakan bahwa teori sumber pendanaan disebut

sebagai pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan

menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Husnan (2010:324-325)

menyatakan Pecking Order Theory sebagai berikut: Teori tersebut dikemukaan

oleh Myers and Majluf (1984) dan Myers (1984). Teori ini mencoba

menjelaskan keputusan pendanaan yang diambil oleh perusahaan yang berbeda

dengan pemikiran teori struktur modal yang di bahas diatas. Secara ringkas

teori tersebut menyatakan bahwa (Brealey dan Myers, 1991):

1) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi

perusahaan).

2) Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian dividen yang

ditargetkan, dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran

dividen secara drastis.

3) Kebijakan dividen yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan

fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga,

mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi

kebutuhan dan untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain,

mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan

investasi (capital expenditure), maka perusahaan akan mengurangi saldo

kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.

4) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka

perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling “aman” terlebih dulu.

Yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikutioleh sekuritas

yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya

apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Sesuai dengan pecking order theory, tidak ada suatu target debt to

equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan external.

Modal sendiri berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal

sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Pecking order theory menjelaskan

mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable meminjam dalam jumlah

sedikit, hal ini bukan disebabkan karena perusahaan memerlukan external

financing yang sedikit. Perusahaan yang kurang profitable akan cenderung

mempunyai hutang yang lebih besar karena dua alasan, yaitu (i) dana tidak

cukup, dan (ii) hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai.

Pecking order theory menggambarkan sebuah tingkatan dalam

pencarian dana perusahaan yang menunjukkan bahwa perusahaan lebih

memilih menggunakan internal financing dalam membiayai investasi dan

mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan. Theory pecking

order menyatakan bahwa perusahaan lebih suka pendanaan internal

dibandingkan pendanaan eksternal, hutang yang aman dibandingkan hutang

yang berisiko serta yang terakhir adalah saham biasa (Myers & majluf, 1984

dalam Sugiarto 2009). Teori pecking order yang dibangun berdasarkan

beberapa asumsi menekankan pada pentingnya financial slack yang cukup di

perusahaan guna mendanai proyek-proyek bagus dengan dana internal. Internal

equity diperoleh dari laba ditahan dan depresiasi atau amortisasi. Hutang

diperoleh dari pinjaman kreditur, sedang eksternal equity di peroleh karena

perusahaan menerbitkan saham baru.

Penentuan struktur modal berdasarkan pecking order theory dimulai

ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup (defisit) untuk mendanai

investasi dan dividen, maka perusahaan akan menerbitkan hutang. Chirinko

dan Singha (2000) dalam penelitiannya menunjukkan koefisien Pecking Order

secara signifikan lebih kecil dari satu bahkan ketika perusahaan mengambil

keputusan pendanaan secara hierarki sesuai dengan pecking order theory.

Secara rasional, jika defisit perusahaan besar, perusahaan mungkin mempunyai

keterbatasan untuk menggunakan hutang (debt capacity) dan harus mendanai

defisitnya yang tersisa dengan ekuitas. Selain itu, Chirinko dan Singha (2000)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

juga menyatakan bahwa keterbatasan untuk menggunakan hutang akan tinggi

ketika perusahaan mempunyai leverage ratio yang tinggi. Maka dari itu

perusahaan mendanai sisa defisit yang tidak bisa didanai oleh penerbitan

hutang melalui ekuitas. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Lemmon dan

zender (2004), dengan menggunakan kapasitas hutang perusahaan (firms’ debt

capacities) untuk menguji pecking order theory. Lemmon dan zender (2004)

dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai

rasio hutang pada level rata-rata tidak mempunyai keterbatasan untuk

menggunakan hutang.

Pecking Order Theory merupakan teori yang memprioritaskan sumber-

sumber pendanaan dari dalam terlebih dahulu. Menurut Wardani et al., (2016)

Pecking Order Theory menyatakan bahwa: (1) perusahaaan menyukai internal

financing (pendanaan dari hasil opersai perusahaan berwujud laba ditahan) dan

(2) apabila pendanaan dari luar (external financing) diperluakan, maka

perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu

dengan menerbitkan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang

berkarakteristik opsi (seperti, obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih

belum mencukupi, saham di terbitkan.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

6. Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya terhadap Nilai

Perusahaan pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

6. 1. Latar Belakang

Perusahaan sebagai entitas ekonomi yang berorientasi untuk mencari laba

mempunyai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan perusahaan dalam

jangka pendek adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya dengan

memaksimalkan semua sumber daya yang ada, sedangkan tujuan jangka panjang

bagi perusahaan adalah memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat

mencerminkan kinerja perusahaan sehingga mampu mempengaruhi persepsi

investor terhadap perusahaan. Brigham dan Houston (2013:132) tujuan dari

manajemen keuangan (The Main Objective of Financial Management) adalah

memaksimumkan kemakmuran pemegang saham yang memiliki orientasi untuk

kepentingan jangka panjang (masa depan perusahaan). Memaksimumkan

kemakmuran berarti memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dibatasi

dari segi nilai total kapital yang terdiri atas hutang dan ekuitas. Pencapaian tujuan

manajemen keuangan harus dapat menyeimbangkan kepentingan pemilik, kreditor

dan pihak lain yang berkaitan dengan perusahaan.

Afsal dan Rohman (2012) nilai perusahaan disebut juga dengan nilai pasar

perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila

perusahaan tersebut dijual. Nilai pasar saham perusahaan dapat digunakan sebagai

tolok ukur nilai perusahaan yang sebenarnya karena harga pasar saham tercipta

melalui kesepakatan permintaan dan penawaran yang terjadi pada bursa saham.

Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi perusahaan karena

dengan memaksimalisasi nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan

kemakmuran pemegang saham karena meningkatnya nilai perusahaan akan

meningkatkan nilai saham yang dimiliki investor.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Nilai perusahaan erat kaitannya dengan tujuan investor. Tujuan utama

investor menanamkan modalnya pada suatu perusahaan, adalah return atau

pengembalian yang akan diperolehnya dari investasi yang dilakukan. Tingkat

pengembalian dari penanaman modal melalui pembelian saham terdiri dari dividen

dan capital gain (Darmadji dan Fakhruddin, 2011:12). Dividen merupakan

pembayaran dari perusahaan kepada para pemegang saham atas keuntungan yang

diperolehnya, besarnya dividen yang dibagikan perusahaan ditentukan oleh para

pemegang saham pada saat berlangsungnya RUPS (Rapat Umum Pemegang

Saham). Investor akan memperoleh dividen jika perusahaan berhasil membukukan

laba. Pembagian dividen yang konsisten dari sisi perusahaan menunjukkan

keberhasilan manajemen dalam menjalankan perusahaan sekaligus menunjukkan

stabilnya cash flow perusahaan, sehingga pembagian dividen akan menumbuhkan

dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan.

Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang ditetapkan perusahaan dalam

menentukan berapa bagian dari laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen

kepada pemegang saham dan berapa bagian dari laba bersih itu akan ditanamkan

kembali sebagai laba yang ditahan untuk reinvestasi perusahaan (Okpara, 2010),

sedangkan investor akan memperoleh capital gain, jika harga saham pada saat

penjualan lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga saham pada saat pembelian.

Dividen memiliki risiko yang lebih rendah daripada capital gain, karena dividen

diterima menurut dasar periode berjalan sementara realisasi capital gain diperoleh

secara tidak menentu saat penjualan saham, artinya untuk memperoleh capital gain

harus dapat memperkirakan bahwa harga saham yang akan datang lebih besar

daripada harga saham pada waktu pembelian.

Setiap perusahaan memiliki kebijakan dividen yang berbeda-beda mengenai

jumlah pembayaran dividen (dividend payout). Rasio pembayaran dividen atau

dividend payout ratio merupakan persentase laba perusahaan yang dibayarkan

kepada para pemegang saham secara tunai dan menentukan jumlah laba yang dapat

ditahan (retained earning) yang dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan (Van

Horne dan Wachowicz, 2012). Handayani (2010:18), kebijakan dividen penting

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

karena dua alasan, yaitu: 1) Pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi

harga saham. 2) Pendapatan yang ditahan biasanya merupakan sumber tambahan

modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan. Kedua

alasan tersebut merupakan dua sisi kepentingan perusahaan yang kontroversial.

Agar kedua kepentingan itu dapat terpenuhi secara optimal, manajemen perusahaan

seharusnya memutuskan secara hati-hati dan teliti kebijakan dividen yang harus

dipilih.

Investor umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil dan

konstan, karena stabilitas dividen dapat meningkatkan kepercayaan investor

terhadap perusahaan sehingga mengurangi ketidakpastian investor dalam

menanamkan dananya dalam perusahaan. Pembagian dividen dikaitkan dengan laba

yang diperoleh perusahaan dan jumlah tersedia bagi para pemegang saham. Besaran

dana yang dibagikan sebagai dividen atau diinvestasikan kembali tidak sama

dengan laba setelah pajak. Dana yang diperoleh dari hasil operasi selama satu

periode adalah sebesar laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan, tidak berarti

bahwa dana tersebut bisa dibagikan sebagai dividen. Perusahaan yang akan

membagikaan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain:

perlunya menahan sebagian laba untuk re-investasi yang mungkin lebih

menguntungkan, kebutuhan dana perusahaan, likuiditas perusahaan, sefat

pemegang saham, target tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran

dividen dan faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen (Brigham dan

Houston, 2013).

Kebijakan dividen merupakan aktivitas keuangan yang berkaitan dengan

distribusi laba yang diperoleh oleh perusahaan, saat ini masih timbul pendapat

bahwa kebijakan dividen ini merupakan bagian dari keputusan pendanaan. Sudana

(2011:167) Kebijakan dividen merupakan bagian dari keputusan

pembelanjaan/pendanaan perusahaan. Khususnya berkaitan dengan

pembelanjaan/pendanaan internal perusahaan, karena besar kecilnya dividen yang

dibagikan akan mempengaruhi besar kecilnya laba yang ditahan. Kebijakan dividen

menjadi bagian penting dari strategi pendanaan jangka panjang perusahaan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

(Hussainey et al., 2011). Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah laba

yang diperoleh perusahaan seharusnya dibagikan kepada pemegang saham dalam

bentuk kas dividen dan pembelian kembali saham atau laba tersebut sebaiknya

ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembelanjaan investasi di masa datang.

Apabila manajer keuangan memutuskan untuk membagikan laba yang diperoleh

dalam bentuk dividen, maka ketergantungan terhadap sumber dana eksternal

menjadi semakin besar. Apabila manajer keuangan memandang bahwa perusahaan

telah memiliki financial Leverage yang tidak menguntungkan, maka sebaiknya laba

yang diperoleh ditahan untuk memperbaiki struktur modal perusahaan (Wiagustini,

2010:6).

Perusahaan yang membagikan dividen tentunya perusahaan yang berhasil

memperoleh keuntungan, namun kenyataannya ada beberapa perusahaan yang tidak

membagikan dividen walaupun perusahaan dalam keadaan untung karena

pembagian dividen bagi perusahaan akan mengurangi sumber dana internalnya, jika

perusahaan tidak membagikan dividen, bagian laba bersih yang tidak dibayarkan

sebagai dividen, disimpan sebagai laba ditahan (retained earning) untuk tujuan

investasi kembali (reinvestment) (Hermawan, 2015). Keuntungan perusahaan akan

disimpan sebagai laba ditahan dan cadangan perusahaan. Cadangan perusahaan

terbagi menjadi: (1) cadangan ekspansi, (2) cadangan modal kerja, (3) cadangan

selisih kurs, (4) cadangan umum atau cadangan untuk hal/kejadian tidak terduga.

Cadangan-cadangan ini dibentuk dari keuntungan yang diperoleh perusahaan

selama beberapa waktu yang lalu atau dari tahun berjalan.

Perusahaan yang tidak membagikan dividen tunai disebabkan perusahaan

membutuhkan dana yang besar untuk membiayai investasi ataupun proyek

perusahaan di masa yang akan datang. Biasanya perusahaan yang tidak membagikan

dividen tunai termasuk ke perusahaan yang dalam tahap pertumbuhan. Perusahaan

yang mengalami pertumbuhan pesat cenderung tidak membayar dividen atau

membayar dividen yang rendah. Perusahaan pada tahap dewasa, akan menaikkan

pembayaran dividen. Pembagian dividen biasanya dalam bentuk tunai, namun

alternatif yang sering dilakukan adalah dividen dalam bentuk saham.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Perusahaan yang membagikan dividen dalam bentuk saham biasanya perusahaan

tersebut mengalami kekurangan kas, tetapi tidak menyebabkan kekayaan

perusahaan berkurang. Nilai asset bersih perusahaan tetap seperti sebelum

pembagian dividen dalam praktiknya, ada beberapa perusahaan yang mengalami

kerugian namun tetap membagikan dividen kepada pemegang saham. Praktik ini

disebut window dressing, melakukan window dressing perusahaan berharap

mendapat respon positif dari pasar dan kepercayaan pemegang saham. Praktik ini

tidak akan bertahan lama, karena seiring dengan berjalannya waktu para pemegang

saham dan pasar akan mengetahui bahwa kinerja perusahaan sedang tidak sehat atau

memiliki prospek yang buruk (Hermawan, 2015).

Alasan mendasar yang sering digunakan oleh perusahaan dalam

memutuskan untuk tidak membagikan dividen. Pertama, keadaan perusahaan

mengalami kesulitan keuangan yang serius sehingga tidak memungkinkan untuk

membayar dividen. Pada saat kondisi demikian, perusahaan lebih memprioritaskan

untuk memenuhi kewajiban (hutang) daripada membayar dividen. Kedua, adanya

kebutuhan dana yang sangat besar karena investasi yang sangat menarik sehingga

harus menahan seluruh pendapatan untuk berbelanja investasi tersebut. Alasan yang

kedua ini merupakan asumsi yang mendasari teori Dividen Residu, yakni dividen

hanya dibayar jika laba tidak sepenuhnya digunakan untuk tujuan investasi, artinya

hanya pada saat ada pendapatan sisa setelah pendanaan investasi baru (Keown et

al., 2010). Berikut grafik rata-rata dividend payout ratio (DPR) Industri Manufaktur

periode 2011 – 2015:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Sumber : Data diolah ICMD dan www.idx.co.id

Gambar 6.1

Grafik Rata-rata DPR periode 2011 - 2015

Gambar 1.1 menunjukkan nilai rata-rata dividend payout ratio Industri

manufaktur yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (2011-2015). Kenaikan

dan penurunan dividend payout ratio mengandung signal informasi tentang keadaan

laba perusahaan saat ini dan dimasa yang akan datang, seperti telah dikemukakan

bahwa dari data hasil rata – rata dividend payout ratio menunjukkan hasil yang tidak

konsisten (gambar 1.1), karena ada perusahaan yang ingin membayar dividen dan

ada perusahaan yang tidak mau atau menunda pembayaran dividennya, hal ini

dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, untuk

menambah investasi perusahaan, dan untuk melunasi hutang perusahaan. Alasan

beberapa perusahaan yang tidak membagikan dividen secara kontinyu atau bahkan

tidak membagikan dividen sama sekali, karena laba bersih yang diperoleh

perusahaan digunakan sepenuhnya untuk cadangan dana perusahaan, untuk

menunjang kegiatan operasional perusahaan, dan ada perusahaan yang mengalami

kerugian sehingga tidak dapat membagikan dividen kepada pemegang saham.

0.7800 0.7632

0.7600 0.7571

0.7400 0.7196

0.7200 0.7111

0.7000

0.6800 0.6624

0.6600

0.6400

0.6200

0.6000

2011 2012 2013 2014 2015

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Kebijakan dividen merupakan salah satu topik yang banyak diperdebatkan

didalam literatur keuangan. Banyak penelitian yang telah memberikan kontribusi

pemikiran teoritis dan menyediakan bukti empiris yang berkenaan dengan faktor

penentu dari suatu kebijakan dividen perusahaan. Ross et al., (2009) mengatakan

kebijakan dividen bersifat kontroversial, banyak yang memberikan alasan tidak

sesuai tentang mengapa kebijakan dividen bersifat penting, dan banyak tuntutan

mengenai kebijakan dividen tidak logis. Walaupun begitu, dalam dunia nyata di

bidang keuangan korporat, penentuan mengenai kebijakan dividen yang paling

sesuai dianggap sebagai masalah yang penting. Isu kebijakan dividen belum

terpecahkan (Naceur et al., 2006). Sejalan dengan itu, Bhattacharya (2007)

menjelaskan bahwa kebijakan dividen merupakan suatu hal yang paling sulit dan

merupakan tantangan bagi para ahli ekonomi keuangan. Tiga dekade yang lalu,

Black (1976) menyatakan bahwa semakin kuat kita memperhatikan gambaran

tentang dividen, maka semakin nyata hal itu terlihat seperti suatu puzzle (teka-teki),

dengan pecahan-pecahan yang berantakan dan yang tidak saling berkesesuaian

(sulit untuk melihat gambaran dividen). kebijakan dividen telah menjadi sebuah

teka-teki berkepanjangan bagi para peneliti keuangan untuk memahami berbagai

faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan terkait dengan kebijakan dividen

(Baker dan Powell, 2012). Kebijakan dividen dianggap sebagai salah satu hal yang

sulit dalam pengambilan keputusan perusahaan (Kouki, 2009).

Brealey dan Myers (2005) memasukan permasalahan dividen dalam daftar

salah satu permasalahan yang belum terpecahkan dalam bidang keuangan. Kaur dan

Saraf (2014) mengatakan bahwa kebijakan dividen merupakan salah satu keputusan

yang paling penting dalam Manajemen Keuangan. Kebijakan dividen cenderung

menjadi salah satu elemen yang paling stabil dan dapat diprediksi oleh perusahaan,

dan sebagian besar perusahaan mulai membayar dividen setelah perusahaan

mencapai tahap kematangan bisnis dan ketika tidak ada lagi kesempatan investasi

yang menguntungkan perusahaan (Al-Haddad et al., 2011). Kebijakan dividen

menjadi kebijakan keuangan yang penting, baik bagi pihak manajemen perusahaan

maupun bagi investor, kreditor, pekerja, dewan regulator, dan pemerintah

(Ajanthan, 2013).

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Gagasan mengenai kebijakan dividen sendiri merupakan salah satu faktor

penting dalam mempengaruhi aspek keuangan perusahaan dan memiliki dampak

terhadap berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan,

diantaranya yaitu manajer, investor, dan kreditor (Jozwiak, 2015), sehingga

manajer selaku pihak yang menjalankan perusahaan perlu untuk menerapkan

kebijakan dividen yang tepat dalam rangka memenuhi ekspektasi dari berbagai

pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Saxena (1999) mengemukakan

bahwa isu berkaitan dengan dividen sangat penting untuk diperhatikan dengan

berbagai alasan antara lain: pertama, perusahaan menggunakan dividen sebagai cara

untuk memperlihatkan kepada pihak luar atau calon investor sehubungan dengan

stabilitas dan prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Kedua,

dividen memegang peranan penting pada struktur permodalan perusahaan sehingga

faktor yang berkaitan dengan kebijakan dividen ini perlu untuk diteliti.

Kajian-kajian ilmiah di bidang keuangan secara formal telah ikut serta

dalam merumuskan teori untuk menjelaskan mengapa perusahaan harus membayar

dividen atau tidak harus membayar dividen (Baker dan Powell, 2012). Ada

beberapa teori yang berkenaan dengan pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai

perusahaan, diantaranya adalah teori ketidakrelevanan dividen (dividend

irrelevance theory) dan teori bird-in-the hand, serta teori tax preferency. Menurut

dividend irrelevance theory yang dianjurkan oleh Miller dan Modigliani (1958),

dikatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai

perusahaan maupun biaya modalnya. Miller dan Modigliani (1958) berpendapat

bahwa nilai suatu perusahaan hanya akan ditentukan oleh kemampuan dasarnya

untuk menghasilkan laba serta risiko bisnisnya, dengan kata lain, nilai suatu

perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh

aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan

laba ditahan.

Modgliani dan Miller (1958) beragumen bahwa pemegang saham dapat

membuat kebijakan dividennya sendiri tanpa mengeluarkan biaya sehingga

kebijakan dividen dianggap tidak relevan. Argumen tersebut dengan asumsi bahwa

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pasar modal yang sempurna, perilaku rasional dari pelaku pasar modal, tidak ada

biaya transaksi jual beli saham dan tidak ada pajak. Pada kenyataannya sulit ditemui

pasar modal yang sempurna, biaya pajak dan biaya atas jual beli saham pasti ada.

Berbeda dengan dividend irrelevance theory, menurut teori bird-in-the hand yang

diajukan oleh Gordon dan Lintner (1959), yang menyatakan bahwa dividen secara

positif memiliki hubungan dengan nilai perusahaan. Investor memberikan nilai

lebih tinggi atas dividend yield dibandingkan dengan capital gain yang diharapkan

dari pertumbuhan harga saham apabila perusahaan menahan laba untuk dipakai

membelanjai investasi, karena komponen dividend yield risikonya lebih kecil

dibandingkan dengan komponen pertumbuhan pada persamaan pendapatan yang

diharapkan.

Beberapa studi empiris menolak dividend irrelevance theory dari Miller dan

Modigliani (1958) dan mendukung bird in hand theory sebagai suatu teori relevansi

dividen dari Gordon dan Lintner (1959), Long (1978), dan Sterk dan Vandenberg

(1990), selanjutnya muncul lagi tax preference theory (Farrar dan Slewyn, 1967)

yang menyatakan bahwa rendahnya dividend payout ratio akan menjadikan lebih

rendahnya tingkat pengembalian yang disyaratkan dan pada gilirannya akan

meningkatkan penilaian terhadap saham-saham perusahaan (Brennan, 1970).

Pembagian dividen yang kecil akan lebih menarik dibandingkan dengan dividen

yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena pajak atas dividen harus dibayar setiap

tahun setelah pembayaran dividen, sedangkan pajak atas capital gain baru dibayar

setelah saham dijual. Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap nilai

perusahaan.

Berdasarkan ketiga konsep teori (dividend irrelevance theory, bird in hand

theory dan tax preference theory), perusahaan dapat melakukan hal-hal sebagai

berikut : (1) Jika manajemen percaya bahwa dividend irrelevance theory itu benar

maka perusahaan tidak perlu memperhatikan besar-kecilnya dividen yang harus

dibagikan. (2) Jika perusahaan menganut bird-in-the-hand theory maka perusahaan

harus membagi seluruh EAT (Earnings After Tax) dalam bentuk dividen. (3) Jika

manajemen cenderung mempercayai tax preference theory, maka perusahaan harus

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menahan seluruh keuntungan atau dengan kata lain DPR=0%. Ketiga teori ini

(dividend irrelevance theory, bird in hand theory dan tax preference theory)

terkesan berlawanan dan ada kecendrungan untuk saling meniadakan (Gumanti,

2013: 74).

Pengujian secara empiris belum memberikan jawaban yang pasti tentang

teori mana yang paling benar. Ketiga teori (dividend irrelevance theory, bird in

hand theory dan tax preference theory) memberikan justifikasi bahwa kebijakan

dividen yang diproksikan dengan dividend payout ratio memang berpengaruh

terhadap nilai perusahaan yang diproksikan dengan price to book value. Jika

dividen yang dibagikan besar maka hal tersebut akan meningkatkan harga saham

yang juga berakibat pada peningkatan nilai perusahaan. Harga saham akan

meningkat seiring kenaikan dividen. Artinya perusahaan cenderung meningkatkan

pembayaran dividen, dengan harapan membaiknya nilai perusahaan dan dapat

memaksimumkan harga saham di masa yang akan dating, dapat dikatakan

manajemen enggan untuk mengurangi pembagian dividen, kalau hal ini ditafsirkan

dapat memperburuk kondisi perusahaan di masa yang akan datang, sehingga akan

menurunkan harga saham (Brigham dan Houston, 2012).

Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon

pembeli apabila perusahaan dijual, semakin tinggi nilai perusahaan, semakin besar

kemakmuran pemegang yang akan diterima oleh pemilik perusahaan (Wiagustini

2010:8). Nilai perusahaan sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan

yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. Nilai perusahaan

dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga

saham meningkat, semakin tinggi harga saham sebuah perusahaan, maka makin

tinggi kemakmuran pemegang saham. Firm value (nilai perusahaan) merupakan

konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai

perusahaan secara keseluruhan (Salvatore 2011:9-10). Berikut rata-rata price to

book value (PBV) industri manufaktur periode 2011 – 2015:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Sumber: Data diolah ICMD dan www.idx.co.id

Gambar 6.2

Grafik Rata-rata PBV Periode 2011 - 2015

Gambar 1.2 menunjukkan nilai rata-rata price to book value Industri

Manufaktur yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (2011–2015).

Peningkatan nilai perusahaan diduga karena harga saham saat ini (current price)

mengalami kenaikan dari harga saham sebenarnya (nominal price), semakin tinggi

harga saham suatu perusahaan, maka pendapatan para pemegang saham juga akan

naik dan berdampak baik pula pada meningkatnya nilai perusahaan dan semakin

tinggi rasio ini berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut .

Nilai perusahaan yang diproksikan dengan price to book value merupakan

pembagian nilai pasar saham dengan nilai buku per lembar saham (Brigham dan

Houston, 2011). Price to book value yang tinggi akan membuat pasar percaya pada

prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Kondisi ini akan mendorong pada

peningkatan harga saham perusahaan. Price to book value dapat dilihat dari

kemampuan perusahaan membayar dividen, besarnya dividen ini dapat

10.0000 9.4994

9.0000

8.0000

7.0000

6.0000 5.6012 5.6124 5.6388

5.0000

4.0159 4.0000

3.0000

2.0000

1.0000

0.0000

2011 2012 2013 2014 2015

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

mempengaruhi harga saham. Apabila dividen yang dibayar tinggi, maka harga

saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi Dan sebaliknya bila

dividen yang dibayarkan kecil maka harga saham perusahaan tersebut juga rendah.

Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan

memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang besar, maka kemampuan

membayar dividen juga besar, dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai

perusahaan ( Matono dan Harjito dalam Susanti 2010).

Perubahan sejumlah besar dividen mempengaruhi harga saham dengan arah

yang sama, dimana peningkatan dividen menghasilkan peningkatan dalam harga

saham dan penurunan dividen menghasilkan penurunan harga saham. Terkadang

kandungan informasi yang ada dalam perubahan dividen itu sendiri berkaitan

dengan laba yang akan datang, dengan kata lain, tidak ada preferensi pemegang

saham terhadap dividen sekarang. Perubahan dividen dipandang sebagai signal

dimana manajemen mengharapkan laba yang akan datang berubah ke arah yang

sama. Peningkatan dividen dipandang sebagai signal positif yang menyebabkan

investor menawarkan harga lebih tinggi dan penurunan dividen merupakan signal

negatif yang dapat menurunkan harga saham.

Perusahaan meningkatkan pembayaran dividen, mungkin diartikan oleh

pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja

perusahaan di masa yang akan datang, sehingga kebijakan dividen memiliki

pengaruh terhadap nilai perusahaan, hal ini sesuai dengan penelitian Gordon (1963)

& Bhattacharya (1979), Myers & Majluf (1984). Menurut Lew (2015) menyatakan

bahwa nilai perusahaan secara positif terkait dengan kedua rasio pembayaran

dividen tunai dan dividen kas smoothing, ini berarti bahwa perusahaan dengan rasio

pembayaran dividen kas yang tinggi memiliki harga saham yang tinggi. Pendapat

ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Baker dan Powel (2012), Rasyid et

al., (2015), Nasrum (2013), Engombe (2014), Kristianti (2013),

Hardiyanti (2012), Rizqia et al., (2013), Allazy (2013), Rasyid et al., (2015),

Taofiqkurochman dan Konadi (2012), Winarto (2015), Suartawan, dan Yasa

(2016), Lew (2015) menunjukkan hasil bahwa kebijakan dividen berpengaruh

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Ikbal et al., (2011), Ali dan Miftahurrohman (2014), Ayako dan

Wamalma (2015), Abdilah (2014), Wahid et al., (2015), Mayasari et al., (2015),

Baah et al.,., (2014), Kaur dan Saraf (2014) menunjukkan bahwa kebijakan dividen

tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan teori dividend irrelevance dan teori bird-in-the hand, serta teori

tax preferency yang membahas keterkaitan nilai perusahaan dengan kebijakan

dividen, beberapa teori juga menyatakan bahwa ada banyak faktor yang

mempengaruhi kebijakan dividen dan nilai perusahaan. Teori yang dimaksud adalah

signaling theory, pecking order theory dan agency theory, dimana diketahui bahwa

signaling theory yang dikembangkan pertama kali oleh Bhattacharya (1979) pada

dasarnya menjelaskan bahwa dividen digunakan manajer untuk memberikan sinyal

tentang prospek kinerja perusahaan, oleh karena itu kenaikan/penurunan dividen

dianggap memiliki muatan informasi tentang prospek positif/negatif dari kinerja

perusahaan. Miller dan Modigliani (1961) berpendapat bahwa suatu kenaikan

dividen di atas normal merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa manajemen

perusahaan mempunyai ekspektasi yang baik di masa datang. Dan pecking order

theory pertama kali dikemukan oleh Donaldson (1961); Myers (1984) dan Myers

dan Majluf (1984), menggambarkan sebuah tingkatan dalam pencarian dana

perusahaan yang menunjukkan bahwa perusahaan lebih memilih menggunakan

internal equity dalam membiayai investasi, membayar dividen dan

mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan. Pecking order dimana

konsep perusahaan yang memiliki dana internal yang cukup, tidak akan menerbitkan

hutang, sehingga tingkat hutangnya kecil (Suranta et al., 2011).

Agency theory yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) pada

dasarnya menjelaskan bahwa dividen berfungsi sebagai salah satu sarana

monitoring perilaku manajemen dan karenanya berperan meminimilkan agency

cost yang timbul dari potensi conflict of interest antara pemegang saham (pemilik

perusahaan) dan agen (manajer), konflik ini sering disebut agency problem, konflik

tersebut dalam kenyataan menimbulkan sejumlah biaya yang lazim disebut agency

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

cost. Atas dasar ini pasar akan mereaksi positif / negatif terhadap kenaikan atau

penurunan dividen. Easterbrook (1984) berargumen bahwa efektifitas dividen

sebagai sarana monitoring bergantung pula pada sarana-sarana monitoring lainnya

yang dimiliki perusahaan. Agency problem muncul terutama apabila perusahaan

menghasilkan aliran kas bebas yang sangat besar.

Aliran kas bebas didefinisikan oleh Jensen (1986) sebagai kelebihan dana

kas setelah dipakai untuk mendanai seluruh proyek yang memberikan net present

value positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal relevan. Ahmed dan

Javid (2008) mengungkapkan bahwa perusahaan yang menguntungkan dengan laba

bersih lebih stabil mampu memberikan arus kas bebas yang lebih besar dan karena

itu mampu membayar dividen yang lebih besar, tersedianya aliran kas bebas, maka

semakin besar pula potensi untuk pembayaran dividen. Inti aliran kas bebas oleh

Jensen terdapat masalah keagenan antara manajer dengan pemegang saham atas

distribusi aliran kas bebas, atau aliran kas bebas menuntut adanya biaya agensi yang

tinggi karena diperlukan pengawasan terhadap aliran kas bebas yang dikelola

perusahaan, hal ini tidak akan terjadi jika aliran kas bebas dibagikan kepada pihak

pemegang saham dalam bentuk dividen.

Keown et al., (2010) mengatakan bahwa jika perusahaan mempunyai aliran

kas bebas, akan lebih baik bila dibagikan pada pemegang saham dalam bentuk

dividen, bertujuan untuk menghindari pengambilan keputusan yang buruk bagi

pihak manajemen, yang akhirnya berakibat pada naiknya agency cost. Pernyataan

ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Ahmadpour et al., (2006),

Noroozani and Kheradmand (2014)¸ Hejazi dan Moshtaghin (2014), Kargar dan

Ahmadi (2013), Miko dan Kamardin (2015), Cao dan Chaipoopirutana (2015),

Wasike dan Ambrose (2015), Issa (2015), Suartawan dan Yasa (2016), Paramita

(2015), Arfan dan Maywindlan (2013), Fong dan Astuti (2015), Suci dan Andayani

(2016) yang menyatakan bahwa aliran kas bebas berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kebijakan dividen.

Perusahaan yang memiliki aliran kas bebas dalam jumlah yang memadai

akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen untuk

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menghindari agency problem, hal ini dimaksudkan agar aliran kas bebas yang ada

tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan

(wisted on unprofitable) dengan demikian ketersediaan dana dapat dipakai untuk

kemakmuran pemegang saham, begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Parsian and Koloukhi (2014), Utami dan Inanga (2011), Lopolusi (2013), Leo

dan Putra (2014), Sindhu (2014), Parsian dan Koloukhi (2014), Thanatawee (2013),

Rehman dan Takumi (2012), Al-Kuwari (2009), Puspitasari dan Darsono (2014),

Osegbue et al., (2014) yang menunjukkan aliran kas bebas tidak berpengaruh

terhadap kebijakan dividen.

Kebijakan dividen juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan hutang di

perusahaan. Penggunaan hutang yang optimal dapat meningkatkan aktivitas

operasional perusahaan sehingga akan mendatangkan tingkat keuntungan yang

lebih tinggi untuk dibagikan kepada pemegang saham. Penggunaan hutang yang

terlampau besar dapat mengurangi pembayaran dividen karena perusahaan harus

melunasi beban bunga serta pokok pinjaman saat jatuh tempo. Kondisi tersebut

mengacu pada teori Trade-Off (Modigliani & Miller, 1963) menyatakan bahwa

perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya karena semakin

tingginya hutang akan semakin tinggi risiko gagal bayar sehingga semakin tinggi

kemungkinan kebangkrutan (Hanafi, 2010: 309), oleh sebab itu, besarnya dividen

yang akan dibagikan tergantung pada kemampuan perusahaan dalam mengelola

hutangnya. Besarnya hutang perusahaan dapat diukur menggunakan rasio leverage

yang digunakan untuk mengetahui seberapa baik perusahaan dalam mengelola porsi

hutangnya. Debt to equity ratio merupakan salah satu rasio leverage yang

digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas (Kasmir, 2010: 112).

Leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan

dibelanjai dengan hutang. Apabila perusahaan tidak memiliki leverage, maka

perusahaan beroperasi sepenuhnya dengan menggunakan modal sendiri tanpa

menggunakan hutang. Pendanaan perusahaan melalui hutang erat kaitannya dengan

struktur modal dan hutang dalam hal ini leverage merupakan sumber pendanaan

ekternal (external financing) untuk membiayai kegiatan perusahaan.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Menurut Brigham dan Houston (2010:140) rasio leverage merupakan rasio yang

mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui hutang

(financial leverage). Leverage pada penelitian ini diproksikan dengan rasio Debt to

equity ratio. Gill et al., (2010) mengatakan bahwa DER adalah rasio keuangan yang

mengindikasikan proporsi ekuitas dan hutang yang digunakan untuk kegiatan

pendanaan aset perusahaan. Rasio DER yang tinggi berarti bahwa perusahaan lebih

banyak menggunakan hutang sebagai sumber pencarian dana.

Debt to Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam

mengelola porsi hutang dengan modal yang dimiliki perusahaan. Semakin besar

rasio ini mencerminkan risiko keuangan perusahaan yang semakin tinggi, karena

modal yangdimiliki tidak mampu untuk menutupi pihutang-hutang perusahaan.

Kondisi tersebut sesuai dengan teori Pecking Order (Myers,1984), pembayaran

dividen akan membuat dana kas berkurang sehingga perusahaaan akan

menggunakan tambahan dana dari hutang (Hanafi, 2010: 314). Teori tersebut

menjelaskan bahwa rasio hutang berbanding terbalik dengan keuntungan yakni

semakin tinggi DER semakin rendah keuntungan sehingga dividen semakin rendah.

Penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan akan menimbulkan beban

bunga yang kemudian akan menurunkan laba perusahaan, sehingga semakin kecil

jumlah hutang maka semakin kecil pula beban bunga yang harus ditanggung oleh

perusahaan. Sedikitnya beban bunga yang ditanggung oleh perusahaan akan

membuat laba perusahaan menjadi lebih besar, dengan meningkatnya laba

perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk memberikan dividen juga menjadi

lebih tinggi. Pokok hutang yang tinggi juga akan menyebabkan ketersediaan kas

yang dapat dibagikan sebagai dividen berkurang hal ini dikarenakan kas tersebut

akan digunakan untuk pelunasan hutang. Pokok hutang yang rendah berarti bahwa

kas yang digunakan untuk melunasi hutang lebih sedikit dan hal ini berarti bahwa

kas yang tersedia dapat digunakan untuk membagikan dividen, sehingga akan

meningkatkan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen. Penelitian

yang dilakukan oleh Gupta dan Banga (2010), Al-Kuwari (2009), Ikbal et al.,

(2011), Husam-Aldin dan Al-Malkawi (2007), Sanjari dan Zarei (2015), Sunday

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

et.al., (2015), Jaryono et al., (2011), Awad (2015), Nerviana (2015), Nghi (2014),

Parsian dan Koloukhi (2014), Nuhu et al.,., (2014), Banerjee (2016), Abbas et al.,

(2016), Kajola et al., (2015), Aqel (2016), Osegbue (2014), Setiawan et al., (2016)

yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kebijakan dividen.

Penelitian yang dilakukan oleh Mehta (2012), dan Zameer et al., (2013),

Kargar dan Ahmadi (2013), Rafique (2012), Alex dan Krishnan (2015), Maladjian

dan Khoury (2014), Ngan (2013), Gul et al., (2012), Shabibi dan Ramesh (2011),

Pasaribu et al., (2014), Devanadhen dan Karthik (2015), Sigo dan Selvam (2013),

Mubin et al.,., (2014), Roy (2015), Farizi dan Yani (2012), Segoro dan Priani

(2015), Risqia dan Sumiati (2013), Anhar dan Abdullah (2014), Setiawan dan

Yuyetta (2013), Putri (2014), Kuniawan et al., (2016) dari hasil penelitiannya

menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan

dividen. Berikut rata-rata debt to equity ratio (DER) Industri manufatur periode

2011 – 2015:

Sumber: Data diolah ICMD dan www.idx.co.id

Gambar 6.3

2015 2014 2013 2012 2011

0.6500

0.7000

0.7400 0.7500

0.7700 0.7641 0.7794

0.8000

0.8500

0.8671

0.9000

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Grafik Rata-rata DER Periode 2011 - 2015

Gambar 1.3 menunjukkan debt to equity ratio Industri manufaktur

mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (2011-2015). Penurunan debt to equity

ratio (DER) diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah total modal atau

menurunnya hutang perusahaan, Dan sebaliknya peningkatan debt to equity ratio

diduga karena menurunnya jumlah total modal atau meningkatnya hutang

perusahaan, sehingga perusahaan mengharapkan dengan jumlah hutang yang besar

akan mampu meningkatkan profit atau keuntungan.

Penelitian Jensen et al. (1992) didukung oleh Megginson (1997), Rafailov

dan Trifonova (2011), Dita et al., (2011), Darmawan (2012), Vo dan Nguyen

(2014), Tamimi dan Takhtaei (2014), Al-Sabah (2015), Nnadi et al., (2013), Forti

et al., (2015), Afza dan Mirza (2011), Puspitasari dan Darsono (2014), Arfan dan

Maywindlan (2013), Sugiarto (2015), Kuzucu (2015), Thanatawee (2013), Moradi

et al., (2012), Kumar dan Waheed (2015), Ranti (2013) yang mengatakan bahwa

leverage mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Koefisien negatif yang

signifikan berarti bahwa perusahaan dengan pinjaman lebih banyak, maka akan

membayar dividen lebih sedikit. Temuan ini menegaskan hipotesis bahwa

perusahaan lebih banyak menggunakan hutang, memiliki konflik kuat kepentingan

antara pemegang saham dan pihak pemberi pinjaman dan antara pemegang saham.

Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha mengurangi

agency cost of debt dengan mengurangi hutangnya. Pengurangan hutang dapat

dilakukan dengan membiayai investasinya dengan sumber dana internal sehingga

pemegang saham akan merelakan dividennya untuk membiayai investasinya.

Peningkatan penggunaan hutang akan menurunkan tingkat konflik antar manager

dan pemilik sehingga pemilik tidak terlalu menuntut pembayaran dividen yang

tinggi. Selain itu kebijakan hutang memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan

dividen, karena tingkat penggunaan hutang yang relatif besar maka perusahaan akan

membayar dividen yang tidak terlalu tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk

memperhatikan kepentingan kreditur dan pemegang saham.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung akan

membagi dividen yang lebih besar sebagai sinyal kepada para pemegang saham

bahwa perusahaan dalam kondisi profitable dan memiliki prospek yang baik di

masa datang. Menurut hipotesis signalling dividend, investor dapat menduga

informasi tentang laba mendatang perusahaan melalui sinyal yang muncul dari

pengumuman dividen, baik dalam hal stabilitas maupun perubahan dividen.

Kenaikan dalam rasio pembayaran dividen dapat diinterpretasikan sebagai

informasi bahwa perusahaan memiliki profitabilitas masa depan yang baik. Jika

perusahaan memberikan dividen yang lebih rendah daripada yang diharapkan maka

hal ini akan diinterpretasikan sebagai signal buruk. Miller dan Modigliani (1961)

menyatakan bahwa penurunan dividen dapat mengidentifikasikan bahwa

pendapatan perusahaan dimasa mendatang akan mengecewakan. Berikut grafik

rata-rata return on asset (ROA) Industri Manufaktur periode 2011 – 2015:

Sumber: Data diolah ICMD dan www.idx.co.id

Gambar 6.4

Grafik Rata-rata ROA Periode 2011 - 2015

Gambar 1.4 menunjukkan return on asset Industri manufaktur mengalami

fluktuasi dari tahun ke tahun (2011-2015). Peningkatan ROA diduga disebabkan

0.1800

0.1600 0.1563

0.1479 0.1422

0.1400 0.1254

0.1200 0.1095

0.1000

0.0800

0.0600

0.0400

0.0200

0.0000

2011 2012 2013 2014 2015

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

oleh meningkatnya laba bersih perusahaan dan kenaikan total aktiva yang dimiliki

perusahaan, sedangkan penurunan ROA diduga karena menurunnya laba bersih

perusahaan dan menurunnya jumlah total aktiva perusahaan.

Pada dasarnya, perusahaan akan meningkatkan pembayaran dividen apabila

manajemen yakin bahwa perusahaan akan mencapai tingkat profitabilitas tinggi di

masa yang akan datang dan akan menurunkan dividen apabila tidak terdapat arus

kas yang mencukupi. Signalling theory menyatakan bahwa perusahaan melakukan

penyesuaian dividen untuk menunjukkan sinyal akan prospek perusahaan. Lintner

(1956) berpendapat bahwa perusahaan cenderung untuk menaikkan dividen

manakala manajer percaya bahwa laba secara permanen mengalami kenaikan,

selain Lintner, pendapat mengenai dividen sebagai signal bagi prospek perusahaan

dikemukakan oleh Ross (1977), Bhattacarya (1979), Miller dan Rock (1985), serta

John dan William (1985).

Return on Asset merupakan salah satu rasio keuangan yang mengukur

profitabilitas perusahaan. Marlina dan Danica (2009) mengatakan bahwa ROA

menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam total aktiva untuk

menghasilkan laba perusahaan, dengan melihat rasio ROA dapat diketahui

bagaimana perusahaan menggunakan aset untuk menghasilkan laba. Wasike dan

Ambrose (2015) mengatakan bahwa, perusahaan yang menghasilkan keuntungan

yang besar cenderung untuk membayar dividen yang tinggi. Return On Asset yang

tinggi berarti bahwa perusahaan dapat menggunakan aset secara maksimal untuk

mendapatkan keuntungan, sehingga semakin tinggi ROA berarti laba yang dimiliki

oleh perusahaan juga semakin tinggi. Peningkatan dana ini akan meningkatkan

kemampuan perusahaan untuk memberikan dividen, hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Mehta (2012), Al-Kuwari (2009), Husam-Aldin dan

Al-Malkawi (2007), Kowalewski et.al., (2007), Wang et.al., (2011), Sigo dan

Selvam (2013), Setiawan dan Phua (2013), Kargar dan Ahmadi (2013), Musiega et

al., (2013), Awad (2015), Leo dan Putra (2014), Sandy dan Asyik (2013), Marietta

dan Sampurno (2013), Denis & Osobov (2008), Ahmed & Javed (2009), Shubiri

(2011), Kim dan Jang (2010), Patra et al., (2012), Ajanthan (2013),

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Livoreka et al., (2015), Cao dan Chaipoopirutana (2015), Thanatawee (2013),

Rafailov dan Trifonova (2011), Mubin et al., (2014), Abbas et al., (2016), Lai et

al., (2016), Kajola et al., (2015), Bushra dan Mirza (2015), Rasyid et al., (2015)

mengatakan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR.

Bushra dan Mirza (2015) menunjukkan bahwa ROA dan ROE memiliki

dampak positif dan sangat signifikan terhadap pendapatan dan pembayaran dividen.

Perusahaan yang telah menghasilkan keuntungan yang besar, lebih senang untuk

mengumumkan dividen karena yakin tentang prospek perusahaan dan kemampuan

untuk mempertahankan pembayaran dividen di masa depan (Ahmad dan Javid,

2009). Penelitian yang dilakukan oleh Velnampy et al., (2014), Gupta dan Banga

(2010), Darmawan (2011), Ikbal et al., (2011), Taofiqkurochman dan Konadi

(2012), Ahmed (2015), Suci dan Andayani (2016), Susanto et al., (2016), Kuniawan

et al., (2016), Setiawan et al., (2016), Badu (2013), Adnan dan Candrasari (2015),

Rizqia dan Sumiati (2013), Maskiyah dan Wahjudi (2013), Roy (2015) menemukan

hasil yang berbeda bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap

kebijakan dividen, hal tersebut dikarenakan apabila perusahaan memiliki laba yang

semakin tinggi maka perusahaan akan menggunakan laba tersebut untuk kegiatan

operasi perusahaan atau untuk investasi sehingga akan mengurangi pembayaran

dividen.

Penelitian Nuhu et al., (2014) menunjukkan hubungan statistik negatif dan

signifikan antara profitabilitas dan kebijakan dividen, berarti bahwa perusahaan

tidak menguntungkan cenderung untuk membayar dividen yang tinggi

dibandingkan dengan perusahaan yang menguntungkan. Pengaruh negatif ini

didasarkan pada perusahaan yang menguntungkan akan memiliki peluang investasi

yang besar, dan perusahaan tersebut akan lebih memilih untuk meningkatkan laba

ditahan agar dapat melakukan investasi yang menguntungkan supaya perusahaan

tersebut dapat terus mempertahankan dan meningkatkan nilai perusahaan. Laba

ditahan dapat digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sehingga

mengurangi pembayaran dividen. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Lopolusi (2013), Ngan (2013), Parsian dan Koloukhi (2014), Tariq

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

(2015), Nuhu et al., (2014), Kuzucu (2015), Sugiarto (2015), Devanadhen dan

Karthik (2015), Ekasiwi dan Ardiyanto (2012), Maladjian dan Khoury (2014),

Osegbue et al., (2014), Arhad et al., (2013), yang menyatakan bahwa profitabilitas

memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

Dividen erat kaitannya dengan arus kas perusahaan, salah satu cara untuk

mengukur arus kas dengan menggunakan likuiditas, maka likuiditas perusahaan

merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya

tepat pada waktunya. Likuiditas didalam kaitannya dengan kebijakan dividen

merupakan kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada para

pemegang saham. Free cash flow theory oleh Jensen (1986) mengatakan bahwa

aliran kas bebas menggambarkan tingkat fleksibilitas keuangan perusahaan.

Pembayaran dividen tergantung pada arus kas perusahaan, yang mencerminkan

perusahaan dalam membayar dividen (Maverick, 2015), untuk membayar dividen

diperlukan ketersediaan dana dalam hal ini adalah kas yang dimiliki oleh

perusahaan. Wasike dan Ambrose (2015) mengatakan bahwa sebuah posisi

likuiditas yang baik akan mampu meningkatkan kemampuan perusahaan untuk

membayar dividen. Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam

kebijakan dividen, karena dividen bagi perusahaan merupakan arus kas keluar,

maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan

semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Sartono, 2010).

Current ratio dapat dijadikan referensi bagi investor mengenai kemampuan

perusahaan membayar dividen yang dijanjikan. Semakin besar current ratio

menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka

pendeknya, sehingga makin tingginya current ratio juga menunjukkan keyakinan

investor terhadap kemampuan perusahaan membayar dividen yang dijanjikan, hal

ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanjari and Zarei (2015),

Ahmed (2015), Zameer et al., (2013), Musiega et al., (2013), Ahmed (2015), Kumar

dan Waheed (2015), Samuel dan Gbedi (2010), Ahmed dan Javid (2008), Rehman

dan Takumi (2012), Kuzucu (2015), Roy (2015), Abbas (2016), Farizi

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

(2012), Badu (2013) yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kebijakan dividen,

Penelitian yang dilakukan Zameeret al.,(2013), Parsian dan Koloukhi

(2014), Alam dan Hossain (2012), Tariq (2015), Devanadhen dan Karthik (2015),

Rafailov dan Trifonova (2011), Widhicahyono dan Sudiyatno (2015), Forti et al.,

(2015), Aqel (2016) yang menunjukkan likuiditas berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan Sunday et.al., (2015), Lopolusi

(2013), Sandy dan Asyik (2013), Afriani et al., (2015), Nerviana (2015), Adu-

Boanyah et al., (2013), Asih (2014), Maladjian dan Khoury (2014), Hossain et al.,

(2014), Susanto et al, (2016), Liwe (2012), Kuniawan et al., (2016) justru

menemukan bahwa likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan

dividen. Berikut grafik current ratio (CR) Industri manufaktur periode 2011 – 2015:

Sumber: Data diolah ICMD dan www.idx.co.id

Gambar 6.5

Grafik Rata-rata CR Periode 2011 - 2015

Gambar 1.5 menunjukkan bahwa rata-rata current ratio Industri manufaktur

mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (2011-2015). Penurunan current ratio

3.5000 3.1328

3.0000 2.7628 2.5535

2.5000 2.2359

2.0000 1.7440

1.5000

1.0000

0.5000

0.0000

2011 2012 2013 2014 2015

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

disebabkan jumlah hutang lancar meningkat lebih cepat dibandingkan aktiva lancar.

Jika sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan, perusahaan akan memulai

membayar kewajibannya (hutang) secara perlahan, yang perusahaan lakukan adalah

meminjam dana dari bank, atau mencari sumber dana lainnya, akibat jumlah hutang

perusahaan akan meningkat. Jika hutang lancar meningkat lebih cepat daripada

aktiva lancar maka current ratio akan menurun, dan ini bisa menyebabkan masalah,

karena current ratio menunjukkan hutang jangka pendek yang dimiliki perusahaan

dapat ditutupi oleh aset dan dengan cepat dikonversikan kedalam uang tunai.

Faktor lain yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah struktur

kepemilikan (Struktur kepemilikan). Struktur kepemilikan dapat berupa

kepemilikan individu, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.

Penelitian yang dilakukan oleh Afza (2010) menyatakan bahwa struktur

kepemilikan yaitu kepemilikan individu dan kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif terhadap pembayaran dividen, hal ini menjelaskan bahwa struktur

kepemilikan atas saham perusahaan memberikan pilihan keputusan yang lain untuk

melakukan kegiatan perusahaan di masa sekarang dan masa depan. Kepemilikan

manajerial adalah pemegang saham yang berasal dari pihak manajemen yang secara

aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris). Di

dalam perusahaan terdapat kepemilikan manajerial yang terlibat secara langsung

dengan informasi perusahaan yang disebut dengan insider ownership. Kepemilikan

manajerial, diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh

manajerial (Tarjo dan Jogiyanto Hartono, 2003). Kepemilikan saham yang dimiliki

manajemen meningkat, maka manajer akan semakin berhati-hati dalam

menjalankan aktivitas operasionalnya, hal tersebut dapat menurunkan dividen

dengan asumsi perusahaan sedang melakukan ekspansi usaha (Abdullah, 2001).

Rozeff (1982) menyatakan bahwa kebijakan dividen dan kepemilikan

manajerial digunakan sebagai subtitusi untuk mengurangi biaya keagenan.

Perusahaan dengan menetapkan presentase kepemilikan manajerial yang besar,

akan membayarkan dividen dalam jumlah yang besar sedangkan pada presentase

kepemilikan manajerial yang kecil, akan cenderung menetapkan dividen dalam

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

jumlah yang kecil. Kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi

para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan

menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya

keagenan (Jensen dan Meckling, 1976).

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa agency cost akan

rendah didalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial (managerial

ownership) yang tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya penyatuan antara

kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajer yang dalam hal ini

berfungsi sebagai agent dan sekaligus sebagai principal. Rasionalnya adalah bahwa

dengan insider ownership yang tinggi agency problem menjadi rendah antara

manajer dengan pemegang saham. Penelitian mengenai hubungan struktur

kepemilikan dengan kebijakan dividen yang dilakukan oleh Husam-Aldin dan Al-

Malkawi (2007), Taofiqkurochman dan Konadi (2012), Nasrum (2013), Zameer et

al., (2013), Hidayah (2013), Vo dan Nguyen (2014), Rasyid et al., (2015), Ali dan

Miftahurrohman (2014), Maskiyah dan Wahjudi (2012), Arshad et al., (2013), Al-

Gharaibeh et al., (2013), Thanatawee (2013), Mardiyati et al., (2014), Tariq (2015),

Rizkia dan Sumiati (2013), Setiawan et al., (2016), Rasyid et al., (2015)

menunjukkan bahwa struktur kepemilikan atau struktur kepemilikan memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Vo dan Nguyen (2014)

menyatakan bahwa kepemilikan manajerial ditemukan memiliki dampak positif

pada dividen. Ini berarti bahwa perusahaan dengan tingkat dari kepemilikan

manajerial yang lebih tinggi secara nyata mengetahui akan mendapatkan tingkat

dividen yang lebih besar.

Penelitian yang dilakukan oleh Ikbal et al., (2011), Ullah et al., (2012),

Kristianti (2013), Darmawan (2012), Miko dan Kamardin (2015), Ibrahim dan

Shuaibu (2016), Widhicahyono dan Sudiyatno (2015), Hossai et al., (2014), Bushra

dan Mirza (2015) yang menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, hasil dari penelitian tersebut

menyatakan bahwa pada tingkat kepemilikan manajerial tinggi, maka perusahaan

membagikan dividen dalam jumlah yang kecil karena bagian laba lebih banyak

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dialokasikan pada retained earnings, sedangkan Gupta dan Banga (2010), Roy

(2015), Nnadi et al., (2013), Fong dan Astuti (2015) menyatakan bahwa struktur

kepemilikan atau struktur kepemilikan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap

kebijakan dividen.

Pengukuran rasio aktivitas (activity ratio) perusahaan bisa dilihat seberapa

besar aktivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. Semakin efektif

dalam memanfaatkan dana, semakin cepat perputaran dana. Menurut Horne dan

Wachowicz (2012:172) rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur bagaimana

perusahaan menggunakan assetnya. Rasio Aktivitas merupakan rasio yang

mengukur seberapa efektif sebuah perusahaan mengatur asetnya dan dapat diukur

melalui perputaran aktiva (TATO) yakni dengan membagi penjualan dengan total

asset (Brigham dan Houston, 2012:139). Perputaran aktiva menggambarkan

kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan menggunakan asset yang ada. Sari

dan Budiasih (2014) menyatakan bahwa TATO adalah rasio yang menunjukkan

efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset yang dimiliki agar menghasilkan

volume penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio TATO, maka semakin efisien pula

penggunaan keseluruhan aset perusahaan dalam menghasilkan penjualan sehingga

penjualan perusahaan akan menjadi lebih besar. Jika penjualan yang dimiliki oleh

perusahaan besar dan tidak terdapat kenaikan beban, maka laba yang dimiliki oleh

perusahaan juga akan menjadi lebih besar. Laba yang lebih besar akan menyebabkan

laba yang dapat diatribusikan kepada pemegang saham juga semakin besar sehingga

kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen juga mengalami peningkatan.

Perusahaan yang pendapatannya stabil cenderung membagikan dividen

lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatanya tidak stabil (Sutrisno,

2012:267), semakin tinggi perputaran aktiva perusahaan berarti semakin tinggi

kemampuan perusahaan dalam membagikan dividennya (Amalia, 2013).

Perputaran aktiva berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen

ditemukan oleh Ike (2014), Rafailov dan Trifonova (2011), Kuniawan et al.,

(2016), Marlim dan Aririfin (2015), Purnami dan Artini (2016),

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Fuadi dan Satini (2015) menyatakan bahwa perputaran aktiva berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kebijakan dividen, perusahaan dengan manajemen aset

yang lebih efisien, maka akan membayar dividen lebih sering. Hasil yang berbeda

ditemukan oleh Pasaribu et al., (2014), Dewi (2013), Umi (2014), bahwa perputaran

aktiva berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Menurut Umi (2014) arah

pengaruh yang negatif dari hasil temuan ini dikarenakan perusahaan tidak

membagikan dividen tinggi karena perusahaan membutuhkan dana internal untuk

ekspansi perusahaan dan tambahan modal untuk membiayai aktivitas perusahaan

sehingga perusahaan cenderung menahan labanya dibandingkan harus membagikan

dividen kepada para pemegang saham, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Nerviana (2015), Asih (2014), Farizi dan Yani (2012), Winarto (2015)

menunjukkan bahwa perputaran aktiva tidak mempunyai pengaruh terhadap

kebijakan dividen.

Berdasarkan hasil temuan yang berbeda penelitian tentang aliran kas bebas,

leverage, profitabilitas, likuiditas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva

terhadap kebijakan dividen, maka penelitian ini memasukan variabel moderasi

collateralizable asset, umur perusahaan, self finance, earning violatility, dan

investment opportunity set pada pengaruh aliran kas bebas, leverage, profitabilitas,

likuiditas, ownership structur,dan perputaran aktiva terhadap kebijakan dividen.

Penambahan variabel moderasi ini merupakan suatu keunikan dari penelitian ini

dibandingkan penelitian sebelumnya, karena penelitian tentang collateralizable

asset, umur perusahaan, self finance, earning violatility dan investment opportunity

set yang ada sebelumnya ditemukan sebagai variabel penentu (bebas) terhadap

kebijakan dividen.

Variabel moderasi (kontingensi) menentukan kuat atau lemahnya hubungan

atau pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Jika kondisi

variabel moderasi tidak kondusif, hubungan variabel independen dan variabel

dependen akan lemah atau menurun, dan Dan sebaliknya, jika kondisi variabel

moderasi kondusif, hubungan antara variabel independen dan dependen akan kuat

atau meninggi. Peningkatan dalam variabel moderasi memperkuat hubungan antara

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

variabel independen dan variabel dependen, dan penurunan dalam variabel

moderasi melemahkan kekuatan hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen (Silalahi, 2012:138), dengan dimasukkannya collateralizable asset, umur

perusahaan, self finance, earning violatility dan investment opportunity set sebagai

variabel moderasi, diharapkan dapat memberikan pengaruh lebih kuat ataupun lebih

lemah pada pengaruh aliran kas bebas, leverage, profitabilitas, likuiditas, struktur

kepemilikan dan perputaran aktiva terhadap kebijakan dividen yang diproksi

dengan dividend payout ratio.

Collateralizable assets adalah aset-aset perusahaan yang dapat digunakan

sebagai jaminan hutang. Variabel ini diukur dengan membandingkan fixed Assets

terhadap total assets. Berdasarkan teori agensi (Agency Theory), `perusahaan

dengan collateral assets yang tinggi akan mengurangi konflik kepentingan antara

pemegang saham dengan kreditur, sehingga perusahaan dapat membayar dividen

dalam jumlah besar. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadpour et al., (2006), Fauz

dan Rosidi (2008), Santoso (2012), Arfan dan Maywindlan (2013), Natalia dan

Kusumastuti (2012), menyatakan bahwa collateralizable assets sebagai proksi

untuk mengatasi konflik antara pemegang saham dan kreditur, mempunyai

hubungan positif signifikan antara collateralizable assets terhadap rasio

pembayaran dividen. Pengaruh positif tersebut bermakna bahwa semakin besar

collateralizable assets akan mengakibatkan perusahaan menaikan pembayaran

dividen, tingginya jaminan yang dimiliki perusahaan akan mengurangi konflik

kepentingan antara pemegang saham dengan kreditur, sehingga kemungkinan

perusahaan dapat membayar dividen dalam jumlah yang besar karena tidak adanya

tekanan dari pihak kreditur.

Semakin rendah collateral assets yang dimiliki perusahaaan akan

meningkatkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan kreditur,

sehingga kreditur akan menghalangi perusahaan untuk membayar dividen dalam

jumlah besar. Perusahaan yang mempunyai collateralizable assets yang besar akan

menggunakan hutang yang besar pula sehingga laba bersih akan kecil karena adanya

kewajiban untuk membayarkan beban bunga yang semakin besar, dan pada

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

akhirnya laba yang akan dibagikan dalam bentuk dividen menjadi kecil. Pendapat

ini di dukung oleh penelitian Setiawan dan Yuyetta (2013), Putri (2014), Suci dan

Andayani (2016) yang menyatakan bahwa collateralizable asset memiliki pengaruh

yang negatif terhadap kebijakan dividen, sedangkan hasil kontradiktif diperoleh

Pujiastuti (2008), Haryanti (2012), Fadilah (2014), Liwe (2012), Asih (2014),

Hidayah (2013), Puspitasari dan Darsono (2014), Susanto et al, (2016), yang tidak

menemukan pengaruh signifikan antara collateralizable assets dengan dividen.

Berikut rata-rata collateralizable asset (CA) Industri manufaktur periode 2011 –

2015:

Sumber: Data diolah ICMD dan www.idx.co.id

Gambar 6.6

Grafik Rata-rata CA Periode 2011 - 2015

Gambar 1.6 menunjukkan bahwa collateralizable asset Industri manufaktur

mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (2011-2015). Peningkatan collateralizable

asset diduga disebabkan oleh jumlah aktiva tetap yang dijaminkan perusahaan

cukup besar yang dimiliki perusahaan tersebut. Perusahaan sebagai debitur

menggunakan aktiva tetap sebagai jaminan pinjamannya. Penjaminan aktiva tetap

0.4050 0.3996

0.4000

0.3950 0.3937

0.3900 0.3891

0.3850 0.3811

0.3800

0.3750 0.3703

0.3700

0.3650

0.3600

0.3550

2011 2012 2013 2014 2015

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

adalah aktiva dalam bentuk properti, surat berharga, atau harta lain yang telah

terikat sebagai jaminan untuk mendukung penerbitan obligasi, surat hutang, atau

pinjaman. Semakin besar collaterizable assets,semakin besar dana perusahaan yang

diinvestasikan pada aktiva tetap. Dan Dan sebaliknya penurunan collateralizable

asset diduga karena jumlah aktiva tetap yang dijaminkan perusahaan sangat sedikit.

Umur perusahaan ditemukan menjadi faktor penting dalam keputusan untuk

membayar dividen. Umur perusahaan adalah umur sejak berdirinya perusahaan dan

telah mampu menjalankan aktivitas operasionalnya hingga dapat mempertahankan

going concern atau eksistensi perusahaan tersebut atau dalam dunia bisnis

(Nugroho, 2012). Pengukuran umur perusahaan dihitung sejak berdirinya

perusahaan sampai dengan data observasi (annual report) dibuat (Latifah et al.,

2011). Secara theoritis (maturity hypothesis yang dikemukan oleh Grullon et al.,

2002) umur perusahaan di duga mempunyai pengaruh terhadap kemampuan

perusahaan untuk membayarkan dividen.

Penelitian Nnadi et al., (2013) menunjukkan bahwa umur perusahaan

berhubungan positif dengan kebijakan dividen, hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan yang mature dengan pertumbuhan dan peluang investasi yang

berkurang, maka cenderung untuk membayar dividen yang lebih banyak, hal ini

konsisten dengan maturity dan aliran kas bebas hypothesis oleh Jensen (1986).

Argumentasi ini diperkuat dengan penelitian dari Al-Malkawi (2007), Al-Malkawi

(2008), Lai et.al., (2016), Darmawan (2012), Nnadi et al., 2014, Grullon et al.,

(2002), Soejono (2010), Nugroho (2012), Tamimi dan Takhtaei (2014), Afza dan

Mirza (2011), Kristina (2015), Kuzucu (2015), Osman dan Mohammed (2010) pada

perusahaan non-keuangan, Sari dan Budiartha (2016), Badu (2013) menemukan

bukti umur perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan dengan arah

hubungan yang positif terhadap kebijakan dividen. Perusahaan yang sudah lama dan

mapan cenderung untuk membayarkan dividen dalam jumlah yang besar. Penelitian

yang dilakukan oleh Al-Sabah (2015), Osman dan Mohammed (2010) pada

perusahaan keuangan menunjukkan bahwa Umur perusahaan berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan penelitian yang

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dilakukan oleh Alex dan Krishnan (2015), Pratiwi et al., (2016) menunjukkan

bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Self Finance (SFR) adalah suatu rasio untuk menilai keuangan perusahaan

dilihat dari pembayaran dividen, yang diukur dengan menghitung perbandingan

antara retained earnings dengan perubahan pada capital employed, sesuai dengan

yang telah dilakukan oleh John dan Williams (1985), Ahmed dan Attiya (2009).

Besarnya capital employed dapat diperoleh dari total assets dikurangi intangible,

dapat dikatakan bahwa perusahaan menjaga keseimbangan antara dividend payout

dan simpanan keuangan perusahaan. Penelitian Shah et al., (2010), Ekasiwi dan

Ardiyanto (2012), Febriyanto (2014) menemukana bahwa Self Finance

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, dimana perusahaan

yang membayarkan dividen lebih banyak memiliki kinerja keuangan perusahaan

yang lebih baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Manisha Khanna dan Monika Khanna

(2015), Aurangzeb dan Dilawer (2012), menunjukkan bahwa hasil pengujian yang

dilakukan dalam SFR mempunyai arah yang negatif dan signifikan terhadap

kebijakan dividen, dapat diartikan ketika perusahaan mempunyai kinerja keuangan

perusahaan baik tetapi pada sisi yang lain perusahaan mempunyai kewajiban atau

hutang yang harus dibayar maka kemungkinan perusahaan akan berfokus pada

hutang yang harus dibayarkan terlebih dahulu. Tingkat SFR yang rendah

merefleksikan bahwa suatu infrastruktur tidak mampu mendukung

pertumbuhannya sendiri secara substansial dan akan harus bergantung pada

pendanaan dengan menggunakan hutang yang besar, hal ini sependapat dengan

penelitian yang dilakukan oleh Haider et al., (2012) menunjukkan bahwa SFR tidak

berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Earning volatility adalah tingkat volatilitas (perubahan yang cepat) dari

keuntungan yang didapatkan perusahaan. Laba sulit untuk diprediksi dan lebih sulit

diprediksi lagi ketika volatilitasnya tinggi (Antoniou et al., 2008). Earning

Volatility atau biasa disebut Business Risk adalah variabel indikator yang

menggambarkan risiko yang diciptakan akibat tidak efisiennya operasional

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

perusahaan, dimana terdapat kegagalan internal control yang mengakibatkan

kerugian yang tidak diperkirakan sebelumnya, yang diukur dengan standard deviasi

dari EBIT dibagi dengan total aktiva. Peningkatan earning volatility akan

meningkatkan biaya kebangkrutan (debt agency cost) sehingga penurunan hutang

menjadi solusi untuk mengontrol equity agency cost. Bila manajer memilih

kebijakan untuk mencapai trade off antara benefit dengan cost sebagai akibat

peningkatan earning volatility, maka para manajer tidak hanya mengurangi hutang

namun juga akan meningkatkan dividen. Penelitian yang dilakukan oleh

Widhicahyono dan Sudiyatno (2015), Anupam (2012), Nguyen (2012), Musiega et

al., (2013), Devanadhen dan Karthik (2015), Aqel (2016), Osman dan Mohammed

(2010) pada perusahaan non-keuangan mendapatkan hasil bahwa risiko bisnis

berpengaruh signifikan dan positif pada kebijakan dividen.

Volatilitas laba (earning volatility) menunjukkan suatu risiko bisnis, di

mana risiko bisnis yang tinggi akan menimbulkan kebangkrutan. Hasil penelitian

membuktikan bahwa perusahaan dengan risiko yang tinggi seharusnya meng

gunakan hutang yang lebih sedikit untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan

(Titman dan Wessels, 1988). Penelitian Turki dan Ahmed (2013), Epayanti dan

Yadnya (2013), Al-Kuwari (2012), Al-Shubiri (2010), Tri Prabawa (2010), Michael

dan Wijaya (2010), Al-Kuwari (2009), Kumar dan Waheed (2015), Moradi et al.,

(2012), Issa (2015), Hossain et al., (2014), Osegue et al., (2014) bahwa risiko bisnis

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Tingginya risiko

bisnis yang dihadapi oleh perusahaan akan diantisipasi dengan kebijakan

pembayaran dividen yang rendah.

Dividen yang rendah dapat digunakan untuk menghindari pemotongan

dividen di masa mendatang sehingga pengalokasian sebagian keuntungan pada laba

ditahan dapat digunakan untuk investasi lebih lanjut. Jadi perusahaan dengan risiko

bisnis yang tinggi akan memberikan dividen yang rendah kepada pemegang saham.

Penelitian yang dilakukan oleh Nghi (2014), Halim (2013), Osman dan Mohammed

(2010) pada perusahaan keuangan menemukan hasil risiko bisnis tidak memiliki

pengaruh terhadap kebijakan dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Investment opportunity set merupakan suatu kombinasi antara aktiva yang

dimiliki dan pilihan-pilihan investasi dimasa yang akan datang dengan net present

value positif. Penelitian ini menggunakan proksi tunggal yang berbasiskan pada

harga yaitu Market To Book Value Of Equity Ratio (MBVE). Keown et al.

(2010:214) menyatakan bahwa ketika peluang investasi perusahaan naik, rasio

pembayaran dividen harus turun. Terdapat hubungan terbalik antara besarnya

investasi dengan rasio pembayaran dividen. Pendapat ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Subramaniam and Shaiban (2011) menyatakan bahwa ada

hubungan negatif dan signifikan yang kuat antara peluang pertumbuhan dan

kebijakan dividen. Pendapat ini konsisten denga teori kontrak berdasarkan free cash

flow hypothesis oleh Jensen (1986).

Aliran kas bebas perusahaan juga terkait dengan kebijakan investasi dan

kebijakan dividen. Semakin tinggi investasi, semakin kecil dividend payout atau

ekuitas yang diterbitkan semakin banyak. Pendapat ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Denis dan Osobov (2008), Kangarlouei et al., (2012), Budi

(2009), Ogheneochuko dan Abigirl (2015), Mardiyati et al., (2014), Rehman dan

Takumi (2012), Wasike dan Ambrose (2015), Rehman dan Takumi (2012), Bushra

dan Mirza (2015) yaitu investment opportunity set berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kebijakan dividen, karena perusahaan dengan tambahan

peluang pertumbuhan lebih mungkin menggunakan dana untuk keperluan investasi

dan cenderung untuk membayar dividen tunai.

Van Horne dan Wachowicz (2010:271) jika peluang investasi perusahaan

banyak jumlahnya, persentase laba yang dibayarkan perusahaan akan cenderung

nol, di sisi lain, jika perusahaan tidak menemukan peluang investasi yang

menguntungkan, dividen akan dibayarkan sejumlah 100% dari laba. Hasil yang

berbeda ditemukan oleh Samuel dan Gbegi (2010), Musiega et al., (2013), Kim dan

Jang, (2010), Saurdi et al., (2014), Cao dan Chaipoopirutana (2015), Thanatawee

(2013), Siboni dan Pourali (2015), Nuhu et al., (2014), Arif dan Akbar (2013), Roy

(2013), Issa (2015), Suartawan dan Yasa (2016), Sari dan Budiartha (2016), Forti

et al., (2015), Putri (2014), Setiawan dan Phua (2013), Setiawan et al.,

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

(2016) menyatakan bahwa investment opportunity set berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kebijakan dividen. Menurut Dithi (2012) investasi yang

dilakukan perusahaan memberikan tingkat keuntungan yang baik sehingga

perusahaan dapat membagikan dividen yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh

Purnami dan Artini (2016), Nghi (2014), Devanadhen dan Karthik (2015), Leo dan

Putra (2014), Alex dan Krishnan (2015), Fuadi dan Satini (2015) menemukan

bahwa investment opportunity set tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan

dividen.

Kebijakan dividen yang optimal dalam sebuah perusahaan adalah kebijakan

seimbang antara dividend yield saat ini dan pertumbuhan perusahaan berupa

naiknya harga saham di masa yang akan datang sehingga memaksimumkan nilai

perusahaan, ketika akan menentukan sebuah kebijakan dividen, maka perusahaan

perlu mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan

perusahaan secara keseluruhan. Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu

faktor yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham. Bagi

sebuah perusahaan, menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu

keharusan agar saham tersebut tetap eksis dan tetap diminati oleh investor, dengan

dilakukannya analisis variabel kinerja keuangan perusahaan yang mempengaruhi

kebijakan dividen, maka kebijakan dividen yang dibuat perusahaan akan menjadi

optimal sehingga akan mengakibatkan meningkatnya nilai perusahaan, selanjutnya

tentu akan meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan yang dicerminkan

oleh harga saham perusahaan yang tercatat di Pasar Modal.

Pasar Modal merupakan suatu pasar yang memperdagangkan atau

memperjualkan efek-efek perusahaan yang telah go public. Salah satu efek yang

diperjualbelikan di Bursa Efek adalah saham. Harga saham suatu perusahaan dapat

mencerminkan nilai perusahaan di mata investor. Sartono (2010: 6-11) mengatakan

bahwa kemakmuran para pemegang saham akan meningkat ketika harga saham

yang dimilikinya meningkat, artinya semakin tinggi harga pasar saham berbanding

lurus dengan semakin meningkatnya kemakmuran pemegang saham. Harga pasar

dari saham, menunjukan nilai perusahaan, karena ketika harga pasar saham

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

meningkat, maka nilai perusahaan akan meningkat juga. Saat ini pasar modal

Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat dan memiliki peranan penting

dalam menghimpun dana dari masyarakat yang ingin berinvestasi. Investor yang

membeli saham perusahaan, pada umumnya, bertujuan untuk menerima tingkat

keuntungan berupa dividen (bagian laba setelah pajak yang dibagikan) dan capital

gain (selisih harga saham). Kondisi inilah yang memotivasi investor untuk memiliki

saham. Bagi emiten, penetapan kebijaksanaan dividen, secara teoritis selalu

bertujuan memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang tercermin pada harga-

harga saham di Bursa Efek Indonesia.

Indonesia adalah negara dengan ekonomi berkembang yang memiliki pasar

modal yang telah mengalami reformasi peraturan yang signifikan dan memiliki

lingkungan kelembagaan yang berbeda dari negara lain, perbedaan tersebut

memiliki implikasi bagi kebijakan dividen. Di Indonesia kebijakan dividen diatur

oleh Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 71.

Sesuai Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal

71, laba bersih Perseroan dapat dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen

setelah dilakukannya penyisihan dana cadangan wajib yang disyaratkan oleh

undang-undang. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan pada Pasal 37, informasi tentang kebijakan dividen yang harus

diungkapkan yaitu kebijakan dividen yang direncanakan termasuk jumlah

persentase dividen tunai yang direncanakan dikaitkan dengan jumlah laba bersih

atau dasar lainnya serta riwayat pembayaran dividen. Selain itu, pembayaran

dividen harus disetujui oleh pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham

(RUPS) tahunan berdasarkan rekomendasi Direksi Perseroan. Pengambilan

keputusan dividen melalui RUPS diharapkan dapat memberikan informasi yang

lebih banyak kepada pemegang saham sebagai pemodal tentang penggunaan laba

perusahaan.

Pembayaran dividen biasanya dilakukan dalam beberapa tahap dalam satu

tahun. Pembayaran dividen umumnya dilakukan setiap kuartal, di negara-negara

lain ada yang melakukannya dua kali setahun atau satu tahun sekali. Di Indonesia,

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

praktik pembayaran dividen ada yang dilakukan dua kali dan ada yang satu kali, hal

lain yang membedakan praktik keputusan dividen adalah berkenaan dengan siapa

yang memutuskan besar kecilnya dividen. Berbeda dengan kelaziman di negara-

negara maju, misalnya Amerika Serikat dimana besar kecilnya dividen ditentukan

oleh dewan direktur atau manajemen perusahaan, di Indonesia keputusan terhadap

seberapa besar dividen akan dibagikan kepada pemegang saham berada dalam

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Artinya, RUPS memegang kunci dalam

kebijakan dividen di Indonesia, sehingga dalam banyak hal, keputusan dividen

bukan merupakan keputusan strategis dari manajemen perusahaan (Gumanti, 2013;

17).

Penelitian ini mengambil studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitan yaitu tahun 2011 sampai dengan

tahun 2015. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mengolah barang

mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sehingga menambah nilai

dari barang tersebut. Pertumbuhan perusahaan industri manufaktur memegang

posisi yang dominan dalam perkembangan perekonomian di Indonesia karena

berhubungan langsung dengan daya beli masyarakat sehari-hari (Adnyana dan

Badjra, 2014). Kinerja perusahaan manufaktur yang baik akan meningkatkan

kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan tersebut, Dan sebaliknya apabila

kinerja perusahaan manufaktur kurang optimal maka tingkat kepercayaan

masyarakat terhadap perusahaan tersebut akan menurun. Perusahaan yang memiliki

kinerja yang baik dapat menghasilkan keuntungan dimana sebagian dari

keuntungan tersebut dapat ditahan untuk keperluan investasi dan sebagian lagi

dapat dibagikan sebagai dividen. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tidak semuanya membagikan dividen kepada para pemegang sahamnya, baik itu

dalam bentuk dividen tunai maupun dividen saham, hal tersebut disebabkan oleh

adanya pertimbangan-pertimbangan yang berbeda dalam membuat keputusan

kebijakan dan pembayaran dividen dalam setiap perusahaan. Sektor manufaktur

merupakan sektor yang paling banyak membagikan dividen kepada para pemegang

sahamnya selama kurun periode 2011-2015 dibandingkan sektor lain yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Alasan memilih perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian adalah

disebabkan karena perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

terdiri dari berbagai sub sektor industri sehingga dapat mencerminkan reaksi pasar

modal secara keseluruhan. Perusahaan manufaktur juga memiliki jumlah

perusahaan terbanyak di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan manufaktur merupakan

perusahaan yang memiliki aktivitas produksi yang berkesinambungan, sehingga

untuk menjaga kesinambungan ini, perusahaan membutuhkan dana dalam jumlah

yang besar, yang menyebabkan perusahaan manufaktur membutuhkan sumber dana

yang lebih untuk jangka panjang, untuk membiayai operasi perusahaan salah

satunya dengan investasi oleh para investor, dan akan sangat menarik jika dikaitkan

dengan dividen sebagai bagian dari laba yang dibagikan kepada pemegang saham.

Penelitian akan lebih relevan apabila dilakukan pada jenis sektor yang sama.

Hasil pembahasan pada beberapa grafik (DPR, PBV, ROA, DER, CR, CA)

dapat dikatakan bahwa terjadi fenomena gap yang cukup besar di perusahaan

manufaktur yang telah listing di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun

2015 dan adanya berbagai kontradiksi hasil empiris, maka dari kedua hal tersebut

memotivasi penulis untuk melakukan penelitian ini karena mengingat pentingnya

kebijakan dividen dan nilai perusahaan bagi investor dan perusahaan, serta tidak

konsistennya hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

sebelumnya, sehingga tertarik untuk melakukan pengujian kembali pengaruh aliran

kas bebas, leverage, profitabilitas, likuiditas, struktur kepemilikan dan perputaran

aktiva terhadap kebijakan dividen dan pengaruhnya pada nilai perusahaan, dengan

collateralizable asset, umur perusahaan, self finance, earning violatility dan

invetsment opportunity set sebagai variabel moderasi.

6.2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan rencana dan proses penelitian yang

dimulai dari asumsi-asumsi luas hingga metode-metode rinci dalam pengumpulan

data dan analisis data (Creswell, 2013:25). Penelitian ini dirancang dengan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menggunakan metode penelitian kuantitaif. Metode penelitian kuantitatif dapat

diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,

yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2013:13).

Penelitian ini termasuk penelitian asosiatif (hubungan), yaitu penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau lebih. Jenis hubungan

dalam penelitian ini yaitu hubungan sebab akibat (kausal) karena bertujuan untuk

mengetahui pengaruh variabel bebas dengan variabel moderasi terhadap variabel

terikat (Sugiyono, 2013: 56).

Penelitian ini mengkaji pengaruh aliran kas bebas, likuiditas, leverage,

profitabilitas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva terhadap kebijakan

dividen dengan collateralizable asset, umur perusahaan, self finance, earning

volatility dan investment opportunity set sebagai variabel moderasi dan pengaruh

kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan.

6.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia terhadap semua perusahaan

manufaktur yang terdaftar dengan melihat laporan keuangan yang diterbitkan ke

publik. Periode penelitian ini mulai dari tahun 2011 sampai dengan 2015.

6.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari laporan

keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2011-2015 yang dipublikasikan dalam situsnya yaitu www.idx.co.id dan

Indonesian capital market directory (ICMD). Menurut Sugiyono (2013:41)

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan objek penelitian adalah sasaran ilmiah

untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal

objektif, valid dan reliabel tentang suatu hal (variabel tertentu).

Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laporan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang

telah diaudit tahun 2011-2015. Periode 2011-2015 dipilih karena merupakan

periode yang belum pernah disajikan sebagai bahan penelitian sejenis serta

memberikan gambaran terkini keuangan dari sebuah perusahaan.

6.5 Jenis dan Sumber Data

6.5.1 Jenis data

Data berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi data kuantitatif dan

data kualitatif (Sugiyono, 2012: 13). Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang

berbentuk angka atau data kualitatif yang dijadikan berbentuk angka. Data

kuantiatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan

perusahaan (annual report) dan ringkasan kinerja keuangan perusahaan

selama periode pengamatan. Berdasarkan dimensi dan urutan waktu,

penelitian ini bersifat cross-sectional dan time-series atau disebut data panel

(pooled data), karena selain mengambil sampel berupa kejadian pada suatu

waktu tertentu juga mengambil sampel berdasarkan urutan waktu.

6.5.2 Sumber Data

Menurut sumbernya, data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah data sekunder, yaitu data yang tidak langsung diperoleh dari sumbernya,

tetapi diperoleh dalam bentuk jadi yang dikumpulkan, diolah, dan

dipublikasikan oleh pihak lain. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah publikasi-publikasi perusahaan berupa laporan keuangan auditan dan

ringkasan kinerja perusahaan sampel selama periode pengamatan. Data

sekunder tersebut dapat diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory

(ICMD) dan situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) di www.idx.co.id.

6.6 Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah variabel

independen, variabel dependen, dan variabel moderasi. Variabel penelitian pada

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2012).

6.6.1 Identifikasi Variabel

Sesuai dengan pokok masalah dan hipotesis yang diajukan, variabel-

variabel yang dianalisis dalam penelitian ini dapat diidentifikasi secara garis

besarnya adalah sebagai berikut.

1) Variabel Independen atau variabel bebas (X). Variabel bebas merupakan:

“Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen, dalam penelitian ini yang menjadi variabel

bebas adalah aliran kas bebas (X1), likuiditas (X2), Leverage (X3),

profitabilitas (X4), struktur kepemilikan (X5) dan Perputaran aktiva (X6).

2) Variabel Dependen atau variabel terikat (Y). Variabel dependen adalah:

“Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya

variabel bebas, dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen/terikat

adalah Kebijakan dividen (Y) dan Nilai perusahaan (Z).

3) Varibel Moderasi (X). Variabel moderasi adalah variabel yang menentukan

kuat atau lemahnya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat atau

variabel yang memiliki efek kontingen (contingent effect). Penelitian ini

menggunakan variabel moderasi yang terdiri dari collateralizable asset

(X7), umur perusahaan (X8), self finance ratio (X9), earning volatility

(X10), dan investment opportunity set (X11).

6.7 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel yang akan dilakukan sehubungan dengan

upaya untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang dikumpulkan. Definisi

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

operasional variabel berisikan indikator-indikator dari suatu variabel yang

relevan dengan variabel tersebut. Variabel-variabel yang dianalisa dalam

penelitian ini berdasarkan kriteria yang digunakan untuk mengukur determinan

kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur, seperti berikut ini:

1. Nilai perusahaan

Merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan

dengan harga saham dan harga yang bersedia dibayar oleh investor untuk

memiliki suatu perusahaan. Data yang digunakan untuk menilai nilai

perusahaan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan (annual report)

pada perusahaan manufakur pada tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui

www.idx.co.id. Nilai perusahaan tercermin dari harga saham, yang diukur

dengan rasio pasar yaitu price book value (PBV), yang dinyatakan dalam

satuan rasio, rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Market Price per Share

PBV = ..................................................................................................... (6.1)

Book Value per Share

Sumber: Brigham dan Houston (2010), Ikbal et al., (2011), Rasyid et al.,

(2015), Taofiqkurochman dan Konadi (2012), Nasrum (2013)

2. Kebijakan Dividen

Indikator dari kebijakan dividen ini adalah Dividend Payout Ratio yakni

rasio pembayaran dividen kepada kepada para pemegang saham. Kebijakan

dividen adalah keputusan untuk menentukan besarnya bagian laba (earning)

yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan bagian yang akan

ditahan perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

laporan keuangan (annual report) pada perusahaan manufakur yang secara

berturut-turut membagikan dividen pada tahun 2011-2015 yang diperoleh

melalui www.idx.co.id, yang diukur dengan rasio Dividend Payout Ratio

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

(DPR), yang dinyatakan dalam satuan rasio, rasio ini dapat dihitung dengan

rumus:

Dividend per Share

DPR = ................................................................................................. (6.2)

Earning per Share

Sumber: Brigham dan Houston (2010), Baker dan Powell (2012), Engombe

(2014), Baah et al., (2014), Seotia et al., (2015)

3. Aliran kas bebas

Merupakan arus kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan kepada

seluruh investor (pemegang saham dan pemilik hutang) setelah perusahaan

menempatkan seluruh investasinya pada aktiva tetap, produk-produk baru,

dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang

sedang berjalan (Brigham & Houston, 2006:65). Data yang digunakan untuk

menilai aliran kas bebas dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada

perusahaan manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada

tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui www.idx.co.id, yang dinyatakan

dalam satuan rasio, rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Cash Flow From Operations – (Net Capital Expenditure +

Changes in working Capital)

FCF = .................................................................................................... (6.3)

Total Asset

Sumber: Ross et al., (2000), Suartawan dan Yasa (2016), Suci (2016),

Ayako dan Wamalwa (2015)

4. Leverage

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Merupakan rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan

pendanaan melalui hutang. Perimbangan atau perbandingan antara jumlah

hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang,

saham preferen, dan saham biasa. Data yang digunakan untuk menilai

Leverage dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada perusahaan

manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada tahun

2011-2015 yang diperoleh melalui www.idx.co.id, yang diukur dengan Debt

to Equity Ratio (DER), yang dinyatakan dalam satuan rasio, rasio ini dapat

dihitung dengan rumus:

Total Liabilities

DER = ................................................................................................... (6.4)

Total Equity

Sumber: Brigham dan Houston (2010), Gupta dan Banga (2010), Awad

(2015), Al-kuwari (2009), Nerviana (2015), Aqel (2016)

5. Profitabilitas

Merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Data yang

digunakan untuk menilai profitabilitas dalam penelitian ini adalah laporan

keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut

membagikan dividen pada tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui

www.idx.co.id, yang diukur dengan Return on Asset (ROA), yang

dinyatakan dalam satuan rasio, rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

EAT

ROA = ....................................................................................................(6.5)

Total Asset

Sumber: Sartono (2009), Mehta (2012), Al-Kuwari (2009), Awad (2015),

Setiawan (2013), Velnampy et al., (2014), Ajanthan (2013)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

6. Likuiditas

Merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka

pendeknya. Data yang digunakan untuk menilai likuiditas dalam penelitian

ini adalah laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara

berturut-turut membagikan dividen pada tahun 2011-2015 yang diperoleh

melalui www.idx.co.id, yang diukur dengan Current Ratio (CR), yang

dinyatakan dalam satuan rasio, rasio ini dapat dihitung dengan rumus

(Brigham dan Houston, 2010):

Current Asset

CR = ...................................................................................................... (6.6)

Current Liabilities

Sumber: Brigham dan Houston (2010), Sanjari dan Zare (2015), Nghi

(2014), Sunday et al., (2015), Farizi dan yani (2012)

7. Struktur kepemilikan

Merupakan struktur kepemilikan saham yaitu perbandingan jumlah saham

yang dimiliki oleh orang dalam (insiders) dengan jumlah saham yang

dimiliki oleh investor, yang diukur dengan Kepemilikan manajerial yaitu

kepemilikan saham oleh pihak dalam perusahaan atau manajemen pada

perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015.

Data pihak insider diperoleh dari www.idx.co.id. Rumusan Kepemilikan

manajerial dinyatakan dalam rasio, rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Jumlah Saham dimiliki Komisaris dan Direktur

Insider = ............................................................................................... (6.7)

Total Saham

Sumber: Maqsudi dan Ambon (2004), Ullah et al., (2012), Bushra dan

Mirza (2015), Tariq (2015)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

8. Perputaran aktiva

Adalah rasio untuk menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio

yang tinggi biasanya menunjukan manajemen yang baik, Dan sebaliknya

rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi,

pemasaran, dan pengeluaran modalnya (investasi). Data yang digunakan

untuk menilai perputaran aktiva dalam penelitian ini adalah laporan

keuangan (annual report) pada perusahaan manufakur yang secara berturut-

turut membagikan dividen pada tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui

www.idx.co.id, yang dinyatakan dalam satuan rasio, rasio ini dapat dihitung

dengan rumus:

Sales

TATO = ................................................................................................. (6.8)

Total Asset

Sumber: Brigham dan Houston (2010), Purnami dan Artini (2016),

Rafailov dan Trifailov (2011), Nerviana (2015), Winarto (2015)

9. Umur perusahaan

Merupakan umur sejak berdirinya perusahaan hingga perusahaan mampu

menjalankan operasinya. Umur perusahaan menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut dapat bertahan hidup. Pengukuran umur perusahaan

dihitung sejak berdirinya perusahaan sampai dengan data observasi

(annual report) dibuat. Data yang digunakan untuk menilai umur

perusahaan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada perusahaan

manufakur di BEI pada tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui

www.idx.co.id, yang dinyatakan dalam satuan tahunan, dapat dihitung

dengan rumus:

Umur perusahaan = Ln. (Tahun ke t – Tahun pendirian). ....................... (6.9)

Sumber: Grullon et al.,(2002), Kuzucu (2015), Darmawan (2012), Afsa

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dan Mirza (2011), Osman dan Mohammed (2010)

10. Self Finance

Merupakan suatu rasio untuk menilai keuangan perusahaan dilihat dari

pembayaran dividen, yang diukur dengan menghitung retained earnings

dibagi dengan perubahan pada capital employed, sesuai dengan yang telah

dilakukan oleh John dan Williams (1985) dan Ahmed dan Attiya (2009).

Besarnya capital employed dapat diperoleh dari total assets- intangible.

Data yang digunakan untuk menilai self finance ratio dalam penelitian ini

adalah laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-

turut membagikan dividen pada tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui

www.idx.co.id, yang dinyatakan dalam satuan rasio, rasio ini dapat

dihitung dengan rumus:

Retained Earnings

SFR = .................................................................................................. (6.10)

Change in Capital Employed

Sumber: Ahmed dan Attiya (2009), Febriyanto (2014), Shah et al.,

(2010), Ekasiwi dan Ardiyanto (2012)

11. Collateralizable Asset

Merupakan aset perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan

pinjaman. Kreditor seringkali meminta jaminan berupa aktiva ketika

memberi pinjaman kepada perusahaan yang membutuhkan pendanaan.

Perusahaan dengan tingkat collateralizable assets tinggi dapat

menggunakan aset tersebut sebagai jaminan untuk hutang. Data yang

digunakan untuk menilai collateralizable asset dalam penelitian ini adalah

laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut

membagikan dividen pada tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui

www.idx.co.id, yang dinyatakan dalam satuan rasio, rasio ini dapat

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dihitung dengan rumus:

Fixed Asset

CA= ..................................................................................................... (6.11)

Total Asset

Sumber: Fauz dan Rosidi (2008), Arfan dan Maywindlan (2013),

Darmayanti dan Mustanda (2016), Fong dan Astuti (2015)

12. Earning Volatility

Merupakan variabel indikator yang menggambarkan risiko yang diciptakan

akibat tidak efisiennya operasional perusahaan, dimana terdapat kegagalan

internal kontrol yang mengakibatkan kerugian yang tidak diperkirakan

sebelumnya. Variabel ini di gunakan untuk mengukur tingkat risiko bisnis

dan potensi kebangkrutan perusahaan. Perusahaan yang memiliki risiko

bisnis yang besar cenderung memiliki rasio hutang yang rendah sehingga di

harapkan akan memiliki koefisien terhadap rasio hutang. Data yang

digunakan untuk menilai earning volatility dalam penelitian ini adalah

laporan keuangan pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut

membagikan dividen pada tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui

www.idx.co.id, yang dinyatakan dalam satuan rasio, rasio ini dapat dihitung

dengan rumus:

EBIT

EVOL = Standar Deviasi ....................................................... (6.12)

Total Asset

Sumber: Chang & Rhee, (1990), Pandey (2001), Widhicahyono dan

Sudiyatno (2015), Issa (2015), Epayanti dan Yadnya (2013)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

13. Investment Opportunity Set

Merupakan pilihan investasi di masa yang akan datang dan mencerminkan

adanya pertumbuhan aktiva dan ekuitas. Data yang digunakan untuk menilai

investment opportunity set dalam penelitian ini adalah laporan keuangan

(annual report) pada perusahaan manufakur yang secara berturut-turut

membagikan dividen pada tahun 2011-2015 yang diperoleh melalui

www.idx.co.id, yang dinyatakan dalam satuan rasio atau persentase (%),

rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Jumlah lembar saham beredar X Closing price

MBTV = .............................................................................................. (6.13)

Total Ekuitas

Sumber : Mulyono (2009), Samuel dan Gbegi (2010), Roy (2013), Arif dan

Akbar (2013), Setiawan dan Phua (2013), Nghi (2014)

Berdasarkan definisi operasional variabel, keseluruhan variabel yang

digunakan dalam penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 6.7 Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Definisi Pengukuran Skala

Nilai

Perusahaan

Nilai perusahaan adalah

harga yang bersedia dibayar

oleh investor untuk memiliki

suatu perusahaan. Nilai

perusahaan tercermin dari

Market Price per Share

PBV =

Book Value per Share

Rasio

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

harga saham, yang diukur

dengan rasio pasar yaitu

price book value (PBV)

Kebijakan

Dividen

Dividend Payout Ratio

yakni rasio pembayaran

dividen kepada kepada para

pemegang saham. Dividend

Payout Ratio (DPR) adalah

sebuah parameter untuk

mengukur besaran dividen

yang akan dibagikan ke

pemegang saham.

Dividend per Share

DPR =

Earning per Share

Rasio

Aliran kas

bebas

Aliran kas bebas merupakan

kas perusahaan yang dapat

didistribusikan kepada

kreditor atau pemegang

saham yang tidak diperlukan

untuk modal kerja atau

investasi pada asset tetap.

Cash Flow From

Operations – (Net Capital

Expenditure + Changes

in working Capital) FCF

=

Total Asset

Rasio

Leverage “rasio yang mengukur sejauh

mana perusahaan

menggunakan pendanaan

melalui hutang

Total Liabilities

DER =

Total Equity

Rasio

Profitabilita

s

Profitabilitas adalah

kemampuan perusahaan

dalam memperoleh laba.

Profitabilitas,

EAT

ROA =

Total Asset

Rasio

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Likuiditas Likuiditas merupakan

kemapuan perusahaan untuk

memenuhi

kewajiban jangka pendek

Current Asset

CR =

Current Liabilities

Rasio

Struktur

kepemilikan

Struktur kepemilikan

(struktur kepemilikan)

adalah struktur kepemilikan

saham, yaitu perbandingan

jumlah saham yang dimiliki

oleh orang dalam (insiders)

dengan jumlah saham yang

dimiliki oleh investor.

Jml Saham insider

Insider =

Total Saham

Rasio

Umur

perusahaan

Umur perusahaan adalah

lamanya hidup suatu

perusahaan yang

menunjukkan bahwa

perusahaan tetap eksis dan

mampu bersaing dalam

dunia usaha serta mampu

mempertahankan

kesinambungan usahanya

Umur perusahaan = Ln

(Tahun ke t – Tahun

pendirian)

Rasio

Self Finance

Ratio

Kinerja Keuangan

perusahaan dilihat dari

pembayaran dividen

Retained Earnings

SFR =

Capital Employed

Rasio

Collateraliz

able Asset

Aset tetap yang bisa

dijaminkan untuk

Asset Tetap

Rasio

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

mengurangi permasalahan

atas biaya keagenan yang

terjadi antara pemegang

saham dan pemegang

onligasi yang akan memicu

peningkatan pembayaran

dividen

CA =

Total Asset

Earning

Volatility

Biasa disebut BusinessRisk

adalah variabel indikator

yang menggambarkan risiko

yang diciptakan akibat tidak

efisiennya operasional

perusahaan, dimana terdapat

kegagalan internal kontrol

yang mengakibatkan

kerugian yang tidak

diperkirakan sebelumnya

EBIT

EVOL = Standar Dev

Total Asset

Rasio

Investment

Opportunity

Set

Pilihan investasi di masa

yang akan datang dan

mencerminkan adanya

pertumbuhan aktiva dan

ekuitas

Jumlah saham X Closing

price

MBTV =

Total Ekuitas

Rasio

Perputaran

aktiva

Rasio untuk menghitung

efektivitas penggunaan total

aktiva.

Sales

TATO =

Total Asset

Rasio

6.8 Populasi dan Sampel

6.8.1 Populasi

Sugiyono (2013:115) pengertian populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa populasi bukan hanya sekedar

jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh

karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian

ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek

Indonesia (BEI) selama periode 2011 – 2015 yaitu sebanyak 147 data

pengamatan.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan

mulai dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Alasan digunakannya

rentang waktu ini adalah, sebagai berikut: Pertama, penelitian ini menggunakan

panel data (pooled data) yaitu gabungan antara cross section data dengan time

series data. Jadi, semakin lebar rentang waktu yang digunakan, maka akan

semakin banyak jumlah sampel yang dapat diperoleh; Kedua, data tahun 2011

digunakan sebagai awal periode, dengan harapan dapat diperoleh laporan

keuangan dengan kondisi perusahaan yang lebih obyektif, karena relatif jauh

dari krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 dan 2008.

6.8.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2013:116) pengertian sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Adapun teknik sampling

yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode purposive sampling .

Menurut Sugiyono (2012:122), purposive sampling adalah: Teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan/kriteria tertentu.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tujuan dari metode ini adalah untuk mendapatkan sampel atas

pertimbangan tertentu dengan kriteria – kriteria yang telah ditentukan dengan

maksud mendapatkan sampel yang representatif. Kriteria pengambilan sampel

yaitu Perusahaan manufaktur yang terus membayar dividen selama 5 tahun

berturut-turut, yaitu tahun 2011 – 2015, sehingga perusahaan yang tidak

membayarkan dividen pada tahun tertentu selama periode penelitian akan

dikeluarkan dari sampel.

Tabel 6.8

Penentuan Sampel Penelitian

Kriteria Sampel Penelitian Jumlah

Perusahaan

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Pada Tahun 2011-2015

147

Perusahaan Manufaktur Yang Tidak Membagikan

Dividen Pada Tahun 2011-2015

(130)

Jumlah Sampel 17

Sumber: Data diolah ICMD dan www.idx.co.id

Berdasarkan Tabel 4.2, Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian adalah

sebanyak 17 perusahaan, maka total sampel penelitian selama 5 tahun yaitu 85

pengamatan. Berdasarkan dimensi dan urutan waktu, penelitian ini bersifat

cross-sectional dan time-series atau disebut data panel (pooled data), karena

selain mengambil sampel berupa kejadian pada suatu waktu tertentu juga

mengambil sampel berdasarkan urutan waktu. Adapun perusahaan-perusahaan

yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut ini:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tabel 6.9

Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur

Kode

Prusahaan

Nama Perusahaan

ARNA Arwana Citra Mulia Tbk

ASII Astra International Tbk

AUTO Astra Auto Part Tbk

CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk

ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk

INDF Indofood Sukses Makmur Tbk

INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk

KAEF Kimia Farma Tbk

KLBF Kalbe Farma Tbk

LION Lion Metal Works Tbk

MYOR Mayora Indah Tbk

SCCO Supreme Cable Manufacturing and Commerce Tbk

SMCB Holcim Indonesia Tbk

SMSM Selamat Sempurna Tbk

TCID Mandom Indonesia Tbk

TRST Trias Sentosa Tbk

UNVR Unilever Indonesia Tbk

Sumber: ICMD dan www.idx.co.id

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

6. 9. Prosedur Penelitian

Pengumpulan data merupakan langkah yang harus dilakukan dalam

penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai data yang dapat menjelaskan

atau menjawab permasalahan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan data yang bersifat kuantitatif. Sugiyono (2015) mendefinisikan jenis

data kuantitatif adalah seluruh informasi yang dikumpulkan dari lapangan yang

dapat dinyatakan dalam angka-angka atau informasi yang diangkakan, dalam

penelitian ini, data kuantitatif yang digunakan antara lain dari laporan keuangan

yang memuat data tentang aliran kas bebas, likuiditas, Leverage, profitabilitas,

struktur kepemilikan dan perputaran aktiva, variabel moderasi adalah

collateralizable asset, umur perusahaan, self finance, earning volatility dan

investment opportunity set serta variabel dependen adalah kebijakan dividen dan

nilai perusahaan.

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode studi

pustaka dan dokumentasi. Studi pustaka dilakukan dengan mengolah literatur,

artikel, jurnal maupun media tertulis lain yang berkaitan dengan topik pembahasan

dari penelitian ini, sedangkan dokumentasi yaitu dengan cara mengumpulkan,

mencatat, dan mengolah data sekunder berupa laporan keuangan dari perusahaan

manufaktur yang terdaftar dan dipublikasikan oleh BEI melalui Indonesian Capital

Market Directory (ICMD) dan Indonesia Stock Exchange (IDX) Statistik tahun

2011 sampai dengan 2015 beserta laporan keuangan yang dipublikasikan secara

terpisah dengan ICMD dan IDX.

6 . 9 . 1. Analisis Data

Metode analisa ini digunakan untuk mengetahui pengaruh aliran kas bebas

(X1), Leverage (X2), likuiditas (X3), profitabilitas (X4), struktur kepemilikan (X5)

dan perputaran aktiva (X6) terhadap kebijakan dividen (Y) dan implikasinya pada

nilai perusahaan (Z), dengan collateralizable asset (X7), umur perusahaan (X8),

self finance (X9), earning volatility (X10) dan investment opportunity set (X11)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

sebagai variabel moderasi atau sebagai variabel penguat pada perusahaan

manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011- 2015. Berdasarkan

permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian serta memperhatikan sifat-

sifat data yang dikumpulkan, maka analisis data dalam penelitian ini dijabarkan

sebagai berikut:

6. 9. 2. Statistik Deskriptif

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang variabel-variabel

penelitian yang diamati, dalam penelitian ini variabel independennya yaitu aliran

kas bebas (FCF), leverage (DER), likuiditas (CR), profitabilitas (ROA), struktur

kepemilikan (INSIDER) dan perputaran aktiva (TATO), variable dependennya

yaitu kebijakan dividen (Y) dan nilai perusahaan, dengan variabel moderasinya

yaitu collateralizable asset (X7), umur perusahaan (X8), self finance (X9), earning

volatility (X10) dan investment opportunity set (X11) pada perusahaan manufaktur

di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010 – 2015. Statistik deskriptif memberikan

gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar

deviasi, maksimum, dan minimum. Statistik deskriptif dimaksudkan untuk

memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel tersebut

(Ghozali, 2012:86). Pada saat melakukan analisis statistik deskriptif menggunakan

alat instrument spss version 21.00 windows.

6. 9. 3. Analisis Regresi Linier Berganda

Ghozali (2012:95) analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai

ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel

independen, dengan tujuan untuk mengestimasi atau memprediksi rata-rata

populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel

independen yang diketahui. Untuk mengetahui pengaruh variabel independen

terhadap kebijakan dividen tunai dan untuk mengetahui pengaruh variabel penguat

terhadap hubungan variabel independen dengan variabel dependen digunakan alat

teknik regresi linier berganda yang dimasukkan kedalam model persamaan regresi,

sebagai berikut:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + e

Z = α + β21 Y21 + e

Keterangan :

Y = Dividend Payout Ratio

Z = Price to Book Value

X1 = Aliran kas bebas

X2 = Leverage

X3 = Likuiditas

X4 = Profitabilitas

X5 = Struktur kepemilikan

X6 = Perputaran aktiva

β1-5 = Koefisien regresi

α = Konstanta

e = Standard error

Persamaan regresi berganda dapat dikatakan layak jika memenuhi

persyaratan uji asumsi klasik agar model regresi yang dihasilkan baik.

6. 9.4. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk menghasilkan model regresi yang

baik. Untuk menghindari kesalahan dalam pengujian asumsi klasik maka jumlah

sampel yang digunakan harus bebas dari bias (Ghozali 2012: 160). Uji asumsi

klasik terdiri dari:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

1. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

residual mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal.Kita dapat

melihatnya dengan membandingkan antara tingkat signifikansi yang didapat

dengan tingkat alpha yang digunakan, dimana data tersebut dikatakan berdistribusi

normal bila nilai Asymp.sig>alpha, yang dapat dilihat dari Kolmogorov-Smirnov

test (Ghozali, 2012:141).

2. Uji Multikolinearitas

Tanzania (2010) “multikolinieritas merupakan hubungan linier sempurna

diantara semua atau beberapa variabel independen dari suatu model regresi”. Jika

ternyata terdapat hubungan linier antara variabel independen, maka dapat dikatakan

terjadi bias pada persamaan yang digunakan. Istilah multikolonieritas digunakan

untuk menunjukkan adanya hubungan linier di antara variabel-variabel bebas dalam

model regresi (Sumodiningrat, 1994). Uji multikolonieritas bertujuan untuk

menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen).

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel

bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak

ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar

sesama variabel bebas sama dengan nol (Ghozali, 2013). Untuk mendeteksi ada atau

tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah dengan melihat nilai R2

yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi. Selain itu multikolonieritas

dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Faktor (VIF).

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang

dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas

variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen

lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF

= 1/Tolerance). Nilai cutoff yang dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolonieritas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

3. Uji Autokorelasi

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Autokorelasi adalah keadaan dimana error dari setiap variabel yang

independen berkorelasi. Uji ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

autokorelasi, atau untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada

periode t-1 (sebelumnya), dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-

Watson (DW) (Adhiputra, 2010). Berikut keputusan ada tidaknya autokorelasi :

Tabel 6.10

Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl

Tidak ada autokorelasi positif No desicison dl ≤ d ≤ du

Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4

Tidak ada korelasi nrgatif No desicison 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tidak ditolak du < d < 4 – du

atau negative

Sumber : Buku aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 21

Asumsi autokorelasi didefinisikan sebagai terjadinya korelasi diantara data

pengamatan, dimana munculnya suatu data dipegaruhi oleh data sebelumnya.

Penyimpangan autokorelasi dalam penelitian diuji dengan uji Durbin-Watson (DW

test). Uji ini diguanakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation)

dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada

variabel lag di antara variabel independen.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen

akan memberikan kontribusi yang sama terhadap variabel dependen (Santoso,

2000,). Menurut Priyatno (2010), heterokedastisitas adalah keadaan dimana terjadi

ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi.

Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas (Ghozali,

2012). Dasar analisis penelitian ini menggunakan uji Glejser , uji ini mengusulkan

untuk meregres nilai absolute residual terhadap variabel independen

(Gujarati,2012). Jika variaben independen berada di atas nilai signifikan yaitu 5%

maka tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Selain itu juga menggunakan

uji park, uji ini mengusulkan untuk meregres nilai logaritma kuadrat residua.

(Ghozali,2012). Selain itu juga menggunakan uji park, uji ini mengusulkan untuk

meregres nilai logaritma kuadrat residual. (Ghozali,2012).

6. 9. 5. Menguji Regresi Dengan Variabel Moderating Menggunakan

Moderated Regression Analysis (MRA)

Moderated Regression Analysis (MRA) atau uji interaksi merupakan aplikasi

khusus regresi berganda linear dimana dalam persamaan regresinya mengandung

unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen) dengan rumus

persamaan (Persamaan Regresi untuk moderasi H8a – H8e) sebagai berikut:

Model I : Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 +

β7 X7 + β8 (X1*X7) + β9 (X2*X7) + β10 (X3*X7) + β11

(X4*X7) + β12 (X5*X7) + β13 (X6*X7) + e

Model II : Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7

X8 + β8 (X1*X8) + β9 (X2*X8) + β10 (X3*X8) + β11

(X4*X8) + β12 (X5*X8) + β13 (X6*X8) + e

Model III : Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7

X9 + β8 (X1*X9) + β9 (X2*X9) + β10 (X3*X9) + β11

(X4*X9) + β12 (X5*X9) + β13 (X6*X9) + e

Model IV : Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7

X10 + β8 (X1*X10) + β9 (X2*X10) + β10 (X3*X10) + β11

(X4*X10) + β12 (X5*X10) + β13 (X6*X10) + e

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Model V : Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7

X11 + β8 (X1*X11) + β9 (X2*X11) + β10 (X3*X11) + β11

(X4*X11) + β12 (X5*X11) + β13 (X6*X11) + e

Keterangan :

Y = Dividend Payout Ratio

X1 = Aliran kas bebas

X2 = Leverage

X3 = Likuiditas

X4 = Profitabilitas

X5 = Struktur kepemilikan

X6 = Perputaran aktiva

X7 = Collateralizable Asset

X8 = Umur perusahaan

X9 = Self Finance

X10 = Earning Volatility

X11 = Investment Opportunity Set

β1-5 = Koefisien regresi

α = Konstanta

e = Standard error

6. 10. Uji Hipotesis

Langkah selanjutnya adalah teknik pengujian hipotesis yang

digunakan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

variabel bebas terhadap kebijakan dividen dengan Uji Statistik F dan Uji

Statistik t.

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali,

2012:97). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2

yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati

satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model.

Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 akan meningkat tidak

peduli apakah variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen, Oleh karena itu penelitian ini menggunakan Adjusted R2.

Penggunaan nilai Adjusted R2, dapat dievaluasi model regresi

mana yang terbaik. Tidak seperti nilai R2, nilai Adjusted R2 dapat naik

maupun turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam

model. Pada kenyataannya, nilai Adjusted R2 dapat bernilai negatif

walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Jika dalam uji empiris

didapatkan nilai Adjusted R2 negatif, maka nilai Adjusted R2 dianggap

bernilai nol (Ghozali, 2012:97-98).

2. Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai

pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat

(Ghozali, 2012:98).

3. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi

variabel dependen (Ghozali, 2012:98).

Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut ini:

1) Menjelaskan Hipotesis

− H0 : bi = 0 (variabel independent tidak merupakan penjelas

signifikan terhadap variabel dependent)

− Ha : bi ≠ 0 (variabel independent merupakan penjelas yang

signifikan terhadap variabel dependent)

2) Taraf nyata yang digunakan adalah (α) = 5% dan df = (n-k)

3) Menentukan besar tingkat signifikansi t yang diperoleh dari hasil

pengujian dengan program SPSS

4) Kriteria pengujian:

H0 ditolak dan Ha diterima apabila Sig. t ≤ α = 0,05.

H0 diterima dan Ha ditolak apabila Sig. t >α = 0,05.

5) Menentukan besar t dihitung dengan rumus:

t hitung = 𝑏𝑖 𝑆𝑏𝑖

Keterangan:

bi = koefisien regresi

Sbi = Standar error koefisiensi regresi

7. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1 Hasil Penelitian

7.1.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi data yang

dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

deviasi. Pada penelitian ini analisis statistik deskriptifnya meliputi nilai perusahaan

(PBV), kebijakan dividen (DPR), profitabilitas (ROA), likuiditas (CR), volatilitas

laba (EVOL), aliran kas bebas (FCF), leverage (DER), struktur kepemilikan

(INSIDER), perputaran aktiva (TATO), umur perusahaan (AGE), self finance

(SFR), collateralizable asset (COL) dan investment opportunity set (IOS).

Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel pada Tabel 7.1

berikut:

Tabel 7.1: Descriptive Statistic

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

PBV 85 .28 65.66 6.0735 12.28944

DPR 85 .058 5.394 .72266 1.117088

ROA 85 .008 .457 .13625 .095779

CR 85 .405 9.344 2.48581 1.752021

EVOL 85 .003 5.565 .86516 1.570016

FCF 85 -.687 .615 -.00258 .356063

DER 85 .02 2.97 .7841 .55630

INSIDER 85 .000 4.794 .18314 .608905

TATO 85 .40 4.65 1.1848 .65734

AGE 85 2 82 37.42 16.167

SFR 85 .000 1.724 .29053 .399970

COL 85 .011 .860 .38678 .167453

IOS 85 .001 7.110 1.38432 1.905255

Valid N

(listwise) 85

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan Tabel 7.1 dapat diketahui bahwa nilai perusahaan (PBV) yang

diperlukan dengan nilai minimum sebesar 0,28 dan nilai maksimum sebesar 65,66

dengan nilai rata-rata sebesar 6,0735 dan standar deviasi sebesar 12,28944, hal ini

bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki nilai sebesar 6,0735 kali dari ekuitas

yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dengan nilai perusahaan (PBV) terendah

adalah Indofood CBP Sukses Makmur Tbk pada tahun 2011 sebesar 0,28,

sedangkan nilai perusahaan (PBV) tertinggi adalah Kalbe Farma Tbk pada tahun

2015 sebesar 65,66.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Kebijakan dividen (DPR) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar

0,058 dan nilai maksimum sebesar 5,394 dengan nilai rata-rata sebesar 0,72266 dan

standar deviasi sebesar 1,117088, hal ini bahwa rata-rata perusahaan sampel

memiliki kebijakan dividen atau membayar dividen sebesar 0,72266 kali dari

dividen yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dengan kebijakan dividen (DPR)

terendah adalah Charoen Pokphand Indonesia Tbk pada tahun 2011 sebesar 0.058,

sedangkan kebijakan dividen (DPR) tertinggi adalah Unilever Indonesia Tbk pada

tahun 2014 sebesar 5,394.

Aliran kas bebas (FCF) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar

-0,687 dan nilai maksimum sebesar 0,615 dengan nilai rata-rata sebesar -0,00258

beserta standar deviasi sebesar 0,356063, hal ini bahwa rata-rata perusahaan sampel

memiliki aliran kas bebas sebesar 0,00258 kali dari ekuitas yang dimiliki

perusahaan. Perusahaan dengan aliran kas bebas terendah adalah Lion Metal Works

Tbk pad tahun 2013 sebesar -0,687, sedangkan aliran kas bebas tertinggi adalah

Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2013 sebesar 0,615.

Leverage (DER) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar 0,02 dan

nilai maksimum sebesar 2,97 dengan nilai rata-rata sebesar 0,7841 dan standar

deviasi sebesar 0,55630, hal ini bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki hutang

sebesar 0,7841 kali dari ekuitas yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dengan

Leverage (DER) terendah adalah Astra Auto Part Tbk pada tahun 2014 sebesar 0.02,

sedangkan Leverage (DER) tertinggi adalah Mayora Indah Tbk pada tahun 2013

sebesar 2,97.

Profitabilitas (ROA) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar 0,008

dan nilai maksimum sebesar 0,457 dengan rata-rata sebesar 0,13625 dan standar

deviasi sebesar 0,095779, hal ini berarti bahwa rata-rata perusahaan sampel

mendapatkan laba sebesar 0,13625 dari setiap penggunaan aktiva setiap periodenya.

Perusahaan dengaan Profitabilitas (ROA) terendah adalah Trias Sentosa Tbk pada

tahun 2015 sebesar 0,008, sedangkan perusahaan dengan Profitabilitas (ROA)

tertinggi adalah Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2011 sebesar 0,457.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Likuiditas (CR) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar 0,405 dan

nilai maksimum sebesar 9,344 dengan rata-rata sebesar 2,48581 dan standar deviasi

1,752021, hal ini berarti kemapuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka

pendek adalah sebesar 2,48581. Perusahaan dengan Likuiditas (Current Ratio)

terendah adalah Kimia Farma Tbk pada tahun 2014 sebesar 0,405, sedangkan

perusahaan dengan Likuiditas (Current Ratio) tertinggi adalah Lion Metal Works

Tbk pada tahun 2012 sebesar 9,344.

Struktur kepemilikan yang diwakili oleh kepemilikan manajerial

(INSIDER) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar 0,000 dan nilai

maksimum sebesar 4,794 dengan nilai rata-rata sebesar 0,18314 dan standar deviasi

sebesar 0,608905, hal ini bahwa rata-rata kepemilikan saham oleh kepemilikan

manajerial pada perusahaan sebesar 0,18314 dari kepemilikan yang dimiliki dalam

perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan manajerial terendah cukup banyak,

sedangkan kepemilikan manajerial tertinggi adalah Supreme Cable Manufacturing

and Commerce Tbk pada tahun 2012 sebesar 4,794.

Perputaran aktiva (TATO) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar

0,40 dan nilai maksimum sebesar 4,65 dengan nilai rata-rata sebesar 1,1848 dan

standar deviasi sebesar 0,65734, hal ini bahwa rata-rata perusahaan sampel

memiliki efektivitas penggunaan total aktiva sebesar 1,1848 kali yang dimiliki

perusahaan. Perusahaan dengan perputaran aktiva terendah adalah Supreme Cable

Manufacturing and Commerce Tbk pad tahun 2015 sebesar 0.40, sedangkan

perputaran aktiva tertinggi adalah Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2011 sebesar

4,65.

Umur perusahaan (AGE) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar 2

tahun dan nilai maksimum sebesar 82 tahun, dengan nilai rata-rata sebesar 37.42

dan standar deviasi sebesar 16,167, hal ini bahwa rata-rata perusahaan sampel

memiliki umur 37.42 tahun. Perusahaan dengan umur terendah adalah Indofood

CBP Sukses Makmur Tbk pada tahun 2011 sebesar 2 tahun, sedangkan perusahaan

dengan umur tertinggi adalah Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2015 sebesar 82

tahun.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Self Finance (SFR) yang diperlukan dengan nilai minimum sebesar 0,000

dan nilai maksimum sebesar 1,724 dengan nilai rata-rata sebesar 0,29053 dan

standar deviasi sebesar 0,399970, hal ini bahwa rata-rata perusahaan sampel

memiliki kemampuan keuangan dalam membayar dividen sebesar 0,29053.

Perusahaan dengan Self Finance (SFR) terendah adalah Kalbe Farma Tbk pada

tahun 2013 sebesar 0.000, sedangkan Self Finance (SFR) tertinggi adalah Kimia

Farma Tbk pada tahun 2011 sebesar 1,724.

Collateralizable asset (COL) yang diperlukan dengan nilai minimum

sebesar 0,011 dan nilai maksimum sebesar 0,860 dengan nilai rata-rata sebesar

0,38678 dan standar deviasi sebesar 0,167453, hal ini bahwa rata-rata perusahaan

sampel memiliki aset perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman

sebesar 0,38678. Perusahaan dengan Collateralizable Asset (COL) terendah adalah

Kimia Farma Tbk pada tahun 2015 sebesar 0.011, sedangkan Collateralizable Asset

(COL) tertinggi adalah Holcim Indonesia Tbk pada tahun 2013 sebesar 0,860.

Volatilitas laba/earning volatility (EVOL) yang diperlukan dengan nilai

minimum sebesar 0,003 dan nilai maksimum sebesar 5,565 dengan rata-rata

0,86516 dan standar deviasi 1,570016, hal ini berarti rata-rata perusahaan sampel

dengan risiko yang diciptakan akibat tidak efisiennya operasional perusahaan

adalah sebesar 0,86516. Perusahaan dengan Earning Volatility terendah adalah

Kimia Farma Tbk tahun 2014 sebesar 0,003, sedangkan Earning Volatility tertinggi

adalah Indofood CBP Sukses Makmur Tbk pada tahun 2015 sebesar 5,565.

Investment opportunity set (IOS) yang diperlukan dengan nilai minimum

sebesar 0,001 dan nilai maksimum sebesar 7,110 dengan nilai rata-rata sebesar

1,38432 dan standar deviasi sebesar 1,905255, hal ini bahwa rata-rata perusahaan

sampel memiliki pilihan investasi di masa yang akan datang dan mencerminkan

adanya pertumbuhan aktiva dan ekuitas sebesar 1,38432. Perusahaan dengan

investment opportunity set (IOS) terendah adalah Selamat Sempurna Tbk pad tahun

2012 sebesar 0.001, sedangkan investment opportunity set (IOS) tertinggi adalah

Kalbe Farma Tbkpada tahun 2014 sebesar 7,110.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

7.1.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Model regresi linier disebut baik apabila model tersebut memenuhi asumsi-

asumsi klasik statistik, yaitu multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

1 Pengujian Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi nilai

residual variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi yang

normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data residual

normal. Uji normalitas bisa dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov dengan

kriteria nilai Asym. Sig > 0,05 data dinyatakan berdistribusi normal (Ghozali

2007:110-112). Hasil olah data uji asumsi klasik normalitas dapat ditunjukkan pada

Tabel 7.2 berikut:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tabel 7.2 Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize

d Residual

N 85

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 2.84335387

Most Extreme

Differences

Absolute .132

Positive .127

Negative -.132

Kolmogorov-Smirnov Z

1.220

Asymp. Sig. (2-tailed)

.102

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil uji normalitas data pada Tabel 7.2, diperoleh nilai

Kolmogorov-Smirnov Z dengan nilai Asym. Sig. (2-tailed) sebesar 0,102 > 0,05

menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam persamaan regresi moderasi

merupakan data yang berdistribusi normal dan dapat dilanjutkan untuk pengujian

hipotesis.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

2 Pengujian Heteroskedastisitas

Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah variabel pengganggu

mempunyai varian yang sama atau tidak. Heteroskedastisitas mempunyai suatu

keadaan bahwa varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain

berbeda. Salah satu metode yang digunakan untuk menguji ada tidaknya

Heterokedastisitas akan mengakibatkan penaksiran koefisien-koefisien regresi

menjadi tidak efisien. Hasil penaksiran akan menjadi kurang dari semestinya.

Heterokedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi linear, yaitu

bahwa variasi residual sama untuk semua pengamatan atau disebut

homokedastisitas (Gujarati dalam Elmasari, 2010:53)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tabel 7.3 Hasil Uji Scatterplot

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.743 .529 3.295 .002

DPR -.183 .196 -.197 -.934 .353

ROA 1.546 2.281 .143 .678 .500

CR -.060 .082 -.102 -.730 .468

EVOL -.084 .081 -.128 -1.033 .305

FCF -.355 .384 -.122 -.923 .359

DER -.197 .253 -.106 -.777 .440

INSIDER -.185 .187 -.109 -.988 .327

AGE .331 .298 .211 1.110 .271

SFR -.198 .351 -.077 -.565 .574

COL -1.388 .720 -.225 -1.928 .058

IOS .117 .066 .215 1.755 .083

a. Dependent Variable: Abs

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Berdasarkan hasil pengujian heteroskedastisitas pada Tabel 7.3, nilai

signifikansi pada semua variabel bebas > 0,05 sehingga dapat dijelaskan bahwa data

yang digunakan dalam persamaan regresi linier berganda merupakan data yang

terbebas dari gejala heteroskedastisitas.

3 Pengujian Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Mulitkolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation

Faktor (VIF). Tolerance mengukur variablititas variabel independen yang terpilih

yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya, sehingga nilai tolerance

yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi, karena VIF = 1/tolerance. Data

dikatakan bebas dari masalah multikolinieritas apabila memiliki nilai tolerance <

0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2011: 105-106).

Tabel 7.4 Hasil Uji Multikolinearitas

Model Unstandardized

Coefficients

Standardize

d

Coefficients

t Sig. Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) -14.087 4.518 -3.118 .003

DPR 4.316 1.493 .392 2.892 .005 .222 4.513

ROA 10.138 16.629 .079 .610 .544 .243 4.118

CR .492 .600 .070 .819 .415 .557 1.794

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

EVOL .657 .652 .084 1.008 .317 .588 1.701

FCF 3.340 2.835 .097 1.178 .243 .604 1.655

DER 1.761 1.850 .080 .952 .344 .582 1.719

INSIDER -.262 1.368 -.013 -.192 .848 .888 1.126

TATO 2.890 2.291 .155 1.261 .211 .272 3.682

AGE .158 .078 .208 2.031 .046 .391 2.559

SFR -.108 2.580 -.004 -.042 .967 .578 1.729

COL 3.666 5.318 .050 .689 .493 .777 1.287

IOS 1.324 .490 .205 2.700 .009 .706 1.417

a. Dependent Variable: PBV, DPR

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan bahwa semua variable

independen memiliki nilai tolerance > 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar

variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai variance

inflation faktor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada variabel yang

memiliki nilai VIF < 10, sehingga dapat dinyatakan bahwa model regresi pada

penelitian ini tidak terjadi multikolinieritas dan model regresi layak digunakan.

4 Pengujian Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi

linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode (t) dengan kesalahan

pengganggu pada periode (t-1). Apabila terjadi korelasi maka dinamakan ada

masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya

autokorelasi, salah satunya adalah dengan uji Durbin-Watson (DW-test). Uji ini

menggunakan teknik regresi dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW-test)

(Ghozali, 2011: 110-111).

Hasil menguji pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan dapat dilihat

pada Tabel 7.5 berikut:

Tabel 7.5 Hasil Uji Analisis Hubungan DPR dan Nilai Perusahaan

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) -.064 1.017

.772

-.063 .950

1

DPR 8.493 .768 11.064 .000

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil perhitungan persamaan regresi linear berganda didapatkan

nilai koefisien variabel kebijakan dividen (DPR) sebesar 8,493, dari perhitungan uji

secara parsial diperoleh nilai t hitung sebesar 11,064 dan nilai signifikansi sebesar

0,000. Nilai signifikansi menunjukkan lebih kecil dari = 0,05, maka hipotesis

ketujuh kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

perusahaan terbukti (hipotesis diterima), berarti kebijakan dividen (DPR)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV).

7.1.3. Pengujian R² (Koefisien Determinasi)

Koefisien determinasi (R²) untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen, dalam penelitian ini

menggunakan Adjusted R² untuk mengevaluasi model regresi karena Adjusted R²

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam

model.

Tabel 7.6: Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .882a .778 .745 .564093

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Pada Tabel 7.6 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan

dari nilai Adjusted R² sebesar 0,745, hal ini berarti bahwa 74,5% variasi kebijakan

dividen (DPR) dapat dijelaskan oleh variabel aliran kas bebas, likuiditas, leverage,

profitabilitas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva, sedangkan sisanya

sebesar 25,5% kebijakan dividen (DPR) dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab

lainya diluar model.

7.1.4. Pengujian Moderasi

Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh interaksi dari variabel

moderasi collateralizable asset, umur perusahaan, self finance, earning volatility

dan investment opportunity set yang mendukung pengaruh aliran kas bebas,

Leverage, likuiditas, profitabilitas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva

terhadap kebijakan dividen digunakan Moderated regression analysis (MRA).

1) Collateralizable asset sebagai variabel moderating dan memperkuat

pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Struktur

kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil pada Tabel 7.7 berikut

ini:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tabel 7.7 Hasil Analisis MRA Collateralizable Asset

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) -.281 .200 -1.406 .164

FCF -.635 .560 -.202 -1.135 .260

DER -.249 .325 -.124 -.765 .447

ROA -4.611 3.227 -.395 -1.429 .157

CR .120 .084 .188 1.423 .159

INSIDER .003 .187 .001 .014 .989

1 TATO .872 .363 .513 2.402 .019

x8a 2.899 1.430 .372 2.027 .046

x8a2 1.697 .924 .417 1.837 .070

x8a3 21.382 7.134 1.052 2.997 .004

x8a4 -.587 .212 -.313 -2.769 .007

x8a5 .391 .524 .077 .746 .458

x8a6 -1.616 .806 -.585 -2.005 .049

a. Dependent Variable: DPR

Sumber: Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil regresi yang disajikan pada Tabel 7.7 maka diperoleh persamaan

regresi linier berganda berikut ini:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Y = -0.281 - 0,635 FCF - 0,249DER - 4,611 ROA + 0,120 CR + 0,03INSIDER +

0,872 TATO + 2,889X8A + 1.697X8A2 + 21.382 X8A3 – 0.587 X8A4 +

0.391 X8A5 - 1.616X8A6

Berdasarkan persamaan regresi linier tersebut dapat diinterpretasikan

sebagai berikut: Nilai konstanta dengan adanya moderasi Collateralizable asset

adalah -0,281 artinya apabila variabel Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas,

Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva dan interaksi antara variabel

independen dengan moderasi (moderasi 1, moderasi 2, moderasi 3, moderasi 4,

moderasi 5 dan moderasi 6) sama dengan 0 (nol), maka dividen memiliki

kecenderungan menurun.

Nilai koefisien regresi moderasi (X1.X7) adalah 2.899 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,046 artinya apabila interaksi variabel Aliran kas bebas dan

Collateralizable asset meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah

konstan, interaksi variabel Aliran kas bebas dan Collateralizable asset

kecenderungan mampu meningkatkan dividen.

Collateralizable Asset mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas

terhadap Kebijakan Dividen. Pengaruh Aliran kas bebas terhadap Kebijakan

dividen meningkat setelah diinteraksikan dengan tingkat collateralizable asset.

Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta

yang positif dengan nilai signifikansi 0,046 yang nilainya lebih kecil dari tingkat

signifikan yang ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel Colleateralizabel

asset terbukti (hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi yang mampu

memperkuat pengaruh Aliran kas bebas terhadap Kebijakan dividen.

Nilai koefisien regresi moderasi (X2.X7) adalah 1.697 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,070 artinya apabila interaksi variabel Leverage dan

Collateralizable asset meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

konstan, interaksi variabel Leverage dan Collateralizable asset kecenderungan

mampu meningkatkan dividen.

Collateralizable Asset tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,07 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan ( =0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

1,697, dengan demikian variabel Collateralizable Asset tidak terbukti (hipotesis

ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X3.X7) adalah 21.382 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,004 artinya apabila interaksi variabel Profitabilitas dan

Collateralizable asset meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah

konstan, interaksi variabel Profitabilitas dan Collateralizable asset kecenderungan

mampu meningkatkan dividen.

Collateralizable Asset mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan Dividen. pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen meningkat

setelah diinteraksikan dengan tingkat Collateralizable asset. Pernyataan ini

didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien betas yang positif

dengan nilai signifikansi 0,004 yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang

ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel Colleateralizabel asset terbukti

(hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi yang mampu memperkuat pengaruh

Profitabiliast terhadap Kebijakan dividen.

Nilai koefisien regresi moderasi (X4.X7) adalah -0.587 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,007 artinya apabila interaksi variabel Likuiditas dan

Collateralizable asset meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan,

interaksi variabel Likuiditas dan Collateralizable asset kecenderungan menurunkan

dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Collateralizable Asset memoderasi pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan

Dividen. Pengaruh Liquidity terhadap Kebijakan dividen menurun setelah

diinteraksikan dengan tingkat Collateralizable asset. Pernyataan ini didukung

dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta yang bernilai negatif

dengan nilai signifikansi 0,007 yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang

ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel Colleateralizabel asset terbukti

(hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi yang memperlemah pengaruh

Likuiditas terhadap Kebijakan dividen.

Nilai koefisien regresi moderasi (X5.X7) adalah 0.391 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,458 artinya apabila interaksi variabel Struktur kepemilikan dan

Collateralizable asset meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah

konstan, interaksi variabel Struktur kepemilikan dan Collateralizable asset

kecenderungan mampu meningkatkan dividen.

Collateralizable Asset tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur

Kepenilikan Terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil

analisisi yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,458 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (= 0,05) dan memiliki koefisien

beta sebesar 0,391, dengan demikian variabel Collateralizable Asset tidak terbukti

(hipotesis ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X4.X8) adalah -1.616 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,007 artinya apabila interaksi variabel Perputaran aktiva dan

Collateralizable asset meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan,

interaksi variabel perputaran aktiva dan Collateralizable asset kecenderungan

menurunkan dividen.

Collateralizable Asset memoderasi pengaruh Perputaran Aktiva terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

menurun setelah diinteraksikan dengan tingkat Collateralizable asset. Pernyataan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta yang negatif

dengan nilai signifikansi 0,049 yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang

ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel olleateralizabel asset terbukti

(hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi yang memperlemah pengaruh

Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen.

Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan pengaruh variabel

Collateralizable asset dalam memoderasi Aliran kas bebas, Leverage,

Profitabilitas, Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap

Kebijakan dividen dapat dilihat pada Tabel 7.8:

Tabel 7.8 Hasil Analisis MRA Collateralizable asset

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .919a .844 .818 .475961

a. Predictors: (Constant), x8a6, x8a5, x8a4, FCF, DER, ROA,

CR, INSIDER, TATO, x8a, x8a2, x8a3

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Pada Tabel 7.8 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan

dari nilai Adjusted R² sebesar 0,818, hal ini berarti bahwa 81,8% variasi kebijakan

dividen (DPR) dapat dijelaskan oleh variabel aliran kas bebas, likuiditas, leverage,

profitabilitas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva yang dimoderasi oleh

variabel Collateralizable asset, sedangkan sisanya sebesar 18,2% kebijakan dividen

(DPR) dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainya diluar model.

2) Umur perusahaan sebagai variabel moderating dan memperkuat pengaruh

Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Struktur

kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil pada Tabel 7.9:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tabel 7.9 Hasil Analisis MRA Umur Perusahaan

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) .418 .179 2.340 .022

ROA -6.891 2.154 -.591 -3.200 .002

CR .365 .083 .572 4.401 .000

FCF -.023 .441 -.007 -.052 .959

DER -.461 .342 -.229 -1.347 .182

INSIDER -.173 .430 -.094 -.402 .689

1 TATO .244 .264 .144 .927 .357

x8b1 .001 .012 .018 .102 .919

x8b2 .012 .009 .401 1.332 .187

x8b3 .208 .048 1.426 4.313 .000

x8b4 -.011 .002 -.692 -5.493 .000

x8b5 .006 .011 .139 .584 .561

x8b6 -.005 .005 -.248 -1.034 .305

a. Dependent Variable: DPR

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil regresi yang disajikan pada Tabel 7.9, maka diperoleh

persamaan regresi linier berganda berikut ini:

Y = 0.418 - 0,023 FCF - 0,461 DER - 6,891 ROA + 0,365 CR - 0,173 INSIDER

+ 0,244 TATO + 0,001X8B1 + 0.012X8B2 + 0.208 X8B3 – 0.011 X8B4 +

0.006 X8B5 - 0.005X8B6

Berdasarkan persamaan regresi linier tersebut dapat diinterpretasikan sebagai

berikut: Nilai konstanta dengan adanya moderasi umur perusahaan adalah 0,418

artinya apabila variabel Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva dan interaksi antara variabel

independen dengan moderasi (moderasi 1, moderasi 2, moderasi 3, moderasi 4,

moderasi 5 dan moderasi 6) sama dengan 0 (nol), maka dividen memiliki

kecenderungan pada nilai konstan 0,418.

Nilai koefisien regresi moderasi (X1.X8) adalah 0.001 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,919 artinya apabila interaksi variabel aliran kas bebas dan umur

perusahaan meningkat sebesar 1 tahun, maka rata-rata dividen akan memiliki

kencenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan,

interaksi variabel aliran kas bebas dan umur perusahaan kecenderungan mampu

meningkatkan dividen.

Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,919 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,001, dengan demikian variabel Umur perusahaan tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X2.X8) adalah 0.012 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,187 artinya apabila interaksi variabel Leverage dan Umur

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

perusahaan meningkat sebesar 1 tahun, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Leverage dan Umur perusahaan kecenderungan mampu meningkatkan

dividen.

Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,187 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,012, dengan demikian variabel Umur perusahaan tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X3.X8) adalah 0.208 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,000 artinya apabila interaksi variabel Profitabilitas dan Umur

perusahaan meningkat sebesar 1 tahun, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Profitabilitas dan Umur perusahaan kecenderungan mampu meningkatkan

dividen.

Umur perusahaan mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen meningkat

setelah diinteraksikan dengan tingkat Umur perusahaan. Pernyataan ini didukung

dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta yang positif (0,208)

dengan nilai signifikansi 0,000 yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang

ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel Umur perusahaan terbukti

(hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi yang mampu memperkuat pengaruh

Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen.

Nilai koefisien regresi moderasi (X4.X8) adalah -0.011 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,000 artinya apabila interaksi variabel Likuiditas dan Umur

perusahaan meningkat sebesar 1 tahun, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Likuiditas dan Umur perusahaan kecenderungan menurunkan dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Umur perusahaan mampu memoderasi pengaruh Liquiditas terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh Liquiditas terhadap Kebijakan dividen menurun

setelah diinteraksikan dengan tingkat Umur perusahaan. Pernyataan ini didukung

dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta yang bernilai negatif

(-0,011) dengan nilai signifikansi 0,000 yang nilainya lebih kecil dari tingkat

signifikan yang ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel Umur perusahaan

terbukti (hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi yang mampu memperlemah

pengaruh liquidity terhadap kebijakan dividen.

Nilai koefisien regresi moderasi (X5.X8) adalah 0.006 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,561 artinya apabila interaksi variabel Struktur kepemilikan dan

Umur perusahaan meningkat sebesar 1 tahun, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Struktur kepemilikan dan Umur perusahaan kecenderungan mampu

meningkatkan dividen.

Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur kepemilikan

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,561 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,006, dengan demikian variabel Umur perusahaan tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X6.X8) adalah -0.005 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,305 artinya apabila interaksi variabel Perputaran aktiva dan

Umur perusahaan meningkat sebesar 1 tahun, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Perputaran aktiva dan Umur perusahaan kecenderungan mampu

menurunkan dividen.

Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Perputaran aktiva

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,305 yang nilainya lebih besar dari

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar -

0,005, dengan demikian variabel Umur perusahaan tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan pengaruh variabel umur

perusahaan dalam memoderasi Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas,

Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

dapat dilihat pada Tabel 7.10:

Tabel 7.10 Hasil Analisis MRA Umur Perusahaan

Mode

l

R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .953a .909 .894 .363891

a. Predictors: (Constant), x8b6, x8b5, x8b4, FCF, DER, ROA,

TATO, CR, x8b1, x8b2, INSIDER, x8b3

Sumber: Hasil Olahan Data (lampiran 3)

Pada Tabel 7.10 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang

ditunjukkan dari nilai Adjusted R² sebesar 0,894, hal ini berarti bahwa 89,4% variasi

kebijakan dividen (DPR) dapat dijelaskan oleh variabel aliran kas bebas, likuiditas,

Leverage, profitabilitas, struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva yang

dimoderasi oleh variabel umur perusahaan, sedangkan sisanya sebesar 10,6%

kebijakan dividen (DPR) dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainya diluar

model.

3) Self Finance sebagai variabel moderating dan memperkuat pengaruh

Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Struktur

kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil pada Tabel 7.11:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tabel 7.11 Hasil Analisis MRA Self Finance

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) -.498 .211 -2.362 .021

FCF .280 .281 .089 .994 .323

DER .409 .163 .204 2.505 .015

ROA 7.060 1.403 .605 5.030 .000

CR -.162 .054 -.255 -3.029 .003

INSIDER .017 .223 .009 .077 .939

1 TATO .326 .187 .192 1.747 .085

x8c1 -.199 .799 -.028 -.249 .804

x8c2 .364 .947 .079 .385 .702

x8c3 -8.225 4.907 -.313 -1.676 .098

x8c4 .314 .265 .265 1.184 .240

x8c5 .456 .897 .064 .508 .613

x8c6 -.196 .461 -.113 -.424 .673

a. Dependent Variable: DPR

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil regresi yang disajikan pada Tabel 7.11, maka diperoleh

persamaan regresi linier berganda berikut ini:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Y = -0.498 + 0,280 FCF + 0,409 DER + 7,060 ROA - 0,162 CR + 0,017 INSIDER

+ 0,326 TATO - 0,199X8C1 + 0.364X8C2 - 8.225 X8C3 + 0.314 X8C4 +

0.456 X8C5 - 0.196X8C6

Berdasarkan persamaan regresi linier tersebut dapat diinterpretasikan

sebagai berikut: Nilai konstanta dengan adanya moderasi self finance adalah -0,498

artinya apabila variabel Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva dan interaksi antara variabel

independen dengan moderasi (moderasi 1, moderasi 2, moderasi 3, moderasi 4,

moderasi 5 dan moderasi 6) sama dengan 0 (nol), maka dividen memiliki

kecenderungan menurun.

Nilai koefisien regresi moderasi (X1.X9) adalah -0.199 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,804 artinya apabila interaksi variabel aliran kas bebas dan self

finance meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kencenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan,

interaksi variabel aliran kas bebas dan self finance kecenderungan mampu

menurunkan dividen.

Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,804 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar -

0,199, dengan demikian variabel Self Finance tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X2.X9) adalah 0.364 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,702 artinya apabila interaksi variabel leverage dan self finance

meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki kecenderungan

meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi variabel

leverage dan self finance kecenderungan mampu meningkatkan dividen.

Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,702 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,364, dengan demikian variabel Self Finance tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X3.X9) adalah -8.225 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,098 artinya apabila interaksi variabel Profitabilitas dan Self

finance meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Profitabilitas dan Self finance kecenderungan menurunkan dividen.

Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,098 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar -

8,225, dengan demikian variabel Self Finance tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X4.X9) adalah 0.314 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,240 artinya apabila interaksi variabel Likuiditas dan Self

finance meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Likuiditas dan Self finance kecenderungan mampu meningkatkan dividen.

Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Likuiditas terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,240 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,314, dengan demikian variabel Self Finance tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X5.X9) adalah 0.456 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,613 artinya apabila interaksi variabel Struktur kepemilikan dan

Self finance meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Struktur kepemilikan dan Self finance kecenderungan mampu

meningkatkan dividen.

Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur kepemilikan

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,613 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,456, dengan demikian variabel Self Finance tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X6.X9) adalah -0.196 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,673 artinya apabila interaksi variabel Perputaran aktiva dan Self

finance meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Perputaran aktiva dan Self finance kecenderungan menurunkan dividen.

Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Perputaran aktiva terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,673 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar -

0,196, dengan demikian variabel Self Finance tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan pengaruh variabel Self

Finance dalam memoderasi Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen dapat

dilihat pada Tabel 7.12:

Tabel 7.12 Hasil Analisis MRA Self Finance

Mode

l

R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

1 .875a .766 .727 .583681

a. Predictors: (Constant), x8c6, x8c5, CR, ROA, x8c1,

DER, FCF, TATO, INSIDER, x8c3, x8c2, x8c4

Sumber : Hasil Olahan Data (lampiran 3)

Pada Tabel 7.12 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang

ditunjukkan dari nilai Adjusted R² sebesar 0,727, hal ini berarti bahwa 72,7% variasi

kebijakan dividen (DPR) dapat dijelaskan oleh variabel aliran kas bebas, likuiditas,

leverage, profitabilitas, struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva yang

dimoderasi oleh variabel Self Finance, sedangkan sisanya sebesar 27,3% kebijakan

dividen (DPR) dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainya diluar model.

4) Earning Volatility sebagai variabel moderating dan memperlemah

pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Struktur

kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil pada Tabel 7.13:

Tabel 7.13 Hasil Analisis MRA Earning Volatility

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) .323 .185 1.745 .085

FCF .083 .159 .026 .519 .605

DER .066 .105 .033 .625 .534

ROA 1.495 1.026 .128 1.456 .150

CR -.025 .033 -.039 -.756 .452

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

INSIDER .027 .081 .014 .327 .745

TATO -.008 .158 -.005 -.053 .958

x8d1 -.109 .111 -.059 -.977 .332

x8d2 .275 .148 .336 1.860 .067

x8d3 2.063 .768 .504 2.685 .009

x8d4 -.243 .035 -.740 -7.014 .000

x8d5 .216 .251 .045 .862 .392

x8d6 .109 .082 .249 1.339 .185

a. Dependent Variable: DPR

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil regresi yang disajikan pada tabel 7.13, maka diperoleh

persamaan regresi linier berganda berikut ini:

Y = 0.323 + 0,083 FCF + 0,066 DER + 1,495 ROA - 0,025 CR + 0,027 INSIDER

- 0,008 TATO - 0,109X8D1 + 0.275X8D2 + 2.063 X8D3 – 0.243 X8D4 +

0.216 X8D5 + 0.109X8D6

Berdasarkan persamaan regresi linier tersebut dapat diinterpretasikan sebagai

berikut: Nilai konstanta dengan adanya moderasi earning volatility adalah 0,323

artinya apabila variabel Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva dan interaksi antara variabel

independen dengan moderasi (moderasi 1, moderasi 2, moderasi 3, moderasi 4,

moderasi 5 dan moderasi 6) sama dengan 0 (nol), maka dividen memiliki

kecenderungan menurun.

Nilai koefisien regresi moderasi (X1.X10) adalah -0.109 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,332 artinya apabila interaksi variabel Aliran kas bebas dan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Earning volatility meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kencenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan,

interaksi variabel Aliran kas bebas dan Earning volatility kecenderungan mampu

menurunkan dividen.

Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,332 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

-0,109, dengan demikian variabel Earning Volatility tidak terbukti (hipotesis

ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X2.X10) adalah 0.275 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,067 artinya apabila interaksi variabel Leverage dan Earning

volatility meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Leverage dan Earning volatility kecenderungan mampu meningkatkan

dividen.

Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,067 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,275, dengan demikian variabel Earning Volatility tidak terbukti (hipotesis

ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X3.X10) adalah 2.063 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,009 artinya apabila interaksi variabel Profitabilitas dan Earning

volatility meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Profitabilitas dan Earning volatility kecenderungan meningkatkan dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Earning Volatility mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen meningkat

setelah diinteraksikan dengan tingkat Earning Volatility. Pernyataan ini didukung

dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta yang positif (2,063)

dengan nilai signifikansi 0,009 yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang

ditetapkan (= 0,05), dengan demikian variabel Earning Volatility terbukti

(hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi yang mampu memperkuat pengaruh

Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen.

Nilai koefisien regresi moderasi (X4.X10) adalah -0.243 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,000 artinya apabila interaksi variabel Likuiditas dan Earning

volatility meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Likuiditas dan Earning volatility kecenderungan mampu menurunkan

dividen.

Earning Volatility mampu memoderasi pengaruh Likuiditas terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan dividen menurun

setelah diinteraksikan dengan Earning Volatility. Pernyataan ini didukung dengan

hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta yang bernilai negatif (-0,243)

dengan nilai signifikansi 0,000 yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang

ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel Earning Volatility terbukti

(hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi yang mampu memperlemah

pengaruh Liquiditas terhadap Kebijakan dividen.

Nilai koefisien regresi moderasi (X5.X10) adalah 0.213 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,392 artinya apabila interaksi variabel Struktur kepemilikan dan

Earning volatility meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah

konstan, interaksi variabel Struktur kepemilikan dan Earning volatility

kecenderungan mampu meningkatkan dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur

kepemilikan terhadap Kebijakan dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil

analisis yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,392 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien

beta sebesar 0,216, dengan demikian variabel Earning Volatility tidak terbukti

(hipotesis ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X6.X10) adalah 0.109 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,185 artinya apabila interaksi variabel Perputaran aktiva dan

Earning volatility meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah

konstan, interaksi variabel Perputaran aktiva dan Earning volatility kecenderungan

meningkatkan dividen.

Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Perputaran aktiva

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,185 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,109, dengan demikian variabel Earning volatility tidak terbukti (hipotesis ditolak)

sebagai variabel moderasi.

Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan pengaruh variabel Earning

Volatility dalam memoderasi Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen dapat

dilihat pada Tabel 7.14:

Tabel 7.14 Hasil Analisis MRA Earning Volatility

Mode

l

R R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .941a .886 .867 .408081

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

a. Predictors: (Constant), x8d6, INSIDER, x8d1, CR, x8d5,

DER, FCF, ROA, TATO, x8d4, x8d2, x8d3

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Pada Tabel 7.14 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang

ditunjukkan dari nilai Adjusted R² sebesar 0,867, hal ini berarti bahwa 86,7% variasi

kebijakan dividen (DPR) dapat dijelaskan oleh variabel aliran kas bebas, likuiditas,

Leverage, profitabilitas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva yang

dimoderasi oleh variabel Earning Volatility, sedangkan sisanya sebesar 13,3%

kebijakan dividen (DPR) dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainya diluar

model.

5) Investment opportunity set sebagai variabel moderating dan memperlemah

pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Struktur

kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil pada Tabel 7.15:

Tabel 7.15 Hasil Analisis MRA Investment opportunity set

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant

) -.555 .211

-2.628 .010

FCF .511 .258 .163 1.982 .051

DER .398 .155 .198 2.569 .012

ROA 7.805 1.401 .669 5.572 .000

CR -.102 .062 -.160 -1.653 .103

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

INSIDER .117 .224 .064 .521 .604

TATO .149 .187 .088 .797 .428

x8e1 .009 .146 .006 .065 .949

x8e2 .112 .097 .122 1.158 .251

x8e3 -1.410 .698 -.378 -2.020 .047

x8e4 -.005 .025 -.026 -.195 .846

x8e5 -.003 .194 -.002 -.018 .986

x8e6 .105 .094 .206 1.108 .272

a. Dependent Variable: DPR

Sumber : Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil regresi yang disajikan pada Tabel 7.15 maka diperoleh

persamaan regresi linier berganda berikut ini:

Y = -0.555 + 0,511 FCF + 0,398 DER + 7,805 ROA - 0,102 CR + 0,117 INSIDER

+ 0,149 TATO + 0,009 X8e1+ 0,112X8e2 - 1.410X8e3 -0.005 X8e4 - 0.003

X8e5 + 0.105X8e6

Berdasarkan persamaan regresi linier tersebut dapat diinterpretasikan sebagai

berikut: Nilai konstanta dengan adanya moderasi Investment Opportunity Set adalah

-0,555 artinya apabila variabel Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas,

Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva dan interaksi antara variabel

independen dengan moderasi (moderasi 1, moderasi 2, moderasi 3, moderasi 4,

moderasi 5 dan moderasi 6) sama dengan 0 (nol), maka dividen memiliki

kecenderungan menurun.

Nilai koefisien regresi moderasi (X1.X11) adalah 0.009 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,949 artinya apabila interaksi variabel Aliran kas bebas dan

Investment opportunity set meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

memiliki kencenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan,

interaksi variabel Aliran kas bebas dan Investment opportunity set kecenderungan

mampu menurunkan dividen.

Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas

bebas terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,949 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta

sebesar 0,009, dengan demikian variabel Investment Opportunity Set tidak terbukti

(hipotesis ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X2.X11) adalah 0.112 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,251 artinya apabila interaksi variabel Leverage dan Investment

opportunity set meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Leverage dan Investment opportunity set kecenderungan mampu

meningkatkan dividen.

Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,251 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar

0,112, dengan demikian variabel Investment Opportunity Set tidak terbukti

(hipotesis ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X3.X11) adalah -1.410 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,047 artinya apabila interaksi variabel Profitabilitas dan

Investment opportunity set meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan,

interaksi variabel Profitabilitas dan Investment opportunity set kecenderungan

menurunkan dividen.

Investment Opportunity Set mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas

terhadap Kebijakan Dividen. Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menurun setelah diinteraksikan dengan tingkat Investment opportunity set.

Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta

yang bernilai negatif (-1,410) dengan nilai signifikansi 0,047 yang nilainya lebih

kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel

Investment opportunity set terbukti (hipotesis diterima) sebagai variabel moderasi

yang mampu memperlemah pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen.

Nilai koefisien regresi moderasi (X4.X11) adalah -0.005 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,846 artinya apabila interaksi variabel Likuiditas dan Investment

opportunity set meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan memiliki

kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan, interaksi

variabel Likuiditas dan Investment opportunity set kecenderungan mampu

menurunkan dividen.

Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Likuiditas

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,846 yang nilainya lebih besar dari

tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta sebesar -

0,005, dengan demikian variabel Investment opportunity set tidak terbukti (hipotesis

ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X5.X11) adalah -0.003 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,986 artinya apabila interaksi variabel Struktur kepemilikan dan

Investment opportunity set meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan menurun dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan,

interaksi variabel Struktur kepemilikan dan Investment opportunity set

kecenderungan mampu menurunkan dividen.

Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur

kepemilikan terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil

analisis yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,986 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

beta sebesar -0,003, dengan demikian variabel Investment opportunity set tidak

terbukti (hipotesis ditolak) sebagai variabel moderasi.

Nilai koefisien regresi moderasi (X6.X11) adalah 0.105 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,272 artinya apabila interaksi variabel Perputaran aktiva dan

Investment opportunity set meningkat sebesar 1 persen, maka rata-rata dividen akan

memiliki kecenderungan meningkat dengan asumsi variabel lainnya adalah

konstan, interaksi variabel Perputaran aktiva dan Investment opportunity set

kecenderungan meningkatkan dividen.

Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Perputaran

aktiva Terhadap kebijakan dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,272 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki koefisien beta

sebesar 0,105, dengan demikian variabel Investment opportunity set tidak terbukti

(hipotesis ditolak) sebagai variabel moderasi.

Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan pengaruh variabel Investment

opportunity set dalam memoderasi Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas,

Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

dapat dilihat pada Tabel 7.16:

Tabel 7.16 Hasil Analisis MRA Investment Opportunity Set

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .880a .774 .736 .573940

a. Predictors: (Constant), x8e6, CR, x8e5, TATO, DER, FCF,

x8e1, ROA, x8e2, INSIDER, x8e4, x8e3

Sumber : Hasil OLahan Data (Lampiran 3)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Pada Tabel 7.16 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang

ditunjukkan dari nilai Adjusted R² sebesar 0,736, hal ini berarti bahwa 73,6% variasi

kebijakan dividen (DPR) dapat dijelaskan oleh variabel aliran kas bebas, likuiditas,

leverage, profitabilitas, struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva yang

dimoderasi oleh variabel investment opportunity set, sedangkan sisanya sebesar

26,4% kebijakan dividen (DPR) dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainya

diluar model.

Berdasarkan keseluruhan hasil uji jipotesis yang telah diuraikan di atas,

maka disajikan ringkasan hasil pengujian untuk seluruh hipotesis yang ada dalam

penelitian ini. Adapun tujuan dari penyajian ini adalah untuk lebih memudahkan

dalam memberikan kesimpulan terhadap hasil penelitian ini, selanjutnya, ringkasan

hasil pengujian untuk seluruh hipotesis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel

7.17:

Tabel 7.17

Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

No Hubungan Variabel t test Sig. Hipotesi

s

Keterangan

1 FCF DPR 1,158 0,251 Ditolak Tidak signifikan

2 DER DPR 2,717 0,008 Ditolak Signifikan

3 ROA DPR 4,886 0,000 Diterima Signifikan

4 CR DPR -2,571 0,012 Ditolak Signifikan

5 INSIDER DPR 0,958 0,341 Ditolak Tidak signifikan

6 TATO DPR 0,761 0,449 Ditolak Tidak signifikan

7 DPR PBV 11,064 0,000 Diterima Signifikan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

8a.1 COL FCF DPR 2,072 0,046 Diterima Memperkuat

8a.2 COL DER DPR 1,837 0,070 Ditolak Tidak

Memoderasi

8a.3 COL ROA DPR 2,997 0,004 Diterima Memperkuat

8a.4 COL CR DPR -2,769 0,007 Diterima Memperlemah

8a.5 COL INSIDER

DPR

0,746 0,458 Ditolak Tidak

memoderasi

8a.6 COL TATO DPR -2,005 0,049 Diterima Memperlemah

8b.1 AGE FCF DPR 0,102 0,919 Ditolak Tidak

Memoderasi

8b.2 AGE DER DPR 1,332 0,187 Ditolak Tidak

Memoderasi

8b.3 AGE ROA DPR 4,313 0,000 Diterima Memperkuat

8b.4 AGE CR DPR -5,493 0,000 Diterima Memperlemah

8b.5 AGE INSIDER

DPR

0,584 0,561 Ditolak Tidak

Memoderasi

8b.6 AGE TATO DPR -1,034 0,305 Ditolak Tidak

Memoderasi

8c.1 SFR FCF DPR -0,249 0,804 Ditolak Tidak

Memoderasi

8c.2 SFR DER DPR 0,079 0,385 Ditolak Tidak

Memoderasi

8c.3 SFR ROA DPR -1,676 0,098 Ditolak Tidak

Memoderasi

8c.4 SFR CR DPR 1,184 0,240 Ditolak Tidak

Memoderasi

8c.5 SFR INSIDER

DPR

0,508 0,613 Ditolak Tidak

Memoderasi

8c.6 SFR TATO DPR -0,424 0,673 Ditolak Tidak

Memoderasi

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

8d.1 EVOL FCF DPR -0,977 0,332 Ditolak Tidak

Memoderasi

8d.2 EVOL DER DPR 1,860 0,067 Ditolak Tidak

Memoderasi

8d.3 EVOL ROA DPR 2,685 0,009 Diterima Memperkuat

8d.4 EVOL CR DPR -7,014 0,000 Diterima Memperlemah

8d.5 EVOL INSIDER

DPR

0,862 0,392 Ditolak Tidak

Memoderasi

8d.6 EVOL TATO DPR 1,339 0,185 Ditolak Tidak

Memoderasi

8e.1 IOS FCF DPR 0,065 0,949 Ditolak Tidak

Memoderasi

8e.2 IOS DER DPR 1,158 0,251 Ditolak Tidak

Memoderasi

8e.3 IOS ROA DPR -2,020 0,047 Diterima Memperlemah

8e.4 IOS CR DPR -0,195 0,846 Ditolak Tidak

Memoderasi

8e.5 IOS INSIDER DPR -0,018 0,986 Ditolak Tidak

Memoderasi

8e.6 IOS TATO DPR 1,108 0,272 Ditolak Tidak

Memoderasi

Sumber: Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

7.2 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aliran kas bebas,

likuiditas, profitabilitas, leverage, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva

terhadap kebijakan dividen dengan collateralizable asset, umur perusahaan, self

finance ratio, earning volatility dan investment opportunity set sebagai variabel

moderasi dan pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan manufaktur

yang terdaftar di BEI periode 2011-2015. Pembahasan dari hasil pengujian sebagai

berikut:

7.2.1 Pengaruh Aliran kas bebas terhadap Kebijakan dividen

Hasil penelitian tentang pengaruh aliran kas bebas terhadap kebijakan

dividen menunjukkan bahwa aliran kas bebas berpengaruh tidak signifikan terhadap

kebijakan dividen, hal ini menunjukkan bahwa aliran kas bebas perusahaan

manufaktur di Bursa Efek Indonesia yang tinggi disertai dengan tingkat

pertumbuhan perusahaan yang tinggi, dengan demikian aliran kas bebas yang

diperoleh dapat dimanfaatkan untuk investasi yang berdampak pada perusahaan

tidak mampu membagikan dividen dalam jumlah yang besar, sehingga aliran kas

bebas tidak menjadi dasar perusahaan dalam membayar dividen.

Pengaruh yang tidak signifikan ini sesuai dengan Pecking Order Theory

yaitu aliran kas bebas yang dimiliki perusahaan cenderung dipergunakan sebagai

sumber pendanaan internal perusaahan untuk investasi, sehingga membayar dividen

lebih kecil. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan yang dilakukan oleh Parsian

and Koloukhi (2014), Utami dan Inanga (2011), Lopolusi (2013), Leo dan Putra

(2014), Sindhu (2014), Parsian dan Koloukhi (2014), Thanatawee (2013), Rehman

dan Takumi (2012), Al-Kuwari (2009), Puspitasari dan Darsono (2014), Osegbue

et al., (2014) yang menunjukkan aliran kas bebas tidak berpengaruh terhadap

kebijakan dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

7.2.2 Pengaruh Leverage terhadap Kebijakan dividen

Hasil penelitian tentang pengaruh leverage terhadap kebijakan dividen

menunjukkan bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kebijakan dividen, hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya penggunaan hutang

perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia mampu meningkatkan profit atau

keuntungan, sehingga perusahaan mampu meningkatkan dividen yang akan

dibayar.

Temuan penelitian ini sesuai dengan dengan pecking order theory dimana

memiliki urutan sumber pendanaan sebagai berikut yakni internal financing seperti

yang ditunjukkan oleh aliran kas bebas berpengaruh tidak signifikan terhadap

kebijakan dividen, selanjutnya kekurangan dana dalam perusahaan menggunakan

external financing berupa hutang, sehingga pengelolaan hutang dapat

meningkatkan profit yang diikuti oleh pembagian dividen yang meningkat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh

Gupta dan Banga (2010), Al-Kuwari (2009), Ikbal et al., (2011), Husam-Aldin dan

Al-Malkawi (2007), Sanjari dan Zarei (2015), Sunday et.al., (2015), Jaryono et al.,

(2011), Awad (2015), Nerviana (2015), Nghi (2014), Parsian dan Koloukhi (2014),

Nuhu et al., (2014), Banerjee (2016), Abbas et al., (2016), Kajola et al., (2015),

Aqel (2016), Osegbue (2014), Setiawan et al., (2016) yang menyatakan bahwa

leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

7.2.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen

Hasil penelitian tentang pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen

menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kebijaan dividen, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan

perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia dalam menghasilkan laba, maka

akan semakin tinggi tingkat pembayaran dividen. Perusahaan yang memiliki

keuntungan stabil, maka akan menjaga jumlah pembagian dividen dengan stabil dan

pembagian dividen yang stabil dapat menetapkan tingkat pembayaran dividen

dengan mengisyaratkan kualitas atas keuntungan perusahaan. Apabila dikaitkan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dengan teori kebijakan dividen maka bisa dikatakan bahwa investor lebih menyukai

kebijakan dividen yang stabil atau fleksibel dimana dividen yang stabil akan

dipertahankan untuk beberapa tahun dan kemudian bila laba yang diperoleh

meningkat maka dividen yang akan dibayarkan juga akan meningkat. Kebijakan

dividen yang stabil dapat memberikan kesan kepada investor bahwa perusahaan

tersebut mempunyai prospek yang baik di masa mendatang dan kebanyakan

pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima dari dividen.

Hal ini juga sesuai dengan Bird in the Hand Theory yang menyatakan bahwa

investor akan senang dengan pendapatan pasti berupa dividen daripada pendapatan

yang belum pasti seperti capital gains, meningkatnya profitabilitas akan

meningkatnya kemampuan perusahaan dalam membayarkan dividen kepada

pemegang sahamnya. Pembayaran dividen dapat menunjukkan signal bahwa

perusahaan memiliki prospek yang baik. Jika perusahaan mengumumkan

peningkatan dividen, maka investor akan menganggap kondisi perusahaan saat ini

dan masa mendatang relatif baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh

Mehta (2012), Al-Kuwari (2009), Husam-Aldin dan Al-Malkawi (2007),

Kowalewski et.al., (2007), Wang et.al., (2011), Sigo dan Selvam (2013), Setiawan

dan Phua (2013), Kargar dan Ahmadi (2013), Musiega et al., (2013), Awad (2015),

Leo dan Putra (2014), Sandy dan Asyik (2013), Marietta dan Sampurno (2013),

Denis & Osobov (2008), Ahmed & Javed (2009), Shubiri (2011), Kim & Jang

(2010), Patra et al., (2012), Velnampy et al., (2014), Ajanthan (2013), Livoreka et

al., (2015), Cao dan Chaipoopirutana (2015), Thanatawee (2013), Rafailov dan

Trifonova (2011), Mubin et al., (2014), Abbas et al., (2016), Lai et al., (2016),

Kajola et al., (2015), Bushra dan Mirza (2015), Rasyid et al., (2015) mengatakan

bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR. Begitu juga menurut

Bushra dan Mirza (2015) menunjukkan bahwa ROA dan ROE memiliki dampak

positif dan signifikan terhadap pendapatan dan pembayaran dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

7.2.4 Pengaruh Likuiditas terhadap kebijakan dividen

Hasil penelitian tentang pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen

menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kebijakan dividen, hal ini menunjukkan bahwa tingginya likuiditas yang dimiliki

oleh perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, serta diimbangi dengan

tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi maka kecenderungan dana perusahaan

dipergunakan untuk modal kerja dalam jumlah yang besar untuk menopang jumlah

penjualan, sehingga penjualan meningkat akan mengakibatkan profit ikut

meningkat juga. Profit yang diperoleh perusahaan lebih banyak dipergunakan untuk

investasi aktiva tetap, sehingga likuiditas yang tinggi menyebabkan penurunan

dividen yang dibagikan.

Hal ini sesuai dengan Pecking order theory yang menyatakan bahwa

perusahaaan lebih menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi

perusahaan berwujud laba ditahan). Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan

penelitian yang dilakukan oleh Zameeret et al., (2013), Parsian dan Koloukhi

(2014), Alam dan Hossain (2012), Tariq (2015), Devanadhen dan Karthik (2015),

Rafailov dan Trifonova (2011), Widhicahyono dan Sudiyatno (2015), Forti et al.,

(2015), Aqel (2016) yang menunjukkan likuiditas berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kebijakan dividen.

7.2.5 Pengaruh Kepemilikan manajerial terhadap Kebijakan dividen

Hasil penelitian tentang pengaruh kepemilikan manajerial terhadap

kebijakan dividen menunjukkan kepemilikan manajerial berpengaruh tidak

signifikan terhadap kebijakan dividen, hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya

kepemilikan manajerial pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tidak

mempengaruhi kebijakan dividen yang dibagikan kepada manajemen, karena

jumlah kepemilikan manajerial sangat kecil sesuai dengan fakta yang ada (lampiran

2). Hal ini disebabkan karena karakterisitik perusahaan terdaftar di Indonesia

memiliki struktur kepemilikan tunggal atau kepemilikan keluarga. Rendahnya

persentase kepemilikan manajerial juga menunjukkan seberapa kuat posisi

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

manajemen dalam RUPS. Dengan hak suara yang kecil maka manajemen tidak

dapat banyak mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen dalam RUPS.

Pendapat ini didukung oleh penelitian Sudarma (2004) yang menyatakan

bahwa belum terdapat pemisahan yang jelas antara kepemilikan dan pengelolaan

pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, hal ini dapat disebabkan

karena sebagian besar perusahaan publik di Indonesia masih dimiliki oleh keluarga

pendiri (founders) dan posisi penting di perusahaan (direktur dan komisaris) masih

dipegang oleh anggota keluarga pendiri, selain itu kebanyakan perusahaan publik

masih dikendalikan melalui institusi, dan pemegang saham mayoritas dikendalikan

oleh holding company. Perusahaan akan menanggung beban pajak yang lebih

tinggi, karena perusahaan harus membayar pajak dari laba operasional dan

membayar pajak untuk dividen.

Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan terdahulu yang dilakukan oleh

Gupta dan Banga (2010), Roy (2015), Nnadi et al., (2013), Fong dan Astuti (2015)

menyatakan bahwa struktur kepemilikan atau struktur kepemilikan tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.

7.2.6. Pengaruh Perputaran Aktiva terhadap kebijakan dividen

Hasil penelitian tentang pengaruh perputaran aktiva terhadap kebijakan

dividen menunjukkan bahwa perputaran aktiva berpengaruh tidak signifikan

terhadap kebijakan dividen, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur di

Bursa Efek Indonesia memiliki perputaran aktiva yang lambat, sehingga dividen

menjadi rendah, karena banyaknya dana tertanam dalam aktiva tetap, yang

menyebabkan dividen yang dibagikan menjadi rendah. Pengaruh tidak signifikan

ini dikarenakan hasil penjualan digunakan untuk investasi perusahaan dan untuk

membeli aktiva tetap, sehingga tinggi rendahnya perputaran aktiva tidak

mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Hal ini tidak mendukung beberapa penelitian yang dilakukan oleh Ike

(2014), Rafailov dan Trifonova (2011), Kuniawan et al., (2016), Marlim dan

Aririfin (2015), Purnami dan Artini (2016), Fuadi dan Satini (2015), menyatakan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

bahwa perputaran aktiva berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan

dividen, perusahaan dengan manajemen aset yang lebih efisien, maka akan

membayar dividen lebih besar, Dan sebaliknya justru mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Nerviana (2015), Asih (2014), Farizi dan Yani (2012), Winarto

(2015), Niken et al., (2014) dan Siswantini (2014) menunjukkan bahwa perputaran

aktiva tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen.

7.2.7 Pengaruh Kebijakan dividen terhadap Nilai perusahaan

Hasil penelitian tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai

perusahaan menunjukkan bahwa kebijakan dividen (DPR) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV), hal ini menunjukkan bahwa perusahaan

manufaktur di Bursa Efek Indonesia yang membayar dividen akan memberikan

signal positif di pasar, sehingga signal positif ini menandakan prospek perusahaan.

Signal positif mengakibatkan permintaan akan saham perusahaan meningkat.

Peningkatan permintaan saham perusahaan akan menyebabkan tingginya harga

saham. Peningkatan harga saham akan mencerminkan tingginya nilai perusahaan,

hal ini sesuai dengan dividend signaling theory dan bird in the hand theory.

Dividend signaling theory menyatakan bahwa informasi tantang dividen

yang dibayarkan digunakan oleh investor sebagai signal perusahaan di masa

mendatang. Signal perubahan dividen dapat dilihat dari reaksi harga saham. Apabila

perusahaan mengumumkan dividen yang lebih tinggi daripada yang diantisipasi

pasar merupakan signal bahwa perusahaan memiliki prospek kinerja keuangan

yang lebih cerah daripada yang diekspektasikan, dengan adanya signal tersebut,

investor akan membeli saham perusahaan tersebut sehingga harga sahamnya naik.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Bird in the hand theory yang

menyatakan bahwa investor lebih menyukai dividen karena kas ditangan lebih

bernilai daripada kekayaan dalam bentuk lain. Konsekuensinya, harga saham

perusahaan akan sangat ditentukan oleh besarnya dividen yang dibagikan, dengan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

demikian, semakin tinggi dividen yang dibagikan, semakin tinggi pula nilai

perusahaan. Lew (2015) menyatakan bahwa nilai perusahaan secara positif terkait

dengan kedua rasio pembayaran dividen tunai dan dividen kas smoothing. Ini berarti

bahwa perusahaan dengan rasio pembayaran dividen kas yang tinggi memiliki

harga saham yang tinggi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh

Baker dan Powel (2012), Rasyid et al., (2015), Nasrum (2013), Engombe (2014),

Hardiyanti (2012), Rizqia et al., (2013), Allazy (2013), Rasyid et al., (2015),

Taofiqkurochman dan Konadi (2012), Winarto (2015), Suartawan, dan Yasa

(2016), Lew (2015) menunjukkan hasil bahwa kebijakan dividen berpengaruh

positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

7.2.8 Collateralizable asset, Umur perusahaan, Self finance, Earning volatility,

dan Investment opportunity set sebagai variabel moderating mampu

memperkuat pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas,

Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap

Kebijakan dividen

1. Collateralizable asset sebagai variabel moderating dan memperkuat

pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan

dividen

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa Collateralizable

asset mampu berperan sebagai variabel moderasi yang berarti mampu memperkuat

pengaruh aliran kas bebas dan profitabilitas terhadap kebijakan dividen, serta

memperlemah pengaruh likuiditas dan perputaran aktiva terhadap kebijakan

dividen, sedangkan Collateralizable asset tidak mampu memoderasi pengaruh

leverage dan struktur kepemilikan terhadap kebijakan dividen. Hasil pengujian

lengkapnya dapat ditunjukan pada Tabel 7.18 berikut:

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tabel 7.18

Perbandingan Hasil Analisis Determinan Kebijakan Dividen dengan

Collaterazabel Asset Sebagai Variabel Moderasi

Variabel Determinan Moderasi

Dividend Payout Ratio Collateralizable Asset

B Sig B Sig

COL 0.350 0.402

FCF 0.225 0.251 2.899 0.046

DER 0.376 0.008 1.697 0.070

ROA 5.531 0.000 21.382 0.004

CR -0.116 0.012 -0.587 0.007

INSIDER 0.102 0.341 0.391 0.458

TATO 0.136 0.449 -1.616 0.049

Sumber: Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil analisis moderasi pada Tabel 7.18, setelah hipotesis ini

diuji, hasilnya menunjukkan bahwa:

1) Collateralizable Asset mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas

terhadap Kebijakan Dividen. Pengaruh aliran kas bebas terhadap kebijakan

dividen meningkat setelah diinteraksikan dengan tingkat collateralizable

asset. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan

koefisien beta yang positif dengan nilai signifikansi 0,046 yang nilainya

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

lebih kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan ( = 0,05), dengan

demikian variabel colleateralizabel asset terbukti sebagai variabel moderasi

yang mampu memperkuat pengaruh aliran kas bebas terhadap kebijakan

dividen. Pengaruh langsung variabel aliran kas bebas terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh tidak signifikan dan pengaruh langsung

collateralizable asset terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh

yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara aliran kas bebas

dengan collateralizable asset terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang signifikan sehingga moderasi yang terbentuk merupakan

absolut moderasi (moderasi mutlak).

Collateralizable Asset mampu memperkuat pengaruh aliran kas

bebas terhadap kebijakan dividen. Jumlah aliran kas bebas yang tinggi,

ditambah dengan aset yang dijaminkan dapat menambah modal perusahaan

sehingga modal tersebut dikelola dengan optimal maka akan mampu

menghasilkan laba yang besar, sehingga perusahaan akan membagikan

dividen dengan jumlah yang banyak kepada pemegang saham. Tingginya

jaminan aset dan aliran kas bebas yang dimiliki perusahaan akan mengurangi

konflik kepentingan antara pemegang saham dengan kreditur, sehingga

kemungkinan perusahaan dapat membayar dividen dalam jumlah yang besar

karena tidak adanya tekanan dari pihak kreditur. Hasil penelitian ini sesuai

dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Mollah (2011), Fauz dan

Rosidi (2008), Latiefasari (2011), Santoso (2012), Arfan dan Maywindlan

(2013), Natalia dan Kusumastuti (2012), Al-Qabri (2016) menyatakan

bahwa collateralizable assets sebagai proksi untuk mengatasi konflik antara

pemegang saham dan kreditur, mempunyai hubungan positif signifikan

antara collateralizable assets terhadap rasio pembayaran dividen.

2) Collateralizable Asset tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,07 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan ( =0,05) dan memiliki

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

koefisien beta sebesar 1,697, dengan demikian variabel Collateralizable

Asset tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel

leverage terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

signifikan dan pengaruh langsung collateralizable asset terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil

interaksi antara leverage dengan collateralizable asset terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi

yang terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Leverage yang semakin tinggi disertai dengan asset yang dijaminkan

lebih banyak dipergunakan untuk investasi aktiva tetap, sehingga jumlah

aktiva meningkat dan perusahaan mampu meningkatkan keuntungan dalam

operasional perusahaan dengan menggunakan hutang. Keuntungan yang

diperoleh perusahaan tidak dipergunakan untuk dividen melainkan lebih

banyak dipergunakan untuk investasi aktiva tetap dan juga untuk melunasi

hutang beserta bunganya, sehingga perusahaan tidak mampu membagikan

dividen, dengan demikain leverage yang tinggi disertai dengan

collaterlaizable asset yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang

dibagikan. Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan

Pujiastuti (2008), Haryanti (2012), Fadilah (2014), Liwe (2012), Asih

(2014), Hidayah (2013), Puspitasari dan Darsono (2014), Susanto et al,

(2016), yang menemukan bahwa collateralizable assets tidak berpengaruh

terhadap kebijkan dividen.

3) Collateralizable Asset mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan Dividen. pengaruh profitabilitas terhadap dividen payout ratio

meningkat setelah diinteraksikan dengan tingkat collateralizable asset.

Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan

koefisien betas yang positif dengan nilai signifikansi 0,004 yang nilainya

lebih kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan ( = 0,05), dengan

demikian variabel colleateralizabel asset terbukti sebagai variabel moderasi

yang mampu memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dividen. Pengaruh langsung variabel profitabilitas terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan dan pengaruh langsung

collateralizable asset terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh

tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara profitabilitas dengan

collateralizable asset terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh

yang signifikan sehingga moderasi yang terbentuk merupakan pure

moderasi (moderasi murni).

Collateralizable Asset mampu memperkuat pengaruh profitabilitas

terhadap kebijakan dividen. Adanya aset yang dijaminkan oleh perusahaan

untuk mendapatkan hutang sebagai sumber pendanaan, perusahaan mampu

memperoleh keuntungan dari operasional perusahaan, sehingga perusahaan

mampu membayar dividen dalam jumlah yang besar dari income perusahaan

tersebut, hal ini menjelaskan bahwa tingkat collateral asset perusahaan akan

berdampak pada peningkatan pembagian dividen yang dilakukan

perusahaan, sesuai dengan Agency Theory (Jensen dan Meckling, 1976) yang

menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki hutang rentan terhadap

konflik keagenan antara pemegang saham (melalui manajer) dengan

kreditur. Berdasarkan teori keagenan, menunjukkan bahwa semakin

tingginya collateral asset yang dimiliki perusahaan akan mengurangi konflik

kepentingan antara pemegang saham dengan kreditur, sehingga perusahaan

dapat membayar dividen dalam jumlah besar. Hasil penelitian ini sesuai

dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Mollah (2011), Fauz dan

Rosidi (2008), Latiefasari (2011), Santoso (2012), Arfan dan Maywindlan

(2013), Natalia dan Kusumastuti (2012), Al-Qabri (2016) menyatakan

bahwa collateralizable assets sebagai proksi untuk mengatasi konflik antara

pemegang saham dan kreditur, mempunyai hubungan positif signifikan

antara collateralizable assets terhadap rasio pembayaran dividen.

4) Collateralizable Asset memoderasi pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan

Dividen. Pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen menurun setelah

diinteraksikan dengan tingkat collateralizable asset. Pernyataan ini

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta yang

bernilai negatif dengan nilai signifikansi 0,007 yang nilainya lebih kecil dari

tingkat signifikan yang ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel

colleateralizabel asset terbukti sebagai variabel moderasi yang mampu

memperlemah pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen. Pengaruh

langsung variabel likuiditas terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang signifikan dan pengaruh langsung collateralizable asset

terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh tidak signifikan,

sedangkan hasil interaksi antara likuiditas dengan collateralizable asset

terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan

sehingga moderasi yang terbentuk merupakan pure moderasi (moderasi

murni).

Collateralizable Asset memperlemah pengaruh Likuiditas terhadap

Kebijakan Dividen. Hal ini terjadi karena tingginya likuiditas yang dimiliki

oleh perusahaan dan aktiva yang dijaminkan besar serta diimbangi dengan

tingkat pertumbuhan yang tinggi maka kecenderungan dana perusahaan

dipergunakan untuk modal kerja dalam jumlah besar untuk menopang

jumlah penjualan. Penjualan yang meningkat akan menghasilkan profit yang

tinggi, sehingga profit yang tinggi lebih banyak dipergunakan untuk

investasi aktiva tetap karena tingkat pertumbuhan perusahaan tinggi,

sehingga perusahaan mengurangi jumlah pembagian dividen. Hasil

penelitian ini di dukung oleh penelitian Setiawan dan Yuyetta (2013), Putri

(2014), Suci dan Andayani (2016) yang menyatakan bahwa collateralizable

asset memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan

dividen.

5) Collateralizable Asset tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur

kepemilikan Terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan

hasil analisisi yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,458

yang nilainya lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (= 0,05)

dan memiliki koefisien beta sebesar 0,391, dengan demikian variabel

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Collateralizable Asset tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh

langsung variabel struktur kepemilikan terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dan pengaruh langsung

collateralizable asset terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh

yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara struktur kepemilikan

dengan collateralizable asset terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang terbentuk

merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan memiliki jumlah kepemilikan manajerial yang sangat

kecil, hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan publik di

Indonesia masih dimiliki oleh keluarga pendiri (founder) dan posisi penting

di perusahaan (direktur dsn komisaris) masih dipegang oleh anggota

keluarga pendiri, sedangkan aset yang dijaminkan lebih banyak

dipergunakan untuk investasi aktiva tetap karena tingkat pertumbuhan

perusahaan tinggi, sehingga tingginya aset yang dijaminkan beserta jumlah

kepemilikan manajerial yang kecil tidak mempengaruhi dividen yang

dibagikan. Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan

Pujiastuti (2008), Haryanti (2012), Fadilah (2014), Liwe (2012), Asih

(2014), Hidayah (2013), Puspitasari dan Darsono (2014), Susanto et al,

(2016), yang menemukan bahwa collateralizable assets tidak berpengaruh

dengan kebijkan dividen.

6) Collateralizable Asset memoderasi pengaruh Perputaran aktiva terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh perputaran aktiva terhadap dividend payout

ratio menurun setelah diinteraksikan dengan tingkat collateralizable asset.

Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan

koefisien beta yang negatif dengan nilai signifikansi 0,049 yang nilainya

lebih kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan ( = 0,05), dengan

demikian variabel colleateralizabel asset terbukti sebagai variabel moderasi

yang memperlemah pengaruh perputaran aktiva terhadap kebijakan dividen.

Pengaruh langsung variabel perputaran aktiva terhadap kebijakan dividen

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menunjukkan pengaruh tidak signifikan dan pengaruh langsung

collateralizable asset terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh

yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara perputaran aktiva

dengan collateralizable asset terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang signifikan sehingga moderasi yang terbentuk merupakan

absolut moderasi (moderasi mutlak).

Collateralizable Asset memperlemah pengaruh perputaran aktiva

terhadap Kebijakan Dividen, hal ini terjadi karena tingginya perputaran

aktiva dan aset yang dijaminkan besar serta diimbangi dengan tingkat

pertumbuhan yang tinggi maka kecenderungan dana perusahaan

dipergunakan untuk modal kerja dalam jumlah besar untuk menopang

jumlah penjualan. Penjualan yang meningkat akan menghasilkan profit yang

tinggi, sehingga profit yang tinggi lebih banyak dipergunakan untuk

investasi aktiva tetap. Perusahaan lebih dominan memiliki jumlah aktiva

tetap lebih besar dibandingkan dengan jumlah aktiva lancar dan perputaran

aktiva agak lambat dalam penjualan, sehingga perusahaan mengurangi

jumlah pembagian dividen karena perusahaan memiliki jumlah kas yang

terbatas. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Setiawan dan Yuyetta

(2013), Putri (2014), Suci dan Andayani (2016) yang menyatakan bahwa

collateralizable asset memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan

terhadap kebijakan dividen.

2. Umur perusahaan sebagai variabel moderating dan memperkuat

pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan

dividen

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa Umur

perusahaan mampu berperan sebagai variabel moderasi dan mampu memperkuat

pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen serta memperlemah pengaruh

likuiditas terhadap kebijakan dividen, sedangkan Umur perusahaan tidak mampu

memoderasi pengaruh aliran kas bebas, leverage, struktur kepemilikan dan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

perputaran aktiva terhadap kebijakan dividen. Hasil pengujian lengkapnya dapat

ditunjukan pada Tabel 7.19 berikut:

Tabel 7.19

Perbandingan Hasil Analisis Determinan Kebijakan Dividen dengan

Umur perusahaan Sebagai Variabel Moderasi

Variabel Determinan Moderasi

Dividend Payout Ratio Umur perusahaan

B Sig B Sig

AGE 0.016 0.009

FCF 0.225 0.251 0.001 0.919

DER 0.376 0.008 0.012 0.187

ROA 5.531 0.000 0.208 0.000

CR -0.116 0.012 -0.011 0.000

INSIDER 0.102 0.341 0.006 0.561

TATO 0.136 0.449 -0.005 0.305

Sumber: Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil analisis moderasi pada Tabel 7.19, setelah hipotesis ini

diuji, hasilnya menunjukkan bahwa:

1) Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas

Terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil

analisisi yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,919 yang

nilainya lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan

memiliki koefisien beta sebesar 0,001, dengan demikian variabel umur

perusahaan tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

variabel alisan kas bebas terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh

tidak signifikan dan pengaruh langsung umur perusahaan terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan, sedangkan hasil interaksi

antara alisan kas bebas dengan umur perusahaan terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang

terbentuk merupakan predictor moderasi (moderasi menjadi prediktor).

Perusahaan yang memiliki keuntungan yang tinggi disertai dengan

tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi, sehingga perusahaan

cenderung untuk mempertahankan aliran kas bebas. Pada siklus

pertumbuhan (growth), keuntungan perusahaan berupa aliran kas bebas

lebih banyak diinvestasikan kembali dalam perusahaan, karena masih

banyak peluang investasi. Perusahaan pada siklus pertumbuahn (growth)

cenderung untuk memiliki level pembayaran dividen yang rendah atau

bahkan sama sekali tidak membayar dividen, dengan demikian aliran kas

bebas yang tinggi disertai dengan umur perusahaan yang matang tidak

mempengaruhi dividen yang dibagikan, pendapat ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukkan oleh Alex dan Krishnan (2015), Pratiwi et al.,

(2016) yang menunjukkan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh

terhadap kebijakan dividen.

2) Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,187 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar 0,012, dengan demikian variabel umur perusahaan

tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel

leverage terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

signifikan dan pengaruh langsung umur perusahaan terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan, sedangkan hasil interaksi

antara alisan kas bebas dengan umur perusahaan terhadap kebijakan dividen

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang

terbentuk merupakan predictor moderasi (moderasi menjadi prediktor).

Perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menggunakan

hutang, mampu meningkatkan profit atau keuntungan, dengan demikian

profit atau keuntungan yang diperoleh perusahaan ini lebih banyak

dipergunakan untuk kesempatan berinvestasi, karena perusahaan berada

pada masa pertumbuhan (growth). Pada siklus pertumbuhan (growth),

keuntungan perusahaan lebih banyak diinvestasikan kembali dalam

perusahaan, karena masih banyak peluang investasi dan juga untuk melunasi

hutang beserta bunganya. Perusahaan pada siklus pertumbuahn (growth)

cenderung untuk memiliki level pembayaran dividen yang rendah atau

bahkan sama sekali tidak membayar dividen, dengan demikian leverage

yang tinggi disertai dengan umur perusahaan yang matang tidak

mempengaruhi dividen yang dibagikan, pendapat ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukkan oleh Alex dan Krishnan (2015), Pratiwi et al.,

(2016) yang menunjukkan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh

terhadap kebijakan dividen.

3) Umur perusahaan mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen

meningkat setelah diinteraksikan dengan tingkat umur perusahaan.

Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan

koefisien beta yang positif (0,208) dengan nilai signifikansi 0,000 yang

nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan ( = 0,05),

dengan demikian variabel umur perusahaan terbukti sebagai variabel

moderasi yang mampu memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap

kebijakan dividen. Pengaruh langsung variabel profitabilitas terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan dan pengaruh

langsung umur perusahaan terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang signifikan, sedangkan hasil interaksi antara profitabilitas

dengan umur perusahaan terhadap kebijakan dividen menunjukkan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang terbentuk

merupakan quasi moderasi (moderasi semu).

Umur perusahaan mampu memperkuat pengaruh Profitabilitas

terhadap Kebijakan Dividen. Perusahaan pada tahap mapan (mature)

cenderung membayar dividen karena perusahaan memiliki profitabilitas

tinggi dan laba ditahan yang tinggi dengan peluang investasi rendah.

Semakin baik perusahaan menghasilkan laba bersih maka akan semakin

tinggi pula dividen yang dapat dibayarkan oleh perusahaan, dengan

demikian perusahaan dapat mempertahankan pembayaran sebagian besar

dari keuntungannya dalam bentuk dividen. Perusahaan dengan life cycle

yang tinggi atau pada tahap mature cenderung berada pada fase yang lebih

matang (mature) akan mampu menghasilkan profit yang tinggi, sehingga

lebih memungkinkan perusahaan untuk membayar dividen. Semakin tinggi

keuntungan perusahaan maka akan semakin besar dividen yang

dibayarkannya. Hasil peneitian ini sesuai dengan maturity theory yang

dikemukan oleh Grullon et al., 2002, yang mengatakan bahwa umur

perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk

membayarkan dividen. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian

yang dilakukan oleh Al-Malkawi (2007), Al-Malkawi (2008), Lai et.al.,

(2016), Darmawan (2011), Nnadi et al., 2014, Grullon et al., (2002),

Soejono (2010), Nugroho (2012), Tamimi dan Takhtaei (2014), Afza dan

Mirza (2011), Trisnawati dan Supriatna (2014), Kristina (2015) menemukan

bukti umur perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan dengan arah

hubungan yang positif terhadap kebijakan dividen.

4) Umur perusahaan mampu memoderasi pengaruh Likuiditas terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen

menurun setelah diinteraksikan dengan tingkat umur perusahaan.

Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan

koefisien beta yang bernilai negatif (-0,011) dengan nilai signifikansi 0,000

yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan ( = 0,05),

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dengan demikian variabel umur perusahaan terbukti sebagai variabel

moderasi yang mampu memperlemah pengaruh likuiditas terhadap

kebijakan dividen, dengan demikian variabel umur perusahaan terbukti

sebagai variabel moderasi yang mampu memperkuat pengaruh profitabilitas

terhadap kebijakan dividen. Pengaruh langsung variabel likuiditas terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan dan pengaruh

langsung umur perusahaan terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang signifikan, sedangkan hasil interaksi antara likuiditas dengan

umur perusahaan terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

tidak signifikan sehingga moderasi yang terbentuk merupakan quasi

moderasi (moderasi semu).

Umur perusahaan memperlemah pengaruh likuiditas terhadap

Kebijakan Dividen. Umur perusahaan yang semakin matang (mature)

biasanya perusahaan memiliki jumlah modal kerja yang semakin tinggi.

Modal kerja yang dimiliki perusahaan dipergunakan untuk pertumbuhan

perusahaan dan investasi aktiva tetap, sehingga jumlah dividen yang

dibagikan mengalami penurunan. Perusahaan pada tahap tumbuh (growth)

cenderung untuk mempertahankan pendapatan sebagai laba ditahan dan

tidak membaginya sebagai dividen karena perusahaan memiliki sumber

dana yang terbatas dan kesempatan investasi yang tinggi, dengan demikian

likuiditas yang tinggi disertai dengan umur perusahaan yang matang akan

menurunkan pembagian dividen, hal ini sesuai dengan pecking order theory

yang manyatakan bahwa perusahaaan lebih menyukai internal financing

(pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan). Pendapat

ini diperkuat penelitian dari Al-Sabah (2015), Osman dan Mohammed

(2010) menunjukkan bahwa Umur perusahaan berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kebijakan dividen.

5) Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur kepemilikan

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,561 yang nilainya

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar 0,006, dengan demikian variabel umur perusahaan

tidak terbukti sebagai variabel moderasi, dengan demikian variabel umur

perusahaan terbukti sebagai variabel moderasi yang mampu memperkuat

pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen. Pengaruh langsung

variabel strukturn kepemilikan terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan dan pengaruh langsung umur perusahaan

terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan,

sedangkan hasil interaksi antara struktur kepemilikan dengan umur

perusahaan terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak

signifikan sehingga moderasi yang terbentuk merupakan predictor moderasi

(moderasi menjadi prediktor).

Perusahaan memiliki jumlah kepemilikan manajerial yang sangat

kecil, hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan publik di

Indonesia masih dimiliki oleh keluarga pendiri (founder) dan posisi penting

di perusahaan (direktur dsn komisaris) masih dipegang oleh anggota kelurga

pendiri dan perusahaan berada pada masa pertumbuhan (growth). Pada

siklus pertumbuhan (growth), keuntungan perusahaan lebih banyak

diinvestasikan kembali dalam perusahaan, karena masih banyak peluang

investasi. Perusahaan pada siklus pertumbuahn (growth) cenderung untuk

memiliki level pembayaran dividen yang rendah atau bahkan sama sekali

tidak membayar dividen, dengan demikian struktur kepemilikan yang kecil

disertai dengan umur perusahaan yang matang tidak mempengaruhi dividen

yang dibagikan, pendapat ini sesuai dengan penelitian yang dilakukkan oleh

Alex dan Krishnan (2015), Pratiwi et al., (2016) yang menunjukkan bahwa

umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

6) Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Perputaran aktiva

Terhadap Kebijakan dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,305 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

koefisien beta sebesar -0,005, dengan demikian variabel umur perusahaan

tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel

perputaran aktiva terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

tidak signifikan dan pengaruh langsung umur perusahaan terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan, sedangkan hasil

interaksi antara perputaran aktiva dengan umur perusahaan terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga

moderasi yang terbentuk merupakan predictor moderasi (moderasi menjadi

prediktor).

Perusahaan memiliki perputaran aktiva yang sangat lambat dan hasil

penjualan lebih banyak dipergunakan untuk berinvestasi pada aktiva tetap,

hal ini dikarenakan perusahaan berada pada masa pertumbuhan (growth).

Pada siklus pertumbuhan (growth), keuntungan perusahaan lebih banyak

diinvestasikan kembali dalam perusahaan, karena masih banyak peluang

investasi. Perusahaan pada siklus pertumbuahn (growth) cenderung untuk

memiliki level pembayaran dividen yang rendah atau bahkan sama sekali

tidak membayar dividen, dengan demikian perputaran aktiva yang lambat

disertai dengan umur perusahaan yang matang, tidak mempengaruhi dividen

yang dibagikan, pendapat ini sesuai dengan penelitian yang dilakukkan oleh

Alex dan Krishnan (2015), Pratiwi et al., (2016) yang menunjukkan bahwa

umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

3. Self Finance sebagai variabel moderating dan memperkuat pengaruh

Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Struktur

kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa Self Finance

tidak mampu berperan sebagai variabel moderating pengaruh Aliran kas bebas,

Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

terhadap Kebijakan dividen. Hasil pengujian lengkapnya dapat ditunjukkan pada

Tabel 7.20 berikut:

Tabel 7.20

Perbandingan Hasil Analisis Determinan Kebijakan Dividen dengan

Self Finance Sebagai Variabel Moderasi

Variabel Determinan Moderasi

Dividend Payout Ratio Self Finance Ratio

B Sig B Sig

SFR -0.117 0.563

FCF 0.225 0.251 -0.199 0.804

DER 0.376 0.008 0.364 0.702

ROA 5.531 0.000 -8.225 0.098

CR -0.116 0.012 0.314 0.240

INSIDER 0.102 0.341 0.456 0.613

TATO 0.136 0.449 -0.196 0.673

Sumber: Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil analisis moderasi pada Tabel 7.20, setelah hipotesis ini

diuji, hasilnya menunjukkan bahwa:

1) Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,804 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar -0,199, dengan demikian variabel Self Finance tidak

terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel aliran kas

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

bebas terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak

signifikan dan pengaruh langsung self finance terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi

antara aliran kas bebas dengan self finance terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang

terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan yang memiliki aliran kas bebas yang tinggi dengan

tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga perusahaan membutuhkan

jumlah modal kerja yang besar untuk operasional perusahaan, hal ini dapat

dilihat pada pendanaan yang besar dalam perusahaan meliputi internal

financial berupa laba ditahan, apabila belum mencukupi, maka perusahaan

mencari sumber pendanaan dari eksternal financing yaitu berupa hutang.

Ketika perusahaan mempunyai kinerja keuangan perusahaan baik tetapi

pada sisi yang lain perusahaan mempunyai kewajiban atau hutang yang

harus dibayar maka kemungkinan perusahaan akan berfokus pada hutang

yang harus dibayarkan terlebih dahulu, sehingga perusahaan tidak mampu

membagikan dividen, dengan demikain aliran kas bebas yang tinggi disertai

dengan self-finance ratio yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang

dibagikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian yang

dilakukan oleh Haider et al., (2012) menunjukkan bahwa Self Finance

(SFR) tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

2) Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,702 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar 0,364, dengan demikian variabel Self Finance tidak

terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel leverage

terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan dan

pengaruh langsung self finance terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara leverage

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dengan self finance terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh

yang tidak signifikan sehingga moderasi yang terbentuk merupakan

homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menggunakan

hutang, mampu meningkatkan profit atau keuntungan, dengan demikain

profit atau keuntungan yang diperoleh perusahaan ini lebih banyak

dipergunakan untuk kesempatan berinvestasi lagi, karena perusahaan berada

pada masa pertumbuhan. Perusahaan lebih banyak menggunakan hutang

dibandingkan dengan modal sendiri dalam operasionalnya maka akan

meningkatkan rasio hutang perusahaan, sehingga perusahaan tidak mampu

membayar dividen. Ketika perusahaan mempunyai kinerja keuangan

perusahaan baik tetapi pada sisi yang lain perusahaan mempunyai kewajiban

atau hutang yang harus dibayar maka kemungkinan perusahaan akan

berfokus pada hutang yang harus dibayarkan terlebih dahulu, sehingga

perusahaan tidak mampu membagikan dividen, dengan demikain leverage

yang tinggi disertai dengan self-finance ratio yang tinggi, tidak

mempengaruhi dividen yang dibagikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan

temuan penelitian yang dilakukan oleh Haider et al., (2012) menunjukkan

bahwa Self Finance (SFR) tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

3) Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,098 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar -8,225, dengan demikian variabel Self Finance tidak

terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel

profitabilitas terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

signifikan dan pengaruh langsung self finance terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi

antara profitabilitas dengan self finance terhadap kebijakan dividen

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang

terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan yang memiliki profit atau keuntungan yang besar disertai

dengan jumlah hutang yang besar, maka perusahaan mempunyai kewajiban

untuk membayar hutang terlebih dahulu, sehingga perusahaan tidak mampu

membayar dividen. Ketika perusahaan mempunyai kinerja keuangan

perusahaan baik tetapi pada sisi yang lain perusahaan mempunyai kewajiban

atau hutang yang harus dibayar maka kemungkinan perusahaan akan

berfokus pada hutang yang harus dibayarkan terlebih dahulu, sehingga

perusahaan tidak mampu membagikan dividen, dengan demikain

profitabilitas yang tinggi disertai dengan self-finance ratio yang tinggi tidak

mempengaruhi dividen yang dibagikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan

temuan penelitian yang dilakukan oleh Haider et al., (2012) menunjukkan

bahwa Self Finance (SFR) tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

4) Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Likuiditas terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,240 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar 0,314, dengan demikian variabel Self Finance tidak

terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel likuiditas

terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan dan

pengaruh langsung self finance terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara likuifitas

dengan self finance terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

tidak signifikan sehingga moderasi yang terbentuk merupakan homologiser

moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan yang memiliki likuiditas yang tinggi disertai dengan

tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka kecendrungan dana perusahaan

dipergunakan untuk modal kerja menopang jumlah penjualan, sehingga

akan meningkatkan profit atau keuntungan, dengan demikian profit atau

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

keuntungan lebih banyak dipergunakan untuk investasi aktiva tetap dan

perusahaan lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan modal

sendiri dalam operasionalnya maka akan meningkatkan rasio hutang

perusahaan, maka perusahaan tidak mampu membayarkan dividen. Ketika

perusahaan mempunyai kinerja keuangan perusahaan baik tetapi pada sisi

yang lain perusahaan mempunyai kewajiban atau hutang yang harus dibayar

maka kemungkinan perusahaan akan berfokus pada hutang yang harus

dibayarkan terlebih dahulu, sehingga perusahaan tidak mampu membagikan

dividen, dengan demikain likuiditas yang tinggi disertai dengan self-finance

ratio yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang dibagikan. Hasil

penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Haider

et al., (2012) menunjukkan bahwa Self Finance (SFR) tidak berpengaruh

terhadap kebijakan dividen.

5) Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur kepemilikan

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,613 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar 0,456, dengan demikian variabel Self Finance tidak

terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel struktur

kepemilikan terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak

signifikan dan pengaruh langsung self finance terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi

antara profitabilitas dengan self finance terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang

terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan memiliki jumlah kepemilikan manajerial yang sangat

kecil, hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan publik di

Indonesia masih dimiliki oleh keluarga pendiri (founder) dan posisi penting

di perusahaan (direktur dsn komisaris) masih dipegang oleh anggota

keluarga pendiri, sehingga perusahaan tidak mampu membayar dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Ketika perusahaan mempunyai kinerja keuangan perusahaan baik tetapi

pada sisi yang lain perusahaan mempunyai kewajiban atau hutang yang

harus dibayar maka kemungkinan perusahaan akan berfokus pada hutang

yang harus dibayarkan terlebih dahulu, sehingga perusahaan tidak mampu

membagikan dividen, dengan demikain struktur kepemilikan yang kecil

disertai dengan self-finance ratio yang tinggi tidak mempengaruhi dividen

yang dibagikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian yang

dilakukan oleh Haider et al., (2012) menunjukkan bahwa Self Finance

(SFR) tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

6) Self Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Perputaran aktiva terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,673 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar -0,196, dengan demikian variabel Self Finance tidak

terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel perputaran

aktiva terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak

signifikan dan pengaruh langsung self finance terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi

antara perputaran aktiva dengan self finance terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang

terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan memiliki perputaran aktiva yang sangat lambat dan hasil

penjualan lebih banyak dipergunakan untuk berinvestasi pada aktiva tetap,

perusahaan juga lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan

modal sendiri dalam operasionalnya maka akan meningkatkan rasio hutang

perusahaan. Ketika perusahaan mempunyai kinerja keuangan perusahaan

baik tetapi pada sisi yang lain perusahaan mempunyai kewajiban atau

hutang yang harus dibayar maka kemungkinan perusahaan akan berfokus

pada hutang yang harus dibayarkan terlebih dahulu, sehingga perusahaan

tidak mampu membagikan dividen, dengan demikain perputaran aktiva

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

yang lambat disertai dengan self-finance ratio yang tinggi tidak

mempengaruhi dividen yang dibagikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan

temuan penelitian yang dilakukan oleh Haider et al., (2012) menunjukkan

bahwa Self Finance (SFR) tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

4. Earning Volatility sebagai variabel moderating dan memperkuat

pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas, Likuiditas,

Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan

dividen

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa Earning

Volatility mampu berperan sebagai variabel moderasi dan mampu memperkuat

pengaruh Profitabilitas terhadap kebijakan dividen dan memperlemah pengaruh

likuiditas terhadap dividen, sedangkan Earning Volatility tidak mampu memoderasi

pengaruh aliran kas bebas, leverage, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva

terhadap kebijakan dividen. Hasil pengujian lengkapnya dapat ditunjukan pada

Tabel 7.21 berikut:

Tabel 7.21

Perbandingan Hasil Analisis Determinan Kebijakan Dividen dengan

Earning Volatility Sebagai Variabel Moderasi

Variabel Determinan Moderasi

Dividend Payout Ratio Earning Volatility

B Sig B Sig

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

EVOL 0.080 0.115

FCF 0.225 0.251 -0.109 0.332

DER 0.376 0.008 0.275 0.067

ROA 5.531 0.000 2.063 0.009

CR -0.116 0.012 -0.243 0.000

INSIDER 0.102 0.341 0.216 0.392

TATO 0.136 0.449 0.109 0.185

Sumber: Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil analisis moderasi pada Tabel 7.21, setelah hipotesis ini

diuji, hasilnya menunjukkan bahwa:

1) Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,332 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar -0,109, dengan demikian variabel Earning Volatility

tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel aliran

kas bebas terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak

signifikan dan pengaruh langsung earning volatility terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil

interaksi antara aliran kas bebas dengan earning volatility terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga

moderasi yang terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi

potensial).

Perusahaan yang memiliki keuntungan yang tinggi disertai dengan

tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi, sehingga perusahaan

cenderung untuk mempertahankan aliran kas bebas. Volatilitas laba

menunjukkan suatu risiko bisnis, semakin tinggi volatilitas laba, semakin

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tinggi ketidakpastian hubungan antara keuntungan saat ini dengan

keuntungan masa depan yang diharapkan, karena ketidakpastian kenaikan

pendapatan, maka perusahaan akan menghadapi risiko bisnis, sehingga

perusahaan menghindari komitmen untuk membayar dividen yang lebih

tinggi, dengan demikian aliran kas bebas yang tinggi disertai dengan

volatilitas laba yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang dibagikan.

Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Nghi (2014),

Halim (2013), Osegbue et al., (2011), Maladjian dan Khoury (2014),

Kommrattanapanya dan Suntrauk (2013), Osman dan Mohammed (2010),

pada perusahaan keuangan menemukan hasil risiko bisnis tidak memiliki

pengaruh terhadap kebijakan dividen.

2) Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage terhadap

Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi yang

menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,067 yang nilainya lebih

besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar 0,275, dengan demikian variabel Earning Volatility

tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel

leverage terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

signifikan dan pengaruh langsung earning volatility terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil

interaksi antara leverage dengan earning volatility terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi

yang terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menggunakan

hutang, mampu meningkatkan profit atau keuntungan, dengan demikian

profit atau keuntungan yang diperoleh perusahaan ini lebih banyak

dipergunakan untuk kesempatan berivestasi lagi. Perusahaan lebih banyak

menggunakan hutang dibandingkan dengan modal sendiri dalam

operasionalnya maka akan meningkatkan rasio hutang perusahaan.

Volatilitas laba menunjukkan suatu risiko bisnis, semakin tinggi volatilitas

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

laba, semakin tinggi ketidakpastian hubungan antara keuntungan saat ini

dengan keuntungan masa depan yang diharapkan, karena ketidakpastian

kenaikan pendapatan, maka perusahaan akan menghadapi risiko bisnis,

sehingga perusahaan menghindari komitmen untuk membayar dividen yang

lebih tinggi, dengan demikian leverage yang tinggi disertai dengan

volatilitas laba yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang dibagikan.

Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Nghi (2014),

Halim (2013), Osegbue et al., (2011), Maladjian dan Khoury (2014),

Kommrattanapanya dan Suntrauk (2013), Osman dan Mohammed (2010),

pada perusahaan keuangan menemukan hasil risiko bisnis tidak memiliki

pengaruh terhadap kebijakan dividen.

3) Earning Volatility mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen

meningkat setelah diinteraksikan dengan tingkat Earning Volatility.

Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan

koefisien beta yang positif (2,063) dengan nilai signifikansi 0,009 yang

nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan (= 0,05),

dengan demikian variabel Earning Volatility terbukti sebagai variabel

moderasi yang mampu memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap

kebijakan dividen. Pengaruh langsung variabel profitabilitas terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan dan pengaruh

langsung earning volatility terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara

profitabilitas dengan earning volatility terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang signifikan sehingga moderasi yang terbentuk

merupakan pure moderasi (moderasi murni).

Earning Volatility mampu memperkuat pengaruh Profitabilitas

terhadap Kebijakan Dividen. Apabila profitabilitas tinggi disertai dengan

earning volatility yang tinggi, maka perusahaan akan mampu membayar

dividen yang tinggi. Perusahaan yang menggunakan biaya operasi tetap

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dengan penjualan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan profitabilitas

perusahaan. Meningkatnya profitabilitas perusahaan, maka perusahaan akan

mampu membayar dividen kepada para pemegang saham dalam jumlah

yang besar. Apabila tingkat earning volatility semakin stabil, maka prediksi

laba di masa datang dapat ditentukan secara tepat, dengan demikian

perusahaan dapat mempertahankan pembayaran dividen. Hasil penelitian ini

sesuai dengan temuan yang dilakukan oleh Widhicahyono dan Sudiyatno

(2015), Anupam (2012), Nguyen (2012), Musiega et al., (2013),

Devanadhen dan Karthik (2015), Aqel (2016), Osman dan Mohammed

(2010) pada perusahaan non-keuangan mendapatkan hasil bahwa risiko

bisnis berpengaruh signifikan dan positif pada kebijakan dividen.

4) Earning Volatility mampu memoderasi pengaruh Likuiditas terhadap

Kebijakan Dividen. Pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen

menurun setelah diinteraksikan dengan Earning Volatility. Pernyataan ini

didukung dengan hasil analisis yang mengambarkan koefisien beta yang

bernilai negatif (-0,243) dengan nilai signifikansi 0,000 yang nilainya lebih

kecil dari tingkat signifikan yang ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian

variabel Earning Volatility terbukti sebagai variabel moderasi yang mampu

memperlemah pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen. Pengaruh

langsung variabel likuiditas terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang signifikan dan pengaruh langsung earning volatility terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan

hasil interaksi antara likuiditas dengan earning volatility terhadap kebijakan

dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan sehingga moderasi yang

terbentuk merupakan pure moderasi (moderasi murni).

Earning Volatility memperlemah pengaruh likuiditas terhadap

Kebijakan dividen. Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi

dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka cenderung dana perusahaan

dipergunakan untuk modal kerja dalam menopang jumlah penjualan.

Perusahaan dengan menggunakan biaya operasi tetap dengan penjualan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

yang tinggi dapat meningkatkan profit atau keuntungan perusahaan.

Meningkatnya profit atau keuntungan perusahaan yang disertai dengan

adanya kesempatan investasi yang menguntungkan sehingga perusahaan

akan menginvestasikan pendapatan yang diperoleh perusahaan pada aktiva

tetap. Adanya investasi yang menguntungkan berarti mengurangi dana

internal perusahaan dengan demikian sedikit pendapatan perusahaan yang

dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham.

Volatilitas laba menunjukkan suatu risiko bisnis, besar kecilnya

risiko bisnis suatu perusahaan dapat muncul karena hutang, baik hutang

jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Perusahaan yang lebih

banyak menggunakan hutang dibandingkan modal sendiri akan

meningkatkan rasio hutang sehingga perusahaan perlu menetapkan tingkat

hutang yang optimum. Tingginya risiko bisnis yang dihadapi oleh

perusahaan akan diantisipasi dengan kebijakan pembayaran dividen yang

rendah. Dividen yang rendah dapat digunakan untuk menghindari

pemotongan dividen di masa mendatang sehingga pengalokasian sebagian

keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk investasi lebih lanjut.

Jadi perusahaan dengan risiko bisnis yang tinggi akan memberikan dividen

yang rendah kepada pemegang saham. Perusahaan dengan tingkat likuiditas

yang tinggi berarti perusahaan memiliki risiko bisnis yang besar, maka akan

diantisipasi dengan kebijakan pembayaran dividen yang rendah.

Temuan penelitian ini sesuai dengan pecking order theory dimana

ditunjukkan dengan urutan sumber pendanaan perusahaan yaitu internal

financial berupa laba ditahan yang belum mencukupi biaya operasional,

sehingga perusahaan mencari sumber pendanaan berupa eksternal financing

yaitu hutang. Hasil temuan penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Turki dan Ahmed (2013), Epayanti dan Yadnya (2013), Al-

Kuwari (2012), Al-Shubiri (2010), Tri Prabawa (2010), Michael dan Wijaya

(2010), Al-Kuwari (2009), Kumar dan Waheed (2015), Moradi et al.,

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

(2012), Issa (2015), Hossain et al., (2014), Osegue et al., (2014) bahwa

risiko bisnis berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kebijakan dividen.

5) Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur kepemilikan

Terhadap Dividen Payout Ratio. Pernyataan ini didukung dengan hasil

analisis yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,392 yang

nilainya lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan

memiliki koefisien beta sebesar 0,216, dengan demikian variabel Earning

Volatility tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung

variabel struktur kepemilikan terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan dan pengaruh langsung earning volatility

terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan,

sedangkan hasil interaksi antara struktur kepemilikan dengan earning

volatility terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak

signifikan sehingga moderasi yang terbentuk merupakan homologiser

moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan memiliki jumlah kepemilikan manajerial yang sangat

kecil, hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan publik di

Indonesia masih dimiliki oleh keluarga pendiri (founder) dan posisi penting

di perusahaan (direktur dsn komisaris) masih dipegang oleh anggota kelurga

pendiri. Volatilitas laba menunjukkan risiko bisnis, semakin tinggi

volatilitas laba, semakin tinggi ketidakpastian hubungan antara keuntungan

saat ini dengan keuntungan masa depan yang diharapkan, karena

ketidakpastian kenaikan pendapatan, maka perusahaan akan menghadapi

risiko bisnis, sehingga perusahaan menghindari komitmen untuk membayar

dividen yang lebih tinggi, dengan demikian jumlah kepemilikan manajerial

yang sedikit disertai dengan volatilitas laba yang tinggi tidak mempengaruhi

dividen yang dibagikan. Pendapat ini didukung dengan penelitian yang

dilakukan oleh Nghi (2014), Halim (2013), Osegbue et al., (2011),

Maladjian dan Khoury (2014), Kommrattanapanya dan Suntrauk (2013),

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Osman dan Mohammed (2010), pada perusahaan keuangan menemukan

hasil risiko bisnis tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen.

6) Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Perputaran aktiva

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,185 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar 0,109, dengan demikian variabel Earning Volatility

tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung variabel

perputaran aktiva terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

tidak signifikan dan pengaruh langsung earning volatility terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan

hasil interaksi antara perputaran aktiva dengan earning volatility terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga

moderasi yang terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi

potensial).

Perusahaan memiliki perputaran aktiva yang sangat lambat dan hasil

penjualan lebih banyak dipergunakan untuk berinvestasi pada aktiva tetap.

Volatilitas laba menunjukkan suatu risiko bisnis, semakin tinggi volatilitas

laba, semakin tinggi ketidakpastian hubungan antara keuntungan saat ini

dengan keuntungan masa depan yang diharapkan, karena ketidakpastian

kenaikan pendapatan, maka perusahaan akan menghadapi risiko bisnis,

sehingga perusahaan menghindari komitmen untuk membayar dividen yang

lebih tinggi, dengan demikian perputaran aktriva yang lambat disertai

dengan volatilitas laba yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang

dibagikan. Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nghi (2014), Halim (2013), Osegbue et al., (2011), Maladjian dan Khoury

(2014), Kommrattanapanya dan Suntrauk (2013), Osman dan Mohammed

(2010), pada perusahaan keuangan menemukan hasil risiko bisnis tidak

memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

5. Investment Opportunity Set sebagai variabel moderating dan

memperkuat pengaruh Aliran kas bebas, Leverage, Profitabilitas,

Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap

Kebijakan dividen

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa Investment

Opportunity Set mampu berperan sebagai variabel moderasi dan memperlemah

pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen, sedangkan Investment

Opporutnity Set tidak mampu memoderasi pengaruh aliran kas bebas, leverage,

likuiditas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva terhadap kebijakan dividen.

Hasil pengujian lengkaonya dapat ditunjukan pada Tabel 7.22 berikut:

Tabel 7.22

Perbandingan Hasil Analisis Determinan Kebijakan Dividen dengan

Investment Opportunity Set Sebagai Variabel Moderasi

Variabel Determinan Moderasi

Dividend Payout Ratio Investment Opportunity Set

B Sig B Sig

IOS -0.007 0.852

FCF 0.225 0.251 0.009 0.949

DER 0.376 0.008 0.112 0.251

ROA 5.531 0.000 -1.410 0.047

CR -0.116 0.012 -0.005 0.846

INSIDER 0.102 0.341 -0.003 0.986

TATO 0.136 0.449 0.105 0.272

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Sumber: Hasil Olahan Data (Lampiran 3)

Berdasarkan hasil analisis moderasi pada Tabel 7.22, setelah hipotesis ini

diuji, hasilnya menunjukkan bahwa:

1) Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas

bebas terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil

analisis yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,949 yang

nilainya lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan

memiliki koefisien beta sebesar 0,009, dengan demikian variabel Investment

Opportunity Set tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh

langsung variabel aliran kas bebas terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan dan pengaruh langsung investment

opportunity set terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara perputaran aktiva dengan

investment opportunity set terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang terbentuk

merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan dengan aliran kas bebas yang tinggi disertai dengan

tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi dan kesempatan investasi suatu

perusahaan meningkat maka perusahaan cenderung menahan pembayaran

dividen dan lebih memilih untuk mengalokasikan dananya pada peluang

berinvestasi. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembayaran dividen

kas kepada investor lebih dialokasikan untuk pembelian investasi yang

menguntungkan, sehingga perusahaan tidak mampu membayar dividen,

dengan demikian aliran kas yang tinggi disertai dengan peluang investasi

yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang dibagikan. Pendapat ini

didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnami dan Artini (2016),

Nghi (2014), Devanadhen dan Karthik (2015), Leo dan Putra (2014), Alex

dan Krishnan (2015), Fuadi dan Satini (2015) menemukan bahwa

investment opportunity set tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan

dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

2) Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,251 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar 0,112, dengan demikian variabel Investment

Opportunity Set tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh

langsung variabel leverage terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan dan pengaruh langsung investment

opportunity set terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara leverage dengan

investment opportunity set terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang terbentuk

merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menggunakan

hutang, mampu meningkatkan profit atau keuntungan, dengan demikian

profit atau keuntungan yang diperoleh perusahaan ini lebih banyak

dipergunakan untuk kesempatan berivestasi lagi karena tingkat

pertumbuhan perusahaan tinggi, sehingga perusahaan tidak mampu

membayarkan dividen, hal ini menyebabkan leverage yang tinggi disertai

dengan peluang investasi yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang

dibagikan. Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh

Purnami dan Artini (2016), Nghi (2014), Devanadhen dan Karthik (2015),

Leo dan Putra (2014), Alex dan Krishnan (2015), Fuadi dan Satini (2015)

menemukan bahwa investment opportunity set tidak memiliki pengaruh

terhadap kebijakan dividen.

3) Investment Opportunity Set mampu memoderasi pengaruh Profitabilitas

terhadap Kebijakan Dividen. pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan

dividen menurun setelah diinteraksikan dengan tingkat investment

opportunity set. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisis yang

mengambarkan koefisien beta yang bernilai negatif (-1,410) dengan nilai

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

signifikansi 0,047 yang nilainya lebih kecil dari tingkat signifikan yang

ditetapkan ( = 0,05), dengan demikian variabel investment opportunity set

terbukti sebagai variabel moderasi yang mampu memperlemah pengaruh

profitabilitas terhadap kebijakan dividen. Pengaruh langsung variabel

profitabilitas terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

signifikan dan pengaruh langsung investment opportunity set terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan

hasil interaksi antara profitabilitas dengan investment opportunity set

terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang signifikan

sehingga moderasi yang terbentuk merupakan pure moderasi (moderasi

murni).

Investment Opportunity Set memperlemah pengaruh Profitabilitas

terhadap Kebijakan Dividen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang

profitable dengan peluang investasi yang tinggi, maka labanya akan

digunakan untuk membiayai investasinya sehingga pembayaran dividennya

akan berkurang. Hasil penelitian ini konsisten dengan pecking order theory

oleh Myers dan Majluf (1984), menggambarkan sebuah tingkatan dalam

pencarian dana perusahaan yang menunjukkan bahwa perusahaan lebih

memilih menggunakan internal financing dalam membiayai investasi dan

mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan. Hasil penelitian

ini sesuai temuan penelitian yang dilakukan Denis dan Osobov (2008),

Kangarlouei et al., (2012), Budi (2009), Ogheneochuko dan Abigirl (2015),

Mardiyati et al., (2014), Rehman dan Takumi (2012), Wasike dan Ambrose

(2015), Rehman dan Takumi (2012), Bushra dan Mirza (2015) yaitu

investment opportunity set berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kebijakan dividen. Perusahaan yang profitable memiliki dorongan untuk

membayar dividen relatif lebih rendah dalam rangka memiliki dana internal

lebih banyak untuk membiayai proyek investasinya.

4) Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Likuiditas

terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil analisisi

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,846 yang nilainya

lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan memiliki

koefisien beta sebesar -0,005, dengan demikian variabel investment

opportunity set tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung

variabel likuiditas terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

tidak signifikan dan pengaruh langsung investment opportunity set terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan

hasil interaksi antara likuiditas dengan investment opportunity set terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga

moderasi yang terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi

potensial).

Perusahaan yang memiliki likuiditas yang tinggi, akan mampu

meningkatkan penjualan, sehingga penjualan akan menghasilkan profit yang

besar pula. Profit yang diperoleh perusahaan lebih banyak dipergunakan

untuk berinvestasi kembali karena tingkat pertumbuhan perusahaan tinggi,

sehingga perusahaan tidak membayarkan dividen, dengan demikian

likuiditas yang tinggi disertai dengan peluang investasi yang tinggi tidak

mempengaruhi dividen yang dibagikan. Pendapat ini didukung dengan

penelitian yang dilakukan oleh Purnami dan Artini (2016), Nghi (2014),

Devanadhen dan Karthik (2015), Leo dan Putra (2014), Alex dan Krishnan

(2015), Fuadi dan Satini (2015) menemukan bahwa investment opportunity

set tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen.

5) Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Struktur

kepemilikan terhadap Kebijakan Dividen. Pernyataan ini didukung dengan

hasil analisis yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,986

yang nilainya lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05)

dan memiliki koefisien beta sebesar -0,003, dengan demikian variabel

investment opportunity set tidak terbukti sebagai variabel moderasi.

Pengaruh langsung variabel struktur kepemilikan terhadap kebijakan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dan pengaruh

langsung investment opportunity set terhadap kebijakan dividen

menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi

antara struktur kepemilikan dengan investment opportunity set terhadap

kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan sehingga

moderasi yang terbentuk merupakan homologiser moderasi (moderasi

potensial).

Perusahaan memiliki jumlah kepemilikan manajerial yang sangat

kecil, hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan publik di

Indonesia masih dimiliki oleh keluarga pendiri (founder) dan posisi penting

di perusahaan (direktur dsn komisaris) masih dipegang oleh anggota

keluarga pendiri dan perusahaan berada pada masa pertumbuhan (growth),

sehingga perusahaan membutuhkan dana yang besar untuk berinvestasi,

yang berdampak pada ketidakmampuan perusahaan dalam membayar

dividen, dengan demikian kepemilikan manajerial yang kecil disertai

dengan peluang investasi yang tinggi tidak mempengaruhi dividen yang

dibagikan. Pendapat ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh

Purnami dan Artini (2016), Nghi (2014), Devanadhen dan Karthik (2015),

Leo dan Putra (2014), Alex dan Krishnan (2015), Fuadi dan Satini (2015)

menemukan bahwa investment opportunity set tidak memiliki pengaruh

terhadap kebijakan dividen.

6) Investment Opportunity Set tidak mampu memoderasi pengaruh Perputaran

aktiva Terhadap kebijakan dividen. Pernyataan ini didukung dengan hasil

analisisi yang menggambarkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,272 yang

nilainya lebih besar dari tingkat signifikan yang ditetapkan (=0,05) dan

memiliki koefisien beta sebesar 0,105, dengan demikian variabel investment

opportunity set tidak terbukti sebagai variabel moderasi. Pengaruh langsung

variabel perputran aktiva terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan dan pengaruh langsung investment

opportunity set terhadap kebijakan dividen menunjukkan pengaruh yang

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

tidak signifikan, sedangkan hasil interaksi antara perputaran aktiva dengan

investment opportunity set terhadap kebijakan dividen menunjukkan

pengaruh yang tidak signifikan sehingga moderasi yang terbentuk

merupakan homologiser moderasi (moderasi potensial).

Perusahaan memiliki perputaran aktiva yang sangat lambat dan hasil

penjualan lebih banyak dipergunakan untuk berinvestasi pada aktiva tetap

karena tingkat pertumbuhan perusahaan tinggi, sehingga tinggi rendahnya

perputaran aktiva tidak mempengaruhi kebijakan dividen, dengan demikian

perputaran aktiva yang lambat disertai dengan peluang investasi yang tinggi

tidak mempengaruhi pembagian dividen. Pendapat ini didukung dengan

penelitian yang dilakukan oleh Purnami dan Artini (2016), Nghi (2014),

Devanadhen dan Karthik (2015), Leo dan Putra (2014), Alex dan Krishnan

(2015), Fuadi dan Satini (2015) menemukan bahwa investment opportunity

set tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan dividen.

7. 3. Implikasi Penelitian

7. 3.1 Implikasi Teoritis

1) Penelitian ini menemukan bahwa perusaahaan memiliki urutan sumber

pendanaan internal financing seperti yang ditunjukkan oleh (a) Aliran kas bebas

berpengaruh tidak signifikan terhadap kebijakan dividen, aliran kas bebas yang

tinggi disertai dengan tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi maka aliran

kas bebas ini dapat ditahan sementara dan kecenderungan dimanfaatkan untuk

investasi, sehingga perusahaan tidak mampu membagikan dividen dalam

jumlah yang besar, akan menyebabkan besar kecilnya aliran kas bebas tidak

berpengaruh terhadap pembagian dividen. (b) Likuiditas berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kebijakan dividen, likuiditas yang tinggi

mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam pertumbuhan sehingga dana

dipergunakan sebagai modal kerja. (c) Umur perusahaan memperlemah

pengaruh likuidtas terhadap kebijakan dividen, Umur perusahaan yang semakin

matang (mature) biasanya perusahaan memiliki jumlah modal kerja yang

semakin tinggi. Modal kerja yang dimiliki perusahaan dipergunakan untuk

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pertumbuhan perusahaan dan investasi aktiva tetap, sehingga jumlah dividen

yang dibagikan mengalami penurunan. (d) Investment opportunity set

memperlemah pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen, perusahaan

yang profitable dengan peluang investasi yang tinggi, maka labanya akan

digunakan untuk membiayai investasi sehingga pembayaran dividennya akan

berkurang, selanjutnya kekurangan dana dalam perusahaan menggunakan

external financing berupa hutang seperti yang ditunjukkan oleh (a) Leverage

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakn dividen, sehingga

pengelolaan hutang dapat meningkatkan profit (keuntungan) yang diikuti oleh

pembagian dividen yang meningkat (b) Earning volatility memperlemah

pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen, perusahaan dengan tingkat

likuiditas yang tinggi berarti perusahaan memiliki risiko bisnis yang besar,

maka akan diantisipasi dengan kebijakan pembayaran dividen yang rendah.

Hasil temuan ini mendukung Peking order theory (Myers and Majluf, 1984)

yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai urutan dalam melakukan

pendanaan yang dimulai dengan urutan laba ditahan (internal financing), hutang

kepada pihak ketiga baik dengan loan atau menjual obligasi (external financing)

dan terakhir mengeluarkan saham baru.

2) Penelitian ini menemukan bahwa pembayaran dividen dapat menunjukkan

signal bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik. Jika perusahaan

mengumumkan peningkatan dividen, maka investor akan menganggap kondisi

perusahaan saat ini dan masa mendatang relatif baik, seperti yang ditunjukkin

oleh (a) Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kebijakan

dividen, semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba,

maka akan semakin tinggi tingkat pembayaran dividen. Perusahaan yang

memiliki keuntungan stabil, maka akan menjaga jumlah pembagian dividen

dengan stabil dan pembagian dividen yang stabil dapat menetapkan tingkat

pembayaran dividen dengan mengisyaratkan kualitas atas keuntungan

perusahaan. (b) Kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap

nilai perusahaan, perusahaan yang membayar dividen akan memberikan signal

positif di pasar, sehingga signal positif ini menandakan prospek perusahaan.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Signal positif mengakibatkan permintaan akan saham perusahaan tersebut.

Peningkatan permintaan saham perusahaan akan menyebabkan tingginya harga

saham. Peningkatan harga saham akan mencerminkan tingginya nilai

perusahaan. Hasil temuan ini mendukung Bird in the hand theory (Gordon and

Shapiro, (1956), Lintner (1962) and Walter (1963) yang menyatakan bahwa

investor menyukai dividen yang tinggi karena dividen yang diterima seperti

burung ditangan yang risikonya lebih kecil atau mengurangi ketidakpastian

dibandingkan dengan dividen yang tidak dibagikan.

3) Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan dividen memberikan signal kepada

investor tentang keuntungan perusahaan dan diharapkan mampu meningkatkan

nilai pasar perusahaan, seperti yang ditunjukkin oleh kebijakan dividen

berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, perusahaan yang

membayar dividen akan memberikan signal positif di pasar, sehingga signal

positif ini menandakan prospek perusahaan. Signal positif mengakibatkan

permintaan akan saham perusahaan tersebut. Peningkatan permintaan saham

perusahaan akan menyebabkan tingginya harga saham. Peningkatan harga

saham akan mencerminkan tingginya nilai perusahaan. Hasil temuan ini

mendukung Dividend signaling theory Ross (1977), Bhattacarya (1979), Miller

dan Rock (1985), serta John dan William (1985) yang menyatakan bahwa

informasi tantang dividen yang dibayarkan digunakan oleh investor sebagai

sinyal perusahaan di masa mendatang. Sinyal perubahan dividen dapat dilihat

dari reaksi harga saham. Apabila perusahaan mengumumkan dividen yang lebih

tinggi daripada yang diantisipasi pasar merupakan sinyal bahwa perusahaan

memiliki prospek kinerja keuangan yang lebih cerah daripada yang

diekspektasikan, dengan adanya sinyal tersebut, investor akan membeli saham

perusahaan tersebut sehingga harga sahamnya naik.

4) Penelitian ini menemukan bahwa tingginya jaminan asset dan aliran kas bebas

yang dimiliki perusahaan akan mengurangi konflik kepentingan antara

pemegang saham dengan kreditur, sehingga kemungkinan perusahaan dapat

membayar dividen dalam jumlah yang besar karena tidak adanya tekanan dari

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pihak kreditur, sperti yang ditunjukkin oleh collateralizabel asset mampu

memperkuat pengaruh aliran kas bebas terhadap kebijakan dividen. Jumlah

aliran kas bebas yang tinggi, ditambah dengan aset yang dijaminkan dapat

menambah modal perusahaan sehingga modal tersebut dikelola dengan optimal

maka akan mampu menghasilkan laba yang besar, sehingga perusahaan akan

membagikan dividen dengan jumlah yang banyak kepada pemegang saham.

Hasil temuan ini mendukung Agency Theory (Jensen dan Meckling, 1976) yang

menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki hutang rentan terhadap konflik

keagenan antara pemegang saham (melalui manajer) dengan kreditur.

Berdasarkan teori keagenan, menunjukkan bahwa semakin tingginya collateral

asset yang dimiliki perusahaan akan mengurangi konflik kepentingan antara

pemegang saham dengan kreditur, sehingga perusahaan dapat membayar

dividen dalam jumlah besar.

5) Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan pada tahap mapan (mature)

cenderung membayar dividen karena perusahaan memiliki profitabilitas tinggi

dan laba ditahan yang tinggi dengan peluang investasi rendah. Semakin baik

perusahaan menghasilkan laba bersih maka akan semakin tinggi pula dividen

yang dapat dibayarkan oleh perusahaan, seperti yang ditunjukkin oleh umur

perusahaan memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen.

Perusahaan dengan life cycle yang tinggi atau pada tahap mature cenderung

berada pada fase yang lebih mature dengan profit tinggi, sehingga lebih

memungkinkan untuk membayar dividen. Semakin tinggi keuntungan

perusahaan maka akan semakin besar dividen yang dibayarkannya. Hasil

temuan ini mendukung Life cycle theory (Fama dan French, 2001 dan DeAngelo

dan DeAngelo, 2006) yang menyatakan bahwa semakin tua perusahaan dimana

dana internal perusahaan sudah melebihi peluang investasi dividen yang

dibayarkan akan meningkat, dan selanjutnya teori ini dikembagkan oleh Grullon

et al., (2002) dalam maturity theory mengemukakan bahwa umur perusahaan

mempunyai pengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam membayarkan

dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

7. 3.2 Implikasi Praktis

1) Bagi Investor, sebaiknya para investor melakukan investasi pada perusahaan-

perusahaan yang membayar dividen, hal ini terbukti bahwa pembayaran dividen

akan dapat meningkatkan permintaan terhadap harga saham. Permintaan

terhadap harga saham perusahaan meningkat, maka akan menyebabkan

tingginya harga saham, sehingga peningkatan harga saham akan mencerminkan

tingginya nilai perusahaan.

2) Bagi perusahaan, penelitian ini menemukan bahwa (a) kebijakan dividen

terhadap nilai perusahaan merupakan signal positif. Sebaiknya perusahaan

melakukan stabilitas dividen. Kebijakan dividen stabil, karena terbukti

merupakan signal positif bagi investor yang menyebabkan nilai perusahaan

meningkat. (b) Profitabilitas dan leverage terhadap kebijakan dividen,

penggunaan hutang yang mampu meningkatkan profitabilitas, sehingga

penggunaan hutang akan baik/layak dipergunakan perusahaan, yang

menyebabkan meningkatnya dividen. (c) Likuiditas terhadap kebijakan dividen,

perusahaan sebaiknya berhati-hati dalam menentukan tingkat likuiditas

perusahaan, karena memiliki tingkat likuiditas yang terlalu tinggi, hal ini berarti

banyak dana yang mengendap pada modal kerja, sehingga profit perusahaan

menurun dan dividen juga akan menurun.

7. 4. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini hanya mengkaji keterkaitan 11 variabel kinerja keuangan

(Aliran kas bebas, leverage, profitabilitas, likuiditas, struktur kepemilikan,

perputaran aktiva, collateralizabel asset, umur perusahaan, self finance,

earning volatility dan investment opportunity set) sebagai prediktor

kebijakan dividen. Variabel kinerja keuangan lainnya masih ada yang perlu

diperhatikan oleh perusahaan sebagai dasar untuk menentukan jumlah

pembagian dividen, hal ini sesuai dengan nilai determinasi menunjukkan

kontribusi variabel lain diluar model sebesar 25,5%.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

2. Terdapat keterbatasan pada metodelogi penelitian, dimana data yang

digunakan memiliki periode yang sama (periode waktu pengukuran variabel

kinerja keuangan, kebijakan dividen dan nilai perusahaan bersamaan), pada

kenyataannya investor bereaksi setelah mengetahui kinerja keuangan

perusahaan. Periode berikutnya akan menggunakan time lag (t + 1) yang

berarti nilai perusahaan dan kebijakan dividen tahun t dipengaruhi oleh

kinerja keuangan tahun t + 1.

3. Penelitian ini tidak menguji pengaruh aliran kas bebas, leverage,

profitabilitas, likuiditas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva

terhadap nilai perusahaan.

4. Penelitian ini tidak menggunakan kebijakan dividen sebagai variabel

mediasi pada pengaruh aliran kas bebas, leverage, profitabilitas, likuiditas,

struktur kepemilikan dan perputaran aktiva terhadap nilai perusahaan.

5. Terdapat keterbatasan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari

tahun 2011-2015, sehinggga sampel yang digunakan dalam penelitian ini

masih terlalu sedikit untuk diteliti, karena tidak semua perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) membagikan

dividen berturu

8. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah disajikan

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Leverage dan Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Kebijakan dividen; hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya

penggunaan hutang (leverage), maka perusahaan akan mampu meningkatkan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

profit, semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit,

maka akan semakin tinggi tingkat pembayaran dividen.

2. Likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kebijakan dividen; hal

ini menunjukkan bahwa likuiditas yang dimiliki perusahaan tidak mampu

meningkatkan pembayaran dividen, karena cenderung dana perusahan

digunakan untuk modal kerja dalam meningkatkan volume penjualan.

3. Kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai

perusahaan; hal ini terjadi karena perusahaan yang membayar dividen akan

memberikan signal positif di pasar, sehingga perusahaan memiliki prospek

yang baik dimasa depan dan mengakibatkan peningkatan permintaan saham

yang berdampak pada meningkatnya harga saham, yang mencerminkan

tingginya nilai perusahaan.

4. Aliran kas bebas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva berpengaruh tidak

signifikan terhadap kebijakan dividen; hal ini terjadi karena aliran kas bebas

yang dimiliki perusahaan dipergunakan untuk biaya operasional perusahaan

sebagai internal financing, perputaran aktiva yang lambat karena dana tertanam

dalam aktiva tetap, selain itu jumlah kepimilikan manajerial yang sangat sedikit

karena karakterisitik perusahaan terdaftar di Indonesia memiliki struktur

kepemilikan tunggal atau kepemilikan keluarga , sehingga tidak menjadi dasar

perusahaan dalam membayar dividen.

5. a) Collateralizable asset mampu memperkuat pengaruh Aliran kas bebas dan

Profitabilitas terhadap Kebijakan dividen, sehingga perusahaan mampu

meningkatkan pembayaran dividen. Collateralizable asset memperlemah

pengaruh Likuiditas dan Perputaran aktiva terhadap Kebijakan dividen,

sehingga perusahaan menurunkan pembayaran dividen. Dan

Collateralizable asset tidak mampu memoderasi pengaruh Leverage dan

Struktur kepemilikan terhadap Kebijakan dividen, sehingga tidak menjadi

dasar perusahaan dalam membayar dividen.

b) Umur perusahaan mampu memperkuat pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan dividen, sehingga perusahaan mampu meningkatkan pembayaran

dividen. Umur perusahaan memperlemah pengaruh Likuiditas terhadap

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Kebijakan dividen, sehingga perusahaan menurunkan pembayaran dividen.

Dan Umur perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas

bebas, Leverage, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap

Kebijakan dividen, sehingga tidak menjadi dasar perusahaan dalam

membayar dividen.

c) Self-Finance tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas bebas,

Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Struktur Kepemilikan dan Perputaran

Aktiva terhadap Kebijakan dividen, sehingga tidak menjadi dasar dalam

pembagian dividen.

d) Earning volatility mampu memperkuat pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan dividen, sehingga perusahaan mampu meningkatkan pembayaran

dividen. Earning Volatility memperlemah pengaruh Likuiditas terhadap

Kebijakan dividen, sehingga perusahaan menurunkan pembayaran dividen.

Dan Earning Volatility tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran kas

bebas, Leverage, Struktur kepemilikan dan Perputaran aktiva terhadap

Kebijakan dividen, sehingga tidak menjadi dasar perusahaan dalam

membayar dividen.

e) Investment opportunity set memperlemah pengaruh Profitabilitas terhadap

Kebijakan dividen, sehingga perusahaan menurunkan pembayaran dividen.

Dan Investment opportunity set tidak mampu memoderasi pengaruh Aliran

Kas bebas, Leverage, Likuiditas, Struktur kepemilikan dan Perputaran

aktiva terhadap Kebijakan dividen, sehingga tidak menjadi dasar perusahaan

dalam membayar dividen.

6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebijakan dividen berpengaruh positif

dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas dan Leverage

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan

Likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

Collateralizable asset mampu memperkuat pengaruh aliran kas bebas dan

profitabilitas terhadap kebijakan dividen. Umur perusahaan memperkuat

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen. Earning volatility

memperlemah pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen. Investment

opportunity set memperlemah pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan

dividen.

8.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan,

maka saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Investor, sebelum melakukan investasi sebaiknya para investor mencari

tahu informasi mengenai kinerja keuangan dan profil perusahaan. Dan

sebaiknya para investor melakukan investasi pada perusahaan yang

membagikan dividen secara terus-menerus, karena pembayaran dividen dapat

mempengaruhi tingginya permintaan terhadap harga saham, sehingga

perusahaan mampu meningkatkan nilai perusahaan.

2. Bagi perusahaan, dapat digunakan perusahaan sebagai pertimbangan bagi

manajemen dalam mengambil keputusan tentang kebijakan dividen yang

nantinya mempengaruhi nilai perusahaan, karena semakin baik nilai perusahaan

mencerminkan semakin tinggi tingkat pengembalian (return) yang akan didapat

investor. Perusahaan diharapkan tetap mempertahankan tingkat profitabilitas

karena mampu meningkatikan pembayaran dividen. Perusahaan diharapkan

berhati-hati dalam menentukan tingkat likuiditas, karena tingkat likuiditas yang

tinggi berdampak pada penurunan dividen yang dibagikan. Pengumuman

mengenai dividen merupakan informasi penting yang harus disampaikan oleh

perusahaan kepada para pemegang saham, sehingga dapat meningkatkan

kepercayaan pemegang saham terhadap perusahaan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Diharapkan agar dapat menambah variabel independen, mengingat

masih banyak variabel lain yang dapat memepengaruhi kebijakan

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

dividen, seperti working capital turnover, pertumbuhan perusahaan dan

ukuran perusahaan.

b. Diharapkan melakukan pengujian pengaruh aliran kas bebas, leverage,

profitabilitas, likuiditas, struktur kepemilikan dan perputaran aktiva

terhadap nilai perusahaan.

c. Diharapkan menggunakan kebijakan dividen sebagai variabel mediasi

pada pengaruh aliran kas bebas, leverage, profitabilitas, likuiditas,

struktur kepemilikan dan perputaran aktiva terhadap nilai perusahaan.

d. Diharapkan menggunakan collateralizable asset sebagai variabel

mediasi pada pengaruh aliran kas bebas dan perputaran aktiva terhadap

kebijakan dividen, karena interaksi antara aliran kas bebas dan

perputaran aktiva dengan collateralizable asset terhadap kebijakan

dividen menunjukan pengaruh yang signifikan, sehingga moderasi yang

terbentuk merupakan absolute moderasi (moderasi mutlak).

e. Hasil pengujian diperoleh nilai adjusted R square sebesar 74,5% yang

mengindikasikan bahwa terdapat 25,5% kebijakan dividen dijelaskan

oleh variabel diluar model ini, sehingga dapat menambahkan faktor-

faktor lain (seperti faktor eksternal perusahaan: pajak) sebagai variabel

yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

DAFTAR PUSTAKA

A.Ajanthan, 2013, Corporate Governance And Dividend Policy: A Study Of Listed Hotels

And Restaurant Companies In Sri Lanka, International Journal of Management, IT

and Engineering, Vol 3 isue 12, ISSN 2250-3153, pp: 1-6

Abbas Asad, Shujahat Haider Hashmi dan Anwar Fazal Chishti, 2016, Dividend Policy and

Capital Structure: Testing Endogeneity, JEL Classification: C33, G32, G35,

http://ssrn.com/abstract=2745726, pp: 1-20

Adu-Boanyah Ebenezer, Desmond Tutu Ayentimi dan Osei-Yaw Frank, 2013, Determinants

of dividend payout policy of some selected manufacturing firms listed on the Ghana

Stock Exchange, Research Journal of Finance and Accounting, ISSN 2222-1697

(Paper) ISSN 2222-2847 (Online) Vol.4, No.5, 2013, pp: 49-60

Adam, Tim dan Goyal, Vidhan K 2007, The Investment Opportunity Set And Its Proxy

Variables, JEL Classifi cation: G31, D92, L72, C52. Pp: 1-29

Adnan Muhammad Akhyar, dan Ratri Candrasari, 2014, Pengaruh Profitabilitas, Leverage,

Growth, Dan Aliran kas bebas Terhadap Dividend Payout Ratio Perusahaan Dengan

Mempertimbangkan Corporate Governance Sebagai Variabel Intervening,

International Conference On Accounting and Finance, AKPM-04, Jurnal Akuntansi &

Auditing Indonesia, Vol 18, No 2 (2014), pp: 89-100

Afza Talat dan Hammad Hassan Mirza, 2011, Do Mature Companies Pay More Dividends?

Evidence from Pakistani Stock Market, ISSN 2039 – 2117, Mediterranean Journal of

Social Sciences, Vol.2, No.2, May 2011, pp: 152-161

Afza, T., dan Hammad H. Mirza. 2010. Struktur kepemilikan and cash flows as

determinants of corporate dividend policy in Pakistan. International Business

Research. Vol. 3, No. 3, ISSN 1913-9004 E-ISSN 1913-9012, pp: 210-221

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Afzal Arie dan Abdul Rohman, 2012, Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan

Pendanaan, dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan. Diponegoro Jounal

of Accounting. Vol. 1, No. 2, Tahun 2012, pp: 1-9

Agnes Sawir. 2012. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ahmad Ahmadpour, Mahmoud Yahyazadefar dan Babak Garmroudi, 2006, The Influence

of Agency Costs on Dividend Policy in an Emerging Market: “Evidence from the

Tehran Stock Exchange”, Iranian Economic Review, Vol.11, No.15 (2006), pp: 60-80

Ahmed, Hafeez and Attiya Yasmin Javid, 2009, The Determinants of Dividend Policy in

Pakistan”. International Research Journal of Finance and Economics. ISSN 145 0-

2887 Issue 29 (2009), pp: 1-15

Ahmed Hafeez dan Attiya Yasmin Javid, 2012, Dynamics and determinants of dividend

policy in Pakistan (evidence from Karachi stock exchange non-financial listed firms),

MPRA Paper No. 37342, posted 21. March 2012 13:39 UTC, pp: 1-15

Akhtar Schumi, 2007, Dividend Policy Determinants Of Australian Mcs And Dcs, 2007 PhD

Conference in Economics and Business, Perth, Western Australia, pp: 1-34

Alam Md. Zahangir, dan Mohammad Emdad Hossain, 2012, Dividend Policy: A

Comparative Study of UK and Bangladesh Based Companies, IOSR Journal of

Business and Management (IOSRJBM), ISSN:2278-487X Volume 1, Issue 1 (May-

June 2012), pp 56-66

Al-Gharaibeh Mohammad, Ziad Zurigat, dan Khaled Al-Harahsheh, 2013, The Effect of

Struktur kepemilikan on Dividends Policy in Jordanian Companies, Interdisciplinary

Journal Of Contemporary Research In Business Copy Right, pp: 769-796 January

2013 Vol 4, No 9, pp: 769-796

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Al Haddad, Wassem Mohammad Yahya, Saleh Taher Alzurqan dan Fares Jamil Al-Sufy.

2011. The Effect of Corporate Governance on the Performance of Jordanian

Industrial Companies : An empirical study on Amman Stock Exchange. International

Journal of Humanities and Social Science, Vol. 1 No. 4; April 2011, pp: 55-69

Al-Kuwari Duha. 2010. To Pay or Not to Pay: Using Emerging Panel Data to Identify Faktors

Influencing Corporate Dividend Payout Decisions. International Research Journal of

Finance and Economics, ISSN 1450-2887, pp:19-36

Al-Malkawi Husam-Aldin Nizar, Michael Rafferty dan Rekha Pillai, 2010, Dividend Policy: A

Review of Theories and Empirical Evidence, International Bulletin of Business

Administration, ISSN: 1451-243X Issue 9 (2010), pp: 171-200

Al-Malkawi Husam-Aldin Nizar, 2007, Determinant of Corporate Dividend Policy in Jordan:

An Application of The Tobit Model. Journal of Economicand Administrative Science,

Vol. 23, No. , pp: 44 – 70

Al-Malkawi Husam-Aldin Nizar, 2008, Faktors Influencing Corporate Dividend Decision:

Evidence from Jordanian Panel Data, International Journal Of Business, 13(2), 2008

ISSN: 1083−4346, pp: 178-195

Al-Shabibi Badar Khalid, dan G Ramesh, 2011, An Empirical Study on the Determinants of

Dividend Policy in the UK, International Research Journal of Finance and Economics,

ISSN 1450-2887 Issue 80 (2011), pp: 106-120

Ambarish, R.,John, K., and William, J. (1987). Efficient signaling with dividend and

investment. Journal of Finance. Vol. 42, Pp: 321-343

Amitabh Gupta, Charu Banga, 2010, The Determinants of Corporate Dividend

Policy,Decision, Vol. 37, No.2, August, 2010, Pp: 64-77

Andinata Wawan, 2010, Analisis Pengaruh Profitabilitas dan Kebijakan Dividen Terhadap

Nilai Perusahaan Manufaktur. Jurnal Ekonomi, September 2010, Vol.7, No.1.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Anhar Pirdaus, dan Hilmi Abdullah, 2014, Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Total

Asset Dan Debt To Equity Ratio Terhadap Dividend Payout Ratio, Dinamika Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.7 No.2 September 2014, pp: 13-32

Anil, K., & S. Kapoor, 2008. Determinants of dividend payout ratios: A study of Indian

information technology sector. International Research Journal of Finance and

Economics, Vol. 15 (May), pp: 63–71

Anupam Mehta, 2012, An Empirical Analysis of Determinants of Dividend Policy - Evidence

from the UAE Companies, Global Review of Accounting and Finance. Vol. 3. No. 1.

pp: 18 –31

Appannan Santhi dan Lee Wei Sim, 2011, A Study On Leading Determinants Of Dividend

Policy In Malaysia Listed Companies For Food Industry Under Consumer Product

Sector, 2nd International Conference On Business And Economic Research (2nd

ICBER 2011) PROCEEDING, pp: 945-976

Aqel Saher, 2016, An Empirical Investigation of Corporate Dividend Payout Policy in an

Emerging Market: Evidence from Palestine Securities Exchange, Research Journal of

Finance and Accounting, ISSN 2222-1697 (Paper) ISSN 2222-2847 (Online) Vol.7,

No.6, 2016, pp: 7-16

Arifin Zaenal. 2005. Teori Keuangan dan Pasar Modal. Yogyakarta: Ekonisia

Arfan Muhammad, dan Trilas Maywindlan, 2013, Pengaruh Arus Kas Bebas,

Collateralizable Assets, Dan Kebijakan Hutang Terhadap Kebijakan Dividen Pada

Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index, Jurnal Telaah & Riset Akuntansi,

Vol. 6 No. 2 Juli 2013, pp: 194-208

Ari Darmawan, 2012, Pengaruh Ukuran Perusahaan, Usia Perusahaan, Leverage,

Profitabilitas, Struktur Kepemilikan Saham, Investasi, Peluang Investasi terhadap

Dividen, Aliran kas bebas, Journal Aplikasi Manajemen, Vol. 9, Nomor. 4, ISSN: 1693-

5241, pp: 1413-1425

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Arif Ahmed, dan Fatima Akbar, 2013, Determinants of Dividend Policy: A Sectoral Analysis

from Pakistan, International Journal of Business and Behavioral Sciences, Vol. 3,

No.9; September 2013, pp:16-33

Arshad Zeeshan, Yasir Akram, Maryam Amjad, dan Muhammad Usman, 2013, Struktur

kepemilikan and dividend policy, Interdisciplinary Journal Of Contemporary

Research In Business, July 2013 Vol 5, No 3, pp: 378-401

Asih Siska Kunty, 2014, Pengaruh Growth, Total Assets Turnover (TATO),Current Ratio (CR),

Return On Equity (ROE), Dan Collateralizable Assets (COL) Terhadap Kebijakan

Dividen Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2010-2013, pp:

1-28

AsmaTahir, Nain TaraSarfarz Raja, 2014, Impact of Dividend Policy on Shareholder Wealth,

Journal of Business and Management (IOSR-JBM) e-ISSN: 2278-487X, p-ISSN: 2319-

7668. Volume 16, Issue 1, pp: 24-33

Asquith, Paul dan David W Mullins Jr, 1986, Signalling With Dividends, Stock Repurchases

and Equity Issues Financial Management. Vol. 15, No. 3 (Autumn, 1986), pp: 27-44

Astuty Ni Made Ria Kurniasih dan Sylvia Veronica Siregar. 2008, Hubungan Antara Sinyal

Dividen Tunai Dengan Kinerja Operasional Dan Kinerja Pasar, Jumal Akuntansi dan

Keuangan Indonesia, Volume 5 - Nomor 1, Juni 2008, Pp: 77 -101

Aurangzeb dan Tasfoura Dilawer, 2012, Earning Management and Dividend Policy:

Evidence from Pakistani Textile Industry, International Journal of Academic

Research in Business and Social Sciences, Vol. 2, No. 10 ISSN: 2222-6990

Azhagaiah R dan Sabri Priya N, 2008, “The Impact of Dividend Policy on Shareholders’

Wealth”. International Research Journal of Finance and Economics. Issue 20. p. 180-

187

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Baah Boamah Kofi, 2014, Industry Sector Determinants Of Dividend Policy And Its Effect

On Share Prices In Ghana, International Journal of Economics, Business and Finance,

Vol. 2, No. 5, August 2014, pp. 1 - 19, ISSN: 2327 - 8188

Badu Ebenezer Agyemang, 2013, Determinants of Dividend Payout Policy of listed

Financial Institutions in Ghana, Research Journal of Finance and Accounting, ISSN

2222-1697 (Paper) ISSN 2222-2847 (Online) Vol.4, No.7, 2013, pp: 185-190

Baker H. Kent dan Gary E. Powell, 2012, Dividend policy in Indonesia: survey evidence

from executives, Journal Of Asia Business Studies, Vol. 6 No. 1 2012, pp. 79-92

Banerjee Souvik, 2016, Determinants of Dividend Policy for Selected Information

Technology Companies in India: An Empirical Analysis, Parikalpana - KIIT Journal of

Management, Vol-12(I), Jan-June 2016, pp: 11-17

Bhattacharya, S, 1979, Imperfect Information, Dividend Policy and “The Bird in The Hand”

Fallacy. Journal of Economics. Vol. 10, No. 1, Pp: 259-270

Brealey. Myers. Marcus., 2006, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan Edisi Lima

Jilid 2, Erlangga, Jakarta

Brennan, M. (1970). Taxes, Market Valuation dan Corporate Financial Policy. National Tax

Journal. Vol. 23 (4), pp: 417-427

Brigham, Eugene F. dan Gapenski, Louis C. 2006. Financial Management: Theory and

Practice, 9th edition. Florida: Harcourt College Publisher

Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston, 2013, Dasar–Dasar Manajemen Keuangan:

Essentials of Financial Management, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

………………………….. 2011. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Edisi 11, Penerjemah Ali

Akbar Yulianto, Salemba Empat, Jakarta

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Brigham, Eugene F and Philip R. Daves. 2010. Intermediete Financial Management. Eight

Edition. Thomson. South-Western. Pp. 837-859

Brunzell Tor, Eva Liljeblom, Anders Löflund and Mika Vaihekoski, 2013, Dividend Policy In

Nordic Listed Firms, JEL Clasification: G31, M21, O16, pp: 1-30

Bushra, Aliya dan Nawazish Mirza, 2015, The Determinants of Corporate Dividend Policy

in Pakistan, The Lahore Journal of Economics 20 : 2 (Winter 2015): pp. 77–98

Cao Viet Anh, dan Sirion Chaipoopirutana, 2015, A Study of Faktors Affecting Dividend

Policy Formation of Business Companies Listed in Vietnam Stock Markets, 1st

National and International Graduate Conference, March 27, 2015, KU Home,

Bangkok, THAILAND, pp: 96-104

Cecep Taofiqkurochman dan Win Konadi, 2012, Analisis Kebijakan Dividen Terhadap

Harga Saham Pada Sektor Industri Konsumsi Periode 2000-2010, Jurnal

Kebangsaan, Vol.I No.2 Juli 2012

Chirinko, R., and Singha, A., 2000. Testing Static trade Off Againts Pecking Order Models

of Capital Structure; A Critical Comment. Journal of Financial Economics 58, Pp:

417-425

Copeland Thomas E dan Fred J Weston, 2010, Manajemen Keuangan, Jilid 2, Jakarta:

Binarupa Aksara Publisher

Crutchley Claire E. dan Robert S. Hansen, 1989. A Test of the Agency Theory of Managerial

Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Dividends, Financial Management,

Vol. 18, No. 4 (Winter, 1989), pp. 36-46

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2011, Pasar Modal Di Indonesia .

Edisi 3. Jakarta : Salemba Empat

Darmayanti, Ni Kadek Desi dan I Ketut Mustanda, 2016, Pengaruh Pertumbuhan

Penjualan, Jaminan Aset, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Pada

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Sektor Industri Barang Konsumsi, E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No.8, 2016, pp:

4921-4950 ISSN : 2302-8912

Deitiana, Tita, 2013, Pengaruh Current Ratio, Return On Equity Dan Total Asset Turn Over

Terhadap Dividend Payout Ratio Dan Implikasi Pada Harga Saham Perusahaan LQ

45, Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, ISSN: 1410 – 9875 Vol. 15, No. 1, Juni 2013 pp: 82

– 88

Denis D J dan Osobov I, 2008, Why do Firms Pay Dividends? International Evidence on The

Determinants of Dividend Policy. Journal of Financial Economic, 89: 62 -82

Deshmukh S, 2005, “The effect of Asymmetric Information and Dividend Policy”.Quarterly

Journal of Business and Economics, Vol 44, No 1 & 2, pp.107-127

Devanadhen K., dan P. Karthik, 2015, Determinants Of Dividend Policy Of Public And

Private Commercial Banks In India: A Panel Data Approach, International Refereed

Research Journal, Vol.–VI, Issue – 3, July 2015, pp: 111 -121

Dewi, S. C., (2008), Pengaruh Kepemilikan Managerial, Kepemilikan Institusional,

Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan

Dividen, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 10, No. 1 : pp: 48-57

Dini Rosdini, 2009, Pengaruh Aliran kas bebas Terhadap Dividend Payout Ratio. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan, 3(2), pp; 14-26

Doddy Setiawan dan Lian Kee Phua, 2013, Corporate governance and dividend policy in

Indonesia, Business Strategy Series, Vol. 14 Iss 5/6 pp. 135 – 143

Duha Al-Kuwari, 2009, Determinants of the Dividend Policy in Emerging Stock Exchanges:

The Case of GCC Countries, Global Economy & Finance Journal Vol. 2 No. 2

September 2009. Pp. 38-63

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Easterbrook Frank H, 1984, Two Agency-Cost Explanations of Dividends. American

Economic Review, 74: 650-659

Ehikioya, Benjamin I. 2015, An Empirical Investigation of the Impact of Dividend Policy on

the Performance of Firms in Developing Economies: Evidence from Listed Firms in

Nigeria, International Journal of Finance and Accounting, 4(5): 245-252

Elinda, Febru dan Sukirman, 2015, Determinan Rasio Keuangan Terhadap Kebijakan

Dividen, Accounting Analysis Journal, AAJ 4 (4) (2015) , pp: 1 – 7

Fahmi, Irham. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Cetakan Ke-2. Bandung: Alfabeta

Fairchild Richard, Yilmaz Guney dan Yordying Thanatawee, 2014, Corporate Dividend

Policy in Thailand: Theory and Evidence, International Review of Financial Analysis,

2014, pp: 1-56

Faizal Muhamad, 2004, Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme

Corporate Governance”,Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar-Bali. pp: 197-

207

Farazida Mohd Akit, Nor Haliza Hamzah, Noryati Ahmad, 2015, Impact of Dividend Policy

on the Shareholders’ Wealth: Shariah vs Non-Shariah Companies, Full Paper

Proceeding GTAR-2015, Vol. 2, 722-743

Farizi Hilman dan Tri Endang Yani, 2011, Analysis Of Faktors Affecting The Dividend Policy

On Food & Beverage Company In Indonesia Stock Exchange Period 2008-2010,

Dinamika Manajemen, Vol. 1, No. 3, pp: 129-144

Farrar, D., dan L. Selwyn. (1967). Taxes, Corporate Financial Policy dan Return to Investors.

National Tax Journal. Vol. 20 (4), pp: 444-454

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Fauz A dan Rosidi, 2007, Pengaruh Aliran Kas Bebas, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan

Institusional, Kebijakan Hutang dan Collateral Asset terhadap Kebijakan Dividen",

Jurnal Ekonomi dan Manajemen, 8(2), pp: 259-267

Febriyanto, 2014, Analisis Manajemen Laba Dan Profitabilitas Yang mempengaruhi

Kebijakan Dividen (Studi Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2009-2011), pp: 1-23

Frankfurter, G, dan Wood, Jr, 2003, Dividend Policy Theory and Practice, USA :

ACADEMIC PRESS

Fong Irene Lie Mei dan Dewi Astuti, 2015, Pengaruh Agency Cost Terhadap Kebijakan

Dividen Perusahaan Keuangan dan Non-Keuangan Periode 2010-2013, Finesta Vol.

3, No. 2, (2015) 18-22

Forti Cristiano Augusto Borges, Fernanda Maciel Peixoto, dan Denis Lima e Alves, 2015,

Determinant Faktors of Dividend Payments in Brazil, ISSN 1808-057X, Article

presented at the 14th Brazilian Conference on Finance, Recife, Brazil, 2014

Fuadi Raida, Dan Ainul Julia Satini, Pengaruh Investment Opportunity Set, Total Asset Turn

Over, Dan Earning per Share dengan Dividen Tunai (Studi Pada Perusahaan

Manufaktur Yang Terdaftar di BEI periode 2009-2013), Jurnal Dinamika Akuntansi

Dan Bisnis Vol. 2, No. 1, Maret 2015 Hlm. 70-81

Gaver, J.J dan Gaver, K.M 1993, ‘Additional evidence on the association between the

investment opportunity set and corporate fi nancing, dividend, and compensation

policies’,Journal of Accounting and Economics,Volume.16 (1993) 125-160, North-

Holland

Ghozali, I., 2013, Aplikasi Analis is Multivariate dengan Program IBM SPSS 21, Semarang:

Badan Penerbit Universitas, Diponegoro.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

............................2012. Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Cetakan

V. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Gill Amarjit, Nahum Biger dan Rajendra Tibrewala, 2010, Determinants of Dividend Payout

Ratios: Evidence from United States, The Open Business Journal, 2010,Vol. 3, pp: 8-

14

Gitman. 2012. Principles of Managerial Finance, Edisi Kesepuluh, Addison Wesley

Publishing Company, Massachusetts

Gonedes, N.J. 1978. Corporate signaling, external accounting, and capital market

equilibrium: evidence on dividens, income, and extraordinary items. Journal of

Accounting Research. Vol. 16: 26-79

Grullon, G, Roni, M., dan Bhaskaran, S, 2002, Are Dividend Change A Sign of Firm

Maturity? The journal of Business, Vol. 75, No. 3, pp: 387-424

Gul Sajid, Sumra Mughal, Nabia Shabir dan Syeda Asma Bukhari, 2012, The Determinants

of Corporate Dividend Policy: An Investigation of Pakistani Banking Industry,

European Journal of Business and Management, ISSN 2222-1905 (Paper) ISSN 2222-

2839 (Online) Vol 4, No.12, 2012

Gumanti, Tatang Ary, 2013. Kebijakan Dividen. Teori, Empiris dan Aplikasi. UPP STIM YKPN

Gupta Amitabh dan Charu Banga, 2010, The Determinants of Corporate Dividend Policy,

Decision, Vol. 37, No.2, August, 2010, pp: 63-77

Haider Jahanzaid, Akbar Ali dan Tahira Sadiq, 2012, Earning management and dividend

policy: empirical evidence from Pakistani listed companies, “European Journal of

Business and Management”, Vol. 4 (12), pp: 2222-1905

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Haley Paul M. Dan Krishna G. Palepu, 1993, The Effect of Firms’s Financial Disclosure

Strategies on Stock Prices. Accounting Horizon. March, Vol. 7, No. 1, pp: 1 – 11

Hanafi, Mamduh, M. 2011, Manajemen Keuangan, Edisi ke-1, Cetakan Ketiga, Yogyakarta:

BPFE.

Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim, 2014, Analisis Laporan Keuangan., Edisi tujuh., UPP

AMP YKPN, Yogyakarta.

Harmono. 2011. Manajemen Keuangan Berbasis Balanced Scorecard Pendekatan Teori,

Kasus, dan Riset Bisnis (Edisi 1). Jakarta : Bumi Aksara.

Haye Eric, 2014, Dividend Policy and Agency Effects: A Look at Financial Firms,

International Journal of Economics and Finance; Vol. 6, No. 2; 2014, ISSN 1916-

971X, E-ISSN 1916-9728, pp: 8-18

Hermawan, Fiana Amalia. 2015, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividend

Payout Ratio Pada Industri Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Periode 2010-2013, pp: 1-20

Herni Ali HT, Miftahurrohman, Pegaruh Struktur Kepemilikan Saham, Kebijakan Dividen

Dan Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Yang

Terdaftar Di BEI), Jurnal Etikonomi Vol. 13 No. 2

Hidayah Raudhatul, 2013, Analisis Pengaruh Agency Cost Terhadap Dividend Payout Ratio

(Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011), Jurnal

Kajian Akuntansi dan Auditing, Vol. 8, No. 2,Oktober 2013, pp:71-80

Horne James C. Van dan Wachowicz John M Jr, 2014, Prinsip–Prinsip Manajemen

Keuangan, Edisi: 13, Buku: 1 dan 2, Jakarta : Salemba Empat

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Hossain Md. Faruk, Rashel Sheikh dan S.M. Akterujjaman, 2014, Impact of Firm Specific

Faktors on Cash Dividend Payment Decisions: Evidence from Bangladesh,

International Review of Business Research Papers Vol. 10. No. 2. September 2014

Issue. Pp. 62 – 80

Husam-Aldin Nizar Al-Malkawi, 2007, Determinants of Corporate Dividend Policy in

Jordan: An Application of the Tobit Model, Journal of Economic and Administrative

Sciences, Vol. 23 Iss 2 pp. 44 – 70

Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2012. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi

Kelima. UPP STIM YKPN : Yogyakarta

Husnan, Suad. 2012. Manajemen Keuangan Teori Dan Penerapan, Edisi: 4, Edisi Keempat.

BPFE UGM :Yogyakarta

Ibrahim Idris dan Hussaini Shuaibu, Struktur kepemilikan and Dividend Policy of Listed

Deposit Money Banks in Nigeria: A Tobit Regression Analysis, International Journal

of Accounting and Financial Reporting, ISSN 2162-3082 2016, Vol. 6, No. 1, pp: 1-19

Ikbal Muhammad, Sutrisno, Ali Djamhuri 2011, Pengaruh Profitabilitas Dan Kepemilikan

Insider Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Hutang Dan Kebijakan Dividen

Sebagai Variabel Intervening (Studi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek

Indonesia), Simposium Nasional Akuntasi XIV Aceh, 2011, Universitas Syiah Kuala,

Banda Aceh

Issa Ayman I. F., 2015, The Determinants of Dividend Policy: Evidence from Malaysian

Firms, Research Journal of Finance and Accounting, ISSN 2222-1697 (Paper) ISSN

2222-2847 (Online),Vol.6, No.18, 2015, pp: 69-86

James C. Van Horne, 2012, Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Buku dua. Penerbit:

Salemba Empat, Jakarta

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Jensen, M. (1986). Agency cost of aliran kas bebas, corporate finance, and takeovers.

American Economic Review. Vol. 76, pp: 323-329

Jensen, G.R, Solberg, D.P., and Zorn, T.S. (1992). Simultaneous determinantion of insider

ownership, debt, and dividend policies. Journal of Financial and Quantitative

Analysis. 27(2): 247-263

Jensen M C dan Meckling W H, 1976, Theory of the Firm : Managerial Behavior, Agency,

and Struktur kepemilikan, Journal of Financial Economics, (1976), 305-360

Jensen et al., 2012. "Stockholder, Manager and Credit Interests: Aplications of Agency

Theory, " in Altman and Subrahmanyam, eds, Recent Advances in Corporate

Finance, Homeword : Richard Irwin

Jones, Stewart & Rohit Sharma. 2001. The Impact of Aliran kas bebas, Financial Leverage,

and Accounting Regulation on Earnings Management in Australia’s Old and ‘New’

Economies. Managerial Finance. Volume 27, No. 2: 251-263

Joseph Chenchehene and Kingsford Mensah, 2015, Dividend policy and its effects on

shareholders wealth: Evidence from UK retail industry, International Journal of

Liberal Arts and Social Science, ISSN: 2307-924X

Juma’h, A. H., dan Carlos J. Olivares Pacheco. 2008. The financial faktors influencing cash

dividend policy: a sample of U.S. manufacturing company. Inter Metro Business

Journal, Vol 4, No 2: p. 23

Kalay. A. 1982. “The Ex-Dividen Day Behavior of Stock Price: A Re-Examination of the

Clientele Effect.” Journal of Finance 37, pp. 1059-1070

Kandpa Vinay, dan P C Kavidayal, 2015, A Study Of Dividend Policy And Its Effect On

Market Value Of Shares Of Selected Banks In India, IOSR Journal of Business and

Management (IOSR-JBM) e-ISSN: 2278-487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume 17, Issue

1.Ver. I (Jan. 2015), PP 41-44

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Kangarlouei Saeid Jabbarzadeh, Morteza Motavassel, Asghar azizi, dan Mahdi Sarbandi

Farahani, 2012, The investigation of the relationship between dividend policies,

cash-flow uncertainty, contributed capital mix and investment opportunities: the

case of emerging markets (Tehran Stock Exchange), International Journal of

Business and Social Science Vol. 3 No. 2 [Special Issue – January 2012]

Kasih Ekawahyu dan Bella Nurul Hidayati, 2015, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Kebijakan Pembayaran Dividen, Studia-Ekonomika, Volume 13, No. 2, Juli 2015, pp:

71-82

Karsana, Y. W., dan Supriyadi, (2004), “Analisis Moderasi Set Kesempatan Investasi

Terhadap Hubungan Antara Kebijakan Dividen dan Aliran Kas Bebas dengan Tingkat

Leverage Perusahaan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. XI No. 2, pp. 234-253

Kasmir, 2012, Analisis Laporan Keuangan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta

Kaur Ranpreet, dan Parag Saraf, 2015, The Study of Dividend Policy: A Review of

Irrelevance Theory, International Journal of Innovatory Research in Science and

Management – IJIRSM, pp: 1-12

Kent Baker H. 2009, Dividends and Dividend Policy, Kolb Series in Financial, John Wiley &

Sons, Inc, Hoboken, New Jersey, USA

Kent Baker H and Gary E. Powell, 2012, Dividend policy in Indonesia: survey evidence from

executives, Journal of Asia Business Studies, Vol. 6 Iss 1, pp: 79 – 92

Keown Arthur J, John D. Martin, J. William Petty, dan David F. Scott, Jr. 2010, Financial

Management Principles and Applications. Ninth Edition. New Jersey:Prentice Hall

Khanna Manisha dan Monika Khanna, 2015, Impact of Earnings Management on Dividend

Policy of Indian Companies, International Journal of Multidisciplinary Research and

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Development, Volume: 2, Issue: 10, pp: 352-356 Oct 2015 e-ISSN: 2349-4182 p-

ISSN: 2349-5979

Kim Sungsin dan Ji-Yong Seo, A Study On Dividend Determinants For Korea's Information

Technology Firms, Asian Academy Of Management Journal Of Accounting And

Finance, AAMJAF, Vol. 10, No. 2, pp: 1–12, 2014

Kowalewski Oskar, Ivan Stetsyuk, and Oleksandr Talavera, 2007, Corporate Governance

and Dividend Policy in Poland,

https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=986111, Wharton Financial

Institutions Center Working Paper No. 07-09, pp: 1-35

Kumar B Rajesh dan K Abdul Waheed, 2015, Determinants of Dividend Policy: Evidence

from GCC Market, Accounting and Finance Research, Vol. 4, No. 1; 2015, ISSN 1927-

5986 E-ISSN 1927-5994, pp: 17-29

Kuniawan Esti Rusdiana, Rina Arifati, dan Rita Andini, 2016, Pengaruh Cash Position, Debt

Equity Ratio, Return On Asset, Current Ratio, Firm Size, Price Earning Ratio Dan Total

Assets Turn Over Terhadap Dividen Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur

Periode 2007-2014, Journal Of Accounting, Volume 2 No.2 Maret 2016

Kuzucu Narman, 2015, Determinants of Dividend Policy: A Panel Data Analysis for Turkish

Listed Firms, International Journal of Business and Management; Vol. 10, No. 11;

2015, ISSN 1833-3850 E-ISSN 1833-8119, pp: 149-160

Lasfer M. Ameziane 1996, Taxes and Dividends: The UK Evidence”. Journal of Banking and

Finance 20, pp: 455-472

Lemmon, M.,and Zender, J., 2004. Debt capacity and tests of capital structure theories.

Unpublished working paper, University of Utah.

Lew Sung Hee, 2015, A study on the relationship between a firm's cash dividend policyand

its value in Korean stock market, Dankook University, pp: 1-30, Diakses dari:

http://ssrn.com/abstract=2635244

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Litner John, 1956, Optimal Dividends and Corporate Growth Under Uncertainly, The

Quarterly Journal of Economics, Vol.78

Litner, John. 1962. Dividends, Earning, Leverage, Stock Prices and The Supply of Capital to

Corporations Review of Economics and Statistic. ”Journal of Finance”, Vol XLIV No.

3. Diakses 4 Mei 2012

Livoreka Besnik, Arta Hoti, dan Erdin Maloku, 2015, Determinants of Dividend Policy in

Kosovo Banking Industry, Acta Universitatis Danubius AUDOE, Vol. 11, no. 4, pp.

150-159

Litzenberger, RH dan K Ramaswamy (1979), ” The Effects of Personal Texes And Dividends

On Capital Asset Prices”. Journal of Financial Economic Vol XXXI. No 5, p .55- 5.

Diakses 4 Mei 2012

Liwe Gretty Brigitta, 2012, Analisis Pengaruh Current Ratio (CR), Collateralizable Assets

(COL), Returnon Equity (ROE), Dan Growth Terhadap Dividend Payout Ratio (DPR)

(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Periode 2005 -

2011), pp: 74-84

Mardiyati Umi, Gatot Nazir Ahmad, dan Lusiana, 2012, Determinant Of Dividend Payout

Ratio: A Study At A Company Listed In The LQ45 In 2009 – 2011, pp: 1-16

Marlim Petrus, dan Agus Zainul Arifin, 2015, Analysis Of Cash Position, Debt To Equity

Ratio, Return On Assets, Growth Potential, And Total Assets Turn Over Effect To

Dividend Pay Out Ratio On Companies Listed At Indonesia Stock Exchange 2009-

2011, I J A B E R, Vol. 13, No. 7 (2015): pp: 5403-5419

Marxia Oli. Sigo dan M. Selvam, 2013, Corporate Governance And The Determinants Of

Dividend Policies Of Information Technology Companies In India,

http://ssrn.com/abstract=2339030

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Maskiyah Intan, Dan Eko Wahjudi, 2013, Determinan Dividend Payout Ratio Pada

Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bei Periode 2008-2012, Jurnal Ilmu

Manajemen I, Volume 1 Nomor 4 Juli 2013, pp:

Mayasari Anggi Septia, Isti Fadah, dan Tatok Endhiarto, 2015, Analisis Kebijakan Dividen,

Kebijakan Hutang dan Nilai Perusahaan pada Perusahaan Sektor Pertambangan

yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013, Artikel Ilmiah Mahasiswa

2015, pp: 1-6

Megginson, W.L. 1997. Corporate Finance Theory. Addison-Wesley Educational Publishers

Inc.

Merton H. Miller dan Franco Modigliani, 1961, Dividend Policy, Growth and The Valuation

of Shares, Journal of Business, vol. 34, pp: 411-433

Michaely, R and Villa, J.L. (1995). Investor’s heterogenesty price, and volume around the

ex-dividend day. Journal of Financial and Quantitative Analysis. Volume 30

Michell Suharli. 2006, Studi Empiris Mengenai Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan

Harga Saham Terhadap Jumlah Dividen Tunai (Studi Pada Perusahaan yang

Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2003). Jurnal Maksi, Vol 6. No. 2

Ming-Hui Wang, Mei-Chu Ke , Day-Yang Liu, dan Yen-Sheng Huang ,2011, Dividend Policy

And The Life Cycle Hypothesis: Evidence From Taiwan, The International Journal of

Business and Finance Research, Volume 5, Number 1

Miller, M.H., and F.Modigliani. (1961). Dividend policy, growth, and the valuation of

shares. Journal of Business. 34: 411-433

Miller, M. dan K. Rock. 1985. .Dividend Policy under Asymmetric Information. Journal of

Finance. Vol. 40, Pp: 1031-1051

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Modigliani, F. dan M.H. Miller. 1958. .The Cost of Capital, Corporation Finance, and The

Theory of Investment. American Economic Review. Vol. 47, hal. 261-297

Mokhamat Ansori dan Denica H.N, 2010, Pengaruh Keputusan Investasi Keputusan

Pendanaan Dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan

Yang Tergabung Dalam Jakarta Islamic Index Studi Pada Bursa Efek Indonesia (BEI),

Journal Analisis Manajemen, Vol. 4 No. 2, Juli 2010, ISSN: 1411-1799, pp: 153-175

Mollah, A. S., Keasey, K. and Sort, H. 2000, The Influence of Agency Cost on Dividend Policy

in an Emerging Market: Evidence from The Dhaka Stock Exchange, Journal of

Financial and Quantitative Analysis

Moradi Javad, Hashem Valipour dan Seyedeh Sara Mousavi, 2012, Determinant Faktors of

Dividend Policy in Firm Listed in Tehran Stock Exchange (TSE), American Journal of

Scientific Research, ISSN 1450-223X Issue 45 (2012), pp. 22-32

Moradi Mehdi, Mahdi Salehi dan Shahnaz Honarmand, 2010, Factors Affecting Dividend

Policy: Empirical Evidence Of Iran, Udk/Udc:336.76(55), Poslovna Izvrsnost Zagreb,

God. IV (2010) BR. 1, pp: 45-62

Movalia Nilesh, dan Pintu Vekariya, 2014, A Study on Determinant of Dividend Policy and

Its Impact on Dividend of Listed Company Under S&P BSE SENSEX, Journal of

Business Management & Social Sciences Research (JBM&SSR), Volume 3, No.12,

December 2014, ISSN No: 2319-5614, pp: 70-72

Mubin Muhammad, Muneer Ahmed, Muhammad Farrukh, Irfan Lal, dan Adnan Hussain,

2014, Determinants of Dividend with Industry-wise Effect – Evidence from KSE 100

Index, Research Journal of Finance and Accounting, ISSN 2222-1697 (Paper) ISSN

2222-2847 (Online), Vol.5, No.3, 2014, pp: 62-69

Muhammadinah dan Mahmud Alfan Jamil, 2015, Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity

Ratio, Total Perputaran aktiva Dan Return On Asset Terhadap Dividen Payout Ratio

Pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia, I-Economics Journal, Vol. 1. No. 1

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Musiega Maniagi G., Ondiek B. Alala, Musiega Douglas, Maokomba O. Christopher, dan

Egessa Robert, 2013, Determinants Of Dividend Payout Policy Among Non-Financial

Firms On Nairobi Securities Exchange, Kenya, International Journal Of Scientific &

Technology Research Volume 2, ISSUE 10, OCTOBER 2013 ISSN 2277-8616, pp: 253-

266

Myers, S., 1984. The Capital Structure Puzzle. Journal of Finance 39, Pp: 575–592.

Myers, S. And N. Majluf. 1984. Corporate financing and investment decisions when firms

have information investors do not have. Journal of Finance Economics. 13: 187-221

Nacuer S.B, Ghazouani S, dan Omran M, 2006. The Performance of Newly Privatized in

Selected MENA Countries: The Role of Ownerships Structure, Governance and

Liberalized Policies. International Review of Financial Analysis, vol. 16 (2007), pp:

332-353

Nerviana Riri, 2015, The effect of financial ratios and company size on dividend policy,

The Indonesian Accounting Review Vol. 5, No. 1, January – June 2015, pp: 23 – 32

Nghi Hoang Ba, 2014, Determinants Of Dividend Payout Ratio: Evidence From Listed

Companies On Ho Chi Minh Stock Market, Thesis

Nnadi Matthias, Nyema Wogboroma, dan Bariyima Kabel, 2013, Determinants of Dividend

Policy: Evidence from Listed Firms in the African Stock Exchanges, Panoeconomicus,

2013, 6, pp. 725-741

Nnadi Matthias A. Dan Meg Akpomi, 2008, The Effect of Taxes on Dividend Policy of Banks

in Nigeria, International Research Journal of Finance and Economics, ISSN 1450-

2887 Issue 19 (2008), pp: 49-55

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Nugroho Ady dan Witjaksono E.H, 2011, Pengaruh Cash Ratio, Debt To Equity Ratio,

Return On Assets, Earning Per Share, Dan Total Assets Turnover Terhadap Dividend

Payout Ratio, Dinamika Manajemen,Vol. 2, No. 1, pp: 17-32

Nuhu Eliasu, Abubakar Musah, Dan Damankah Basil Senyo, 2014, Determinants of

Dividend Payout of Financial Firms and Non-Financial Firms in Ghana, International

Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences,

Vol. 4, No.3, July 2014, pp. 109–118, E-ISSN: 2225-8329, P-ISSN: 2308-0337

Odesa, Jeff Ogheneochuko, dan Ekezie, Abigirl, 2015, Determinants Of Dividend Policy In

Quoted Companies In Nigeria, Communication Panorama African and Global

Perspectives Volume 1 Number 1 Sept-Oct 2015 Maiden Issue

Odia James .O, dan Killian.O. Ogiedu, 2013, The Effect of Corporate Taxes on Dividend

Policy of Banks in Nigeria, Research Journal of Finance and Accounting, ISSN 2222-

1697 (Paper) ISSN 2222-2847 (Online) Vol.4, No.5, 2013, pp: 128-144

Okpara, Godwin Chigozie. 2010, Asy Modiglani dan Milleretric Information And

Dividen Policy in Emerging Markets : Empirical Evidence From Nigeria. International

Journal Of Economics And Finance, 2(4): pp:212-220.

Osegbue Ifeanyi Francis Osegbue, Meshack Ifurueze, dan Priscillia Ifurueze, 2014, An

analysis of the relationship between dividend payment and corporate performance

of Nigerian banks, Global Business and Economics Research Journal ISSN: 2302-4593

Vol. 3 (2): 75 – 95

Osman Dialdin, dan Elsaudi Mohammed, 2010, Dividend Policy In Saudi Arabia The

International Journal of Business and Finance Research, Volume 4 , Number 1, 2010,

pp: 99-113

Paramita R.A. Sista, 2015, Aliran kas bebas, Leverage, Besaran Dan Siklus Hidup

Perusahaan: Bukti Kebijakan Dividen Di Indonesia, Journal Of Research In Economics

And Management (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen), Volume 15, No. 1,

Januari – Juni (Semester I) 2015, pp: 169-181

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Parsian Hosein dan Amir Shams Koloukhi, 2014, A study on the effect of aliran kas bebas

and profitabilitas current ratio on dividend payout ratio: Evidence from Tehran

Stock Exchange, Management Science Letters 4 (2014), pp: 63–70

Pasaribu Rowland Bismark Fernando, Dionysia Kowanda, dan Kholid Nawawi, 2014,

Determinan Dividend Payout Ratio Pada Emiten Lq-45 Di Bursa Efek Indonesia,

Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. 8, No. 1, Maret 2014: pp: 1-12

Pattenden, Kerry and Twite, Garry, 2008, Tax Effects in Dividend Policy Under Alternative

Tax Regimes. Journal of Corporate Finance 14, pp.1–16

Patricia A. Ryan, Scott Besley dan Hei Wai Lee, (2000). An Empirical Analysis Of Reactions

To Dividen Policy Changes For Nasdaq Firms. Journal of Financial and Strategik

Decisions Volume 13 Number 1, Spring 2000. pp 35-44

Pavel Kraus, 2006, Impact of Taxes and Agency Costs on Dividend Policy, Acta Oeconomica

Pragensia, roè. 14, è. 3, 2006, JEL classification: G30, pp: 63 – 72

Pratiwi Rahmawati Dwika, Ely Siswanto dan Lulu Nurul Istantis, 2016. PengaruhReturn On

Equity,Debt To Equity Ratiodan UmurPerusahaan Terhadap Kebijakan Dividen

(Studi pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2014), Jurnal

Ekonomi Bisnis, Tahun 21, Nomor 2, Oktober 2016, pp: 136-145

Purnami, Kadek Diah Arie dan Luh Gede Sri Artini, 2016, Pengaruh Investment

Opportunity Set, Total Asset Turn Over Dan Sales Growth Terhadap Kebijakan

Dividen, E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 2, 2016: 1309-1337 ISSN : 2302-

8912

Rafailov Dimitar, dan Mirena Trifonova, 2011, The Effect of Firm Characteristics on

Dividend Decisions of Bulgarian Companies, JEL classification: G35,

http://ssrn.com/abstract=1940945, pp: 1-17

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Rasyid Abdul, Mahfudnurnajamuddin, Masdar Mas'ud, dan Muhammad Su'un, 2015,

Effect of Struktur kepemilikan, Company size and Profitabilitas on Dividend Policy

and Manufacturing Company’s value in Indonesia Stock Exchange, Australian

Journal of Basic and Applied Sciences, 9(20) June 2015, Pages: 618-624

Raudhatul Hidayah, 2013, Analisis Pengaruh Agency Cost Terhadap Dividend Payout Ratio

(Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011), Jurnal

Kajian Akuntansi dan Auditing Vol. 8, No. 2

Rehman Obaid Ur, 2016, Impact of Capital Structure and Dividend Policy on Firm Value,

Journal of Poverty, Investment and Development, ISSN 2422-846X, Vol.21, 2016, pp:

40 – 57

Rehman Abdul dan Haruto Takumi, 2012, Determinants Of Dividend Payout Ratio:

Evidence From Karachi Stock Exchange (Kse), Journal of Contemporary Issues in

Business Research, ISSN 2305-8277 (Online), 2012, Vol. 1, No. 1, pp: 20-27

Rimza Sarwar and Nadia Naseem, 2014, Review of Dividend Policy and its Impact on

Shareholders Wealth, International Journal of Management & Organizational

Studies Volume 3, Issue 4, December, 2014 ISSN: 2305-2600

Rizqia Dwita Ayu, Siti Aisjah dan Sumiati, 2013, Effect of Managerial Ownership, Financial

Leverage, Profitabilitas, Firm Size, and Investment Opportunity on Dividend Policy

and Firm Value. Research Journal of Finance and Accounting, Vol 4 (11): Hal.120-

130

Ross, Stephen A., Westerfield dan Jaffe, . 2009, Corporate Finance, McGraw Hill, New

York. The Mc Graw-Hill Companies, Inc

Roy Amitava, Dividend Policy, Struktur kepemilikan and Corporate Governance: An

Empirical Analysis of Indian Firms, Indian Journal of Corporate Governance, Vol. 8(1),

pp: 1–33

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Rozeff Michael S, 1982, Growth, beta and agency costs as determinants of dividend policy.

The Journal of Financial Research, vol. V, no.3 Fall, pp. 249-259

Rustendi Tedi dan dan Farid Jimmi, 2008, Pengaruh Hutang dan Kepemilikan Manajerial

terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur. Jurnal Akuntansi FE Unsil.

Vol. 3 No. 1, pp: 411-422

Saeed Rashid, Ayesha Riaz, Rab Nawaz Lodhi, Hafiza Mubeen Munir, dan Amber Iqbal,

2014, Determinants of Dividend Payouts in Financial Sector of Pakistan, Journal of

Basic and Applied Scientific Research, Vol. 4(2), pp: 33-42, 2014, ISSN 2090-4304

Sajid Gul, Muhammad Sajid, Nasir Razzaq, Muhammad Farrukh Iqbal dan Muhammad

Bilal Khan, 2012, The Relationship between Dividend Policy and Shareholder’s

Wealth” (Evidence from Pakistan), Economics and Finance Review Vol. 2(2) pp. 55

– 59, ISSN: 2047 - 0401

Salvatore Dominick, 2008, Ekonomi Manajerial Dalam Perekonomian Global, Buku 1

Edisi Kelima, Jakarta: Salemba Empat

Samuel S.E. dan D.O. Gbegi, 2010, Dividend Policy, Likuiditas Constraints And Firm

Investment In Nigeria: An Empirical Analysis, Continental J. Social Sciences 3: 59

- 64, 2010 ISSN: 2141 – 4165, pp: 59-64

Santoso Habib Dwi dan Andri Prastiwi, 2012, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kebijakan Dividen”, Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro, Volume 1 Nomor 1,

hal 1-12

Santhi Appannan and Lee Wei Sim, (2011). A Study On Leading Determinants Of Dividen

Policy In Malaysia Listed Companies For Food Industry Under Consumer Product

Sector. 2nd International Conference On Business And Economic Research, 2nd

ICBER 2011, 945

Sartono Agus, 2010, Manajemen Keuangan ”Teori dan Aplikasi”. Edisi Keempat.

Yogyakarta: BPFE

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Saxena, A, K. 1999. Determinant of Dividend Policy: Regulated Versus Unregulated Firms.

Financial Management Association Conference. Diakses pada 17 Mei 2015 dari

http://www.wetga.edu /bquest/1999/payout.html.

Siboni Zainab Morovvati, dan Mohammad Reza Pourali, 2015, The Relationship between

Investment Opportunity, Dividend Policy and Firm Value in Companies Listed in TSE:

Evidence from IRAN, European Online Journal of Natural and Social Sciences 2015;

Vol.4, No.1, ISSN 1805-3602, pp: 263-272

Sigo Marxia Oli. and M. Selvam, 2013, Corporate Governance And The Determinants Of

Dividend Policies Of Information Technology Companies In India, JEL Classification:

G34, http://ssrn.com/abstract=2339030, pp:1-24

Siswantini Wiwin, 2014, Pengaruh Analisis Rasio Keuangan Terhadap Kebijakan Dividen

(Studi Empiris pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa

Efek Indonesia), Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 10, Nomor 2,

September 2014, pp: 136-147

Shah Syed Zulfiqar Ali, Hui Yuan dan Nousheen Zafar, 2010, Earning Management and

Dividend Policy: An Empirical Comparison Between Pakistani Listed And Chinese

Listed Companies. “International Research Journal of Finance and Economics”, Issue

35, pp: 51-60

Shahid Ali, Qamar Ishtiaq dan Muhammad Naveed, 2011, Impact of dividend policy on

shareholders’ wealth, A case of Karachi Stock Exchange, Business and Economic

Review, April 2011. - 1 : Vol. 3. - pp. 106-122, http://ssrn.com/abstract=2615689

Silalahi, Uber. 2012, Metode Penelitian Sosial, Cetakan Ketiga, PT. Refika Aditama;

Bandung

Smith, C, W & Watts, R, L, 1986, The Investment Opportunity Set and Corporate Policy

Choises, Journal of Financial Economics, Vol. 32, No. 3, pp: 263-292

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Soliha Euis dan Taswan, 2002, Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahan serta

Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 9, No. 2,

pp: 149-163

Suartawan, I Gst. Ngr. Putu Adi, dan Gerianta Wirawan Yasa, 2014, Pengaruh Investment

Opportunity Set Dan Aliran kas bebas Pada Kebijakan Dividen Dan Nilai Perusahaan,

ISSN: 2302-8559, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 14, No. 3 (2016), pp:

2014-2044

Subramaniam Ravichandran K. dan Mohammed S. Shaiban, 2011, Investment opportunity

set and dividend policy in Malaysia: Some evidence on the role of ethnicity and

family control, 2nd International Conference on Economics, Business and

Management IPEDR vol.22 IACSIT Press, Singapore

Suci Rizky Indra Wulan, 2016, Pengaruh Arus Kas Bebas, Kebijakan Pendanaan,

Profitabilitas, Collateral Assets Terhadap Kebijakan Dividen, Jurnal Ilmu dan Riset

Akuntansi : Volume 5, Nomor 2, Februari 2016 ISSN : 2460-0585

Sudana, I Made, 2011, Manajemen Keuangan Perusahaan, Jakarta: Erlangga

Sudarma, Made. 2004. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Faktor Intern, Faktor

Ekstern Terhadap Struktur Modal dan Nilai Perusahaan. Disertasi Program Pasca

Sarjana Universitas Brawijaya, Malang.

Sugiarto Teguh, 2015, Cash Ratio, Return on Assets, Debt To Equity Ratio and Dividend

Payout Ratio of 25 Companies Listed in BEI Period 2005-2014 Test Data Using Panel,

International journal of Business Quantitative Economics and Applied Management

Research, ISSN: 2349-5677 Volume 2, Issue 1, June 2015

Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kualitatif-Kuantitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung

................, 2015, Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development),

Alfabeta, Bandung

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Suhadak dan Ari Darmawan, 2011. Pemikiran Kebijakan Manajemen Keuangan. Malang:

CV. Okani Bukaka Malang

Sujoko dan Soebiantoro, 2007, Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor

Interen dan Faktor Eksteren terhadap Nilai Perusahan. Jurnal Manajemen Dan

Kewirausahaan, Vol. 9, No. 1, Maret 2007 : pp: 41-48

Sumiadji, 2011, Analisis Variabel Keuangan Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen, Jurnal

Dinamika Akuntansi,Vol. 3, No. 2, September 2011, pp. 129-138, ISSN 2085-4277

Sunday O. Kajola Dan Ajibola A. Desu, 2015, Faktors Influencing Dividend Payout Policy

Decisions Of Nigerian Listed Firms, International Journal of Economics, Commerce

and Management United Kingdom Vol. III, Issue 6, June 2015, pp: 539-557, ISSN

2348 0386

Suranta Eddy, Pratana Puspa Midiastuty, Dan Minarti Megasari Tampubolon. 2011,

Penentuan Perilaku Kebijakan Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Di

Bursa Efek Indonesia (Pengujian Pecking Order Theory Dan Static Trade-Off), Jurnal

Akuntansi Dan Keuangan, Volume 1, Nomor 1, Februari 2011, ISSN : 2301-4717, Pp:

63-78

Susanto Liana, Merry Susanti, Sufiyati & Sriwahyuni, 2013, Pengaruh Likuiditas,

Profitabilitas, Leverage, Size, Collateral Assets, Growth, Dan Institutional Ownership

Terhadap Dividend Policy Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI, Jurnal

Akuntansi/Volume XVII, No. 01, Januari 2013: pp: 149-162

Sutrisno. 2012. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi (8th edisi).Yogyakarta:

Ekonisia

Syamsuddin, Lukman, 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan . Jakarta: Rajawali.

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Tamimi, Mohammad dan Nasrollah Takhtaei, 2014, Relationship between Umur

perusahaan and Financial Leverage with Dividend Policy, Asian Journal of Finance &

Accounting, ISSN 1946-052X, 2014, Vol. 6, No. 2, pp: 53-63

Tan Kian Lai, Lee Hui Shan dan Har Wai Mun, 2016, The Impact of Dividend Policy on

Firm Performance in Consumer Product And Trading/Services Sector in Malaysia,

International Journal for Research in Business, Management and Accounting, VOL

2 ISSUE 2, Paper 9

Taofiqkurochman Cecep dan Win Konadi, 2012, Analisis Kebijakan Dividen Terhadap

Harga Saham Pada Sektor Industri Konsumsi Periode 2000-2010, Jurnal

Kebangsaan, Vol.I No.2, Juli 2012 ISSN: 2089-5917, pp: 19-35

Tariq Ali, 2015, The Joint-Determinants Of Leverage And Dividend Policy: A Balanced

Panel Study Of Non Financial Firms Of India And Pakistan, European Scientific

Journal, April 2015 edition Vol.11, No.10 ISSN: 1857-7881 (Print) e - ISSN 1857-

7431

Thanatawee Yordying, 2013, Struktur kepemilikan and Dividend Policy: Evidence from

Thailand, International Journal of Economics and Finance; Vol. 5, No. 1; 2013,

ISSN 1916-971X E-ISSN 1916-9728, pp: 121-132

Theis John and Amitabh S. Dutta, Managerial Finance, 2009, Explanatory faktors of

bank dividend policy: revisited, Vol. 35 No. 6, 2009, pp. 501-508

Titman Sheridan dan Roberto Wessels, 1988, “The Determinants of Capital Structure

Choice”. Journal of Finance, Vol.XLIII, No.1, pp.1-19

Trisnawati Ita dan Dicky Supriatna, 2014. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembayaran

Dividen Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

Journal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 16, No. 1a, Is. 4, pp: 1-20

Triyono, Kharis Raharjo, dan Rina Arifati, 2015, Pengaruh Kebijakan Dividen, Struktur

Kepemilikan, Kebijakan Hutang, Profitabilitas Dan Ukuran Perusahaan Terhadap

Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia, Jurnal

Ilmiah Akuntansi Universitas Pandanaran ISSN : 2502-7697, pp: 1-13

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Ullah Hamid,Asma Fida dan Shafiullah Khan, 2012, The Impact of Struktur kepemilikan on

Dividend Policy Evidence from Emerging Markets KSE-100 Index Pakistan,

International Journal of Business and Social Science Vol. 3 No. 9; May 2012, pp: 298-

307

Uwuigbe Uwalomwa, Jimoh Jafaru Dan Anijesushola Ajayi, 2012, Dividend Policy And Firm

Performance: A Study Of Listed Firms In Nigeria, Accounting and Management

Information Systems, Vol. 11, No. 3, pp. 442–454, 2012

Uwuigbe Olubukunola Ranti, 2013, Determinants of Dividend Policy: A study of selected

listed Firms in Nigeria, Change and Leadership, No. 17 ~ 2013, pp 107- 119

Velnampy T., P. Nimalthasan dan K. Kalaiarasi, 2014, Dividend Policy and Firm

Performance: Evidence from the Manufacturing Companies Listed on the Colombo

Stock Exchange, Global Journal of Management and Business Research: A

Administration and Management Volume 14 Issue 6 Version 1.0 ISSN: 2249-4588 &

Print ISSN: 0975-5853

Vo Duc Hong dan Van Thanh-Yen Nguyen, 2014, Managerial Ownership, Leverage and

Dividend Policies: Empirical Evidence from Vietnam’s Listed Firms, International

Journal of Economics and Finance; Vol. 6, No. 5; 2014 ISSN 1916-971X E-ISSN 1916-

9728, pp: 274-284

Vera, Rudolf L. Tobing, dan Akromul Ibad, 2008, Perbedaan Struktur Pendanaan

Perusahaan Multinasional dan Perusahaan Domestik Di Indonesia. Jurnal Ekonomi

Perusahaan, Volume 12, Nomor 2. Kampus Institut Bisnis dan Informatika

Indonesia. Jakarta

Wahid Abdul, Dyah Arini Rudiningtyas, dan Sarwi, 2015, The Influence of Financial Ratio

and Dividen Policy to Syariah Stock Price (Studies on the Company listed in Jakarta

Islamic Index in the Indonesia Stock Exchange), Diakses dari:

http://ircmb.org/jurnal/HaririDKK - The Influence of Financial Ratio and Dividen

Policy to Syariah Stock Price.pdf, pp:1-13

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Wahyudi Untung dan Hartini Prasetyaning Pawestri, 2006, Implikasi Struktur Kepemilikan

Terhadap Nilai Perusahaan: dengan Keputusan Keuangan sebagai Variabel

Intervening. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang: pp: 1-25

Waseso, Segoro dan Rini Priani, 2015, Analisis Pengaruh Cash Position, Firm Size, Debt To

Equity Ratio, Growth Opportunity, Return On Asset Terhadap Dividend Payout Ratio

(Studi Kasus Pada Perusahaan Indeks Lq45 Periode 2010-2013), Conference on

Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 29

Oktober 2015 ISBN NO:., pp: 1-9

Widhianningrum, Purweni. 2012. “Perataan Laba Dan Variabel-Variabel yang

Mempengaruhinya: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

BEJ”. Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, Vol. 1, No.1, Hal: 24-33

Widhicahyono Sigit dan Bambang Sudiyatno, 2015, (Determinan Kebijakan Dividend

Perusahaan Non Keuangan (Studi Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013), Jurnal

Bisnis dan Ekonomi (JBE), September 2015, Hal. 171 – 187 Vol. 22, No. 2 171 ISSN:

1412-3126

Wahyudiharto Eko, 2009, Teori: Teori Keagenan (Agency Theory),

http://s2.wahyudiharto.com/2009/02/teori-teori-keagenan-agency-theory.

Wandestarido, 2015, “An Analysis of the Implementation Effects of Corporate

Governance Mechanism, Firm Size, Profitabilitas, Earnings Management, and

Dividend Policy on Firm Value”. Jurnal Akuntanika, No. 1 , Vol. 2. STIE Mulia Darma

Pratama

Wasike, Titus W Dan Jagongo Ambrose, 2015, Determinants Of Dividend Policy In Kenya,

International Journal Of Arts And Entrepreneurship, VOL. 4, ISSUE 11, 2015,

International Journal of Arts and Entrepreneurship 4 (11), pp: 71-80

Watts, R. L. 1973. The information content of dividends. Journal of Accounting Research.

Vol. 46: 191-211

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Werner R. Murhadi. (2008). Hubungan Capital Expenditure, Risiko Sistematis, Struktur

Modal, Tingkat Kemampulabaan Terhadap Nilai Perusahaan. Manajemen & Bisnis,

7(1), 11-23

Werner R. Murhadi, 2008, Studi Kebijakan Dividen: Anteseden dan Dampaknya terhadap

Harga Saham, Jurnal ekonomi Manajemen dan Kewirausahawan, Vol. 10, No. 1

(2008), pp: 1-17

Wibawa Rini, Puspo Wijaya Lihan., Bandi., Wibawa Anas, 2010, “Pengaruh Keputusan

Investasi, Keputusan Pendanaan dan Kebiajakan Dividen Terhadap Nilai

Perusahaan”, Jurnal dan Prosiding SNA - Simposium Nasional Akuntansi, Vol. 13, pp:

1-21

Wild John J, K. R. Subramanyam, dan Robert F, Halsey, 2009. Financial Pernyataant

Analysis, Edisi 8, Buku 1, Salemba Empat, Jakarta

Yulianto Arief, Suhadak, Darminto dan Siti Ragil Handayani, 2014, The Role of Corporate

Governance, Dividend Policy, and Capital Structure on Struktur kepemilikan Toward

the Firm Value, European Journal of Business and Management, ISSN 2222-1905

(Paper) ISSN 2222-2839 (Online) Vol.6, No.8, 2014, pp: 134-141

Zaman Sumaiya, 2013, Determinants of Dividend Policy of A Private Commercial Bank in

Bangladesh: Which is The Strongest, Profitabilitas, Growth or Size? Proceedings of

9th Asian Business Research Conference, 20-21 December, 2013, BIAM Foundation,

Dhaka, Bangladesh ISBN: 978-1-922069-39-9, pp: 1-9

Zameer Hashim, Shahid Rasool, Sajid Iqbal dan Umair Arshad, 2013, Determinants of

Dividend Policy: A Case of Banking Sector in Pakistan, Middle-East Journal of

Scientific Research 18 (3): 410-424, ISSN 1990-9233

Zen, Sri D. dan Herman Merry. 2007. “Pengaruh Harga Saham, Umur Perusahaan, dan

Rasio Profitabilitas Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan

Oleh Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEJ”. Jurnal Akuntansi & Manajemen.

Vol. 2 No. 2, pp: 57-71

Anteseden Kebijakan Dividen dan Implikasinya Pada Nilai Perusahaan Dr. Gregorius Paulus Tahu, AMd, SE, SKM., MM

Zhong Yanqiong, 2016, Analysis of Dividend Policy Influence Faktors of China’s Listed

Banks, Open Journal of Social Sciences, 2016, 4, pp: 272-278