gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan...

Download GAYA BAHASA PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29353/1/M. AGUS... · Analisis Data ... Penggunaan bahasa mempunyai peranan yang sangat

If you can't read please download the document

Upload: trinhnhu

Post on 06-Feb-2018

252 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

  • GAYA BAHASA PERBANDINGAN

    DALAM KUMPULAN CERPEN SAKSI MATA KARYA SENO

    GUMIRA AJIDARMA

    SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

    BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

    Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

    Oleh

    M. Agus Kuswanto

    NIM 1110013000110

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2015

  • LEMBAR PENGESAHAN

    GAYA BAHASA PERBANDINGAN

    DALAM KUMPULAN CERPEN SAKSI MATA KARYA SENO

    GUMIRA AJIDARMA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

    PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI

    SEKOLAH

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat

    untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

    Oleh

    M. Agus Kuswanto

    NIM 1110013000110

    Di bawah Bimbingan

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2015

  • ABSTRAK

    M. AGUS KUSWANTO, 1110013000110, Gaya Bahasa Perbandingan dalam

    Kumpulan Cerpen Saksi Mata Karya Seno Gumira Ajidarma serta Implikasinya

    terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah, Jurusan Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dosen Pembimbing: Makyun Subuki, M.

    Hum.2015.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan; 1) Gaya bahasa perbandingan

    yang digunakan Seno Gumira Ajidarma dalam kumpulan cerpennya Saksi Mata; 2)

    Implikasi dari hasil gaya bahasa tersebut terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

    Indonesia.

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

    melalui pendekatan deskriptif, sedangkan paradigma yang digunakan adalah

    paradigma stilistika. Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik simak catat

    yakni membaca kumpulan cerpen Saksi Mata, kemudian mencatat hasil temuan gaya

    bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen tersebut.

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan

    berupa majas simile yang terdapat dalam keseluruhan kumpulan cerpen Saksi Mata

    dapat memberikan gambaran seolah-olah semua kejadian dalam cerita yang tadinya

    bersifat abstrak atau tidak nyata menjadi seperti benar-benar terjadi. Perumpamaan

    yang digunakan Seno dalam kumpulan cerpen Saksi Mata ini menggambarkan tragedi

    pembantaian di Timor-Timor. Gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen

    Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma dapat diimplikasikan ke dalam

    pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas X semester 1 dengan kompetensi

    dasar menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-

    hari.

    Kata Kunci: Cerita Pendek, Gaya Bahasa Perbandingan, Saksi Mata.

  • ii

    ABSTRACT

    M. AGUS KUSWANTO, 1110013000110, "Comparison Language Stylein a set of

    Saksi Mata short stories of Seno Gumira Ajidarma work and its Implications towards

    Learning Indonesian Language and Literature", Department of Education Indonesian

    Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif

    Hidayatullah State Islamic University Jakarta, Supervisor: Makyun Subuki, M. Hum.

    2015.

    The purpose of this study is to describe; 1) Comparison language style which is used

    by Seno Gumira Ajidarma in the short story collection of Saksi Mata; 2) The

    implications of the results of comparison language style towards learning Indonesian

    language and literature.

    The method used in this study is a qualitative descriptive approach, while the

    paradigm used is the paradigm Stylistics. Research technique used is simak catat a

    short story collection of Saksi Mata then record the results in the comparison

    language style of the short story collection.

    Based on the results of this study concluded that stylistic comparisons simile form of

    figure of speech contained in the overall is short story collection of Saksi Mata can

    draw a picture if all the abstract events in the story to be like really happened. Seno

    metaphors used in the short story colletion of Saksi Mata describes the massacres in

    Timor-Timor. Comparison language style in short story collection of Saksi Mata by

    Seno GumiraAjidarma can be implicated in learning Indonesian language and

    literature 10th

    grade 1st semester students with the basic competence to analyze the

    linkages of intrinsic elements of a short story with everyday life.

    Keywords: Short Story, Comparison Language Style, Saksi Mata.

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

    nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu

    yang telah direncanakan. Selawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda

    Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir

    zaman.

    Skripsi berjudul Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen Saksi

    Mata Karya Seno Gumira Ajidarma Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran

    Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah disusun guna memenuhi persyaratan

    memperoleh gelar sarjana pendidikan (S. Pd) pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan

    Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Proses penulisan skripsi ini tidak luput dari berbagai hambatan, namun dapat

    dilalui berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

    terima kasih kepada:

    1. Dr. Nurlena Rifai, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

    2. Dra. Hindun, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

    Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu memberikan

    kemudahan dan bimbingan kepada penulis;

    3. Dona Aji Karunia Putra, M.A. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa

    dan Sastra Indonesia fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu

    memberikan semangat.

  • iv

    4. Makyun Subuki, M. Hum selaku penasehat akademik sekaligus Pembimbing

    Skripsi yang selalu memberikan bimbingan dan arahan selama perkuliahan

    serta dalam penyusunan skripsi;

    5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas

    Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmu pengetahuan

    selama perkuliahan;

    6. Ayahanda Suparno dan Luluk Mukhayaroh selaku orangtua penulis yang

    senantiasa mendoakan, memberikan motivasi dan arahan, serta menjadi

    penasihat terbaik selama perkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi ini.

    Tidak lupa juga Ibunda Siti Alimah (Almh) yang semasa hidupnya banyak

    memberikan pelajaran berharga kepada penulis.

    7. Adik-adik tercinta, Ainur Rokhim, Nur Khabibatul Lailiah, M. Khoirul

    Anwar, dan M. Faiz Mahbubillah yang selalu memberikan semangat dan

    mewarnai hari-hari penulis.

    8. Nenek tercinta H. Sunah yang selalu memberikan doa, nasihat, dan bimbingan

    kepada penulis selama perkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi ini;

    9. Drs. Moh. Yasin, M. Pd., dan Susilawati yang selalu memberikan arahan,

    motivasi, dan materi selama perkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi

    ini;

    10. Teman-teman PBSI angkatan 2010, khususnya PBSI C yang telah menjadi

    teman belajar selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini dan

    menjadikan suasana di dalam dan luar kelas lebih indah;

    11. Teman-teman Sabilussalam angkatan 2012, Hilman Tohari, Arif Azami, dan

    lainnya yang pernah menjadi bagian dari keluarga penulis dan telah

    memberikan ilmu kepada penulis;

  • v

    12. Ninik Siti Khodijah dan Wawan Hernadi Indrianto yang memberikan doa,

    nasihat, dan arahan kepada penulis selama perkuliahan hingga proses

    penyelesaian skripsi ini;

    13. Maisyatul Wasiah, Nurul Aliyah, Rica Dalie, Titiek Muryani, Rizka Argafani,

    Nurfayerni yang telah menjadi teman berbagi cerita kepada penulis selama

    perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini;

    14. Teman kosan H. Misun, M. Indra Kusuma dan Nur Wakhidurrohman yang

    telah menjadi keluarga penulis selama menetap di Ciputat dan banyak

    memberikan bantuan kepada penulis;

    15. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih

    atas partisipasi dalam penyelesaian skripsi ini;

    Semoga semua bantuan, bimbingan, ilmu, dan doa yang telah diberikan

    mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

    bermanfaat dan memberi sumbangsih bagi penelitian di bidang sastra serta bagi

    pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Penulis juga berharap adanya saran dan

    kritik membangun terhadap karya tulis ini.

    Jakarta, November 2014

    Penulis

  • vi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

    LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

    SURAT PERNYATAN KARYA SENDIRI

    ABSTRAK ............................................................................................................... i

    ABSTRACT ............................................................................................................. ii

    KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

    B. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 3

    C. Pembatasan Masalah ...................................................................................... 3

    D. Perumusan Masalah ....................................................................................... 4

    E. Tujuan Penelitian............................................................................................ 4

    F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4

    G. Metodologi Penelitian .................................................................................... 5

    BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

    A. Hakikat Gaya ................................................................................................ 9

    1. Stilistika ................................................................................................... 9

    2. Pengertian Gaya ....................................................................................... 10

    3. Pengertian Majas ...................................................................................... 11

    4. Majas Perbandingan ................................................................................. 11

  • vii

    B. Hakikat Cerpen ............................................................................................ 14

    1. Asal Mula Cerpen .................................................................................... 14

    2. Pengertian Cerpen .................................................................................... 14

    3. Karakteristik Cerpen ................................................................................ 15

    4. Unsur Intrinsik Cerpen ............................................................................. 16

    C. Pembelajaran Sastra di Sekolah ................................................................. 22

    D. Penelitian Yang Relevan .............................................................................. 24

    BAB III HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Data ............................................................................................. 30

    B. Analisis Data ................................................................................................ 30

    C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .......... 61

    BAB IV PENUTUP

    A. Simpulan ........................................................................................................ 64

    B. Saran .............................................................................................................. 65

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Bahasa merupakan sebuah ungkapan perasaan seseorang terhadap

    apa yang dialaminya. Bahasa juga bersifat komunikatif yang berfungsi

    sebagai alat komunikasi antara individu yang satu dengan yang lain.

    Penggunaan bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam

    kehidupan sosial sehari-hari. Tanpa adanya bahasa, maka komunikasi

    sosial tidak akan berjalan dengan baik. Dalam hal ini, bahasa sangat

    berperan dalam menyampaikan gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang.

    Bahasa itu unik, artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang

    tidak dimiliki oleh yang lain. Lalu, kalau bahasa dikatakan bersifat unik,

    maka artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak

    dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi,

    sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem

    lainnya.1

    Melalui sistem, bahasa membentuk sebuah lambang atau simbol

    yang mengandung banyak pemaknaan terhadap setiap apa yang diucapkan

    oleh masing-masing individu. Setiap individu memiliki keterampilan

    berbahasa, seberapapun tingkat atau kualitas keterampilan tersebut. Saat

    berkomunikasi itulah seseorang menggunakan keterampilan berbahasa

    yang dimilikinya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin jelaslah

    maksud yang ingin diungkapkannya. Setiap individu juga memiliki

    keterampilan berbahasa secara optimal, namun ada pula yang sangat lemah

    keterampilan berbahasanya. Oleh karena itu, diperlukan adanya latihan

    untuk menunjang keoptimalan berbahasa setiap individu.

    Berkenaan dengan peran bahasa sebagai ungkapan perasaan atau

    pikiran seseorang, maka tak jarang seseorang mengutarakan berbagai

    macam perasaannya melalui bahasa. Ungkapan perasaan itu dapat berupa

    1 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 51

  • 2

    kata-kata atau kalimat yang memiliki makna tersendiri. Kata atau kalimat

    yang diungkapkan tersebut sangat berbeda bentuknya satu dengan yang

    lain. Oleh karena itu, setiap seseorang mempunyai gaya penulisan dan ciri

    khas tersendiri dalam mengungkapkan apa yang ingin mereka sampaikan.

    Salah satu pengolahan bahasa yang digunakan seseorang adalah

    gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara seseorang mengungkapkan

    pikiran dan perasaanya melalui bahasa yang khas, yang memperlihatkan

    jiwa dan kepribadian pemakaian bahasa. Gaya bahasa memungkinkan

    seseorang dapat menilai watak, pribadi, dan kemampuan seorang

    pengarang. Gaya bahasa dapat menambah intensitas perasaan pengarang

    serta menambah ketajaman penyampaian sikap pengarang.

    Gaya bahasa juga mencakup berbagai figur bahasa antara lain

    metafor, simile, antitesis, hiperbola, dan paradoks. Pada umumnya gaya

    bahasa adalah semacam bahasa yang bermula dari bahasa yang biasa

    digunakan dalam gaya tradisional dan literal untuk menjelaskan orang atau

    objek. Dengan menggunakan gaya bahasa, pemaparan imajinatif menjadi

    lebih segar dan berkesan. Gaya bahasa juga mencakup arti kata, citra,

    perumpamaan, serta simbol dan alegori.2

    Gaya bahasa yang juga identik dengan gaya khas seseorang dapat

    digambarkan melalui lisan atau tulisan. Gaya bahasa yang diungkapkan

    seseorang melalui lisan seperti cara berkomunikasi sehari-hari, yang dapat

    menunjukkan karakter setiap individu, sedangkan gaya bahasa yang

    diungkapkan dengan tulisan dapat dituangkan melalui cerita atau

    pemaparan naratif.

    Salah satu penggunaan gaya bahasa melalui tulisan adalah seperti

    yang digambarkan Seno Gumira Ajidarma dalam kumpulan cerpennya

    Saksi Mata. Dalam kumpulan cerpen Saksi Mata tersebut, Seno banyak

    menggunakan berbagai macam gaya bahasa yang menunjukkan kekhasan

    sosok Seno Gumira Ajidarma. Gaya bahasa tersebut adalah berupa

    2 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor

    Indonesia, 2005), h. 51-52

  • 3

    penggunaan majas perbandingan yang terdiri atas simile, metafora,

    personifikasi, dan depersonifikasi. Dengan penggunaan majas

    perbandingan dalam kumpulan cerpen tersebut, Seno berusaha

    membandingkan dan menganalogikan dua hal yang berbeda makna, tetapi

    memiliki kesamaan yang dapat dihubungkan satu sama lain.

    Berdasarkan uraian di atas, timbul ketertarikan peneliti untuk

    mengetahui secara mendalam mengenai penggunaan gaya bahasa dalam

    kumpulan cerpen. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat

    permasalahan dari fakta di atas menjadi sebuah skripsi yang berjudul Gaya

    Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen Saksi Mata Karya Seno

    Gumira Ajidarma serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan

    Sastra Indonesia di Sekolah.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat

    diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.

    1. Kurangnya pengetahuan siswa mengenai penggunaan gaya bahasa

    dalam karya sastra, khususnya cerpen.

    2. Secara keseluruhan, kumpulan cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira

    Ajidarma menarik untuk dikaji karena di dalamnya sangat banyak

    menggunakan unsur gaya bahasa (majas), sehingga perlunya

    pemahaman lebih mendalam mengenai cerita tersebut.

    C. Pembatasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi yang telah diuraikan di atas, maka untuk

    menghindari pembahasan yang terlalu luas peneliti tidak akan membahas

    mengenai gaya (style) penulis, atau pun diksi. Namun, peneliti akan

    memfokuskan pembahasan pada penggunaan gaya bahasa berupa majas

    perbandingan (majas simile) yang terdapat dalam kumpulan cerpen Saksi

    Mata karya Seno Gumira Ajidarma tersebut. Oleh karena itu, peneliti

    dapat mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah skripsi yang

  • 4

    berjudul Gaya Bahasa Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen Saksi Mata

    Karya Seno Gumira Ajidarma serta Implikasinya terhadap Pembelajaran

    Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

    D. Perumusan Masalah

    Untuk mencapai hasil penelitian yang maksimal dan terarah, maka

    diperlukan perumusan masalah dalam sebuah penelitian. Adapun

    perumusan masalah dama penelitian ini sebagai berikut.

    1. Bagaimana penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan

    cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma?

    2. Bagaimana implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di

    sekolah?

    E. Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan

    cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma

    2. Mengetahui implikasi penggunaan majas perbandingan tersebut dalam

    pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah

    F. Manfaat Penelitian

    a. Manfaat Teoretis

    Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah

    keilmuan dalam pengajaran di bidang bahasa dan sastra Indonesia,

    khususnya mengenai penggunaan gaya bahasa perbandingan dan

    pembelajaran sastra.

    b. Manfaat Praktis, antara lain:

    1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari

    masalah yang dirumuskan. Selain itu, dapat menjadikan motivasi

    bagi penulis untuk mengadakan penelitian lain yang lebih baik.

    2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan

    rujukan untuk mengadakan penelitian mengenai kajian tentang

  • 5

    gaya bahasa (majas) tidak hanya dalam kajian ilmu sastra, tetapi

    juga dalam bidang-bidang ilmu yang lain.

    3. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan

    acuan dalam pembelajaran bahasa dan sastra, khususnya mengenai

    majas perbandingan dalam cerpen.

    4. Bagi institusi, hasil penelitian ini sebagai sumbangan penelitian

    mengenai majas perbandingan. Dan diharapkan dapat menjadi

    pedoman atau acuan dalam pembelajaran bahasa dan sastra

    Indonesia.

    G. Metodologi Penelitian

    Metodologi penelitian merupakan cara pemecahan masalah

    penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud

    mendapatkan fakta dan simpulan agar dapat memahami, menjelaskan,

    meramalkan, dan mengendalikan keadaan.3 Berkut ini bagan yang

    digunakan dalam metodologi penelitian ini:

    3 Syamsudin dan Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa,

    (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 14

    Metodologi Penelitian

    Teknik Metode Paradigma

    Stilistika Kualitatif

    dengan

    Analisis isi

    Simak Catat

    Majas (figure

    of speech)

  • 6

    1. Paradigma Penelitian

    Paradigma adalah cara pandang umum seseorang (peneliti)

    terhadap fenomena atau realitas. Dengan kata lain, paradigma adalah

    cara kita melihat suatu realitas, misalnya fenomena berbahasa.4 Dalam

    penelitian ini, peneliti menggunakan aspek stilistika karena peneliti

    berusaha mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa yang berwujud

    majas perbandingan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Saksi Mata

    karya Seno Gumira Ajidarma.

    2. Metode Penelitian

    Metode adalah cara menerapkan teknik yang digunakan dalam

    penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

    teknik simak, yakni yang berusaha menyimak penggunaan bahasa

    dalam kumpulan cerpen Saksi Mata. Setelah menyimak penggunaan

    bahasa, peneliti menggunakan teknik catat untuk mencatat dan

    menandai kalimat yang mengandung gaya bahasa perbandingan yang

    ada dalam kumpulan cerpen tersebut.

    Selanjutnya, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah kualitatif, yakni memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan

    menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan

    perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan

    kontens keberadaannya.5

    Metode penelitian kualitatif yang digunakan penulis yaitu

    analisis isi. Menurut teori Ratna, metode analisis isi ini menekankan

    pada isi pesan. Oleh karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam

    dokumen-dokumen yang padat isi. Dalam karya sastra, misalnya,

    dilakukan untuk meneliti gaya tulisan seorang pengarang.6

    4 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 14

    5Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar, 2007), h. 46

    6 Ibid., h. 49

  • 7

    Jadi, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan

    analisis isi yang berusaha menjelaskan setiap majas perbandingan yang

    terdapat dalam dokumen, yang dalam hal ini adalah kumpulan cerpen

    Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

    menggunakan teknik simak karena cara yang digunakan untuk

    memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa.7

    Selanjutnya, dalam teknik catat ini dapat dilakukan dengan

    menggunakan teknik catat sebagai gandengan teknik simak bebas libat

    cakap, yaitu mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya

    dari penggunaan bahasa secara tertulis tersebut.8

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik simak

    catat, yaitu dengan cara data tersebut dibaca dan diteliti, kemudian

    pengumpulan data dilakukan dengan menandai dan mencatat kalimat

    atau hal yang mengandung majas perbandingan dalam kumpulan

    cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma.

    Dalam menjalankan teknik, diperlukan adanya data. Data itu

    diperoleh dari berbagai macam sumber yang terdiri dari sumber data

    primer dan sumber data sekunder. Berikut adalah sumber data yang

    digunakan dalam penelitian ini.

    a. Sumber Data Primer

    Sumber data primer merupakan sumber data yang diambil

    langsung dari karya sastra itu sendiri. Sumber data primer dalam

    penelitian ini adalah gaya bahasa perbandingan yang terdapat

    dalam kumpulan cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma

    yang diterbitkan oleh Bentang tahun 2010.

    7 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, dan Tekniknya, (Jakarta:

    Rajawali Pers, 2011), h.92

    8 Ibid., h. 93-94

  • 8

    b. Sumber Data Sekunder

    Sumber data sekunder adalah kajian lain atau hasil penelitian

    lain yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini dari beberapa

    aspek untuk melihat persamaan dan perbedaan. Sumber data

    sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber lain

    atau berupa hasil penelitian tentang jenis gaya dan fungsinya dalam

    kumpulan cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma.

    4. Objek Penelitian

    Objek adalah sesuatu yang diteliti. Dalam hal ini berupa bahasa

    dalam sebuah karya sastra. Objek dalam penelitian ini adalah

    penggunaan majas perbandingan yang terdapat dalam kumpulan

    cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma.

    5. Prosedur Penelitian

    a. Membaca kumpulan cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira

    Ajidarma

    b. Mencermati kumpulan cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira

    Ajidarma yang di dalamnya terdapat gaya bahasa perbandingan.

    c. Menandai kata atau kalimat yang termasuk ke dalam gaya bahasa

    perbandingan.

    d. Menganalisis gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen

    Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma.

    e. Memberikan simpulan tentang jenis gaya bahasa perbandingan

    yang ada dalam kumpulan cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira

    Ajidarma.

  • 9

    BAB II

    LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

    A. Hakikat Gaya Bahasa

    1. Stilistika

    Secara etimologis stylitics berkaitan dengan style (bahasa

    inggris). Style artinya gaya, sedangkan stylistics, dengan demikian

    dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya.1Menurut Ratna,

    stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa.

    Tetapi pada umumnya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Jadi,

    dalam pengertian yang paling luas, stilistika sebagai ilmu tentang gaya,

    meliputi berbagai cara yang dilakukan dalam kegiatan manusia.2

    Selanjutnya, Peter Barry mengungkapkan bahwa stilistika adalah

    pendekatan kritis yang menggunakan metode dan temuan ilmu

    linguistic dalam analisis teks sastra.Yang dimaksud linguistik di sini

    lebih pada kajian ilmiah tentang bahasa dan struktur-strukturnya,

    ketimbang pembelajaran bahasa-bahasa individu.3

    Atar Semi juga mengungkapkan bahwa pendekata stilistika

    beranggapan bahwa kemampuan sastrawan mengeksploitasi bahasa

    dalam segala dimensi merupakan suatu puncak kreativitas yang dinilai

    sebagai akibat. Aplikasi dari pendekatan ini tidak hanya tertuju pada

    analisis pemakaian gaya bahasa yang indah dan menarik, tetapi juga

    terhadap keandalan penulis dalam mengekspresikan gagasan lewat

    bahasa secara kreatif.4

    Jadi secara umum stilistika adalah kajian tentang gaya bahasa

    yang digunakan dalam karya sastra. Gaya bahasa di sini mencakup

    1 Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h. 163

    2 Nyoman Kutha Ratna, Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan

    Budaya,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 167

    3 Peter Barry. Pengantar Komprehensif Teori Sastra dan Budaya. (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 235

    4 Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, (Bandung: Angkasa, 2012), h. 104

  • 10

    penggunaan berbagai macam bahasa di dalam sebuah karya sastra yang

    menghasilkan pemaknaan baik dari kata, kalimat, atau wacana yang

    digunakan pengarang.

    2. Pengertian Gaya

    Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa

    Latin stilus dan mengandung arti leksikal alat untuk menulis.5Gaya

    bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa

    secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau

    pemakai bahasa.6 Menurut Nikolas Coupland, stylistic analysis is the

    analysis of how style resource are put to work ceratively. Analiysing

    linguistic style again needs to include an aesthetic dimension.7

    Dengan kata lain, gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri.

    Wahyudi dalam bukunya berpendapat bahwa gaya adalah cara seorang

    pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media

    bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna

    dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi

    pembaca.

    Ada tiga masalah yang erat hubungannya dengan pembicaraan

    masalah gaya. Pertama, masalah media berupa kata dan kalimat.

    Kedua, masalah hubungan gaya dengan makna dan keindahan.

    Terakhir, seluk-beluk ekspresi pengarangnya sendiri yang akan

    berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan, maupun

    konteks sosial-masyarakat yang melatarbelakanginya.

    Dari beberapa pengertian tentang gaya di atas, dapat diambil

    kesimpulan bahwa gaya bahasa atau gaya seorang dengan yang lain

    jelas berbeda, baik dari segi komposisi bahasa, struktur kalimat, dan

    penggunaan ejaan.

    5 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: Sinar Baru, 1987), h. 72

    6 Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 87

    7 Nikolas Coupland, Style: Language Variation and Identity, (New York: Cambridge

    University Press, 2007), h. 3

  • 11

    3. Pengertian Majas

    Pada hakikatnya majas (figure of speech) adalah suatu bentuk

    pernyataan dengan cara memakai sesuatu untuk mengatakan tentang

    sesuatu yang lain. Pemakaian sesuatu untuk sesuatu yang lain sering

    kali (jika tidak boleh dikatakan: selalu) berupa pengedepanan suatu ide

    secara tidak langsung melalui analogi. Dengan demikian, di samping

    mampu mengonkretkan dan menghidupkan bahasa, majas juga sering

    lebih ringkas daripada padanannya yang terungkap dalam kata biasa.8

    Majas, kiasan, atau figure of speech adalah bahasa kias, bahasa

    indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek

    dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan sutau benda

    atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek

    kata, penggunaan majas tertentu dapat merubah serta menimbulkan

    nilai rasa atau konotasi tertentu.9

    Sementara itu, Nurgiantoro mengatakan bahwa pemajasan (figure

    of speech) merupakan teknik pengungkapan bahasa,

    penggayabahasaan, yang maknanya tak menunjuk pada makna harfiah

    kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang

    ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi ia merupakan gaya yang

    sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa

    kias.10

    4. Majas Perbandingan

    Dilihat dari jenisnya, majas (yang secara salah kaprah sering pula

    disebut gaya bahasa, perhiasan bahasa, atau bahasa kiasan itu) dapat

    dikelompok dalam tiga golongan; (1) majas perbandingan, (2) majas

    pertentangan, dan (3) majas pertautan. Namun, dalam praktiknya tidak

    8 Agus Sri Danardana, Anomali Bahasa, (Pekanbaru: Palagan Press, 2011), h. 12-13

    9 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 112

    10

    Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

    Press, 2013) h. 297

  • 12

    jarang orang menggunakan dua-tiga majas sekaligus dalam sebuah

    tuturan.11

    Menurut Henry Guntur Tarigan, ragam majas dibagi menjadi

    empat macam: 1) Majas perbandingan yang meliputi perumpamaan

    (simile), metafora, pesonifikasi, 2) Majas pertentangan yang meliputi

    hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsisi, zeugma,

    3) Majas pertautan yang meliputi metonimia, sinekdoke, kilata (alusi),

    eufimisme, ellipsis, inversi, gradasi. 4) Majas perulangan yang

    meliputi aliterasi, antanaklasis, kiasmus, repetisi. Dalam hal ini,

    penulis akan memfokuskan pada majas perbandingan yang digunakan

    oleh Tarigan. Berikut penjelasannya:

    1. Simile (perumpamaan)

    Yang dimaksud dengan perumpamaan di sini adalah

    padanan kata simile dalam bahasa Inggris. Kata simile berasal dari

    bahasa latinyang bermakna seperti. Perumpamaan adalah

    perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang

    sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit

    dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama,

    baka, laksana, dan sejenisnya.12

    Dalam penuturan bentuk ini,

    sesuatu yang disebut pertama dinyatakan mempuyai persamaan

    sifat dengan sesuatu yang disebut belakangan.13

    Contoh: Wajahnya

    laksana bulan purnama, rumahnya ramai bak pasar malam.

    2. Metafora

    Tarigan berpendapat bahwa metafora adalah sejenis gaya

    bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di

    dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan,

    sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi obyek; dan yang satu lagi

    merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita

    11 Sri Danardana, Op. Cit., h. 12-13

    12

    Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa 1986), h. 9-10

    13

    Nurgiantoro,Op. Cit.,h. 400

  • 13

    menggantikan yang belakang itu menjadi yang terdahulu

    tadi.14

    Contoh: Ayah menjaditulang punggung keluarga,

    perpustakaan adalah gudang ilmu.

    3. Personifikasi

    Nurgiantoro berpendapat bahwa personifikasi merupakan

    bentuk pemajasan yang member sifat-sifat benda mati dengan sifat-

    sifat kemanusiaan.Artinya, sifat yang diberikan itu sebenarnya

    hanya dimiliki oleh manusia.Maka majas ini juga disebut sebagai

    majas pengorangan, sesuatu yang diorangkan, seperti halnya orang.

    Sifat-sifat itu dapat berupa ciri fisik, sifat karakter, tingkah laku

    verbal dan nonverbal, berpikir, berperasaan, bersikap, dan lain-lain

    yang hanya manusia yang memiliki atau dapat

    melakukannya..benda-benda laian yang bersifat nonhuman,

    termasuk makhluk-makhluk tertentu, binatang, dan fakta alam yang

    lain tidak memilikinya.15

    Contoh: Pohon nyiur melambai-lambai,

    ombak yang memakan manusia itu.

    4. Depersonifikasi

    Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan adalah

    kebalikan dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan. Kalau

    personifikasi, menginsankan atau memanusiakan benda-benda,

    maka depersonifikasi justru membendakan manusia atau insan.

    Biasanya gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat

    pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan

    sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.16

    Contoh: Kalau

    dikau menjadi bunga, maka Aku kumbangnya, Andai kamu

    menjadi langit, maka dia menjadi tanah.

    14 Tarigan, Op. Cit., h. 15

    15

    Nurgiantoro, Op. Cit., h. 401-402

    16

    Tarigan, Op. Cit., h. 21

  • 14

    B. Hakikat Cerpen

    1. Asal Mula Cerita Pendek Indonesia

    Genre cerita pendek di Indonesia, secara resmi diakui baru

    muncul pada tahun1930-an. Muhammad Kasim mengumpulkan

    cerpen-cerpennya dalam buku Teman Duduk pada tahun 1936,

    kemudian Suman Hs. Menerbitkan cerpennya pada tahun 1938 dengan

    judul Kawan Bergelut. Keduanya diterbitkan oleh penerbit pemerintah

    colonial, Balai Pustaka.Sementara itu genre cerpen ini telah ditemukan

    lebih tua dalam bahasa Sunda, yakni dengan terbitnya buku kumpulan

    cerpen pengarang G.S. yang berjudul Dogdog Pangrewong (Selingan

    Belaka) pada tahun 1930.17

    2. Pengertian Cerpen

    Cerpen (cerita pendek sebagai genre fiksi) adalah rangkaian

    peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik

    antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan

    alur.Peristiwa dalam cerita berwujud hubungan antartokoh, tempat,

    dan waktu yang membentuk satu kesatuan.18

    Selanjutnya Ellery Sedgwik dalam Tarigan mengatakan bahwa

    cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu

    kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa

    pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang

    tidak perlu atau a short-story must not be cluttered up with

    irrelevance.

    Dari beberapa pendapat tentang pengertian cerpen di atas, dapat

    diambil kesimpulan bahwa cerita pendek adalah cerita yang

    panjangnya minimal 4-5 halaman dan habis dibaca sekali duduk. Di

    17 Jakob Sumarjo, Kesustraan Melayu-Rendah Masa Awal, (Yogyakarta: Galang Press,

    2004), h. 103

    18

    Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

    2012), h. 59

  • 15

    dalam cerpen juga harus terdapat tokoh, penokohan, dan inti dari cerita

    (tidak berbelit-belit ceritanya).

    3. Karakteristik Cerpen

    Tarigan membagi ciri-ciri khas cerpen sebagai berikut:

    a. Ciri-ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif.

    b. Unsur-unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh, dan gerak.

    c. Bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik

    perhatian.

    d. Cerita pendek harus mngandung interpretasi pengarang tentang

    konsepsinya mengenai kehidupan, baik seara langsung maupun

    tidak langsung.

    e. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan suatu efek dalam pikiran

    pembaca.

    f. Cerita pendek harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa

    jalan ceritalah yang pertama menarik perasaan, dan baru kemudian

    menarik pikiran.

    g. Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang

    dipilih dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-

    pertanyaan dalam pikiran pembaca.

    h. Dalam sebuah cerita pendek, sebuah insiden yang terutama

    menguasai jalan cerita.

    i. Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku utama.

    j. Cerita pendek harus mempunyai satu efek atau kesan yane

    menarik.

    k. Cerita pendek bergantung pada satu situasi.

    l. Cerita pendek memberikan impresi tunggal.

    m. Cerita pendek memberikan suatu kebulatan efek.

    n. Cerita pendek menyajikan satu emosi.

  • 16

    o. Jumlah kata-kata yag terdapat dalam cerita pendek biasanya di

    bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata (atau kira-

    kira 33 halaman kuarto spasi rangkap.19

    Dari beberapa pendapat tentang ciri-ciri atau karakteristik cerpen,

    maka dapat disimpulkan bahwa ciri utama cerpen adalah padat dan

    singkat, terdapat tokoh dan penokohan yang jelas, serta bahasa yang

    digunakan menarik.

    C. Unsur-unsur Intrinsik Cerpen

    Prosa fiksi yang terdiri dari cerpen dan novel, keduanya

    mempunyai unsur-unsur pembangun yang sama. Unsur-unsur itu meliputi

    tokoh, penokohan, alur, sudut pandang, dan amanat. Oleh karena itu,

    cerpen dan novel dapat dianalisis menggunakan unsur-unsur yang sama.

    Berikut akan dipaparkan penjelasan mengenai unsur intrinsik cerpen.

    1. Tema

    Istilah tema menurut Scharbach berasal dari bahasa Latin yang

    berarti tempat meletakkan suatu perangkat.Disebut demkian karena

    tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehinga berperanan juga

    sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang

    diciptakannya.20

    Brooks dan Warren dalam Tarigan mengatakan bahwa tema

    adalah dasar atau makna suatu cerita atau novel. Sementara Brooks,

    Purser, dan Warren dalam buku lain mengatakan bahwa tema adalah

    pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan

    atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun

    dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.21

    Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tema

    adalah gagasan atau ide yang mendasari suatu cerita.Ide atau gagasan

    19 Tarigan, Op Cit., h. 180-181

    20

    Aminuddin, Op. Cit., h. 91

    21

    Tarigan, Op. Cit., h. 125

  • 17

    tersebut digunakan oleh pengarang untuk membuat atau menuliskan

    sebuah cerita agar pembaca dapat mengetahui inti cerita tersebut.

    2. Tokoh dan Perwatakan

    Aminuddin dalam Siswanto mengatakan bahwa tokoh adalah

    pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga

    peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan

    menampilkan tokoh disebut penokohan.Tokoh dalam karya rekaan

    selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak

    tertentu.Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan

    disebut perwatakan.22

    Lubis dalam Tarigan mengemukakan bahwa ada beberapacara

    yang dapat dipergunakan oleh pengarang unuk melukiskan rupa,

    watak, atau pribadi para tokoh tersebut, antara lain:

    a. Physical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon)

    b. Portrayal of thought stream or of conscious thought (melukiskan

    jalan pikiran pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya)

    c. Reaction to events (melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu

    terhadap kejadian-kejadian)

    d. Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis

    watak pelakon)

    e. Discussion of environment (pengarang melukiskan keadaan sekitar

    pelakon )

    f. Reaction of others about/ to character (pengarang melukiskan

    bagaimana pandangan-pandangan pelakon lan dalam suatu cerita

    terhadap pelakon utama itu)

    g. Conversation of other about character (pelakon-pelakon lainnya

    dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan pelakon utama,

    22Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 142-

    143

  • 18

    dengan demikian maka secara tidak langsung pembaca dapat kesan

    tentang segala sesuatu yang mengenai pelakon utama itu).23

    3. Plot atau alur

    Pengertian alur dalam cerpen atau dalam karya fiksi adalah

    rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa

    sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam

    suatu cerita.24

    Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-

    peristiwa dalam sebuah cerita.25

    Selanjutnya, Abrams dalam Siswanto mengatakan bahwa alur

    ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa

    sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku

    dalam suatu cerita.Sudjiman juga mengungkapkan dalam Siswanto

    bahwa alur sebagai jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk

    mencapai efek tertentu.Jalinannya dapat diwujudkan oleh hubungan

    temporal (waktu) dan oleh ubungan kausal (sebab akibat).26

    Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa alur

    adalah rangkaian cerita yang terjalin secara utuh dan padu yang

    dibentuk melalui tahapan-tahapan cerita.

    Aminuddin dalam Siswanto membagi tahapan-tahapan peristiwa

    dalam cerita sebagai berikut.

    1. Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau

    drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang

    dikenalkan dari tokoh ini misalnya nama, asal, ciri fisik, dan

    sifatnya.

    2. Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara

    dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan.

    Pertentangan ini dapat terjadi dlam diri satu tokoh, antara dua

    23 Tarigan, Op. Cit., h. 133-134

    24

    Aminuddin, Op. Cit., h. 83

    25

    Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 26

    26

    Siswanto, Op. Cit., h. 159

  • 19

    tokoh, antara tokoh dan masyarakat atau lingkungannya, antara

    tokoh dan alam, serta antara tokoh dan tuhan. Ada konflik lahir dan

    konflik batin.

    3. Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan

    atau drama yang mengembangkan tikaian. Dalam tahap ini, konflik

    terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan berbagai

    kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.

    4. Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan yang melukiskan puncak

    ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional

    pembaca. Klimaks merupakan puncak rumitan yang diikuti oleh

    krisis atau titik balik.

    5. Krisis adalah bagian alur yang mengawali penyelesaian. Saat

    dalam alur yang ditandai oleh perubahan alur cerita menuju

    selesainya cerita.

    6. Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks. Pada

    tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan

    perkembangan lakuan ke arah selesaian.

    7. Selesaian adalah tahap akhir suatu cerita rekaan. Dalam tahap ini

    semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan, dan

    rahasia dibuka.27

    4. Latar (Setting)

    Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas

    tumpu.Abrams dalam Aminuddin mengemukakan latar cerita adalah

    tempat umum (general locale), waktu kesejarahan (historical time),

    dan kebiasaan masyarakat (social circumstances) dalam setiap episode

    atau bagian-bagian tempat.28

    Berikut ini akan dijelaskan unsur-unsur

    latar.

    27 Siswanto, Loc. Cit.,

    28

    Siswanto, Op. Cit., h. 149

  • 20

    1. Latar tempat

    Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa

    yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

    dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama

    tertentu, inisial tertenttu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.

    2. Latar waktu

    Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan

    terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya

    fiksi.Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan

    waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan

    dengan peristiwa sejarah.Pengetahuan dan persepsi pembaca

    terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba

    masuk ke dalam suasana cerita.Pembaca berusaha memahami dan

    menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang

    berasal dari luar cerita yang bersangkutan.

    3. Latar sosial

    Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan

    dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yng

    diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial

    masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup

    kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiasat, tradisi,

    keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-

    lain yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan

    sebelumnya. Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status

    sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah,

    atas.29

    29 Nurgiantoro, Op. Cit., h. 227-234

  • 21

    5. Sudut Pandang

    Sudut pandang/ titik pandang adalah tempat sasrtrawan

    memandang ceritanya.Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang

    tokoh, peristiwa, tempat, waktu, dengan gayanya sendiri.30

    Seorang

    pencerita dapat dikatakan sebaga pencerita akuan apabila pencerita

    tersebut dalam bercerita menggunakan kata ganti orang pertama: aku

    atau saya. Pencerita akuan dapat menjadi salah seorang pelaku atau

    disebut narrator acting. Sebagai narrator acting, ia bisa mengetahui

    semua gerak fisik maupun psikisnya. Narrator acting yang demikian

    ini biasanya bertindak sebagai pelaku utama yang serba tahu.Tidak

    semua narrator acting sebagai pencerita yang serba tahu.Terdapat

    kemungkinan narrator acting ini hanya mengetahui gerak-gerik fisik

    dari para pelaku yang bertindak sebagai pelaku bawahan.

    Di samping bertindak sebagai pencerita yang terlibat atau

    narrator acting, seorang pencerita juga bisa bertindak sebagai

    pengamat.Pencerita semacam ini biasanya disebut pencerita

    diaan.Pencerita diaan dalam bercerita biasanya menggunakan kata

    ganti orang ketiga. Adapun penunjuk kebahasaan yang digunakan

    biasanya: dia, ia, atau mereka.

    Narrator pengamat ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

    narrator pengamat yag serba tahu dan narrator pengamat terbatas atau

    objektif. Narrator pengamat serba tahu merupakan suatu teknik

    penceritaan dengan cara pencerita menuturkan ceritanya melalui satu

    atau lebih tokoh-tokohnya.Sedangkan narrator pengamat terbatas

    adalah pengarang menuturkan ceritanya melalui kesan-kesan atau

    impresi dari satu tokoh. Pengetahuan pencerita tentang apa yang terjadi

    dalam cerita terbatas pada apa yang dapat dilihat, didengar melalui

    gerak fisik saja.31

    30 Siswanto, Op. Cit., h. 151

    31

    Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis,(Jakarta: Bumi

    Aksara, 2010), h. 115-116

  • 22

    6. Amanat

    Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri

    sastrawan dan pembacanya.Dari sudut sastrawan, nilai ini bisa disebut

    amanat.Amanat gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang

    ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.Di

    dalam karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat; di dalam

    karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.32

    D. Pembelajaran Sastra di Sekolah

    Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba untuk

    mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses

    kreatif sastra. Kompetensi apresiasi yang diasah dalam pendidikan ini

    adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra.Dengan

    pendidikan semacam ini, peserta didik diajak untuk langsung membaca,

    memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung.

    Pendidikan sastra yang mengapresiasi prosa rekaan akan

    mengembangkan kompetensi anak untuk memahami dan menghargai

    keindahan karya sastra yang tercermin pada setiap unsur prosa rekaan

    dengan secara langsung membaca karya sastranya.33

    Dan salah satu

    pembelajaran prosa rekaan adalah pembelajaran cerpen di sekolah.

    Pengajaran sastra akan membantu pendidikan secara utuh apabila

    cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa,

    meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan

    menunjung pembentukan watak.

    1. Membantu keterampilan berbahasa

    Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti

    akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca, dan mungkin

    ditambah sedikit keterampilan menyimak, wicara, dan menulis yang

    masing-masing erat hubungannya. Dalam pengajaran sastra, siswa

    32 Siswanto, Op. Cit., h. 162

    33

    Ibid., h. 168-169

  • 23

    dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu

    karya yang dibacakan oleh guru, teman, atau lewat pita rekaman.

    2. Meningkatkan pengetahuan budaya

    Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam

    dengan keseluruhannya.Apabila kita dapat merangsang siswa-siswa

    untuk memahami fakta-fakta dalam karya sastra, lama-kelamaan siswa

    itu akan sampai pada realisasi bahwa fakta-fakta itu sendiri tidak lebih

    penting disbanding dengan keterkaitannya satu sama lain sehingga

    dapat saling menopang dan memperjelas apa yang ingin disampaikan

    lewat karya sastra itu.

    3. Mengembangkan cipta dan rasa

    Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu

    dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra; yang bersifat

    penalaran; yang bersifat afektif; dan yang bersifat sosial; serta dapat

    ditambah lagi yang bersifat religius. Karya sastra, sebenarnya dapat

    memberikan peluang-peluang untuk mengembangkan kecakapan-

    kecakapan semacam itu. Oleh karena itu, dapatlah ditegaskan,

    pengajara sastra yang dilakukan dengan benar akan dapat menyediakan

    kesempatan untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut

    lebih dari apa yang disediakan oleh mata pelajaran yang lain, sehingga

    pengajaran sastra tersebut dapat lebih mendekati arah dan tujuan

    pengajaran dalam arti yang sesungguhnya.

    4. Menunjang pembentukan watak

    Dalam nilai pengajaran sastra, ada dua tuntutan yang dapat

    diungkapkan sehubungan watak.Pertama, pengajaran sastra hendaknya

    mampu membina perasaan yang lebih tajam.Dibanding pelajaran-

    pelajaran lainnya, sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk

    mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemungkinan hidup

    manusia seperti kebahagiaan, kebebasan, kesetiaan, kebanggaan diri

    sampai pada kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian,

    perceraian, dan kematian.

  • 24

    Tuntutan kedua sehubungan dengan pembinaan watak ini adalah

    bahwa pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam

    usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang

    antara lain meliputi ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan

    penciptaan.34

    Pembelajaran cerpen selalu diajarkan di sekolah baik tingkat dasar,

    menengah, atau tingkat atas.Bahkan di perguruan tinggi pun, pembelajaran

    cerpen masih diterapkan.Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran karya

    sastra di semua jenjang sangat dibutuhkan guna meningkatkan kreativitas

    dan keterampilan siswa dalam kegiatan berbahasa dan bersastra.

    Berhubungan dengan pengajaran cerpen di sekolah, hendaknya

    seorang guru memiliki metode atau teknik yang digunakan agar siswa

    mampu mencapai kompetensi yang diinginkan.Rahmanto

    mengungkapkan, salah satu metode yang dapat digunakan adalah

    membaca ekstensif yang cocok untuk berbagai bahan bacaan seperti novel

    dan cerpen yang memungkinkan adanya praktik latihan membaca cepat

    serta berlangsung terus menerus dengan minat sendiri.Bahan-bahan bacaan

    ekstensif ini cocok untuk diberikan sebagai aktivitas membaca di

    rumah.Tujuan akhir dari pembinaan membaca ekstensif ini dimaksudkan

    untuk membina minat baca siswa berdasarkan motivasi dari dalam,

    sehingga siswa dapat memiliki kesenangan (hobi) membaca tanpa paksaan

    satau dorongan dari guru.35

    E. Penelitian yang Relevan

    Hasil penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan acuan dan

    masukan dalam penelitian ini antara lain penelitian yang dilakukan oleh

    Alfian Rokhmansyah dalam skripsinya yang berjudul Jenis Gaya dan

    Fungsinya dalam Cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma

    (Sebuah Kajian Stilistika). Dalam penelitian tersebut, ditemukan beberapa

    34 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 16-25

    35

    Ibid., h. 41

  • 25

    gaya bahasa berupa majas, antara lain: majas repetisi, hiperbola, simile,

    klimaks, sarkasme, personifikasi, antithesis, dan majas retoris. Gaya

    bahasa yang ditemukan tersebut juga mempunyai fungsi masing-masing

    terhadap penggambaran cerita.

    Penelitian lain dilakukan oleh Nur Saputri Puji Lestari dengan

    judul Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Sepasang Maut Karya Moh.

    Wan Anwar dan Alternatif Pembelajarannya di SMK, IKIP PGRI,

    Semarang. Dalam kesimpulannya, di dalam kumpulan cerpen itu terdapat

    berbagai macam gaya bahasa antara lain: gaya bahasa tak resmi, gaya

    bahasa percakapan, hiperbola, simile, repetisi epizeukis. Berikut ini akan

    diberikan contoh beberapa kutipan:

    1. Gaya bahasa tak resmi, seperti pada kutipan:

    Aku baca juga sajak itu semata mata agar aku tak

    kehilangan jejakmu.Agar aku bisa menjawab kalau suatu

    hari kau bertanya lagi tentang laut di matamu.Tetapi

    anehnya aku semakin tak mengerti apakah laut dan

    bagaimana merumuskannya.Bagaimana pula yang dianggap

    sebagai rahang laut dalam sajak yang kau berikan itu.Aku

    tahu sajak itu berlatar laut.Aku memang melihat gambaran

    laut dalam sajak itu.

    2. Gaya bahasa percakapan, seperti pada kutipan:

    Laut telah berubah, pasir mungkin akan segera gelap.

    Sejenak saja!

    Laut telah meninggalkanku.

    Kapan kita bisa bertemu lagi?

    tidak tahu.

    Minggu depan!

    Ya, kalau aku belum dijemput peri peri dari laut.

    Peri dari laut?Apa maksudmu? Jangan kau buat aku

    dungudihadapanmu! Tapi kau keburu ngeloyor pergi

    meninggalkankuyang ternganga seperti rahang laut dalam

    sajak yang pernah kauberikan padaku.Aku memang tak

    pernah bisa memahamimu,tetapi sekali kali kau tuduh aku

    tak pernah mencintaimu.

    3. Hiperbola, seperti pada kutipan:

  • 26

    Tetapi pada suatu sore tiba tiba saja kau sudah duduk di

    kursi beranda rumahku.Rambutmu kusut, parasmu kisut,

    senyummu kecut, dan matamu, ah, matamu, bola matamu itu

    mulai surut.Sore memang tidak seredup kehadiranmu.

    Langit bersih, awan cuma tipis, dan lembayung

    memuncratkan emas ke seluruh penjuru angkasa.Kuseduh

    teh hangat agar lenyap segala pucat dan hasrat meloncat dari

    tatapmu.Tapi kau Cuma mengucap terima kasih dan

    mengatakan bahwa kau mampir hanya sekejap.

    4. Simile, seperti pada kutipan:

    Andai kukira seandainnya uang dan tenagamu sanggup

    untuk mengitari seluruh laut dimuka bumi, kau akan

    melakukannya. Laut bagimu seperti takdir, kemanapun kau

    beringsut laut akan bertau. Ke manapun kau mengalir laut

    selalu hadir.

    5. Repetisi epizeukis, seperti pada kutipan:

    Setiap kau bicara tentang laut, pengalamanmu bersentuhan

    dengan laut, kerinduanmu tentang laut, aku bahkan kadang

    melihat laut bergemuruh dimatamu. Sekali waktu, ketika kau

    mengungkapkan pergulatanmu dengan laut membentang

    bening di bola matamu.

    Entah sudah berapa ribu kali aku mengamati bola matamu,

    kelopak matamu, bulu matamu, alismu, tulang disekitar

    matamu, dan aku selalu merasa bertemu laut. Tetapi getar

    apa yang ada di bola matamu, lengkung alismu, deretan bulu

    matamu, lekuk tulang di sekitar matamu, sungguh aku tak

    pernah bisa menangkapnya.

    Selanjutnya, penelitian lain juga dilakukan oleh Novita Rihi

    Amalia yang berjudul Analisis Gaya Bahasa dan Nilai-nilai Pendidikan

    Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata, Universitas Sebelas Maret,

    Surakarta. Dalam penelitiannya diperoleh beberapa gaya bahasa, antara

    lain: majas perbandingan, majas perulangan, dan majas pertentangan.

    Akan tetapi, majas yang paling dominan adalah majas personifikasi. Di

    bawah ini akan diberikan contoh beberapa kutipannya:

    1. Majas perbandingan:

  • 27

    a. Hiperbola. Seperti pada kutipan:

    Kami bertiga baru saja berlari semburat, pontang panting

    lupa diri karena dikejar-kejar seorang tokoh paling antagonis.

    Pak Mustar merenggut kerah bajuku, menyentakkan dengan

    keras sehingga seluruh kancing bajuku putus.Kancing-kancing

    itu berhamburan ke udara, berjatuhan gemerincing. Aku

    meronta-ronta dalam genggamannya, menggelinjang, dan

    terlepas!.

    b. Personifikasi. Seperti pada kutipan:

    Dataran ini mencuat dari perut bumi laksana tanah yang

    dilantakkkan tenaga dahsyat kataklismik.Sedangkan di belahan

    yang lain, semburat ultraviolet menari-nari di atas permukaan

    laut yang bisu berlapis minyak.

    Kapitalis itu meliuk-liuk pergi seperti dedemit dimarahi raja

    hantu.

    Jantungku berayun-ayun seumpama punchbag yang dihantam

    beruntun beruntun seorang petinju.

    Pancaran matahari menikam lubang-lubang dinding papan

    seperti batangan baja stainless, dan menciptakan pedang

    cahaya, putih berkilauan, tak terbendung melesat-lesat

    menerobos sudut-sudut gelap yang pengap.

    c. Simile. Seperti pada kutipan:

    Pemimpin para siswa yang berkelakuan seperti sirkus itu tak

    lain Arai!.

    Wajah Arai laksana patung muka yang dibuat mahasiswa

    baru seni kriya yang baru pertama kali menjamah tanah liat,

    pencet sana, melendung sini.

    Laksana terumbu karang yang menjadi rumah ikan di dasar

    laut, gubuk itu akan segera menjadi sarang luak, atapnya akan

    menjadi lumbung, telur burung kinantan, dan tiang-tiangnya

    akan menjadi istana liang kumbang.

    2. Majas pertentangan a. Litotes, seperti pada kutipan: Mata Mak Cik berkaca-kaca. Seribu

    terima kasih seolah tak cukup baginya.

    b. Antitesis, seperti pada kutipan:

  • 28

    Dada Pak Mustar turun naik menahan marah tapi Pak Balia

    terlanjur jengkel.

    Mereka yang kuat tenaga dan kuat nyalinya siang malam

    mencedok pasir gelas untuk mengisi tongkang. Terbukti banyak sekali wanita cantik sehat walafiat jiwa

    raganya, rela diusir keluarganya gara-gara jatuh cinta setengah

    mati pada pemain gitar.

    3. Majas penegasan yang terdapat dalam penelitian Novita adalah majas

    repetisi. Seperti pada kutipan berikut:

    Oh, aku melambung tinggi, tinggi sekali. Maka aria adalah seorang pemimpi yang sesungguhnya

    seorang pemimpi sejati. Dan selama bertahun-tahun itu pula, tak pernah lagitak

    pernah walau sekaliorang melihat Laksmi tersenyum

    Persamaan dari ketiga penelitian di atas dengan penelitian yang

    penulis lakukan adalah sama-sama menganalisis tentang gaya bahasa,

    sedangkan perbedaannya adalah jika penelitian Alfian Rokhmansyah

    menganalisis tentang bentuk gaya bahasa dan fungsinya dalam kumpulan

    cerpen Saksi Mata, sedangkan penulis hanya berfokus pada majas

    perbandingan saja, yakni pada majas simile. Objek yang digunakan oleh

    penelitian Alfian sama dengan objek yang digunakan oleh peneliti, yakni

    kumpulan cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma.

    Selanjutnya, perbedaan lainnya adalahpenelitian Nur Saputri yang

    berjudul Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Sepasang Maut Karya

    Moh.Wan Anwar dan Alternatif Pembelajarannya di SMK. Penelitian ini

    membahas tentang keseluruhan gaya bahasa secara umum, tetapi yang

    paling dominan adalah gaya bahasa repetisi. Gaya bahasa repetisi yang

    terlihat di antaranya adalah pada kata laut, matamu,yang menegaskan

    tentang suatu kehidupan seorang manusia yang hanya bergantung pada

    laut, dan seluruh hidupnya dihabiskan dengan menyelami sebuah laut.

    Serta penelitian Novita Rihiyang juga membahas tentang gaya

    bahasa dan nilai-nilai pendidikan dalam novel. Dalam penelitian yang

    dilakukan Novita, gaya bahasa dijelaskan secara rinci mulai dari gaya

  • 29

    bahasa perbandingan, pertentangan, penegasan, dan perulangan, tetapi

    gaya bahasa yang paling dominan adalah personifikasi, ditambah dengan

    penelitian tentang nila-nilai pendidikan. Majas personifikasi dalam

    penelitian novita berfungsi untuk memberikan gambaran pada cerita yang

    seolah-olah dapat dirasakan dengan nyata.

  • 30

    BAB III

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Data

    Sumber data yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah

    kumpulan cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma. Cerpen

    tersebut secara keseluruhan menceritakan tentang insiden pembantaian

    yang terjadi di Kota Dili, Timor-Timor. Sedangkan data yang akan

    dianalisis dalam penelitian ini adalah kutipan kalimat yang mengandung

    majas perbandingan dalam keseluruhan cerpen yang ada dalam kumpulan

    cerpen Saksi Mata. Dalam hal ini, majas perbandingan yang akan

    dianalisis adalah majas simile atau perumpamaan.

    Penelitian ini akan membahas tentang bagaimana majas simile

    (perumpamaan) yang digunakan oleh pengarang dalam kumpulan cerpen

    Saksi Mata ini jika dihubungkan dengan kejadian-kejadian pembanataian

    masa lalu yang terjadi di Kota Dili Timor-Timor. Penelitian ini

    menggunakan pendekatan stilistika karena peneliti berusaha

    mendeskripsikan majas perbandingan yang ada dalam kumpulan cerpen

    Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma.

    B. Analisis Data

    Berdasarkan hasil membaca dan menyimak keseluruhan cerpen

    yang terkumpul dalam buku kumpulan cerpen berjudul Saksi Mata karya

    Seno Gumira Ajidarma, yang terdiri dari 16 cerpen yakni Saksi Mata,

    Telinga, Manuel, Maria, Salvador, Rosario, Listrik, Pelajaran Sejarah,

    Misteri Kota Ningi, Klandestin, Darah Itu Merah, Jenderal, Seruling

    Kesunyian, Salazar, Junior, Kepala di Pagar Da Silva, dan Sebatang Pohon

    di Luar Desa, ditemukan 47 majas simile atau perumpamaan yang terdapat

    dalam keseluruhan cerpen. Berikut analisisnya:

  • 31

    (1) Dari lubang pada bekas tempat kedua matanya mengucur darah yang begitu merah bagaikan tiada

    warna merah yang lebih merah dari merahnya darah

    yang mengucur perlahan-lahan dan terus-menerus dari

    lubang itu. (SM: 8)

    Data no.1 menggambarkan keadaan tokoh Saksi Mata yang

    bersaksi di persidangan tanpa kedua matanya. Dari lubang kedua

    matanya mengalir darah berwarna merah yang mengucur terus-

    menerus secara perlahan. Darah yang mengalir dari lubang kedua mata

    Saksi Mata tersebut seolah-olah berwarna lebih merah dari darah yang

    biasa mengalir dalam tubuh manusia. Dan darah tersebut seolah

    mengalahkan warna merah yang lain selain warna darah yang keluar

    dari lubang kedua mata Saksi Mata.

    Penggambaran warna darah dalam kutipan tersebut

    digambarkan pengarang seolah-olah di ruang pengadilan tidak ada

    warna merah lain yang dapat menggambarkan darah yang mengalir

    dari lubang kedua mata tokoh Saksi Mata. Pengarang menggunakan

    perumpamaan warna darah yang seolah-olah tidak ada warna merah

    selain darah yang mengalir tersebut karena ingin menggambarkan

    bahwa kejadian yang dialami oleh Saksi Mata terjadi begitu kejam dan

    sadis. Penggambaran warna darah tersebut juga digambarkan

    pengarang untuk memberikan penekanan dan penjelasan bahwa darah

    yang mengalir dari kedua mata Saksi Mata itu menjadi saksi

    kekejaman para penjahat yang dengan sadis tega mencongkel kedua

    mata tokoh Saksi Mata tersebut.

    Pada data no. 1 tersebut juga dapat menggambarkan unsur

    intrinsik cerita berupa suasana yang mengerikan yang dialami oleh

    tokoh Saksi Mata. Hal itu dibuktikan dengan kalimat mengucur darah

    yang begitu merah bagaikan tiada warna merah yang lebih merah dari

    merahnya darah yang menggambarkan bahwa pada lubang kedua

    matanya mengucur darah yang begitu deras. Hal itu juga dapat

  • 32

    menggambarkan bahwa kejadian pembantaian terjadi begitu kejam dan

    sadis, tanpa memerdulikan satu sama lain.

    (2) Ruang pengadilan jadi riuh kembali. Seperti dengungan seribu lebah.(SM: 10)

    (3) Lagi-lagi hadirin ribut dan saling bergunjing seperti di warung kopi.(SM:10)

    Data no. 2 menggambarkan tentang keadaan ruang persidangan

    yang ramai dan riuh oleh suara para hadirin yang mendengarkan

    kesaksian tokoh Saksi Mata di ruang pengadilan. Para hadirin menjadi

    ramai dan bersuara ketika tokoh Saksi Mata mengungkapkan kejadian

    yang dialaminya sampai kedua matanya hilang dan mengeluarkan

    darah. Pada data no. 2, pengarang menganalogikan suara para hadirin

    seperti dengungan seribu lebah yang mengaung-ngaung. Kegaduhan

    yang terjadi di dalam ruang persidangan sangat ramai sekali sekali

    sampa tidak jelas apa yang sedang para hadirin gaduhkan.

    Data no. 3 yang masih menggambarkan keadaan yang sama di

    ruang pengadilan. Para hadirin langsung berbicara sendiri satu sama

    lain yang membuat suasana persidangan semakin panas. Hal itu karena

    para hadirin telah mendengar kesaksian tokoh Saksi Mata yang

    menurut para hadirin dan Pak Hakim tidak masuk akal. Pada data no. 3

    lagi-lagi pengaranag menggambarkan keadaan ramai itu dengan

    perumpamaan beberapa orang yang sedang bergunjing di warung kopi.

    Pengarang menggunakan perumpamaan itu karena biasanya di warung

    kopi terdapat beberapa orang yang sedang asyik mengobrol serta

    mengumbar pembicaraan mengenai orang lain. Dari data no. 2 dan 3

    tersebut kita dapat mengetahui keadaan yang terjadi di ruang

    persidangan ketika tokoh Saksi Mata bersaksi untuk mencari keadilan.

    Akan tetapi, para hadirin seolah tidak dapat menerima alasan dan cerita

    dari tokoh Saksi Mata karena tidak masuk akal dan dianggap hanya

    kebohongan belaka. Selanjutnya, pada data no. 2 dan 3 tersebut juga

  • 33

    dapat menggambarkan unsur intrinsik cerita berupa latar tempat dalam

    cerita yakni di ruang pengadilan.

    (4) Darah masih menetes perlahan-lahan, tapi terus-menerus dari lubang hitam bekas mata Saksi Mata

    yang berdiri seperti patung di ruang pengadilan.

    (SM: 11)

    Data no. 4 menggambarkan tentang keadaan tokoh Saksi Mata

    yang bersaksi di ruang persidangan dengan kondisi kedua matanya

    hilang dan mengalir darah dari kedua mata tersebut. Saksi Mata

    bersaksi di persidangan seorang diri tanpa ditemani siapapun. Dan ia

    berdiri di tengah-tengah ruang persidangan dalam keadaan berdiri dan

    tenpa bergerak sedikitpun. Saksi Mata itu bersaksi di ruang pengadilan

    dengan berdiri dan diam tanpa menoleh yang diibaratkan seperti

    patung yang disertai dengan keluarnya darah yang masih terus menetes

    dari lubang kedua matanya. Saksi Mata dengan keadaan kedua

    matanya yang hilang menjadi sebab pergerakannya tidak bebas atau

    tidak leluasa bergerak, bahkan berjalan-jalan. Hal itu dikarenakan

    tokoh Saksi Mata tidak mempunyai kedua matanya sehingga ia tidak

    bisa melihat keadaan di sekelilingnya. Oleh karena itu, pengarang

    menggambarkan keadaan Saksi Mata itu seperti patung yang diam

    membisu tanpa gerak apapun.

    Patung yang digunakan pengarang untuk menggambarkan

    tokoh Saksi Mata pada dasarnya adalah sebuah benda mati yang

    sengaja dibuat orang untuk dijadikan sebagai suatu pemandangan.

    patung hanyalah benda mati yang tidak bisa bergerak karena hanya

    digunakan sebagai hiasan dan keindahan. Pengarang menggunakan

    perumpamaan patung itu karena tokoh Saksi Mata masih mampu

    bersaksi walaupun dalam keadaan kedua matanya hilang, tetapi

    pergerakannya terbatas.

  • 34

    Pada data no. 4 tersebut juga dapat menggambarkan unsur

    intrinsik cerita yakni penokohan atau watak tokoh Saksi Mata. Hal itu

    dibuktikan walaupun dengan keadaan yang dialaminya, ia masih berani

    bersaksi di ruang pengadilan dalam keadaan diam dan berdiri seperti

    patung. Hal ini ditunjukkan dengan kegigihan tokoh Saksi Mata yang

    bersaksi di pengadilan walaupun ia sudah tidak memiliki kedua

    matanya dan darah masih terus menetes dari lubang kedua matanya.

    (5) Saudara masih ingat bagaimana mereka menembak dengan serabutan dan orang-orang tumbang seperti

    pohon pisang ditebang? (SM: 13)

    Data no. 5 masih menggambarkan bagaimana Pak Hakim

    sedang menginterogasi tokoh Saksi Mata atas kejadian yang

    dialaminya. Saksi Mata itu bersaksi bahwa di dalam mimpinya orang-

    orang ditembaki dengan silang-silang dari semua arah sehingga korban

    langsung berjatuhan. Pengarang menggunakan perumpamaan seperti

    pohon pisang yang ditebang karena para korban yang tertembak

    seolah-olah langsung tumbang atau ambruk dan berjatuhan satu per

    satu sehingga para korban dapat dikatakan langsung meninggal pada

    saat itu juga. Pengarang juga menyamakan keadaan itu dengan

    tumbangnya pohon pisang yang ditebang karena seolah-olah kejadian

    penembakan itu dilakukan dengan sadis dan tanpa perikemanusiaan.

    Oleh karena itu pengarang menyamakan kejadian itu dengan pohon

    pisang yang ditebang.

    Dari data no. 5 tersebut juga terdapat penggambaran latar

    suasana mencekam dalam cerita yakni yang terdapat pada kalimat

    orang-orang tumbang seperti pohon pisang ditebang yang

    menggambarkan seolah-olah kejadian penembakan itu terjadi dengan

    kejam dan sadis karena korban langsung berjatuhan satu per satu yang

    diumpamakan seperti tumbangnya pohon pisang ketika ditebang.

  • 35

    (6) Dewi kadang-kadang juga merasa telinga itu seperti masih hidup, dan bergerak-gerak, bagaikan masih

    mampu mendengar suara-suara di sekitarnya. (SM:

    18)

    (7) Telinga itu bagaikan antena yang mampu menangkap pesan apa pun yang bertebaran di udara.

    (SM: 18)

    Data no. 6 menggambarkan tentang seorang Dewi yang

    memiliki kekasih yang ditugasi bekerja di medan perang untuk

    mencari seseorang yang dianggap sebagai mata-mata musuh. Dewi

    sering mendapat kiriman telinga dari kekasihnya sebagai kenang-

    kenangan dari medan perang dan sebagai bukti ucapan rindu bahwa ia

    sedang berjuang di tempat ia bekerja. Kiriman telinga itu berasal dari

    telinga seseoran yang dicurigai sebgai mata-mata musuh.

    Pada data no. 6 menggambarkan bahwa Dewi yang kadang

    memandangi telinga kiriman dari kekasihnya itu melihat seolah-olah

    telinga itu masih dapat bergerak, padahal telinga itu sudah terpotong

    dari anggota badan lainnya. Akan tetapi, Dewi yang memandangi

    telinga itu seolah-olah masih hidup dan dapat bergerak layaknya belum

    terpotong dengan anggota badan lainnya. Tidak hanya itu, telinga yang

    sudah tidak berfungsi itu bahkan seolah-olah juga masih dapat

    mendengar dan menangkap pesan apapun yang ada di sekelilingnya.

    Perumpamaan telinga yang masih hidup dan dapat mendengar itu

    digambarkan pengarang karena telinga itu memang berasal dari telinga

    seseorang yang dicurigai sebagai mata-mata musuh sehingga

    pengarang menggambarkannya seperti masih hidup.

    Begitu juga dengan data no. 7 yang masih menggambarkan

    telinga yang dapat bergerak, dan bahkan pengarang menggunakan

    perumpamaan bagaikan antena yang dapat menangkap sinyal

    pembicaraan apapun yang ada di sekelilingnya. Pengarang

    menggunakan perumpamaan antena karena antena memiliki fungsi

  • 36

    untuk menangkap sinyal apapun yang ada di sekelilingnya. Telinga

    yang disamakan dengan antena dianggap oleh pengarang akan dapat

    menangkap segala apa yang ada di sekelilingnya dari pembicaraan

    orang lain. Dan dari data no. 6 dan 7 tersebut juga terdapat

    penggambaran latar suasana aneh dan mengerikan dalam cerita karena

    telinga yang sudah terpotong dan tidak berfungsi lagi digambarkan

    seperti masih hidup dan mampu menangkap pesan apa pun yang ada di

    sekitarnya.

    (8) Ketika kami sampai di luar kota, hari sudah senja. Kuingat langit senja yang temaram kemerah-merahan

    itu, bagaikan menenggelamkan kehidupan kami yang

    sebelumnya selalu riang ke dalam kegelapan pekat

    malam yang sesekali diterangi cahaya roket yang

    ditembakkan untuk memusnahkan kami. (SM: 25)

    Data no. 8 menggambarkan keadaan Manuel yang

    membayangkan senja sore itu seakan-akan mendatangkan semua

    kesedihan dan penindasan yang telah dialaminya selama ini. Manuel

    yang menjadi korban dalam tragedi penembakan itu menjadi teringat

    kembali dengan masa lalunya yang begitu tragis. Senja yang kemerah-

    merahan itu merupakan penggambran bahwa waktu menjelang malam

    yang digambarkan pengarang seolah-olah seperti kehidupan Manuel

    yang dahulu bahagia dan riang menjadi hilang.

    Dan pada data no. 8 di atas, pengarang mengumpamakan senja

    sore sebagai cerminan kehidupan masa lalu Manuel yang sangat tragis.

    Senja yang tenggelam digambarkan pengarang seolah-olah langit yang

    senja kemerah-merahan itu seperti dapat menghilangkan semua

    kenangan indah bersama keluarganya sehingga yang muncul dalam

    pikirannya adalah kenangan pahit masa lalu yang telah ia rasakan. Hal

    itu diperkuat pula dalam data no. 8 tersebut bahwa masa lalu yang

  • 37

    dialami Manuel penuh dengan tembakan dari atas langit yang

    dilancarkan untuk membunuh para korban.

    Selanjutnya, pada data no. 8 tersebut juga dapat

    menggambarkan suasana atau kondisi batin Manuel yang teringat

    kejadian masa lalunya. Penggambaran langit senja yang kemerah-

    merahan itu digambarkan pengarang seolah-olah dapat mengubah

    suasana hati Manuel yang telah menghilangkan kenangan indah masa

    lalunya. Akan tetapi dengan penggambaran langit itu justru

    mengingatkan kembali semua ingatan Manuel akan kejadian masa

    lalunya dan membuat hati manuel terasa sedih.

    (9) Kami, rombongan pengungsi yang beribu-ribu orang itu, kacau balau bagaikan semut yang ketakutan.

    (SM: 25)

    Data no. 9 menggambarkan tentang keadaan para warga yang

    mendapat serangan penembakan dan penyerbuan. Pada data tersebut,

    digambarkan bahwa ada beberapa rombongan warga yang sedang

    mengungsi di suatu tempat, tetapi penyerbuan itu masih terus datang.

    Dalam keadaan genting, rombongan pengungsi itu pun akhirnya

    bingung mencari tempat yang aman untuk bersembunyi dari teror

    serbuan musuh.

    Rombongan pengungsi yang kebingungan itu digambarkan

    pengarang seperti semut yang ketakutan. Perumpamaan itu digunakan

    pengarang untuk menyatakan keadaan pengungsi pada waktu itu yang

    kacau balau karena datangnya penyerbuan itu. Selain itu pula yang

    disampaikan pengarang melalui perumpamaan semut yang ketakutan,

    mengandung arti bahwa orang-orang pada waktu itu berlarian

    berhamburan tak tentu arah. Pengarang menggunakan perumpamaan

    semut yang ketakutan karena biasanya yang kita lihat adalah semut

    berjalan dengan cepat dan berbeda arah. Hal itulah yang ingin

  • 38

    digunakan pengarang untuk menggambarkan kondisi para pengungsi

    yang berhamburan ke sana ke mari tak tentu arah karena adanya

    serangan penyerbuan terhadap para pengungsi. Dan pada data no. 9

    tersebut juga menggambarkan suasana genting atau darurat karena

    para rombongan pengungsi berlarian kacau balau tak tentu arah yang

    diumpamakan seperti semut yang ketakutan.

    (10) Dihadapan Maria bersimpuh seorang pemuda, tapi Maria tidak mengenalnya. Kepalanya penuh pitak

    seperti hutan gundul, dengan cukuran yang tidak

    teratur. (SM: 35)

    (11) Evangelista memeluk Maria dari belakang. Keduanya memandang lelaki itu bagaikan

    memandang sesosok makhluk dari planet lain. (SM:

    37)

    Data no. 10 menggambarkan tentang keadaan seorang Ibu

    bernama Maria yang kehilangan anaknya, Antonio. Antonio menjadi

    korban pembantaian dalam penyerbuan yang terjadi di tempatnya.

    Maria berharap-harap Antonio segera kembali ke rumah dalam

    keadaan sehat, tetapi yang terjadi adalah Antonio kembali ke rumah

    dalam keadaan yang tidak dikenali.

    Sebagaimana yang digambarkan pengarang dalam data no. 10

    bahwa Antonio pulang ke rumah dalam keadaan kepala penuh pitak

    seperti seorang yang habis disiksa. Maria pun sampai tidak dapat

    mengenali bahwa yang datang adalah Antonio. Kepala Antonio yang

    penuh pitak digambarkan pengarang dengan perumpamaan seperti

    hutan gundul karena hutan yang gundul karena ditebang biasanya

    masih terdapat sedkit pepohonan di sana sini. Sama halnya dengan

    penggambaran rambut Antonio yang seperti hutan gundul karena

    masih terdapat banyak pitak dari hasil potongan-potongan rambut yang

    tidak teratur.

  • 39

    Data no. 11 masih menggambarkan tentang keluarga Maria

    yang menunggu kedatangan Antonio untuk pulang ke rumah.

    Evangelista, kakak Antonio juga terperanjat kaget ketika melihat

    kedatangan Antonio yang berubah kondisi badannya. Evangelista dan

    Maria tidak percaya bahwa yang datang itu adalah Antonio. Hal itu

    pula yang membuat Evangelista langsung memeluk mamanya dari

    belakang. Sebagaimana yang digambarkan pada data no. 11 bahwa

    Evangelista langsung memeluk Maria dari belakang seolah-olah ia

    kaget melihat keadaan sesosok pemuda yang berada di depannya.

    Evangelista melihat Antonio seperti yang digambarkan pada data no.

    11 bahwa Antonio seperti bukan manusia pada umumnya. Antonio

    digambarkan pengarang dengan perumpamaan seperti makhluk yang

    berasal dari planet luar bumi. Penggambaran itulah yang seolah-olah

    membuat deskripsi bahwa Antonio mendapat perlakuan yang kejam

    dan tragis atas pembantaian yang telah dialaminya.

    Pada data no. 10 dan 11 tersebut juga dapat menggambarkan

    suasana dalam cerita yakni suasana kaget dan aneh. Hal itu dapat

    digambarkan melalui kedatangan Antonio tidak seperti apa yang

    diharapkan oleh keluarga. Selain itu, kondisi Antonio yang disamakan

    dengan hutan gundul dan Ibunya seperti memandang makhluk dari

    planet lain.

    (12) Dari gurun terdengar bunyi seperti siulan yang panjang dan angin berubah menjadi badai pasir yang

    mengerikan. (SM: 43)

    Data no. 12 menggambarkan tentang keadaan ketika mayat

    Salvador dibawa ke tempat keramaian. Mayat Salvador digiring ke

    lapangan atau gerbang kota karena dianggap mencuri ayam. Salvador

    diikat dan dibiarkan berdiri di gerbang kota dengan bertuliskan

    maling ayam. Pada saat itu pula keadaan angin juga sangat kencang

  • 40

    yang membuat kondisi badan dan wajah Salvador menjadi kotor

    karena debu.

    Pada data no. 12 tersebut menggambarkan keadaan angin

    ketika mayat Salvador berada di gerbang kota untuk ditawan. Angin

    yang datang dari gurun itu terasa sangat kencang dan seolah terdengar

    seperti bunyi siulan. Pengarang menggambarkan angin seperti bunyi

    siulan yang panjang seolah-olah angin itu terasa sangat kencang dan

    mengerikan yang membuat semua orang menjadi ketakutan. Bunyi

    siulan panjang yang diumpamakan pengarang juga dapat menjadikan

    angin berubah menjadi badai pasir yang terbang perlahan dan terus-

    menerus, yang membuat suasana menjadi mencekam dan mengerikan.

    Pada data no. 12 terebut tersebut juga dapat menggambarkan

    latar suasana yang menegangkan. Hal itu dapat terlihat dari kondisi

    angin yang datang dari gurun disertai badai pasir yang mengerikan

    serta angin dari gunung yang menimbulkan bunyi-bunyian seperti

    siulan yang membuat suasana terasa semakin tegang. Kondisi angin itu

    yang mengiringi keberadaan mayat Salvador yang berada di tengah

    gerbanag kota.

    (13) Apakah engkau mengira rosario ini seperti pil yang bisa menyembuhkan masalahmu sehingga engkau

    menelannya? (SM: 48)

    (14) Dipandanginya foto rontgen perut Fernando. Rosario itu melingkar seperti ular tidur. (SM: 49)

    Data no. 13 dan 14 menggambarkan tentang keadaan Fernando

    yang menjadi korban pembantaian itu. Fernando terkena tembakan

    yang dilancarkan oleh musuh. Ia pun merasa ada penyakit aneh yang

    melanda dirinya selama 20 bulan. Dokter berusaha menggunakan

    rontgen untuk mendetekdi penyakit yang ada dalam dirinya. Ternyata

    peluru yang ditembakkkan ke Fernando masih mengapung dengan

    bentuk melingkar di dalam perutnya. Tetapi Fernando masih bisa

  • 41

    bertahan hidup dengan keadaan peluru yang berada di dalam perutnya

    selama 20 bulan. Hingga pada akhirnya Fernando pun tidak dapat

    menceritakan hal yang terjadi selama 20 bulan yang lalu kepada dokter

    yang menyembuhkannya.

    Pada data no. 13 tersebut terdapat kata Rosario yang

    merupakan gambaran seperti tasbih yang melingkar dengan bentuk

    lonjong. Rosario itu digambarkan pengarang seperti sebuah pil atau

    obat yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Pengarang

    menggunakan perumpamaan Rosario itu seperti pil karena melihat

    keadaan Fernando yang masih dapat bertahan hidup walaupun dengan

    peluru yang ada di dalam perutnya. Sama halnya dengan orang yang

    menelan pil atau obat ketika sakit. Maka penyakit itu akan dipastikan

    dapat hilang. Sedangkan pada data no. 14, Fernando memandangi hasil

    rontgen dan ia melihat bahwa Rosario yang selama 20 bulan di

    perutnya itu berbentuk melingkar dan bulat. Pada data no. 14,

    pengarang menggunakan perumpamaan seperti ular tidur karena

    Rosario yang ada di dalam perut Fernando itu berbentuk bulat dan

    melingkar yang terlihat hampir mirip dengan seekor ular yang sedang

    tidur.

    Dari data no. 13 dan 14 dapat menggambarkan kutipan

    suasana kaget dan aneh karena melihat ada Rosario atau semacam

    peluru di dalam perut Fernando. Apalagi dengan keadaan peluru yang

    melingkar di perutnya yang diumpamakan seperti ular tidur.

    (15) Ia teringat ketika pertama kali Fernando datang padanya. Fernando bagaikan muncul dari balik

    malam di ruang praktiknya (SM: 48)

    (16) dan berbicara seperti seorang pemain drama. (SM: 48)

    (17) Di matanya masih terbayang orang-orang roboh seperti pohon pisang ditebang. (SM: 50)

  • 42

    Data no.15 menggambarkan seorang Dokter muda yang

    berusaha menyembuhkan penyakit Fernando dan sekaligus menjadi

    penenang bagi Fernando. Dokter itu teringat mimpinya akan

    kemunculan Fernando di ruang praktiknya yang meminta tolong untuk

    diobati. Fernando seolah meminta tolong dengan berkata-kata kepada

    dokter muda itu. Pengarang menggambarkan kemunculan Fernando

    dalam mimpi dokter muda itu seperti seorang makhluk yang tiba-tiba

    muncul dari balik malam di ruang kerja dokter itu. Fernando yang

    datang dalam mimpi dokter itu seolah terlihat menyeramkan karena

    datang secara tiba-tiba dan langsung meminta tolong kepada dokter

    muda itu.

    Selain itu, pada data no. 16 tersebut juga masih terdapat

    perumpamaan lain yang digunakan p