gagal-ginjal-kronik
DESCRIPTION
homeworkTRANSCRIPT
GAGAL GINJAL KRONIK
I. Pendahuluan
Pengertian penyakit ginjal kronik menurut beberapa ahli adalah:
1. Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible di
mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia/ retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2001).
2. Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(glomerular filtration rate/GFR) dengan manifestasi kelainan patologis
atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (wibowo,
2010).
3. Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, dkk, 2006).
Secara umum Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1 Gagal
ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yaitu kronik dan akut.
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), mengakibatkan tertumpuknya
sisa-sisa metabolik yang toksik serta gangguan keseimbangan air, elektrolit, dan
asam basa.2 Sebaliknya, gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau
minggu.3
Gagal ginjal kronik ditandai dengan uremia berkepanjangan.4 Gagal ginjal
kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron
ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat menyebabkan
gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama menyerang
glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama menyerang
tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga
mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila
proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya
hancur dan diganti dengan jaringan parut. 3
Gagal ginjal terminal dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, namun empat
penyebab utama gagal ginjal terminal yaitu diabetes (34%), hipertensi (21%),
glomerulonefritis (17%), dan penyakit polikistik ginjal (3,5%)3
Terapi konservatif diberikan kepada penderita gagal ginjal kronik dengan
tujuan mencegah perburukan progresif ginjal dan mencegah timbulnya
komplikasi. Namun, pada stadium gagal ginjal terminal, terapi pengganti ginjal
merupakan terapi pilihan. 3
II. Insidens dan Epidemiologi
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Kegagalan ginjal
dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital menimbulkan keadaan yang disebut
uremia atau penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal disease, ESRD). ESRD
(didefinisikan sebagai individu yang terus menerus menjalani dialisis jangka
panjang atau transplantasi) adalah penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
Amerika Serikat. Diabetes dan hipertensi bertanggungjawab terhadap proporsi
ESRD yang paling besar, terhitung secara berturut-turut sebesar 34% dan 21%
dari total kasus. Glomerulonefritis adalah penyebab ESRD tersering yang ketiga
(17%). Infeksi nefritis tubulointerstisial (pielonefritis kronik atau nefropati
refluks) dan penyakit ginjal polikistik (PKD) masing-masing terhitung sebanyak
3,4% dari ESRD (U.S Renal Data System, 2000). Dua puluh satu persen penyebab
ESRD sisanya relatif tidak sering terjadi.3
Data dari European Dialysis and Transplantation Association (EDTA)
menunjukkan penyebab gagal ginjal kronik dari 41.132 penderita yang didialisis
dan transplantasi adalah sebagai berikut:2
1. Glomerulonefritis (48,4%)
2. Pielonefritis (19,8%)
3. Penyakit ginjal sistemik (8,4%)
4. Penyakit renovaskular (2,9%)
5. Nefropati obat (3,2%)
6. Hipoplasia kongenital (1,5%)
7. Nefropati herediter (1,5%)
8. Nekrosis korteks dan tubulus (0,6%)
9. Penyebab lain (11,7%)
Empat faktor risiko utama dalam perkembangan ESRD adalah usia, ras,
jenis kelamin dan riwayat keluarga. Insidensi gagal ginjal diabetikum sangat
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. ESRD yang disebabkan oleh
nefropati hipertensi 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika
daripada orang Kaukasia. Secara keseluruhan, insidensi ESRD lebih besar pada
laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%) walaupun penyakit sistemik
tertentu pada ESRD (seperti diabetes mellitus dan SLE) lebih sering terjadi pada
perempuan. Riwayat keluarga adalah faktor risiko dalam perkembagan diabetes
mellitus dan hipertensi. PKD diwariskan secara dominan autosomal herediter, dan
terdapat berbagai variasi dari penyakit ginjal terkait-seks atau resesif yang jarang
terjadi. 3
III.Anatomi dan Fisiologi
Saluran kemih terdiri dari organ pembentuk urin, yaitu ginjal dan struktur-
struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal merupakan
sepasang organ berbentuk seperti kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis.5 Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya
terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi
iga kesebelas.3 Setiap ginjal dipasok (diperdarahi) oleh arteri renalis dan vena
renalis yang masing-masing masuk dan keluar ginjal di lekukan medial dan
menyebabkan organ ini berbentuk seperti buncis. Ginjal mengolah plasma yang
mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan-bahan
tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin.
Setelah terbentuk, urin mengair ke sebuah rongga pengumpul sentral, pelvis
ginjal, yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat kedua ginjal.
Kemudian, urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos
yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal arteri dan vena renalis.
Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah kadung
kemih.5 Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12
inchi (25 hingga 30 cm). Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan urin ke vesika
urinaria.3 Vesika urinaria atau kandung kemih, yang menyimpan urin secara
temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan
volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraktil otot polos di
dindingnya.5 Vesika urinaria terletak di belakang simfisis pubis.3 Secara berkala,
urin dikosongkan dari vesika urinaria ke luar tubuh melalui uretra. Uretra pada
wanita berbentuk lurus dan pendek, berjalan secara langsung dari leher kandung
kemih ke luar tubuh. Pada pria, uretra jauh lebih panjang dan melengkung dari
kandung kemih ke luar tubuh, melewati kelenjar prostat dan penis.5 Panjang uretra
pada wanita sekitar 1½ inchi (4 cm) dan pada laki-laki sekitar 8 inchi (20 cm).
Muara uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius. 3
Gambar 1 Anatomi Ginjal6
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
makroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus yaitu
daerah sebelah luar yang tampak granuler, korteks ginjal dan daerah bagian dalam
yang berupa segitiga bergaris-garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut
medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen
tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat. Bagian
dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler
berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang
melewatinya. Cairan yang sudah terfiltrasi ini kemudian mengalir ke komponen
tubulus nefron. Komponen tubulus berawal dari kapsul Bowman, suatu invaginasi
berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan
yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Dari kapsul Bowman, cairan yang
difiltrasi mengalir ke dalam tubulus proksimal, yang seluruhnya terletak di dalam
korteks dan sangat bergelung. Segmen berikutnya, lengkung Henle, membentuk
lengkung tajam berbentuk U yang terbenam ke dalam medulla ginjal yang
kemudian mengalir ke tubulus distal, selanjutnya ke duktus atau tubulus
pengumpul, dengan satu duktus pengumpul menerima cairan dari sekitar delapan
nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medulla
untuk mengosongkan cairan isinya (yang telah berubah menjadi urin) ke dalam
pelvis ginjal.5
Gambar 2
Struktur Nefron7
1. Glomerulus
2. Tubulus proksimal yang berkelok
3. Tubulus proksimal lurus
4. Lengkung Henle pars descendens
5. Lengkung Henle pars ascendens (tipis)
6. Lengkung Henle pars ascendens (tebal)
7. Apparatus juxtaglomerulus
8. Tubulus distal yang berkelok
9. Tubulus distal lurus
10. Tubulus pengumpul
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik
dan ekskretoriknya:5
Filtrasi glomerulus, perpindahan non-diskriminatif plasma bebas-protein dari
darah ke dalam tubulus
Reabsorpsi tubulus, perpindahan selektif konstiuen-konstituen tertentu dalam
filtrat ke darah kapiler peritubulus. Zat-zat utama yang secara aktif
direabsorpsi adalah Na+, sebagian besar elektrolit lain, dan nutrien organik,
misalnya glukosa dan asam amino. Zat terpenting yang direabsorpsi secara
pasif adalah Cl-, H2O dan urea.
Sekresi tubulus, perpindahan yang sangat spesifik zat-zat tertentu dari darah
kapiler peritubulus ke dalam cairan tubulus. Segala sesuatu yang difiltrasi atau
disekresikam tetapi tidak direabsorpsi akan diekskresikan sebagai urin
Ginjal melakukan berbagai fungsi yang ditujukan untuk mempetahankan
homeostasis. Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal:5
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion cairan ekstraseluler,
termasuk Na+, Cl-, K+, HCO3-, Ca++, Mg++, SO4, PO4, dan H+.
3. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ an HCO3- melalui urin.
5. Memelihara osmolaritas berbagai cairan tubuh, terutama melalui
pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengekskresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, misalnya
urea, asam urat dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat-zat sisa
tersebut bersifat toksik teruama bagi otak.
7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, zat penambah
pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainnya
yang berhasil masuk ke dalam tubuh.
8. Mensekresikan eritropoetin
9. Mensekresikan renin
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
IV. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan
kelas seperti yang tercantum pada tabel berikut.
Tabel 1
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik3
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstisial Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vaskular hipertensif Nefrosklrerosis benigna
Nefrosklerosis manigna
Stenosis asrteri renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematous sistemik
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolic Diabetes
Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.
V. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya, proses yang terjadi
kurang lebih sama.1 Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan
garam, dan penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian
ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi
klinis gagal ginjal krronik mungkin minimal karena nefron sisa yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya serta mengalami hipertrofi.8
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
intrakapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1 Seiring dengan
peyusutan nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah
ginjal mungkin berkurang.8 Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-
angiotnsin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.1
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.
Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa
dan mencakup:2,8
Tahap I
Pada tahap ini penurunan fungsi ginjal tidak seberapa dan disebut Diminished
Renal Reserve/penurunan cadangan ginjal, di mana GFR turun 50% dari
normal. Faal ekskresi dan reabsorpsi tubulus masih cukup baik untuk
mempertahankan homeostasis tubuh.
Tahap II
Tahap ini disebut insufisiensi ginjal, di mana GFR turun menjadi 20-35% dari
normal.nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang mereka terima.
Tahap III
Gagal ginjal, di mana GFR kurang dari 20% normal, semakin banyak nefron
yang mati.
Tahap IV
Penyakit ginjal stadium akhir, di mana GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
diteukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
Klasifikasi CKD (1,7)
Stadiu
m
Diskripsi LFG
1 Gangguan fungsi ginjal dengan LFG normal
atau meningkat
> 90
ml/menit
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan
LFG
60-89
ml/menit
3 Penurunan sedang LFG 30-59
ml/menit
4 Penurunan berat LFG 15-29
ml/menit
5 Gagal ginjal <>
VI. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Gejala-gejala klinis akibat gagal ginjal kronik dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 2
Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik 9,10
Umum Fatigue, malaise, gagal tumbuh, debil
Kulit Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia
Kepala dan leher Faktor uremik, lidah kering dan berselaput
Mata Fundus hipertensif, mata merah
Kardiovaskular Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis
uremik, penyakit vascular
Penapasan Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
Gastrointestinal Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, colitis uremik,
diare
Kemih Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, peyakit ginjal yang
mendasarinya
Reproduksi Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia, galaktore
Saraf Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk,
kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma
Tulang Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D
Sendi Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang
Hematologi Anemia, defisisensi imun, mudah mengalami perdarahan
Endokrin Multipel
Berdasarkan stadium gagal ginjal, gambaran klinis sebagai beikut: 2,8
Pada penurunan cadangan ginjal, tidak tampak gejala-gejala klinis.
Tidak jarang ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan urin rutin,
seperti misalnya ada hematuria mikroskopis, lekosituria.
Pada insufisiensi ginjal, dapat timbul poliuria karena ginjal tidak
mampu memekatkan urin. Mungkin penderita tampak lesu, lelah,
sakit kepala, anoreksia, nyeri di daerah abdomen, gangguan
pertumbuhan.
Pada gagal ginjal, pengeluaran urin turun akibat GFR yang sangat
rendah. Hal ini menyebabkan peningkatan volume ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik azotemia, dan uremia
Pada penyakit ginjal stadium akhir, terjadi azotemia dan uremia berat.
Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok merangsang
pernapasan. Timbul hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia,
essefalopati uremik, pruritus (gatal). Dapat terjadi gagal jantung
kongestif dan perikarditis. Tanpa pengobatan terjadi koma (koma
uremikum), kejang dan kematian.
Salah satu cara untuk mengetahui Klasifikasi stadium pada penyakit
ginjal ditentukan oleh nilai laju fltrasi glomerulus. Stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.
“Nilai GFR merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.” Nilai
ini dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD (modification of diet in
renal disease) sebagai berikut :
Dengan jalan mengukur; kadar kreatinin urin (U), volume urine /menit (V) dan
kadar kreatinin plasma (P) Kemudian dimasukkan dalam rumus Van Slyke
U X V
GFR = -------------------- ml/mnt
p
Dengan mengukur, kreatinin plasma (P), berat badan (BB), umur (U) Kemudian
dimasukkan dalam rumus Cockroft Gault
(140 – U ) X BB
GFR = -------------------------- ml/mnt
72 X P
Catatan : pada perempuan X 85%
MDRD : Laju Filtrasi Glomerulus
= 186 x (Kreatinin Serum) -1,154 x (Umur) -0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210, jika
kulit hitam)
Pembagian klasifikasi adalah sebagai berikut : Pasien yang memiliki
GFR >90, tetapi memiliki fungsi ginjal yang normal, namun berada pada stadium
dengan risiko meningkat. Sedangkan GFR>90 namun terdapat kerusakan ginjal
atau proteinuria, fungsi ginjal memang masih normal, tapi penyakit ginjal kronik
sudah berada pada stadium 1. GFR dengan nilai 60-89, fungsi ginjal akan
mengalami penurunan ringan dan penyakit berada pada stadium 2. Sedangkan
stadium 3, jika GFR berada pada nilai 30-59 dan fungsi ginjal mengalami
penurunan sedang. Stadium 4, ginjal mengalami penurunan berat dengan nilai
GFR 15-29. Dan pasien dinyatakan gagal ginjal terminal jika GFR kurang dari 15
2. Gambaran Laboratoris 9
Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Pada gagal ginjal terminal, konsntrasi kreatinin di bawah 1
mmol/L. Konsentrasi ureum plasma kurang dapat dipercaya karena dapat
menurun pada diet rendah protein dan meninggi pada diet tinggi protein,
kekurangan garam dan keadaan katabolik. Biasanya konsentrasi ureum
pada gagal ginjal terminal adalah 20-60 mmol/L. Terdapat penurunan
bikarbonat plasma (15-25 mmol/L), penurunan pH, dan peningkatan anion
gap. Konsentrasi natrium biasanya normal, namun dapat meningkat atau
menurun akibat masukan cairan inadekuat atau berlebihan. Hiperkalemia
adalah tanda gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat masukan
berelebihan, asidosis tubular ginjal atau hiperaldosteronisme. Terdapat
peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium plasma.
Kemudian fosfatase alkali meningkat. Dapat terjadi peningkatan
parathormon pada hiperparatiroidisme. Pada pemeriksaan darah ditemukan
anemia normositik normokrom dan terdapat sel Burr pada uremia berat.
Leukosit dan trombosit masih dalam batas normal. Pemeriksaan
mikroskopik urin menunjukkan kelainan sesuai penyakit yang
mendasarinya. Bersihan kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi
glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5ml/menit pada gagal ginjal
terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000 mg/hari.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologik penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen.
Setiap pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya dibuat terlebih dahulu
foto polos abdomen. Yang harus diperhatikan pada foto ini adalah
bayangan, besar (ukuran), dan posisi kedua ginjal. Dapat pula dilihat
kalsifikasi dalam kista dan tumor batu radioopak dan perkapuran
dalam ginjal.11 Pada gagal ginjal kronik bisa tampak radioopak,1
kalsifikasi renal bilateral (nefrokalsinosis), atau obstruksi batu uretra. 12
Gambar 3
Foto polos abdomen posisi lateral. Gagal ginjal kronik. Panah hitam:
osteodistrofi ginjal. Panah putih: kalsifikasi aorta dan cabang arteri-
arteri besar. 13
b. Pielografi intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP memerlukan persiapan, yaitu malam sebelum
pemeriksaan diberikan kastor oli (chatarsis) atau laksans untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal. Untuk
mendapatkan keadaan dehidrasi ringan, pasien tidak diberikan cairan
(minum) mulai dari jam 10 malam sebelum pemeriksaan. Usus akan
berpindah sehingga bayangan kedua ginjal dapat dilihat melalui
lambung yang terisi gas. Bahan kontras Conray (Meglumine
iothalamat 60% atau hypaque sodium/sodium diatrizoate 50%),
urografin 60 atau 75 mg% (methyl glucamine diatrizoate), dan
urografin 60-70 mg%. Sebelum pasien disuntik urografin 60 mg%
harus dilakukan terlebih dahulu uji kepekaan. Dapat berupa pengujian
subkutan atau intravena. Dosis urografin 60 mg% untuk orang dewasa
adalah 20 ml. Tujuh menit setelah penyuntikan dibuat fllm bucky
antero-posterior abdomen. Foto berikutnya diulangi pada 15, 30 menit
dan 1 jam. Sebaiknya segera setelah pasien disuntik kontras, kedua
ureter dibendung, baru dibuat foto 7 menit. Kemudian bendungan
dibuka, langsung dibuat foto di mana diharapkan kedua ureter terisi.
Dilanjutkan dengan foto 15, 30 menit. Pada kasus tertentu dibuat foto
6, 12, dan 24 jam.11
Pada gagal ginjal kronik, IVP sering dikhawatirkan dapat
menimbulkan pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah
mengalami kerusakan, juga kontras yang sering tidak bisa melewati
filter gromelurus.1
c. Pielografi antegrade atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.
Indikasi pielografi retrograde adalah untuk melihat anatomi traktus
urinarius bagian atas dan lesi-lesinya. Hal ini dikerjakan apabila IVP
tidak berhasil menyajikan anatomi dan lesi-lesi traktus urinarius bagian
atas. Keistimewaan pielografi retrograde berguna untuk melihat fistel.
Pielografi retrograde memerlukan prosedur sistoskopi. Kateter
dimasukkan oleh seorang ahli urologi. Kerjasama antara ahli urologi
dan radiologi diperlukan, karena waktu memasukkan kontras, posisi
pasien dapat dipantau (dimonitor) denga fluoroskopi atau televisi.
Udara dalam kateter dikeluarkan, kemudian 25% bahan kontras yang
mengandung jodium disuntikkan, dengan dosis 5-10 ml, ini di bawah
pengawasan fluoroskopi. Harus dicegah pengisian yang berlebihan,
sebab risiko ekstravasasi ke dalam sinus renalis atau intravasasi ke
dalam kumpulan tubulus. Ekstravasasi kontras dapat menutupi bagian-
bagian yang halus dekat papilla. Rutin dibuat proyeksi frontal dan
oblik. Kemudian kateter diangkat di akhir pemeriksaan, lalu dibuat
foto polos abdomen. Jika ada obstruksi dibuat lagi foto 15 menit
kemudian.11
d. Ultrasonografi
Gelombang suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) akan diarahkan ke
abdomen dipantulkan oleh permukaan jaringan yang densitasnya
berbeda-beda. Pada gagal ginjal kronik, ginjal bisa memperlihatkan
ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya
hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi 1
Gambar 4
Gagal ginjal kronik: ginjal mengecil dan korteks menipis18
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.1 Renografi merupakan teknik asli dari proses penilaian ginjal
memakai radionuklida menggunakan hipuran 131I yang diekskresi oleh
sekresi tubulus. Pencitraan radionuklida digunakan untuk berbagai
tujuan tertentu dalam penilaian ginjal, tetapi kegunaannya yang utama
adalah untuk mengevaluasi tranplantasi ginjal.3
Gambar 5
Renogram: Gagal ginjal (A) sebelum tranplantasi (B) sesudah
tranplantasi14
f. CT-Scan
Pada CT, ginjal akan tampak transversal oval pada kedua kutub dan
bayagan bulan sabit di daerah hilus. Densitas parenkim 10-30 HU
(Hounsfield) bergantung pada stadium hidrasi. Pada foto polos tampak
densitas yang homogen. Dengan menyuntikkan kontras urografin 50 ml,
maka di daerah korteks tampak opak, medula piramid tampak tampak
hipodens pada fase arterial yang dini.11 Rata-rata pada pasien gagal ginjal
kronik dan uremia, tomography menghasilkan opasifikasi yang cukup dari
ginjal yang bernilai diagnostik. Akan tetapi, jarang dibutuhkan karena
informasi yang diberikan sama dengan yang dihasilkan ultrasonografi dan
pyelografi retrograde. 12
Gambar 6
CT Scan: Laki-laki 53 tahun dengan PKD dan gagal ginjal kronik15
Foto radiologi diindikasikan pada pasien dengan oliguria yang tidak dapat
dijelaskan atau gangguan fungsi/gagal ginjal yang onsetnya baru (kreatinin serum
>2 mg/dl). Pertanyaan klinis yang paling sering muncul adalah apakah gagal
ginjal ini disebabkan oleh obstruksi atau penyakit ginjal yang diakibatkan obat-
obatan. Karena kontras yang digunakan dalam IVP maupun CT Scan dapat
menurunkan fungsi ginjal, maka pemeriksaan radiologi pilihan untuk gagal ginjal
kronik yaitu ultrasonografi.16,17 Selain itu, dengan ultrasonografi dapat dilakukan
penilaian terhadap ukuran ginjal sebab ultrasonografi merupakan prosedur pilihan
yang digunakan untuk menilai ukuran ginjal 10 . Ultrasonografi akan
memperlihatkan lokasi dan ukuran kedua ginjal. Ukuran ginjal yang normal pada
gagal ginjal menunjukkan kondisi akut. Ginjal yang kecil mengindikasikan
adanya keadaan kronis.17 Gagal ginjal kronik mengakibatkan ginjal menyusut.18
Ultrasonografi juga memperlihatkan ada tidaknya lesi fokal pada ginjal atau kista
ginjal yang difus, kalsifikasi, juga dapat digunakan untuk mengetahui lokasi ginjal
untuk biopsi ginjal prekutaneus.12,17 Normalnya, korteks ginjal memiliki densitas
ekoik yang sama dengan hepar atau sedikit lebih ekoik dibading jaringan hepar.
Pada gagal ginjal kronik, korteks ginjal menipis dan pada gagal ginjal terminal,
ginjal akan terlihat lebih kecil lagi dan hiperekoik sehingga akan sulit dibedakan
dengan jaringan di sekitarnya.18 Pada kasus penyakit ginjal akibat obat-obatan,
korteks ginjal akan lebih ekoik dibanding hepar. Hal ini mungkin merupakan hasil
dari fibrosis dan scarring.16
Gambar 7
Gagal ginjal kronik: penipisan korteks dengan densitas ekoik yang normal
(sebelah kanan) atau hiperekoik (sebelah kiri)18
VII. Diagnosis Banding
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang
menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang
menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak
0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam
beberapa hari. Gagal ginjal akut biasanya disetai oleh oligouria. Gagal ginjal akut
menyebabkan timbulnya gejala dan tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal
ginjal kronik, yang mencerminkan terjadinya kegagalan fungsi regulasi, ekskresi
dan endokrin ginjal. Namun demikian, osteodistrofi ginjal dan anemia bukan
merupakan gambaran yang lazim terdapat pada gagal ginjal akut karena
awitannya akut.3
VIII.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap.
Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan
atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan
konservatif dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan
dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan
kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit ginjal stadium akhir atau gagal ginjal
terminal, dan satu-satunya pengobatan yang efektif adalah dialisis intermitten atau
transplantasi ginjal.3
1. Penatalaksanaan konservatif 3
Penentuan dan pengobatan penyebab
Pengoptimalan dan rumatan keseimbangan garam dan air
Koreksi obstruksi saluran kemih
Deteksi awal dan pengobatan infeksi
Pengendalian hipertensi
Diet rendah protein, tinggi kalori
Pengendalian keseimbangan elektrolit
Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang ginjal
Modifikasi terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal
Deteksi dan pengobatan komplikasi
2. Terapi penggantian ginjal 3
Hemodialisis
Dialisis peritoneal
Transplantasi ginjal
Alogaritma penanganan CKD18
Hitung GFR
GFR > 30 GFR <15
CKD Grade 5
GFR 15-29
CKD Grade 4
Non Dipstik proteinuria
Dipstik proteinuria
PCR <45 PCR 45-100 PCR >100
dengan dipstic hematuri, umur <50 tahun
Macro atau dengan dipstic hematuri, umur >50 tahun
Non dipstic hematuri
Segera Rujuk ke urologi
Diskusikan atau rujuk ke ahli Neprologi
dipstic hematuri
Non- dipstic hematuri
Rujuk ke sepesialis neprologi
Penangan awal CKD
Tidak ada tindakkann lanjutan
GFR >60 GFR 30-60GFR > 60 GFR 30-60
MANAGEMEN TERAPI18
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease ( CKD ) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
1. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
2. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
3. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
4. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Alur manajemen terapi pada klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan
terminal
Prinsip terapi konservatif :
1. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
2. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
3. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler
dan hipotensi.
4. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
6. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
7. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
8. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi
medis yang kuat.
Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
Kendalikan terapi ISK.
Diet protein yang proporsional.
Kendalikan hiperfosfatemia.
Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
Terapi hIperfosfatemia.
Terapi keadaan asidosis metabolik.
Kendalikan keadaan hiperglikemia.
Terapi alleviative gejala asotemia.
1. Pembatasan konsumsi protein hewani.
2. Terapi keluhan gatal-gatal.
3. Terapi keluhan gastrointestinal.
4. Terapi keluhan neuromuskuler.
5. Terapi keluhan tulang dan sendi.
6. Terapi anemia.
7. Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
( hiperkalemia ) :
1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin
( ESF : Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian
Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per
kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang
toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang
mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
1. HCT < atau sama dengan 20 %
2. Hb < atau sama dengan 7 mg5
3. Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high
output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV.
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat
pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan
lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa
diulang apabila diperlukan Pemberian obat Diphenhidramine 25-50 P.O
dan Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga
retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan
adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
Heart Disease reguler.
Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi,
tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
a) Restriksi garam dapur.
b) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
c) Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami
kegagalan fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada
dua jenis terapi :
Dialisis yang meliputi :
a) Hemodialisa
b) Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory Peritoneal
Dialisis ( CAPD ) atau Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan
( DPMB ).
c) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
IX. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul antara lain hipertensi, hiperkalemia, anemia,
asidosis, osteodistrofi ginjal, hiperurisemia, neuropati perifer, gagal jantung,
hiperfosfatemia, hipokalemia, hiperpatairoid, dan malnutrisi. 1,3
Gambar 8
Osteodistrofi ginjal: foto tibia-fibula posisi lateral pada pasien anak dengan gagal
ginjal kronik memperlihatkan distal tibia yang membengkok19
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW et al, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2007. h.570-573.
2. Rauf S, Dr.dr. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Makassar: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUH; 2000. h.73-75.
3. Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih. Dalam: Price
SA, Wilson LM, eds. Patofisiologi Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003. h.865, 867-868, 912, 917-918, 965.
4. Cotran RS, Rennke H, Kumar V. Ginjal dan Sistem Penyalurnya. In: Kumar,
Cotran, Robbins, editors. Buku Ajar Patologi Vol.2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG; 2007. h.590
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. h.462-464, 464, 502-503.
6. Dugdale DC, MD. Kidney Anatomy. (Online). 2010. [Cited: 23 Februari
2011]. Available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1101.htm
7. Tsugita A, et al. Human Kidney Glomerulus Proteome and Proposition of a
Method for Native Protein Profiling. (Online). [Cited: 23 Februari 2011].
Available from http://www.codata.org/codata02/05bio/Tsugita-slides.pdf
8. Corwin EJ, BSN, PhD. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1997. h.490-491.
9. Mansjoer A, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI; 1999. h.532.
10. Eisenberg RL, Margulis, AR. The Right Imaging Study: A Guide for
Phycians. Third Edition. New York: Spinger; 2008. h.282.
11. Budjang N. Traktus Urinaria. Dalam: Ekayuda I, ed. Radiologi
Diagnostik.Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h.283-289.
12. Eisenberg RL, Johnson, NM. Comprehensive Radiographic Pathology. USA:
Mosby; 2007. h.263-264.
13. Nadelo LA, et al. Kidney Transplantation, Surgical Complication: Imaging.
2010. (Online). [Cited: 24 Februari 2011]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/378801-imaging
14. D’Cunha PT, et al. Rapid resolution of Proteiuria of Native Kidney Origin:
Result. 2005. (Online). [Cited: 24 Februari 2011]. Available from
http://www.medscape.com/viewarticle/498010_3
15. Bernard NG. Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease. 2008.
(Online). [Cited: 24 desember 2012]. Available from
http://www.radpod.org/2008/01/01/autosomal-dominant-polycystic-kidney-
disease/
16. Mettler FA Jr, MD, MPH. Essential of Radiology. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2005. h.123.
17. Kabala JE. The Urogenital Tract: Anatomy and Investigation. In: David
Sutton, ed. E-book of Radiology and Imaging Volume 2. Seventh Edition.
Philadelphia: Elsevier; 2008. h. 976-977.
18. Alogaritmis of CKD diseases (acsess on 1 januari 2013)
http://www.clinbiochem.info/CKDsheffield2.pdf.
19. Klinel MJ, MD. Osteomalacia and Renal Osteodystrophy. (Online). 2010.
[Cited: 23 Februari 2011]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/392997-overview