gagal-ginjal-kronik

38
GAGAL GINJAL KRONIK I. Pendahuluan Pengertian penyakit ginjal kronik menurut beberapa ahli adalah: 1. Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia/ retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2001). 2. Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (wibowo, 2010). 3. Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan

Upload: shinta-wulandhari

Post on 12-Aug-2015

37 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

homework

TRANSCRIPT

Page 1: Gagal-Ginjal-Kronik

GAGAL GINJAL KRONIK

I. Pendahuluan

Pengertian penyakit ginjal kronik menurut beberapa ahli adalah:

1. Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)

merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible di

mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia/ retensi

urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2001).

2. Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal

yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau

fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus

(glomerular filtration rate/GFR) dengan manifestasi kelainan patologis

atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (wibowo,

2010).

3. Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi

yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif

dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, Setiyohadi,

Alwi, dkk, 2006).

Secara umum Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan

terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1 Gagal

ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yaitu kronik dan akut.

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan

lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), mengakibatkan tertumpuknya

sisa-sisa metabolik yang toksik serta gangguan keseimbangan air, elektrolit, dan

asam basa.2 Sebaliknya, gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau

minggu.3

Gagal ginjal kronik ditandai dengan uremia berkepanjangan.4 Gagal ginjal

kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron

ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan

Page 2: Gagal-Ginjal-Kronik

bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat menyebabkan

gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama menyerang

glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama menyerang

tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga

mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila

proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya

hancur dan diganti dengan jaringan parut. 3

Gagal ginjal terminal dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, namun empat

penyebab utama gagal ginjal terminal yaitu diabetes (34%), hipertensi (21%),

glomerulonefritis (17%), dan penyakit polikistik ginjal (3,5%)3

Terapi konservatif diberikan kepada penderita gagal ginjal kronik dengan

tujuan mencegah perburukan progresif ginjal dan mencegah timbulnya

komplikasi. Namun, pada stadium gagal ginjal terminal, terapi pengganti ginjal

merupakan terapi pilihan. 3

II. Insidens dan Epidemiologi

Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang

progresif dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Kegagalan ginjal

dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital menimbulkan keadaan yang disebut

uremia atau penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal disease, ESRD). ESRD

(didefinisikan sebagai individu yang terus menerus menjalani dialisis jangka

panjang atau transplantasi) adalah penyebab utama mortalitas dan morbiditas di

Amerika Serikat. Diabetes dan hipertensi bertanggungjawab terhadap proporsi

ESRD yang paling besar, terhitung secara berturut-turut sebesar 34% dan 21%

dari total kasus. Glomerulonefritis adalah penyebab ESRD tersering yang ketiga

(17%). Infeksi nefritis tubulointerstisial (pielonefritis kronik atau nefropati

refluks) dan penyakit ginjal polikistik (PKD) masing-masing terhitung sebanyak

3,4% dari ESRD (U.S Renal Data System, 2000). Dua puluh satu persen penyebab

ESRD sisanya relatif tidak sering terjadi.3

Data dari European Dialysis and Transplantation Association (EDTA)

menunjukkan penyebab gagal ginjal kronik dari 41.132 penderita yang didialisis

dan transplantasi adalah sebagai berikut:2

Page 3: Gagal-Ginjal-Kronik

1. Glomerulonefritis (48,4%)

2. Pielonefritis (19,8%)

3. Penyakit ginjal sistemik (8,4%)

4. Penyakit renovaskular (2,9%)

5. Nefropati obat (3,2%)

6. Hipoplasia kongenital (1,5%)

7. Nefropati herediter (1,5%)

8. Nekrosis korteks dan tubulus (0,6%)

9. Penyebab lain (11,7%)

Empat faktor risiko utama dalam perkembangan ESRD adalah usia, ras,

jenis kelamin dan riwayat keluarga. Insidensi gagal ginjal diabetikum sangat

meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. ESRD yang disebabkan oleh

nefropati hipertensi 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika

daripada orang Kaukasia. Secara keseluruhan, insidensi ESRD lebih besar pada

laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%) walaupun penyakit sistemik

tertentu pada ESRD (seperti diabetes mellitus dan SLE) lebih sering terjadi pada

perempuan. Riwayat keluarga adalah faktor risiko dalam perkembagan diabetes

mellitus dan hipertensi. PKD diwariskan secara dominan autosomal herediter, dan

terdapat berbagai variasi dari penyakit ginjal terkait-seks atau resesif yang jarang

terjadi. 3

III.Anatomi dan Fisiologi

Saluran kemih terdiri dari organ pembentuk urin, yaitu ginjal dan struktur-

struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal merupakan

sepasang organ berbentuk seperti kacang yang terletak di belakang rongga

abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis.5 Ginjal kanan sedikit lebih

rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya

terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi

iga kesebelas.3 Setiap ginjal dipasok (diperdarahi) oleh arteri renalis dan vena

renalis yang masing-masing masuk dan keluar ginjal di lekukan medial dan

menyebabkan organ ini berbentuk seperti buncis. Ginjal mengolah plasma yang

mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan-bahan

Page 4: Gagal-Ginjal-Kronik

tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin.

Setelah terbentuk, urin mengair ke sebuah rongga pengumpul sentral, pelvis

ginjal, yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat kedua ginjal.

Kemudian, urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos

yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal arteri dan vena renalis.

Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah kadung

kemih.5 Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12

inchi (25 hingga 30 cm). Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan urin ke vesika

urinaria.3 Vesika urinaria atau kandung kemih, yang menyimpan urin secara

temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan

volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraktil otot polos di

dindingnya.5 Vesika urinaria terletak di belakang simfisis pubis.3 Secara berkala,

urin dikosongkan dari vesika urinaria ke luar tubuh melalui uretra. Uretra pada

wanita berbentuk lurus dan pendek, berjalan secara langsung dari leher kandung

kemih ke luar tubuh. Pada pria, uretra jauh lebih panjang dan melengkung dari

kandung kemih ke luar tubuh, melewati kelenjar prostat dan penis.5 Panjang uretra

pada wanita sekitar 1½ inchi (4 cm) dan pada laki-laki sekitar 8 inchi (20 cm).

Muara uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius. 3

Gambar 1 Anatomi Ginjal6

Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran

makroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh

jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus yaitu

Page 5: Gagal-Ginjal-Kronik

daerah sebelah luar yang tampak granuler, korteks ginjal dan daerah bagian dalam

yang berupa segitiga bergaris-garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut

medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen

tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat. Bagian

dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler

berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang

melewatinya. Cairan yang sudah terfiltrasi ini kemudian mengalir ke komponen

tubulus nefron. Komponen tubulus berawal dari kapsul Bowman, suatu invaginasi

berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan

yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Dari kapsul Bowman, cairan yang

difiltrasi mengalir ke dalam tubulus proksimal, yang seluruhnya terletak di dalam

korteks dan sangat bergelung. Segmen berikutnya, lengkung Henle, membentuk

lengkung tajam berbentuk U yang terbenam ke dalam medulla ginjal yang

kemudian mengalir ke tubulus distal, selanjutnya ke duktus atau tubulus

pengumpul, dengan satu duktus pengumpul menerima cairan dari sekitar delapan

nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medulla

untuk mengosongkan cairan isinya (yang telah berubah menjadi urin) ke dalam

pelvis ginjal.5

Gambar 2

Struktur Nefron7

1. Glomerulus

2. Tubulus proksimal yang berkelok

3. Tubulus proksimal lurus

4. Lengkung Henle pars descendens

5. Lengkung Henle pars ascendens (tipis)

6. Lengkung Henle pars ascendens (tebal)

7. Apparatus juxtaglomerulus

8. Tubulus distal yang berkelok

9. Tubulus distal lurus

10. Tubulus pengumpul

Page 6: Gagal-Ginjal-Kronik

Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik

dan ekskretoriknya:5

Filtrasi glomerulus, perpindahan non-diskriminatif plasma bebas-protein dari

darah ke dalam tubulus

Reabsorpsi tubulus, perpindahan selektif konstiuen-konstituen tertentu dalam

filtrat ke darah kapiler peritubulus. Zat-zat utama yang secara aktif

direabsorpsi adalah Na+, sebagian besar elektrolit lain, dan nutrien organik,

misalnya glukosa dan asam amino. Zat terpenting yang direabsorpsi secara

pasif adalah Cl-, H2O dan urea.

Sekresi tubulus, perpindahan yang sangat spesifik zat-zat tertentu dari darah

kapiler peritubulus ke dalam cairan tubulus. Segala sesuatu yang difiltrasi atau

disekresikam tetapi tidak direabsorpsi akan diekskresikan sebagai urin

Ginjal melakukan berbagai fungsi yang ditujukan untuk mempetahankan

homeostasis. Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal:5

1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh

2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion cairan ekstraseluler,

termasuk Na+, Cl-, K+, HCO3-, Ca++, Mg++, SO4, PO4, dan H+.

3. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.

4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh dengan

menyesuaikan pengeluaran H+ an HCO3- melalui urin.

5. Memelihara osmolaritas berbagai cairan tubuh, terutama melalui

pengaturan keseimbangan H2O

6. Mengekskresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, misalnya

urea, asam urat dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat-zat sisa

tersebut bersifat toksik teruama bagi otak.

7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, zat penambah

pada makanan, pestisida, dan bahan-bahan eksogen non-nutrisi lainnya

yang berhasil masuk ke dalam tubuh.

8. Mensekresikan eritropoetin

9. Mensekresikan renin

10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Page 7: Gagal-Ginjal-Kronik

IV. Etiologi

Penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan

kelas seperti yang tercantum pada tabel berikut.

Tabel 1

Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik3

Klasifikasi Penyakit Penyakit

Penyakit infeksi tubulointerstisial Pielonefritis kronik atau refluks

nefropati

Penyakit peradangan Glomerulonefritis

Penyakit vaskular hipertensif Nefrosklrerosis benigna

Nefrosklerosis manigna

Stenosis asrteri renalis

Gangguan jaringan ikat Lupus eritematous sistemik

Poliarteritis nodosa

Sklerosis sistemik progresif

Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik

Asidosis tubulus ginjal

Penyakit metabolic Diabetes

Gout

Hiperparatiroidisme

Amiloidosis

Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik

Nefropati timah

Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,

neoplasma, fibrosis retroperitoneal

Traktus urinarius bagian bawah:

hipertrofi prostat, striktur uretra,

anomali kongenital leher vesika urinaria

dan uretra.

Page 8: Gagal-Ginjal-Kronik

V. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada penyakit

yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya, proses yang terjadi

kurang lebih sama.1 Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan

garam, dan penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian

ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi

klinis gagal ginjal krronik mungkin minimal karena nefron sisa yang sehat

mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan

kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya serta mengalami hipertrofi.8

Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional

nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang

diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini

mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan

intrakapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,

akhirnya diikuti oleh proses maladptasi berupa sklerosis nefron yang masih

tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang

progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1 Seiring dengan

peyusutan nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah

ginjal mungkin berkurang.8 Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-

aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,

sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-

angiotnsin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti

transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan

terhadap terjadinya penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya

sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.1

Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.

Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa

dan mencakup:2,8

Tahap I

Pada tahap ini penurunan fungsi ginjal tidak seberapa dan disebut Diminished

Renal Reserve/penurunan cadangan ginjal, di mana GFR turun 50% dari

Page 9: Gagal-Ginjal-Kronik

normal. Faal ekskresi dan reabsorpsi tubulus masih cukup baik untuk

mempertahankan homeostasis tubuh.

Tahap II

Tahap ini disebut insufisiensi ginjal, di mana GFR turun menjadi 20-35% dari

normal.nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri

karena beratnya beban yang mereka terima.

Tahap III

Gagal ginjal, di mana GFR kurang dari 20% normal, semakin banyak nefron

yang mati.

Tahap IV

Penyakit ginjal stadium akhir, di mana GFR menjadi kurang dari 5% dari

normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal

diteukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

Klasifikasi CKD (1,7)

Stadiu

m

Diskripsi LFG

1 Gangguan fungsi ginjal dengan LFG normal

atau meningkat

> 90

ml/menit

2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan

LFG

60-89

ml/menit

3 Penurunan sedang LFG 30-59

ml/menit

4 Penurunan berat LFG 15-29

ml/menit

5 Gagal ginjal <>

VI. Diagnosis

1. Gambaran Klinis

Page 10: Gagal-Ginjal-Kronik

Gejala-gejala klinis akibat gagal ginjal kronik dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Tabel 2

Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik 9,10

Umum Fatigue, malaise, gagal tumbuh, debil

Kulit Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia

Kepala dan leher Faktor uremik, lidah kering dan berselaput

Mata Fundus hipertensif, mata merah

Kardiovaskular Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis

uremik, penyakit vascular

Penapasan Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura

Gastrointestinal Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, colitis uremik,

diare

Kemih Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, peyakit ginjal yang

mendasarinya

Reproduksi Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,

ginekomastia, galaktore

Saraf Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk,

kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma

Tulang Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D

Sendi Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang

Hematologi Anemia, defisisensi imun, mudah mengalami perdarahan

Endokrin Multipel

Berdasarkan stadium gagal ginjal, gambaran klinis sebagai beikut: 2,8

Pada penurunan cadangan ginjal, tidak tampak gejala-gejala klinis.

Tidak jarang ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan urin rutin,

seperti misalnya ada hematuria mikroskopis, lekosituria.

Pada insufisiensi ginjal, dapat timbul poliuria karena ginjal tidak

mampu memekatkan urin. Mungkin penderita tampak lesu, lelah,

sakit kepala, anoreksia, nyeri di daerah abdomen, gangguan

pertumbuhan.

Page 11: Gagal-Ginjal-Kronik

Pada gagal ginjal, pengeluaran urin turun akibat GFR yang sangat

rendah. Hal ini menyebabkan peningkatan volume ketidakseimbangan

elektrolit, asidosis metabolik azotemia, dan uremia

Pada penyakit ginjal stadium akhir, terjadi azotemia dan uremia berat.

Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok merangsang

pernapasan. Timbul hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia,

essefalopati uremik, pruritus (gatal). Dapat terjadi gagal jantung

kongestif dan perikarditis. Tanpa pengobatan terjadi koma (koma

uremikum), kejang dan kematian.

Salah satu cara untuk mengetahui Klasifikasi stadium pada penyakit

ginjal ditentukan oleh nilai laju fltrasi glomerulus. Stadium yang lebih tinggi

menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.

“Nilai GFR merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal.” Nilai

ini dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD (modification of diet in

renal disease) sebagai berikut :

Dengan jalan mengukur; kadar kreatinin urin (U), volume urine /menit (V) dan

kadar kreatinin plasma (P) Kemudian dimasukkan dalam rumus Van Slyke

U X V

GFR = -------------------- ml/mnt

p

Dengan mengukur, kreatinin plasma (P), berat badan (BB), umur (U) Kemudian

dimasukkan dalam rumus Cockroft Gault

(140 – U ) X BB

GFR = -------------------------- ml/mnt

72 X P

Catatan : pada perempuan X 85%

Page 12: Gagal-Ginjal-Kronik

MDRD : Laju Filtrasi Glomerulus

= 186 x (Kreatinin Serum) -1,154 x (Umur) -0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210, jika

kulit hitam)

Pembagian klasifikasi adalah sebagai berikut : Pasien yang memiliki

GFR >90, tetapi memiliki fungsi ginjal yang normal, namun berada pada stadium

dengan risiko meningkat. Sedangkan GFR>90 namun terdapat kerusakan ginjal

atau proteinuria, fungsi ginjal memang masih normal, tapi penyakit ginjal kronik

sudah berada pada stadium 1. GFR dengan nilai 60-89, fungsi ginjal akan

mengalami penurunan ringan dan penyakit berada pada stadium 2. Sedangkan

stadium 3, jika GFR berada pada nilai 30-59 dan fungsi ginjal mengalami

penurunan sedang. Stadium 4, ginjal mengalami penurunan berat dengan nilai

GFR 15-29. Dan pasien dinyatakan gagal ginjal terminal jika GFR kurang dari 15

2. Gambaran Laboratoris 9

Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filtrasi

glomerulus. Pada gagal ginjal terminal, konsntrasi kreatinin di bawah 1

mmol/L. Konsentrasi ureum plasma kurang dapat dipercaya karena dapat

menurun pada diet rendah protein dan meninggi pada diet tinggi protein,

kekurangan garam dan keadaan katabolik. Biasanya konsentrasi ureum

pada gagal ginjal terminal adalah 20-60 mmol/L. Terdapat penurunan

bikarbonat plasma (15-25 mmol/L), penurunan pH, dan peningkatan anion

gap. Konsentrasi natrium biasanya normal, namun dapat meningkat atau

menurun akibat masukan cairan inadekuat atau berlebihan. Hiperkalemia

adalah tanda gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat masukan

berelebihan, asidosis tubular ginjal atau hiperaldosteronisme. Terdapat

peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium plasma.

Kemudian fosfatase alkali meningkat. Dapat terjadi peningkatan

parathormon pada hiperparatiroidisme. Pada pemeriksaan darah ditemukan

anemia normositik normokrom dan terdapat sel Burr pada uremia berat.

Leukosit dan trombosit masih dalam batas normal. Pemeriksaan

Page 13: Gagal-Ginjal-Kronik

mikroskopik urin menunjukkan kelainan sesuai penyakit yang

mendasarinya. Bersihan kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi

glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5ml/menit pada gagal ginjal

terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000 mg/hari.

3. Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologik penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Foto polos abdomen.

Setiap pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya dibuat terlebih dahulu

foto polos abdomen. Yang harus diperhatikan pada foto ini adalah

bayangan, besar (ukuran), dan posisi kedua ginjal. Dapat pula dilihat

kalsifikasi dalam kista dan tumor batu radioopak dan perkapuran

dalam ginjal.11 Pada gagal ginjal kronik bisa tampak radioopak,1

kalsifikasi renal bilateral (nefrokalsinosis), atau obstruksi batu uretra. 12

Gambar 3

Foto polos abdomen posisi lateral. Gagal ginjal kronik. Panah hitam:

osteodistrofi ginjal. Panah putih: kalsifikasi aorta dan cabang arteri-

arteri besar. 13

b. Pielografi intravena (IVP)

Pemeriksaan IVP memerlukan persiapan, yaitu malam sebelum

pemeriksaan diberikan kastor oli (chatarsis) atau laksans untuk

membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal. Untuk

mendapatkan keadaan dehidrasi ringan, pasien tidak diberikan cairan

(minum) mulai dari jam 10 malam sebelum pemeriksaan. Usus akan

Page 14: Gagal-Ginjal-Kronik

berpindah sehingga bayangan kedua ginjal dapat dilihat melalui

lambung yang terisi gas. Bahan kontras Conray (Meglumine

iothalamat 60% atau hypaque sodium/sodium diatrizoate 50%),

urografin 60 atau 75 mg% (methyl glucamine diatrizoate), dan

urografin 60-70 mg%. Sebelum pasien disuntik urografin 60 mg%

harus dilakukan terlebih dahulu uji kepekaan. Dapat berupa pengujian

subkutan atau intravena. Dosis urografin 60 mg% untuk orang dewasa

adalah 20 ml. Tujuh menit setelah penyuntikan dibuat fllm bucky

antero-posterior abdomen. Foto berikutnya diulangi pada 15, 30 menit

dan 1 jam. Sebaiknya segera setelah pasien disuntik kontras, kedua

ureter dibendung, baru dibuat foto 7 menit. Kemudian bendungan

dibuka, langsung dibuat foto di mana diharapkan kedua ureter terisi.

Dilanjutkan dengan foto 15, 30 menit. Pada kasus tertentu dibuat foto

6, 12, dan 24 jam.11

Pada gagal ginjal kronik, IVP sering dikhawatirkan dapat

menimbulkan pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah

mengalami kerusakan, juga kontras yang sering tidak bisa melewati

filter gromelurus.1

c. Pielografi antegrade atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.

Indikasi pielografi retrograde adalah untuk melihat anatomi traktus

urinarius bagian atas dan lesi-lesinya. Hal ini dikerjakan apabila IVP

tidak berhasil menyajikan anatomi dan lesi-lesi traktus urinarius bagian

atas. Keistimewaan pielografi retrograde berguna untuk melihat fistel.

Pielografi retrograde memerlukan prosedur sistoskopi. Kateter

dimasukkan oleh seorang ahli urologi. Kerjasama antara ahli urologi

dan radiologi diperlukan, karena waktu memasukkan kontras, posisi

pasien dapat dipantau (dimonitor) denga fluoroskopi atau televisi.

Udara dalam kateter dikeluarkan, kemudian 25% bahan kontras yang

mengandung jodium disuntikkan, dengan dosis 5-10 ml, ini di bawah

pengawasan fluoroskopi. Harus dicegah pengisian yang berlebihan,

sebab risiko ekstravasasi ke dalam sinus renalis atau intravasasi ke

dalam kumpulan tubulus. Ekstravasasi kontras dapat menutupi bagian-

Page 15: Gagal-Ginjal-Kronik

bagian yang halus dekat papilla. Rutin dibuat proyeksi frontal dan

oblik. Kemudian kateter diangkat di akhir pemeriksaan, lalu dibuat

foto polos abdomen. Jika ada obstruksi dibuat lagi foto 15 menit

kemudian.11

d. Ultrasonografi

Gelombang suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) akan diarahkan ke

abdomen dipantulkan oleh permukaan jaringan yang densitasnya

berbeda-beda. Pada gagal ginjal kronik, ginjal bisa memperlihatkan

ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya

hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi 1

Gambar 4

Gagal ginjal kronik: ginjal mengecil dan korteks menipis18

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada

indikasi.1 Renografi merupakan teknik asli dari proses penilaian ginjal

memakai radionuklida menggunakan hipuran 131I yang diekskresi oleh

sekresi tubulus. Pencitraan radionuklida digunakan untuk berbagai

tujuan tertentu dalam penilaian ginjal, tetapi kegunaannya yang utama

adalah untuk mengevaluasi tranplantasi ginjal.3

Gambar 5

Page 16: Gagal-Ginjal-Kronik

Renogram: Gagal ginjal (A) sebelum tranplantasi (B) sesudah

tranplantasi14

f. CT-Scan

Pada CT, ginjal akan tampak transversal oval pada kedua kutub dan

bayagan bulan sabit di daerah hilus. Densitas parenkim 10-30 HU

(Hounsfield) bergantung pada stadium hidrasi. Pada foto polos tampak

densitas yang homogen. Dengan menyuntikkan kontras urografin 50 ml,

maka di daerah korteks tampak opak, medula piramid tampak tampak

hipodens pada fase arterial yang dini.11 Rata-rata pada pasien gagal ginjal

kronik dan uremia, tomography menghasilkan opasifikasi yang cukup dari

ginjal yang bernilai diagnostik. Akan tetapi, jarang dibutuhkan karena

informasi yang diberikan sama dengan yang dihasilkan ultrasonografi dan

pyelografi retrograde. 12

Gambar 6

CT Scan: Laki-laki 53 tahun dengan PKD dan gagal ginjal kronik15

Foto radiologi diindikasikan pada pasien dengan oliguria yang tidak dapat

dijelaskan atau gangguan fungsi/gagal ginjal yang onsetnya baru (kreatinin serum

>2 mg/dl). Pertanyaan klinis yang paling sering muncul adalah apakah gagal

ginjal ini disebabkan oleh obstruksi atau penyakit ginjal yang diakibatkan obat-

obatan. Karena kontras yang digunakan dalam IVP maupun CT Scan dapat

menurunkan fungsi ginjal, maka pemeriksaan radiologi pilihan untuk gagal ginjal

kronik yaitu ultrasonografi.16,17 Selain itu, dengan ultrasonografi dapat dilakukan

Page 17: Gagal-Ginjal-Kronik

penilaian terhadap ukuran ginjal sebab ultrasonografi merupakan prosedur pilihan

yang digunakan untuk menilai ukuran ginjal 10 . Ultrasonografi akan

memperlihatkan lokasi dan ukuran kedua ginjal. Ukuran ginjal yang normal pada

gagal ginjal menunjukkan kondisi akut. Ginjal yang kecil mengindikasikan

adanya keadaan kronis.17 Gagal ginjal kronik mengakibatkan ginjal menyusut.18

Ultrasonografi juga memperlihatkan ada tidaknya lesi fokal pada ginjal atau kista

ginjal yang difus, kalsifikasi, juga dapat digunakan untuk mengetahui lokasi ginjal

untuk biopsi ginjal prekutaneus.12,17 Normalnya, korteks ginjal memiliki densitas

ekoik yang sama dengan hepar atau sedikit lebih ekoik dibading jaringan hepar.

Pada gagal ginjal kronik, korteks ginjal menipis dan pada gagal ginjal terminal,

ginjal akan terlihat lebih kecil lagi dan hiperekoik sehingga akan sulit dibedakan

dengan jaringan di sekitarnya.18 Pada kasus penyakit ginjal akibat obat-obatan,

korteks ginjal akan lebih ekoik dibanding hepar. Hal ini mungkin merupakan hasil

dari fibrosis dan scarring.16

Gambar 7

Gagal ginjal kronik: penipisan korteks dengan densitas ekoik yang normal

(sebelah kanan) atau hiperekoik (sebelah kiri)18

Page 18: Gagal-Ginjal-Kronik

VII. Diagnosis Banding

Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan

fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang

menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang

menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak

0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam

beberapa hari. Gagal ginjal akut biasanya disetai oleh oligouria. Gagal ginjal akut

menyebabkan timbulnya gejala dan tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal

ginjal kronik, yang mencerminkan terjadinya kegagalan fungsi regulasi, ekskresi

dan endokrin ginjal. Namun demikian, osteodistrofi ginjal dan anemia bukan

merupakan gambaran yang lazim terdapat pada gagal ginjal akut karena

awitannya akut.3

VIII.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap.

Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan

atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan

konservatif dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan

dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan

kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit ginjal stadium akhir atau gagal ginjal

terminal, dan satu-satunya pengobatan yang efektif adalah dialisis intermitten atau

transplantasi ginjal.3

1. Penatalaksanaan konservatif 3

Penentuan dan pengobatan penyebab

Pengoptimalan dan rumatan keseimbangan garam dan air

Koreksi obstruksi saluran kemih

Deteksi awal dan pengobatan infeksi

Pengendalian hipertensi

Diet rendah protein, tinggi kalori

Pengendalian keseimbangan elektrolit

Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang ginjal

Modifikasi terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal

Page 19: Gagal-Ginjal-Kronik

Deteksi dan pengobatan komplikasi

2. Terapi penggantian ginjal 3

Hemodialisis

Dialisis peritoneal

Transplantasi ginjal

Alogaritma penanganan CKD18

Hitung GFR

GFR > 30 GFR <15

CKD Grade 5

GFR 15-29

CKD Grade 4

Non Dipstik proteinuria

Dipstik proteinuria

PCR <45 PCR 45-100 PCR >100

dengan dipstic hematuri, umur <50 tahun

Macro atau dengan dipstic hematuri, umur >50 tahun

Non dipstic hematuri

Segera Rujuk ke urologi

Diskusikan atau rujuk ke ahli Neprologi

dipstic hematuri

Non- dipstic hematuri

Rujuk ke sepesialis neprologi

Penangan awal CKD

Tidak ada tindakkann lanjutan

GFR >60 GFR 30-60GFR > 60 GFR 30-60

Page 20: Gagal-Ginjal-Kronik

MANAGEMEN TERAPI18

1. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal

Desease ( CKD ) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

1. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

2. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

3. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

4. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

5. Alur manajemen terapi pada klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan

terminal

Prinsip terapi konservatif :

1. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.

2. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

3. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler

dan hipotensi.

4. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

5. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

6. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

7. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.

8. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi

medis yang kuat.

Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

Kendalikan terapi ISK.

Diet protein yang proporsional.

Kendalikan hiperfosfatemia.

Page 21: Gagal-Ginjal-Kronik

Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

Terapi hIperfosfatemia.

Terapi keadaan asidosis metabolik.

Kendalikan keadaan hiperglikemia.

Terapi alleviative gejala asotemia.

1. Pembatasan konsumsi protein hewani.

2. Terapi keluhan gatal-gatal.

3. Terapi keluhan gastrointestinal.

4. Terapi keluhan neuromuskuler.

5. Terapi keluhan tulang dan sendi.

6. Terapi anemia.

7. Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik

Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+

( hiperkalemia ) :

1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan

7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b. Anemia

1). Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin

( ESF : Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian

Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per

kg BB.

2). Anemia hemolisis

Page 22: Gagal-Ginjal-Kronik

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang

toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.

3). Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan

kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang

mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi

alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

1. HCT < atau sama dengan 20 %

2. Hb < atau sama dengan 7 mg5

3. Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high

output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

a) Hemosiderosis

b) Supresi sumsum tulang

c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV.

e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana

transplantasi ginjal.

c. Kelainan Kulit

1). Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat

pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

a) Bersifat subyektif

b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan

lichen symply

Page 23: Gagal-Ginjal-Kronik

Beberapa pilihan terapi :

a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa

diulang apabila diperlukan Pemberian obat Diphenhidramine 25-50 P.O

dan Hidroxyzine 10 mg P.O

2). Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga

retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan

adalah tindakan dialisis.

d. Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya :

Heart Disease reguler.

Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

Operasi sub total paratiroidektomi.

e. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi,

tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :

a) Restriksi garam dapur.

b) Diuresis dan Ultrafiltrasi.

c) Obat-obat antihipertensi.

3. Terapi pengganti

Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami

kegagalan fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada

dua jenis terapi :

Dialisis yang meliputi :

a) Hemodialisa

Page 24: Gagal-Ginjal-Kronik

b) Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory Peritoneal

Dialisis ( CAPD ) atau Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan

( DPMB ).

c) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

IX. Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul antara lain hipertensi, hiperkalemia, anemia,

asidosis, osteodistrofi ginjal, hiperurisemia, neuropati perifer, gagal jantung,

hiperfosfatemia, hipokalemia, hiperpatairoid, dan malnutrisi. 1,3

Gambar 8

Osteodistrofi ginjal: foto tibia-fibula posisi lateral pada pasien anak dengan gagal

ginjal kronik memperlihatkan distal tibia yang membengkok19

Page 25: Gagal-Ginjal-Kronik

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW et al, eds. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2007. h.570-573.

2. Rauf S, Dr.dr. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Makassar: Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUH; 2000. h.73-75.

3. Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih. Dalam: Price

SA, Wilson LM, eds. Patofisiologi Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2003. h.865, 867-868, 912, 917-918, 965.

4. Cotran RS, Rennke H, Kumar V. Ginjal dan Sistem Penyalurnya. In: Kumar,

Cotran, Robbins, editors. Buku Ajar Patologi Vol.2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran ECG; 2007. h.590

5. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Edisi 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. h.462-464, 464, 502-503.

6. Dugdale DC, MD. Kidney Anatomy. (Online). 2010. [Cited: 23 Februari

2011]. Available from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1101.htm

7. Tsugita A, et al. Human Kidney Glomerulus Proteome and Proposition of a

Method for Native Protein Profiling. (Online). [Cited: 23 Februari 2011].

Available from http://www.codata.org/codata02/05bio/Tsugita-slides.pdf

8. Corwin EJ, BSN, PhD. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 1997. h.490-491.

9. Mansjoer A, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

FKUI; 1999. h.532.

10. Eisenberg RL, Margulis, AR. The Right Imaging Study: A Guide for

Phycians. Third Edition. New York: Spinger; 2008. h.282.

Page 26: Gagal-Ginjal-Kronik

11. Budjang N. Traktus Urinaria. Dalam: Ekayuda I, ed. Radiologi

Diagnostik.Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h.283-289.

12. Eisenberg RL, Johnson, NM. Comprehensive Radiographic Pathology. USA:

Mosby; 2007. h.263-264.

13. Nadelo LA, et al. Kidney Transplantation, Surgical Complication: Imaging.

2010. (Online). [Cited: 24 Februari 2011]. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/378801-imaging

14. D’Cunha PT, et al. Rapid resolution of Proteiuria of Native Kidney Origin:

Result. 2005. (Online). [Cited: 24 Februari 2011]. Available from

http://www.medscape.com/viewarticle/498010_3

15. Bernard NG. Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease. 2008.

(Online). [Cited: 24 desember 2012]. Available from

http://www.radpod.org/2008/01/01/autosomal-dominant-polycystic-kidney-

disease/

16. Mettler FA Jr, MD, MPH. Essential of Radiology. Philadelphia: Elsevier

Saunders; 2005. h.123.

17. Kabala JE. The Urogenital Tract: Anatomy and Investigation. In: David

Sutton, ed. E-book of Radiology and Imaging Volume 2. Seventh Edition.

Philadelphia: Elsevier; 2008. h. 976-977.

18. Alogaritmis of CKD diseases (acsess on 1 januari 2013)

http://www.clinbiochem.info/CKDsheffield2.pdf.

19. Klinel MJ, MD. Osteomalacia and Renal Osteodystrophy. (Online). 2010.

[Cited: 23 Februari 2011]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/392997-overview