penyakit ginjal kronik
DESCRIPTION
acTRANSCRIPT
Penyakit Ginjal Kronik
I. Definisi ipd
Penyakit ginjal kronik adalah suato proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Batasan penyakit ginjal
kronik:1.2
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
II. Klasifikasi ipd
Klasifikasi CKD berdasarkan derajat (stage) penyakit dan diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit berpatokan pada LFG (tabel 1) yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
Pada wanita x 0,85)
1
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3
Derajat Penjelasan LFG
(mL/menit/1,73m2)
What happen ?
1 Kerusakan ginjal
dengan LFG normal
atau ↑
≥ 90 Stadium paling dini, kehilangan renal reserve,
perlahan tapi pasti, penurunan fungsi nefron secara
progresif
2 Kerusakan ginjal
dengan LFG ↓
ringan
60-89 Asimptomatik, peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum
3 Kerusakan ginjal
dengan LFG ↓
sedang
30-59 Simptomatik, nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang, BB turun
4 Kerusakan ginjal
dengan LFG ↓ berat
15-29 Gejala dan tanda uremia yang nyata : anemia,
peningkatan tek.darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah. Mudah terinfeksi
ISK, inf.saluran nafas, inf.saluran cerna. Hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit
natrium dan kalium.
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis Gejala dan komplikasi yang lebih serius, perlu renal
replacement therapy : dialis atau transplantasi ginjal
Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
2
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracuna obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
III. Etiologi dan Epidemiologi (IPD)
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara
berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per
tahun.1
Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)
1. Diabetes melitus 44%
Tipe 1 (7%)
Tipe 2 (37%)
2. Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
3. Glomerulonefritis 10%
3
4. Nefritis interstitialis 4%
5. Kista dan penyakit bawaan lain 3%
6. Penyakit sistemik (misal, lupus dan vaskulitis) 2%
7. Neoplasma 2%
8. Tidak diketahui 4%
9. Penyakit lain 4%
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7
1. Glomerulonefritis 46,39%
2. Diabetes Mellitus 18,65%
3. Obstruksi dan infeksi 12,85%
4. Hipertensi 8,46%
5. Sebab lain 13,65%
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2
IV. Faktor risiko harri
Faktor yang meningkatkan risiko pada penyakit ginjal kronik, meskipun pada individu
dengan GFR yang normal, antara lain : diabetes mellitus, hipertensi, penyakit autoimun, usia
lanjut, keturunan African, riwayat keluarga penderita penyakit ginjal, episode gagal ginjal
sebelumnya, keberadaan proteinuria, sedimen urin yang abnormal, struktur traktus urinarius
yang abnormal. (Harri)
V.1. Pathophysiology of Chronic Kidney Disease
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
4
masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual
untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun interstitial.1
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium
ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.1
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini
kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin
serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila
penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada
5
stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh
kegagalan pemekatan) mulai timbul..1
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium
akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron
telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10%
dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok
sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi
isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya
menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus
meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan
biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium,
tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
V.2. Pathophysiology and Biochemistry of Uremia
Meskipun konsentrasi urea dan kreatinin serum digunakan untuk mengukur kapasitas
ekskretoris pada ginjal , akumulasi dari dua molekul ini sendiri tidak menjelaskan banyak
gejala dan tanda yang menjadi ciri sindrom uremik pada gagal ginjal lanjut . Ratusan racun
yang terakumulasi pada gagal ginjal telah terlibat dalam sindrom uremik . Ini termasuk yang
larut dalam air , hidrofobik , protein - terikat , biaya, dan bermuatan senyawa . Kategori
tambahan dari produk ekskretoris nitrogen meliputi senyawa guanidino , urat dan hippurates ,
6
produk metabolisme asam nukleat , poliamina , myoinositol , fenol , benzoat , dan indoles .
Senyawa dengan massa molekul antara 500 dan 1500 Da , yang disebut molekul menengah ,
juga ditahan dan berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas . Dengan demikian jelas
bahwa konsentrasi serum urea dan kreatinin harus dilihat sebagai indikator yang mudah
diukur , tapi tidak lengkap , serta pemantauan tingkat urea dan kreatinin pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal merupakan penyederhanaan besar untuk pengukuran uremik .
Sindrom uremik dan keadaan penyakit yang berhubungan dengan gangguan ginjal
berat melibatkan lebih dari gagal ginjal ekskretoris . Sejumlah metabolik dan endokrin fungsi
yang biasanya dilakukan oleh ginjal juga terganggu atau ditekan , dan ini menyebabkan
anemia , kekurangan gizi , dan metabolisme normal karbohidrat , lemak , dan protein . Selain
itu, tingkat plasma dari banyak hormon , termasuk PTH , FGF - 23 , insulin , glukagon ,
hormon steroid termasuk vitamin D dan hormon seks , dan prolaktin , perubahan dengan
gagal ginjal sebagai akibat dari retensi urin , penurunan degradasi , atau peraturan abnormal.
Akhirnya , gangguan ginjal progresif dikaitkan dengan memburuknya peradangan sistemik .
Peningkatan kadar protein C - reaktif terdeteksi bersama dengan reaktan fase akut lainnya,
sementara negatif reaktan fase akut , seperti albumin dan fetuin , menurun dengan gangguan
ginjal progresif , bahkan pada penyakit ginjal nonproteinuric . Dengan demikian , peradangan
yang terkait dengan gangguan ginjal adalah penting dalam sindrom malnutrition-
inflammation-atherosclerosis/calcification , yang pada gilirannya memberikan kontribusi
untuk percepatan penyakit pembuluh darah dan tingkat komorbiditas yang terkait dengan
penyakit ginjal lanjut .
Singkatnya , patofisiologi sindrom uremik dapat dibagi menjadi manifestasi dalam
tiga bidang disfungsi : ( 1 ) akumulasi racun yang biasanya akan di ekskresi oleh ginjal ,
7
termasuk produk-produk dari metabolisme protein ; ( 2 ) hilangnya fungsi ginjal lainnya,
seperti homeostasis cairan dan elektrolit dan regulasi hormon ; dan ( 3 ) inflamasi sistemik
progresif dan pembuluh darah dan akibatnya gizi
VI. Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: 1,2,7
a. Kelainan hemopoeisis DONE
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan
pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan
oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah
defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), hiperparatiroid
yang berat dengan sumsum tulung fibrosis, masa hidup eritrosit yang pendek akibat
lingkungan yang uremic, defisiensi asam folat dan vit B12, toksisitas aluminium, proses
inflamasi akut ataupun kronik.1
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab
lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan.
Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak
cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal.
Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1
b. Kelainan saluran cerna DONE
Terdapat Uremic fetor, urin-like odor on the breath, yang berasal dari pemecahan urea
menjadi ammonia di saliva dan biasanya terdapat rasa perak pada mulut (dysgeusia). Mual
8
dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal. Pasien-pasien ini juga rentan terhadap sembelit, yang dapat
diperburuk oleh administrasi kalsium dan suplemen zat besi
c. Kelainan kulit DONE
Pasien dengan defek pada hemostasis akan menunjukan ecchymoses yang multiple.
Pruritus cukup umum. Pada pasien penyakit ginjal kronik tingkat lanjut, meskipun sudah di
dialysis, kulit pasien menjadi lebih berpigmen dan hal ini menunjukan deposisi dari pgimen
metabolit yang tertahan, atau urochromes. Yang dilakukan pertama kali adalah untuk
menyingkirkan gangguan kulit yang tidak terkait, seperti kudis, karena pasien mengeluh gatal
pada kulit. Terapi EPO awalnya dilaporkan untuk meningkatkan uremic pruritus, meskipun
itu tidak selalu terjadi. Pelembab lokal, glukokortikoid topikal ringan, antihistamin oral, dan
radiasi ultraviolet telah dilaporkan untuk membantu.
d. Kelainan neuromuscular DONE
Manifestasi awal dari komplikasi CNS adalah gangguan ringan pada memory dan
konsentrasi serta gangguan tidur; neuromuscular irritable, cegukan, keram, dan fasikulasi
atau twitching pada otot. Pada gagal ginjal yang tidak teratasi, asterixi, myoclonus, seizures,
dan coma bisa terlihat.
f. Kelainan kardiovaskular DONE
Ischemic Vascular Disease
Setiap derajat pada penyakit ginjal kronik adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung
iskemik, termasuk oklusif koroner, serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Peningkatan prevalensi penyakit pembuluh darah pada pasien CKD berasal dari kedua faktor
9
risiko tradisional ("klasik") dan non-tradisional (CKD-terkait). Faktor risiko tradisional
termasuk hipertensi, hipervolemia, dislipidemia, overaktivitas simpatik, dan
hyperhomocysteinemia. Faktor risiko-CKD terkait terdiri dari anemia, hiperfosfatemia,
hiperparatiroidisme, sleep apnea, dan peradangan umum.
Heart Failure
Fungsi jantung abnormal sekunder untuk iskemia miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan frank
kardiomiopati, dalam kombinasi dengan retensi garam dan air yang dapat dilihat dengan
CKD, sering mengakibatkan gagal jantung atau bahkan episode edema paru. Gagal jantung
dapat menjadi konsekuensi dari diastolik atau disfungsi sistolik, atau keduanya. Suatu bentuk
"tekanan rendah" edema paru juga dapat terjadi di CKD lanjut, manifestasi dengan sesak
napas dan gambaran edema alveolar "bat wing" pada thorax x-ray. Temuan ini dapat terjadi
bahkan tanpa adanya ECFV berlebihan dan berhubungan dengan tekanan kapiler pulmoner
normal atau sedikit meningkat. Proses ini telah dianggap berasal dari peningkatan
permeabilitas membran kapiler alveolar sebagai manifestasi dari negara uremik, dan
menanggapi dialisis. Faktor risiko-CKD terkait lainnya, termasuk anemia dan apnea tidur,
dapat berkontribusi pada risiko gagal jantung.
Hypertension and Left Ventricular Hypertrophy
Hipertensi merupakan salah satu komplikasi yang paling umum dari CKD. Ini biasanya
terjadi lebih awal selama CKD dan dikaitkan dengan hasil yang merugikan, termasuk
perkembangan hipertrofi ventrikel dan kerugian yang lebih cepat dari fungsi ginjal. Banyak
penelitian telah menunjukkan hubungan antara tingkat tekanan darah dan laju perkembangan
penyakit ginjal diabetes dan non-diabetes. Hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi
cardiomyopathy adalah salah satu faktor risiko terkuat untuk morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular pada pasien dengan CKD dan dianggap berkaitan terutama, tetapi tidak
eksklusif, hipertensi berkepanjangan dan ECFV overload. Selain itu, anemia dan penempatan
10
fistula arteriovenosa untuk hemodialisis dapat menghasilkan keadaan curah jantung tinggi
dan gagal jantung konsekuen.
Pericardial Disease
Nyeri dada dengan aksentuasi pernapasan, disertai dengan friction rub, merupakan diagnostik
perikarditis. Elektrokardiografi kelainan klasik termasuk PR interval depresi dan diffuse ST-
segmen elevasi. Pericarditis dapat disertai efusi perikardial yang terlihat pada ekokardiografi
dan jarang dapat menyebabkan tamponade. Namun, efusi perikardial dapat asimtomatik, dan
perikarditis dapat dilihat tanpa efusi signifikan.
Perikarditis ditemui pada penderita uremia berat. Sekarang lebih sering diamati pada
underdialyzed, pasien nonadherent dibandingkan mereka yang memulai dialisis.
g. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Disorders
Sodium and Water Homeostasis
Banyak bentuk penyakit ginjal (misalnya , glomerulonefritis ) mengganggu keseimbangan
glomerulotubular ini sehingga asupan makanan natrium melebihi ekskresi urin ,
menyebabkan retensi natrium dan ekspansi volume cairan ekstraseluler ( ECFV ). Ekspansi
ini dapat menyebabkan hipertensi , yang dengan sendirinya dapat mempercepat cedera nefron
. Selama asupan air tidak melebihi kapasitas untuk pembersihan air , perluasan ECFV akan
isotonik dan pasien akan memiliki konsentrasi natrium plasma normal dan osmolalitas
efektif. Hiponatremia tidak umum terlihat pada pasien CKD tetapi , ketika hadir , dapat
merespon dengan pembatasan air . Jika pasien memiliki bukti ekspansi ECFV ( edema perifer
, kadang-kadang hipertensi kurang responsif terhadap terapi ) , ia harus diberi konseling
mengenai pembatasan garam . Diuretik thiazide telah utilitas terbatas dalam tahap 3-5 CKD ,
sehingga pemberian diuretik lingkaran , termasuk furosemide , bumetanide , atau torsemide ,
mungkin juga diperlukan . Resistensi terhadap diuretik loop pada gagal ginjal seringkali
mengharuskan penggunaan dosis yang lebih tinggi daripada yang digunakan pada pasien
11
dengan fungsi ginjal mendekati normal . Kombinasi diuretik loop dengan metolazone , yang
menghambat natrium klorida co - transporter dari tubulus distal , dapat membantu efek
ekskresi garam ginjal . Resistensi diuretik berkelanjutan dengan edema bandel dan hipertensi
pada CKD maju dapat berfungsi sebagai indikasi untuk memulai dialisis .
Potassium Homeostasis
Pada CKD , penurunan GFR tidak selalu disertai dengan penurunan ekskresi potassium urin ,
yang sebagian besar dimediasi oleh peristiwa sekresi aldosteron tergantung di segmen nefron
distal . Pertahanan lain terhadap retensi kalium pada pasien ini ditambah ekskresi kalium
dalam saluran pencernaan . Meskipun dua tanggapan ini homeostatis , hiperkalemia dapat
diendapkan dalam pengaturan tertentu . Ini termasuk peningkatan asupan makanan kalium ,
katabolisme protein , hemolisis , perdarahan , transfusi sel darah merah yang disimpan , dan
asidosis metabolik . Selain itu, sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi potassium
ginjal . Obat-obatan yang paling penting dalam hal ini termasuk angiotensin - converting
enzyme ( ACE ) inhibitor , angiotensin receptor blocker ( ARB ) , dan spironolactone dan
diuretik hemat kalium lainnya seperti amilorid , eplerenone , dan triamterene
Metabolic Acidosis
Asidosis metabolik adalah gangguan umum di CKD berat . Sebagian besar pasien
masih dapat mengasamkan urin , tetapi mereka menghasilkan lebih sedikit amonia dan, tidak
dapat mengekskresikan jumlah normal proton dalam kombinasi dengan sistem buffer kemih
ini . Hiperkalemia menekan produksi amonia . Kombinasi hiperkalemia dan asidosis
metabolik hiperkloremik sering ditemukan di tahap awal CKD ( tahap 1-3 ) , pada pasien
dengan nefropati diabetes atau pada mereka dengan penyakit tubulointerstitial dominan atau
uropati obstruktif ; ini adalah non - anion - gap asidosis metabolik. Pengobatan hiperkalemia
dapat meningkatkan produksi amonia ginjal , meningkatkan generasi ginjal bikarbonat , dan
meningkatkan asidosis metabolik .
12
Dengan memburuknya fungsi ginjal , total bersih ekskresi asam harian kemih biasanya
terbatas pada 30-40 mmol , dan anion asam organik dipertahankan maka dapat menyebabkan
asidosis metabolik anion - gap . Dengan demikian, asidosis metabolik non - anion - gap yang
dapat dilihat dalam tahap awal CKD akan berubah menjadi asidosis metabolik anion - gap
sebagaimana CKD berlangsung . Pada kebanyakan pasien , asidosis metabolik ringan dengan
pH < 7.35 jarang dan biasanya dapat diperbaiki dengan suplemen natrium bikarbonat oral.
Studi hewan dan manusia menyatakan bahwa derajat awal asidosis metabolik dapat
berhubungan dengan perkembangan katabolisme protein . Suplementasi alkali mungkin
memperbaiki keadaan katabolik dan perkembangan CKD serta dianjurkan bila konsentrasi
serum bikarbonat turun di bawah 20-23 mmol / L. Beban natrium perlu mendapatkan
perhatian terhadap status volume dan kebutuhan potensial; agen diuretik turut
dipertimbangkan.
VII. Pendekatan Diagnosis
Pendekatan diagnosis penyakit ginjal kronik (CKD) dilihat dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.1,6
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
13
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan
pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;
ii) sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
chlorida).1
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin,
hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi
proteinuria, hematuri, leukosuria, dan silinder.1
14
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1
1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
VIII. Penatalaksanaan1,2,3,7
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
a.Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
15
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50
u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian
menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga
kali dalam seminggu.8
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
16
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym
Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui
berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan
antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan
kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi,
dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbanagan elektrolit.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
17
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan
terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk
dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan
paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10
mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal
IX. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan
18
terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan
mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium
akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani
dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%),
kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).2
X. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan
pengendalian berat badan.3
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK,
Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5 Jilid II. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. hlm 1035-1040.
2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.
medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2011.
3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 05 Februari
2011.
4. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.
com/article/777272-overview, 22 Agustus 2010.
5. Editorial. Tekanan Darah Tinggi. Diunduh dari:
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi, 05 Februari 2011.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,
Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan
Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70.
7. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of
Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.
8. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta:
CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.
20