penyakit ginjal kronik

32
Penyakit Ginjal Kronik I. Definisi ipd Penyakit ginjal kronik adalah suato proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Batasan penyakit ginjal kronik: 1.2 1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. II. Klasifikasi ipd 1

Upload: kartika-eda-clearesta

Post on 01-Feb-2016

32 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ac

TRANSCRIPT

Page 1: penyakit ginjal kronik

Penyakit Ginjal Kronik

I. Definisi ipd

Penyakit ginjal kronik adalah suato proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan

gagal ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua

organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Batasan penyakit ginjal

kronik:1.2

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau

tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

Kelainan patologis

Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau

urin, atau kelainan dalam tes pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

II. Klasifikasi ipd

Klasifikasi CKD berdasarkan derajat (stage) penyakit dan diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit berpatokan pada LFG (tabel 1) yang dihitung

dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

Pada wanita x 0,85)

1

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3

Page 2: penyakit ginjal kronik

Derajat Penjelasan LFG

(mL/menit/1,73m2)

What happen ?

1 Kerusakan ginjal

dengan LFG normal

atau ↑

≥ 90 Stadium paling dini, kehilangan renal reserve,

perlahan tapi pasti, penurunan fungsi nefron secara

progresif

2 Kerusakan ginjal

dengan LFG ↓

ringan

60-89 Asimptomatik, peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum

3 Kerusakan ginjal

dengan LFG ↓

sedang

30-59 Simptomatik, nokturia, badan lemah, mual, nafsu

makan kurang, BB turun

4 Kerusakan ginjal

dengan LFG ↓ berat

15-29 Gejala dan tanda uremia yang nyata : anemia,

peningkatan tek.darah, gangguan metabolisme fosfor

dan kalsium, pruritus, mual, muntah. Mudah terinfeksi

ISK, inf.saluran nafas, inf.saluran cerna. Hipo atau

hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit

natrium dan kalium.

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis Gejala dan komplikasi yang lebih serius, perlu renal

replacement therapy : dialis atau transplantasi ginjal

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

2

Page 3: penyakit ginjal kronik

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi

sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah

besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,

batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracuna obat (siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

III. Etiologi dan Epidemiologi (IPD)

Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta

kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di

Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara

berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per

tahun.1

Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)

1. Diabetes melitus 44%

Tipe 1 (7%)

Tipe 2 (37%)

2. Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%

3. Glomerulonefritis 10%

3

Page 4: penyakit ginjal kronik

4. Nefritis interstitialis 4%

5. Kista dan penyakit bawaan lain 3%

6. Penyakit sistemik (misal, lupus dan vaskulitis) 2%

7. Neoplasma 2%

8. Tidak diketahui 4%

9. Penyakit lain 4%

Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7

1. Glomerulonefritis 46,39%

2. Diabetes Mellitus 18,65%

3. Obstruksi dan infeksi 12,85%

4. Hipertensi 8,46%

5. Sebab lain 13,65%

Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya

pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2

IV. Faktor risiko harri

Faktor yang meningkatkan risiko pada penyakit ginjal kronik, meskipun pada individu

dengan GFR yang normal, antara lain : diabetes mellitus, hipertensi, penyakit autoimun, usia

lanjut, keturunan African, riwayat keluarga penderita penyakit ginjal, episode gagal ginjal

sebelumnya, keberadaan proteinuria, sedimen urin yang abnormal, struktur traktus urinarius

yang abnormal. (Harri)

V.1. Pathophysiology of Chronic Kidney Disease

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.

Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang

4

Page 5: penyakit ginjal kronik

masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti

oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang

masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.

Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh

growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual

untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun interstitial.1

Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium

ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar

BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat

diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan

kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.1

Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari

75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini

kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini

berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin

serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila

penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada

5

Page 6: penyakit ginjal kronik

stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh

kegagalan pemekatan) mulai timbul..1

Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium

akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron

telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10%

dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang.

Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok

sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal

ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak

sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi

isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya

menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus

meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan

biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem

dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia

mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1

Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium,

tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.

V.2. Pathophysiology and Biochemistry of Uremia

Meskipun konsentrasi urea dan kreatinin serum digunakan untuk mengukur kapasitas

ekskretoris pada ginjal , akumulasi dari dua molekul ini sendiri tidak menjelaskan banyak

gejala dan tanda yang menjadi ciri sindrom uremik pada gagal ginjal lanjut . Ratusan racun

yang terakumulasi pada gagal ginjal telah terlibat dalam sindrom uremik . Ini termasuk yang

larut dalam air , hidrofobik , protein - terikat , biaya, dan bermuatan senyawa . Kategori

tambahan dari produk ekskretoris nitrogen meliputi senyawa guanidino , urat dan hippurates ,

6

Page 7: penyakit ginjal kronik

produk metabolisme asam nukleat , poliamina , myoinositol , fenol , benzoat , dan indoles .

Senyawa dengan massa molekul antara 500 dan 1500 Da , yang disebut molekul menengah ,

juga ditahan dan berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas . Dengan demikian jelas

bahwa konsentrasi serum urea dan kreatinin harus dilihat sebagai indikator yang mudah

diukur , tapi tidak lengkap , serta pemantauan tingkat urea dan kreatinin pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal merupakan penyederhanaan besar untuk pengukuran uremik .

Sindrom uremik dan keadaan penyakit yang berhubungan dengan gangguan ginjal

berat melibatkan lebih dari gagal ginjal ekskretoris . Sejumlah metabolik dan endokrin fungsi

yang biasanya dilakukan oleh ginjal juga terganggu atau ditekan , dan ini menyebabkan

anemia , kekurangan gizi , dan metabolisme normal karbohidrat , lemak , dan protein . Selain

itu, tingkat plasma dari banyak hormon , termasuk PTH , FGF - 23 , insulin , glukagon ,

hormon steroid termasuk vitamin D dan hormon seks , dan prolaktin , perubahan dengan

gagal ginjal sebagai akibat dari retensi urin , penurunan degradasi , atau peraturan abnormal.

Akhirnya , gangguan ginjal progresif dikaitkan dengan memburuknya peradangan sistemik .

Peningkatan kadar protein C - reaktif terdeteksi bersama dengan reaktan fase akut lainnya,

sementara negatif reaktan fase akut , seperti albumin dan fetuin , menurun dengan gangguan

ginjal progresif , bahkan pada penyakit ginjal nonproteinuric . Dengan demikian , peradangan

yang terkait dengan gangguan ginjal adalah penting dalam sindrom malnutrition-

inflammation-atherosclerosis/calcification , yang pada gilirannya memberikan kontribusi

untuk percepatan penyakit pembuluh darah dan tingkat komorbiditas yang terkait dengan

penyakit ginjal lanjut .

Singkatnya , patofisiologi sindrom uremik dapat dibagi menjadi manifestasi dalam

tiga bidang disfungsi : ( 1 ) akumulasi racun yang biasanya akan di ekskresi oleh ginjal ,

7

Page 8: penyakit ginjal kronik

termasuk produk-produk dari metabolisme protein ; ( 2 ) hilangnya fungsi ginjal lainnya,

seperti homeostasis cairan dan elektrolit dan regulasi hormon ; dan ( 3 ) inflamasi sistemik

progresif dan pembuluh darah dan akibatnya gizi

VI. Gambaran klinik

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,

meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: 1,2,7

a. Kelainan hemopoeisis DONE

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan

pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan

oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah

defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), hiperparatiroid

yang berat dengan sumsum tulung fibrosis, masa hidup eritrosit yang pendek akibat

lingkungan yang uremic, defisiensi asam folat dan vit B12, toksisitas aluminium, proses

inflamasi akut ataupun kronik.1

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab

lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan.

Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan

indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak

cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal.

Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1

b. Kelainan saluran cerna DONE

Terdapat Uremic fetor, urin-like odor on the breath, yang berasal dari pemecahan urea

menjadi ammonia di saliva dan biasanya terdapat rasa perak pada mulut (dysgeusia). Mual

8

Page 9: penyakit ginjal kronik

dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik

terutama pada stadium terminal. Pasien-pasien ini juga rentan terhadap sembelit, yang dapat

diperburuk oleh administrasi kalsium dan suplemen zat besi

c. Kelainan kulit DONE

Pasien dengan defek pada hemostasis akan menunjukan ecchymoses yang multiple.

Pruritus cukup umum. Pada pasien penyakit ginjal kronik tingkat lanjut, meskipun sudah di

dialysis, kulit pasien menjadi lebih berpigmen dan hal ini menunjukan deposisi dari pgimen

metabolit yang tertahan, atau urochromes. Yang dilakukan pertama kali adalah untuk

menyingkirkan gangguan kulit yang tidak terkait, seperti kudis, karena pasien mengeluh gatal

pada kulit. Terapi EPO awalnya dilaporkan untuk meningkatkan uremic pruritus, meskipun

itu tidak selalu terjadi. Pelembab lokal, glukokortikoid topikal ringan, antihistamin oral, dan

radiasi ultraviolet telah dilaporkan untuk membantu.

d. Kelainan neuromuscular DONE

Manifestasi awal dari komplikasi CNS adalah gangguan ringan pada memory dan

konsentrasi serta gangguan tidur; neuromuscular irritable, cegukan, keram, dan fasikulasi

atau twitching pada otot. Pada gagal ginjal yang tidak teratasi, asterixi, myoclonus, seizures,

dan coma bisa terlihat.

f. Kelainan kardiovaskular DONE

Ischemic Vascular Disease

Setiap derajat pada penyakit ginjal kronik adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung

iskemik, termasuk oklusif koroner, serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer.

Peningkatan prevalensi penyakit pembuluh darah pada pasien CKD berasal dari kedua faktor

9

Page 10: penyakit ginjal kronik

risiko tradisional ("klasik") dan non-tradisional (CKD-terkait). Faktor risiko tradisional

termasuk hipertensi, hipervolemia, dislipidemia, overaktivitas simpatik, dan

hyperhomocysteinemia. Faktor risiko-CKD terkait terdiri dari anemia, hiperfosfatemia,

hiperparatiroidisme, sleep apnea, dan peradangan umum.

Heart Failure

Fungsi jantung abnormal sekunder untuk iskemia miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan frank

kardiomiopati, dalam kombinasi dengan retensi garam dan air yang dapat dilihat dengan

CKD, sering mengakibatkan gagal jantung atau bahkan episode edema paru. Gagal jantung

dapat menjadi konsekuensi dari diastolik atau disfungsi sistolik, atau keduanya. Suatu bentuk

"tekanan rendah" edema paru juga dapat terjadi di CKD lanjut, manifestasi dengan sesak

napas dan gambaran edema alveolar "bat wing" pada thorax x-ray. Temuan ini dapat terjadi

bahkan tanpa adanya ECFV berlebihan dan berhubungan dengan tekanan kapiler pulmoner

normal atau sedikit meningkat. Proses ini telah dianggap berasal dari peningkatan

permeabilitas membran kapiler alveolar sebagai manifestasi dari negara uremik, dan

menanggapi dialisis. Faktor risiko-CKD terkait lainnya, termasuk anemia dan apnea tidur,

dapat berkontribusi pada risiko gagal jantung.

Hypertension and Left Ventricular Hypertrophy

Hipertensi merupakan salah satu komplikasi yang paling umum dari CKD. Ini biasanya

terjadi lebih awal selama CKD dan dikaitkan dengan hasil yang merugikan, termasuk

perkembangan hipertrofi ventrikel dan kerugian yang lebih cepat dari fungsi ginjal. Banyak

penelitian telah menunjukkan hubungan antara tingkat tekanan darah dan laju perkembangan

penyakit ginjal diabetes dan non-diabetes. Hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi

cardiomyopathy adalah salah satu faktor risiko terkuat untuk morbiditas dan mortalitas

kardiovaskular pada pasien dengan CKD dan dianggap berkaitan terutama, tetapi tidak

eksklusif, hipertensi berkepanjangan dan ECFV overload. Selain itu, anemia dan penempatan

10

Page 11: penyakit ginjal kronik

fistula arteriovenosa untuk hemodialisis dapat menghasilkan keadaan curah jantung tinggi

dan gagal jantung konsekuen.

Pericardial Disease

Nyeri dada dengan aksentuasi pernapasan, disertai dengan friction rub, merupakan diagnostik

perikarditis. Elektrokardiografi kelainan klasik termasuk PR interval depresi dan diffuse ST-

segmen elevasi. Pericarditis dapat disertai efusi perikardial yang terlihat pada ekokardiografi

dan jarang dapat menyebabkan tamponade. Namun, efusi perikardial dapat asimtomatik, dan

perikarditis dapat dilihat tanpa efusi signifikan.

Perikarditis ditemui pada penderita uremia berat. Sekarang lebih sering diamati pada

underdialyzed, pasien nonadherent dibandingkan mereka yang memulai dialisis.

g. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Disorders

Sodium and Water Homeostasis

Banyak bentuk penyakit ginjal (misalnya , glomerulonefritis ) mengganggu keseimbangan

glomerulotubular ini sehingga asupan makanan natrium melebihi ekskresi urin ,

menyebabkan retensi natrium dan ekspansi volume cairan ekstraseluler ( ECFV ). Ekspansi

ini dapat menyebabkan hipertensi , yang dengan sendirinya dapat mempercepat cedera nefron

. Selama asupan air tidak melebihi kapasitas untuk pembersihan air , perluasan ECFV akan

isotonik dan pasien akan memiliki konsentrasi natrium plasma normal dan osmolalitas

efektif. Hiponatremia tidak umum terlihat pada pasien CKD tetapi , ketika hadir , dapat

merespon dengan pembatasan air . Jika pasien memiliki bukti ekspansi ECFV ( edema perifer

, kadang-kadang hipertensi kurang responsif terhadap terapi ) , ia harus diberi konseling

mengenai pembatasan garam . Diuretik thiazide telah utilitas terbatas dalam tahap 3-5 CKD ,

sehingga pemberian diuretik lingkaran , termasuk furosemide , bumetanide , atau torsemide ,

mungkin juga diperlukan . Resistensi terhadap diuretik loop pada gagal ginjal seringkali

mengharuskan penggunaan dosis yang lebih tinggi daripada yang digunakan pada pasien

11

Page 12: penyakit ginjal kronik

dengan fungsi ginjal mendekati normal . Kombinasi diuretik loop dengan metolazone , yang

menghambat natrium klorida co - transporter dari tubulus distal , dapat membantu efek

ekskresi garam ginjal . Resistensi diuretik berkelanjutan dengan edema bandel dan hipertensi

pada CKD maju dapat berfungsi sebagai indikasi untuk memulai dialisis .

Potassium Homeostasis

Pada CKD , penurunan GFR tidak selalu disertai dengan penurunan ekskresi potassium urin ,

yang sebagian besar dimediasi oleh peristiwa sekresi aldosteron tergantung di segmen nefron

distal . Pertahanan lain terhadap retensi kalium pada pasien ini ditambah ekskresi kalium

dalam saluran pencernaan . Meskipun dua tanggapan ini homeostatis , hiperkalemia dapat

diendapkan dalam pengaturan tertentu . Ini termasuk peningkatan asupan makanan kalium ,

katabolisme protein , hemolisis , perdarahan , transfusi sel darah merah yang disimpan , dan

asidosis metabolik . Selain itu, sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi potassium

ginjal . Obat-obatan yang paling penting dalam hal ini termasuk angiotensin - converting

enzyme ( ACE ) inhibitor , angiotensin receptor blocker ( ARB ) , dan spironolactone dan

diuretik hemat kalium lainnya seperti amilorid , eplerenone , dan triamterene

Metabolic Acidosis

Asidosis metabolik adalah gangguan umum di CKD berat . Sebagian besar pasien

masih dapat mengasamkan urin , tetapi mereka menghasilkan lebih sedikit amonia dan, tidak

dapat mengekskresikan jumlah normal proton dalam kombinasi dengan sistem buffer kemih

ini . Hiperkalemia menekan produksi amonia . Kombinasi hiperkalemia dan asidosis

metabolik hiperkloremik sering ditemukan di tahap awal CKD ( tahap 1-3 ) , pada pasien

dengan nefropati diabetes atau pada mereka dengan penyakit tubulointerstitial dominan atau

uropati obstruktif ; ini adalah non - anion - gap asidosis metabolik. Pengobatan hiperkalemia

dapat meningkatkan produksi amonia ginjal , meningkatkan generasi ginjal bikarbonat , dan

meningkatkan asidosis metabolik .

12

Page 13: penyakit ginjal kronik

Dengan memburuknya fungsi ginjal , total bersih ekskresi asam harian kemih biasanya

terbatas pada 30-40 mmol , dan anion asam organik dipertahankan maka dapat menyebabkan

asidosis metabolik anion - gap . Dengan demikian, asidosis metabolik non - anion - gap yang

dapat dilihat dalam tahap awal CKD akan berubah menjadi asidosis metabolik anion - gap

sebagaimana CKD berlangsung . Pada kebanyakan pasien , asidosis metabolik ringan dengan

pH < 7.35 jarang dan biasanya dapat diperbaiki dengan suplemen natrium bikarbonat oral.

Studi hewan dan manusia menyatakan bahwa derajat awal asidosis metabolik dapat

berhubungan dengan perkembangan katabolisme protein . Suplementasi alkali mungkin

memperbaiki keadaan katabolik dan perkembangan CKD serta dianjurkan bila konsentrasi

serum bikarbonat turun di bawah 20-23 mmol / L. Beban natrium perlu mendapatkan

perhatian terhadap status volume dan kebutuhan potensial; agen diuretik turut

dipertimbangkan.

VII. Pendekatan Diagnosis

Pendekatan diagnosis penyakit ginjal kronik (CKD) dilihat dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.1,6

1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

4. Menentukan strategi terapi rasional

5. Meramalkan prognosis

13

Page 14: penyakit ginjal kronik

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan

yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan

pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan

dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk

semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif

dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan

melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;

ii) sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,

kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,

perikarditis, kejang-kejang sampai koma;

iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah

jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

chlorida).1

b. Pemeriksaan laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang

mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan

penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin,

hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi

proteinuria, hematuri, leukosuria, dan silinder.1

14

Page 15: penyakit ginjal kronik

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1

1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa

melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh

kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi

4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang

menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi

5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

VIII. Penatalaksanaan1,2,3,7

1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki

metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

a.Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama

gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan

tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status

nutrisi dan memelihara status gizi.

c. Kebutuhan cairan

15

Page 16: penyakit ginjal kronik

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah

diuresis mencapai 2 L per hari.

d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG

dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).

2. Terapi simptomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan

suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena

bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

b. Anemia

Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50

u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian

menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga

kali dalam seminggu.8

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan

terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati

karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief

complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa

16

Page 17: penyakit ginjal kronik

mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi

dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler

yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

f. Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym

Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui

berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan

antiproteinuria.

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang

penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh

penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan

kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi,

dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbanagan elektrolit.

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis

peritoneal, dan transplantasi ginjal.

a. Hemodialisis

17

Page 18: penyakit ginjal kronik

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik

azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien

GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan

terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk

dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan

paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10

mg%.

Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,

muntah, dan astenia berat.

b. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu

pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah

menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV

shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual

urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-

mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual

tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

c. Transplantasi ginjal

IX. Prognosis

Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau

stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan

18

Page 19: penyakit ginjal kronik

terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan

mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium

akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani

dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%),

kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).2

X. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan

pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti

bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi

(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula

darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan

pengendalian berat badan.3

19

Page 20: penyakit ginjal kronik

DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK,

Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5 Jilid II. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. hlm 1035-1040.

2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.

medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2011.

3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:

Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 05 Februari

2011.

4. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.

com/article/777272-overview, 22 Agustus 2010.

5. Editorial. Tekanan Darah Tinggi. Diunduh dari:

http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi, 05 Februari 2011.

6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,

Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan

Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70.

7. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of

Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.

8. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta:

CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.

20