bab ii tinjauan pustaka a. gagal ginjal kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/bab ii lies...

34
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronik 1. Pengertian Menurut Margareth (2012) penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease/CKD) adalah kondisi saat fungsi ginjal mulai menurun secara bertahap, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan. Kondisi ini bersifat permanen. Status CKD berubah menjadi gagal ginjal ketika fungsi ginjal telah menurun hingga mencapai tahap atau stadium akhir. CKD adalah penyakit yang umumnya baru dapat dideteksi melalui tes urin dan darah. Gejalanya yang bersifat umum membuat pengidap penyakit ini biasanya tidak menyadari gejalanya hingga mencapai stadium lanjut. 2. Epidemiologi Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus stadium terminal GGK. Apabila penyakit GGK seseorang telah mencapai stadium berat atau terminal maka terapi yang dapat meningkatkan harapan hidup penderita tersebut adalah dialisis dan yang paling baik dengan transplantasi ginjal. Menurut Adiatma (2011) prevalensi GGK tahun 2010, lebih dari 20 juta warga Amerika Serikat yang menderita penyakit ginjal kronik, angka 8 - - www.lib.umtas.ac.id Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019 - -

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian

Menurut Margareth (2012) penyakit ginjal kronis (chronic kidney

disease/CKD) adalah kondisi saat fungsi ginjal mulai menurun secara

bertahap, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan. Kondisi ini bersifat permanen.

Status CKD berubah menjadi gagal ginjal ketika fungsi ginjal telah

menurun hingga mencapai tahap atau stadium akhir. CKD adalah penyakit

yang umumnya baru dapat dideteksi melalui tes urin dan darah. Gejalanya

yang bersifat umum membuat pengidap penyakit ini biasanya tidak

menyadari gejalanya hingga mencapai stadium lanjut.

2. Epidemiologi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang

bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar

kasus stadium terminal GGK. Apabila penyakit GGK seseorang telah

mencapai stadium berat atau terminal maka terapi yang dapat

meningkatkan harapan hidup penderita tersebut adalah dialisis dan yang

paling baik dengan transplantasi ginjal.

Menurut Adiatma (2011) prevalensi GGK tahun 2010, lebih dari 20

juta warga Amerika Serikat yang menderita penyakit ginjal kronik, angka

8

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

9

ini meningkat sekitar 8% setiap tahunya. Lebih dari 35% pasien diabetes

menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi

juga memliki penyakit ginjal kronik dengan insidensi penyakit ginjal

kronik tertinggi ditemukan pada usia 65 tahun atau lebih. Studi di

Indonesia menyebutkan angka insidensi pasien GGK sebesar 30,7 perjuta

penduduk dan angka kejadianya sebesar 23,4 perjuta penduduk

3. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung

progresif, Menurut Margareth (2012) gagal ginjal kronik dibagi menjadi

empat stadium berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. GGK ringan : LFG 30 – 50 ml/menit

b. GGK sedang : LFG 10 – 29 ml/menit

c. GGK berat : LFG <10 ml/menit

d. Gagal Ginjal Terminal : LFG <5 ml/menit

4. Etiologi

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang

progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab. Menurut Margaret

(2012) sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat

dibagi menjadi delapan kelas seperti berikut:

a. Infeksi, misal pielonefritis kronik.

b. Penyakit peradangan, misal glomerulonefritis.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

10

c. Penyakit vaskuler hipertensif, misal nefrosklerosis benigna,

nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.

d. Gangguan jaringan penyambung, misal lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik progresif.

e. Gangguan kongenital dan herediter, misal penyakit ginjal polikistik,

asidosis tubulus ginjal.

f. Penyakit metabolik, misal diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme,

amiloidosis.

g. Nefropati toksik, misal penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.

h. Nefropati obstruktif, misal saluran kemih bagian atas seperti kalkuli,

neoplasma, fibrosis retroperitoneal; dan saluran kemih bagian bawah

seperti hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher

kandung kemih dan uretra.

5. Gejala gagal ginjal kronik

Pengidap penyakit ginjal yang telah terdiagnosis akan menjalani

pemeriksaan secara teratur untuk memantau fungsi ginjalnya. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan tes darah dan perawatan yang bertujuan mencegah

agar penyakit tidak berkembang. Tes darah dan pemantauan rutin ini juga

berfungsi untuk mendeteksi jika ginjal mulai kehilangan fungsi dan

mengarah pada gagal ginjal. Gagal ginjal menunjukkan gejala sebagai

berikut:

a. Lebih sering ingin buang air kecil, terutama di malam hari.

b. Kulit gatal.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

11

c. Adanya darah atau protein dalam urin yang dideteksi saat tes urin.

d. Kram otot.

e. Kehilangan berat badan.

f. Kehilangan nafsu makan.

g. Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada

pergelangan kaki, kaki, atau tangan.

h. Nyeri pada dada, akibat cairan menumpuk di sekitar jantung.

i. Otot kejang.

j. Sesak napas.

k. Mual dan muntah.

l. Gangguan tidur.

m. Disfungsi ereksi pada pria.

6. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya

gagal ginjal kronik atau mengurangi risiko berkembangnya penyakit ginjal

kronis atau chronic kidney disease (CKD) diantaranya adalah :

a. Pola Makan Sehat

Pola makan sehat penting untuk menurunkan kadar kolesterol

dalam darah dan menjaga tekanan darah tetap normal. Kedua kondisi

ini penting untuk mencegah terjadinya penyakit ginjal kronis. Kontrol

kadar kolesterol dengan menghindari makanan kaya lemak jenuh

tinggi seperti goreng-gorengan, mentega, santan kelapa, keju, kue,

biskuit, serta makanan-makanan yang mengandung minyak kelapa atau

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

12

minyak sawit. Sebaliknya, penderita disarankan untuk mengonsumsi

makanan yang kaya lemak tidak jenuh yang dapat mengurangi kadar

kolesterol, antara lain minyak ikan, avocad, kacang dan biji-bijian,

minyak bunga matahari, minyak biji sesawi, minyak zaitun.

Terlalu banyak garam juga akan meningkatkan tekanan darah.

Penting untuk membatasi konsumsi garam tidak lebih dari 6 gram

sehari yang setara dengan satu sendok teh penuh.

Biasakan menjalankan pola makan seimbang. Artinya, dalam

kengkonsumsi menu makanan setiap hari harus memperhatikan

keseimbangan antara gizi, vitamin, protein maupun mineral yang

dibutuhkan oleh tubuh. Kelebihan kadar protein justru akan menambah

beban bagi ginjal untuk mengeluarkan sisa – sisa olahannya.

Sedangkan variasi menu makanan sehari hari, justeru akan membantu

menghindari timbunan sisa olahan (sisa metabolisme) dalam unit

terkecil saringan ginjal (anonim, 2013).

b. Menghindari kebiasaan merokok dan minuman keras

Merokok dan mengonsumsi minuman keras dapat memperburuk

kondisi gangguan ginjal. Hal ini karena dengan memiliki kebiasaan

merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung serta

mengurangi aliran darah dan mempersempit pembuluh darah di ginjal..

c. Olahraga Teratur

Naiknya tekanan darah dan risiko berkembangnya CKD dapat

diminimalkan dengan olahraga teratur. Membiasakan diri berolah raga

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

13

secara teratur akan membuat sirkulasi darah menjadi lancar, sehingga

jantung menjadi sehat. Jika jantung sehat, maka aliran darah ke ginjal

juga menjadi baik, dan ginjalpun berfungsi normal. Untuk itu

lakukanlah olah raga ringan seperti jogging, jalan kaki, bersepeda,

berenang atau lainnya secara rutin, paling tidak 3 sampai 5 kali dalam

seminggu, masing – masing selama kurang lebih 30 menit.

d. Konsumsi obat secara teratur

Pemakaian obat diluar anjuran dari petugas medis atau dokter

dapat merugikan kesehatan itu sendiri. Karena setiap obat, khususnya

obat-obatan kimia, pada umumnya memiliki efek samping. Jadi

bukannya menjadikan penyembuh, tetapi sebaliknya. Disamping itu

juga disarankan agar waspada terhadap pemberitaan-pemberitaan

tentang manfaat herbal, khususnya obat-obatan herba yang belum

dikenal secara luas memiliki khasiat – khasiat tertentu.

e. Mencegah Diabetes

Penyakit kronis (bersifat menetap dalam jangka panjang),

seperti diabetes, dapat berpotensi menyebabkan gangguan ginjal

kronis. Pencegahan penyakit diabetes pada dasarnya mencegah

penyakit gagal ginjal itu sendiri, misalnya dengan mengurangi

konsumsi makanan yang manis, mengurangi porsi makanan, berolah

raga secara teratur dan perbanyak konsumsi sayuran, istirahat yang

cukup dan turunkan berat badan.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

14

B. Hemodialisis

1. Definisi Hemodialisis

Hemodialisis adalah pengalihan darah penderita dari tubuhnya

melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah

akan kembali ke tubuh penderita. Terapi ini dilakukan ketika ginjal tidak

dapat melakukan fungsi ginjal (Smeltzer, 2009). Hemodialisis merupakan

suatu proses yang menggunakan sistem dialisis eksternal untuk membuang

cairan yang berlebihan dan toksin dari darah dan mengoreksi

ketidakseimbangan elektrolit (Marelli, 2007). Jadi, hemodialisis adalah

proses penyaringan darah untuk membuang kelebihan cairan dan toksin

dalam darah dengan tujuan untuk menyeimbangkan elektrolit yang

dilakukan dengan bantuan dialiser.

2. Prinsip kerja hemodialisis

Prinsi kerja hemodialisis ada 3 yaitu Sudoyo (2006 dalam Kusumastuti,

2016)

a. Proses difusi

Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan

karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan

dialisat. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi

tinggi ke yang berkonsentrasi rendah. Pada HD pergerakan molekul/zat

ini melalui suatu membran semi permiabel yang membatasi

kompartemen darah dan kompartemen dialisat.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

15

b. Proses ultrafiltrasi

Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membran semi permiabel akibat

perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan

kompartemen dialisat. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang

memaksa air keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat.

Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen

darah dan tekanan negatif dalam kompartemen dialisat yang disebut

TMP (Trans Membran Pressure) dalam mmHg.

c. Proses osmosis

Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya

perbedaan tekanan osmotik darah dan dialisat. Proses osmosis ini lebih

banyak ditemukan pada peritoneal dialisis.

3. Komponen utama pada hemodialisis

Hemodialisis terdiri dari 3 komponen dasar yaitu (Muttaqin, 2011):

a. Sirkulasi darah

Bagian yang termasuk dalam sirkulasi darah adalah mulai dari jarum/

kanula arteri (inlet), Arteri Blood Line (ABL), kompartemen darah

pada dialyzer, Venus Blood Line (VBL), sampai jarum/ kanula vena

(outlet).

b. Sirkulasi dialisat

Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk prosedur HD, berada

dalam kompartemen dialisat berseberangan dengan kompartemen

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

16

darah yang dipisahkan oleh membran semi permiabel dalam dialyzer.

Terdapat 2 dialisat yaitu dialisat pekat (consentrate) dan air.

c. Membran semi permiabel

Membran semi permiabel adalah suatu selaput atau lapisan yang sangat

tipis dan mempunyai lubang (pori) sub mikroskopis. Dimana partikel

dengan ukuran kecil dan sedang (small and middle molekuler) dapat

melewati pori membran, sedangkan partikel dengan ukuran besar

(large molekuler) tidak dapat melalui pori membran tersebut.

d. Komplikasi hemodialisis

Komplikasi terapi dialisis dapat mencakup hal-hal berikut (Muttaqin,

2011) :

a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan

dikeluarkan.

b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja

terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir

metabolism meninggalkan kulit.

e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan

serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini

kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia

yang berat.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

17

f. Kram otot dan nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan

cepat meninggalkan ruang ekstrasel.

g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

C. Efikasi Diri (Self Efficacy)

1. Pengertian

Efikasi diri dinyatakan sebagai “people’s judgements of their

capabilities and execute courses of action required to attain designated

types of performance (Bandura,1986). Artinya, efikasi diri merupakan

keyakinan seseorang bahwa dia dapat menjalankan suatu tugas pada suatu

tingkat tertentu, yang mempengaruhi tingkat pencapaian tugasnya.

Bandura (1997 dalam Zakiyah, 2012) mengatakan bahwa efikasi

diri pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan,

keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu

memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau

tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tapi berkaitan

dengan keyakinan individu mengenai hal yang dapat dilakukan dengan

kecakapan yang ia miliki seberapapun besarnya. Efikasi diri menekankan

pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi

situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat

diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

18

Efikasi diri mengacu pada keyakinan sejauh mana individu

memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau

melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil

tertentu. Keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan

diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan

kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi diri akan

berkembang berangsur-angsur secara terus menerus seiring

meningkatnya kemampuan dan bertambahnya pengalaman-pengalaman

yang berkaitan (Bandura dalam Ormrod, 2008).

Teori self-efficacy merupakan cabang dari Social Cognitive Theory

yang dikemukakan oleh Albert Bandura juga biasa dikenal dengan istilah

Social Learning Theory. Teori kognitif sosial menurut Bandura

menyoroti pertemuan yang kebetulan (chance encounters) dan kejadian

tak terduga (fortuitous events) meskipun pertemuan dan peristiwa

tersebut tidak serta merta mengubah jalan hidup manusia. Cara manusia

bereaksi terhadap pertemuan atau kejadian itulah yang biasanya berperan

lebih kuat dibanding peristiwa itu sendiri (Feist & Feist, 2008).

Menurut Bandura (dalam Ormrod, 2008) efikasi diri (Self Efficacy)

adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk

menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu.Efikasi diri

adalah keyakinan seseorang bahwa ia mampu melakukan tugas tertentu

dengan baik. Efikasi diri memiliki keefektifan yaitu individu mampu

menilai dirinya memiliki kekuatan untuk menghasilkan sesuatu yang

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

19

diinginkan. Tingginya efikasi diri yang dipersepsikan akan memotivasi

individu secara kognitif untuk bertindak secara tepat dan terarah,

terutama apabila tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang

jelas. Pikiran individu terhadap efikasi diri menentukan seberapa besar

usaha yang dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan

dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak meyenangkan.

Efikasi diri selalu berhubungan dan berdampak pada pemilihan perilaku,

motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi setiap persoalan.

Cara untuk menganalisis perbedaan motivasi dengan pencapaian

mengedepankan efikasi diri individu yaitu kepercayaan bahwa seseorang

dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan akhir yang baik.

Individu yang memiliki bentuk efikasi diri yang tinggi memiliki

sikap optimis, suasana hati yang positif, dapat memperbaiki kemampuan

untuk memproses informasi secara lebih efisien, memiliki pemikiran

bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang merugikan namun justru

memotivasi diri untuk melakukan yang lebih baik. Individu yang efikasi

dirinya rendah memiliki sikap pesimis, suasana hati yang negatif

meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi marah, mudah bersalah,

dan memperbesar kesalahan mereka (Bandura dalam Santrock, 2016).

Efikasi diri mendorong proses kontrol diri untuk mempertahankan

prilaku yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri pada pasien.

Efikasi diri pada pasien tuberkulosis berfokus pada keyakinan pasien

untuk mampu melakukan prilaku yang dapat mendukung perbaikan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

20

penyakitnya dan meningkatkan manajemen perawatan dirinya seperti diet,

latihan fisik, medikasi, dan perawatan penyakit tuberkulosis secara umum.

Dampak psikologis yang sering muncul pada pasien dengan penyakit

infeksi termasuk tuberkulosis dapat menimbulkan masalah pada efikasi

diri pasien (Wu et al., 2006 dalam Ariani, 2011).

2. Proses pembentukan efikasi diri

Menurut Bandura (1997 dalam Ferris (2010) terbentuknya efikasi

diri melalaui empat proses, yaitu: kognitif, motivasional, afektif, dan

seleksi yang berlangsung selama kehidupan. Proses kognitif, efikasi diri

mempengaruhi bagaimana pola pikir yang dapat mendorong atau

menghambat perilaku seseorang. Sebagian besar individu akan berpikir

dahulu sebelum melakukan suatu tindakan, seseorang dengan efikasi diri

yang tinggi akan akan cenderung berperilaku sesuai dengan yang

diharapkan dan memiliki komitmen untuk mempertaruhkan perilaku

tersebut.

Proses Motivasional, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri

dan melakukan perilaku yang mempunyai tujuan didasari oleh aktivitas

kognitif. Berdasarkan teori motivasi, perilaku atau tindakan masa lalu yang

berpengaruh terhadap motivasiseseorang. Seseorang juga dapat termotivasi

oleh harapan yang diinginkannya. Disamping itu, kemampuan seseorang

untuk mempengaruhi siri sendiri dengan mengevaluasi penampilan

pribadinya merupakan sumber utama motivasi dan pengaturan dirinya.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

21

Proses afektif, efikasi diri juga berperan penting dalam mengatur

kondisi afektif. Keyakinan seseorang akan kemampuannya akan

mempengaruhi seberapa besar stress atau depresi yang dapat diatasi,

seseorang yang percaya bahwa dia dapat mengendalikan ancaman/masalah

maka dia akan mengalami kecemasan yang tinggi. Efikasi diri untuk

mengontrol proses berpikir merupakan faktor kunci dalam mengatur

pikiran akibat stress dan depresi.

Proses seleksi, ketiga proses pengembangan efikasi diri berupa

proses kognitif, motivasional dan afektif memungkinkan seseorang untuk

membentuk sebuah lingkungan yang membantu dan mempertahankannya.

Dengan memilih lingkungan yang sesuai akan membantu pembentukan

diri dan pencapaian tujuan.

3. Indikator efikasi diri

Tingkat efikasi diri yang dimiliki individu dapat dilihat dari aspek

efikasi diri. Efikasi diri yang dimiliki seseorang berbeda-beda, dapat

dilihat berdasarkan aspek yang mempunyai implikasi penting pada

perilaku. Menurut Bandura (dalam Sulistyawati, 2012: 145) ada tiga aspek

dalam efikasi diri yaitu:

a. Magnitude (tingkat kesulitan).

Adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas yang tingkat

kesulitannya berbeda. Efikasi diri dapat ditunjukkan dengan tingkat

yang dibebankan pada individu terhadap tantangan dengan tingkat

yang berbeda dalam rangka menuju keberhasilan. Individu akan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

22

mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan akan

menghindari tingkah laku yang dirasa di luar batas kemampuan

dirasakannya.

Aspek ini berkaitan dengan kesulitan tugas. Apabila tugas-tugas yang

dibebankan pada individu menurut tingkat kesulitannya, maka

perbedaan efikasi diri secara individual mungkin terdapat pada tugas-

tugas yang sederhana, menengah, atau tinggi. individu akan melakukan

tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan

tugas-tugas yang diperkirakan diluar batas kemampuan yang

dimilkinya.

Kesulitan yang dialami oleh pasien hemodialisa misalnya penderita

merasa cemas, menganggap bahwa penyakitnya sulit untuk sembuh

karena membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga bosan untuk

berobat, sulit mengkonsumsi minum sesuai dosis, jadwal dan

ditambah lagi dengan efek samping yang dirasakan.

b. Strength (kekuatan), berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan

individu atas kemampuannya. Individu mempunyai keyakinan yang

kuat dan ketekunan dalam usaha yang akan dicapai meskipun terdapat

kesulitan dan rintangan. Dengan efikasi diri, kekuatan untuk usaha

yang lebih besar mampu didapat. Semakin kuat perasaaan efikasi diri

dan semakin besar ketekunan, maka semakin tinggi kemungkinan

kegiatan yang dipilih dan dilakukan dengan berhasil.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

23

Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan

seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebih

rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang

memperlemahnya, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri

yang kuat tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai

pengalaman yang memperlemahnya.

Efikasi diri pada pasien hemodialisa meliputi kekuatan yang dimiliki

oleh penderita guna proses penyembuhan penyakitnya. Hal-hal yang

termasuk dalam indikator kekuatan misalnya kemampuan dalam

menggunakan masker, kemampuan dalam biaya, motivasi, dukungan

dari keluarga, sabar, tetap melakukan aktivitas dan bersosialisasi

dengan masyarakat, memenuhi kebutuhan gizi, istirahat dan sosial.

c. Generality (generalitas), berkaitan dengan tingkah laku dimana

individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa

yakin terhadap kemampuan dirinya tergantung pada pemahaman

kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi yang

lebih luas dan bervariasi.

Aspek ini berhubungan luas bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa

pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap

pengharapan pada bidang tugas atau tingka laku yang khusus

sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi

berbagai tugas.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

24

Dalam indikator ini adalaah hal-hal yang berkaitan dengan perilaku

biasa dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kebersihan

diri, makan, minum, istirahat, berkomunikasi, bersosial, berkemih dan

sebagainya. Personal hygiene pada penderia Hemodialisa seperti

mandi, sikat gigi tidak berbeda dengan orang sehat. Begitupun dengan

pemenuhan gizi seperti makan 3 kali sehari, minum yang banyak serta

mengkonsumsi vitamin. Selain itu dalam kebersihan pakaian, tempat

tidur kebutuhan oksigen juga tidak berbeda dengan individu pada

umumnya.

4. Sumber – sumber efikasi diri

Menurut Bandura (dalam Friedman, 2006) ada empat sumber penting yang

digunakan individu dalam membentuk efikasi diri yaitu :

a. Pengalaman Keberhasilan (Mastery Experience), sumber informasi ini

memberikan pengaruh besar pada efikasi diri individu karena

didasarkan pada pengalaman-pengalamanpribadi individusecara nyata

yang berupa keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman keberhasilan

akan menaikkan efikasi diri individu, sedangkan pengalaman

kegagalan akan menurunkannya. Setelah efikasi diri yang kuat

berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dampak negatif dari

kegagalan-kegagalan yang umum akan terkurangi. Bahkan kemudian

kegagalan diatasi dengan usaha-usaha tertentu yang dapat memperkuat

motivasi diri apabila seseorang menemukan lewat pengalaman bahwa

hambatan tersulit pun dapat diatasi melalui usaha yanng terus menerus.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

25

b. Pengalaman orang lain (vicarious experience), pengamatan terhadap

keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam

mengerjakan suatu tugas akan akan meningkatkan efikasi diri individu

dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula sebaliknya,

pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan penilaian

individu mengenai kemampuannya dan individu akan mengurangi

usaha yang akan dilakukan.

c. Persuasi verbal (verbal persuasion), pada persuasi verbal individu

diarahkan dengan saran, nasihat, bimbingan sehingga dapat

meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-kemampuan yang

dimiliki yang dapat membantu mencapai tujuan yang diinginkan.

Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan berusaha lebih

keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Menurut Bandura (1997

dalam Ferris (2010), pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar

karena tidak memberikan suatu pengalaman yang dapat langsung

dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan

kegagalan terus-menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika

mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan.

d. Kondisi fisiologis (psyological state), individu akan mendasarkan

informasi mengenai kondisi fisiologis mereka untuk menilai

kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan

dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan karena hal

itu dapat melemahkan performansi kerja individu.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

26

5. Perkembangan efikasi diri

Bandura (1986) menyatakan bahwa efikasi diri berkembang secara teratur

sesuai tumbuh kembang, usia, pengalaman dan perluasan lingkungan. Bayi

mulai mengembangkan efikasi dirinya sebagai usaha untuk melatih

pengaruh lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai mengerti dan belajar

mengenai kemampuan dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial dan

kecakapan berbahasa yang hampir secara konstan digunakan dan ditujukan

pada lingkungan. Awal dari perkembangan efikasi diri dipusatkan pada

orang tua kemudian dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya dan

orang dewasa lainnya.

Pada usia sekolah, proses pembentukan efikasi diri secara kognitif

terbentuk dan berkembang termasuk pengetahuan, kemampuan berpikir,

kompetisi dan interaksi sosial baik sesama teman maupun guru. Pada usia

remaja, efikasi diri berkembang dari berbagai pengalaman hidup,

kemandirian mulai terbentuk dan individu belajar bertanggung jawab

terhadap diri sendiri.

Pada usia dewasa, efikasi diri meliputi penyesuaian pada pada masalah

perkawinan, menjadi orang tua, dan pekerjaan. Sedangkan pada masa

lanjut usia, efikasi diri berfokus pada penerimaan dan penolakan terhadap

kemampuannya, seiring dengan penurunan kondisi fisik dan

intelektualnya.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

27

6. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Self Efficacy

Menurut Eizabeth terdapat dua faktor yang mempengaruhi yakni

faktor personal dan lingkungan. Rosenstock dalam Lenz dan Bagget

(2012), mengatakan bahwa ciri personal, kedudukan, dan proses dalam diri

seseorang dapat mempengaruhi efikasi diri seseorang, hal tersebut antara

lain: locus of contol, self esteem, self confidence dan hardlines. Coppel

dalam Lenz dan Bagget (2012), menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara efikasi diri dengan faktor personal, yakni self esteem dan Self

Efficacy yang memiliki hubungan positif, self confidence dengan Self

Efficacy yang juga memiliki hubungan positif.

Selain faktor personal, faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi efikasi diri seseorang adalah ekspektasi dan dukungan dari

orang lain yakni berupa dukungan sosial (Bandura dalam Lenz dan

Bagget, 2012). Dukungan sosial salah satunya adalah dukungan keluarga.

Bentuk dukungan sosial menurut Dilorio dalam Lenz dan Bagget (2012),

adalah dapat berupa dukungan instrumental, serta komunikasi persuasi

yang bersifat membangun keyakinan serta mengarahkan untuk

menguatkan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu proses dan

pemberian informasi juga termasuk dalam pembentukan efikasi diri

seseorang. Selain faktor-faktor diatas terdapat variabel-variabel yang

berkaitan dengan efikasi diri antara lain:

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

28

a. Usia

Usia seseorang akan mempengaruhi tingkat efikasi diri seseorang, hal

tersebut bergantung kepada tahap perkembangan mereka. Kemampuan

fisik, psikologi dan kemampuan sosial memungkinkan kebanyakan

orang dapat meningkatkan efikasi diri mereka karena kematangan serta

kemampuan kontrol mereka dalam kehidupan. Menurut Lenz dan

Bagget (2012), pengukuran efikasi diri pada penderita tuberkulosis

yang berusia muda menghasikan hasil yang bisa dan tidak sesuai

dengan penelitian yang diharapkan akibat belum mampu mengambil

keputusan secara pasti. Kemudian pada remaja pengukuran efikasi diri

akan menjadi tantangan dan berdampak pada efikasi diri seseorang.

Menurut Chyntia et al (2010) efikasi diri pada remaja awal diperlukan

keterlibatan dengan orang tua sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.

Sedangkan pada usia lansia pengukuran ini akan menjadi bias

dilakukan akibat adanya penurunan kapasitas seseorang.

b. Jenis Kelamin

Menurut Aamond et al (2013) efikasi diri dapat bergantung pada jenis

kelamin. Penelitian yang dilakukan pada kelompok penderita

tuberkulosis ditemukan bahwa wanita memiliki efikasi diri lebih

rendah daripada pria. Hal tersebut berhubungan dengan faktor sosial

budaya.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

29

c. Tipe Penyakit

Lenz dan Bagget (2012), menggambarkan bahwa tipe penyakit dapat

mempengaruhi pengukuran efikasi diri seseorang. Penderita penyakit

TB BTA + misalnya meskipun sama-sama penyakit kronis namun

penyakit TB MDR memiliki komplikasi yang lebih berat dan jangka

waktu pengobatan yang lebih lama. Pengukuran efikasi diri dapat

dilakukan pada aspek yang sama-sama dimiliki oleh tipe penyakit

misalkan melakukan exercise.

d. Tingkat Keparahan Penyakit

Menurut Tamara et al (2010) tingat keparahan penyakit dapat

mempengaruhi efikasi diri seseorang. Penelitiannya menunjukkan

bahwa pasien rheumatoid arthritis kronik dengan tingkat penyakit yang

lebih parah memiliki tingkat efikasi diri lebih rendah untuk mengontrol

rasa sakit, melakukan tugas fungsional, serta mengontrol gejala

lainnya. Menurut Tamara et all (2010) hal tersebut terjadi akibat orang

yang mengalami tingkat penyakit lebih parah akan berpengaruh

terhadap bagaimana seseorang memandang kemampuan dirinya

sehingga berpengaruh terhadap keyakinannya (efikasi diri).

e. Pendidikan

Riazi (2014) mengungkapkan bahwa orang dewasa dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat efikasi diri

yang relatif tinggi, serta optimisme dan kebahagiaan. Penelitian

Aamond et al (2013) menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

30

pendidikan tinggi memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dibandingkan

pasien dengan pendidikan rendah pada dalam penyembuhan penyakit

Hemodialisa.

f. Status Pernikahan

Menurut Melba et al (2012) status pernikahan dapat memberikan

pengaruh terhadadap efikasi diri seseorang. Dalam penelitiannya

ditemukan bahwa orang yang telah menikah dan tinggal bersama

keluarga memiliki efikasi diri lebih tinggi dari orang yang tinggal

sendiri dalam pengelolaan penyakit tuberklosis, hal tersebut

dikarenakan adanya pemberdayaan keluarga sehingga keluarga juga

berperan dalam proses penyembuhan penyakit tuberkulosis.

D. Kualitas Hidup

1. Pengertian Kualitas Hidup

Pemahaman mengenai kualitas hidup akan semakin baik dengan

terlebih dahulu menelaah apa sebenarnya definisi dari kualitas hidup

tersebut. Sampai sekarang ini, kualitas hidup masih menjadi satu

permasalahan, dan pengertian dari kualitas hidup sampai sekarang belum

dapat diterima secara universal untuk menilai kualitas hidup seseorang

(Goodinson dan Singleto dalam Pakpahan, 2014).

Kualitas hidup (quality of life) adalah presepsi berdasarkan nilai

dan kepercayaan personal. Sudut pandang kualitas hidup sangat

bervariasi dan berubah bergantung pada situasi. Peningkatan kualitas

hidup dilakukan melalui pencegahan dan manajemen penyakit kronis

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

31

seperti perawatan preventif, dukungan untuk gaya hidup sehat, edukasi

dan pengkajian lingkungan untuk mencegah cedera. Kesucian hidup

(sanctity of life) mendukung keyakinan bahwa setiap kehidupan adalah

bernilai dan nilai ini tidak ditentukan oleh fungsi ataupun keefektifan

seseorang dalam kehidupan, sebagaimana kita semua memiliki hak untuk

hidup. Kode etik perawat yang ditetapkan oleh ANA (American Nurses

Association) menyebutkan bahwa perawat tidak boleh melakukan

tindakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang namun perawat harus

melakukan tindakan yang bertujuan mendukung upaya mempertahankan

hidup (Pakpahan, 2014).

Pemahaman yang lebih jelas akan kualitas hidup adalah seperti

yang dikemukakan oleh Ventegodt (dalam Pakpahan, 2014) bahwa

kualitas hidup dapat berarti kehidupan yang baik dan kehidupan yang

baik mempunyai kualitas yang tinggi. Pandangan yang lebih umum

terkait dengan kualitas hidup dikemukakan oleh Donner, et.al (dalam

Pakpahan, 2014) bahwa kualitas hidup secara umum adalah keadaan

individu dalam lingkup kemampuan, keterbatasan, gejala dan sifat

psikososial untuk berfungsi dan menjalankan macam-macam perannya

secara memuaskan.

Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap

keadaan seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang

dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. Kualitas hidup

(QOL) adalah istilah yang populer digunakan untuk menyampaikan rasa

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

32

keseluruhan kesejahteraan dan meliputi aspek-aspek seperti kebahagian

dan kepuasan dengan kehidupan secara keseluruhan. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) telah mendefenisikan kualitas hidup sebagai

persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks

budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal dan kaitannya dengan

tujuan mereka, standar, harapan dan kekhawatiran (Basavaraj, et.al

2010).

2. Hubungan Kesehatan dengan Kualitas Hidup

Menurut WHO (World Health Organization) dalam Amaliya

(2016) menyebutkan bahwa kesehatan adalah untuk satu situasi fisik,

mental, serta sosial kesejahteraan serta tidak hanya ketidaadaan penyakit

atau kekurangan. Pada tahun 1986 WHO menyampaikan bahwa

pengertian kesehatan yaitu sumber daya untuk kehidupan keseharian,

bukan hanya maksud hidup kesehatan yaitu rencana positif

mengutamakan sumber daya sosial serta pribadi, dan kekuatan fisik.

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

secara sosial dan ekonomis (UU No.36/2009 tentang kesehatan).

Kesehatan adalah kebutuhan dasar dan modal utama untuk mencapai

kualitas hidup yang terbaik.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup Pasien Hemodialisa

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

33

Kualitas hidup pasien Hemodialisa lebih buruk dibandingkan

populasi secara umum, hal tersebut berhubungan dengan perubahan

fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi pada pasien dan dipengaruhi oleh

faktor-faktor sebagai berikut (WHOQoL, dalam Amaliya, 2016) :

a. Karakteristik pasien (umur, Jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, lama

menjalani terapi, status pernikahan).

b. Terapi yang dijalani

Kualitas hidup pasien dipengaruhi keadekuatan terapi yang dijalani

dalam rangka mempertahankan fungsi kehidupannya.

c. Status kesehatan

Penurunan kadar Hb pada pasien Hemodialisa menyebabkan

penurunan level oksigen dan sedian energi dalam tubuh, yang

mengakibatkan terjadinya kelemahan dalam melakukan aktivitas

sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien.

d. Depresi

Ketergantungan pasien terhadap Hemodialisa seumur hidup,

perubahan peran, kehilangan pekerjaan dan pendapatan merupakan

stresor yang dapat menimbulkan depresi pada pasien Hemodialisa.

Depresi berpengaruh secara bermakna terhadap kualitas hidup, dan

semakin tinggi derajat depresi maka semakin buruk kualitas hidup

pasien Hemodialisa.

e. Dukungan keluarga

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

34

Dukungan keluarga akan mempengaruhi kesehatan secara fisik

dan psikologis. Dukungan keluarga pada pasien terdiri dari dukungan

instrumental, dukungan imformasional, dukungan emosional,

dukungan pengharapan dan dukungan harga diri yang diberikan

sepanjang hidup pasien. Dukungan keluarga yang didapat oleh pasien

yang menjalani hemodialisa menyangkut dukungan dalam maslah

finansial, mengurangi tingkat depresi dan ketakutan terhadap kematian

serta pembatasan asupan cairan. Semakin tinggi dukungan sosial yang

diterima pasien akan semakin meningkatkan penerimaan diri dan

kualitas hidupnya.

f. Fungsi sosial

Pasien dengan hemodialisa mengalami perubahan peran dan gaya

hidup yang berhubungan dengan beban fisik dan psikologis. Karena

dianggap sakit, pasien tidak ikut serta dalam kegiatan sosial dikeluarga

dan masyarakat dan tidak boleh mengurus pekerjaan. Pasien merasa

bersalah karena ketidak mampuan dalam berperan, dan ini menjadi

ancaman harga diri pasien, yang pada akhirnya akan dapat

mempengaruhi tingkat kualitas hidup pasien.

4. Indikator Kualitas hidup

a. Indikator Kesehatan fisik

Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu

untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan

memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

35

perkembangan ke tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup

aktivitas sehari -hari, ketergantungan pada obat –obatan dan bantuan

medis, energi dan kelelahan, mobilitas (keadaan mudah bergerak),

sakit dan ketidak nyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.

Menurut Cella et. al. (2003 dalam Pratiwi (2012)

mengungkapkan bahwa kondisi kesehatan sangat mempengaruhi

kualitas hidup seseorang. Cella D (2013) mengatakan kualitas hidup

adalah kebaikan dari aspek-aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh

kesehatan. Pada penderita kanker payudara yang memiliki kualitas

hidup yang baik dapat memiliki kesehatan fisik yang baik dan mental

yang positif misalnya merasa sehat dan masih mampu melakukan

semua aktivitasnya sendiri. Penderita dapat menerima dan

beradaptasi dengan penyakit yang dideritanya walaupun tanpa

melakukan pengobatan medis. Penderita percaya dengan

menanamkan sugesti dalam pikirannya bahwa dirinya sehat dan baik-

baik saja akan membuat penderita merasa mendapatkan kekuatan

berlipat kali ganda. Penderita tidak menjadi kecil hati dengan kondisi

fisiknya.

Cella D (2013) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki

kualitas hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki kesehatan

fisik dan mental yang baik serta memiliki kemampuan fisik untuk

melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. Larasati (2009:1)

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

36

menyatakan seseorang yang kualitas hidupnya positif terlihat dari

gambaran fisiknya yang selalu menjaga kesehatannya.

Selanjutnya menurut Arkoff (1976 dalam Pratiwi 2012)

menyebutkan bawha citra tubuh adalah persepsi atau pandangan

terhadap tubuh tubuh diri sendiri termasuk apa yang dilihat atau

pikirkan ketika kita melihat diri kita dari luar sebagai sebuah refleksi

atau merasakan tubuh kita dari dalam. Evaluasi tersebut secara

menyeluruh seseorang terhadap kondisi fisik yang dimilikinya.

Kepercayaan diri merupakan wujud dari citra tubuh yang positif.

b. Indikator kesejahteraan psikologis

Aspek psikologis yaitu terkait dengan keadaan mental individu.

Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu

menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai

dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari

luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana

individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu

tersebut sehat secara mental. Kesejahteraan psikologis mencakup

body image dan appearance, perasaan positif, perasaan negatif, self

esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori

dan konsentrasi.

Menurut Larasati (2009) kualitas umumnya didefinisikan

sebagai nilai dari ‘kebaikan’. Kualitas hidup kemudian dijelaskan

sebagai kebaikan dari kehidupan, dalam kaitannya dengan kesehatan.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

37

Pasien hemodialisa dapat menunjukkan keadaan fisik yang sehat dan

tidak terlihat seperti orang sakit. Penderita mengerti bahwa

keadaannya terbatas, namun sebisa mungkin tidak ingin menjadi

beban dan merepotkan orang lain.

Kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup positif

ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang

positif dan memiliki kesejahteraan emosional. Penderita memiliki

perasaan positif dengan tidak larut dalam kesedihan yang terlalu

lama. Penderita menyadari bahwa dirinya harus bangkit dan

menjalani hidupnya., selalu berpikir positif dengan keadaannya dan

memiliki semangat dalam hidupnya.

Larasati (2009) menyatakan seseorang yang kualitas hidupnya

positif terlihat dalam aspek psikologis yang berusaha meredam emosi

agar tidak mudah marah. Namun penderita tetap dapat mengasihi

orang-orang yang menyakitinya dan tetap menyebut mereka sahabat.

Kualitas hidup yang negatif pada penderita kanker payudara menurut

Ferris (2010) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan membuang

alasan untuk depresi, bunuh diri dan respon negatif lainnya dengan

mengalami kebahagiaan, dan kehidupan yang menarik melalui cinta,

kasih sayang dan kesejahteraan emosional, kualitas hidup akan

meningkat saat intervensi mengurangi dasar untuk kesepian. Hal

senada juga diungkapkan oleh Diandra (2011), bahwa kualitas hidup

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

38

pasien dengan depresi mengalami penurunan dibanding dengan

pasien tanpa gejala depresi.

c. Indikator hubungan sosial

Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau

lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling

mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu

lainnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial maka dalam

hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan serta

dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Hubungan sosial

mencakup hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual.

Mor (Mosteller and Falotico, 1989 dalam Pratiwi (2012) menyatakan

bahwa kualitas hidup sebagai aspek kehidupan dan fungsi manusia

yang mempertimbangkan keperluan untuk pemenuhan hidup,

termasuk didalamnya adalah pencapaian pendidikan, pendapatan dan

standart hidup serta hubungan sosial. Bagi penderita keluarga adalah

hal terpenting dan dalam keluarga pula merasakan cinta dan kasih

sayang. Pasien dapat saja merasa bahagia dan bangga dengan

keluarganya walaupun hubungan dengan keluarganya tidak terlalu

intim.

Ferris (2010:29-31) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan

membuang respon negatif dengan mengalami kebahagiaan, dan

kehidupan yang menarik melalui cinta dan kasih sayang. Kriteria

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

39

seseorang yang memiliki kualitas hidup positif ditentukan bahwa

mereka memiliki hubungan yang baik dengan teman dan keluarga.

Cobb (Taylor,1991 dalam Pratiwi (2012) mendefinisikan

dukungan sosial sebagai informasi dari orang lain bahwa seseorang

dicintai dan diperhatikan, dihormati, dihargai dan merupakan bagian

dari kelompok dalam jaringan timbal balik. Gottlieb dalam (Smet,

2012) mendefinisikan social support sebagai, informasi verbal atau

non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang

diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam

lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang

dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada

tingkah laku penerimanya.

d. Indikator hubungan dengan lingkungan

Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk di

dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan

segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan

prasarana yang dapat menunjang kehidupan.

Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber financial,

kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan

dan social care termasuk aksesbilitas dan kualitas; lingkungan

rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru

maupun keterampilan (skill), partisipasi dan mendapat kesempatan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

40

untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu

luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/ keadaan

air/iklim, serta transportasi)

Green and Kreuter (2000 dalam Pratiwi 2012) menyatakan

kualitas hidup selain mengukur hasil kesehatan juga termasuk

kemampuan untuk melakukan tugas hidup sehari-hari, beradaptasi

dengan efek samping yang ditimbulkan oleh obat, tingkat energi, dan

indikator kesejahteraan lain yang tidak terkait dengan kondisi medis.

Menurut Kiadaliri et al, (2012) menyatakan kriteria seseorang yang

memiliki kualitas hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki

tinggal dalam lingkungan yang aman dengan fasilitas yang baik,

memiliki cukup uang dan mandiri.

E. Efikasi diri pada Pasien Hemodialisa

Efikasi diri merupakan kemampuan penderita hemodialisa untuk

menyelesaikan pengobatan walau dalam tingkat kesulitannya yang berbeda.

Pada aspek tingkat kesulitan, yang dialami oleh pasien hemodialisa misalnya

penderita merasa cemas, menganggap bahwa penyakitnya sulit untuk sembuh

karena membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga bosan untuk berobat,

sulit mengkonsumsi minum sesuai dosis, jadwal dan ditambah lagi dengan

efek samping yang dirasakan.

Selanjutnya berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan pasien

hemodialisa atas kemampuannya selama melakukan pengobatan dan

menghadapi penyakitnya. Pasien hemodialisa mempunyai keyakinan yang

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronikrepository.umtas.ac.id/29/4/BAB II LIES HANDAYANI.pdf · menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga

41

kuat dan ketekunan dalam pengobatan meskipun terdapat kesulitan dan

rintangan. Efikasi diri pada pasien hemodialisa meliputi kekuatan yang

dimiliki oleh penderita guna proses penyembuhan penyakitnya. Hal-hal yang

termasuk dalam indikator kekuatan misalnya kemampuan dalam

menggunakan masker, kemampuan dalam biaya, motivasi, dukungan dari

keluarga, sabar, tetap melakukan aktivitas dan bersosialisasi dengan

masyarakat, memenuhi kebutuhan gizi, istirahat dan sosial.

Selanjutnya berkaitan dengan efikasi diri aspek general, berkaitan

dengan tingkah laku penderita hemodialisa merasa yakin terhadap

kemampuannya. Dalam indikator ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan

perilaku biasa dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, seperti

kebersihan diri, makan, minum, istirahat, berkomunikasi, bersosial, berkemih

dan sebagainya. Personal hygiene pada penderia Hemodialisa seperti mandi,

sikat gigi tidak berbeda dengan orang sehat. Begitupun dengan pemenuhan

gizi seperti makan 3 kali sehari, minum yang banyak serta mengkonsumsi

vitamin. Selain itu dalam kebersihan pakaian, tempat tidur kebutuhan oksigen

juga tidak berbeda dengan individu pada umumnya.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--