fulltext seminar

38
SEMINAR AKHIR DEPARTEMEN MATERNITAS PEMANFAATAN AIR PEPPERMINT UNTUK MENCEGAH NYERI PADA PUTING (NIPPLE PAIN) DAN PUTING LECET (NIPPLE CRACK) AKIBAT MENYUSUI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Departemen Maternitas Pendidikan Profesi Jurusan Keperawatan OLEH: LILIA VIVIANITA MUHAMMAD DAROINI RYAN PRIAMBODO SHILA WISNASARI SIRLI MARDIANNA TRISHINTA

Upload: shila-wisnasari

Post on 28-Nov-2015

101 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

seminar

TRANSCRIPT

Page 1: Fulltext Seminar

SEMINAR AKHIR DEPARTEMEN MATERNITAS

PEMANFAATAN AIR PEPPERMINT UNTUK MENCEGAH

NYERI PADA PUTING (NIPPLE PAIN) DAN PUTING LECET

(NIPPLE CRACK) AKIBAT MENYUSUI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Departemen Maternitas

Pendidikan Profesi Jurusan Keperawatan

OLEH:

LILIA VIVIANITA

MUHAMMAD DAROINI

RYAN PRIAMBODO

SHILA WISNASARI

SIRLI MARDIANNA TRISHINTA

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: Fulltext Seminar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri pada puting (nipple pain) merupakan masalah yang sering ditemukan

pada ibu menyusui dan menjadi salah satu penyebab ibu memilih untuk berhenti

menyusui bayinya. Diperkirakan sekitar 80-90% ibu menyusui mengalami nipple

pain dan 26% di antaranya mengalami lecet pada puting yang biasa disebut dengan

nipple crack (Melli, et al., 2007). Kerusakan pada puting mungkin terjadi karena

trauma pada puting akibat cara menyusui yang salah. Penyembuhan nipple pain

dan nipple crack ini sulit terjadi karena pengisapan berulang oleh bayi yang dapat

mengakibatkan trauma baru. Oleh karena itu, pencegahan nipple pain dan nipple

crack sangat penting untuk dilakukan.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui cara pencegahan nyeri

dan trauma pada puting. Namun sebagian besar penelitian tersebut masih belum

mendapatkan hasil yang dapat diterapkan oleh karena kurangnya jumlah sampel

maupun masalah metodologi lainnya. Selain itu, keefektifan penggunaan cream,

lotion, atau salep untuk mencegah lecet pada puting (nipple crack) pada ibu

menyusui masih belum diketahui dengan pasti. Renfrew et al. (2000) menyatakan

bahwa belum terdapat trial yang adekuat untuk membuktikan keefektifan

penggunaan agen topikal untuk mencegah nyeri pada puting maupun nipple crack.

Namun, penelitian yang dilakukan Tanchev, et al (2004) menunjukkan keefektifan

penggunaan lanolin dalam mencegah dan mengobati nyeri pada puting.

Pencegahan menggunakan bahan alam mungkin dapat mengurangi masalah

selama menyusui. Peppermint (Mentha x piperita) dan minyak peppermint telah

banyak digunakan, baik dalam makanan maupun untuk obat. Salah satu komponen

terbesar pada peppermint, yaitu menthol, merupakan senyawa aktif yang digunakan

sebagai penenang untuk mengurangi rasa nyeri perut pada bayi. Peppermint juga

memiliki efek antimikroba karena mengandung beberapa minyak violat. Selain itu,

karena memiliki efek penenang dan mati rasa (numbing effect), peppermint biasa

digunakan untuk anastesi pada kulit, pengobatan luka bakar, gatal-gatal, dan

inflamasi.

Ibu menyusui biasa dianjurkan untuk mengoleskan ASI pada areola dan

puting sebelum menyusui banyinya. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang

dilakukan Milli et al. (2007), penggunaan air peppermint secara topikal pada ibu

Page 3: Fulltext Seminar

menyusui lebih efektif dalam mencegah nipple crack daripada penggunaan ASI

secara topikal pada puting dan areola (10% dibanding 40%).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penggunaan air peppermint secara

topikal berpotensi untuk mencegah nyeri pada puting maupun nipple crack pada ibu

menyusui. Namun, penelitian tentang penggunaan air peppermint ini belum banyak

dilakukan sehingga alternative pencegahan nipple pain dan nipple crack juga belum

banyak diterapkan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keefektifan air peppermint dalam

pencegahan nipple crack pada wanita primipara yang menyusui dibandingkan

dengan expressed breast milk (EBM).

1.3 Manfaat

a.Bagi Institusi

Dapat dijadikan sebagai salah satu informasi atau KIE yang dapat diberikan

pada ibu menyusui dan ibu hamil untuk persiapan menyusui setelah bayi

lahir.

b.Bagi Penerima Pelayanan (Ibu menyusui)

Dapat dijadikan sebagai alternative untuk mencegah nyeri pada puting dan

nipple crack sehingga ibu dapat memberikan ASI secara optimal.

Page 4: Fulltext Seminar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masa Menyusui (Breastfeeding)

2.1.1 ASI

Air susu ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa,

dan garam–garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar air susu ibu. Penelitian

telah membuktikan bahwa ASI merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat

memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia 6 bulan. WHO menganjurkan pemberian

ASI eksklusif, yakni bayi diberi ASI selama 6 bulan pertama tanpa mendapat

tambahan apapun. Selama pemberian ASI eksklusif, pemantauan tumbuh kembang

bayi harus dilakukan rutin tiap bulan baik di posyandu maupun di rumah sakit

(Tjipta, 2009).

ASI merupakan makanan utama dan pertama bagi bayi. ASI eksklusif tidak

dapat digantikan oleh susu manapun mengingat komposisi ASI yang sangat ideal

dan sesuai kebutuhan bayi disetiap saat serta mengandung zat kekebalan yang

penting mencegah timbulnya penyakit (Fuadi, 2011). Air susu ibu bersifat unik,

spesifik, dan merupakan cairan nutrisi yang kompleks yang terdiri dari kandungan

imunologis dan faktor pertumbuhan. Keunikan lain dari ASI yaitu kandungannya

sesuai dengan perubahan kebutuhan bayi selama pertumbuhan dan perkembangan

(Wagner,2009). Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang anak

yang optimal, baik fisik maupun mental dan kecerdasan, maka pemberian ASI perlu

perhatian agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam

menyusui adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur

dan eksklusif. Oleh karena itu, salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian

adalah bagaimana ibu dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara

eksklusif sampai 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2

(dua) tahun.

Laktasi atau menyusui adalah suatu proses produksi/pembentukan ASI

(refleks prolaktin) dan pengeluaran ASI (refleks let down) (Suradi dan Kristina,

2004). Pembentukan ASI (refleks prolaktin) dimulai sejak kehamilan. Pada masa

kehamilan terjadi perubahan-perubahan payudara terutama besarnya payudara,

yang disebabkan oleh adanya proliferasi sel-sel duktus laktiferus dan sel-sel

kelenjar pembentukan ASI serta lancarnya peredaran darah pada payudara. Proses

proliferasi ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh plasenta yaitu

Page 5: Fulltext Seminar

laktogen, prolaktin, kario gonadotropin, estrogen dan progesteron (Maryuni, 2009).

Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya

belum keluar karena dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi (Suradi dan Kristina,

2004).

Setelah persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun dengan

lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi

hambatan terhadap prolaktin oleh estrogen. Hormon prolaktin ini merangsang sel-

sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu (Maryuni, 2009). Produksi

prolaktin yang berkesinambungan disebabkan oleh bayi yang selalu menyusui.

Prolaktin akan berada dalam peredaran darah selama 30 menit setelah dihisap,

sehingga prolaktin dapat merangsang payudara untuk memproduksi ASI untuk

dihisap berikutnya. Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari sinus laktiferus, makin

banyak produksi ASI atau dengan kata lain, makin sering bayi menyusui makin

banyak ASI yang diproduksi (IDAI, 2008).

Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang kompleks antara

rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Proses pelepasan ASI

atau refleks let down dikendalikan oleh neuroendokrin, dimana bayi yang

menghisap payudara ibu akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan

kontraksi sel-sel mioepitel. Kontraksi dari sel-sel mioepitel akan memeras air susu

yang telah dibuat dan keluar dari alveoli, masuk ke sistem duktulus yang

selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus dan masuk ke mulut bayi sehingga

ASI tersedia bagi bayi (Maryuni, 2009). Faktor-faktor yang memicu peningkatan

refleks let down yaitu pada saat ibu melihat bayi, mendengar suara bayi, mencium

bayi, dan memikirkan untuk menyusui bayi. Sementara faktor-faktor yang

menghambat refleks let down adalah kondisi ibu yang stress, keadaan bingung

(psikis kacau), takut, cemas, lelah, malu dan merasakan nyeri (Maryuni, 2009).

2.1.2 Manajemen Laktasi

Manajemen laktasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menunjang

keberhasilan menyusui dalam pelaksanaannya, terutama dimulai pada masa

kehamilan, segera setelah persalinan, dan pada masa menyusui selanjutnya.

Page 6: Fulltext Seminar

Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut (Siregar, 2004):

a. Pada masa Kehamilan (antenatal):

1.Memberikan informasi dan penyuluhan tentang manfaat dan keunggulan ASI,

manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya, dan bahaya pemberian

susu formula.

2.Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara/keadaan puting susu,

apakah ada kelainan atau tidak. Di samping itu perlu dipantau kenaikan berat

badan ibu hamil.

3.Perawatan payudara sejak usia kehamilan enam bulan agar ibu mampu

memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.

4.Memperhatikan gizi/makanan ditambah mulai dari kehamilan trimester kedua

sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat belum hamil.

5.Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal ini perlu

diperhatikan keluarga terutama suami kepada istri yang sedang hamil untuk

memberikan dukungan dan membesarkan hatinya.

b. Pada masa segera setelah persalinan (perinatal):

1. Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan ditunjukkan cara

menyusui yang baik dan benar, yakni mengenai posisi dan cara melekatkan

bayi pada payudara ibu.

2.Membantu terjadinya kontak langsung antara bayi-ibu selama 24 jam sehari

agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.

3. Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000S1) dalam waktu dua

minggu setelah melahirkan.

c. Pada masa menyusui selanjutnya (post-natal).

1.Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi, yaitu

hanya memberikan ASI saja tanpa makanan/minuman lainnya.

2.Perhatikan gizi/makanan ibu menyusui, perlu makanan 1 ½ kali lebih banyak

dari biasa dan minum minimal 8 gelas sehari.

3. Ibu menyusui harus cukup istirahat dan menjaga ketenangan pikiran dan

menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.

4.Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk menunjang

keberhasilan menyusui.

Page 7: Fulltext Seminar

5.Rujuk ke posyandu atau puskesmas atau petugas kesehatan apabila ada

permasalahan menyusui seperti payudara bengkak disertai demam.

6.Menghubungi kelompok pendukung ASI terdekat untuk meminta pengalaman

dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui bagi mereka.

7.Memperhatikan gizi/makanan anak, terutama mulai bayi 6 bulan, berikan MP

ASI yang cukup baik kuantitas maupun kualitas.

2.1.3 Masalah yang Biasa Dihadapi Ibu Menyusui (Patologi Menyusui)

Masalah menyusu pada umumnya terjadi dalam dua minggu pertama masa

nifas (Krisnadi, 2005). Payudara telah dipersiapkan sejak mulai terlambat datang

bulan hingga pada waktunya memberikan ASI dengan sempurna. Untuk dapat

melancarkan pengeluaran ASI, dilakukan persiapan sejak awal kehamilan dengan

melakukan masase, menghilangkan kerak pada puting susu sehingga duktus tidak

tersumbat. Puting susu saat mandi perlu ditarik-tarik sehingga menonjol untuk

memudahkan pengisapan ASI (Manuaba, 1998). Berbagai kelainan pada puting

susu dapat terjadi diantaranya terlalu kecil, puting susu mendatar dan puting susu

masuk ke dalam. Pengeluaran ASI pun mengalami gangguan seperti tidak keluar

sama sekali (agalaksia),ASI sedikit (oligolaksia), terlalu banyak (poligolaksia), dan

pengeluaran berkepanjangan (galaktorea) (Manuaba, 1998).

Masalah – masalah yang sering dihadapi ibu yang menyusui antara lain :

1. Hisapan yang sangat kuat

Hisapan yang sangat kuat dapat menyebabkan rasa yang sangat tidak nyaman

bagi ibu. Penting sekali untuk kembali menyakinkan ibu bahwa isapan yang kuat

ini biasanya hanya berlangsung dalam 24 – 36 jam. Penanganan yang dapat

dilakukan antara lain (Fuadi, 2011):

a.Tetap menyusui dengan sering

b.Kompres hangat atau mandi sebelum menyusui

c. Payudara dikompres dengan es setelah menyusui

d.Pemberian Parasetamol dengan atau tanpa kodein dosis rendah untuk

menghilangkan rasa tidak nyaman

e.Jika menggunakan pompa payudara, sebaiknya hanya sedikit ASI saja yang

boleh dipompa untuk menghindari meningkatnya produksi ASI.

Page 8: Fulltext Seminar

2. Payudara Bengkak (Engorgement)

Pada hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri

disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI

yang mulai diproduksi dalam jumlah banyak. Penyebab payudara bengkak

adalah posisi mulut bayi dan puting susu ibu yang salah, poduksi ASI berlebih,

terlambat menyusui, pengeluaran ASI yang jarang, dan waktu menyusui yang

terbatas. Cara mengatasinya adalah dengan menyusui bayi sesering mungkin

tanpa terjadwal tanpa batas waktu. Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI

dengan bantuan tangan/ pompa ASI yang efektif sebelum menyusui. Sebelum

menyusui dapat dilakukan dengan kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit

dan setelah menyusui dikompres dengan air dingin untuk mengurangi oedema

(Siregar, 2011).

3. Nyeri pada Puting (Nipple Pain)

Pada umumnya ibu akan mengalami sakit pada waktu awal menyusui.

Rasa nyeri ini akan berkurang setelah ASI dapat dikeluarkan dan menghilang

bila posisi mulut bayi benar pada saat menyusui. Cara menanganinya adalah

dengan memastikan posisi menyusui sudah benar dan memulai menyusui pada

puting yang tidak terasa sakit. Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI,

oleskan di puting susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu

sampai puting susu kering dan jangan membersihkan puting susu dengan sabun.

Hindarkan puting susu menjadi lembab (Siregar, 2011).

4. Puting Susu yang Nyeri/ Retak/ Berdarah (Nipple Crack)

Puting susu yang nyeri, bila tidak segera ditangani dengan benar akan

menjadi lecet, sehingga menyusui akan terasa menyakitkan dan dapat

mengeluarkan darah. Puting susu yang lecet dapat disebabkan oleh posisi

menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh thrush (candidiasis) atau

dermatitis. Hal ini dapat diatasi dengan cara mengobati puting susu yang lecet

dan memperhatikan posisi menyusui. Apabila sangat menyakitkan, berhenti

menyusui pada payudara yang sakit untuk sementara untuk memberi

kesempatan luka sembuh dan keluarkan ASI dari payudara yang sakit dengan

tangan (jangan dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan kelancaran

pembentukan ASI serta berikan ASI perah dengan sendok atau gelas tetapi

jangan dengan dot. Setelah terasa membaik, mulai menyusui kembali dan mula-

Page 9: Fulltext Seminar

mula dengan waktu yang lebih singkat. Apabila lecet tidak sembuh dalam 1

minggu, rujuk ke Puskesmas (Siregar, 2011).

Selain itu, penanganan untuk nipple crack menurut Fuadi (2011) antara

lain:

a. Mengevalusi kembali posisi bayi pada puting susu. Puting susu yang tidak

masuk secara tepat dalam mulut bayi merupakan penyebab paling umum rasa

nyeri pada puting susu.

b. Memaparkan puting dengan udara bebas.

c. Pertama-tama berikanlah ASI dari payudara yang paling sedikit terasa nyeri /

retak / berdarah.

d. Minum parasetamol 20 menit sebelum menyusui (tetapi hanya setiap 4 jam).

e. Pada puting yang retak, oleskan ASI yang sudah ditampung dan dibiarkan

mengering. Tindakan ini akan menghasilkan penyembuhan yang dramatis

f. Berikan ASI yang sudah ditampung secara manual terlebih dahulu (untuk

menenangkan ibu yang terlalu bersemangat dalam memberi ASI).

g. Pada kasus yang berat, hentikan dahulu pemberian ASI dan pemompaan ASI

pada puting yang nyeri / retak / berdarah untuk sementara waktu.

5. Mastitis

Mastitis adalah peradangan pada payudara yang disebabkan oleh bakteri,

terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau melalui

peredaran darah (Mochtar, 1998). Proses infeksi pada payudara menimbulkan

pembengkakan lokal atau seluruh payudara, merah dan nyeri. Peradangan

mengenai stroma payudara yang terdiri dari jaringan ikat, lemak, pembuluh

darah, dan getah bening (Krisnadi, 2005).

Mastitis biasa terjadi pada minggu kedua, ibu merasa demam umum

seperti influenza (Krisnadi, 2005). Biasanya didahului oleh puting lecet, payudara

bengkak atau sumbatan saluran susu. Ibu dengan anemi, gizi buruk, kelelahan

dan stress juga merupakan faktor predisposisi. Mastitis yang tidak segera diobati

maka akan menyebabkan abses payudara yang dapat pecah ke permukaan kulit

dan menimbulkan luka yang besar. Keluhannya adalah payudara membesar,

keras, nyeri, kulit memerah, dan membisul (abses), dan akhirnya pecah dengan

borok serta keluarnya cairan nanah bercampur air susu. Dapat disertai suhu

badan naik dan menggigil (Mochtar, 1998).

Page 10: Fulltext Seminar

2.2 Nipple Crack

2.1.1 Definisi

Yang dimaksud dengan nipple crack yaitu salah satu trauma pada puting susu

yang ditandai dengan adanya luka lecet atau retak bahkan sampai berdarah pada

puting. Hal ini sering dialami oleh ibu menyusui dan menjada salah satu penyebab

tidak optimalnya pemberian ASI pada bayi. Jika tidak segera diatasi, nipple crack

dapat berkembang menjadi mastitis jika terjadi infeksi oleh bakteri Staphylococcus

aureus.

2.2.2 Penyebab

Penyebab terjadinya nipple crack antara lain:

1. Posisi bayi yang tidak benar saat menyusui, yang juga dapat menyebabkan rasa

nyeri berat pada puting (nipple pain)

2. Penggunaan pompa ASI yang salah (dengan tekanan yang terlalu tinggi)

3. Bayi mengalami thrush (kandidiasis)

Jika bayi mengalami infeksi jamur pada rongga mulutnya, bayi dapat

menularkannya pada ibu saat menyusu. Tanda dan gejala yang mungkin muncul

yaitu rasa gatal, kemerahan, dan nyeri hebat pada puting selama atau setelah

menyusui

4. Kulit kering atau eczema

2.2.3 Penatalaksanaan

Puting (nipple) dan areola adalah hal yang krusial yang menghubungkan

antara payudara dan bayi. Masalah pada struktur ini, khususnya rasa sakit dan

trauma, merupakan salah satu penyebab paling sering dari terminasi dini menyusui.

Nyeri pada puting dan/atau trauma pada puting merupakan masalah yang umum

dihadapi pada masa menyusui, dengan insiden yang bervariasi antara 34 dan 96%,

dan disebut-sebut sebagai salah satu alasan utama untuk penghentian awal

menyusui di awal periodepostpartum (Gartner, et al., 2005; Abou-Dakn, 2011).

Pengobatan nipple crack secara dini dan efektif sangat penting karena hal ini

merupakan faktor penting dalam membangun keberhasilan menyusui dengan

mempertahankan hubungan emosional antara ibu dan bayi dan mencegah

komplikasi seperti mastitis atau abses payudara (Erylmaz, et al., 2005).

Berbagai intervensi telah banyak digunakan, baik untuk mengobati atau

mencegah nipple crack yang terjadi karena menyusui. Hal ini termasuk penggunaan

Page 11: Fulltext Seminar

krim topikal, larutan atau spray, pembatasan durasi menyusui, pemaparan puting

dari panas kering atau sinar ultraviolet dan air drying, pengerasan kulit puting, dan

pemberian pendidikan tentang menyusui sebelum atau setelah melahirkan

(Lochner, et al., 2009).

Menurut The Joanna Briggs Institute (2009), jika ibu merencanakan untuk

menyusui bayinya, maka ada terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk

mencegah dan mengatasi nipple pain dan nipple crack antara lain:

1. Pendidikan Kesehatan

o Antenatal

Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa pendidikan antenatal tentang

teknik menyusui yang benar, termasuk posisi saat menyusui, dapat

menurunkan kejadian nipple pain dan nipple crack yang terjadi karena

menyusui.

o Postnatal: tentang teknik menyusui yang benar

2. Manajemen perawatan payudara dengan menggunakan kompres air hangat

Gambar 2.1 Algoritma pencegahan dan penanganan nipple pain dan nipple crack (The Joanna Briggs Institute, 2009)

Page 12: Fulltext Seminar

Sedangkan beberapa bahan yang dapat digunakan untuk mencegah dan

mengatasi nipple pain dan nipple crack antara lain:

1. Expressed Brestmilk (EBM)

Meskipun penelitian berbasis bukti (evidence based research) tentang

keefektifan EBM dalam menangani nipple crack masih terbatas, EBM terus

direkomendasikan untuk pencegahan dan pengobatan nipple crack. EBM

mengandung immunoglobulin yang dapat mempercepat penyembuhan kulit yang

terluka (Abou-Dakn, 2011).

2. Agen Topikal Lanolin

Lanolin merupakan ester organik yang berasal dari bulu domba setelah dicukur.

Lanolin dapat membantu penyembuhan luka dengan memberikan kelembaban

pada luka. Selain itu lanolin terbukti memiliki efek antiradang dan antimikroba.

Menurut Abou-Dakn, et al. (2011) lanolin menunjukkan perbaikan nipple crack

yang lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan EBM.

3. Teh

Polifenol pada teh hijau menginduksi diferensiasi dan proliferasi pada epidermis.

Polifenol teh hijau dapat merangsang pembelahan sel dan sintesis DNA, serta

berpotensi memperpendek waktu penyembuhan luka epidermis (Schelz, 2006).

4. Virgin Coconut Oil (VCO)

Minyak kelapa murni telah lama digunakan di negara tropis, sebagai pengobatan

untuk gangguan kulit dan untuk membantu penyembuhan luka. Konsultan laktasi

dapat menyarankan penggunaan virgin coconut oil untuk nipple pain, tetapi tidak

terdapat penelitian tentang penggunaan VCO pada puting lecet atau rusak

(Walker, 2013). Nevin dan Rajamohan (2010) menyimpulkan bahwa luka diobati

dengan minyak kelapa murni menunjukkan penyembuhan yang jauh lebih cepat

daripada luka yang tidak mendapatkan pengobatan. Hal ini diperkirakan terjadi

karenaadanya berbagai bahan aktif dalam minyak kelapa yang berfungsi untuk

mempercepat proses penyembuhan luka.

5. Madu

Telah diketahui bahwa madu memiliki sifat antibakteri dan dapat membantu

penyembuhan luka secara efektif (Moore, et al., 2001). Namun, efek ini

tampaknya tergantung dari jenis madu itu sendiri, lokasi geografis, dan bunga

dari mana produk madu tersebut didapat. Merckoll, et al (2009) melaporkan

bahwa Medihoney bersifat bakterisida terhadap beberapa jenis bakteri, termasuk

methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Medihoney memiliki

Page 13: Fulltext Seminar

kemampuan untuk menembus biofilm, hal penting dalam luka terinfeksi yang

tidak sembuh (Merckoll, et al, 2009). Medihoney dapat menghilangkan spora

botulisme dan telah digunakan oleh banyak tenaga kesehatan untuk membantu

menyembuhkan puting rusak (nipple crack).

6. Dressing Hydrogel

Dressing hidrogel untuk penyembuhan nyeri, trauma, atau maserasi puting

adalah terapi yang diadaptasi dari intervensi penyembuhan luka pada bagian lain

dari tubuh. Dressing ini berbasis air dan sering dikombinasikan dengan air dan

gliserin dalam matriks polimer. Dressing hydrogel ini dapat menjaga kelembaban,

menghambat pembentukan kerak, mengurangi rasa sakit, dan meningkatkan

migrasi epitel untuk perbaikan luka. Dressing Hydrogel dapat menjadi pilihan

dalam pengobatan puting dengan luka terbuka atau retak dengan eksudat.

Dressing ini menyerap debit luka dan mencegah puting kulit lecet akibat bra ibu.

Tenaga kesehatan harus memilih dressing hydrogel yang tidak memerlukan

perekat untuk menempel pada payudara, karena beberapa ibu mengeluh bahwa

dressing hidrogel dengan backing perekat mengiritasi kulit ketika dilepas. Ketika

dressing akan dilepas untuk menyusui, seharusnya tidak ada residu atau

potongan-potongan kecil dressing pada putting (Walker, 2013).

7. Peppermint

Menthol, komponen terbesar dalam minyak peppermint, bersifat aktif secara

farmakologiaktif dalam dosis yang relatif kecil. Dalam dosis kecil, peppermint

aman untuk konsumsi oleh bayi dan telah banyak digunakan selama bertahun-

tahun sebagai agen penenang untuk mengatasi rasa tidak nyaman pada perut.

Seperti pada minyak atsiri, air peppermint juga memiliki sifat antibakteri, memiliki

efek menenangkan dan numbing effect, dan telah digunakan secara eksternal

untuk anestesi kulit, luka bakar, gatal, dan peradangan. Air pepermint dianjurkan

digunakan untuk pencegahan nyeri dan kerusakan puting (Melli et all, 2007;

Abou-Dakn, 2010). Dibandingkan dengan EBM, air peppermint lebih berpotensi

mengurangi nyeri. Dibandingkan dengan teh dan Lanolin, peppermint dapat

mengurangi nipple pain secara lebih efektif (Abd-Elsalam, 2011).

Page 14: Fulltext Seminar

Gambar 2.2 Perbandingan efektifitas berbagai agen topikal dalam pencegahan dan penatalaksanaan nipple pain (Lochner, et al., 2009)

2.3 Peppermint

Daun mint (Gambar 2.2) atau Mentha adalah tanaman herbal dari kerabat

genus Mentha. Terdapat banyak spesies dari tumbuhan mint yang ada, dan yang

paling umum yaitu peppermint. Herbal ini, terutama bagian daunnya banyak

digunakan sebagai bahan makanan atau penghias hidangan. Pemanfaatan

terbanyak dari peppermint yaitu dari kandungan minyaknya yang digunakan sebagai

Page 15: Fulltext Seminar

bahan dasar atau campuran obat. Daun Mint terdiri dari air, serat, protein abu, dan

karbohidrat. Daun ini juga kaya akan kandungan mineral seperti kalsium, kalium,

magnesium, tembaga, mangan, natrium, dan fosfor dengan persentase yang cukup

tinggi. Selain itu, daun mint ini juga banyakmengandung unsur vitamin, yaitu vitamin

A, B, C dan D. Daun mint juga memiliki asam amino yang bermacam-macam

seperti: arginin, asam aspartat, glutamat, alanin, leusin, glisin, prolin, serin, dan valin

dalam persentase yang sangat tinggi.

Gambar 2.3 Daun mint

Peppermint biasa digunakan untuk mengobati masalah pencernaan seperti

kram, kembung, mual, kehilangan nafsu makan dan sindrom radang usus besar.

Selain itu, Peppermint juga dapat digunakan sebagai penawar rasa sakit gigi, sakit

kepala, mengurangi rasa sakit kulit yang terbakar, keseleo, obat batuk, flu dan

demam (Salem 1995). Sejumlah penelitan menunjukkan bahwa Peppermint dapat

menurunkan kadar kolesterol darah dan mempunyai aktivitas antioksidan baik

secara in vitro maupun in vivo (Yadegarinia et al. 2006; Sandra et al. 2009).

Beberapa komponen kimia juga telah teridentifikasi dalam tanaman tersebut dan

salah satu komponennya mempunyai aktivitas antioksidan (Yadegarinia et al. 2006).

Salah satu komponen fenolik dari peppermint adalah menthol. Menthol

merupakan komponen fenolik yang bersifat volatile dan mempunyai sifat

antioksidan. Elektron dari atom oksigen menthol bertanggung jawab pada

kemampuannya dalam berkoordinasi. Elektron tersebut mempunyai efek steric yang

akan mengikat ion metal (Fe) membentuk ikatan kompleks menthol-Fe (Wang et al.

2010). Selain itu menthol juga memberikan efek dingin dan sejuk di kulit serta tidak

lengket. Penggunaan minyak peppermint secara topikal dapat berfungsi sebagai

pelemas otot, sehingga dapat mengendurkan serat-serat otot yang tegang setelah

melakukan aktivitas. Di samping itu juga dapat berfungsi untuk melawan bahan

irritan dan sebagai analgesik.

Page 16: Fulltext Seminar

Manfaat menthol yang terkandung dalam peppermint antara lain sebagai

berikut (Hygrass et al, 2011) :

1. Analgetik

2. Antipruritus

3. Tambahan perasa makanan

4. Antiemesis

5. Antiseptik

6. Pelega pernapasan dan tenggorokan

Page 17: Fulltext Seminar

BAB III

METODE, HASIL, DAN PEMBAHASAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Design Penelitian

Penelitian ini merupakan Randomized Control Trial (RCT) yang dilakukan

untuk mengetahui efektivitas air peppermint dalam mencegah nipple crack

dibandingkan dengan expressed breast milk (EBM) pada populasi Iran.

3.1.2 Sampel Penelitian

Kriteria sampel yang ditentukan yaitu wanita primipara yang melahirkan bayi

cukup bulan, baik secara spontan pervaginam maupun dengan SC. Sedangkan

kriteria eksklusi yang ditentukan antara lain wanita yang melahirkan bayi preterm,

mengalami demam postpartum, infeksi payudara, kelainan pada putting, usia < 18

tahun, mendapat medikasi apapun, dan tidak dapat dihubungi melalui telepon.

Selain itu, bayi yang mengkonsumsi susu formula atau menggunakan dot, atau bayi

yang mengalami infeksi rongga mulut juga dieksklusikan dari penelitian ini.

Jumlah sampel ditentukan berdasarkan studi pendahuluan dengan rumus

Cochran (estimasi persen dan rasio), yaitu n=t2 pqd2

dimana t adalah confidence

level, p adalah rasio jumlah pasien yang mengalami nipple crack (n=18) dengan

total pasien pada penelitian pendahuluan (n=30), q adalah jumlah pasien yang tidak

mengalami nipple crack (n=12) dengan total pasien pada penelitian pendahuluan

(n=30). Dari rumus tersebut didapatkan jumlah pasien yang dibutuhkan yaitu 196

pasien.

3.1.3 Alur Penelitian

Setelah mendapatkan informed consent, pasien dikelompokkan berdasarkan

metode persalinan. Kemudian pasien dikelompokkan kembali menjadi kelompok

perlakuan (menggunakan air peppermint) dan kelompok control (menggunakan

EBM). Kelompok perlakuan diharuskan untuk mengoleskan kapas yang dibasahi

dengan air peppermint pada areola dan nipple setiap setelah menyusui mulai hari

pertama sampai hari ke-14. Kelompok kontrol diharuskan untuk mengoleskan ASI

(EBM) pada areola dan nipple setiap setelah menyusui mulai hari pertama sampai

hari ke-14.

Page 18: Fulltext Seminar

3.1.3 Pengumpulan dan Analisis Data

Data demografi pasien didapatkan dari rekam medis, wawancara dilakukan

pada masa post partum. Follow up dilakukan via telepon oleh bidan terlatih pada

hari ke-4, 8, dan 14 postpartum. Pemeriksaan nyeri pada areola dan puting serta

nipple dan areola crack dilakukan oleh peneliti. Frekuensi dan durasi menyusui

selama 24 jam juga ditanyakan pada pasien. Wawancara via telepon dilakukan

pada minggu ke-6 untuk mengetahui adanya serta keparahan nyeri dan kerusakan

puting selama menyusui. Setiap pasien mengungkapkan dan menilai sendiri tingkat

nyeri yang dirasakan, dengan criteria: tidak nyeri, nyeri ringan (rasa tidak nyaman),

sedang (nyeri dirasakan mengganggu aktivitas), dan nyeri berat (nyeri yang sangat

menyiksa).

Tujuan utama follow up meliputi respon terhadap pertanyaan tentang nyeri

pada puting pada minggu ke-6 dan pemeriksaan fisik pada setiap kunjungan follow

up. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi lecet pada dan di sekitar areola dan

puting, dinyatakan dalam satuan mm menggunakan criteria yang telah digunakan

dalam penelitian sebelumnya (Amir, et al., 2003). Kerusakan puting dinilai

berdasarkan lebarnya luka, yaitu: ringan (1-2 mm), sedang (3-9 mm), berat (> 10

mm dan/atau daerah yang mengalami kerusakan berwarna kuning).

Data yang terkumpul dinyatakan sebagai nilai rata-rata dan standar deviasi.

Perbedaan variable kategorikal dianalisis menggunakan uji Chi-square, perbedaan

intrakelompok dianalisis dengan ANOVA, sedangkan perbedaan rata-rata

antarkelompok dianalisis menggunakan t-test. Perbedaan dinyatakan bermakna

secara statistic jika p value < 0,05.

3.2 Hasil Penelitian

Dari 196 pasien yang telah ditentukan, terdapat 16 pasien yang mengalami

drop out sehingga total sampel penelitian sebesar 180 pasien (Gambar 3.1). Pasien

dikelompokkan menjadi kelompok control yang menggunakan EBM dan kelompok

perlakuan yang menggunakan air peppermint. Pada awal penelitian, tidak terdapat

perbedaan bermakna dalam karakteristik pasien (data tidak ditunjukkan).

Page 19: Fulltext Seminar

Gambar 3.1 Alur perekrutan pasien sebagai sampe dalam penelitian

Terdapat perbedaan signifikan dalam insiden nipple crack dan areola crack

antara kelompok peppermint dan kelompok EBM (9% vs 28%, p < 0,001) (Tabel 1).

Pada kelompok air peppermint tidak terdapat pasien yang mengalami nipple crack

maupun areola crack berat, sedangkan pada kelompok EBM 9% pasien mengalami

nipple crack berat dan 6% mengalami areola crack berat (Tabel 1). Pada kelompok

peppermint, nipple crack terjadi pada hari ke-7, sedangkan pada kelompok EBM

terjadi pada hari ke-4 (data tidak ditunjukkan). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa pasien yang menggunakan EBM lebih cenderung mengalami nipple crack

dibandingkan dengan pasien yang menggunakan air peppermint.

Page 20: Fulltext Seminar

Nyeri pada puting yang dirasakan oleh pasien selama dua minggu pertama

penelitian ditunjukkan pada Tabel 2. Pasien pada kelompok peppermint cenderung

tidak merasakan nyeri daripada kelompok EBM.

Durasi dan frekuensi menyusui dalam 24 jam juga dikaji berdasarkan tipe

persalinan. Frekuensi dan durasi menyusui pada kelompok air peppermint lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok EBM (t-test, p < 0,001) dan tidak tergantung

pada metode persalinan (pervaginam dan SC). Pada kelompok air peppermint,

jumlah ibu yang mengalami nipple crack tidak berbeda antara kelompok yang

melahirkan secara pervaginam dan SC (p = 0,13). Namun, angka kejadian areola

crack cenderung lebih rendah pada ibu yang melahirkan dengan metode SC (p =

0,04).

3.3 Pembahasan

ASI merupakan nutrisi utama yang dibutuhkan oleh bayi. Keberhasilan dalam

menyusui secara eksklusif sangat ditentukan oleh adanya dukungan dan informasi

Page 21: Fulltext Seminar

yang tepat tentang bagaimana cara mencegah beberapa masalah yang ungkin

muncul pada masa menyusui. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

pemberian agen topikal tidak dapat mencegah terjadinya nyeri dan kerusakan pada

puting selama menyusui. Faktor yang paling penting dalam menurunkan insiden

nyeri pada puting yaitu pengetahuan tentang cara menyusui bayi yang tepat.

Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian air peppermint secara topikal

pada puting dan areola setelah menyusui dapat menurunkan insiden nipple pain

dan nipple crack. Hal ini dikarenakan efek penenang dan numbing serta aktivitas

antibacterial dari peppermint. Selain itu, rasa sakit pada saat menyusui diperkirakan

menjadi salah satu faktor yang dapat menurunkan frekuensi menyusui pada

kelompok EBM.

Penggunaan bahan alam seperti produk herbal merupakan salah satu terapi

alternative yang marak digunakan. Herbal mengandung beberapa substansi aktif

yang dapat menimbulkan efek samping dan dapat berinteraksi dengan herbal lain,

suplemen, maupun obat-obatan. Menthol murni yang terdapat pada peppermint

bersifat toksik dan tidak boleh dikonsumsi secara langsung. Oleh karena itu,

pemberian air peppermint secara topikal pada areola dan puting hanya boleh

dilakukan setelah menyusui dan harus dibersihkan sebelum waktu menyusui

selanjutnya.

Page 22: Fulltext Seminar

BAB IV

KRITISI DAN APLIKASI JURNAL

7.1 Kritisi Jurnal

4.1.1 Populasi (Popuation)

Penelitian yang dilakukan oeh Milli, et al. (2009) ini merupakan Randomized

control trial yang melibatkan 180 ibu menyusui yang baru pertama kali melahirkan

(primipara) sebagai responden. Jumlah sampel yang dibutuhkan didapatkan dari

perhitungan berdasarkan rumus Cochrane, yatu sebesar 196 pasien. Selama

penelitian berlangsung, terdapat 16 pasien yang mengalami drop-out. Pada jurnal

ini juga telah dijelaskan bagaimana cara memilih sampe, yaitu menggunakan tabel

nomor acak (random number table). Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok control dan kelompok perlakuan. Tidak terdapat perbedaan bermakna

pada karakter sampel dalam masing-masing kelompok pada awal penelitian. Hal ini

telah sesuai dengan syarat penelitian Randomized control trial.

4.1.2 Intervensi (Intervention)

Dalam jurnal penelitian ini telah dijelaskan intervensi pada masing-masing

kelompok. Kelompok perlakuan diharuskan untuk mengoleskan kapas yang

dibasahi dengan air peppermint pada areola dan nipple setiap setelah menyusui

mulai hari pertama sampai hari ke-14. Kelompok kontrol diharuskan untuk

mengoleskan ASI (EBM) pada areola dan nipple setiap setelah menyusui mulai hari

pertama sampai hari ke-14. Sampel pada kedua kelompok tidak diperbolehkan

mengkonsumsi obat-obatan dan suplemen lain.

4.1.3 Pembanding (Comparison)

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan insiden nipple pain dan nipple

crack antara kelompok control dan kelompok perlakuan. Selain itu, variable lain

seperti frekuensi dan durasi menyusui juga dibandingkan.

4.1.4 Keluaran (Outcome)

Data yang terkumpul dianalisis menggunakan program SPSS 13.0 for

Windows. Uji yang digunakan antara lain Chi-square untuk data demografi, ANOVA

untuk mengetahui perbedaan dalam kelompok, dan t-test untuk mengetahui

perbedaan antarkelompok. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain (1)

Terdapat perbedaan signifikan dalam insiden nipple crack dan areola crack antara

kelompok peppermint dan kelompok EBM (9% vs 28%, p < 0,001), (2) Pasien pada

kelompok peppermint cenderung tidak merasakan nyeri daripada kelompok EBM,

Page 23: Fulltext Seminar

(3) Frekuensi dan durasi menyusui pada kelompok air peppermint lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok EBM.

4.1.5 Validitas Internal

Bagian pendahuluan dari jurnal penelitian menyertakan penelitian-penelitian

sebelumnya yang relevan, tetapi kurang menonjolkan urgensi dari penelitian.

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan fisik untuk mengetahui derajat nipple

crack serta penilaian nyeri tidak dijelaskan, peneliti hanya mencantumkan kriteria

hasil pemeriksaan saja. Selain itu, dosis dan frekuensi penggunaan air peppermint

tidak dijelaskan. Uji statistic yang digunakan yaitu Chi-square, ANOVA, dan t-test

sesuai dengan tujuan dari penelitian. Penelitian ini menunjukkan bahwa air

peppermint dapat mencegah terjadinya nipple pain dan nipple crack secara lebih

efektif daripada metode lain, yaitu pemberian expressed breast milk (EBM). Namun,

mekanisme yang mendasari hal tersebut kurang dibahas pada bagian diskusi.

4.1.6 Validitas Eksternal

Hasil penelitian ini bersifat representative dan dapat diterapkan pada ibu

menyusui di Indonesia. Peppermint juga dapat ditemukan dengan mudah di

Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat memicu dilakukannya penelitian

lebih lanjut tentang pencegahan serta pengobatan nipple pain dan nipple crack yang

diakibatkan menyusui.

7.2 Aplikasi Jurnal

Menyusui (breastfeeding) merupakan hal yang penting, baik bagi ibu maupun

bayi. Dalam mempersiapkan masa menyusui, sangat penting untuk memahami cara

menyusui yang benar dan juga pencegahan masalah-masalah yang mungkin

muncul saat menyusui. Nipple pain dan nipple crack merupakan masalah yang

umum ditemukan pada ibu menyusui. Terjadinya nipple pain dan nipple crack dapat

meningkatkan risiko terminasi dini dari pemberian ASI, sedangkan ASI merupakan

makanan utama dan pertama bagi bayi. Oleh karena itu, upaya pencegahan

terjadinya nipple pain dan nipple crack sangat penting untuk dilakukan. Hasil

penelian ini dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif untuk mencegah

atau mengurangi nipple pain dan nipple crack. Jurnal ini menunjukkan bahwa

penggunaan air peppermint terbukti efektif mengurangi gejala nipple pain dan nipple

crack dibandingkan dengan menggunakan ASI (EBM).

Karena penggunaan obat herbal dapat menyebabkan beberapa efek samping

dan berpotensi mengganggu kesehatan bayi, penggunaan air peppermint secara

Page 24: Fulltext Seminar

topikal pada areola dan puting hanya boleh dilakukan setelah menyusui. Selain itu,

sebelum menyusui bayi kembali, areola dan puting harus dibersihkan dengan air

bersih yang hangat. Pastikan bahwa payudara, khususnya daerah sekitar puting

dalam keadaan bersih sebelum mulai menyusui (Cadena, 2013).

Tenaga kesehatan dapat memberikan informasi tentang pengertian,

penyebab, serta pencegahan nipple pain dan nipple crack yang terjadi akibat

menyusui. Tenaga kesehatan dapat memberikan KIE tentang cara atau teknik

menyusui yang benar pada masa antenatal dan postnatal, serta mengenai manfaat

penggunaan air peppermint dalam mengatasi masalah saat menyusui khususnya

nyeri saat menyusui dan juga puting lecet. Pemberian penyuluhan ini dapat

dilakukan di poli KIA, posyandu, atau tempat pelayanan kesehatan lainnya. Dengan

demikian, pemberian ASI pada bayi dapat menjadi lebih optimal.

4.2.1 Aplikasi Penggunaan Air Peppermint

Cara Pembuatan Air Peppermint

Bahan:

o Air bersih 1 ons (± 150 cc)

o Minyak peppermint 8 tetes

Langkah:

1. Teteskan minyak peppermint ke dalam ait yang telah disiapkan

2. Basahi kain atau kapas menggunakan air peppermint

3. Oleskan pada puting dan areola secara merata setelah menyusui bayi

4. Simpan sisa air peppermint dalam lemari pendingin

5. Bersihkan puting dan areola dengan air hangat yang bersih ketika akan

menyusui bayi kembali

6. Lakukan selama bulan pertama menyusui atau sampai nyeri pada puting

tidak dirasakan

Catatan: jumlah air dan minyak peppermint dapat dikurangi atau ditambah, namun

perbandingan antara air dan minyak peppermint harus sama dengan resep di atas.

(Wildly Natural Skin Care, 2013).

Page 25: Fulltext Seminar

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Air peppermint yang diberikan secara topikal sebelum menyusui dapat

mencegah terjadinya nipple pain dan niplle crack yang diakibatkan menyusui lebih

efektif dibanding dengan penggunaan ASI (EBM). Selain itu, penggunaan air

peppermint berhubungan secara tidak langsung dengan peningkatan durasi dan

frekuensi menyusui sehingga bayi dapat memperoleh ASI secara optimal.

5.2 Saran

Penggunaan air peppermint untuk mencegah terjadinya nipple pain dan nipple

crack diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu informasi atau KIE kepada

masyarakat, khususnya ibu yang baru menyusui.

Page 26: Fulltext Seminar

DAFTAR PUSTAKA

Abd-Elsalam, S., Hamido, S., Abd el Hameeds, HS. 2011. Effect of Using

Pharmacological versus Alternative Therapy on Traumatic Nipples for Lactating

Mothers. Journals of American Science. 7(11): 84596.

Abou-Dakn M. 2010. Inflammatory breast diseases during lactation: milk stasis,

puerperal mastitis, abscesses of the breast, and malignant tumors – current

and evidence-based strategies for diagnosis and therapy. Breast Care ; 5:

33–37.

Cadena, C. Peppermint Water to Prevent, Resolve Nipple Cracking While

Breastfeeding. http://voices.yahoo.com/peppermint-water-prevent-resolve-

nipple-cracking-857905.html?cat=68. Diakses tanggal 15 November 2013.

Dakn, MA., Fluhr, JW., Gensch, M., Wochel, A. 2011. Positive Effect of HPA Lanolin

versus Expressed Breastmilk on Painful and Damaged Nipples during

Lactation. Skin Pharmacol Physiol. 24:27-35.

Fuadi, M. 2011. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan terhadap

Pentingnya Pemberian ASI EKsklusif di RSUP H. Adam Malaik Medan Tahun

2010. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Gartner LM, Morton J, Lawrence RA, Naylor AJ, O’Hare D, Schanler RJ, Eidelman

AI. 2005. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 115: 496–506.

Lochner JE, Livingston CJ, Judkins D. 2009. Clinical inquiries: which interventions

are best for alleviating nipple pain in nursing mothers? J FamPract. 58: 612a–

612c.

Maryuni, A. 2009. Asuhan pada ibu dalam masa nifas (Postpartum). Jakarta : CV.

Trans info media.

Merckoll, P., Jonassen, T. O., Vad, M. E., Jeansson, S. L., & Melby, K. K. 2009.

Bacteria, biofilm and honey: A study of the effects of honey on ‘planktonic’ and

biofilm-embedded wound.

Melli, MS. Rashidi, MR., Delazar, A., Madarek, E., Maher, MHK., Ghasemzadeh,

KS., Tahmasebi, Z. 2007. Effect of peppermint water on prevention of nipple

cracks in lactating primiparous women: a randomized controlled trial.

International Breastfeeding Journal. 2(7): 1-7.

Melli, MS. Rashidi, MR., Nokhoodji, A., Tagavi, S., Farzadi, L., Sadaghat, K.,

Tahmasebi, Z., Shesvan, MK. 2007. A randomized trial of peppermint gel,

Page 27: Fulltext Seminar

lanolin ointment, and placebo gel to prevent nipple crack in primiparous

breastfeeding women. Med Sci Monit. 13(9): CR406-411.

Moore, O. A., Smith, L. A., Campbell, F., Seers, K., McQuay, H. J., & Moore, R. A.

2001. BMC Complementary and Alternative Medicine, 1, 2.

Puslitbang Gizi dan Makanan. 2009. Bayi Berhak ASI Eksklusif. Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id. Diakses

tanggal 17 November 2013.

Roesli, O. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tubulus Agriwidya.

Schelz Z. 2006. Antimicrobial and antiplasmoid activities of essential oils. Feto-

therapy 77: 279– 285

Siregar, DPL. 2011. Gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung dan Motivasi Ibu

Pasca Salin dalam Memberikan Air Susu Ibu (ASI) Di Ruang Rindu B1 Di

RSUP HAM Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Siregar, MA. 2004. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Suradi, R & Kristina, H. 2004. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi Edisi 5. Jakarta :

Perinasia.

The Joana Briggs Institute. The Management of Nipple Pain and/or Trauma

Associated with Breastfeeding. Best Practice. 13(4): 18-20.

Tjipta, GD., Ali, M., Lubis, BM. 2009. Ragam Pediatrik Praktis. Medan: USU Press

Wagner, CL. 2010. Human Milk and Lactation. http://emedicine.medscape.com.

Diaksestanggal 17 November 2013.

Walker, Marsha. 2013. Are There Any Cures for Sore Nipples? Clinical Lactation,

4(3).