cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

44
1 CARA BERFIKIR KAUM LIBERAL DAN FUNDAMENTALIS DALAM TIMBANGAN US} U>>>L AL-FIQH MAKALAH Diajukan Untuk Menyelesaikan Perkuliahan Mata Kuliah Us{u>l al-Fiqh Oleh: MIFTAQURROHMAN, S.H.I NIM. 2121 1 2020 Dosen Pengampu: DR. H. ABDUL MUN’IM SALEH, M.Ag. PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO 2013

Upload: miftah-rohman

Post on 15-Apr-2017

2.128 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

1

CARA BERFIKIR KAUM LIBERAL DAN FUNDAMENTALIS

DALAM TIMBANGAN US}U>>>L AL-FIQH

MAKALAH

Diajukan Untuk Menyelesaikan Perkuliahan

Mata Kuliah Us{u>l al-Fiqh

Oleh:

MIFTAQURROHMAN, S.H.I NIM. 2121 1 2020

Dosen Pengampu:

DR. H. ABDUL MUN’IM SALEH, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PONOROGO 2013

Page 2: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama (al-di>n) adalah ketentuan ketuhanan yang mendorong orang

yang berakal sehat untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dalam kehidupan

dunia dan akhiratnya.1 Definisi tersebut menegaskan bahwa agama tidak

hanya berkutat dalam masalah hubungan vertical-transcendental (h{abl min

Alla>h) ansich, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain sebagainya, tetapi

juga mengembang dalam wilayah profane-transcendental (h{abl min al-na>s),

seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, Sumber Daya Manusia (SDM),

budaya dan sebagainya. Semua masuk wilayah agama secara konfrehensif

(ka>ffah).2

Senada dengan hal tersebut, Mah{mu>d Shalt{u>t juga menegaskan

bahwa Agama Islam terdiri dari dua aspek penting yang tidak dapat

dipisahkan. Pertama, aspek ‘aqi>dah, yaitu aspek teoritis (al-ja>nib al-naz{ari>)

yang wajib diimani pertama kali sebelum segala hal dengan iman yang tidak

1

. Lihat Sa‘i>d ibn Muh{ammad Ba‘ashi>n, Bushr al-Kari>m bi Sharh{ Masa<’il al-

Ta‘li<m, vol. I (Surabaya: al-Haramain, t.t.), 4. 2 Bergulat dalam dua wilayah tidak ada yang lebih diutamakan, keduanya sama-sama

penting; saling melengkapi dan menyempurnakan, sinergis dan kombinatif. Sehingga tidak ada

yang namanya polarisasi, segmentasi, dikotomi, apalagi demarkasi wilayah agama dan non-

agama. Semua masuk wilayah agama secara konprehensif (ka>ffah). Jamal Ma’mur Asmani, Fiqih Sosial Kiai Sahal Mahfudh: Antara Konsep dan Implementasi, cet. ke-1 (Surabaya: Khalistha,

2007), 53-54. Lihat juga KH. MA. Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqih Sosial, cet. ke-6 (Yogyakarta:

LKiS, 2007), 66. Lihat juga Siti Musdah Mulia, Islam & Inspirasi Kesetaraan Gender, cet. Ke-1,

(Yogyakarta: Kibar Press, 2007), vi. Pengantar penulis.

Page 3: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

3

tercampur keraguan sedikitpun. Aspek ini menempati posisi Fundamentalis

(al-as{l) yang menjadi pondasi bagi syari>‘ah. Di dalam al-Qur’a >n, aspek ini

diwakili oleh redaksi al-'i>ma>n (believing). Aspek ini bisa dipilah kepada us{u>l

dan furu>‘. Kedua, aspek syari>‘ah, yaitu sebagai sistem atau aturan (al-naz{m)

yang diberlakukan oleh Allah agar dipergunakan manusia dalam berinteraksi

dengan Tuhannya, sesama muslim, sesama manusia, semesta, dan

kehidupanya. Aspek ini menempati posisi sebagai cabang (al-far‘) dari

‘aqi>dah. Di dalam al-Qur’an, aspek ini diwakili oleh redaksi al-‘amal

(belonging). Aspek ini juga bisa dipilah kepada us{u>l dan furu>‘. Kedua aspek

ini tidak bisa dipisahkan dan saling bekerja secara simultan. Barang siapa

yang beriman dengan ‘aqi>dah dengan tanpa syari>‘ah, ataupun melaksanakan

syari>‘ah dengan mencampakkan ‘aqi>dah maka dia bukanlah seorang Muslim

di sisi Allah (la> yaku>n muslim ‘ind Alla >h), dan dia bukanlah orang yang

menapaki hukum Islam di jalan yang selamat.3

Dari pemetaan di atas, aspek yang merupakan ranah given dan taken

for granted adalah sektor us{u>l dari keduanya, yakni ‘aqa>’id as{li>yah dan us{u>l

al-syari>‘ah. Sedangkan sektor furu>‘, yakni furu>‘ ‘al-‘aqi>dah wa syari>‘ah

bersifat ijtiha>di>; yaitu berpotensi untuk direformasi, reinterpretasi dan

kontekstualisasi.4

3 Dua aspek tersebut biasanya tergabung dalam redaksi ayat seperti: ‚Ya> ayyuha al-

ladzi>n a>manu> wa ‘amilu> al-sha>liha>t…‛. Mah{mu>d Shalt{u>t, Al-Islam: ‘Aqi>dah wa Syari>‘ah (t.t.:

Da>r al-Qalam, 1966), 11-14. 4 Ibid., 10-11.

Page 4: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

4

Sebagai implikasi dari persinggungan antara tradisi dan modernitas5,

dapat disaksikan -hampir di seluruh sudut dunia saat ini- ‚kembali‛ dan

bangkitnya agama. Kebangkitan di sini dapat dikelompokkan ke dalam dua

arah. Pertama, kebangkitan yang mengambil bentuk ‚kembali‛ kepada apa

yang sering dianggap sebagai masa lampau yang ‚pristin‛, suci dan asli, atau

kepada suatu Tradisi yang dianggap mewakili suatu bentuk model

keagamaan yang relatif ideal dan sempurna. Kedua, kebangkitan yang

mengambil bentuk reinterpretasi dan kontekstualisasi ajaran Islam. Yang

pertama disebut salafisme dan yang kedua khalafisme.6

Salafisme secara lebih luas dimengerti sebagai gerakan untuk kembali

ke ‚teks lampau‛, baik dalam bentuk al-Qur’an, al-Sunnah, tradisi para

sahabat atau sesudahnya, atau pun teks-teks para pendiri madzhab yang

sudah kita kenal selama ini –H}anafi>, Maliki>, Sya>fi‘i> dan H}anbali>-. Baik

gerakan yang semboyannya adalah kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah,

seperti gerakan Wahabisme, atau salafisme moderat ala Muh{ammad ‘Abduh,

atau gerakan kembali kepada tradisi madzhab seperti tercermin dalam

kelompok-kelompok Islam seperti Nahdlatul ‘Ulama’, secara umum dapat di

golongkan ke dalam arus besar salafisme. Sedangkan ‚khalafisme‛, dari kata

‚khalaf‛ yang merupakan kebalikan dari ‚salaf‛. Secara harfiah, khalaf

5 Tradisi (tura>th) adalah sesuatu yang lahir pada masa lalu, baik masa lalu kita atau masa

lalu orang lain, baik jauh atau dekat, dan ada dalam konteks ruang dan waktu. Tradisi bersifat

umum, materi maupun maknawi. Dan yang dimaksud di sini adalah segala yang secara asasi

berkaitan dengan aspek pemikiran dalam peradaban Islam, mulai dari ajaran doktrinal, syari’at,

bahasa, sastra, seni, kalam, filsafat dan tasawuf. Sedang modernitas adalah setiap sesuatu yang

hadir dalam kekinian tradisi Barat dan hadir menyertai kekinian kita. Aksin Wijaya, Nalar Kritis Epistemologi Islam (Yogyakarta: KKP & Nadi Pustaka, 2012), 1-2.

6 Sejumlah Refleksi Tentang Kehidupan Sosial-Keagamaan Kita Saat ini, Pidato

Kebudayaan, Ulil Abshar Abdalla, Graha Bhakti Budaya TIM-Jakarta, 2 Maret 2010.

http://islamlib.com/id/artikel/sejumlah-refleksi-tentang-kehidupan-sosial-keagamaan-kita-saat-ini

diakses pada 6 januari 2013.

Page 5: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

5

berarti era kontemporer, atau periode belakangan yang datang setelah

periode terdahulu, periode ‚salaf‛. Khalafisme adalah cara pandang

keagamaan yang menghendaki agar pemahaman keagamaan terus tumbuh

seturut dengan perkembangan peradaban manusia. Kata kunci pokok dalam

khalafisme bukanlah ‚kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah‛, tetapi

memahami kedua sumber itu berdasarkan tuntutan zaman yang terus

berubah. Khalafisme tidak menolak al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai sumber

otoritatif, tetapi memahaminya secara kontekstual. Munculnya para pemikir

Muslim yang menyebut diri mereka sebagai liberal dan progresif, dapat

dimasukkan ke dalam kecenderungan yang kedua ini.7

Dalam memperebutkan klaim kebenaran (truth-claimed), dua

kelompok tersebut tak henti-hentinya saling berperang ideologi (baca: ghazw

al-fikr) bahkan adu fisik (baca: ghazw al-h{arakah). Dalam hal ini, kelompok

pertama diwakili oleh kaum Fundamentalis, sedangkan kelompok kedua

diwakili kaum Islam Liberal. Kaum Fundamentalis lebih cenderung menolak

perubahan (baca: modernitas), menurut mereka, agama Islam adalah agama

yang terakhir. Semua ajarannya bersifat final dan sempurna. Ia mengandung

segala kebenaran moral dan relegius yang dibutuhkan oleh seluruh umat

manusia sejak kini sampai akhir zaman. Ketidakberubahan (unchangingness)

merupakan suatu hal yang ideal bagi individu dan masyarakat serta

merupakan suatu persepsi hakikat manusia dan lingkungannya. Jika

kelompok ini melakukan pergerakan maupun pembaharuan, sifatnya hanya

7 Ibid.

Page 6: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

6

merupakan pengukuhan kembali (reinforcement), dengan arah konservatif.8

Dalam konteks ini, mereka termasuk kelompok yang berwacana ideal-

totalistik.9

Kelompok kedua lebih cenderung kepada modernitas dan perubahan;

bahkan merekalah agen perubahan itu sendiri. Kelompok ini ingin

mengoreksi kesalahan-kesalahan faham kelompok pertama yang dianggap

"memonumenkan" Islam dan memperlakukannya sebagai organisme yang

mati. Kelompok ini selalu menganjurkan penafsiran Islam yang non-literal,

substansial, kontekstual, dan sesuai denyut nadi peradaban manusia yang

sedang dan terus berubah untuk menuju kemajuan Islam. Dalam konteks ini,

mereka terbagi ke dalam dua kekompok, yaitu kelompok yang berwacana

transformatif dan reformatif.10

Menarik bagi penulis untuk membahas tentang Islam Liberal dan

Islam Fundamentalis, dikarenakan kedua-duanya masih dalam satu induk

8 William Montgomery Watt, Fundamentalis Dan Modernitas dalam Islam (terj.) Kurnia

sastra praja et. all. Cet. ke-1 (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), 10, 16. 9 Kelompok ini menginginkan agar dunia Arab kembali kepada Islam murni, khususnya

aliran salaf dengan cara kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadith. Wacana ini di dasarkan pada

asumsi bahwa kegagalan dunia Arab saat ini disebabkan mereka meninggalkan al-Qur’an dan al-

Hadits dan mengambil secara total modernitas yang berasal dari dunia luar, bukan dari dunia

Islam. Oleh karena itu, satu-satunya jalan memajukan dunia Arab adalah dengan kembali kepada

sumber asasi Islam, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Tokoh-tokohnya di antaranya M. Ghazali,

Sayyid Qutb, Anwar Jundi, Muhammad Quthb, Said Hawwa. Wijaya, Nalar Kritis, 3. Catatan

kaki. 10

Kelompok transformatif menginginkan dunia Arab lepas sama sekali dari tradisi masa

lalunya. Karena trsdisi masa lalu dianggap tidak lagi memadai bagikehidupan Arab kontemporer.

Kelompok ini menganjurkan agar berubah haluan dan mengambil modernitas sebagai acuan

utama kehidupan mereka. Wakil-wakilnya adalah kalangan Kristen yang berhaluan marxis,

seperti Salamah Musa, Zaki Najib Mahmud, Adonis dan Shibly Shumail. Sedangkan kelompok

reformatif menginginkan bersikap akomodatif dengan mereformasi tradisi yang selama ini

digelutinya. Tradisi menurut kelompok ini masih mempunyai nilai tawar yang tinggi bagi dunia

Arab, tentunya dengan merekonstruksi beberapa sisi tradisi, bukan dibabat habis, karena tidak

ada negara yang bangkit dari tradisi orang lain. Tokoh-tokohnya di antaranya Hasan Hanafi,

muhammad Arkoun, Al-Jabiri, M. Benis, Hasyim Saleh, Abdul Kebir Katibi. Wijaya, Nalar Kritis, 3. Catatan kaki.

Page 7: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

7

keislaman (mengaku sebagai Muslim dan ingin hidup sebagai Muslim), sama-

sama menganggap al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai rujukan utama, sama-

sama mempunyai perhatian yang besar terhadap tegaknya agama Islam, dan

sama-sama mencari Rid{a Allah SWT.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka pokok permasala-

hannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pengertian Islam Liberal dan Fundamentalis?

2. Apakah ajaran pokok kaum Islam Liberal dan Fundamentalis?

3. Apa saja hasil-hasil berfikir kaum Islam Liberal dan Fundamentalis

dalam bidang hukum? Dan bagaimana prosedur penalaran mereka?

4. Sejauh manakah penerimaan dan penolakan us{u>l al-fiqh terhadap

gagasan kaum Islam Liberal dan Fundamentalis?

5. Apakah us{u>l al-fiqh memberikan jalan perukunan (mediasi,

harmonisasi) antara gagasan kaum Islam Liberal dan Fundamentalis?

6. Bagaimanakah masa depan Islam Liberal dan Fundamentalis?

Page 8: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

8

BAB II

CARA BERFIKIR KAUM LIBERAL DAN FUNDAMENTALIS DALAM

TIMBANGAN US}U>>>L AL-FIQH

A. Pengertian Islam Liberal dan Fundamentalis.

1. Pengertian Islam Liberal.

Islam adalah agama yang dibawa oleh Muhammad SAW.; secara

etimologi berarti patuh (inqa>da), tunduk dan menerima (al-khudhu‘ wa al-

qabu>l).11 Kata liberal (dalam bahasa Inggris liberalism) adalah derivasi

dari kata liberty (dalam bahasa Inggris) atau liberté (dalam bahasa

Perancis) secara etimologi berarti ‚bebas‛. Adapun secara terminologi,

al-Mawsû‘ah al-‘Arabi>yah al-Âlami>yah memberikan komentar,

‚Liberalisme termasuk terminologi yang samar, karena makna dan

penegasannya senantiasa berubah-ubah dalam bentuk yang berbeda dalam

sepanjang sejarahnya.‛12

Namun demikian, liberalisme memiliki esensi

yang disepakati oleh seluruh pemikir liberal pada setiap zaman, dengan

perbedaan-perbedaan trend pemikiran dan penerapannya, sebagai cara

untuk melakukan reformasi dan menciptakan produktifitas. Esensi ini

adalah, bahwa liberalisme meyakini kebebasan sebagai prinsip dan

orientasi, motivasi dan tujuan, pokok dan hasil dalam kehidupan manusia.

11

Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-L<ughah wa al-I’lam, cet. ke-41, (Beirut: Da>r al-masyriq,

2005), 347. Secara epistemologi Islam berarti pasrah (al-istisla>m) dan tunduk (al-inqiya>d) dengan

cara melakukan hal-hal yang diperintahkan (imtitha>l al-ma’mu>ra>t) dan menjauhi hal-hal yang

dilarang (ijtina>b al-manhi>ya>t) dengan dilandasi kepatuhan batin, yaitu Iman. Lihat Ba‘a >shi>n,

Bushr al-Kari>m, 4. 12

Team Penyusun, Al-Mawsû’ah al-‘Ârabi>yah al-Âlami>yah, vol. XXI (Riya>d}:

Mu’assasat a‘ma>l al-Mawsu>‘ah li al-Nashr wa al-Tawzi>‘, 1996), 247.

Page 9: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

9

Ia adalah satu-satunya sistem pemikiran yang hanya menghendaki untuk

mensifati kegiatan manusia yang bebas, menjelaskan dan

mengomentarinya.13

Sulayma>n al-Khurashi> mengatakan, ‚Liberalisme adalah aliran

pemikiran yang berorientasi kepada kebebasan individu, berpandangan

wajibnya menghormati kemerdekaan setiap orang, meyakini bahwa tugas

pokok negara adalah melindungi kebebasan warganya seperti kebebasan

berfikir dan berekspresi, kepemilikan swasta dan yang lainnya. Aliran

pemikiran ini membatasi peran penguasa dan menjauhkan pemerintah dari

kegiatan pasar. Aliran ini juga dibangun di atas prinsip sekuler yang

mengagungkan kemanusiaan dan berpandangan bahwa manusia dapat

dengan sendirinya mengetahui segala kebutuhan hidupnya.‛14

Kata liberal pada Islam Liberal di atas berarti liberasi, untuk

mengadvokasi kelompok-kelompok tertindas, juga sebagai aksentuasi,

penekanan terhadap visi keislaman yang dikembangkan oleh Islam

Liberal, yaitu visi pembebasan terhadap kelompok-kelompok yang

tertindas.15

2. Pengertian Islam Fundamentalis.

a. Pengertian Fundamentalisme secara umum.

Secara etimologi Fundamentalisme berasal dari kata

Fundamentalis yang berarti hal-hal yang mendasar atau asas-asas.

13

‘Abd al-Rah}i>m ibn Sama>yil al-Sulami>, Al-Librâliyah: Nasy`’atuhâ wa Maja>lâtuhâ (t.t.:t.p, t.t) File doc.

14 ‘Abd al-Rah}i>m ibn Sama>yil al-Sulami>, Haqîqah al-Librâl>iyah wa Mawqif al-Islâm

minhâ (Disertasi, Universitas Umm al-Qura, Makkah, 2000), 12-13. 15

Abdul Moqsith Ghazali, Koordinator JIL. Tayangan dalam acara Today’s Dialogue di

Metro-TV, 2008.

Page 10: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

10

Sebagai sebuah gerakan (komunitas) keagamaan, Fundamentalis

dipahami sebagai penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot

dan reaksioner, yang memiliki doktrin untuk kembali kepada ajaran

agama yang asli seperti tersurat dalam kitab suci.16

Dalam pandangan Gellner, gagasan dasar Fundamentalisme

adalah bahwa suatu agama tertentu dipegang kokoh dalam bentuk

literal (harfiah) dan bulat, tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi

dan tanpa pengurangan. Hal senada dikemukakan oleh David Ray

Griffin, dalam bukunya God and Religion in the Modern World.

Dapat disebutkan bahwa Fundamentalisme adalah sebuah aliran atau

faham yang berpegang teguh pada dasar-dasar agama secara ketat

melalui penafsiran terhadap kitab suci secara rigid dan literalis.

Dalam pandangan Habermas Fundamentalis adalah sebagai gerakan

keagamaan yang memberikan porsi sangat terbatas terhadap akal

pikiran (rasio), ketika memberikan interpretasi dan pemahaman

terhadap teks-teks keagamaan.17

Secara historis, istilah Fundamentalisme merupakan atribut

yang diberikan kepada sekte Protestan yang menganggap Injil

bersifat absolut dan sempurna dalam arti literal sehingga

mempertanyakan satu kata yang ada dalam Injil dianggap dosa besar

16

http://www.referensimakalah.com/2012/01/pengertian-fundamentalisme-

radikalisme_8767.html, diakses pada 6 Januari 2012; http://www.artikata.com/arti-327465-

fundamentalis.html, diakses pada 6 Januari 2012. 17

Ibid.

Page 11: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

11

dan tak terampuni.18

Fudamentalisme selalu muncul dalam setiap

agama besar dunia, tidak hanya Kristen dan Islam, Fundamentalisme

juga terdapat pada agama Hindu, Budha, Yahudi dan Konfusianisme.

Bahkan menurut Garaudy, Fundamentalisme merupakan fenomena

yang tidak terbatas pada agama, tetapi terdapat pula dalam bidang

politik, sosial dan budaya. Karena baginya, Fundamentalisme adalah

suatu pandangan yang ditegakkan atas keyakinan, baik bersifat

agama, politik maupun budaya, yang dianut pendiri yang

menanamkan ajaran-ajarannya pada saat paham atau pandangannya

tersebut menjadi rujukan.19

b. Pengertian Fundamentalisme dalam Islam.

Di dalam karyanya, Mustaqbal al-Us{u>li>yah al-Islami>yah (Masa

Depan Fundamentalisme Islam), Yu>suf al-Qard{a>wi> mengelaborasi

arti Fundamentalisme. Menurut beliau Fundamentalisme (baca:

us{u>li>yah) berasal dari Barat, yaitu dari sekte Nasrani yang lebih

mengutamakan text (naql) dari pada rasio (aql).20 Beliau lebih

memilih dan menganggap lebih tepat jika diistilahkan dengan al-

s{ah{wah (baca: kebangkitan, revivalisme), walaupun istilah ini masih

perlu dikoreksi lagi.

Fundamentalisme (us{u>li>yah) dalam Islam berarti kembali

kepada dasar atau pokok (al-us{u>l) atau akar pangkal (al-judu>r) dalam

18

Lihat juga Airlangga Pribadi dan M. Yudhie R. Haryono, Post Islam Liberal: Membangun Dentuman, Mentradisikan Eksperimentasi, cet. ke-1 (Bekasi: PT. Gugus Press,

2002), 52. 19

Ibid. 20

Yu>suf al-Qard{a>wi>, Mustaqbal al-Ushu>li>yah al-Islami>yah, cet. Ke-3, (Beiru>t: al-Maktab

al-Islami, 1998), 11.

Page 12: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

12

memahami Islam, mengamalkannya dan berdakwah kepadanya.

Fundamentalis (us{u>l) adakalanya berarti sumber-sumber (al-mas{a>dir)

dan adakalanya berarti pokok-pokok (al-usus), pilar-pilar (al-da‘a>’im)

dan tiang-tiang penegak (al-muqawwima>t). Menurut arti yang

pertama, Fundamentalisme berarti kembali kepada tiga sumber

utama, yaitu: al-Qur’a >n al-Kari>m, al-Sunnah al-Nabawi>yah, Ijma>‘

dalam urusan agama. Sedangkan menurut arti kedua,

Fundamentalisme berarti kembali kepada empat dasar pokok, yaitu:

pertama, akidah-akidah dasar yang menjadi landasan bangunan Iman,

yang disebut arka>n al-I>ma>n. Kedua, rukun-rukun dasar bagi ibadah-

ibadah praktis dalam agama Islam, yang disebut dengan arka>n al-

Isla>m. Ketiga, hukum-hukum syari>‘ah yang bersifat pasti (al-

qat‘i>yah). Keempat, nilai-nilai moralitas (akhla>qi>yah) dan budaya (al-

had{a>ri>yah) Islam. Seorang Fundamentalis sejati adalah yang bisa

menetapi asas-asas ini semuanya, baik dalam pemahamannya,

keyakinannya, perbuatannya dan dakwahnya. Fundamentalisme

semacam ini adalah suatu kebanggaan (fakhr wa manqabah) dan

bukan kriminalitas (tuhmah wa jari>mah). Lebih lanjut beliau

menegaskan bahwa apabila yang dimaksud dengan Fundamentalisme

adalah berpegang teguh secara benar terhadap Islam, baik dalam hal

aqidah, syari’ah, metodologi kehidupan, berdakwah, merasa mulia

dengannya, dan membela prinsip-prinsip dan kehormatannya, maka

kita semua adalah Fundamentalis.21

21

Al-Qard{a>wi>, Mustaqbal al-Ushu>li>yah, 11-17.

Page 13: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

13

Di dalam Fundamentalisme Islam, terdapat empat kubu, yaitu:

pertama, kubu ekstrim (fas{i>l al-takfi>r); kelompok ini suka

mengkafirkan secara masal (takfi>r al-mujtama‘) terhadap kelompok-

kelompok lain yang tidak sepaham dengan mereka, kecuali orang-

orang yang menerima prinsip-prinsip mereka dan mau bergabung

dengan organisasi mereka. Kelompok ini bergenetik Khawa>rij.

Kedua, kubu radikal (fas{i>l al-‘unf); kelompok ini sering menggunakan

kekuatan dan senjata dalam melawan apa yang mereka anggap batil

dan merubah apa yang mereka yakini sebagai kemungkaran.

Ketiga, kubu ortodoks (fas{i>l al-tashaddud wa al-jumu>d); kelompok ini

menolak dan mengingkari pembaharuan di dalam agama, ijtiha>d di

dalam fiqh, keringanan di dalam fatwa, dan stimulus dalam

berdakwah. Mereka tidak bisa menyeimbangkan teks-teks partikular

dan tujuan-tujuan universal di dalam hukum, sehingga sering

memberatkan dan membebani umat. Ciri-ciri mereka adalah suka

mengharamkan ataupun membid‘ahkan.

Keempat, kubu moderat (fas{i>l al-wasat{i>yah); yaitu kubu yang paling

luas kaidahnya, paling kuat, paling lama dan banyak pengikutnya.

Mayoritas umat Islam adalah termasuk dalam kelompok ini. Faham

ini merupakan implementasi dari Islam, baik dari segi ilmu maupun

amal. Pondasi dasarnya yaitu membuat kemudahan (al-taysi>r),

pembaharuan (al-tajdi>d) dan moderat (al-wasat{i>yah).22

22

Ibid., 18-47.

Page 14: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

14

B. Ajaran Pokok Kaum Islam Liberal dan Fundamentalis.

1. Ajaran Pokok Kaum Islam Liberal.

Walaupun liberalisme bukan terdiri dari satu trend pemikiran,

namun kita dapat mengenali aliran ini dengan karakteristik khusus.

Karakter paling kuat yang ada dalamnya yaitu:

a. Individualisme (otonomi perseorangan).

Setiap orang bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan siapa pun,

termasuk negara. Fungsi negara adalah melindungi dan menjamin

kebebasan tersebut dari siapapun yang mencoba untuk merusaknya.

Oleh karena itu, liberalisme sangat mementingkan kebebasan dengan

semua jenisnya. Kekebasan berkreasi, berpendapat, menyampaikan

gagasan, berbuat dan bertindak, bahkan kebebasan berkeyakinan

adalah tema yang mereka ingin wujudkan dalam kehidupan ini.

Kebebasan dalam pandangan mereka tidak berbatas, selama tidak

merugikan dan bertabrakan dengan kebebasan orang lain. Kaidah

kebebasan mereka berbunyi, ‚Kebebasan anda berakhir pada permulaan

kebebasaan orang lain.‛23

b. Rasionalisme.

Penganut liberalisme meyakini bahwa akal manusia mampu mencapai

segala kemaslahatan hidup yang dikehendaki. Standar kebenaran

adalah akal atau rasio. Karakter ini sangat kentara dalam pemikiran

liberal. Rasionalisme di antaranya nampak pada: Pertama, keyakinan

23

Al-Sulami>, Al-Librâliyah; Lihat juga tayangan Audio visual Youtube Freedom

Institute, Akademi Merdeka, Ulil Abshar Abdalla, Bogor 24-26 Juni 2011.

Page 15: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

15

bahwa hak setiap orang bersandar kepada hukum alam. Sementara

hukum alam tidak dapat diketahui kecuali dengan akal melalui media

indera/materi atau eksperimen. Kedua, negara harus bersikap netral

terhadap semua agama. Karena tidak ada kebenaran yang bersifat

yakin atau absolut, yang ada adalah kebenaran yang bersifat relatif. Ini

yang dikenal dengan ‚relatifisme kebenaran.‛ Ketiga, perundang-

undangan yang mengatur kebebasan ini semata-mata hasil dari

pemikiran manusia, bukan syariat agama.24

c. Sekularisme (fas{l al-di>n ‘an al-h{aya>h).

Sekularisme yaitu ide pemisahan agama dari kehidupan, yang pada

gilirannya melahirkan pemisahan agama dari negara. Faham ini yang

menjadi induk bagi lahirnya segala pemikiran dalam ideologi Barat.

Berbagai bentuk pemikiran liberal seperti liberalisme di bidang politik,

ekonomi, ataupun agama, semuanya berakar pada ide ini.25

d. Kontekstualisasi ijtiha>d.

Suatu teks selalu lahir karena menjawab konteks tertentu. Saat konteks

itu berubah, maka dengan sendirinya teks itu juga harus dipahami

ulang. Hal ini didasarkan pada sebuah rumusan ‚taghayyur al-ah{ka>m

bi taghayyur al-azminat wa al-amka>n‛ (perubahan hukum karena

perubahan konteks spatio-temporal). Karena Islam adalah sebuah

24

Al-Sulami>, Haqîqah al-Librâl>iyah, 24-25. 25

M. Shiddiq al-Jawi, Akar Sejarah Pemikiran Liberal, makalah file doc.

Page 16: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

16

"organisme" yang hidup; sebuah agama yang berkembang sesuai

dengan denyut nadi perkembangan manusia.26

Secara lebih rinci, menurut Kurzman, ajaran-ajaran pokok Islam

Liberal dapat dijabarkan ke dalam enam gagasan sebagai berikut:

Pertama, menentang teokrasi (againt theocracy). Tema ini menekankan

bahwa wahyu Allah menyerahkan bentuk pemerintahan pada konstruksi

pemikiran manusia. Bahkan menyatakan bahwa Islam berkesuasian

dengan demokrasi. Menurutnya, al-Qur’an menyusun prinsip-psrinsip

dasar demokrasi dan menuntut umat Islam untuk merumuskan

implementasinya. Wahyu Tuhan bukan sekedar membolehkan, tetapi juga

menghendaki demokrasi.

Kedua, mendukung gagasan dan ide demokrasi. Tema ini diperdebatkan

dengan penekanan khusus pada konsep musyawarah (shûrâ) yang

digunakan untuk memberikan kesempatan atau menuntut pernyataan

kehendak umum dalam masalah-masalah kenegaraan.

Ketiga, membela hak-hak perempuan (right of women). Tema ini

umumnya untuk merespons ayat-ayat al-Qur’an dan Hadith yang

kelihatannya menunjukkan kontradiksi dengan hak-hak perempuan,

26

Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, artikel Ulil Abshar Abdalla, Kompas: 18 Nopember 2002; lihat juga Sejumlah Refleksi Tentang Kehidupan Sosial-Keagamaan Kita Saat ini, artikel Ulil Abshar Abdalla, http://islamlib.com/id/artikel/sejumlah-refleksi-tentang-kehidupan-sosial-keagamaan-kita-saat-ini, diakses pada 6 januari 2013. Dalam buku Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Greg Barton, Paramadina, 1999 menjelaskan bahwa ada tiga program

utama Liberalisasi Islam di Indonesia. Pertama, pentingnya kontekstualisasi ijtihad. Kedua,

komitmen terhadap rasionalitas dan pembaharuan. Ketiga, komitmen terhadap pluralisme agama.

Kalau seseorang meyakini hanya agamanya sendiri yang benar, itu adalah keyakinan yang jahat,

itu evil (agama yang jahat). Charless Gimbell menulis sebuah buku When Religion Becomes Evil (ketika agama menjadi jahat). Adian Husaini, Liberalisasi Islam di Indonesia, Tayangan Youtube-

adianh87, www.anwaraidc.com. Lihat juga Agus Mustofa, Beragama dengan Akal Sehat (Surabaya: Padma Press, 2008), 64-65.

Page 17: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

17

sebagaimana dipahami Islam liberal. Sebagai contoh ayat yang

menerangkan tentang hak poligami bagi laki-laki, hak

unilateral kaum pria untuk bercerai, hak-hak kewarisan dan kesaksian

hukum pria yang lebih besar. Demikian halnya dengan Hadith-hadith

yang berbicara tentang jilbab, pemisahan gender, dan hak kaum

perempuan untuk menjadi pemimpin.

Keempat, membela hak-hak non-muslim (minoritas). Tema ini membicara

kan hubungan antar agama, hak-hak non-muslim, terutama ahli kitab

(Yahudi dan Kristen) untuk tetap menjalankan agama mereka, sepanjang

mereka menunjukkan kesetiaannya dan membayar upeti kepada pemimpin

muslim yang berkuasa. Persoalan ini muncul di tahun pertama Islam

dalam konteks penaklukan kaum muslim terhadap non-muslim.

Kelima, membela kebebasan berpikir (freedom of tought). Tema ini

merupakan inti dari persoalan Islam liberal. Sebab kaum liberal harus

mempertahankan kebebasan berpikir agar dapat memberikan dasar

pembenaran terhadap pengungkapan pemikiran yang lainnya. Kebebasan

berpikir dibicarakan dalam konteks ijtihad, dan berkaitan dengan

pembahasan: siapa yang boleh berbicara dan apa saja yang boleh

dibicarakan.

Keenam, membela gagasan tentang kemajuan (the idea of progress).

Tema ini merujuk pada pandangan pemikir muslim yang melihat

modernitas dan perubahan sebagai perkembangan positif yang potensial.

Sikap ini merefleksikan sebuah peralihan kebiasaan yang signifikan dari

pandangan tradisionalis dalam Islam, yang memandang sejarah

Page 18: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

18

kontemporer sebagai kemunduran dan peralihan yang berkesinambungan

dari masa-masa awal pewahyuan yang diagungkan.27

2. Ajaran Pokok Kaum Islam Fundamentalis.

Karakteristik Fundamentalisme adalah skripturalisme, yakni

keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan

yang dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu dikembangkan

gagasan dasar bahwa suatu agama tertentu dipegang kokoh dalam bentuk

literal dan bulat, tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi dan

pengurangan.28

Dalam hal ini, Azyumardi azra mengklarifikasikan ajaran pokok

Fundamentalisme ke dalam empat ragam prinsip dasar, yaitu:

a. Opposionalisme (paham perlawanan); Fundamentalisme dalam agama

mana pun mengambil bentuk perlawanan yang sering bersifat radikal

terhadap ancaman yang dipandang akan membahayakan eksistensi

agama, baik yang berbentuk modernitas, sekularisasi maupun tata-nilai

Barat. Acuan atau tolok ukur untuk menilai tingkat ancaman itu tentu

saja adalah kitab suci, yang dalam Fundamentalisme Islam adalah Al-

Qur’an dan pada batas-batas tertentu juga hadits Nabi.

b. Penolakan terhadap hermeneutika; Kaum Fundamentalis menolak

sikap kritis terhadap teks. Teks al-Qur’an harus dipahami secara literal

sebagaimana bunyinya, karena nalar dipandang tidak mampu

27

Empat pertama masuk dalam wilayah politik, sedangkan dua terakhir masuk dalam

wilayah kultural. Pribadi dan Haryono, Post Islam Liberal, 251-254; Tren Liberalisme Dalam

Pemikiran Islam, Oleh Biyanto. Makalah. 28

Fundamentalisme, makalah. http.islamlib.com/id/index.php?page=artikel&id=792); Lihat juga http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/fundamentalisme.html. Diakses pada 27

oktober 2012.

Page 19: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

19

memberikan interpretasi yang tepat terhadap teks. Meski bagian-

bagian tertentu dari teks kitab suci boleh jadi kelihatan bertentangan

satu sama lain, nalar tidak dibenarkan melakukan semacam

‛kompromi‛ dan menginterpretasikan ayat-ayat tersebut.

c. Penolakan terhadap pluralisme dan relativisme; Bagi kaum

Fundamentalis, pluralisme merupakan pemahaman yang keliru

terhadap teks kitab suci, masyarakat mesti seragam dan tak boleh

beragam. Dan kebenaran agama adalah bersifat mutlak dan absolut.

d. Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis; Kaum

Fundamentalis berpandangan bahwa perkembangan historis dan

sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal

kitab suci. Karena itulah, kaum Fundamentalis bersifat a-historis dan

a-sosiologis; dan tanpa peduli bertujuan kembali kepada bentuk

masyarakat ‛ideal‛ (seperti pada zaman kaum salaf) yang dipandang

mengejawantahkan kitab suci secara sempurna.29

Tepat di atas inilah sebenarnya urat nadi persoalan

Fundamentalisme agama terterakan. Dalam bahasa ‘A>bid al-Ja>biri>, ketika

upaya kebebasan (baca: ijtiha>d) dibekukan dan klaim kebenaran telah

final dipetakan, saat itulah Fundamentalisme lahir dengan keperkasaan

yang dipaksakan. Oleh sebab itu, Fundamentalisme yang pada dasarnya

bersifat positif lalu bergerak liar secara negatif dan destruktif.

Fundamentalisme merupakan gejala tiap agama dan kepercayaan untuk

29

Ibid.

Page 20: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

20

mempresentasikan pemberontakan terhadap modernitas seperti yang

dikatakan oleh Karen Armstrong.30

Fundamentalisme dalam Islam menganjurkan ketaatan,

kohesifitas, kesatuan dan pengelompokan identitas. Selanjutnya pada

tingkat praksis, mereka yang berbeda agama di anggap kafir, sesat dan

harus diperangi. Dari ini kemudian muncullah konsep da>r al-h{arb (negara

musuh) dan da>r al-Isla>m (negara Islam) yang akhirnya melahirkan

eksklusifisme, militanisme dan terkadang ekstrimisme.31

C. Hasil-hasil berfikir kaum Islam Liberal dan Fundamentalis dan prosedur

penalaran mereka dalam bidang hukum.

1. Produk-produk pemikiran dan prosedur penalaran Kaum Islam Liberal

dalam bidang hukum.

Sebagai faham sosial keagamaan, Islam Liberal mempunyai

spesifikasi pemikiran, metode penalaran dan produk-produknya yang

berbeda dari yang lazim, bahkan kontroversial. Di antaranya yaitu:

a. Poligami hukumnya haram.32

b. Nikah beda agama hukumnya diperbolehkan, bahkan secara mutlak.33

30

Lihat Majalah Tempo 30 Desember 2001. 31

Pribadi dan Haryono, Post Islam Liberal, 52. 32

Kalangan Islam Liberal berpandangan bahwa poligami pada hakekatnya tidak

diperbolehkan. Ia mendasarkan pada kasus Fatimah ketika akan dipoligami oleh Ali bin Abi

Thalib, Nabi pun setia monogami dari pada poligami. Monogami dilakukan Nabi di tengah

masyarakat yang menganggap poligami adalah lumrah. Rumah tangga Nabi SAW bersama istri

tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian, dua

tahun sepeninggal Khadijah, Nabi berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari

sisa hidup beliau. Pembolehan poligami menurut kalangan Islam Liberal apabila terkait dengan

fakta banyaknya perempuan-perempuan janda, anak yatim dan budak-budak. Poligami dalam pemikiran Kalangan islam liberal, makalah Nurul huda. publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream.

23 Memahami konteks waktu turunnya ayat ini (Q.S. 60: 10), larangan ini sangat wajar

mengingat kaum kafir Quraisy sangat memusuhi Nabi dan pengikutnya. Waktu itu konteksnya

Page 21: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

21

c. Nikah sirri> (nikah bawah-tangan yang tak tercatat) hukumnya tidak

sah karena tidak valid.34

d. Jilbab, potong tangan, qis{as{, rajam, jenggot dan jubah tidak wajib

diikuti.35

adalah perorangan antara kaum Mukmin dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hubungan

dimaksudkan agar dapat diidentifikasi secara jelas mana musuh dan mana kawan. Karena itu,

ayat ini harus dipahami secara kontekstual. Jika kondisi peperangan itu tidak ada lagi, maka

larangan dimaksud tercabut dengan sendirinya. (Buku Muslimah Reformis, 2005:63). Hasil

penelitian Litbang Depag tentang nikah beda agama, Islam Liberal berpendapat: ‚Larangan nikah

beda agama menurut Islam Liberal dipandang sudah tidak relevan lagi, karena sesuai dengan

tuntunan al-Qur’an bahwa al-qur’an menganut pandangan universal tentang martabat manusia

yang sederajat tanpa melihat perbedaan agama.‛ Liberalisasi Islam di Indonesia, Adian Husaini,

M.A. Tayangan Youtube-adianh87, www.anwaraidc.com.; Di samping itu, tak ada teks dalam al-

Qur’an yang secara eksplisit melarang pernikahan perempuan muslimah dengan laki-laki Ahli

Kitab. Bagi mereka, tidak adanya larangan itu adalah dalil bagi bolehnya pernikahan perempuaan

muslimah dengan laki-laki Ahli Kitab. Hukum Nikah Beda Agama, Abdul Moqsith Ghazali.

http://islamlib.com/id/artikel/hukum-nikah-beda-agama. diakses pada 8 Januari 2012. 34

Hal itu dikarenakan mengabaikan pengalaman manusia sebagai subyek yangkari>m, yang mulia dan berkehendak; pengalaman manusia sebagai subyek yangkari>m dan berkehendak

harus dibuat sumber pertimbangan dalam menetapkan hukum. Lihat Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, artikel Ulil Abshar Abdalla, Kompas 2002-11-18. Itu bisa dilihat dalam

Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang disusun oleh Tim Pengarus-utamaan Gender

Departemen Agama -yang telah dibubarkan- garapan Prof. Dr. Musdah Mulia dkk. Ada beberapa

gagasan konsep hukum yang sangat kontroversial:

Pertama, asas perkawinan adalah monogami (pasal 3 ayat 1), dan perkawinan di luar

ayat 1 (poligami) adalah tidak sah dan harus dinyatakan batal secara hukum (pasal 3 ayat 2).

Kedua, batas umur calon suami atau calon istri minima 19 tahun (pasal 7 ayat 1). Ketiga, perkawinan beda agama antara Muslim dan Muslimah dengan orang non Muslim disahkan (pasal

54). Keempat, calon suami atau istri dapat mengawinkan dirinya sendiri (tanpa wali), asalkan

calon suami dan istri itu berumur 21 tahun, berakal sehat, dan rasyid/rasyidah (pasal 7 ayat 2).

Kelima, ijab-qabul boleh dilakukan oleh istri-suami atau sebaliknya suami-istri (pasal 9).

Keenam, masa iddah bukan hanya dimiliki oleh wanita, tetapi juga untuk laki-laki. Masa iddah

bagi laki-laki adalah 130 (seratus tiga puluh) hari (pasal 88 ayat 7(a). Ketujuh, talak tidak

dijatuhkan oleh pihak laki-laki, tetapi boleh dilakukan oleh suami atau istri di depan sidang

Pengadilan Agama (pasal 59). Kedelapan, bagian waris anak laki-laki dan wanita adalah sama

(pasal 8 ayat 3, bagian kewarisan). Lihat Zaitunah Subhan et.al. (ed), Membendung Liberalisme

(Jakarta, Republika, 2004. Kewajiban pencatatan ini diqiyaskan secara awlawi< dengan wajibnya

pencatatan transaksi hutang piutang (Q.S. 2: 282). lihat juga Mulia, Islam & Inspirasi kesetaraan Gender, 142-143.

35 Karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab. Seorang Muslim dituntut

dapat memisahkan mana unsur kreasi budaya setempat dan mana yang merupakan nilai

fundamental dari ajaran agamanya. Islam itu kontekstual, dalam pengertian, nilai-nilainya yang

universal harus diterjemahkan dalam konteks tertentu, misalnya konteks Arab, Melayu, Asia

Tengah, dan seterusnya. Bentuk-bentuk Islam yang kontekstual itu hanya ekspresi budaya, dan

oleh karena itu tidak diwajibkan mengikutinya. Yang harus diikuti adalah nilai-nilai universal

yang melandasi praktik-praktik itu. Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian yang memenuhi

standar kepantasan umum (public decency). Kepantasan umum tentu sifatnya fleksibel dan

berkembang sesuai perkembangan kebudayaan manusia. Begitu seterusnya. Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, artikel Ulil Abshar Abdalla, Kompas 2002-11-18.

Page 22: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

22

e. Formula kewarisan (2:1) dua banding satu antara bagian laki-laki dan

perempuan sebagaimana dalam Q.S. 4:11 tidak harus diikuti.36

Mayoritas produk hukum mereka adalah hasil dari istinba>t{ secara

langsung dari al-Qur’an maupun al-Sunnah dengan kontekstualisasi.

Tujuan mereka adalah mengejar maqa>s{id al-shari>‘ah, akan tetapi

seringkali mengabaikan prosedural-prosedural istinba>t{ maupun ijtiha>d

yang telah ada.

2. Produk-produk pemikiran dan prosedur penalaran Kaum Islam

Fundamentalis dalam bidang hukum.

a. Orang yang tidak menerima faham mereka dan tidak mau bergabung

dengan organisasi mereka hukumnya ka>fir dan murtad.

b. Orang yang menolak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang nyata

dan mutawa>tir dalam ajaran Islam wajib diperangi (jiha>d).

c. Merubah kemungkaran dengan kekuatan bagi yang mampu hukumnya

wajib.37

d. Segala sesuatu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah

hukumnya Bid’ah atau Haram.

e. Berdomisili di negara Barat hukumnya Haram.38

36

Menurut Asghar Ali Engineer pembagian waris tergantung pada struktur sosial,

ekonomi dan fungsi jenis kelamin masing-masing dalam masyarakat, demi terciptanya asas

keadilan berimbang antara hak dan kewajiban. Sedangkan Amina Wadud Muhsin, pembagian

waris harus dilihat dari berbagai faktor yang lain, seperti keadaan orang yang meninggal dan

orang-orang yang ditinggal. Sebelum warisan dibagi perlu dilihat seluruh anggota keluarga yang

berhak, kombinasinya dan kemanfaatannya. Menurut Syahrur, ayat-ayat tentang warisan

hanyalah merupakan ayat h{udu>di>yah yang memberikan prinsip-prinsip tentang batas maksimum

(al-h{add al-a‘la>) dan batas minimum (al-h{add al-adna>). Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan: Bias laki-laki dalam Penafsiran, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Lkis, 2003), 327-328.

37 Al-Qard{a>wi>, Mustaqbal al-Ushu>li>yah, 18, 21, 22.

Page 23: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

23

f. Wanita haram bekerja.39

g. Haram mengucapkan selamat kepada tetangga, teman ataupun

koleganya yang non-muslim.40

h. Dispensasi (al-taysi>r) dalam berfatwa, stimulus (al-tabshi>r) dalam

berdakwah, pembaharuan (al-tajdi>d) dan ijtiha>d dalam agama,

bersikap moderat yang proporsional (al-wasat{i>yah al-mutawa>zinah)

adalah hal-hal yang niscaya untuk menuju kemajuan dan keadilan

Islam.41

Yang mencolok dari produk hukum mereka adalah ketaatan

mereka yang tinggi terhadap sumber utama, al-Qur’an maupun al-Sunnah.

Ketaatan yang sampai batas huruf perhuruf teks (literal). Mereka

meyakini bahwa apapun bunyi teks adalah benar dan tidak boleh ditawar-

tawar.

D. Cara berfikir kaum Islam Liberal dan Fundamentalis dalam timbangan us{u>l

al-fiqh.

Menurut Muhammad ‘A<bid al-Ja>biri>, bahwa ranah Epistemologi

Pemikiran Islam memiliki tiga paradigma; yaitu burha>ni> (pemikiran yang

lebih menekankan pada penggunaan akal, rasio dan bukti empiris; biasa

digunakan para filosuf), baya>ni> (pemikiran yang lebih menekankan pada

peranan penjelasan terhadap otoritas nash dan teks suci; biasa digunakan

38

Begitu juga menghadiri undangan ataupun kawin dengan wanita dari negara tersebut.

Alasannya termasuk dalam kategori ayat 51 surat al-Ma’idah: ‚wa man yatawallahum minkum fainnahu> minhum.‛ Ibid., 32.

39 Karena wanita diaanggap sebagai sumber fitnah. Mereka juga mengharamkan wanita

menggunakan hak suaranya dalam pemilu dan menjadi wakil rakyat di parlemen. Ibid., 32. 40

Ibid., 32. 41

Ini adalah faham dari kelompok fundamental moderat. Ibid., 36-47.

Page 24: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

24

para ahli kalam atau tauhid) dan ‘irfa>ni> (pemikiran yang lebih menekankan

pada peranan intuisi, qalb, d{ami>r, dan dzawq; biasa digunakan para ahli

tasawwuf).42 Menurut teorinya tentang pengembangan us{u>l al-fiqh, bahwa

us{u>l al-fiqh merupakan logika dan epistemologi Islam itu sendiri yang

disebut dengan epistemologi jama>‘i> atau epistemologi komprehensif.43

Pada tataran ini, menurut penulis, baik pemikiran kaum Liberal

maupun Fundamentalis berasal dari epistemologi Pemikiran Islam sendiri.

Penulis menemukan bahwa corak pemikiran kaum Liberal berparadigma

baya>ni> yang lebih cenderung kepada burha>ni>; sedangkan corak pemikiran

kaum Fundamentalis berparadigma baya>ni> yang lebih cenderung kepada

irfa>ni>. Tentang sikap us{u>l al-fiqh terhadap keduanya, tergantung sejauh mana

ketaatan diktum-diktum pemikiran mereka atas premis-premis pokok us{u>l al-

fiqh, metodologi penggunaanya dan kompetensi penggunanya.

1. Sikap us{u>l al-fiqh terhadap gagasan Islam Liberal.

Untuk mengetahui apakah gagasan Islam Liberal ini diterima atau

ditolak oleh us{u>l al-fiqh, maka dapat dilihat dengan perspektif tiga

kerangka utama dari us{u>l al-fiqh itu sendiri yang terangkum dalam

definisinya, yaitu:

42

Abdullah, Madzhab Jogja, 40. 43

Menurutnya, us{u>l al-fiqh merupakan sebuah epistemologi tersendiri dengan nama

epistemologi jama’i atau epistemologi komprehensif. Hal ini di dasarkan pada asumsi bahwa

hakikat ushul al-fiqh adalah sejumlah pengetahuan yang tersusun secara rapi berupa kaidah-

kaidah umum sebagai acuan penetapan hukum tentang segala perbuatan manusia. Sumber us{u>l al-fiqh adalah nas{s{ al-Qur’a >n, nas{s{ kawni>yah, nas{s ijtima’i >yah, dan nas{s{ wujda>ni>yah. Dan metode

yang digunakan di dalamnya mencakup metode bi dala>lat al- nas{s dan al-ra’yi; tekstual dan

kontekstual; baya>ni>, ta’li >li>, dan istis{la>h{i>. Ibid, 52.

Page 25: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

25

‚Dalil-dalil fiqh secara global, dan prosedur penggunaan dalil-

dalil tersebut, dan kategori-kategori penggunanya.‛44

Kerangka pertama memuat materi premis-premis yang bersifat

global; kedua metodologi penggunaan premis-premis tersebut; ketiga

kualitas dan kompetensi pengguna premis-premis tersebut. Di antara

diktum-diktum yang sejalan dengannya yaitu:

‚Taghayyur al-ah{ka>m bi taghayyur al-azmina>t wa al-amka>n‛

(perubahan hukum karena perubahan konteks spatio-temporal). Sesuai

dengan kaidah us{u>l ‚Al-h{ukm yadu>r ma‘a ‘illatih wuju>dan wa

‘daman‛.45

Melakukan pembaharuan, perubahan dan diskontiunitas dengan

berorientasi kepada Mas}lah}ah.46

Di antara diktum-diktum yang tidak sejalan dengannya yaitu:

Tidak ada yang disebut "Hukum Tuhan" dalam pengertian seperti

dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang

pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Yang

ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi

pengkajian hukum Islam klasik disebut sebagai maqa>s{id syari>‘ah, atau

tujuan umum syari’at Islam.47

44

Muh{ammad ibn Ah{mad al-Dimya>t{i>, H}a>shiyah al-Dimya>t{i> ‘ala> Sharh{ al-Waraqa>t (Surabaya: Al-Hidayah, t.t.), 6.

45 Sejumlah Refleksi Tentang Kehidupan Sosial-Keagamaan Kita Saat ini, artikel Ulil

Abshar Abdalla, http://islamlib.com/id/artikel/sejumlah-refleksi-tentang-kehidupan-sosial-keagamaan-kita-saat-ini, diakses pada 6 januari 2013.

46 M. Sa’ad Ibrahim, Orisinalitas dan Perubahan dalam Ajaran Islam dalam Al-Tahrir,

Jurnal Pemikiran Islam, vol. 4 No. 2 Juli 2004, (Ponorogo: STAIN Po. Press, 2004), 167-170. 47

Sejumlah Refleksi Tentang Kehidupan Sosial-Keagamaan Kita Saat ini, artikel Ulil Abshar Abdalla, http://islamlib.com/id/artikel/sejumlah-refleksi-tentang-kehidupan-sosial-keagamaan-kita-saat-ini, diakses pada 6 januari 2013.

Page 26: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

26

‚Ketentuan-ketentuan hukum yang sifatnya operasional di dalam al-

Qur’an dan al-Hadis itu sifatnya Temporer, semuanya, semuanya

temporer. Kalau masih sesuai kita jalankan, kalau nggak kita buang

ndak papa, yang penting semangatnya ok.‛48

Islam itu kontekstual, dalam pengertian nilai-nilainya yang universal

harus diterjemahkan dalam konteks tertentu, misalnya konteks Arab,

Melayu, Asia Tengah, dan seterusnya. Tetapi, bentuk-bentuk Islam

yang kontekstual itu hanya ekspresi budaya, dan kita tidak diwajibkan

mengikutinya.49

Apa yang dilakukan oleh kaum Islam Liberal lebih cenderung

terhadap apa yang diistilahkan oleh us{u>l al-fiqh sebagai Istih{sa>n. Tetapi

istih{sa>n yang dikomentari oleh al-Sha>fi‘i>:

‚Barang siapa yang beristih {sa>n, berarti membuat hukum (sendiri).‛50

Dan mas{lah{ah yang dipakai mereka adalah mas{lah{ah sebagaimana yang

dikomentarkan oleh al-Ghaza>li>:

‚Barang siapa yang menggunakan mas{lah{ah, berarti membuat hukum (sendiri).‛

51

Hal tersebut dikarenakan ketidaktaatan mereka terhadap prosedural

istinba>t al-ah{ka>m yang sudah paten di dalam us{u>l al-fiqh.

48

Pernyataan Ulil Abshar Abdallah-Koordinator JIL di Indonesia. Tayangan sisi lain dalam

Trans-TV, 23 Oktober 2004. 49

Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, artikel Ulil Abshar Abdalla, Kompas 2002-11-18.

50 Muhammad ibn ‘Alî ibn Muhammad al-Syawkânî, Irsyâd al-Fuhûl. Bayrût: Dâr al-

Fikr, t.t.), 240. Lihat juga Asmani, Fiqih Sosial, 290. 51

Abû Hâmid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî, Al-Mustashfâ Min ‘Ilm al-Ushûl, vol. I (Bayru>t: Dâr al-Fikr, t.t.), 315.

Page 27: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

27

Us{u>l al-fiqh memiliki sebuah premis yang menjadi landasan semua

diktum-diktum dalam metodologinya, yaitu bahwasanya otoritas hanya

milik wahyu; otoritas wahyu yang ila>hi>yah harus ditempatkan di atas

segala otoritas, termasuk akal yang wad{‘i>yah. Us{u>l al-fiqh tidak

menganggap dan sangat mengecam hal-hal yang datang dari otoritas yang

lain. Hal ini bisa di lihat dalam Q.S. al-Mâ’idah: 44, 45, 47.52

Di samping

itu, corak pemikiran us{u>l al-fiqh menggunakan epistemologi baya>ni> yang

mana paradigma yang dominan adalah literalistik.53

Sehingga, us{u>l al-fiqh

sangat menentang pemikiran kaum liberal karena tawaran-tawaran

mereka tidak memiliki landasan kuat pada kerangka teoritik (theoritical

frame) ilmu us{u>l al-fiqh yang telah ada sebelumnya, bahkan mereka

cenderung membuang teori-teori us{u>l al-fiqh lama.54

Di samping itu

kompetensi perangkat keilmuan mereka masih diragukan pada tataran

mujtahid. Pemikiran-pemikiran liberal dan modern di dalam Islam dan

hukumnya bisa saja didukung oleh us{u>l al-fiqh asalkan ada sebuah us{u>l al-

fiqh baru hasil dari pembaharuan. Sayangnya us{u>l al-fiqh yang baru

ataupun pembaharuan dalam us{u>l al-fiqh masih belum menjadi sebuah

konsesus, ijma>‘.

52

‘Abd al-Qâdir ‘Awdah, Al-Tasyrî‘ al-Janâ’î al-Islâmî, vol. 1 (t.t.: Mu’assasat al-

Risâlah, 1996), 228-229. Lihat juga Amin Abdullah, et. al., Madzhab Jogja: Menggagas Paradigma Ushul fiqh Kontemporer, cet. ke-1 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Press, 2002), 41.

53 Abdullah, Madzhab Jogja, 118.

54 Ibid., 121.

Page 28: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

28

2. Sikap us{u>l al-fiqh terhadap gagasan Islam Fundamentalis.

Dengan mempertimbangkan hal-hal berikut bahwa:

a. Paradigma untuk mempertahankan orisinilitas dan kontiunitas telah

dirumuskan oleh ahli us{u>l dalam kaidah: ‚Al-as{l fi> al-‘iba>dah al-tah{ri>m

illa ma> dall al-dali>l ‘ala> iba >h{atiha.>‛ (pada dasarnya, semua ibadah itu

dilarang, kecuali kalau ada dalil yang memperbolehkannya). Dengan

kaidah ini, format ritual Islam dipelihara dari segala upaya

penambahan dan pengurangan, sehingga orisinalitasnya tetap terjaga,

untuk selanjutnya kontinuitas dijalankan.55

b. Fundamentalisme, hampir sama dengan salafisme, menekankan

kepada sumber asli Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah), tetapi kurang

simpatik terhadap fiqh. Fundamentalisme memegangi pandangan

holistik dan komprehensif tentang Islam (intégrisme–Perancis). Islam,

menurut Fundamentalisme, adalah agama, dunia dan negara (di>n,

dunya>, dawlah). Perspektif holistik ini mengimplikasikan keharusan

tindakan kolektif untuk mewujudkan totalitas Islam ke dalam

kenyataan.56

c. Corak pemikiran Islam Fundamentalis berparadigna baya>ni>, yaitu lebih

mengedepankan pemahaman wahyu atau nash secara tekstual. Atau

dalam istilah Harun Nasution, ‚wahyu menguasai akal atau rasio.‛57

55

M. Sa’ad Ibrahim, Orisinalitas dan Perubahan dalam Ajaran Islam dalam Al-Tahrir, Jurnal Pemikiran Islam, vol. 4 No. 2 Juli 2004, (Ponorogo: STAIN Po. Press, 2004), 166.

56 Nazih Ayubi, Political Islam: Religion and Politics in the Arab World (London and

New York: Routledge, 1991), 67-68, dalam Interrelasi Fundamentalisme Dan Orientasi Ideologi Gerakan Islam Kontemporer: Survei Pendahuluan Oleh Ahmad Nur Fuad. Makalah.

57 Amin Abdullah, Madzhab Jogja, 41.

Page 29: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

29

d. Ajaran-ajaran agama di samping mempunyai wilyah yang given dan

taken for granted demi menjaga stabilitas, orisinilitas, diskontuitas

dan kemurnian ajaran itu sendiri, juga mempunyai wilayah yang

dinamis, kontinuitas, kompatibel, dan mengikuti perkembangan

kehidupan untuk menjaga keberlangsungannya agar tidak di acuhkan

dan menjadi rah{mah li al-‘a>lami>n.

Maka penulis menilai bahwa us{u>l al-fiqh menerima dan searah dengan

dengan faham ini, dikarenakan karakteristiknya yang sama-sama

lietaralistik (baya>ni>), ataupun non-literal tetapi selalu berangkat dari nas{s{

dan tidak pernah keluar batas darinya.

E. Upaya mediasi oleh us{u>l al-fiqh untuk mengharmoniskan antara gagasan

Islam Liberal dan Fundamentalis.

Menghadapi polemik dan persinggungan antara faham yang

berseberangan, yaitu faham kanan (baca: Fundamentalis) dan kiri (baca:

liberal) di atas mengingatkan kita pada faham Islamisasi (Syed Naquib al-

Atta>s) versus sekulerisasi (Nur Cholis Majid), ahl al-h}adi>th (Imam Ma>lik)

versus ahl al-ra’y (Imam Abu> H{ani>fah), al-Shi>‘ah versus al-Mu‘tazilah,

Kejawen versus Muhammadiyah, nalar ‘irfani> versus nalar burha>ni>,

Asy‘ariyah versus al-Mu‘tazialah, yang mana kedua kutub tersebut akhirnya

melahirkan kutub tengah sebagai jalur oposisi moderat yang mensingkronkan

dan mengkompromikan keduanya, yaitu faham Pribumisasi Islam

Page 30: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

30

(Abdurrahman Wahid), manhaj wasat} (Imam al-Sya>fi‘i>)58

, Sunni> (ahl al-

Sunnah wa al-Jama>‘ah), Nahdlatul Ulama’ (faham Kiri-Tengah-Progessif)59

,

nalar baya>ni> (us}u>l al-fiqh), dan al-Ma>turi>di>yah (teologi moderat).60

Dalam hal ini, faham kanan mempunyai beberapa dasar maupun

prinsip yang digunakan sebagai legitimasi pemikiran maupun implementasi

darinya, di antaranya yaitu:.

‚Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.‛ (Q.S. al-Ma’idah: 3).

‚Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.‛ (Q.S. 59: 7)

‚Setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah di dalam neraka.‛

‚Salatlah sebagaimana kalian melihatku salat.‛

58

Muhammad ibn Idrîs al-Syâfi‘î, Al-Risâlah (Bayrût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmîyah, 2009),

29; Hasan ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Sâlim al-Kâf, Al-Taqrîrât al-Sadîdah fî al-Masâ’il al-Mufîdah, (Riyâdh: Dâr al-‘Ulûm al-Islâmîyah, 2004), 45.

59 Term Kiri mewakili faham kerakyatan, Tengah mewakili faham ahl Sunnah wal

Jama’ah yang selalu mendasarkan tindakannya pada sikap moderat, seimbang, dan toleran,

sedangkan Progessif nya mewadahi gerakan yang pantang menyerah dan konsisten di jalur ‚Kiri-

Tengah‛ ini. Kerangka moderasi NU memiliki kedekatan dengan pola pikir Kiri-Tengah-Progessif

dalam hal sama-sama tidak menghendaki adanya pola ekstrim, baik ekstrim kanan maupun

ekstrim kiri. Lihat Nur Khalik Ridwan, NU dan Neoliberalisme: Tantangan dan Harapan Menjelang Satu Abad (Yogyakarta: LkiS, 2012), 159, 162.

60 Lihat Wahbah al-Zuh}ayli>, Al-Waji>z fi> Usu>l al-Fiqh (t.t.: t.p., t.t.), 144-145.

Page 31: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

31

‚Ambillah dariku ibadah-ibadah kalian.‛

‚Urusan umat ini tidak akan pernah jaya kecuali dengan sistem yang membuat jaya para pendahulunya.‛ (Imam Malik).

Dasar-dasar ini digunakan untuk mendasari upaya mereka yang cenderung

kepada menjaga orisinalitas dan diskontinuitas ajaran agamanya.

Sedangkan faham kiri mempunyai kecenderungan untuk meng-

kontekstualisasikan dan mengkontinuitaskan ajaran agama sesuai dengan

situasi-kondisi yang melingkupinya untuk mencari dan merealisasikan

kemaslahatan umat. Di antara prinsip-prinsip yang digunakan untuk

mendukung itu yaitu:

‚Hukum itu beredar bersamaan dengan ‘illahnya di dalam keberadaan dan ketiadaannya.‛61

‚Perubahan hukum itu dipengaruhi oleh perubahan konteks spatio-temporal.‛62

‚Agama Islam itu selalu relevan kapan pun dan di mana pun.‛ 63

61

Sejumlah Refleksi, artikel Ulil Abshar Abdalla, http://islamlib.com , diakses pada 6

januari 2013. Lihat juga Ahmad ibn ‘Abd al-Lat}i>f al-khat}i>b al-Minka>ba>wi>, Al-Nafah}at ‘ala> Syarh} al-Waraqa>t (t.t.: Al-Haramayn, 2006), 146.

62 Ibid.; lihat juga Shalt{u>t, Al-Islam: ‘Aqi>dah wa Syari>‘ah, 11-14.

63 Lihat Shalt{u>t, Al-Islam: ‘Aqi>dah wa Syari>‘ah, 559.

Page 32: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

32

‚Sesungguhnya Allah akan menutus kepada umat ini tiap

permulaan seratus tahun sesosok (mujtahid) yang memperbarui (urusan) agamanya.‛ (H.R. Abu> Hurayrah)

64

Menurut penulis bahwa kedua-duanya mempunyai tujuan yang mulia

yaitu satu fihak ingin menjaga dan memurnikan ajaran-ajaran agamanya

sesuai dan sejalan betul dengan bunyi asli wahyu Tuhannya. Sedangkan fihak

lain ingin menghidupkan dan menyelaraskan spirit wahyu tersebut sesuai

relitas yang ada agar wahyu tidak kehilangan elan vitalnya, karena wahyu

tidak pernah turun di ruang dan waktu yang nihil dinamika dan relitas sosial.

Tetapi di dalam praktiknya, masing-masing fihak semakin terjauhkan dari

keseimbangan bersikap. Mereka lebih cenderung mengambil langkah berbeda

dari golongan mindstream yang mayoritas untuk menonjolkan identitasnya,

sehingga dalam aksinya mereka tidak jarang mengambil sikap berlebihan dan

terlalu (baca: ekstrim, ghuluw).

Melihat fenomena tersebut, us}u>l al-fiqh sejak semula telah

menunjukkan sikapnya dengan prinsip-prinsip yang dipegangnya. Dengan

prinsip-prinsip ini, us}u>l al-fiqh ingin menawarkan upaya-upaya yang bisa

merukunkan keduanya, menarik dan menggiring keduanya kepada posisi

aman, sejalan dan tidak keluar maupun menyimpang dari koridor Syari‘ah,

seraya tetap menghargai kecenderungan dan identitas mereka. Upaya

tersebut dapat penulis pilah kedalam dua langkah.

Pertama, memberlakukan us}u>l al-fiqh secara umum; artinya, us}u>l al-fiqh dan

segala perangkat di dalamnya digunakan sebagai pedoman dan metodologi

64

Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân îbn al-Kamâl Al-Suyûthî. al-Jami‘ al-Saghi>r fi Ah}a>di>th al-bashi>r al-nazhi>r, vol. I (Beirut: Da>r al_Kutub al-‘Ilmiyah, 2008), 115. No. 1845.

Page 33: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

33

utama di dalam tataran filosofi, ideologi, petunjuk pelaksanaan (juklak) dan

petunjuk teknis (juknis) di dalam segala aktivitas keislaman masing-masing

pihak.65

Mengingat us}u>l al-fiqh merupakan logika dan epistemologi Islam itu

sendiri yang disebut dengan epistemologi jama>‘i> atau epistemologi

komprehensif,66 yang mana karena segala prestasinya menjadi the queen of

Islamic sciences atau primadona ilmu-ilmu keislaman.67

Termasuk di dalamnya, us}u>l al-fiqh memfasilitasi sumber-sumber hukum

(adillat al-ah}ka>m ataupun mas}a>dir al-ah}ka>m) berupa al-Kitab, al-Sunnah, al-

Ijma>‘ al-Qiya>s bagi mereka yang berkecenderungan kontekstualis. Bagi

mereka yang berkecenderungan literalis ataupun tekstualis, us}u>l al-fiqh

sudah menyediakan fasilitas yang mewah dan lengkap berupa al-Istih}sa>n, al-

Istis}h}a>b, al-Istis}la>h, al-‘Urf, sadd al-Dhara>i‘ dan Syar‘ man qablana>.

Walaupun status fasilitas-fasilitas ini masih mukhtalaf fi>h (debatable), dalam

arti hanya dipergunakan oleh minoritas ahli, tidak seperti yang pertama.68

Kedua, us}u>l al-fiqh menawarkan kaidah-kaidah us}u>liyah yang spesifik,

semisal:

‚Sesungguhnya Kami (Allah) menjadikan kalian sebagai bangsa yang moderat.‛ (Q.S. al-Baqarah, 143)

65

Lihat Ahdo Bina Afianto, ‚Nalar Hukum Islam Perspektif Filsafat Hukum Islam dan

Metodologi syri’ah.‛ Dalam Al-Tahrir, Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 10. No. 1 Juni 2010.

(Ponorogo: STAIN Po. Press, 2010), 11. 66

Abdullah, Madzhab Jogja, 52. 67

Lihat Abdul Mun’im Saleh, Otiritas aslahah dalam Madhhab Syafi’i (Yogyakarta:

Magnum Pustaka Utama, 2012), 55. 68

Abû Zahrah, Ushûl, 74; Wahbah al-Zuhaylî, Al-Wajîz fî Ushûl al-Fiqh (t.t.: t.p., t.t.), 21; Muhammad Âmîn, Taysîr al-Tahrîr, vol. 3 (Bayrût: Dâr al-Fikr, t.t.), 2.

Page 34: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

34

‚Jauhilah sikap terlalu (ekstrim) dalam beragama, karena generasi-generasi sebelum kalian telah binasa dikarenakan sikap terlalu (ekstrim) dalam beragama.‛ (H.R. Ibn Abbas)

69

‚Segala hal yang melampaui batasnya maka statusnya akan menjadi kebalikannya.‛70

‚Sebaik-sebaik urusan adalah pertengahannya.‛ (H.R. Bayhaqi>).

‚Melestarikan hal-hal lama yang masih relevan seraya mengadopsi hal-hal baru yang lebih relevan.‛71

Dengan prinsip-prinsip tersebut, tampak us}u>l al-fiqh sangat

menjaga keseimbangan dalam menyikapi segala akatifitas mukallafi>n. Dia

selalu menjauhi sikap ekstrim baik ke kanan maupun ke kiri seraya

menariknya ke posisi tengah (moderat), posisi yang tawassut} (moderat),

tawazun (seimbang), dan tasa>muh (toleran)}. Sebagai manifestasi upaya

ini, us}u>l al-fiqh selalu mencari dan memberikan landasan tekstual

terhadap segala ketetapan baru dalam rangka menyikapi dinamika relitas.

69

Al-Suyûthî. al-Jami‘ al-Saghi>r, vol. I, 174. No. 2909. 70

Jalâl al-Dîn al-Suyûthî, Al-Asybâh wa al-Nazhâ’ir fî al-Qawâ‘id al-Fiqhîyah (Kairo: al-

Maktab al-Tsaqafî, 2007), 119. 71

‘Abd al-Wahha>b Khalla>f, ‘Ilm Us}u>l al-Fiqh (t.t.: Da>r al-Qalam, 1978), 90. Dikutip

dalam Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU (Yogyakarta: LkiS, 2004), 21-23.

Page 35: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

35

F. Masa Depan Islam Liberal dan Fundamentalis.

1. Masa Depan Islam Liberal.

Tentang keberlangsungan Islam Liberal di masa depan, penulis

menemukan beberapa komentar, di antaranya yaitu:

1. Pemikiran liberal, progresif dan kritis bukanlah anak tiri, melainkan

‚anak kandung‛ peradaban Islam. Justru yang menjadi ‚anak tiri‛

peradaban Islam adalah pengebirian terhadap kebebasan berfikir,

apalagi sampai melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik

maupun kekerasan wacana.72

2. Ketika gagasan tentang agama tidak memiliki keluwesan untuk

menuntaskan berbagai tugasnya, niscaya ia tidak akan mampu

bertahan untuk menjadi salah satu gagasan besar umat manusia. Ketika

sebuah konsepsi tentang agama tidak lagi mempunyai makna atau

relevansi, ia akan ditinggalkan dan digantikan oleh ‚ajaran‛ lainnya. Di

sini kaum beragama ditantang untuk memberikan pandangan objektif

sehingga citra agama harus selalu disesuaikan dengan zaman. Setiap

generasi harus melahirkan sendiri ‚agama layak‛ agar kehadirannya

berarti jaminan atas berlangsungnya kemanusiaan universal tanpa

pandang bulu. Agama harus berubah dan berkembang, bila tidak ia

akan usang dan ditinggalkan.73

72

Nur Kholis Setiawan, Menghadirkan Tradisi yang Terlupakan, dalam kata pengantar

Aksin Wijaya, Nalar Kritis Epistemologi Islam (Yogyakarta: KKP & Nadi Pustaka, 2012), viii. 73

Airlangga Pribadi dan M. Yudhie R. Haryono, Post Islam Liberal: Membangun Dentuman, Mentradisikan Eksperimentasi, cet. ke-1 (Bekasi: PT. Gugus Press, 2002), 48-49.

Page 36: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

36

3. Kontekstualisasi pemahaman teks-teks Islam, perubahan diskon-

tinuitas yang berorientasi pada kemaslahatan itu memang merupakan

keniscayaan dan absah.74

4. Saya ingat kalimat terkenal dari Syekh Ami>n al-Khuli> dari Mesir,

‚Tu‘add al-fikrah h{i>nan ma ka>firatan tuh{arram wa tuh{arrab, thumma

tus{bih{ ma‘a al-zama>n madhhaban bi ‘aqi>dah wa is{la>h takht{u> bih al-

h{aya>h khat{watan ila> al-ama>m.‛ (suatu pemikiran pada suatu masa

dianggap kafir, dilarang, dan dimusuhi; pelan-pelan, dengan berlalunya

waktu, pemikiran itu berubah menjadi mazhab, bahkan dogma

dominan, menjadi gagasan perbaikan dan pembaharuan yang membuat

kehidupan lebih maju lagi ke depan.)75

5. Penghargaan terhadap aktualisasi intelektual manusia lebih

dimungkinkan pada upaya pemahaman teks-teks Islam secara

konstekstual dibanding secara tekstual yang justru menjadi trade mark

dari Islam itu sendiri yang dalam ungkapan Rid{a>: ‚Al-Isla>m di>n al-‘aql

wa al-fikr.‛ (Islam itu agama rasional-intelektual).76 Dikatakan juga

bahwa ‚Al-di>n huw al-‘aql, la di>n li man la> ‘aql lah.‛ (Agama adalah

akal, tidak bisa beragama bagi orang yang tidak berakal).77

74

M. Sa’ad Ibrahim, Orisinalitas dan Perubahan dalam Ajaran Islam dalam Al-Tahrir, Jurnal Pemikiran Islam, vol. 4 No. 2 Juli 2004, (Ponorogo: STAIN Po. Press, 2004), 175.

75 Sejumlah Refleksi Tentang Kehidupan Sosial-Keagamaan Kita Saat ini, artikel Ulil

Abshar Abdalla, http://islamlib.com/id/artikel/sejumlah-refleksi-tentang-kehidupan-sosial-keagamaan-kita-saat-ini, diakses pada 6 januari 2013.

76 Muhammad Rasyid Rid{a>, al-Wah{y al-Muh{ammadi> (Mesir: Matba’at al-Manar, 1935),

211. Dikutip dalam M. Sa’ad Ibrahim, Orisinalitas dan Perubahan dalam Ajaran Islam dalam Al-Tahrir, Jurnal Pemikiran Islam, vol. 4 No. 2 Juli 2004, (Ponorogo: STAIN Po. Press, 2004), 169.

77 KH. MA. Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqih Sosial, cet. ke-6 (Yogyakarta: LKiS, 2007),

66.

Page 37: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

37

Dari pemaparan di atas, penulis menilai bahwa dengan kegigihan

dan optimisme para kaum Liberal, gagasan yang mereka usung secara

bertahap dan gradual akan diterima dan di dukung oleh masyarakat luas,

terutama bagi mereka yang hidup di lingkungan yang heterogen dan

plural, semisal perkotaan dan kota-kota besar di belahan dunia.

2. Masa Depan Islam Fundamentalis.

Pembahasan ini lebih menyoroti pada sikap manifestasi perilaku

(action, belonging) kaum Fundamentalis, bukan pada aspek keyakinan

(believing); karena pada aspek ini, fanatisme (ta‘as}s}ub) sangat dianjurkan.

Menurut penulis, masa depan Islam Fundamentalis tidak secerah

Islam Liberal, dikarenakan masyarakat ke depan lebih sadar dan lebih

memilih terhadap apa yang membuat diri mereka nyaman untuk

kehidupan mereka. Dengan segala pengalaman dan fenomena yang terjadi

di lingkungan dan kehidupan mereka, mereka akan lebih cenderung

menjauhi hal-hal yang bersifat dogmatis yang dipaksakan, ekstrimisme,

eksklusifisme, ortodoksi, dan konservatisme; dan mereka akan lebih

memilih hal-hal yang tidak mengganggu privasi mereka, tidak membatasi

dan melanggar hak-hak asasi mereka, moderatisme, inklusifisme,

kontemporer dan modernisme.

Menurut Yu>suf al-Qard{a>wi>, satu-satunya kelompok Islam

Fundamentalis yang mempunyai masa depan cerah adalah dari aliran

moderat (tiya>r al-wasat{i>yah), dikarenakan dia mempunyai kemampuan

berkomunikasi dengan bahasa kekinian (lisa>n al-‘as{r), mempunyai

Page 38: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

38

kesiapan mengembangkan dirinya, mengangkat harga dirinya, dan siap-

sedia berdialog terbuka dengan kelompok lain. Dia selalu berpegang pada

hal-hal yang mapan yang menjadi ijma>‘ umat. Di samping itu idiologinya

lebih mudah diterima masyarakat, pemeluknya merupakan golongan

mayoritas, paling dahulu lahirnya dan paling lama usianya.78

Dan selama

Islam tradisional bertambah kuat dalam politik dunia, Islam akan tampil

di front terdepan.79

78

Di samping itu fundamentalisme Islam yang moderat ini mempunyai pemahaman yang

baik terhadap Islam, kehidupan dan hukum Alam (sunnat allah), problematika tanah air,

mempunyai perhatian yang dalam terhadapnya, berdakwh dengan cra yang proporsional, berjihad

menegakkan hukum Allah di bumi serta mengembalikan penyelewengan-penyelewengan ajaran-

ajaran Islam kepada jalan yang semestinya. Alirn inilah yang menjadi faham masa depan dan

jalan selamat bagi umat. Al-Qard{a>wi>, Mustaqbal al-Ushu>li>yah, 90, 93. 79

Watt, Fundamentalis, 26.

Page 39: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

39

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan tentang Islam Liberal dan Islam

Fundamentalis, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Bahwa yang dinamakan Islam Liberal adalah aliran pemikiran di dalam

Islam yang berorientasi dan meyakini bahwa kebebasan sebagai prinsip

dan orientasi, motivasi dan tujuan, pokok dan hasil dalam kehidupan

manusia. Sedangkan Islam Fundamentalis adalah sebuah aliran atau

faham yang berpegang teguh pada dasar-dasar agama secara ketat melalui

penafsiran terhadap kitab suci secara rigid dan literalis.

2. Di antara ajaran pokok kaum Islam Liberal yaitu individualisme,

rasionalisme, sekularisme, dan kontekstualisasi ijtiha>d. Secara lebih rinci

dapat dibagi ke dalam dua wilayah; pertama, wilayah politik, yaitu

menentang teokrasi (againt theocracy), mendukung dan membela gagasan

demokrasi, hak-hak perempuan (right of women), hak-hak non muslim

(minoritas). Sedangkan dalam wilayah kultural yaitu membela kebebasan

berpikir (freedom of tought) dan gagasan kemajuan (the idea of progress).

Adapun di antara ajaran pokok kaum Islam Fundamentalis yaitu

Opposionalisme (paham perlawanan), penolakan terhadap hermeneutika,

pluralisme dan relativisme, dan perkembangan historis dan sosiologis.

3. Di antara produk-produk berfikir kaum Islam Liberal dan prosedur

penalarannya adalah bahwasanya poligami hukumnya haram, nikah sirri

hukumnya tidak sah, nikah beda agama hukumnya diperbolehkan, bahkan

Page 40: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

40

secara mutlak, dan jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot dan

jubah tidak wajib diikuti. Sedangkan di antara produk-produk berfikir

kaum Islam Fundamentalis dan prosedur penalarannya adalah ka>fir dan

murtadnya orang yang menolak faham mereka, wajibnya jiha>d, merubah

kemungkaran dengan kekuatan; haramnya sesuatu yang tidak terdapat

dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, berdomisili di negara Barat, bekerja bagi

wanita, dan mengucapkan selamat kepada non-muslim.

4. Sikap us{u>l al-fiqh terhadap gagasan kaum Islam Liberal adalah secara

umum menolak dikarenakan premis dasar keduanya saling bertentangan,

yaitu tentang otoritas tertinggi dalam hukum, meskipun dalam hal-hal

tertentu us{u>l al-fiqh sejalan dengannya. Sedangkan sikap us{u>l al-fiqh

terhadap gagasan kaum Islam Fundamentalis adalah secara umum

menerimanya dikarenakan kedua-duanya bersifat literalis demi menjaga

kontinuitas dan orisinalitas, walaupun dalam hal-hal tertentu juga tidak

sejalan dengannya.

5. Masa depan Islam Liberal adalah cerah dan secara gradual akan diikuti

oleh orang banyak, karena mereka lebih bisa berkomunikasi dan

beradaptasi, lebih moderat, solutif dan tidak memaksa. Sedangkan masa

depan Islam Fundamentalis yaitu suram dan sepertinya secara gradual

juga akan dijauhi, kecuali dari kelompok moderat (tiya>r al-wasat{i>yah)

yang akan semakin eksis.

Page 41: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

41

B. Saran-saran

1. Sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah (moderat), dan segala

sesuatu yang terlalu dan melebihi batas, statusnya akan berubah menjadi

kebalikannya. Dalam hal lain, sesuatu yang bersifat ekstrim (baik dalam

hal positif, apalagi negatif) akan mengalami halangan dan tantangan yang

luar biasa dalam survivenya, dan hal itu mnyebabkan eksistensinya cepat

punah.

2. Makalah ini masih banyak memiliki keterbatasan dan kekurangan, maka

penulis sangat mengharap saran dan kritik konstruktif dari para pembaca

demi kesempurnaannya.

Page 42: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

42

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin et. al.. Madzhab Jogja: Menggagas Paradigma Ushul fiqh Kontemporer, cet. ke-1. Yogyakarta: Ar-Ruzz Press, 2002.

Afianto, Ahdo Bina. ‚Nalar Hukum Islam Perspektif Filsafat Hukum Islam dan

Metodologi syri’ah.‛ Dalam Al-Tahrir, Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 10.

No. 1 Juni 2010. Ponorogo: STAIN Po. Press, 2010.

Âmîn, Muhammad. Taysîr al-Tahrîr. vol. 3. Bayrût: Dâr al-Fikr, t.t.

Asmani, Jamal Ma’mur. Fiqih Sosial Kiai Sahal Mahfudh: Antara Konsep dan Implementasi, cet. ke-1. Surabaya: Khalistha, 2007.

‘Awdah, ‘Abd al-Qâdir. Al-Tasyrî‘ al-Janâ’î al-Islâmî, vol. 1. t.t.: Mu’assasat al-

Risâlah, 1996.

Ba‘ashi>n, Sa‘i>d ibn Muh{ammad. Bushr al-Kari>m bi Sharh{ Masa<’il al-Ta‘li<m, vol.

I. Surabaya: al-Haramain, t.t..

Al-Dimya>t{i>, Muh{ammad ibn Ah{mad. H}a>shiyah al-Dimya>t{i> ‘ala> Sharh{ al-Waraqa>t. Surabaya: Al-Hidayah, t.t..

Ismail, Nurjannah. Perempuan dalam Pasungan: Bias laki-laki dalam Penafsiran,

cet. Ke-1. Yogyakarta: Lkis, 2003.

Al-Kâf, Hasan ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Sâlim. Al-

Taqrîrât al-Sadîdah fî al-Masâ’il al-Mufîdah. Riyâdh: Dâr al-‘Ulûm al-

Islâmîyah, 2004.

Ma’luf, Louis. Al-Munjid fi al-lughah wa al-I’lam, cet. ke-41. Bayrut: Dar al-

masyriq, 2005.

Mahfudz, MA. Sahal. Nuansa Fiqih Sosial, cet. ke-6. Yogyakarta: LKiS, 2007.

Al-Minka>ba>wi>, Ahmad ibn ‘Abd al-Lat}i>f al-khat}i>b. Al-Nafah}at ‘ala > Syarh} al-Waraqa>t. t.t.: Al-Haramayn, 2006.

Mulia, Siti Musdah. Islam & Inspirasi kesetaraan Gender, cet. Ke-1,

(Yogyakarta: Kibar Press, 2007), vi. Pengantar penulis.

Mustofa, Agus. Beragama dengan Akal Sehat. Surabaya: Padma Press, 2008.

Page 43: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

43

Pribadi, Airlangga dan M. Yudhie R. Haryono. Post Islam Liberal: Membangun Dentuman, Mentradisikan Eksperimentasi, cet. ke-1. Bekasi: PT. Gugus

Press, 2002.

Al-Qard{a>wi>, Yu>suf. Mustaqbal al-Ushu>li>yah al-Islami>yah, cet. Ke-3. Bayru>t: al-

Maktab al-Islami, 1998.

Ridwan, Nur Khalik. NU dan Neoliberalisme: Tantangan dan Harapan Menjelang Satu Abad. Cet. Ke-3. Yogyakarta: LkiS, 2012.

Saleh, Abdul Mun’im. Otiritas aslahah dalam Madhhab Syafi’i. Yogyakarta:

Magnum Pustaka Utama, 2012.

Shalt{u>t, Mah{mu>d. Al-Islam: ‘Aqi>dah wa Syari>‘ah. Da>r al-Qalam, 1966.

Al-Sulami>, ‘Abd al-Rah}i>m ibn Sama>yil. Al-Librâliyah: Nasy`’atuhâ wa Maja>lâtuhâ. t.t.:t.p, t.t. File doc.

. H{aqîqah al-Librâl>iyah wa Mawqif al-Islâm minhâ. Disertasi,

Universitas Umm al-Qura, Makkah, 2000.

Al-Syâfi‘î, Muhammad ibn Idrîs. Al-Risâlah. Bayrût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmîyah,

2009.

Al-Suyûthî, Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân îbn al-Kamâl. Al-Jami‘ al-Saghi>r fi Ah}a>di>th al-bashi>r al-nazhi>r, vol. I. Beirut: Da>r al_Kutub al-‘Ilmiyah,

2008.

. Al-Asybâh wa al-Nazhâ’ir fî al-Qawâ‘id al-Fiqhîyah. Kairo: al-

Maktab al-Tsaqafî, 2007.

Al-Syawkânî, Muhammad ibn ‘Alî ibn Muhammad. Irsyâd al-Fuhûl. Bayrût: Dâr

al-Fikr, t.t..

Team Penyusun, Al-Mawsû’ah al-‘Ârabi>yah al-Âlami>yah, vol. XXI. Cet. Ke-1.

Riya>d}: Mu’assasat a‘ma>l al-Mawsu>‘ah li al-Nashr wa al-Tawzi>‘, 1996.

Watt, William Montgomery. Fundamentalis Dan Modernitas dalam Islam (terj.)

Kurnia sastra praja et. al. Cet. ke-1. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003.

Wijaya, Aksin. Nalar Kritis Epistemologi Islam. Yogyakarta: KKP & Nadi

Pustaka, 2012.

Zahro, Ahmad Tradisi Intelektual NU. Cet.1. Yogyakarta: LkiS, 2004.

Al-Zuh}ayli, Wahbah. Al-Waji>z fi> Usu>l al-Fiqh. t.t.: t.p., t.t.

Page 44: Cara berfikir kaum liberal dan fundamentalis dalam timbangan usul al fiqh miftaqurrohman el-qudsy

44

Abdul Moqsith Ghazali, Koordinator JIL. Tayangan dalam acara Today’s

Dialogue di Metro-TV, 2008.

Akar sejarah pemikiran liberal, oleh K.H.. M. Shiddiq al-jawi,

Fundamentalisme,makalah.

http.islamlib.com/id/index.php?page=artikel&id=792); Lihat juga

http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/Fundamentalisme.html.

Diakses pada 27 oktober 2012.

http://www.referensimakalah.com/2012/01/pengertian-Fundamentalisme-

radikalisme_8767.html, diakses pada 6 Januari 2012;

http://www.artikata.com/arti-327465-Fundamentalis.html, diakses pada 6

Januari 2012.

Interrelasi Fundamentalisme Dan Orientasi Ideologi Gerakan Islam Kontemporer: Survei Pendahuluan Oleh Ahmad Nur Fuad. Makalah.

Liberalisasi Islam di Indonesia, Adian Husaini, M.A. Tayangan Youtube-

adianh87, www.anwaraidc.com.

Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, artikel Ulil Abshar Abdalla, Kompas 2002-11-18.

Poligami dalam pemikiran Kalangan islam liberal, makalah Nurul huda.

publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream Sejumlah Refleksi Tentang Kehidupan Sosial-Keagamaan Kita Saat ini, Pidato

Kebudayaan, Ulil Abshar Abdalla, Graha Bhakti Budaya TIM-Jakarta, 2

Maret 2010. http://islamlib.com/id/artikel/sejumlah-refleksi-tentang-

kehidupan-sosial-keagamaan-kita-saat-ini diakses pada 6 januari 2013.

Al-Tahrir, Jurnal Pemikiran Islam, vol. 4 No. 2 Juli 2004. Ponorogo: STAIN Po.

Press, 2004.

Tayangan Audio visual Youtube Freedom Institute, Akademi Merdeka, Ulil

Abshar Abdalla, Bogor 24-26 Juni 2011. Ulil Abshar Abdallah-Koordinator JIL di Indonesia. Tayangan sisi lain dalam

Trans-TV, 23 Oktober 2004.