bahan tutorial 7

Upload: arofah-noor-berliana

Post on 03-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

traumatik injury pada anak

TRANSCRIPT

Etiologi dan faktor predisposisiEtiologiFaktor penyebab utama jejas traumatik pada anak ada yang secara langsung dan tidak langsung. Trauma gigi secara langsung sering terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, peristiwa ini sering terjadi ketika anak-anak sedang belajar berjalan ataupun sedang bermain kemudian berbenturan langsung misalnya dengan meja sehingga menyebabkan giginya patah. Hal ini sering terjadi karena masa kanak-kanak merupakan masa perkembangan koordinasi motorik, maka pada masa ini aktivitas mereka meningkat serta koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum cukup. Sedangkan trauma tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu sehingga gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan dan tekanan yang besar dan tiba-tiba dan bisa menyebabkan trauma atau fraktur pada rahang. Berbagai macam kondisi lain yang mengakibatkan terjadinya trauma pada gigi anak adalah kecelakaan lalu lintas, tindak kekerasan, dan olahraga.Faktor PredisposisiFaktor predisposisi terjadinya jejas traumatik pada anak, antara lain:a. Usia : usia anak menentukan aktivitas motorik anak sehingga penyebab dan tingkat keparahan terjadinya suatu trauma pada anak berbeda-beda. Terdapat 3 periode umur yang memberi kecenderungan terjadinya trauma pada anak, yakni : Masa prasekolah (1- 3 tahun) : biasanya akibat jatuh atau kekerasan Masa sekolah (7-10 tahun) : biasanya akibat kecelakaan sepeda atau kecelakaan di tempat bermain Masa remaja (16-18 tahun) : biasanya akibat perkelahian, jejas olahraga, atau kecelakaan lalu lintas

b. Oklusi : Oklusi mempengaruhi peluang terjadinya trauma, faktor oklusi ini melibatkan overjet, overjet adalah jarak horisontal antara insisal edge gigi rahang atas dengan bidang labial gigi rahang bawah. Overjet ini merupakan keadaan normal pada oklusi. Besar overjet yang normal berkisar antara 2-3 mm. Overjet berbeda dengan protrusi dimana protrusi merupakan suatu overjet yang besar atau berlebihan, yakni melebihi batas overjet normal. Hal ini dapat disebabkan oleh karena ketidaksesuaian geraham, ketidakseimbangan tulang rahang atas dan rahang bawah, kelengkapan dan kondisi dari gigi, maupun kombinasi dari semua hal di atas. Protrusi ditentukan berdasarkan parameter secara keseluruhan, meliputi keseimbangan seluruh wajah. Contoh : nasal, pengukuran wajah dan kesimetrisannya, medium, dan dimulai pada jarak tengah. Sedangkan overjet merupakan ukuran incisal bagian facial saja. Dalam hal ini sudut inklinasi dari gigi geligi anterior sangat berpengaruh. Maka peluang/kecenderungan terjadinya trauma pada orang dengan protrusi (overjet berlebih) ini lebih besar dibandingkan dengan yang tidak protusi.

c. Jenis kelamin : prevalensi trauma pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, sebab biasanya anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan, misalnya saja anak laki-laki lebih cenderung melakukan permainan yang membutuhkan tenaga, misalnya bermain bola, sedangkan anak permpuan biasanya hanya bermain boneka. Diketahi prevalensi trauma pada gigi sulung anak laki-laki sebesar 31-40% sedangkan pada perempuan 16-30%. Begitu juga prevalensi trauma pada Gigi permanen anak laki-laki 12-33% sedangkan perempuan 4-19%. Dari angka inilah dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor predisposisi trauma pada anak.

Klasifikasi trauma :a. Menurut Ellise dan Davey1) Kelas I:Fraktur yang hanya mengenai enamel2) Kelas II:Fraktur yang terjadi pada mahkota gigi dengan terbukanya dentin yang luas tetapi belum mengenai pulpa.3) Kelas III:Fraktur pada mahkota gigi dengan dentin dan pulpa terkena4) Kelas IV:Fraktur yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa disertai hilangnya struktur mahkota5) Kelas V:Trauma pada gigi yang menyebabkan terjadinya avulse ( lepasnya gigi dari soketnya)6) Kelas VI:Fraktur pada akar dengan atau tanpa disertai hilangnya struktur mahkota gigi7) Kelas VII:Trauma yang menyebabkan berpindahnya gigi. Contoh : Intrusi,Ekstrusi,rotasi,dll.8) Kelas VIII:Trauma yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar9) Kelas IX:Trauma yang Menyebabkan kerusakan pada gigi sulung biasanya pada gigi anterior

b. Menurut RobertsKlasifikasi trauma menurut Roberts sebenarnya sama dengan ellis,tetapi untuk membedakan gigi sulung dan tetap digunakan istilah kelas 1 tetap, dan seterusnya untuk gigi tetap.Dan kelas 1 sulung,dan seterusnya untuk gigi permanen.

c. Menurut Hagreaves dan CraigKlasifikasi trauma menurut Hagreaves dan Craig dikususkan hanya untuk fraktur gigi sulung yaitu kelas I,II,III dan IV dan hampir sama dengan klasifikasi menurut ellis.

d. Menurut Heithersay dan MorileKlasifikasi fraktur subgingival berdasarkan pada tinggi fraktur gigi dalam hubungannya terhadap berbagai bidang horizontal periodonsium, sebagai berikut:1) Kelas 1 : Dengan garis fraktur tidak meluas di bawah tinggi ginggiva cekat.2) Kelas 2 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi gingiva cekat, tetapi tidak di bawah tinggi krista alveolar.3) Kelas 3 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi krista alveolar.4) Kelas 4 : Dengan garis frakturnya terdapat di dalam sepertiga koronal akar, di bawah tinggi krista alveolar.

e. Menurut World Health Organization (WHO)Dan adapun klasifikasi yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) dari dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology dan klasifikasi ini diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut :1) Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpaa) Retak mahkota (enamel infraction), merupakan suatu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertical.b) Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture), merupakan fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.c) Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture), merupakan fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.d) Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture), merupakan fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.

2) Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolara) Fraktur mahkota-akar, merupakan fraktur yang mengenai email, dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture).b) Fraktur akar, merupakan fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan lapisan email.c) Fraktur dinding soket gigi, merupakan fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.d) Fraktur prosesus alveolaris, merupakan fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.e) Fraktur korpus mandibula atau maksila, merupakan fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

3) Kerusakan pada jaringan periodontal.a) Concusion yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.b) Subluxation yaitu Keadaan dimana terjadi kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.c) Luksasi ekstrusi (partial displacement) yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.d) Luksasi yaitu perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.e) Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.f) Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket.

4) Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga muluta) Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. b) Kontusio yaitu luka memar yang disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa. Berbeda dengan laserasi, kontusio tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.c) Luka abrasi yaitu luka pada daerah superfisial seperti lecet yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda.

PEMERIKSAAN KLINIS DAN PEMAKAIAN DIAGNOSIS Dalam perawatan fraktur akibat trauma diperlukan pemeriksaan klinis termasuk intra oral dan ektra oral. Pada pemeriksaan klinis anamnese baik pada anak dan pada orang tuanya dapat membantu dalam menegakan diagnosis. Beberapa anamnese yang diperlukan adalah: 1. Medical history: riwayat kesehatan medis yang mempengaruhi untuk perawatan yang akan dilakukan, seperti beberapa penyakit gangguan pendarahan, kelainan sistemik atau sensivitas terhadap obat, seperti: 1. Hemofilia, pada anak mi dengan gejala klinis perdarahan sukar berhenti. 2. Diabetes, kasus diabetes pada anak jarang terjadi 3. Penyakit jantung pada anak sering terlihat anak lemah. pucat kadang-kadang wajah membiru 4. Alergi obat, khusus terhadap obat antibiotika, analgetika 5. Status profilaksis tetanus

2. Dental history: pada anamnese ini anak perlu ditanyakan penyebab adanya injuri pada gusi, reaksi gigi dan kerusakan jaringan sekitar gigi akibat trauma yang timbul serta waktu, bagaimana, kapan dan dimana kejadian terjadi 3. Perdarahan : yang terjadi diperiksa asal pendarahan baik dan bibir ataupun jaringan Junak di sekitarnya. Pembersihan darab yang telah menjendal dengan bahan antiseptik sangat diperlukan guna membantu penyembuhan luka jaringan 4. Waktu terjadinya trauma: sangat diperiukan untuk membantu menentukan perawatn. Dan untuk batas maksimal perawatan avulsi yang ideal adalah jam setelah trauma 5. Bagaimana terjadinya trauma merupakan informasi yang akan dapat memberikan suatu gambaran injuri yang terjadi, sehingga operator mempunyai gambaran berat, ringan serta lokasi injuri yang terjadi 6. Kapan terjadinya trauma merupakahinformasi yang diperlukan untuk menentukan rencana perawatan maupun gambaran prognosa hasil perawatan pada pasien

7. Dimana kejadiannya trauma merupakan informasi yang diperlukan untuk pada anak guna mengambil tindakan menjaga kesehatan anak. Tempat kejadian seperti jatuh dijalan, dikolam renang dan sebagainya merupakan informasi perlu tidaknya pemberian tetanus Pemeriksaan intra oral mencakup: I. Luka jaringan lunak a. Pemeriksaan muka, bibir, gingiva.

Dengan melihat perubahan padajaringan lunak seperti wama, textur, ulcerasi, udcm dsb b. Adanya fragmen atau debris yang masuk ke dalam jaringan diperlukan pemeriksaan yang teliti, seperti perdarahan yang tidak behenti-henti pada jaringan lunak yang kena injuri. Fragmen atau debris perlu diambil guna penyembuhan jaringan yang luka c. Pembersihan jaringan sekitar luka dipakai : saline, yod d. Penentuan rencana perawatan luka jaringan lunak akibat trauma. Seperti perlu tidaknya jahitan, untuk mengatasi perdarahan yang terjadi II. Luka pada jaringan keras gigi dan prosesus alveolaris: a. Fraktur mahkota atau dan fraktur akar. Pemeriksaan perlu bantuan rontgen foto untuk melihat kerusakan struktur gigi b. Posisi gigi termasuk konkusi, Iuksasi, perpindahan tempat, avulse c. Dicatat besarnya mobilitas baik secara vertical atau horizontal. Khusus pada gigi permanen muda dan gigi desidul d. Dicatat pulpa terbuka atau tidak e. Periksa ggi didekatnya dan gigi antagonisnya, untuk melihat ada/tidaknya abnormalitas oklusi. f. Reaksi gigi terhadap perkusi. Alat yang digunakan dapat memakai tangkai kaca mulut secara perlahan-lahan kearah pertikal atau horizontal. Rasa sakit pada perkusi menunjukkan kerusakan pada ligament-periodontal g. Warna gigi. Adanya sedikit perubahan warna mahkota setelah mendapat injuri khusus diperhatikan dibagian permukaan palatinal sepertiga mahkota daerah gingiva III. Pemeriksaan rontg foto

Anak di bawah 2 tahun sering kesulitan untuk dilakukan pemeriksaan radiografi, disebabkan adanya rasa takut atau tidak ada kerjasama yang baik antara pasien dan operator. Dalam pembuatan rontgenografi anak tersebut perlu kehadiran orang tuanya. Adapun tujuan pembuatan rontgenografi adalah: a. Mengetahui besar dan posisi fraktur yang terjadi b. Untuk melihat perkembangan akar, seperti penutupan ujung akar c. Fraktur akar baik secara vertikal, horizontal atau letak fraktur

d. Fraktur prosesus alveolaris. Kondisi tersebut sangat membantu dalam penyembuhan luka yang terjadi e. Periksa jaringan periapikal f. Periksa apakah perlu dilakukan perawatan endodontik dan jenis restorasinya

IV. Tes vitalitas: Pengetesan vitalitas gigi dapat dilakukan dengan tes pulpa listrik atau tes termal. Bagi gigi yang mengalami trauma yang baru, reaksi terhadap tes vitalitas pulpa mungkin dapat negatif selama 6-8 jam, diikuti diskolorisasi mahkota yang bersifat sementara. Akibat tes pulpa tersebut bundel syaraf sobek dan terjadi parastesi dan perdarahan. Kemudian setelah lama terjadi proses iritasi sebagian diskolorisasi akan hilang dan warna gigi akan normal kembali. Darah masuk kedalam tubulis dentalis menyebabkan perubahan wama pada mahkota.

V. Diagnosis Dengan mengkombinasikan beberapa informasi dan pemeriksaan klinis dan rontgenologis, maka diagnosis dan klasifikasi injuri dapat dilakukan. Pada gigi desidul kasus traumatik injuri banyak adalah perpindahan tempat atau ekstrusi atau intrusi. Kondisi tersebut ditunjang adanya beberapa penyebab atau itiologi yang menuju antara lain: 1. Kedudukan gigianterior gigi desiduilebih vertiak 2. Tulang alveolus hinak 3. Adanya bibir sebagai pertahanan Anak-anak yang sering mendapat trauma adalah pada anak umur 1,5 - 2,5 tahun, terlihat kasus intrusi, ekstrusi atau perpindahan tempat. Apabila gigi desidui mengalami kasus tersebut maka dalam waktu 1-6 bulan akan terjadi reerupsi secara spontan, dan kalau dalam 2-3 bulan tidak terjadi reerupsi maka gigi tersebut akan mengalami ankilosis di kemudian hari. Selama masa perkembangan, benih gigi insisivi permananen berada disebelah palatinal dan dengan kedudukan tertutup pada apek gigi insisivus desidui. Dengan adanya injuri gigi desidui, maka dokter gigi harus selalu berpikir bahwa kemungkinan akibat injuri akan merusak benih gigi permanen penggantinya. Beberap kemungkinan injuri gigi desiduai akibat trauma pada anak umur 3 tahun adalah Dalam perawatannya kelompok umur anak ini sangat diperlukan kerja sama yang baik antara operator, anak dan orang tha. Kebanyakan anak tersebut sulit untuk dilakukan kerjasama. Beberapa cara memeriksa dengan anak dipangku orang tua dengan anak disuruh membuka mulut dan pada pemeriksaan pertama Iengkung rahang atas dan bawah dapat segera terlihat.