bahan diskusi 1 spf 2015

123
BAB V TEORI-TEORI BELJAR SAINS Belajar adalah perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Paling sedikit ada lima macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar, yaitu: (1) Belajar respon, (2) Belajar kontiguitas, (3) Belajar operan, (4) Belajar observasional, (5) Belajar kognitif Ada lima macam perilaku perubahan pengalaman: 1. Belajar respon Pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku yang diakibatkan oleh perpasangan suatu stimulus yang tak terkondisikan dengan stimulus yang terkondisi. Sebagai fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu saat memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respon yang terkondisi. Bentuk belajar semacam ini disebut belajar respon dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi sekolah atau bidang-bidang studi. 2. Belajar kontiguitas. Belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini sering kita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari “drill” dan belajar stereotipe-stereotipe. 3. Belajar operan. Konsekuensi-konsekuensi perilaku yang mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak dan berapa besar pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut belajar operan. 4. Belajar observasional. Pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dari kejadian-kejadian. Kita belajar dari model-model dan masing- masing kita mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional. 5. Belajar kognitif Belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita dan dengan inisiatif belajar menyelami pengertian. Teori-teori belajar dikelompokkan menjadi: 1. Teori-teori belajar sebelum abad ke-20.

Upload: azhar-umam

Post on 24-Dec-2015

44 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Bahan Diskusi Strategi Pembelajaran FIsika

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

BAB VTEORI-TEORI BELJAR SAINS

Belajar adalah perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Paling sedikit ada lima macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar, yaitu: (1) Belajar respon, (2) Belajar kontiguitas, (3) Belajar operan, (4) Belajar observasional, (5) Belajar kognitif Ada lima macam perilaku perubahan pengalaman: 1. Belajar respon

Pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku yang diakibatkan oleh perpasangan suatu stimulus yang tak terkondisikan dengan stimulus yang terkondisi. Sebagai fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu saat memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respon yang terkondisi. Bentuk belajar semacam ini disebut belajar respon dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi sekolah atau bidang-bidang studi.

2. Belajar kontiguitas. Belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini sering kita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari “drill” dan belajar stereotipe-stereotipe.

3. Belajar operan. Konsekuensi-konsekuensi perilaku yang mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak dan berapa besar pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut belajar operan.

4. Belajar observasional. Pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dari kejadian-kejadian. Kita belajar dari model-model dan masing-masing kita mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional.

5. Belajar kognitif Belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita dan dengan inisiatif belajar menyelami pengertian.

Teori-teori belajar dikelompokkan menjadi: 1. Teori-teori belajar sebelum abad ke-20.

Teori-teori belajar sebelum abad ke-20 dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis atau spekulatif, tanpa dilandasai eksperimen. Kedalaman teori-teori belajar sebelum abad ke-20 termasuk teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah dan teori apersepsi.

2. Teori-teori belajar selama abad ke-20. Teori-teori belajar abad ke- 20 dibagi menjadi dua keluarga, yaitu: keluarga perilaku atau behavioristik yang meliputi teori-teori stimulus-respon, dan keluarga Gestalt Field yang meliputi teori-teori kognitif.

Teori-teori belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran Sains:5.1. Teori Belajar Gagne. 5.2. Teori Belajar Bruner. 5.3. Teori Belajar Ausubel. 5.4. Teori Belajar Piaget.Untuk lebih jelasnya dipelajari uraian sebagai berikut:

Page 2: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

BAHAN DISKUSI 1 SPF 2015

5.1. TEORI BELAJAR GAGNE. .

Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Bentuk-bentuk belajar menurut Gagne (1984) ada lima, yaitu: (a) Bentuk belajar responden, (b) Bentuk belajar kontiguitas, (c) Bentuk belajar operan, (d) Bentuk belajar observasional, (e) Bentuk belajar kognitif. Untuk jelasnya perhatikan uraian sebagai berikut: (1) Bentuk belajar responden

Belajar semacam ini, suatu respon dihasilkan oleh suatu stimulus yang telah dikenal. Contoh belajar responden adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh psikolog Rusia yang terkenal yaitu Ivan Pavlov: Seekor anjing diberi serbuk daging dan sambil makan keluar air liurnya. Serbuk daging disebut stimulus tidak terkondisi (uncoditioned stimulus = US), dan tindakan mengeluarkan air liur disebut respons tidak terkondisi (uncoditioned reponse = UR). Terjadinya respon terhadap penyajian stimulus ini tidak merupakan belajar tetapi terjadi secara instink.

Sekarang lampu dihidupkan di tempat ajing itu, menghidupkan lampu mempunyai efek yang minimal terhadap keluar air liur anjing itu. Kemudian lampu dinyalakan tepat sebelum memberikan serbuk daging pada anjing (US). Jika hal ini dilakukan beberapa kali dan kemudian pada suatu percobaan tanpa memberikan serbuk daging, maka akan terlihat timbulnya respon anjing mengeluarkan air liur. Cahaya yang sebelumnya merupakan stimulus netral, sekarang menjadi stimulus terkondisi (condtioned stimulus = CS) dan respon yang ditimbulkan disebut respons terkondisi (condtioned response = CR).

Dalam situasi yang dikemukakan di atas, perilaku berubah sebagai hasil suatu pengalaman. Jadi situasi ini sesuai dengan definisi belajar yang sederhana, yang telah dikemukakan terdahulu.

Page 3: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Sekarang kita pindah dari anjing ke manusia, dan model ini digunakan dalam bentuk yang lebih umum. Kita dapat menganggap hubungan antara stimulus tak terkondisi dengan respon beroperasi, bila stimulus (US) menimbulkan reaksi emosional (UR), misal: takut, marah, gembira, senang, bahagia. Memasangkan stimulus terkondisi, yaitu suatu stimulus netral sebelumnya, dengan stimulus tak terkondisi menghasilkan timbulnya respons terkondisi (misal takut atau gembira) terhadap stimulus terkondisi itu.

(2) Bentuk belajar kontiguitas,Telah diketahui bahwa pasangan stimulus tidak terkondisi dan stimulus terkondisi

merupakan suatu syarat untuk belajar responden. Beberapa teoriawan belajar, mengemukakan bahwa pemasangan kejadian-kejadian sederhanan apapun, dapat menghasilkan belajar. Tidak diperlukan hubungan antara stimulus tak terkondisi dengan respons.

Asosiasi dekat (contiguous) sederhana antara suatu stimulus dan suatu respons dapat menghasilkan suatu perubahan dalam perilaku. Kekuatan belajar kontiguitas sederhana dapat dilihat bila seseorang memberikan respons terhadap pernyataan yang belum lengkap, seperti di bawah ini:Sembilan kali lima sama dengan ...................Gunung semeru ialah gunung tertinggi di ...Anak itu sepandai ...........................................Cita-citanya setinggi .......................................Dengan mengisikan kata-kata: empat puluh lima, Jawa Timur, ayahnya, langit, ditunjukkan bahwa belajar sesuatu karena peristiwa-peristiwa atau stimulus-stimulus terjadi berdekatan pada waktu yang sama.Kadang-kadang diperlukan pengulangan dari peristiwa-peristiwa itu, tetapi ada kalanya belajar terjadi tanpa diulang.

Jadi tidak perlu kita menganggap hubungan-hubungan stimulus tak terkondisi dengan respons. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia dapat berubah sebagai hasil dari mengalami peristiwa-peristiwa yang berpasangan. Di sekolah, kita melihat bentuk belajar ini waktu guru “mendrill” siswa. Mengajar dengan metode “drill” ini walaupun kerap kali membosankan, tetapi dapat menjadi efisien, karena peristiwa-peristiwa yang terjadi secara bersamaan dapat menghasilkan belajar. Mengatakan “empat” terhadap stimulus “2+2”, menghasilkan pasangan stimulus dan respons yang asosiasinya akan dipelajari.

Bentuk belajar kontiguitas yang lain ialah “stereotyping”. Bila sandiwara di TV secara berulang kali memperlihatkan: seorang ilmuwan dengan orang berkacamata, seorang guru dengan orang yang ramah, seorang ibu tiri dengan wanita kejam, seorang sastrawan berjenggot panjang,maka sandiwara di TV itu menciptakan kondisi-kondisi untuk belajar “stereotyping”.Tidak semua ilmuwan itu berkacamata, Tidak semua ibu tiri itu kejam, Tetapi karena kerapkali dipasangkannya kategori-kategori ini, orang percaya bahwa konsep-konsep itu berjalan seiring. Kerap kali komunikasi-komunikasi media, termasuk buku-buku pelajaran, memperkuat stereotipe-stereotipe ini, yaitu menimbulkan keyakin-an yang terlalu dipermudah dan kaku tentang kategori-kategori orang-orang.

(3) Bentuk belajar operan,Belajar sebagai akibat reinforcemen merupakan bentuk belajar lain yang banyak

diterapkan dalam teknologi modifikasi perilaku. Bentuk belajar ini disebut Terkondisi

Page 4: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

operan, sebab perilaku yang diinginkan timbul secara spontan, tanpa dikeluarkan secara instink oleh stimulus apa pun, organisme “beroperasi” terhadap lingkungan. Berbeda dengan belajar responden, perilaku operan tidak mempunyai stimulus fisiologis yang dikenal. Perilaku tidak dikeluarkan, tetapi dipancarkan dan konsekuensi dari perilaku itu bagi organisme merupakan variabel yang penting dalam belajar operan. Perilaku akan diperkuat bila akibatnya berupa suatu peristiwa-peristiwa terreinforcemen. Perilaku yang mengalamai reinforcemen mempunyai kecenderungan meningkat dalam hal frekuensi, magnitude, atau probabilitas terjadinya. Karena peristiwa-peristiwa yang mengalami reinforcemen dapat menghasilkan efek-efek yang begitu penting, perlu kita bertanya, apakah reinforser itu? Suatu reinforser ialah setiap stimulus yang meningkatkan kekuatan suatu perilaku. (Gagne , 1984). Menurut Slavin (1988) reinforser adalah suatu konsekuensi yang memperkuat ( berarti meningkatkan frekuensi ) perilaku-perilaku.

Belajar operan ditunjukkan dalam perilaku berbagai hewan tikus menekan pengungkit, burung merpati mematuk kunci, kuda menganggukan kepalanya. Pada dasarnya, setiap perilaku operan dapat ditimbulkan kerap kali dengan pemberian reinforcemen segera setelah timbulnya perilaku itu.

Pada manusia, berlaku hal yang sama. Berbagai perilaku manusia dapat ditimbulkan berulang kali dengan adanya reinforcemen, segera setelah ada respons. Respons itu dapat berupa suatu pernyataan, suatu gerakan, suatu tindakan. Misalnya, respons itu dapat berupa menjawab pertanyaan guru dengan sukarela atau dapat pula respons itu berupa jawaban siswa itu sendiri. Adakalanya respons itu sulit untuk diketahui, seperti bila seorang siswa duduk diam saja, dan kelihatan nya tidak berbuat apa-apa.

Bila respons berupa menjawab secara sukarela pertanyaan guru, maka reinforser terhadap respons itu mungkin dalam bentuk “diberi giliran oleh guru”. Bila respons itu berupa jawaban itu sendiri terhadap pertanyaan, maka reinforser mungkin berupa ucapan guru. “Betul” atau “Bagus sekali”, atau bila respons itu berupa duduk diam dan tidak berbuat apa-apa, salah satu reinforser yang menyebabkan perilaku itu akan terjadi lagi, yaitu suatu tanda persetujuan guru, apakah itu berupa kata-kata atau senyuman. Contoh mahasiswa sastra yang dipuji karena tulisannya, dan meningkatnya kemampuan menulis mahasiswa, merupakan penerapan teori reinforcemen.

(4) Bentuk belajar observasional,Bentuk lain dari belajar yang akan dibahas dalam bagian mi, yaitu belajar

observasional. Bentuk belajar ini banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Contoh: (a)) Bila kita pertama kali belajar mengendarai mobil, kita akan mengamati seorang

instruktur untuk mengetahui urutan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk menghidupkan dan kemudian menjalankan mobil.

(b)) Demikian pula, bila seseorang mulai bermain bola volly, ia berusaha meniru temannya yang terkenal Seperti pemain ulung dalam melemparkan bola, misalnya.

(c)) Bila seseorang diundang makan di hotel besar, di mana tersedia berbagai macam sendok, garpu, dan gelas, mungkin sekali orang itu akan menunggu hingga ada seorang yang tampaknya mengetahui bagaimana cra makan, sebelum ia mulai makan, dan ía menggunakan perilaku orang itu, untuk membimbing perilakunya sendiri.

Contoh-contoh ini memperlihatkan betapa tergantungnya kita pada belajar observasional. Model-model perilaku — sopir, pemain bola volly, dan orang dengan kesopanan sosial — mem-bimbing perilaku kita. Pengamatan-pengamatan tentang model-model mengubah perilaku kita.

Jadi perubahan perilaku semacam ini merupa-kan belajar, sesuai dengan definisi yang telah dikemukakan terdahulu.

Page 5: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Konsep belajar observasional memperlihatkan, bahwa orang dapat belajar dengan mengamati orang lain, melakukan apa yang akan dipelajari. Oleh karena itu, perlu diperhatikan, agar anak-anak lebih banyak diberi kesempatan untuk mengamati model-model penilaku yang baik atau yang diinginkan, dan mengurangi kesempatan-kesempatan untuk melihat perilaku-perilaku yang tidak baik.

(5) Bentuk belajar kognitif.Beberapa ahli psikologi dan ahli pendidikan berpendapat, bahwa konsep-konsep

tentang belajar yang telah dikenal, tidak satu pun yang mempersoalkan proses-proses kognitif yang terjadi selama belajar. Proses-proses semacam itu menyangkut “insight”, atau berpikir dan “reasoning”, atau menggunakan logika deduktif dan induktif. Walaupun konsep-konsep lain tentang belajar dapat diterapkan pada hubungan-hubungan antara stimulus dan respons yang arbitrer dan tak logis, para ahli psikologi dan pendidikan berpendapat, bahwa lebih banyak dibutuhkan untuk menjelaskan belajar tentang hubungan-hubungan yang logis, rasional atau non arbitrer.

Jadi, perlu dipikirkan bentuk belajar yang terjadi pada Ari, siswa SMA yang menguraikan prinsip “momen-momen gaya” pada tiap sisi titik tumpu harus sama, jika pengungkit itu harus setimbang. Ia melihat bahwa momen gaya itu ialah hasil kali vektor gaya (berat adiknya) dan kedudukan adiknya dari titik tumpu. Ia mengerti mengapa adiknya harus lebih jauh dari titik tumpu dibandingkan dengan dirinya, agar pengungkit itu setimbang, ia memahami hukum tentang hubungan antara gaya-gaya dan kedudukan-kedudukan yang disetimbangkan.

Tabel 5.1. Hierarkis 8 Bentuk Belajar Menurut Gagne.Bentuk belajar Prosedur Contoh

1. Belajar tanda (signal).

Conditioning klasik. Mata dipejamkan terhadap suatu suara, setelah suara dibunyikan dengan menghembuskan udara pada mata.

2. Belajar stimulus respons.

Conditioning operan. Belajar yang terjadi pada bayi untuk memegang botol susu.

3. Chaining. Seri koneksi-koneksi S-R. Membuka pintu, terdiri atas: (1) Positioning kunci, (2) memasukkan kunci, (3) memutar kunci, (4) membuka pintu.

4. Asosiasi verbal. Rantai-rantai verbal, tentang memberi nama objek-objek dan koneksi-konenksi kata-kata menjadi urutan verbal.

Belajar teks “Sumpah Pemuda”.

5. Belajar diskriminasi.

Menghasilkan respons yang berbeda pada stimulus-stimulus yang mirip.

Membedakan lingkaran dan ellips..

Page 6: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

6. Belajar konsep konkret.

Membuat respons yang sama pada stimulus-stimulus dengan atribut yang mirip.

Respons sama tentang rumah terhadap berbagai ukuran dan bentuk gedung-gedung.

7a. Konsep terdefinisi.

a. Menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya untuk memperoleh suatu konsep dan baru.

a. Saudara sepupu adalah anak laki-laki atau anak perempuan dari paman atau bibi.

7b. Aturan. b. Memberikan respon pada satu kelas stimulus-stimulus dengan satu kelas penampilan-penampilan.

b. Jarak sama dengan kelajuan kali waktu.

7c. Pemecahan masalah.

c. Menggabungkan aturan-aturan untuk mencapai suatu pemecahan yang menghasilkan suatu aturan dengan tingkat yang lebih tinggi.

c. Menemukan langkah-langkah dalam membuktikan suatu teori dalam geometri.

Dalam bukunya Principles of Instructional Design (1988), Gagne menyarankan bahwa dibutuhkan dua kondisi agar setiap bentuk belajar terjadi, yaitu:kondisi internal dan kondisi eksternal. a) Kondisi internal.

Siswa harus dapat membedakan contoh suatu konsep dan non contoh suatu konsep. Jika digunakan instruksi verbal, subjek sebelumnya sudah harus mempelajari nama verbal. Siswa harus mengingat kembali diskriminasi maupun nama verbal.

b) Kondisi eksternal: Isyarat-isyarat verbal merupakan cara-cara utama dalam mengajar konsep-konsep konkret.

Robert M. Gagne (1916 - ) adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang telah mengembangkan suatu pendekatan perilaku yang eklektik mengenai psikologi belajar. Gagasan-gagasan Gagne tentang belajar telah banyak dikemukakan, misalnya tentang model pemrosesan informasi, belajar konsep, dan beberapa lainnya.

Dalam bagian ini pembahasan akan dibatasi pada hasil-hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne serta kejadian-kejadian belajar dan kejadian-kejadian instruksi, dan hubungan antara kejadian-kejadian itu.1. Hasil-hasil Belajar Menurut Gagne.

Dalam mengajar, kita harus sudah mengetahui tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam mengajarkan suatu pokok bahasan. Untuk itu kita merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (indikator atau tujuan pembelajaran) yang didasarkan pada Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku (Bloom, 1956), yang meliputi tiga domain, yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotorik.

Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga di antaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik.Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan (capabilities) (Gagne, 1988). Menurut Gagne ada lima kemampuan, ditinjau dari segi hasil yang diharapkaan suatu pengajaran atau instruksi, kemampuan-kemampuan itu perlu dibedakan, sebab

Page 7: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

kemampuan-kemampuan itu memungkinkan terjadinya berbagai macam penampilan manusia, dan juga karena kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan ini berbeda-beda. Sebagai contoh, suatu pembelajaran Sains dapat mempunyai tujuan umum untuk memperoleh hasil-hasil belajar sebagai (1) memecahkan masalah tentang kecepatan, waktu, dan percepatan; (2) menyusun eksperimen untuk menguji secara ilmiah suatu hipotesis; (3) memberikan nilai-nilai pada kegiatan-kegiatan Sains. Kemampuan pertama disebut keterampilan intelektual, karena keterampilan itu merupakan penampilan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Kemampuan kedua, yaitu penggunaan strategi kognitif, karena siswa perlu menunjukkan penampilan yang kompleks dalam suatu situasi baru, di mana diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan menerapkan aturan-aturan dan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Kemampuan ketiga, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan sikap, atau mungkin sekumpulan sikap, yang dapat ditunjukkan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan Sains. Kemampuan keempat, yaitu kemampuan hasil belajar menurut Gagne ialah informasi verbal, dan yang terakhir yaitu keterampilan motorik. Perlu dikemukakan, bahwa menurut Gagne urutan antara kelima hasil belajar atau kemampuan-kemampuan ini tidak perlu dipermasalahkan. Untuk selanjutnya akan dibahas setiap hasil belajar ini.a. Keterampilan Intelektual.

Keterampilan-keterampilan intelektual yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat-tingkat pertama di Sekolah Dasar (Sekolah Taman Kanak-kanak), dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang. Selama bersekolah, banyak sekali jumlah keterampilan-keterampilan intelektual yang dipelajari oleh seseorang. Keterampilan-keterampilan intelektual ini, untuk bidang studi apa pun, dapat digolongkan berdasar-kan kompleksitasnya.

Perbedaan yang berguna antara keterampilan-keterampilan intelektual untuk tujuan-tujuan pengajaran, diperlihatkan pada Gambar 5.2. Belajar mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang dengan cara yang disarankan oleh diagram pada Gambar 5.2. (Gagne, 1988). Untuk memecahkan masalah, siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi, yaitu aturan-aturan yang kompleks. Demikian pula diperlukan aturan-aturan dan konsep-konsep terdefinisi. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk belajar konsep-konsep konkret ini, siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi. 1) Diskriminasi-diskriminasi.

Diskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik. Dalam kasus yang paling sederhana, seseorang memberikan respons, bahwa dua stimulus sama atau berbeda. Diskriminasi merupa kan keterampilan intelektual yang paling dasar. Pengajaran diskriminasi paling banyak diberikan pada anak-anak kecil atau anak-anak atau orang-orang yang cacat mental (mentally retarded).

Page 8: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

PEMECAHAN MASALAHmelibatkan pembentukan

ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGIyang membutuhkan sebagai Prasyarat-prasyarat.

ATURAN-ATURANdan

KONSEP.KONSEP TERDEFINISIyang memeriukan sebagai Prasyarat-Prasyarat

KONSEP-KONSEP KONKRETyang memerlukan sebagai Prasyarat-prasyarat

DISKRIMINASI-DISKRIMINASI

Gambar 5.2. Tingkat-tingkat Kompleksitas DalamKeterampilan Intelektual (Gagne, 1988).

2) Konsep-konsep Konkret. Menurut Gagne: ”salah satu keterampilan intelektual ialah konsep konkret, dan

suatu konsep konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk, dan lain-lain). Konsep-konsep ini disebut "konkret" sebab penampilan manusia yang dibutuhkan konsep-konsep ini ialah mengenal suatu objek yang konkret”Contoh sifat-sifat objek yaitu: bulat, persegi, biru, merah, halus. Kita dapat mengatakan bahwa orang tertentu telah memepelajari suatu konsep konkret, dengan meminta orang itu untuk menunjukkan dua atau lebih anggota yang termasuk ke dalam kelas objek yang mempunyai sifat sama, misalnya dengan menunjuk pada suatu uang logam/ suatu ban mobil, dan bulan purnama sebagai benda bulat. Operasi menunjuk dapat dilakukan dengan berbagai cara; dapat dengan memilih, melingkari, atau memegang.

Suatu macam konsep konkret yang penting ialah posisi objek. Ini dapat dianggap sebagai sifat objek, sebab posisi dapat ditentukan dengan menunjuk. Tetapi jelas bahwa posisi suatu objek harus dihubungkan dengan posisi objek lain. Contoh posisi objek ialah di atas, di bawah, di samping, di sekitar, di kiri, di kanan, di tengah, di rnuka. Kemampuan untuk menentukan konsep-konsep konkret merupakan dasar yang penting untuk mempelajari yang lebih kompleks.

Banyak peneliti menekankan pentingnya "belajar konlret'; sebagai pra syarat untuk "mempelajari gagasan abstrak". Piaget membuat perbedaan ini sebagai suatu inti gagasan dalam teorinya mengenai perkembangan intelektual. Perolehan konsep-konsep terdefinisi (yang akan dibahas sesudah ini), meminta siswa untuk dapat menentukan konsep-konsep konkret yang digunakan dalam definisi-definisi itu. 3) Konsep terdefinisi.

Seseorang dikatakan telah mengerti suatu konsep terdefinisi bila ia dapat mendemonstrasikan arti dari kelas teitentu, tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. Misalnya, kita perhatikan konsep asam suatu zat yang memerahkan kertas lakmus biru. Seorang siswa yang telah mempelajari konsep itu, akan dapat memilih zat sesuai dengan

Page 9: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

definisi, dengan memperlihatkan jika dimasukkan kertas lakmus biru ke dalam zat itu (yang ditempatkan dalam tabung reaksi), tampak perubahan pada kertas lakmus itu dari biru menjadi merah. Demonstrasi tentang arti, membedakan proses mental ini dari proses mental yang menyangkut mengingat informasi verbal, seperti "Asam adalah zat yang dapat memerahkan kertas-lakmus biru." seperti telah dikemukakan terdahulul, untuk memiliki konsep terdefinisi ini siswa sudah dapat menunjukkan konsep-konsep konkret, yaitu zat, merah, dan kertas lakmus biru. banyak konsep yang hanya dapat diperoreh sebagai konsep terdefinisi, dan tidak dapat ditentukan dengan "menunjuk", seperti konsep-konsep konkret, misalnya. kota, keluarga, dan,konsep abstrak seperti keadilan, kemakmuran. Tetapi ada beberapa konsep terdefinisi yang juga berupa konsep-konsep konkret, yaitu mempunyai nama sama, dan memiliki sifat-sifat tertentu yang sama. Misalnya, banyak anak-anak kecil belajar bentuk dasar dari suatu segi tiga sebagai suatu konsep konkret.

Baru setelah mereka belajar geometri mereka berhadapan dengan konsep terdefinisi dari segi tiga, "suatu bentuk datar tertutup yang terbentuk dari tiga segmen-segmen garis yang bersilangan pada tiga titik." Arti konkret dan terdefinisi dari segi tiga tidak sama secara eksak, tetapi kedua macam arti itu ada segi-segi kesamaannya.4) Aturan-aturan.

Seseorang telah belajar suatu aturan bila penampilannya mempunyai semacam "keteraturan" dalam berbagai situasi khusus. Banyak contoh mengenai perilaku yang dikuasai oleh aturan. Pada kenyataannya, sebagian besar dari perilaku manusia termasuk kategori perilaku ini. Misalnya dalam kalimat ,,Ibu mencium adik dengan penuh kasih sayang", kata kerja mencium ditempatkan sesudah kata Ibu, tidak sebelumnya. Demikian pula kata-kata lain dalam kalimat itu sudah mengikuti suatu aturan dalam bahasa. Dengan aturan yang telah kita pelajari ini, kita dapat menyusun kalimat-kalimat lain dengan struktur yang sama.

Prinsip-prinsip yang dipelajari dalam Sains ditampilkan oleh siswa sebagai perilaku penggunaan aturan. Misalnya kita mengharapkan para siswa yang telah mempelajari hukum Ohm: E = I R, untuk menerapkan aturan yang tercakup dalam pernyataan ini. Kita dapat bertanya, " Pada suatu penghantar yang hambatannya l2 ohm. jika arus listrik yang mengalir pada penghantar diperbesar dari 20 ampere menjadi 30 ampere, berapa perubahan tegangan listrik pada penghantar?’. Seorang siswa mempunyai kemampuan suatu aturan, tidak berarti bahwa ia dapat menyatakan aturan itu secara verbal. Sebaliknya ada siswa yang dapat menyebutkan, "Tegangan sama dengan arus kali tahanan”, Tetapi ia belum tentu dapat menerapkan aturan itu pada suatu masalah-masalah konkret khusus. Tetapi, banyak contoh di mana siswa tidak dapat menyatakan suatu aturan, walaupun penampilan mereka menunjukkan bahwa mereka "mengetahui" aturan itu.

Setelah kita mengenal apa aturan itu, kita dapat menerima bahwa suatu konsep terdefinisi seperti ying dijelaskan terdahulu, pada kenyataannya tidak berbeda dengan suatu aturan, dan dipelajari dengan cara yang sama. Dengan perkataan lain, suatu konsep terdefinisi merupakan suatu bentuk khusus dari aturan yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek dan kejadian-kejadian; konsep terdefinisi adalah suatu aturan pengklasifikasian.5) Aturan-aturan tingkat tinggi.

Adakalanya, aturan-aturan yang dipelajari merupakan gabungan yang kompleks tentang aturan-aturan yang lebih sederhana. Kerap kali aturan-aturan yang kompleks atau aturan-aturan tingkat tinggi ini ditemu kan untuk memecahkan suatu masalah yang praktis

Page 10: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

atau sekelompok masalah. Kemampuan untuk memecahkan masalah, pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, mereka terlibat dalam perilaku berpikir. Dengan mencapai pemecahan suatu masalah secara nyata, para siswa juga mencapai suatu kemampuan baru. Mereka telah belajar sesuatu yang dapat digeneralisasikan pada masalah-masalah lain yang mempunyai ciri-ciri formal yang mirip. Ini berarti, mereka telah memperoleh suatu aturan baru atau mungkin juga suatu set baru tentang aturan-aturan.

Suatu kondisi yang esensial yang membuat belajar aturan-aturan tingkat tinggi suatu kejadian pemecahan masalah, yaitu karena tidak adanya bimbingan belajar, apakah dalam bentuk komunikasi verbal atau dalam bentuk lain. Pemecahan masalah telah "ditemukan". Bimbingan belajar diberikan oleh si pemecah masalah itu sendiri, tidak oleh guru atau sumber eksternal yang lain.

Sekali siswa berhasil memecahkan masalah, siswa- siswa itu telah belajar aturan baru, lebih kompleks daripada aturan-aturan yang digunakan dalam gabungan. Aturan baru yang dipelajari akan disimpan dalam memori, dan digunakan lagi untuk memecah-kan masalah-masalah lain.

Aturan-aturan memegang peran penting dalam pemecahan masalah. Tidak mungkin bagi siswa untuk memperoleh semua aturan yang diperlukan bagi setiap situasi. Konsep-konsep dan aturan-aturan harus disintesis menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru, agar siswa dapat menghadapi situasi-situasi masalah yang baru. Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang mengga-bungkan konsep-konsep dan aturin-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu keterampilan generik.

Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah Matematika tidak secara otomatis pindah ke pemecahan masalah-masalah mekanik suatu mobil.

b. Strategi-strategi Kognitif. Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan

tertentu bagi belajar dan berpikir ialah strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar mengingat, dan berpikir. (Gagne,1985). Beberapa tulisan Bruner (1961, 1971) menguraikan operasi dan kegunaan strategi kognitif dalam memecahkan masalah.

Berbagai macam strategi kognitif. Walaupun siswa menggunakan strategi-strategi khusus dalam melaksanakan tugas-tugas belajar, untuk memudahkan strategi-strategi kognitif itu dikelompokan sesuai dengan fungsinya. Pengelompokan itu disarankan oleh Wienstein dan Meyer (1986). 1) Strategi-strategi menghafal (rehearsal strategies).

Dengan penggolongan strategi ini, para siswa melakukan, latihan mereka sendiri tentang materi yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, Latihan itu berupa mengulangi nama-nama dalam suatu urutan (misalnya, nama-nama pahlawan, tahun-tahun pecahnya Perang Dunia, dan lain-lain). Dalam mempelajari tugas-tugas yang lebih kompleks (misalnya mempelajari gagasan-gagasan yang penting, menghafal dapat dilakukan dengan menggarisbawahi gagasan-gagasan penting itu, atau dengan menyalin bagian-bagian dari teks.

2) Strategi-strategi elaborasi. Dalam menggunakan teknik elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila diterapkan pada belajar dari

Page 11: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

teks prosa (misalnya: kegiatan-kegiatan elaborasi merupakan pembuatan paraphrase (paraphrasing), pembuatan ringkasan, pembuatan catatan, dan perumusan pertanyaan dengan jawaban-jawaban.

3) Strategi-strategi pengaturan (organizing strategies). Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur, merupakan teknik dasar dari strategi-strategi ini. Sekumpulan kata-kata yang akan diingat diatur oleh siswa menjadi kategori-kategori yang bermakna. Hubungan-hubungan antara fakta-fakta yang disusun menjadi tabel-tabel, memungkinkan penggunaan pertolongan penyusunan ruang untuk menghafal materi pelajaran. Cara lain ialah dengan membuat garis besar tentang gagasan-gagasan utama dan menyusun organisasi-organisasi baru untuk gagasan-gagasan itu.

4) Strategi-strategi metakognitif. Menurut Brown (1978), strategi-strategi metakognitif meliputi kemampuan-kemampuan siswa untuk menentukan tujuan-tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan itu, dan memiliki alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

5) Strategi-strategi afektif. Teknik-teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian, untuk mengendalikan kemarahan dan mengguna-kan waktu secara efektif.

c. Informasi Verbal. Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal; menurut teori, pengetahuan

verbal ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi (Anderson, 1985; E.D. Gagne, 1985).

Nama lain untuk pengetahuan verbal ini ialah pengetahuan deklaratif. Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah, dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, dari membaca, radio, televisi, dan media lain-lainnya.

d. Sikap-sikap. Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi

perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk-makhluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang-orang lain. Oleh karena itu, Gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh sikap-

sikap sosial ini. Dalam pelajaran Sains misalnya, sikap sosial ini dapat dipelajari selama

para siswa melakukan percobaan di laboratorium, antara lain dapat disebutkan, selama memanaskan zat-zat dalam tabung reaksi hendaknya para siswa jangan menghadapkan mulut tabung reaksi itu pada temannya, agar temannya jangan sampai kena percikan zat yang dipanaskan.

Demikian pula bila melakukan reaksi-reaksi dengan gas-gas yang tidak enak baunya, atau berbahaya untuk kesehatan, para siswa tidak melakukan reaksi-reaksi di luar laboratorium, bila tidak ada lemari asam yang khusus disediakan untuk itu.

Ada pula sikap-sikap yang sangat umum sifatnya, yang biasanya disebut nilai-nilai, diharapkan sekolah dan institusi-institusi lainnya memupuk dan mempengaruhi nilai-nilai ini. Sikap-sikap ini ditujukkan pada perilaku-perilaku sosial, seperti kata-kata kejujuran, dermawan, dan istilah yang lebih umum moralitas.Suatu sikap mempengaruhi sekumpulan besar perilaku-perilaku khusus seseorang. Oleh karena itu, ada beberapa prinsip-prinsip belajar umum yang dapat diterapkan untuk memperoleh dan mengubah sikap-sikap.

e. Keterampilan-keterampilan Motorik

Page 12: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya: bila membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen musik, ataudalam pelajaran Sains, bagaimana menggunakan berbagai macam alat; seperti mikroskop, berbagai alat listrik dalam pelajaran Fisika, dan buret, alat distilasi dalam pelajaran Kimia.

2. Kejadian-kejadian Belajar. Bertitik tolak dari model belajar pemrosesan informasi, Gagne mengemukakan

delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa. Gambar 5.2. menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase diberi nama, dan di bawah masing-masing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan proses internal utama, yaitu kejadian belajar yang berlangsung selama fase itu. Kejadian-kejadian belajar itu akan diuraikan di bawah ini. a. Fase Motivasi

Siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka, atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baikb. Fase Pengenalan (apprehending phase).

Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks. Guru dapat memfokuskan perhatian terhadap informasi yang penting, misalnya dengan berkata: "Dengarkan kedua kata yang ibu katakan, apakah ada perbedaannya". Bahan-bahan tertulis dapat juga melakukan demikian dengan menggaris-bawahi kata, atau kalimat tertentu, atau dengan memberikan garis besarnya untuk setiap bab. c. Fase Perolehan (acquisition phase).

Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran/informasi disajikan. Sudah dikemukakan dalam bagian terdahulu, bahwa informasi tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang bermakna, yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran mental dari informasi itu, atau membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.

Guru dapat memperlancar proses ini dengan menggunakan pengatur-pengatur awal (Ausubel. 1963), dengan membiarkan para siswa melihat atau memanipulasi benda-benda, atau dengan menunjukkan hubungan-hubungan antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya.d. Fase Retensi.

Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka-pendek ke memori jangka-panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya.

Page 13: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

HARAPAN

PERHATIAN PERSEPSI SELEKTIF

KODING MULAI PENYIMPANAN

PENYIMPANAN MEMORI

PEMANGGILAN

TRANSFER

PEMBERIAN RESPONS

REINFORCEMEN

Fase motivasi

Fase pengenalan

Fase perolehan

Fase retensi

Fase pemanggilan

Fase generalisasi

Fase penampilan

Fase umpan balik

Gambar 5.3. Kejadian-kejadian Belajar.

e. Fase Pemanggilan (recall).Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori

jangka panjang. Jadi bagian penting dalam belajar ialah memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil (recall) informasi yang telah dipelajari sebelumnya, Hubungan dengan informil ditolong oleh organisasi materi yang diatur dengan baik dengan pengelompokan menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, lebih mudah dipanggil daripada materi yang disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat ditolong dengan memperhatikan hubungan-hubungan antara konsep-konsep, khususnya antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya.

f. Fase Generalisasi. Biasanyan informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar

konteks, di mana informasi itu dipelajari. Jadi generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan meminta para siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan baru, misalnya meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan berhitung baru untuk memecahkan masalah-masalah nyata; setelah mempelajari pemuaian zat, mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh dengan air dan tertutup, menjadi retak dalam lemari es. g. Fase Penampilan.

Para siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak. Misalnya setelah mempelajari bagaimana menggunakan mikroskop dalam pelajaran Biologi, para siswa dapat mengamati bagaimana bentuk sel dan menggambarkan set itu; setelah mempelajari struktur kalimat dalam bahasa, mereka dapat menyusun kalimat yang benar.h. Fase Umpan Balik.

Para siswa harus memperoleh umpan barik tentang penampilan mereka, yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinfor-cemen, pada mereka untuk penampilan yang berhasil.

Page 14: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

3. Kejadian-kejadian Instruksi.Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan

kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi; kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan baik pada belajar penemuan, atau belajar di luar kelas, maupun belajar dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne ditunjukkan pada guru yarig menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa-siswa. Kejadian-kejadian instruksi itu adalah:a. Mengaktifkan motivasi (activating motivation).b. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar.c. Mengarahkan perhatian (directing attention). d. Merangsang ingatan (stimulating recall). e. Menyediakan bimbingan belajarf. Meningkatkan retensi (enhancing retention)g. Melancarkan transfer belajarh. Mengeluarkan penampilan; memberikan umpan balik.

Di bawah ini akan diuraikan setiap kejadian instruksi itu.a. Mengaktifkan Motivasi.

Langkah pertama dalam suatu pelajaran ialah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan mengemukakan kegunaannya. Misalnya, guru membangkitkan perhatian para siswa dalam belajar tentang ukuran liter, serta fraksi-frakisinya, dengan memberi tahu mereka bahwa informasi ini nanti akan mereka perlukin di masa yang akan datang, dan mengemukakan masalah tentang pembeiran minyak goreng untuk Ibu, atau bensin untuk sepeda motor atau mobil.

b. Memberitahu Tujuan-tujuan Belajar.Kejadian instruksi kedua ini sangat erat hubungannya dengan kejadian instruksi

pertama. Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan membeiitahu mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberitahu para siswa tentang tujgan-tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.Bagaimana merumuskan tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) itu, tidak asing lagi bagi kita semua. Dengan mengenal model belajar Gagne, kita mempunyai dasar yang lebih kuat tentang kegunaan tujuan-tujuan belijar ini. Selama ini kita merumuskan Tujuan Instruksional Khusus berdasarkan Taksonomi Bloom, dengan tiga domainnya, yaitu domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Sekarang kita sudah mengenal hasil-hasil belajar menurut Gagne, yang telah dibahas sebelum ini, yaitu kita telah diperkenalkan pada Taksonomi Gagne, dan dengan demikian kita akan merumuskan pula tujuan-tujuan belajar sesuai dengan gagasan Gagne. Tetapi, akan kita lihat, bahwa perumusan itu tidak akan banyak berbeda, sebab dasar penggolongan tujuan-tujuan itu sebenarnya sama.

c. Mengarahkan perhatian. Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian, yang satu berfungsi untuk

membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Dalam mengajar, perubahan stimulus secara tiba-tiba mencapai maksud ini. Dalam pelajaran Kimia hal ini dapat dilakukan dengan guru berkata, "Perhatikan perubahan warna yang terjadi", waktu guru mengajarkan kecepatan reaksi dengan metode demonstrasi.

Page 15: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif. Dengan cara ini siswa memilih informasi yang mana akan diteruskan ke memori jangka-pendek.

Dalam mengajar, seleksi stimulus-stimulus relevan yang akan dipelajari, dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan suatu kata selama mengajar, atau menggaris bawahi suatu kata atau beberapa kata dalam suatu kalimat, atau dengan menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan para siswa, misalnya dalam mengajarkan penulisan rumus-rumus Kimia, diminta perhatian siswa-siswa pada penulisan angka-angka sedikit di bawah huruf-huruf (dalam menulis rumus , angka 2 dan 4 ditulis agak di bawah huruf H dan O).

d. Merangsang ingatan tentang pelajaran yang telah lampau.Pemberian kode pada informasi yang berasal dari memori jangka-pendek yang

disimpan dalam memori jangka-panjang, menurut Gagne merupakan bagian yang paling kritis dalam proses belajar. Guru dapat berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka-panjang itu. Cara menolong ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada para siswa, yang merupakan suatu cara pengulangan.

e. Menyediakan bimbingan belajarUntuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka-panjang,

diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari nformasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru itu pada pengalaman siswa. Dalam belajar konsep dapat diberikan contoh-contoh dan noncontoh. Bila suatu aturan yang akan diajarkan, maka siswa-siswa seharusnya sudah memahami dahulu konsep-konsep yang merupakan komponen-komponen pembentuk aturan itu.

Jadi, kalau para siswa akan mempelajari, bahwa "Volume 1 mol sembarang gas pada C dan 76 cm Hg adalah 22,4 liter", maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang setiap konsep yang ada dalam aturan itu, untuk mengetahui apakah para siswa telah memahami apa yang dimaksud oleh setiap konsep itu, yaitu konsep-konsep volume, satu mol, sembarang gas, C, 76 crn Hg, dan liter.

Dalam belajar penemuan, bimbingan dapat diberikan dalam bentuk penyediaan bahan-bahan dan isyarat-isyarat untuk membimbing para siswa ke arah keberhasilan.

f. Meningkatkan retensi. Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari (jadi tidak dilupakan) dapat

diusahakan oleh guru dan para siswa itu sendiri dengan cara sering mengulangi pelajaran itu. Cara lain ialah memberi banyak contoh-contoh. Dapat pula diusahakan penggunaan berbagai “Jembatan keledai". Dengan cara ini materi pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga mudah diingat.

Sebaiknya siswa sendiri yang menyusun jembatan keledai itu, sebab dengan demikian ia akan lebih lama ingat (tidak cepat lupa).

Sebagai contoh dalam pelajaran Kimia misalnya, untuk mengingat apakah perubahan warna yang dialami indikator lakmus bila dimasukkan ke dalam larutan asam atau basa, maka kalimat pendek yang diingat siswa ialah: asam memerahkan kertas lakmus biru (m-m), basa membirukan kertas lakmus merah (b-b). Selain cara-cara yang diberikan di atas, tabel-tabel, diagram-diagram dan gambar-gambar pun dapat digunakan guru untuk menolong para siswa agar jangan cepat melupakan pelajaran yang telah diberikan.

g. Melancarkan transfer belajar. Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi

baru. Ini berarti bahwa apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru dapat membantu transfer belajar. Untuk

Page 16: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.

Dalam pelajaran sains misalnya, transfer belajar akan terjadi waktu guru memberikan tugas pada para siswa untuk merencanakan bagaimana menanggulangi masalah pencemaran lingkungan.

Dalam hal ini para siswa dalam setiap kelompok diharapkan telah mengetahui apa saja yang ada dalam lingkungan yang tercemar, misalnya macam-macam gas yang berasal dari knalpot mobil-mobil, sampah yang bertumpuk di mana-mana, dan lain-lain. Selain itu mereka juga memiliki keterampilan-keterampilan untuk meniadakan hal-hal yang menyebabkan pencemaran itu. Misalnya dengan memisahkan Pencemar-Pencemar yang tidak dapat mengalami pelapukan, yaitu plastik-plastik, dan Pencemar-pencemar yang dapat mengalami pelapukan, yaitu daun-daun dan bahan-bahan lain yang berasal dari makhluk hidup. Kemudian mereka juga harus mengetahui cara-cara untuk memusnahkan pencemar-pencemar itu berdasarkan sifat-sifatnya, hingga tidak merugikan masyarakat di sekitarnya.

Dari uraian di atas dapat dilihat penguasaan fakta-fakta. konsep-konsep, serta keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki para siswa untuk dapat menyusun suatu rencana yang baik.

h. Mengeluarkan penampilan; memberikan umpan balikHasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu

sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar. Cara-cara yang dapat digunakan guru ialah memberikan tes, atau dengan mengamati perilaku siswa. Umpan balik, bila bersifat positif menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar, dan dengan demikian harapan atau expectancy yang muncul pada permulaan tindakan belajar telah dipenuhi. Dalam hal ini, menurut Gagne umpan balik menghasilkan reinforcemen.Perlu diingat, bahwa umpan balik tidak selalu diberikan secara eksplisit, dengan cara menyetujui atau kata-kata yang membetulkan. Ada kalanya situasi belajar itu sendiri sudah merupakan umpan balik.

Gambar 5.4. Hubungan Antara Fase-fase dan Kejadian-kejadian

Instruksi Menurut Gagne.

Page 17: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Beberapa catatan: Kejadian-kejadian instruksional dalam kelas, seperti mengaktifkan motivasi, memberitahu tujuan-tujuan instruksional serta mengarahkan perhatian, dapat dilakukan guru secara klasikal, tetapi kejadian-kejadian instruksional yang lain meminta guru agar memperhatikan perbedaan individu para siswa. Hubungan antara fase-fase belajar dari kejadian-kejadian instruksional menurut Gagne diberikan Gambar 5.4.

5.2. TEORI BELAJAR JEROME BRUNER(BELAJAR PENEMUAN).

Banyak ahli-ahli psikologi kognitif yang mempelajari bagaimana terjadinya belajar

mengambil pula langkah berikutnya, dan menyarankan bagaimana seharusnya mengajar

dilakukan. Jerome Bruner (1966), David Ausubel (1968), dan Robert Gagne (1970) telah

mengemukakan tiga model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh. Dalam

bagian ini akan dibahas siapa Jerome Bruner itu, apakah sumbangannya pada masalah

belajar dan mengajar.

1. BRUNER DAN TEORINYA

Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli

psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya

yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir.

Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan

pencipta informasi.

Buku Bruner tentang The Process of Education yang diterbitkan pada tahun 1960,

merupakan rangkuman dari hasil konperensi Woods Hole yang diadakan pada tahun

1959, suatu konperensi yang membawa banyak pengaruh pada pendidikan pada

umunya, pengajaran Sains pada khususnya.

Menurut Bruner: Inti dari belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih,

mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara aktif. Oleh karena itu,

Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan

informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi

yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.

a. Empat Tema tentang Pendidikan

Dalam bukunya (Bruner, 1960), Bruner mengemukakan empat tema

pendidikan.

1) Tema pertama mengemukakann pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum

hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu, sebab dengan struktur

Page 18: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang

kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan

pada informasi yang telah mereka miliki.

2) Tema kedua ialah tentang kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner

(1966:29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih

sederhana yang dapat mengijinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-

keterampilan yang lebih tinggi. Kesiapan untuk Geometri Euclidian misalnya, dapat

diperoleh dengan memberikan kesempatan pada para siswa untuk membangun

konstruksi-konstruksi yang makin kompleks dengan menggunakan poligon-poligon.

3) Tema ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi,

dimaksudkan oleh Bruner (Bruner, 7960:73), teknik-teknik intelektual untuk sampai

pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk

mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan

yang sahih atau tidak. Yang dikemukakan oleh Bruner ini ialah semacam educated

guess yang kerap kali digunakan oleh para Saintis, artis, dan orang-orang kreatif

lainnya.

4) Tema keempat dan terakhir ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar, dan

cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-

pengalaman di mana para siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi

alamnya. Menurut Bruner, pengalaman belajar semacam ini dapat dicontohkan oleh

pengalaman belajar penemuan yang intuitif, dan implikasi dari assumsi ini akan

dibahas dalam bagian-bagian yang akan datang.

b. Model dan Kategori:

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi (Rosser, 1984).

1) Asumsi pertama ialah, bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses

interaktif. Berlawanan dengan para penganut teori perilaku, Bruner yakin, bahwa

orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif; perubahan tidak

hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.

2) Assumsi kedua ialah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan

menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang

diperoleh sebelumnya suatu model alam.(model of the world) menurut dia.

Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Ausubel Setiap model

seseolang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita,

Page 19: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk

mengelompokkan hal-hal tertentu, atau membangun suatu hubungan antara hal-hal

yang telah kita ketahui. Dengan model ini kita dapat menyusun hipotesis, untuk

memasukkan pengetahuan baru ke dalam struktur-struktur kita, dengan memperluas

struktur-struktur itu atau dengan mengembangkan struktur atau substruktur baru, dan

untuk mengembangkan harapan-harapan tentang apa yang akan terjadi. Kemampuan-

kemampuan yang mewakili sebagian dari model alam ini yang bagi kita tidak asing

lagi, ditunjukkan oleh Gambar 5.5. .

Gambar 5.5. Suatu Susunan Hierarki SebagaiBagian dari Struktur Kognitif.

Gambar 5.5, merupakan bagian dari model alam yang kita miliki. Anggaplah ada suatu

benda yang tidak kita kenal terdapat dalam lingkungan kita. Karena sifat ingin tahu kita,

kita ingin memasukkan benda ini ke dalam struktur kognitif kita.

Waktu kita melihat benda itu, ternyata ia bergerak. salah satu hipotesis yang mungkin

ialah, "bila suatu organisme bergerak, maka organisme itu ialah hewan, Dalam model

kita tentang alam ini, kita telah mempunyai beberapa ciri-ciri tentang hewan, jadi kita

dapat mencek ciri-ciri yang lain dari benda itu untuk melihat apakah hipotesis kita betul

atau tidak. Jika benda itu juga memiliki ciri-ciri lain dari hewan, maka benda itu kita

masukkan ke dalam kategori hewan, dan bukan ke dalam kategori tumbuhan. Setelah

mengamati lagi, kita mungkin menyimpulkan, bahwa benda itu mempunyai tulang

belakang, jadi kita dapat menggolongkan benda itu ke dalam kategori yang lebih

Makhluk hidup

Hewan Tumbuhan

Vertebrata Invertebrata

Burung Ikan Kuda

Appaloosas Percherons

Page 20: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

sempit, yaitu vertebrata. Waktu mengembangkan model kita, kita memberikan atribut-

atribut tertentu pada setiap kategori.

Dengan mencek atribut-atribut dari benda baru ini terhadap atribut-atribut dari kategori-

kategori yang telah ditetapkan semula, akhirnya kita dapat menempatkan benda itu

dalam kategori kuda. Jika benda itu gagal untuk dimasukkan ke dalam klasifikasi-

klasifikasi yang lebih khusus tentang kuda (Appaloosa, Percheron, dan lain-lain), kita

harus menambahkan suatu kategori baru untuk menerimanya.

Menurut Bruner, dalam belajar, hal-hal yang mempunyai kemiripan

dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberikan arti pada hal-hal itu. Dalam proses

hidup - berinteraksi dengan lingkungan, - orang mengembangkan model dalam (inner

mode) atau sistem koding untuk menyajikan alam sebagaimana yang diketahuinya. Kita

dapat membayangkan struktur ini sebagai suatu lemari map (feling cabinet) yang besar

sekali, dengan banyak laci dan banyak map (file) dalam setiap laci. Manusia

mempunyai kapasitas untuk mengisi lemari ini, dan menyimpan segala yang

dimasukkan kedalamnya selama waktu lama. ]ika kita gunakan Gambar 5.5, kita lihat

bahwa lemari map itu mungkin bernama makhluk-makhluk hidup dan mempunyai laci-

laci yang diberi nama tumbuhan dan hewan. Setiap laci ini mempunyai beberapa map,

dan setiap map mungkin dibagi lagi menjadi subbagian. Tetapi, jika hanya ini yang

terdapat dalam sistem penyimpanan itu, maka struktur itu merupakan hal yang steril.

Keadaan yang sebenarnya ialah menurut Bruner, dalam sistem yang besar ini

terdapat banyak referensi silang (cross references) yang saling menghubungkan

map-map itu untuk membentuk satu seri hubungan-hubungan yang sangat

kompleks. Bila kita membaca kata kuda misalnya, banyak gagasan-gagasan yang

berbeda timbul suatu gambaran seekor kuda yang khas, seekor kuda dalam sirkus, dalam

"cowboys", dalam pacuan kuda, dan lain-lainnya.

Pendekatan Bruner terhadap belajar dapat diuraikan sebagai suatu pendekatan

kategorisasi. Bruner beranggapan, bahwa semua interaksi-interaksi kita dengan alam

melibatkan kategori-kategori yang dibutuhkan bagi pemfungsian manusia. Tanpa

kategori-kategori kita harus mempunyai satu laci dalam lemari map kita untuk setiap

objek, benda, dan gagasan dalam pengalaman kita. Kategorisasi menyederhanakan

kekomplekan dalam lingkungan kita. Karena sistem kategori kita dapat mengenal

obiek-objek baru. Oleh karena itu, objek-objek baru memiliki kemiripan dengan objek-

objek yang telah ada dalam sistem kode kita, kita dapat mengklasifikasikan dan

memberikan ciri-ciri tertentu pada benda-benda atau gagasan-gagasan baru. Dalam

Page 21: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

kenyataannya, jika kita dihadapkan pada suatu benda baru, dan kita tidak dapat

mengkategorisasikannya dengan cara-cara tertentu, kita tidak dapat menentukannya, kita

tidak dapat nenempatkannya di dalam sistem penyimpanan kita.

Selanjutnya yang penting menurut Bruner ialah, bahwa kategorisasi dapat

membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi daripada informasi yang diberikan.

Kita menentukan objek-objek dengan mengasosiasikan objek-objek itu dengan

suatu kelas. Bila kita mengklasifikasikan suatu objek, kita pengaruhi objek itu dengan

sekumpulan sifat-sifat, atribut-atribut kritis, dan hubungan-hubungan. Kita melakukan

hal ini melalui inferensi, menemukan lebih banyak daripada yang kita peroleh langsung

dari objek itu.

Ringkasnya, Bruner beranggapan, bahwa belajar merupakan

pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean

(coding). Berbagai kategori-kategori saling berkaitan sedemikian rupa, sehingga

setiap individu mempunyai model yang unik tentang alam. Dalam model ini, belajar

baru dapat terjadi dengan mengubah model itu. Hal ini terjadi melalui'pengubahan

kategori-kategori, menguhubungkan kategori-kategori dengan suatu cara baru,

atau dengan menambahkan kategori-kategori baru.

c. Belajar sebagai Proses Kognitif

Bruner mengemukakan, bahwa belajar melibatkan tiga proses yang

berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah (1) memperoleh informasi

baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevansi dan ketepatan

pengetahuan (Bruner,1973).

Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelurnnya

yang dimiliki seseorang, atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga

berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh,

seseorang setelah mempelajari bahwa darah itu beredar, barulah ia niempelajari secara

terperinci sistem peredaran atau sistem sirkulasi darah. Demikian pula, setelah berpikir

bahwa energi itu dibuang-buang atau tidak dihemat, baru ia belajar teori konservasi

energi.

Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan

agar cocok atau sesuai dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita

memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi, atau dengan mengubah

menjadi bentuk lain. Kita menguji relevansi dan ketetapan pengetahua dengan menilai

apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.

Page 22: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Bruner menyebut pandangannya tentang berajar atau pertumbuhan kognitif

sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prirsip, yaitu: (1)

pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan

yang dibangunnya, dan (2) model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari

kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi

orang bersangkutan.

Persepsi seseorang tentang suatu peristiwa merupakan suatu proses

konstruktif. Dalam proses ini orang itu menyusun suatu hipotesis dengan

menghubungkan data inderanya pada model yang telah disusunnya tentan[ alam, lilu

meiguji hipotesisnya terhadap sifat-sifat tambahan dari peristiwa itu. Jadi, seorang

pengamat itu tidak dipandang sebagai organisme reaktif yang pasif, tetapi sebagai

seseorang yang memilih informasi secara aktif, dan membentuk hipotesis perseptual.

Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang,

menurut Bruner adalah:

(1) Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan

respons dari sifat stimulus. Dalam pertumbuhan intelektual ini ada kalanya kita lihat,

bahwa seorang anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang

berubah-ubah. Atau belajar mengubah responsnya dalam lingkungan stimulus yang

tidak berubah. Jadi, melalui pertumbuhan seorang memperoleh kebebasan dari

pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah stimulus

sebelum respons.

(2) Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seorang menginternalisasi

peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan (storage system) yang sesuai

dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan

anak untuk bertindak di atas informasi yang diperoleh pada suatu kesempatan. Ia

melakukan ini dengan membuat ramalan-ramalan, dan ekstrapolasi-ekstrapolasi dari

model alam yang disimpannya.

(3) Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk

berkata pada dirinya sendiri atau pada orang-orang lain, dengan pertolongan kata-

kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukannya itu akan dilakukannya.

Kesadaran diri ini mengizinkan suafu transisi diri perilaku keteraturan ke perilaku

logika. Ini merupakan suatu proses yang membawa manusia melampaui adaptasi

empiris.

Page 23: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan

untuk menyatakan kemampuan-kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem

keterampilan itu ialah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh

Bruner (1.966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik, dan cara simbolik.

(1) Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, iadi bersifat manipulatif.

Dengan cara ini seorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan

pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadiin-kejadiin yang

lampau melalui respons-respons motorik. Dengan cara ini dilakukan satu set

kegiatan-kegiatan untuk mencapai hasil tertentu. Misalnya seorang anak secara

enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.

(2) Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan

oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak

mendefinsikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan

konsep kesegitigaan. Penyajian ikonik terutama dikendalikan oleh prinsip-prinsip

organisai perseptual dan oleh transformasi-transformasi secara ekonomis dalam

organisasi perseptual. Rupa-rupanya, penyajian enaktif didasarkan pada belajar

tenlang respons-respons dan bentuk-bentuk kebiasaan. Penyajian ikonik tertinggi

pada umumnya dijumpai pada. anak-anak berumur antara 5 dan 7 tahun, yaitu

periode waktu anak sangat tergantung pada penginderaannya sendiri.

Dengan mendekati masa adolesens, bagi seseorang, bahasa menjadi makin

penting sebagai suatu media berpikir. Maka orang mencapai suatu transisi dari

penggunaan penyajian ikonik yang didasarkan pada penginderaan ke penggunaan

penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan

lebih fleksibel. Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian

simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau

pernyataan daripada objek-objek; memberikan struktur hierarkis pada konsep-konsep,

dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternati{ dalam suatu cara

kombinatorial. Sebagai ilustrasi dari ketiga cara penyajian ini), Bruner memberikan suatu

contoh tentang pelajaran penggunaan timbangan (Bruner, 1966).

Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan "prinsip-prinsip”, timbangan, dan

menunjukkan hal itu dengan dapat menaiki papan jungkak-jungkik (Gambar 5.6). la

tahu, bahwa untuk dapat lebih jauh ke bawah, ia harus duduk lebih menjauhi pusat.

Anak yang lebih tua, dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu

model atau dengan suatu gambaran. "Bayangan”, timbangan itu dapat diperinci seperti

Page 24: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan

dengan menggunakan bahasa, tanpa pertolongan gambar, atau dapat pula dijelaskan

secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen gaya.

d. Belajar Penemuan.

Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari

jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery

learning). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian

pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil

yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta

pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar

bermakna. Belajar bermakna dengan arti seperti diberikan di atas, merupakan satu-

satunya macam belajar yang mendapat perhatian Bruner.

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi

secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk

memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan

mereka un tuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa

kebaikkan:

1) Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapar diingat, atau lebih mudah

diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.

2) Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil

belajar lainnya. Dengan lain perkataan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang

dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru.

3) Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan

kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus relajar penemuan melatih

ketrampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah

tanpa pertolongan orang lain.

Selanjutnya dikemukakan, bahwa belajar penemuan membangkitkan

keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan

jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat mengajarkan ketrampilan-

keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan meminta para siswa

untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja.

Bruner menyadari, bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu,

karena itu dalam bukunya The Releaance of Education (1977), ia menyarankan agar

Page 25: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu

dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi.

Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan

prinsip-prinsip dari bidang studi itu. Bila seorang siswa telah menguasai struktur dasar,

maka kurang sulit baginya untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang

studi yang sama, dan ia akan lebih mudah ingat akan bahan baru itu. Hal ini disebabkan

karena ia telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna, yang dapat

digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itu,

dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.

Menurut Bruner, mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami

bidang studi itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain

pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa

mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan.

2. TEORI INSTRUKSI BRUNER.

Dalam bagian terdahulu telah kita ketahui beberapa prinsip belajar menurut

Bruner. Dalam bagian ini akan kita bahas bagaimana pengajaran atau instruksi

dilaksanakan sesuai dengan teori yang telah dikemukakan tentang belajar.

Menurut Bruner, suatu teori instruksi (Bruner,1966) hendaknya meliputi a.

Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar.

b. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal.

c. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal.

d. Bentuk dan pemberian reinforcemen.

Untuk lebih jelasnya perhatikan uaraian sebagai berikut:

a. Pengalaman-pengalaman Optimal untuk Mau dan Dapat Belajar

Menurut Bruner, belajar dan pemecahan masalah tergantung pada

penyelidikan alternatif-alternatif. Oleh karena itu, pengajaran atau instruksi

harus memperlancar dan mengatur penyelidikan alternatif-alternatif, ditinjau dari

segi siswa.

Penyelidikan alternatif-alternatif membutuhkan aktivasi, pemeliharaan, dan

pengarahan. Dengan lain perkataan, penyelidikan alternatil-alternatif membutuhkan

sesuatu untuk dapat mulai; sesudah dimulai keadaan itu harus dipelihara atau

dipertahankan; kemudian dijaga agar tidak kehilangan arah.

Page 26: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Kondisi untuk aktivasi ialah adanya suatu tingkat ketidaktentuan yang

optimal. Keingintahuan merupakan suatu respons terhadap ketidaktentuan dan

kesangsian. Suatu tugas yang begitu terperinci menghendaki sedikit penyelidikan; tugas

yang begitu tidak tentu dapat menimbulkan kebingungan dan kecemasan, dengan akibat

mengurangi penyelidikan.

Setelah penyelidikan teraktifkan, situasi itu dipelihara dengan membuat risiko

seminim mungkin dalam penyelidikan itu. Belajar dengan pertolongan guru seharusnya

kurang mengambil risiko dibandingkan dengan belajar sendiri. Ini berarti, bahwa akibat

membuat kesalahan, menyelidiki alternatif-alternatif yang salah, hendaknya tidak banyak

terjadi di bawah bimbingan guru, dan hasil dari penyelidikan alternatif-alternatif yang

benar dengan sendirinya besar.

Arah penyelidikan tergantung pada dua hal yang saling berkaiatan, yaitu tujuan

dari tugas yang diberikan sampai batas-batas tertentu harus diketahui, dan sampai

seberapa jauh tujuan itu telah tercapai pun harus diketahui.

b. Penstrukturan Pengetahuan untuk Pemahaman Optimal.

Struktur suatu dominan pengetahuan mempunyai tiga ciri dan setiap ciri

itu mempengaruhi kemampuan siswa untuk menguasainya Ketiga ciri itu ialah cara

penyajian (mode of representation), ekonomi, dan kuasa (power). Cara penyajian,

ekonomi, dan kuasa, berbeda bila dihubungkan dengan usia, ”gaya” para siswa, dan

jenis bidang studi.

Kita sudah mengetahui, bahwa ada tiga cara penyajian, yaitu cara enaktif,

ikonik, dan simbolik, dan contoh-contoh untuk setiap cara penyajian itu telah

diberikan pula. Banyak bidang studi mempunyai berbagai alternatif cara penyajian.

Ekonomi dalam penyajian pengetahuan dihubungkan dengan sejumlah

informasi yang dapat disimpan dalam pikiran, dan proses untuk mencapai

pemahaman. Makin banyak jumlah informasi yang harus dipelajari siswa untuk

memahami sesuatu atau untuk menangani suatu masalah, makin banyak langkah-langkah

yang harus ditempuh dalam memproses informasi untuk mencapai suatu kesimpulan, dan

makin kurang ekonomis.

Lebih ekonomis untuk merangkum hubungan antara volume dan tekanan gas

dengan rumus PV = C, misalnya daripada menyajikan dalam bentuk tabel tentang hasil-

hasil pengamatan mengenai hubungan volume dan tekanan berbagai macam gas.

Ekonomi berubah dengan cara penyajian. Ekonomi makin meningkat dengan

menggunakan diagram atau gambar. Dapat kita bandingkan suatu flow chart dengan

Page 27: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

uraian mengenai cara menghasilkan gula putih dari tebu, misalnya. manakah yang lebih

ekonomis?

Kuasa dari suatu penyajian dapat juga diterangkan sebagai kemampuan

penyajian itu untuk menghubung-hubungkan hal-hal yang kelihatannya sangat

terpisah-pisah.

c. Perincian Urutan-urutan Penyajian Materi Pelajaran Secara Optumal.

Dalam mengajar, siswa dibimbing melalui urutan pernyataan-pernyataan

dari suatu masalah atau sekumpulan pengetahuan untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam menerima, mengubah, dan menstransfer apa yang telah

dipelajarinya. Jadi, urutan materi pelajaran kesulitan yang dihadapi siswa dalam

mencapai penguasaan. Biasanya ada berbagai urutan yang setara dalam kemudian dan

kesulitan bagi para siswa. Tidak ada satu urutan khas bagi semua siswa, dan urutan yang

optimal tergantung pada berbagai faktor, misalnya belajar sebelumnya, tingkat

perkembangan anak, sifat materi pelajaran, dan perbedaan individu.

Dikemukakan oleh Bruner, bahwa perkembangan intelektual bergerak

dari penyajian enaktif, melalui penyajian ekonik ke penyajian simbolik. Karena

itu urutan optimum materi pelajaran juga mengikuti arah yang sama.

d. Bentuk dan Pemberian Reinforcemen

Dalam teorinya Bruner mengemukakan, bahwa bentuk hadiah atau pujian

dan hukuman harus dipikirkan. Demikian pula bila pujian atau hukuman itu

diberikan selama proses belajar-mengajar. Secara intuitif, jelas bahwa selama proses

belajar mengajar berlangsung, ada suatu ketika hadiah ekstrinsik bergeser ke hadiah

intrinsik. Sebagai hadiah ekstrinsik misalnya, berupa pujian dari guru, sedangkan hadiah

intrinsik timbul karena berhasil memecahkan masalah. Demikian pula ada kalanya

hadiah yang diberikan secara langsung, harus diganti dengan hadiah yang

pemberiannya harus ditunda atau ditangguhkan. Ketepatan waktu pergeseran dari hadiah

ekstrinsik ke hadiah intrinsik, dari hadiah intrinsik ke hadiah ekstrinsik, dan dari hadiah

langsung ke hadiah yang ditangguhkan, sedikit sekali diketahui, karena itu dengan

sendirinya penting untuk diperhatikan.

Akhirnya patut ditekankan, bahwa tujuan mengajar ialah untuk menjadikan

siswa merasa puas. Umpan balik berupa perbaikan-perbaikan apa pun juga membawa

bahaya bagi siswa, karena siswa bersangkutan menjadi tetap bergantung pada guru atau

tutor. Tutor seharusnya memperbaiki, siswa sedemikian rupa, sehingga akhirnya siswa

itu dimungkinkan untuk menggantikan fungsi tutor itu.

Page 28: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

3. MENERAPKAN MENGAIAR PENEMUAN

Salah satu dari model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh

ialah model belajar penemuan ]erome Bruner (7966). Dalam bagian ini akan dibahas

bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan,

serta peranan guru.

a. Metode dan Tujuan.

Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya seiring.

Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar

sebenarnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat

melatih kemampuan-kemampuan intelektual para siswa, dan merangsang

keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud

dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan.

Jadi, kalau kita mengajar Sains, misalnya kita bukan akan menghasilkan

perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang Sains, melainkan kita ingin membuat

anak-anak kita berpikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam

proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.

Apakah implikasi ungkapan Bruner? Tujuan-tujuan mengajar hanya dapat

diuraikan secara garis besar, dan dapat dicapai dengan cara-cara yang tidak perlu sama

oleh para siswa yang mengikuti pelajaran yang sama itu.

Dengan mengajar seperti yang dimaksud oleh Bruner ini, bagaimana peranan

guru dalam proses belajar-mengajar? Dalam belajar penemuan siswa mendapat

kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk menyelidiki, secara perorangan atau dalam

suatu tanya jawab dengan guru, atau oleh guru dan atau siswa-siswa lain, untuk

memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau oleh guru dan siswa-siswa

bersama-sama. Dengan demikian jelas, bahwa peranan guru lain sekali bila

dibandingkan dengan peranan guru yang mengajar secara klasikal dengan metode

ceramah. Dengan belajar penemuan ini guru tidak begitu mengendalikan proses belajar-

mengajar.

b. Peranan Guru.

Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat merangkum sebagai berikut:

(1) Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada

masalah-masalah yan g tepat untuk diselidiki oleh para siswa.

Page 29: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

(2) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk

memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada

pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan penggunaan

fakta-fakta yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah

dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan.

Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah

masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu

kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun

hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip

yang mendasari masalah itu.

(3) Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga cara

penyajian yang telah dibahas terdahulu. Cara-cara penyajian itu ialah cara enaktif,

cara ikonik, dan cara simbolik. Contoh cara-cara penyaajian ini telah diberikan

dalam uraian terdahulu. Untuk menjamin keberhasilan relajar, guru hendaknya

jangan menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa.

Disarankan agar guru mengikuti aturan penyajian daari enaktif, ikonik, lalu

simbolik. Perkembangan intelektual diassumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik,

dan simbolik. Jadi demikian pula harapan tentang urutan pengajaran.

(4) Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru

hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya

daknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan

dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan.

Sebagai seorang tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang

tepat. Umpan balik sebagi perbaikan hendaknya diberikan dengan cara sedemikian

rupa sehingga siswa tidak tetap tergantung pada pertolongan guru. Akhirnya siswa

harus melakukan sendiri fungsi tutor itu.

(5) Menilai hasil belajar merupakan suatu msalah dalam belajar penemuan. Seperti kita

ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan

itu tidak diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan proses tidak

selalu seiring. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari

generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.

Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang

prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk

Page 30: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes

dapat berupa tes objektif atau tes esai.

Dalam usaha meningkatkan pendidikan pada umumnya, pendidikan sains pada

khususnya, Bruner mengemukakan empat tema, yaitu: struktur, kesiapan, intuisi, dan

motivasi.

Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu

memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan

ketepatan pengetahuan. Pandangannya terhadap belajar yang disebutnya sebagai

konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang

tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan

model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian model-

model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.

Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh

bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu

tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi

suatu "sistem simpanan" yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut

peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada

orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.

Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu cara enaktif, cara

ekonik, dan cara simbolik.

Menurut Bruner beiajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.

Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai

efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan

berpikir secara bebas, dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan

dan memecahkan masalah.

Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:

1).Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari

segi aktivitasi, pemeliharaan, dan pengarahan.

2).Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian,

ekonomi, dan kuasa.

3).Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara original, dengan

memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembanganan anak, sifat

materi pelajaran, dan perbedaan individu.

4).Bentuk dan pemberian reinforcemen.

Page 31: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Dalam menerapkan belajar penemuan tujuan-tujuan mengajar hanya dapat dirumuskan

secara garis besar, dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan

tidak perlu sama.

Dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses belajar-

mengajar. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan

masalah. Selain itu guru dim inta pula untuk memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu cara

penyajian enaktif, cara ikonik, dan cara simbolik.

Penilaian hasil belajar penemuaan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip

dasar mengenai suatu bidang studi, dan aplikasi prinsip-prinsip itu pada situasi baru.

5.3. TEORI BELAJAR DAVID AUSUBEL(BELAJAR BERMAKNA).

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan, inilah yang membedakan

Ausubel dari teori-teoriwan lainnya yang hanya berlatar belakang psikologi, tetapi teori-teori

mereka diterjemahkan dari dunia psikologi ke dalam penerapan pendidikan. Ausubel memberi

penekanan pada ”belajar bermakna”, serta retensi dan variabel-variabel yang berhubungan

dengan macam belajar ini. Dalam baagian ini akan dibahas prinsip-prinsip belajar menurut

Ausubel, yaitu belajar bermakna, belajar hafalan, peristiwa subsumsi, diferensiasi progresif,

penyesuaian integratif, belajar superordinat, pengatur awal, serta bagaimana teori ini

diterapkan dalam mengajar.

1. BELAJAR MENURUT AUSUBEL

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, seperti

yang dinyatakan oleh Gambar 5.7.. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi

atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi

kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur

kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-

generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam

belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan

yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar

penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi

yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa rnenghubungkan atau mengaitkan informasi

itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya; dalam hal

ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba

Page 32: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep- konsep yang telah

ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.

Gambar 5.7. Bentuk-bentuk Belajar (menurut Ausubel & Robinson, 1969).

Kedua dimensi, yaitu penerimaan dan hafalan/bermakna, tidak menunjukkan dikotomi

sederhana, melainkan merupakan suatu kontinum. Kedua kontinum itu diperlihatkan pada

Gambar 5.8.

Sepanjang kontinum (mendatar; terdapat dari kiri ke kanan berkurangnya belajar

penerimaan dan bertambahnya belajar penemuan, sedangkan sepanjang kontinum (vertikal;

terdapat dari bawah ke atas berkurangnya belajar hafalan bertambahnya belajar bermakna.

Ausubel menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan

dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila

siswa menemukan sendiri pengetahuan. Tetapi, kalau diperhatikan Gambar 5.8 tersebut, maka

Siswa dapat mengasimilasi materi pelajaran

1. Materi disajikan dalam bentuk final

SecaraPenemuan n

SecaraPenerimaan

2. Siswa menghafal materi yang disajikan.

Hafalan Bermakna

1. Materi disajikan dalam bentuk final

2. Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitif.

Belajar dapat

1. Materi ditentukan oleh siswa.

2. Siswa menghafal materi.

1. Siswa menemukan materi.

2. Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitif.

Page 33: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan

antara konsep-konsep. Sedangkan belajar penemuan rendah kebermaknaannya, dan

merupakan belajar hafalan, yakni memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti

menebak suatu tekateki. Belajar penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada

penelitian yang bersifat ilmiah.

Gambar 5.8. Dua Kontinuum Belaiar (Noaak, 19845)

a. Belajar Bermakna

Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna (Ausubel, 1968).

Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkann informasi baru

pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau disimpannya

pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam

otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan

BELAJAR BERMAKNA

Penelitian ilmiah

BELAJAR HAFALAN.

Menjelaskan hubungan antara konsep-konsep

Pengajaran audio-tutorial yang baik.

Penyajianmelalui ceramahatau bukupelajaran

Daftar perkalian.

BELAJAR PENERIMAAN

BELAJAR PENEMUAN TERPIMPIN.

BELAJAR PENEMUAN MANDIRI

Kegiatan dilaboratoriumsekolah.

Sebagianbesarpenelitianrutin atauproduksiintelektual

Menerapkanrumus-rumus untukmemecahkan masalah

Pemecahandengancoba-coba

Page 34: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-

sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari.

Gambar 5.8 menunjukkan bagaimana informasi baru terkait pada susunan sel dalam otak.

Dasar-dasar Biologi belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam

jumlah atau ciri-ciri neron yang berpartisipasi dalam belajar bermakna. Peristiwa psikologi

tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang

telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Jadi, dalam belajar bermakna informasi baru

diasimilasikan pada subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif.

Belajar bermakna yang baru mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer

yang telah ada itu. Tergantung pada sejarah pengalaman seseorang maka subsumer itu dapat

relatif besar dan berkembang, seperti, subsumer A atau kurang berkembang, seperti subsumer

B dan C (lihat (lihat Gambar 5.9).

Gambar 5.9. Dalam belajar bermakna, informasi baru a, b, c, dikaitkanpada konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif (subsumer) A, B, C. Subsumer A mengalami diferensiasi lebih banyak daripada subsumer B atau C. (Novak, 1977).

Page 35: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Dari mana datangnya subsumer?

Bila diinginkan belajar bermakna seperti yang dikemukakan oleh Ausubel dan bila

belajar bermakna memerlukan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif yang disebut

subsumer itu, mungkin timbul pertanyaan: Dari mana datangnya subsumer itu?

Pada anak-anak, pembentukan konsep merupakan proses utama untuk memperoleh

konsep-konsep. Telah kita ketahui, bahwa pembentukan konsep adalah semacam belajar

penemuan yang menyangkut baik pembentukan hipotesis dan pengujian hipotesis, maupun

pembentukan generalisasi dari hal-hal yang khusus (lihat bab tentang belajar konsep).

Waktu usia masuk sekolah tiba kebanyakan anak telah mempunyai kerangkan nonsep-

konsep yang mengijinkan terjadinya belajar bermakna.

b. Belajar Hafalan.

Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan

atau subsumer-subsumer relenun, maka informasi baru dipelajari secara hafalan.

Bila tidak dilakukan usaha untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep

relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada

kenyataannya, banyak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa

untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka

untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi

belajar hafalan. Lagi pula sistem evaluasi di setcotair menghendaki hafalan, jadi timbul

pikiran pada para siswa untuk apa bersusah payah belajar secara bermakna?.

Kerap kali siswa-siswa diminta untuk mengemukakan prinsip-prinsip yang

sebenarnya tidak mereka mengerti apa yang mereka katakan, dapat diketahui, bagaimana

anak menghafalkan suatu prinsip tanpa mengerti apa artinya. Untuk apa mereka dapat

mengucapkan kata-iata yang muluk, tanpa mengerti apa yang dimaksud? Yang menjadi

masalah sekarang, berapa orang guru y;ng masih meminta anak belaiar demikian?.

c. Subsumsi dan Subsumsi Obliteratif.

Selama belajar bermakna berlangsung, informasi baru terkait pada konsep-konsep

dalam struktur kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, Ausubel

mengemukakan istilalr subsumer. Subsumer memegang Peranan dalam proses perolehan

informasi baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai peranan interaktif,

memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang perseptual

dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengeiahuan yang

Page 36: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

sudah dimiliki sebelumnya. Lagi pula, dalam proses terjadinya kaitan ini, subsumer itu

mengalami sedikit perubahan. Proses interaktif antara materi yang baru dipelajari dengan

subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belijar asimilasi Ausubel. Proses ini

disebut proses subsumsi, dan secara simbolis dinyatakan sebagai berikut:

a

Selama belajar bermakna, subsumer mengalami modifikasi dan terderensiasi lebih

lanjut. Derensiasi subsumer-subsumer diakibatkan oleh asimilasi pengetahuan baru selama

belajar bermakna berlangsung.

Informasi yang dipelajari secara bermakna, biasanya lebih lama diingat daripada

informasi yang dipelajari secara hafalan, tetapi ada kalanya unsur-unsur yang telah

tersubsumsi (yaitu tidak dapat lagi dikeluarkan dari memori, jadi sudah dilupakan.

Menurut Ausubel, terjadi subsumsi obliteratif (subsumsi yang telah rusak). Ini tidak berarti,

bahwa subsumer yang tinggal telah kembali pada keadaan sebelum terjadi proses subsumsi.

Jadi walaupun kelihatannya ada suatu unsur subordinat yang hilang, subsumer telah diubah

oleh pengalaman belajar bermakna sebelumnya. Peristiwa subsumsi obliteratif dapat

diperlihatkan sebagai berikut:

Dari rumus di atas terlihat, bahwa unsur sesudah waktu = 4, telah dilupakan, pada

waktu = 5 unsur , sesudah waktu = 6 unsur ikut dilupakan. Jadi, sesudah waktu = 6

tinggalah subsumer yang merupakan subsumer yang telah mengalami modifikasi yang

disebabkan oleh beberapa pengalaman belajar bermaakna sebelumnya.

Menurut Ausubel dan juga Novak (1977), ada tiga kebaikkan dari belajar

bermakna, yaitu:

1) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.

A = subsumer A’ = subsumer yang mengalami modifikasi. A’’ dan A = subsumer yang

lebih banyak mengalami modifikasi.

Page 37: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

2) Informasi yang tersubsumsi berakibat peningkatan diferensiasi dari ubsumer-

subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi elajaran yang

mirip.

3) Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual

pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah

terjadi ”lupa”.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian mereka dan beberapa penelitian lainnya,

Ausubel dan Novak dapat mengharapkan, bahwa belajar bermakna baru yang relevan

terhadap subsumer A, akan berlangsung paling cepat pada waktu = 3, tetapi lebih cepit pada

waktu = 6 daripada waktu = 0. Penelitian-penelitiax laboratorium memperlihatkan, bahwa

informasi yang dipelajari secara hafalan meghalang-halangi belajar selanjutnya tentang

informasi baru yang mirip.

d. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel

(1963), ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam

suatu bidang studi tertJntu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan

validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur

kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. ]ika struktur kognitif itu stabil,

jelas, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan

timbul, dan cenderung bertahan.

Tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratiur, maka

siruktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.

Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut: (1) materi yang

akan dipelajari harus bermakna secara potensial, dan (2) anak yang akan belajar atau siswa

harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat

untuk belajar bermakna (meanigful learning set). Tujuan siswa merupakan faktor utama

dalam belajar bermakna. Banyak siswa mengikuti pelajaran-pelajaran yang kelihatannya

tidak relevan dengan kebutuhan mereka pada saat itu. Dalam pelajaran-pelajaran demikian,

materi pelajaran dipelajari secara hafalan. Para siswa kelihatannya dapat memberikan

jawaban yang benar tanpa menghubungkan materi itu pada aspek-aspek lain daiam struktur

kognitif mereka.

Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor: (1)

materi itu harus memiliki kebermaknaan logis, (2) gagasan-gagasan yang relevan harus

Page 38: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

terdapat dalam struktur kognitif siswa. Materi yang memiliki kebermaknaan logis

merupakan materi yang nonarbitrer dan substantif. Yang dimaksudkan dengan materi yang

nonarbitrer ialah materi yang ajek (konsisten) dengan apayang telah diketanul. Sebagai

contoh misalnya, anak yang sudah mempelajari konsep-konsep segi empat dan bujur sangkar

dapat memasukkan kedua konsep ini, secara nonarbitrer ke dalam klasifikasi yang lebih

luas, yaitu kuadrilateral (bersegiempat), sebab sifat-sifat dari bentuk-bentuk bersegi-empat

akan cocok dengan konsep-konsep segiempat dan bujur sangkar yang sudah dipelajari.

Bahwa materi itu harus substantif berarti materi itu dapat dinyatakan dalam berbagai

cara, tanpa mengubah arti. Misalnya, definisi "Suatu segitiga ekilateral adalah segitiga yang

mempunyai tiga sisi yang sama" dapat diubah menjadi "Bila sebuah segi tiga mempunyai tiga

sisi yang sama"maka segitiga itu adalah segitiga ekilateral." Dengan mengubah urutan kata-

kata, kita tidak mengubah artinya; pernyataan-pernyataan itu ekuivalen. walaupun nomor-

nomor telepon atau nomor mobil kerap kali tidak memiliki kesubstantifan, jadi harus

dihafalkan, tetapi dengan ditemukannya suatu hubungan antara nomor-nomor itu tugas

untuk mempelajari dan mengingat informasi ini menjadi lebih mudah.

Aspek kedua tentang kebermaknaan potensial, ialah bahwa dalam struktur kognitif

siswa harus ada gagasan yang relevan. Dalam hal ini kita harus memperhatikan pengalaman

anak-anak, tingkat perkembangan mereka, intelegensi, dan usia. Isi pelajaran harus dipelajari

secara hafalan, bila anak-anak itu tidak mempunyai pengalaman yang diperlukan mereka

untuk mengaitkan atau menghubungkan isi pelajaran itu. Hal inilah yang kita jumpai dalam

pelajaran guru Geografi, di mana diharapkan anak-anak dapat mengerti ”igneous fusin” dan

”interio of the earth”. Oleh karena itu, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus

bermakna secara logis, siswa harus bertujuan untuk memasukkan materi itu ke dalam struktur

kognitifnya, dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsur-unsur yang cocol untuk

mengaitkan atau menghubungkan materi baru secara non-arbitrer dan substantif . Jika salah

satu konponen ini tidak ada maka materi itu, kalaupun dipelajari secara hafalan (Rosser,

1984).

2. MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM MENGAJAR.

Untuk dapat menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, sebaiknya kita perhatikan apa

yang dikemukakan ole Ausubel dalam bukunya yang berjudul Educational Phychology: A

Cognitive View. Pernyataan itu berbunyi:

”The most important singel factor influencing learnin is what the learner already

knows. Ascertain this and teach him accordingly” (Ausubel, 1968).

Page 39: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Dalam bahasa kita kurang lebih pernyataan itu berbunyi: Faktor yang paling penting yang

mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarilah ia

demikian.

Pernyataan Ausubel inilah yang menjadi inti teoei belajarnya. Jadi, agar terjadi belajar

bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah

ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, selain

konsep-konsep yang telah dibahas terdahulu, ada beberapa konsep dan prinsip-prinsip lain

yang perlu kita perhatikan. Konsep-konsep atau prinsip-prinsip itu ialah mengatur awal

(advance organizer), diferensiasi progresif, penyesuaian integratif, dan belajar superordinat.

Semua konsep-konsep ini akan dibahas, dengan sedapat mungkin memberikan contoh

penerapannya dalam mengajar.

a. Pengatur Awal (advance organizer).

David Ausubel (1960, 1963) memperkenalkan konsep pengatur awal dalam teorinya.

Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari, dan menolong

mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam

membantu menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat dianggap semacam

pertolongan mental, dan disajikan sebelum materi baru.

Banyak penelitian membuktikan, bahwa pengatur-pengatur awal meningkatkan

pemahaman siswa tentang berbagai macam materi Pelajalan (Hartley & Davies,

7976;Mayer,1979). Tetapi, efek pengatur-pengatur awal terhadap belajar ternyata

tergantung pada bagaimana pengatur-pengatur awal itu digunakan. Rupa-rupanya pengatur-

pengatur awal lebih berguna untuk mengajarkan isi pelajaran yang telah mempunyai

struktur teratur yang mungkin tidak secara otomatis terlihat oleh para siswa. Beberapa

peneliti (Barnes & Clawson, 1975; Ausubel, 1'978) mengemukakan bahwa pengatur-

pengatur awal belum pada umumnya ditemukan menolong siswa belajar informasi faktual

yang tidak diatur dengan jelas, atau materi pelajaran yang terdiri atas sejumlah besar topik-

topik yang terpisah-pisah. Kozlow (1978) mengemukakan, bahwa pengatur awal bisa

kurang efektif untuk bidang studi Sains, tetapi lebih efektif untuk konsep-konsep

klasifikasional, dan untuk kelas-kelas yang lebih tinggi. Adapun bentuk pengatur awal yang

diteiliti oleh Kozlow semuanya berupa bacaan, seperti yang diberikan di bawah ini.

Contoh 1.

Sumber : Hoffelder (1973).

Konsep yang

akan diajarkan : Struktur Atom

Page 40: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Pengatur awal : Para mahasiswa diminta membaca suatu uraian, yang garis-

garis besarnya adalah sebagai berikut:

Unit I: Struktur Atom

Dibahas teori atom, hubungan antara struktutr atom dan sifat

unsur-unsur. Mekanika kuantum dari struktur atom juga dibahas

sedikit.

Kegiatan-kegiatan

belajar : Para siswa menghadiri kuliah, dan berpartisipasi dalam kegiatan

laboratorium.

Contoh 2.

Sumber : Materi diperoleh dariLucas(1972).

Konsep : Hubungan antara makhluk hidup dan energi.

Pengatur awal : Para siswa membaca patagtaf berikut.

Matahari adalah sumber semua energi. Tumbuhan-tumbuhan hijau

memperoleh energi dari matahari. Serangga-serangga yang banyak

jumlahnya itu makan tanaman hijau yang ada'di sekitar, dan

serangga-serangga ini kemudian dimakan oleh hewan-hewan

pemakan serangga, seperti katak dan ikan. Ikan dan katak

merupakan makanan bagi hewan-hewan pemakan daging seperti ular

dan burung. Hewan-hewan pemakan daging ini lebih besar, tetapi

jumlahnya lebih sedikit.

Kegiatan-kegiatan

belajar : Para siswa membaca uraian tentang perubahan-perubahan energi

yang terjadi dalam fotosintesis, dan kegunaan makanan bagi hewan

b. Diferensiasi progesif.

Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi pengembangan dan elaborasi

konsep-konsep yang tersubsumsi. Menurut Ausubel, pengembangan konsep berlangsung

paling baik, bila unsur-unsur yang paling umum, paling inklusif dari suatu konsep

diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan

lebih khusus dari konsep itu. Dengan perkataan lain, model belajar menurut Ausubel pada

umumnya berlangsung dari umum ke khusus.

Dengan menggunakan strategi ini, guru mengajarkan konsep-konsep yang paling

inklusif dahulu, kemudian konsep-konsep yang kurang inklusif, dan setelah hal itu baru

Page 41: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

mengajarkan hal-hal yang khusus, seperti contoh-contoh setiap konsep. Proses penyusunan

konsep semacam ini disebut diferensiasi progresif, dan merupakan salah satu dari sekian

banyak macam urutan belajar, dikatakan juga, bahwa konsep-konsep itu disusun secara

hierarkis.

Untuk menentukan dalam suatu kumpulan pengetahuan yang mana yang termasuk

konsep-konsep yang paling umum dan paling inklusif, dan yang mana yang berupa konsep-

konsep subordinat, merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Menurut Novak (1977), untuk

menyusun kurikulum yang baik, mula-mula diperlukan analisis konsep-konsep dalam suatu

bidang studi, dan kemudian diperhatikan hubungan-hubungan tertentu antara konsep-konsep

ini, sehingga dapat diketahuai konsep-konsep mana yang paling umum dan superordinat, dan

konsep-konsep mana yang lebih khusus dan subordinst. Salah satu sebab mengapa pengajran

di sekolah menjadi tidak efektif, ialah karena para pengembang kurikulum jarang sekali

memilih konsep-konsep yang akan diajarkan, dan lebih-lebih lagi jarang sekali mereka

mencoba mencari hubungan-hubungan hierarkis yang mungkin di antara konsep-konsep itu.

Novak, seperti juga banyak ahli-ahli pendidikan lainnya, menekankan bahwa fungsi pertama

dari bersekolah itu ialah belajar konsep. Oleh karena itu, kita harus memilih dari sekian

banyak pengetahuan itu konsep-konsep utama dan konsep-konsep subordinat yang ingin kita

ajarkan kepada para siswa. Sikap-sikap dan keterampilan-keterampilan diperlukan sebagai

unsur-unsur penun jang bagi belajar konsep, tetapi untuk sebagian besar pendidikan, sikap-

sikap dan keterampilan-keterampilan tidak termasuk struktur peimer dari kurikulum sekolah

(Novak, 1977: 86). Bahkan dalam sekolah kejuruan pun, belajar konsep-konsep paling sedikit

sama pentingnya dengan belajar keterampilan-keterampilan.

Sebagai contoh dalam pelajaranIlmu Kimia di SMA mengenai gagasan-gagasan

diferensiasi progresif, diberikan bagaimana mengajarkan “senyawa karbon”. Guru tidak mulai

dengan mengajarkan asam cuka, atau formaldehida, atau alkohol misalnya, melainkan ia

mulai dengan senyawa karbon, dengan menunjukkan mengapa senyawa itu disebut senyawa

karbon, yaitu senyawa alifatik dan senyawa aromatik, dan ini diterangkan atas dasar

perbedaan-perbedaan tertentu, misalnya tentang macam rantai atom karbon yang terdapat

dalam setiap golongan senyawa itu, dan lain-lain. Lalu senyawa alifatik dapat diturunkan lagi

menjadi beberapa golongan senyawa-senyawa, yaitu senyawa-senyawa hidrokarbon,

senyawa-senyawa karbonil, dan lain-lain. Kemudian senyawa hidrokarbon diperinci lagi

menjadi deret homolog alkana, alkena, dan alkuna, berdasarkan sifat-sifat tertenfu,

misalnya macam ikatan yang terdapat dalam masing-masing senyawa itu, reaksinya

terhadap air brom, dan lain-lain. Lalu untuk setiap deret homolog diberikan contoh-contoh,

Page 42: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

terutama yang banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Contoh-contoh inilah yang

merupakan konsep-konsep yang paling khusus, sedangkan senyawa karbon itu sendiri

merupakan konsep yang paling inklusif.

Suatu contoh hierarki konseptual berdasarkan diferensiasi progresif menurut Ausubel

seperti yang diuraikan di atas, diperlihatkan pada Gambar 5.10.

Gambar 5.10. Suatu Contoh Hierarki Konsepttual Berdasarkan Diferensiansi Progresif.

Pada gambar ini hanya sebagian konsep inklusif yang diturunkan menjadi konsep-

konsep yang kurang inklusif. Sudah dikatakan terdahulu, bahwa diferensiasi progresif

hanya merupakan satu dari sekian banyak macam urutan belajar. Proses ini nyata sekali kita

lihat waktu anak-anak memperoleh konsep. Misalnya anak-anak berumur sekitar dua tahun,

menyebut semua henda yang bergerak, dan mempunyai empat kaki dan ekor, kucing

(mungkin anjing?). Tetapi sesudah itu baru mereka membedakan kucing, anjing, kuda, sapi,

dan lain-lain.

c. Belajar Superordinat.

Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif

(subsumsi), konsep itu tumbuh atau mengalami diferensiasi. Proses subsumsi ini dapat terus

berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal yang baru. Kita kembali pada contoh di

Senyawa karbon

Senyawa alifatik Senyawa aromatik

AlkoholAnilinFenolBenzena

Alkohol kprimer

Alkohol sekunder

Alkohol tersier

Hidrokarbon Senyawa karbonil

Alkana Alkena Alkuna Aldehida Keton Asam karboksilat

Ester

Metana Etena Asetile

Page 43: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

atas, anak kecil dengan konsep kucingnya. Pada suatu saat ia menemukan bahwa tidak semua

kucing itu sama, lalu nama-nama konsep baru diterapkan pada unsur-unsur subordinat, anjing,

sapi, kuda, misalnya. Pada satu saat dalam belajar, anak itu mungkin mengenal atau

dibimbing untuk mengamati, bahwa semua yang dapat dibedakannya ini berambut dan

tergolong kelompok hewan yang disebut mamalia. Konsep mamalia sekarang dapat

berkembang secara hubungan superordinat terhadap konsep-konsep kucing, anjing, sapi, dan

lain-lainnya.

Belajaar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya

dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Hal yang sama

terjadi, bila anak belajar bahwa tomat, buncis, wortel adalah semua sayuran, dan setelah

mereka belajar Biologi dan ditekankan konsep-konsep buah tomat dan buncis adalah buah-

buah tanaman (plant fruits). Mungkin belajar superordinat tidak biasa terjadi di sekolah, sebab

sebagian besar guru-guru dan buku-buku teks mulai dengan konsep-konsepyang lebih

inklusif; tetapi kerapkali mereka gagal untuk memperlihatkan secara eksplisit hubungan-

hubungan pada konsep-konsep inklusif ini, waktu dikemudian hari disajikan konsep-konsep

khusus subordinat.

d. Penyesuaian Integratif.

Kadang-kadang seorang siswa dihadapkan pada suatu kenyataan yang disebut

pertentangan kognitif (cognitive dissonance). Hal ini terjadi bila dua atau lebih nama konsep

digunakan untuk menyatakan konsep yang sama, atau bila nama yang sama diterapkan lebih

dari konsep. Misalnya, buah ialah nama konsep untuk suatu konsep gizi, dan juga untuk suatu

konsep botani. Siswa itu akan bertanya, bagaimana buah dapat mencakup kedau-duanya, yaitu

masuk ke dalam gizi dan juga masuk ke dalam botani. Untuk mengatasi atau mengurangi

sedapat mungkin pertentangan kognitif ini. Ausubel menyarankan suatu prinsip lain, yaitu

yang dikenal dengan prinsip penyesuaian integratif atau rekonsiliasi integratif.

Menurut Ausubel, dalam mengajar bukan hanya urutan menurut diferensiasi

progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimanan konsep-

konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep superordinat. Kita harus

memperlihatkan secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan

dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit, dan bagaimana

konsep-konsep yang tingkatnya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.

Untuk mencapai penyesuaian intehratif, materi pelajaran hendaknya disusun

sedemikian rupa sehingga kita menggerakkan hierki-hierarki konseptual ” ke atas dan ke

bawah” selama informasi disajikan. Kita dapat mulai dengan konsep-konsep yang paling

Page 44: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

umum, tetapi kita perlu memperlihatkan bagaimana terkaitnya konsep dan kemudian bergerak

kembali melalui contoh-contoh ke arti baru bagi konsep yang tingkatnya lebih tinggi. Gerak

ke atas dan ke bawah dari hierarki konseptual ditunjukkan oleh Gambar 5.11.

Gambar 5.11. Bagan suatu hierarki konseptual (huruf) yang memperlihatkan urutan-urutan instruksional (bilangan) untuk mencapai diferensiasi progresif konsep-konsep tingkat tinggi dan penyesuaian integratif dari konsep-konsep (Novak. 1.977: 91 ).

Dalam bagan itu diperlihatkan, bahwa siswa hendaknya belajar, bahwa konsep G

dan konsep H adalah konsep-konsep yang khusus dari konsep C. Demikian pula konsep-

konsep I dan H adalah aspek-aspek khusus dari konsep D. Mereka juga harus tahu, bahwa

konsep-konsep G dan I berkaitan tetapi tidak secara langsung, melainkan melalui konsep-

A

B

1

K

J

IHG

EDC

15

87

11

10

96

5

4

3

2

13

12

14

F

Page 45: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

konsep C dan D yang merupakan konsep-konsep yang lebih umum, tetapi juga merupakan

aspek-aspek yang khusus dari konsep B.

3. PETA KONSEP

Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Ausubel sangat menekankan agar para guru

mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa supaya belajar bermakna dapat

berlangsung. Tetapi, Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara bagi para guru yang

dapat digunakan unttuk mengetahui apa yang telah diketahui para siswa. Novak (1985)

dalam bukunya Learning how to learn mengemukakan bahwa hal itu dapat dilakukan

dengan pertolongan peta konsep atau pemetaan konsep. Gagasan Novak ini didasarkan

atas teori belajar Ausubel.

a. Apakah Peta Konsep Itu?

Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara

konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi merupakan dua atau

lebih konsep-konsep yang dihubungkanoleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Dalam

bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang

dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Misalnya ”pada

itu hijau” akan merupakan suatu peta konsep yang sederhana sekali, terdiri atas dua konsep,

yaitu padi dan hijau, dihubungkan oleh kata itu.

Dengan menggunakan beberapa proposisi yang menyangkut konsep ”padi” maka

meningkatlah arti dan ketelitian arti bagi konsep ”padi” itu. Proposisi-proposisi itu antara lain

ialah : ’padi itu tumbuh”, ”padi itu tumbuhan”, ”padi menghasilkan beras”, ”padi milik

petani”, ”padi membawa kemakmuran” . Oleh karena itu, belajar bermakna lebih mudah

berlangsung bila konsep-konsep baru dikaitkan pada konsep yang lebih inklusif, maka peta

konsep harus disusun secara hierarki. Ini berarti, bahwa konsep yang lebih inklusif ada di

puncak peta. Makin ke bawah konsep-konsep diurutkan makin menjadi lebih khusus.

Beberapa contoh peta konsep akan diberikan di bawah ini. Perhatikanlah peta konsep yang

diperlihatkan oleh Gambar 5.12.

Page 46: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Gambar 5.12. Suatu peta konsep untuk air memperlihatkan beberapa konsep yang dikaitkan, dan proposisi-proposisi. Contoh-contoh diberikan di luar elips.

Konsep air merupakan konsep yang paling umum, atau juga disebut paling inklusif

dalam peta konsep ini. Sesudah itu ada tiga konsep yang lebih kurang inklusif, yaitu

konsep-konsep makhluk hidup, molekul, dan tingkat wujud. Ketiga konsep ini dikaitkan

pada konsep yang lebih inklusif air secara berturut-turut oleh kata penghubung:

dibutuhkan olell terdiri atas, dan berubah. Demikianlah seterusnya hingga ke bawah (dasar)

peta. Pada dasar peta ini terdapat konsep-konsep yang paling khusus, yaitu tumbuhan,

hewan, panas, salju, es, ketel, danau. Ada baiknya memberi contoh untuk konsep-konsep

khusus ini, sebab contoh-contoh itu akan membuat konsep itu lebih bermakna. Untuk

air

Diperlukan

Terdiri atas

berubah

SepertiDalam keadaan dapatdapatdapat

Seperti

kucingku

misalnya Seperti dalam

Seperti dalam

Seperti dalam

Seperti dalam Seperti dalam dalam

Tingkat wujud

molekul

hewan gerak padat gas cair

Menghasilkan

uapespanas “fog”

Beringin

dari

Seperti

komporku

salju Ketel

seperti

Mahkluk hidup

Tumbuhan

danau

Maninjau

Page 47: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

tumbuhan misalnya, diberikan contoh beringin, atau pohon pisang yang ada di mana-manai

untuk danau, bagi anak yang tinggal di Sumatera Barat misalnya, diberikan contoh danau.

Maninjau, atau danau Singkarak, untuk mereka yang bersekolah di Sumatera Utara,

danau Toba, misalnya. Contoh-contoh itu semuanya bertujuan untuk menambah

kebermaknaan bagi para siswa.

Ada kalanya konsep-konsep yang sama, oleh orang. lain menghasilkan peta konsep

yang berbeda, sebab untuk orang itu kaitan konsep yang demikianlah yang bermakna.

Marilah kita perhatikan Gambar-gambar 5.13 dan 5.14. .

Apakah perbedaan yang kita lihat antara ketiga Gambar 5.12, 5.13 dan, Gambar

5.14?. Dalam Gambar 5.12, air merupakan konsep yang paling inklusif, terletak paling atas

pada peta konsep.

Gambar 5.13.

Kemudian diturunkan menjadi konsep-konsep yang kurang inklusif, lalu sampai pada

konsep-konsep yang khusus dengan contoh-contoh. Bagaimana dengan Gambar 5.13.? Pada

gambar ini, konsep yang paling inklusif ialah konsep makhluk hidup, lalu diturunkan menjadi

Mahkluk hidup

air

hewantumbuhan

molekul

panas gaspadat

tingkat wujud

cxair

gerak

dapatdapat

mengandungmengandung

berubah

dapatdapat

dapat

dalam keadaan

meningakat karena

Terdiri atas

Page 48: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

konsep-konsep yang kurang inklusif hingga menjadi konsep-konsep yang khusus (panas,

padat, gas, cair). Pada Gambar 5.14, molekul merupakan konsep yang paling inklusif. Gambar

5.13 dan 5.14. memperlihatkan sebelas konsep-konsep dari peta konsep pada Gambar 5.12.

dengan susunan hierarkis yang berbeda.

Gambar 5.14.

Pada uraian di atas diperlihatkan bahwa sejumlah konsep yang sama dapat tersusun

dengan hierarki yang berbeda, jadi memberikan beberapa peta konsep. Tetapi bagaimanapun

hierarki itu, setiap peta konsep memperlihatkan kaitan-kaiatan konsep yang bermakna bagi

orang yang menyusunnya. Di sinilah kita lihat perbedaan individual yang ada pada para siswa.

Dengan lain perkataan, hubungan antara konsep-konsep bagi seseorang itu ialah

idiosinkratik. Ini berarti, bahwa kebermaknaan konsep-konsep itu khas bagi setiap orang.

2. Ciri-ciri Peta Konsep.

Setelah memperoleh bayangan apakah peta konsep itu, dalam bagian ini akan

dikemukakan beberapa ciri peta konsep.

(1) Peta konsep atau pemetaan konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep

dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi Fisika, Kimia, Biologi,

matematika, sejarah, ekonomi, geografi, dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta

Molekul

gerak

panas

Tingkatwujud

Padat

gas

cair

Meningkatkarena

dapat

dapatdapat

Air

Makhluk hidup

dapat

Menentukan

Mempunyai

Dapat berubah

hewan

tumbuhan

seperti

seperti

Terdapat dalam

Page 49: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

konsep, siswa ”melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi lebih

bermakna.

(2). suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang lihatkan

hubungan-hubungan proposisional.antara konsep-kbnsep. Hal lnilah yang

membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa

memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep; dan dengan demikian hanya

memperlihatkan gambar satu dimensi saja. Peta konsep fukan-hanya menggambarkan

konsp-konsep yang penting, merainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu,

seperti hubungan antara kota-kota dalam peta jalan yang diperlihatkan oleh jalan-jalan

besar, jalan kereta api, dan jalan-jalan lainnya.

(3). Ciri yang ketiga ialah mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-kongep'

Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa

konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain. Misalnya, konsep

makhluk hidup lebih inklusif daripada konsep tumbuhan atau hewan (lihat Gambar

5.12). Jadi dapat kita lihat pada peta konsep, bahwa konsep yang paling inklusif

terdapat pada pn.rcak, lalu menurun hingga sampai pada konsep-konsep yang lebih

khusus atau contoh-contoh.

(4). Ciri keempat peta konsep ialah tentang hierarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan

di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada peta

konsep itu. Untuk memahami hal ini perhatikanlah peta konsep pada Gambar 5.15,

yaitu tentang pelajaran sampah.

Page 50: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Gambar 5.15. Peta Konsep Sampah.

Dalam peta konsep sampah, sampah yang berupa zat padat diklasifikasikan

menjadi sampah organik dan anorganik, jadi kedua konsep itu digambarkan di bawah satu

konsep yang lebih inklusif, yaitu zat padat. Dengan demikian terbentuk suatu hierarki pada

sampah

airZat padat

anorganikorganik

Gas-gas terlarut mineral patogen beracun Bukan

patogen

Karbon dioksida

metan karbonat

Nitrat

cacing

E, coli endrin kertas

klorofenoksida

urea

sepertiseperti

dapat dapat

mengandung mengandung

dapat dapatdapat

seperti sepertiseperti seperti seperti

Page 51: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

peta konsep itu. Sebaliknya, contoh-contoh nitrat, karbonat, memperlihatkan hubungan

linier terhadap konsep mineral, jadi tidak memperlihatkan suatu hierarki.

3. Menyusun Peta KonsepPeta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Karena itu

hendaknya setiap siswa pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan, bahwa pada siswa

itu telah berlangsung belajar bermakna. Bagaimana mengajarkan pembuatan peta konsep

akan dibahas di bawah ini. Ada beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu:

a. Pilihlah suatu bacaan.ilari buku pelajaran

Sebagai contoh diberikan bacaan sebagai berikut: Setiap orang tidak asing lagi

dengan logam. Logam itu dapat terdapat di alam dan biasanya diolah menjadi logam murni.

Beberapa logam murni seperti emas, perak, dan platina dianggap sebagai logam yang

jarangterdapat. Tembaga, timah, aluminium, dan besi sebaliknya, dianggap sebagai logam

yang banyak terdapat di alam.

Manusia telah belajar bagaimana mencampur beberapa logam murni d,an zat-zat lain

untuk menghasilkan logam baru, yang disebut logam campuran (perunggu dan kuningan

adalah logam campuran). Setiap hari kita melihat logam, terutama logam campuran, yaitu

pada gedung-gedung, mobil-mobil, dan lain-lain. Perhiasan yang dipakai orang terutama

dibuat dari logam –logam yang jarang didapat di alam, sedangkan pipa-pipa dan alat-alat

masak dibuat dari logam besi, aluminium dan logam-logam lain yang banyak terdapat di

alam.

b) Tentukan konsep-konsep yang relevan.

Untuk bacaan ini kobsep-konsep yang relevan ialah: logam alamiah: tembaga, besi, perak,

baja, timah, pipa, alat masak, gedung, mobil, aluminium.

c). Urutkan konsep-konsep itu inklusif atau contoh-contoh. Inklusif dari yang paling inklusif

ke yang paling tidak inklusif.

Paling inklusif Logam

alamiah buatan jarang banyak

emas perak platina tembaga

timah aluminium besi baja

kuningan perunggu.

Paling tidak inklusi perhiasan , pipa, panci, mobil, gedung

d). Susunlah konsep-konsep itu di atas kertns, mulai dengan konsep yang paling inklusif di

puncak ke konsep yang pnling tiilak inklusif.

Page 52: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

e). Hubungkanlah konsep-konsep itu dengan kata atau kata-kata penghubung.

fl. Peta konsep yang sudah selesai pada terlihat Gambar 5.16.

Gambar 5.16. Peta Konsep Logam.

4. Kegunaan Petra Konsep.

Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan.

a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa.

Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa belajar bermakna membutuhkan usaha yang

sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan konsep-

LOGAM

BUATAN ALAMIAH

JARANG BANYAK BAJA

misalnya misalnya

EMAS

PERAK

PLATINA

TEMBAGA

TIMAH

ALUMINIUM

KUNINGAN

PERUNGGU

digunakan

MOBIL

dapat dapat

jumlah jumlah misalnya

digunakandntuk BES GEDUNG

PERHIASAN digunakan

PIPA

PANCI

Page 53: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar proses ini, baik guru maupun

siswa perlu mengetahui ”tempat awal konseptual”. Dengan lain perkataan guru harus

mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai,

sedangkan para siswa diharapkan dapat menunjukkan di mana mereka berada, atau konsep-

konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu. Dengan

menggunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan di atas, dan

dengan demikian para siswa diharapkan akan mengalami belajar bermakna.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan guru untuk maksud ini ialah dengan

memilih satu konsep utama (key concept) dari pokok bahasan baru yang akan dibahas. Para

siswa diminta untuk menyusun peta lkonsep yang memperlihatkan semua konsep, yang dapat

mereka kaitkan pada konsep utama itu, serta memperlihatkan pula hubungan-hubungan antara

konsep-konsep yang mereka gambar itu. Dengan melihat hasil peta konsep yang telah disusun

para siswa itu, guru dapat mengetahui sampai berapa jauh pengetahuan para siswa mengenai

pokok bahasan yang akan diajarkan itu, dan inilah yang dijadikan titik tolak pengembangan

selanjutnya.

Sebagai contoh dapat diberikan hal berikut: Seorang guru Kimia akan membahas

pokok bahasan ”Zat dan energi”. Guru itu dapat memilih satu konsep penting, misalnya

konsep ”senyawa”. Para siswa diminta untuk menyusun peta konsep yang memperlihatkan

semua konsep-konsep, serta hubungan-hubungannya. Beberapa prta konsep yang dapat

dihasilkan para siswa itu, di antaranya mungkin seperti yang digambarkan pada Gambar 5.17

dan 5.18.

Gambar 5.17. Peta Konsep Senyawa.

ZAT

dapat

SENYAWA

dapatdapat

BERGUNA

UNSUR-UNSUR

RACUN

Teruraimenjadi

Page 54: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Gambar 5.18. Peta Konsep Senyawa.2

Dua peta konsep yang dibuat oleh dua orang siswa yang diperlihatkan oleh Gambar

5.17 dan 5.18. menunjukkan pengetahuan yang berbeda antara kedua siswa itu. Ada siswa

yang sudah agak jauh pengetahuan kimianya, yaitu yang membuat peta konsep yang

ditunjukkan oleh Gambar 5.18, dan ada pula yang masih kurang seperti yang ditunjukkan

oleh peta konsep Gambar 5.17. Dengan memperhatikan semua peta konsep yang dihasilkan

oleh para siswa secara pintas lalu, guru dapat menentukan bagaimana ia memulai

pelajarannya agar konsep-konsep baru yang akan diajarkannya dapat dikaitkan dengan

konsep-konsep yang telah ada pada struktur kognitif setiap siswa. Dengan demikian belajar

bermakna akan terjadi pada setiap siswa. Akan lebih baik bila guru memperhatikan

perbedaan individual yang terdapat pada para siswa. Tetapi, kaiena hal ini tidak mungkin

dilakukakan oleh guru mengingat jumlah siswa yang cukup banyak dalam satu kelas, maka

guru sebaiknya mengambil jalan tengah yaitu dengan memberikan materi pelajaran yang

tidak terlalu asing bagi siswa dengan peta konsep yang masih sederhana sekali, tetapi

SENYAWA

dapat

terdapatdi

ALAMbagian terkecil BUATAN

dapat melalui

BERGUNA MOLEKUL REAKSI KIMIA

Contoh

Garam dapur

PABRIKLABORATORIUM

didiTerdiri atas

ATOM ATOM

gula

Page 55: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

tidak pula terlalu bersifat mengulang bagi para siswa dengan peta konsep yang sudah agak

berkembang.

Pendekatan lain yang dapat digunakan guru ialah memilih beberapa konsep penting

dari pokok bahasan yang akan diajarkan. Para siswa kemudian disuruh menyusun peta

konsep dengan menghubungkan konsep-konsep itu. Lalu para siswa diminta untuk

menambahkan konsep-konsep dan mengaitkan konsep-konsep itu hingga membentuk

proposisi yang bermakna. Dari peta-peta konsep yang dihasilkan oleh para siswa, guru

dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan para siswa tentang pokok bahasan yang akan

diajarkan.

b. Memempelajari cara belajar.

Bila seorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran, ia tidak akan

begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari

isi bab itu, ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang dibacanya,

menempatkan konsep yang palinf inklusif pada puncak peta konsep yang dibuatnya,

kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang kurang inklusif pada konsep yang

paling inklusif, demikian seterusnya. Lalu ia mencari kata atau kata-kata penghubung untuk

mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proposisi-proposisi yang bermakna. Lebih dari itu ia

akan berusaha mengingat konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau, atau menerapkan

konsep-konsep yang sedang dihadapinya ke dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara

demikian ia telah berusaha benar untuk memahami isi pelajaran itu. Relajar bermakna telah

berlangsung pada siswa.

Tetapi perlu disadari bahwa relajar bermakna baru terjadi bila pembuatan peta konsep

itu bukan untuk memenuhi keinginan guru, jadi seakan-akan mau menyenangkan guru,

melainkan harus timbal dari keinginan siswa untuk mau memahami isi pelajaran bagi dirinya

sendiri. Siswa benar-benar harus mempunyai kesiapan dan minat untuk relajar bermakna ,

seperti dikatakan oleh Ausubel. Sikap ini harus demiliki para siswa agar belajar bermakna

dapat terjadi. Jadi, peta konsep berfungsi untuk menolong siswa mempelajari cara belajar.

Oleh karena itu, karena peta konsep itu mengungkapkan konsep-konsep dan proposisi-

proposisi yang dimiliki seseorang, maka guru dan siswa, demikian pula siswa dan siswa dapat

mengadakan diskusi untuk saling mengemukakn mengapa sesuatu kekurangan-kekurangan

dalam mengaitkan konsep-konsep, dan guru dapat menyarankan agar siswa bersangkutan

lebih baik belajar.

Page 56: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

c. Mengungkapkan konsepsi salah.

Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan di atas, peta konsep dapat pula

mengungkapkan konsepsi salah (misconseption) yang terjadi pada siswa. Konsepsi salah

biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proposisi

yang salah. Senagai contoh proposisi yang salah ini diberikan suatu proposisi yang

dikemukakan siswa dalam peta konsepnya. Proposisi itu berbunyi: Bayangan bumi

mengfhasilkan bentuk bulan. Hal ini disebabkan karena dalam kerangka konseptual siswa itu

tidak terdapat konsep-konsep yang menyangkut posisi relatif bulan dan bumi terhadap

matahari.

Konsepsi salah yang biasa dijumpai pada siswa ialah bahwa mereka melihat zat padat

atau zat cair terbentuk dari molekul-molekul yang padat atau molekul-molekul ”berupa air”.

Tetapi setelah mereka menyadari, bahwa molekul-molekul dikelilingi oleh ruang kosong, dan

bahwa tingkat wujud dihubungkan dengan suhu dan pola ikatan ntara molekul-molekul, maka

mereka menyesuaikan pendapat lama mereka dengan pendapat baru mereka (jadi terjadi

penyesuaian integratif): es berubah menjadi cair bila dipanaskan, bukan karena molekul-

molekulnya berubah, yaitu dari padat menjadi cair, melainkan karena ikatan-ikatan antara

molekul-molekulnya putus. Dan bila banyak energi diberikan, molekul-molekul itu dapat

"beterbangan", membentuk gas yang akan memuai tak terhingga bila tempat molekul-

molekul itu tidak tertutup.

d. Alat eoalu.asi

Penerapan peta konsep dalam pendidikan yang terakhir dibarrlas dalam buku

ini ialah peta konsep sebagai alat eaaluasi. Selama ini alat-alat evaluasi yang dikenal oleh

guru dan siswa terutama berbentuk tes objektif atau tes esai. Walupun cara evaluasi ini

akan terus memegang peranan dalam dunia pendidikan, teknik-teknik evaluasi baru perlu

dipikirkan unfuk memecahkan masalah-masalah evaluasi yang kita hadapi dewasa ini,

Salah satu teknik evaluasi yang disarankan dalam buku ini ialah penggunaan peta konsep.

Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan pada tiga gagasan dalam

teori kognitif Ausubel:

a) Struktur kognitif itu diatur secara hierarkis, dengan konsep-konsep dan proposisi-

proposisi yang lebih inklusif, lebih umrrm superordinat terhadap konsep-konsep dan

proposisi-proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.

b) Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi progresif. Prinsip Ausubel

ini menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses yang kontinu, di mana

Page 57: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

konsep-konsep baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak

kaitan-kaitan proposional.

Jadi konsepkonsep tidak pernah "tuntas dipelaju{', tetapi selalu dipelajari,

dimodifikasi, dan dibuat lebih inklusif.

c) Penyesuaian integratif. Prinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar bermakna akan

meningkat, bila siswa menyadari hubrrngan-hubungan baru (kaitan-kaitan konsep) antara

kumpulan (sets) konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang berhubungan. Dalam

peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya kaitan-kaitan silang

(cross links) antara kumpulan konsep-konsep.

Didalam menilai peta konsep yang dibuat oleh para siswa ini, masih banyak yang

harus dibahas, tetapi buku ini tidak bertujuan untuk itu. Walaupun demikian, dapat

dikemukakan secara ringkas, bahwa Novak (198D memperhatikan empat kriteria penilaian,

yaitu: (1) kesahihan proposisi, (2) adanya hierarki, (3) adanya kaitan silang, dan (4) adanya

contoh-contoh.

5.4. TEORI BELAJAR PIAGET.

Dalam bagian ini akan dibahas teori belajar Piaget. Piaget memperoleh gelar Ph.D

dalam biologi pada umur 21 tahun, dan menaruh perhatian pada epistemology (epistemology

ialah cabang dari filsafat yang mempersoalkan hakikat pengetahuan). Piaget mempelajari

berpikir pada anak-anak, sebab ia yakin bahwa dengan cara ini ia akan dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan epistemologi, seperti “Bagaimana kita memperoleh pengetahuan?” dan

“Bagaimana kita tahu apa yang kita ketahui?”.

Dalam bagian ini kita akan membahas beberapa aspek pertumbuhan intelektual,

tingkat-tingkat perkembangan intelektual, factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

intelektual, macam-macam pengetahuan, dan bagaimana pengetahuan dibangun menurut

Piaget, serta implikasinya terhadap mengajar.

1. TIGA ASPEK PERKEMBANGAN INTELEKTUAL.

Dalam perkembangan intelektual ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget, yaitu

struktur, isi (content) dan fungsi.

a. Struktur.

Untuk sampai pada pengertian struktur diperoleh suatu pengertian yang erat

hubungannya dengan struktur, yaitu pengertian operasi. Piaget berpendapat bahwa ada

hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis

anak-anak. Tindakan-tindakan (actions) menuju pada perkembangan operasi-operasi, dan

Page 58: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

selanjutnya operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.operasi

mempunyai empat ciri:

Pertama, operasi merupakan tindakan yang terinternalisasi; ini berarti tindakan itu

baik merupakan tindakan mental maupun tindakan fisik. tanpa ada garis pemisah antara

keduanya. Misalnya, bila seorang anak mengumpulkan semua kelereng kuning dan semua

kelereng merah, tindakai itu sekaligus berupa tindakan mental dan tindakan fisik. Secara

fisik ia memindahkan kelereng-kelereng itu, tetapi tindakannya itu dibimbing oleh

hubungan "sama" dan "berbeda" yang diciptakannya dalam pikirannya.

Kedua, operasi itu bersifat reversibel. Misalnya, menambah dan mengurangi

merupakan operasi yang sama yang dilakukan dengan arah yang berlawanan: 2 dapat

ditambahkan pada 1 untuk memperoleh 3; atau 1 dapat dikurangi dari 3 untuk memperoleh

2.

Ketiga, operasi itu selalu tetap, walaupun selalu terjadi transformasi atau

perubahan. Dalam proses penambahan misalnya, pasangan bilangan dapat dikelompokkan

dengan berbagai cara (5 – 7; 4 – 2; 3 - 3), tetapi jumlahnya tetap.

Keempat, tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi selalu berhubungan

dengan struktur atau sekumpulan operasi. Misalnya operasi penambahan-pengurangan

berhubungan dengan operasi klasifikasi, pengurutan, din konservasi bilangan. Operasi-

operasi itu saling membutuhkan. Jadi, operasi adalah tindakan mental yang terinternalisasi,

reversibel, tetap dan terintergrasi dengan struktur dan operasi lainnya.

Struktur yang juga disebut skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi, satu

tingkat lebih tinggi dari operasi-operasi. Menurut Piaget, struktur intelektual terbentuk

pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur yang terbentuk lebih

memudahkan individu itu menghadapi tuntutan yang makin meningkat dari

lingkungannya. Diperolehnya suatu struklur atau skemati berarti telah terjadi suatu

perubahan dalam perkembangan intelektual anak.

b. Isi.

Aspek kedua yang menjadi perhatian Piaget ialah aspek isi. yang dimaksudkan

dengan isi ialah. pola perilaku anak yang khas yang tercermin padi respons yang

diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihidapinya.

Antara tahun 1920 dan 1930 perhatian Piaget dalam penelitiannya tertuju pada isi

pikiran anak, misalnya perubahan dalam kemampuan penalaran semenjak kecil hingga besar,

konsepsi anak tentang alam sekitarnya, yaitu pohon-pohon, matahari, bulan, dan konsepsi

Page 59: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

anak tentang beberapa peristiwa alam, seperti bergeraknya awan dan sungai. Sesudah

tahun 1930 perhatian penelitian Piaget lebih dalam. Dari deskripsi pikiran anak ia beralih

pada analisis proses-proses dasar yang melandasi dan menentukan isi itu (Ginsburg, 1979).

c. Fungsi.

Fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi

dan adaptasi.

Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistematikkan

atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem-sistem

yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur . Dalam likungan fisik misalnya, ikan

memiliki sejumlah struktur yang membuat ikan berfungsi secara efektif dalam air, yaitu

insang, sistem sirkulasi, mekanisme suhu. Semua struktur ini bekerja sama secara efisien

untuk mempertahankan ikan itu di lingkungannya. Koordinasi secara fisik ini merupakan

hasil kecenderungan organisasi.

Kecenderungan organisasi juga terdapat pada tingkat psikologis. Seorang bayi

mempunyai secara terpisah struktur perilaku untuk pemfokusan visual dan memegang. Pada

suatu saat dalam perkembangannya, bayi itu dapat mengorganisasi kedua struktur perilaku ini

menjadi struktur tingkat tinggi dengan memegang suatu benda sambil melihat benda itu.

Dengan organisasi, struktur fisik dan struktur psikologis diintegrasikan menjadi struktur

tingkat tinggi.

Fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual ialah adaptasi. Semua organisme

lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi pada lingkungan

mereka. Cara adaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan organisme yang lain.

Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.

Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada

untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi

seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respons

terhadap tantangan lingkungannya.

Contoh yang menunjukkan hubungan antara asimilasi dan akomodasi: Seorang anak

yang mengetahui bahwa cara membuka laci dengan menarik harus mengembangkan gerak-

gerak tangan baru untuk membuka laci dengan cara memutar tombol; ia harus berakomodasi

terhadap lingkungannya. Tetapi, sekali lagi ia telah mempelajari respons baru ini, akan tetap

Page 60: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

mengingat urutan perilaku untuk membuka laci semacam ini. Ia mengadakan asimilasi

terhadap lingkungannya.

Secara ringkas dapat dikatakan, bila seorang memiliki pola perilaku untuk berinteraksi

dengan ligkungannya, ia mengadakan asimilasi. Bila ia tidak memiliki sekumpulan perilaku

untuk menanggapi suatu situasi, maka ia harus mengubah pola responsnya, dan dia

berakomodasi terhadap lingkungannya.

Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.

Andaikata dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi pada

lingkungannya, terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium) . Akibat ketidaksetimbangan

ini maka terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur

baru timbul. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus-menerus tentang keadaan

ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi, bila terjadi

kembali kesetimbangan, maka individu itu berada pada tinngkat intelektual yang lebih tinggi

daripada sebelumnya.

Adaptasi dapat diterapkan pada belajar dalam kelas. Perkembangan kognitif sebagian

tergantung pada akomodasi. Siswa harus memasuki area yang tidak dikenal untuk dapat

belajar. Ia tidak dapat hanya mempelajari apa yan g telah diketahuinya, ia tidak dapat hanya

mengandaikan asimilasi. Dalam pelajaran yang tidak memberikan hal-hal baru, siswa

mengalami "overassimilation." Dalam pelajaran yang tidak dimengerti siswa, siswa

mengalami "overaccomodation".

Kedua keadaan ini tidak memperlancar pertumbuhan kognitif. Yang perlu

diusahakan ialah adanya keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Telah diuraikan di

atas bahwa ada tiga aspek pertumbuhan intelektual, yaitu struktur, isi dan fungsi. Selama

anak tumbuh, struktur dan isinya berubah, tetapi fungsinya tetap sama. Fungsi organisasi

dan adaptasi melahirkan satu seri tingkat perkembangan. Setiap tingkat mempunyai

struktur psikologis tertentu atau khas yang menentukan kemampuan berpikir anak. Secara

singkat dapat dikemukakan bahwa perkembangan intelektual merupakan suatu konstruksi

dari satu seri struktur, mental. Setiap struktur baru didasarkan pada kemampuan-

kemampuan tertentu sebelumnya, tetapi pada saat yang sama melibatkan hasil pengalaman.

Karena itu, perkembangan intelektual merupakan suatu Proses konstruksi yang aktif dan

dinamis yang berlangsung dari perilaku bayi hingga bentuk-bentuk berpikir masa remaja.

Bagi Piaget, intelegensi ialah jumlah struktur yang tersedia yang dapat digunakan

seseorang pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya (Dembo, 1978).

Page 61: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

2. TINGKAT-TINGKAT PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan

intelektual sebagai berikut:

a. Sensori-motor (0 - 2 tahun)

b. Pra-operasional (2 - 7 tahun)

c. Operasional konkret (7 - 11 tahun)

d. Operasi formal (11 tahun - ke atas).

Usia yang tertulis di belakang setiap tingkat hanya merupakan suatu aproksimasi.

Semua anak melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda.

]adi, mungkin saja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional

konkret, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun masih pada tingkat pra-

operasional dalam cara berpikir. Tetapi, urutan perkembangan intelektual sama untuk semua

anak. Struktur-struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan termasuk sebagai bagian

dari tingkat-tingkat berikutnya.

a. Tingkat Sensori-motor.

Tingkat sensori-motor menempati dua tahun pertama dalam kehidupan. Selama

periode ini anak mengatur alamnya dengan indera-inderanya (sensori) dan tindakan-

tindakannya (motor). Selama periode ini bayi tidak mempunyai konsepsi, ”object

permanence". Bila suatu benda disembunyikan, ia gagal untuk menemukannya. Sambil

pengalamannya bertambah, sampai mendekati akhir periode ini, bayi itu menyadari bahwa

benda yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya sesudah dilihatnya benda

itu disembunyikan. Konsep-konsep yang

tidak ada pada waktu lahir, seperti konsep-konsep ruang, waktu, kausalitas, berkem

bang dan terinkorporasi ke dalam pola-pola peilaku anak.

b. Tingkat Pra-operasional.

Tingkat ini ialah antara umur 2 hingga 7 tahun. Periode ini disebut pro-operasional,

karena pada umur ini anak belum mampu melaaksanakan operasi-operasi mental, seperti

yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu menambah, mengurangi, dan lain-lain.

Tingkat pra-operasional terdiri atas dua sub-tingkat. Sub-tingkan pertama antara 2 - 4

tahun yang disebut sub-tingkat pra-logis, sub-tingkat kedua ialah antara 4

hingga 7 tahun yang disebut tingkat berpikir intuitif. Pada sub-tingkat pra-logis penalaran

anak adalah transduktif. Kita mengetahui bahwa deduksi ialah menalar dari umum ke

khusus. Sebagai contoh, diasumsikan bahwa semua anak baik. Jika kita melihat seorang

Page 62: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

anak, maka kita mendeduksi bahwa anak itu baik. Kebaikan, dari deduksi ialah induksi, yaitu

mengambil generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sebagi contoh, jika kita bertemu dengan

beberapa orang anak yang baaik, maka kita simpulkan bahwa semua anak itu baik.

Bagaimana dengan penalaran anak pada tingkat pra-logis? Menurut Piaget, penalaran si anak

bukan deduksi dan bukan pula induksi. Mereka bergerak dari khusus ke khusus, tanpa

menyentuh pada yang umum. Anak itu melihat suatu hubungan hal-hal tertentu yang

sebenarnya tidak ada. Piaget menyebut ini penalaran transduktif.

Piaget memberikan contoh penalaran transduktif dari anaknya sendiri. Suatu sore

anaknya tidak dapat tidur. Anak itu berkata pada Piaget: ”Saya belum tidur, jadi hari belum

sore” (Dembo, 1978).

Anak pada tingkat pra-operasiional tidak dapat berpikir reversibel. Operasi matematis yang

reversibel ditunjukkan oleh 4 + 8 = 12, dan 12 – 8 = 4. Jadi, kita lihat bahwa reversibilitas

ialah kemampuan berpikir kembali pada titik permulaan, menuju pada satu arah dan

mengadakan kompensasi dengan menuju pada arah yang berlawanan. Anak pra-oprasional

tidak mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang memerlukan

berpikir reversibel. Pikiran anak pra-operasional bersifat ireversibel. Sebagai contoh

diberikan sebagai berikut:

"Apakah kamu mempunyai saudara?”

"Ya."

"Siapa namanya?"

"Ali"

" Apakah Ali mempunyai saudara?”

"Tidak"

Ada hal lain yang perlu kita ketahui tentang anak pra-operasional, yaitu sifat

egosentris. Menurut Piaget anak pra-operasional bersifat egosentris, yang berarti anak itu

mempunyai kesulitan untuk menerima pendapat orang lain. Sifat egosentris memasuki arena

bahasa dan komunikasi, bukan personalitas anak. Sifat egosentris, ini dapat kita perhatikan

waktu anak-anak pra-operasional bermain bersama-sama. Kita akan mendengar pembicaraan

egosentris mereka. Kita dapat mendengar anak-anak itu "saling" berbicara, tanpa

sebetulnya mengharapkan saling mendengarkan atau saling menjawab.

Selanjutnya anak pra-operasional lebih memfokuskan diri pada aspek statis tentang

suatu peristiwa daripada transformasi dari satu keadaan kepada keadaan lain. Sebagai

contoh misalnya, pada seorang anak pra-operasional diperlihatkan dua buah bola dari lilin

yang sama besar. Kemudian bola yang satu diubah menjadi bentuk sosis. Lalu ditanyakan

Page 63: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

pada anak itu: "Masih samakah?"- Anak itu menjawab, bahwa yang berbentuk sosis lebih

besar. Dalam percakapan ini anak itu mempertahankan bentuk lilin dan mengabaikan

transformasi, yaitu perubahan dari bentuk bulat (bola) ke bentuk sosis.

c. Tingkat Operasional Konkret

Periode operasional konkret adalah antara umur 7 - 11 tahun. Tingkat ini

merupakan permulaan berpikir rasional. Ini berarti, anak memiliki operasi-operasi logis yang

dapat diterapkannya pada masarah-masalah konkret. Bila menghadapi suatu pertentangan

antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode opeiasionil konkret memilih pengambilan

keputusan log1s, dan bukan keputusan perseptual seperti anak pra-operasional. Operasi-

operasi dalam periode ini terikait pada pengalaman perorangan. Operai-operasi itu konkret,

bukan operasi-operasi formal. Anak belum dapat berurusan dengan materi abstrak, seperti

hipotesis dan proposisi-proposisi verbal. Berikut ini akan diberikan satu set operasi-operasi

penting,

Kombinativitas atau klasifikasi adalah suatu operasi yang menggabungkan dua atau

lebih kelas menjadi kelompok yang lebih besar; semua anak laki-laki + t-semua anak

perempuan = semua anak. Hubungan seperti A > B dan B > C dapat digabungkan menjadi

hubungan baru A > C. untuk pertama kalinya anak dapat membentuk berbagai hubungan-

hubungan kelas, dan bahwa beberapa kelas dapat dimasukkan ke dalam kelas-kelas yang

lain.

Reversibilitas merupakan kriteria utama dalam berpikir operasional dalam sistem

Piaget. Ini berarti, bahwa setiap operasi logis atau maiematis dapat ditiadakan dengan

operasi yang berlawanan. semua anak - semua anak perempuan = semua anak laki-laki;

atau 7 + 3 = 10 dan 10 - 7 = 3.

Asosiativitas merupakan operasi penggabungan kelas-kelas dalam urutan apa saja:

(1 +3) +5 = 1+ (3 +5) Dalam penalaran,operasi inimengizinkan anak sampai pada jawaban

melalui banyak macam cara.

Identitas ialah operasi di mana terdapat suatu unsur nol yang, bila digabungkan

dengan unsur atau kelas apa pun, tidik menghasilkan peiubahan10 + 0 =10.

Demikiam pula, suatu kuantitas dapat dinolkan dengan menggabungkan lawannya:

10 - 10 = 0, atau jika saya berjalan ke Timur 3 km, dan ke Barat 3 km, saya akan berakhir di

tempat saya mulai (berangkat).

Tidak berarti bahwa anak-anak pada tingkat operasional konkret lebih ”pandai"

daripada anak-anak prasekolah, tetapi mereka memperoleh kemampuan tertentu untuk

Page 64: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

memecahkan masalah-masalah yang sebelumnya belum dapat mereka pecahkan dengan

benar. Berpikir operasional lionkret lebih stabil bila dibandingkan dengan berpikir yang

sangat impresionistis dan statis yang terdapat pada anak-anak pra-operasional.

Anak dalam periode ini dapat menyusun satu seri objek dalam urutan, misalnya

mainan daii kayu atau lidi, sesuai dengan ukuran benda-benda itu. Piaget menyebut operasi

ini seriasi. Tetapi, anak hanya akan dapat melakukan ini selama masalahnya konkret. Baru

pada tingkat adolesensi masalah semacam ini dapat, diterapkan secara mental dengan

menggunakan proposisi verbal.

Selama periode ini bahasa juga berubah. Anak-anak menjadi kurang egosentris dan

lebih sosiosentris dalam berkomunikasi. Mereka berusaha untuk mengerti orang lain dan

mengemukakan perasaan dan gagasan-gagasan merekaa pada orang dewasa dan teman-

teman. Proses berpikir pun menjadi kurang egosentris, dan mereka sekarang dapat menerima

pendapat orang lain.

d. Tingkat Operasional Formal.

Pada umur kira-kira 11 tahun, timbul periode operasi baru. Pada periode ini

anak.dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang

lebih kompleks.

Kemajuan utama pada anak selama periode ini ialah bahwa ini tidak perlu berpikir

dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret; ia mempunyai kemampuan

untuk berpikir abstrak.

Sudah dikemukakan terdahulu, bahwa anak pada periode operasional konkret dapat

mengurutkan benda-benda menurut ukurannya. Tetapi, baru waktu ia mencapai periode

operasional formal ia dapat memecahkan masalah verbal yang serupa: Ani lebih putih

daripada Siti. Ani lebih hitam daripada Lili. Siapakah yang terhitam dari ketiga anak ini?.

Flawell (1963) mengemukakan beberapa karakteristik dari berpikir perasional formal.

Pertama, berpikir adolesensi ialah hipotesis deduktif. Ia dapat merumuskan banyak alternatif

hipotesis dalam menanggapi masalah, dan mencek daata terhadap setiap hipotesis untuk

membuat keputusan yang layak. Tetapi ia belum mempunyai kemampuan untuk menerima

atau menolak hipotesis.

Kedua, periode ini ditandai oleh berpikir proposional. Dalam berpikir seorang anak

operasional formal tidak dibatasi pada benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang konkret, ia

dapat menangani pernyataan-pernyataan atau proposisi-proposisi yang memerikan data

konkrit ini. Ia bahkan dapat menangani proposisi yang berlawanan dengan fakta. Jika seorang

anak dalam periode-periode yang lain diminta untuk pura-pura menjadi Presiden Republik

Page 65: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Indonesia, dan kemudian ditanyakan padanya tentang suatu situasi hipotetis yang mungkin

dialaminya sebagai presiden, maka anak itu kemungkinan besar menjawab. ”Tetapi, aku

bukan presiden Republik Indonesia.” Seorang adolesen tidak menemui kesulitan menerima

proposisi-proposisi yang berlawanan dengan fakta itu, dan menalar dari proposisi-proposisi

itu

Ketiga, seorang adolesen berpikir kombinatorial, yaitu berpikir meliputi semua

kombinasi benda-benda, gagasan-gagasan atau proposisi-proposisi yang mungkin. Sebagai

contoh diberikan hal berikut:

Dua orang anak, yaitu Arif dan Nono, diberi empat botol yang berisi zat cair jernih dan tak

berbau: (1) air, (2) air diberi oksigen, (3) asam sulfat encer, dan (4) tiosulfat, dan satu botol

kecil betutup pipet yang berisi (5) kalium iodida. Percobaan ini didasarkan pada

fakta,bahwa air yang rhengandung oksigen (2) mengoksidasi kalium iodida (5) dalam

suasan asam (3). Jadi campuran (2), (3) dan (5) akan menhasilkan warna kuning. Air (1)

netral tetapi tiosulfat (4) bersifat sebagai zat pengelantang (menghilangkan warna). Kedua

anak ini diberi tahu, bahwa suatu kombinasi yang melibatkan zat cair dalam botol kecil (5)

akan memberikan warna kuning. Tugas mereka ialah menemukan kombinasi itu. (Yang

perlu diperhatikan ialah cara anak itu mencampur berbagai zat cair itu).

Arif, umur 9 tahun:

Ia mencampur 5 dengan 1,5 dengan 2,5 dengan 4. "Tidak ada sesuatu yang terjadi".

Masih ada cara lain untuk mencampur? "Mungkin mencampur semuanya". Ia

mencampur 1. dan 2, lalu menambahkan setetes atau dua tetes 5, menambahkan 3.

"Mulai menjadi kuning" - dan kemudian menuangkan sedikit 4. "Warna kuning

hilang."

Nono, umur 13 tahun:

Ia mencoba 1 dan 5, 2 dan5,3 dan 5, 4 dan1, dengan tidak ada hasil. "Kukira, harus

dicampur." Ia mencoba 1,,2 dan 5; L,3, dan 5; 1.4. dan 5 ; 2,3 dan 5. "Itu dia!" (ia

melihat warna kuning terjadi). Apakah ada cara-cara lain? "Akan kucoba.'a Ia

mencampur 2, 4, dan 5; lalu 3,4 dan 5. "Tidak." Masih ada

kombinasi lain? "Kombinasi empat." Ia melanjutkan mencampur 1,2,3, dan S.

"Terjadi kuning lagi. Dalam botol (1) ini mungkin terdapat air, sebab tidak

menimbulkan perbedaan dengan (2,3, dan 5)." Dilanjutkannya dengan kombinasi-

kombinasi yang lain: 1, 3, 4, dan 5;2,3, 4, dan 5; dan akhirnya 1., 2 ,3, 4 dan 5 - tanpa

ada hasil. Ya, hanya campuran 2,3, dan botol kecil (5) atau 1.,2,3, dan botol kecil (5)

yang menghasilkan warna kuning. Nah, kita lihat bahwa Nonormenggunakan semua

Page 66: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

kombinasi yang mungkin (empat belas), sedangkan Arif menggunakan hanya

bentuk-bentuk kombinasi yang elementer saja. Dalam hal ini kita katakan: Nono

berpikir kombinatorial.

Keempat, anak operasional formal berpikir refleksif. Anak-anak dalam periode ini

berpikir sebagai orang dewasa. Ia dapat berpikir kembali pada satu seri operasional mental.

Dengan perkataan lain ia dapat berpikir tentang "berpikirnya".

Ia dapat juga menyatakan operasi mentalnya dengan simbol-simbol. Dalam Ilmu Kimia

misalnya, setelah seorang siswa melakukan penyulingan campuran berbagai zat cair, dapat

diberi pertanyaan: "Bagaimana kamu mengulangi percobaan ini agar hasilnya lebih

memuaskan?" Siswa itu tentu harus memikirkan dan menilai apa yang telah dilakukannya,

agar ia dapat menemukan cara yang lebih baik. Ia berpikir refleksif.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MENUNJANG PERKEMBANGAN INTEKTUAL

Suatu pertanyaan yang diajukan mengenai tingkat-tingkat perkembangan intelektual

Piaget ialah: "Apakah yang menyebabkan seorang pindah dari tingkat yang satu ke tingkat

yang lain?"

Berdasarkan hasil studinya yang bertahun-tahun, Piaget mengemukakan bahwa ada 5

faktor yang mempebgaruhi transisi ini. Kelima faktor ini ialah kedewasaan (maturation),

pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logiko

matematik (logico–mathematicale experience), transmisi sosial (social transmission), dan

proses keseimbangan (equilibration) atau proses pengaturan sendiri (self-regulation).

(Phillips, 1981).

a. Kedewasaan

Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi

fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif.

maturasi merupakan faktor penting dalam perkembangan intelektual, namun ma

turasi tidak cukup menerangkan perkembangan intelektual ini. Andaikata dapat ,

maka peranan guru sangat kecil dalam mempengaruhi perkembangan intelektual

anak.

b. Pengalaman Fisik.

Interaksi dengan lingkung fisik digunakan anak untuk mengabstrak berbagai sifat

fisik dari benda-benda. Bila seorang anak menjatuhkan sebuah benda dan menemukan bahwa

benda itu pecah, atau bila ia menempatkan benda itu dalam air kemudian melihat bahwa

benda itu terapung, maka ia sudah terlibat dalam proses abstraksi, yaitu abstraksi sederhana

Page 67: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

atau abstraksi empiris. Pengalaman ini disebut pengalaman fisik, untuk membedakannya dari

pengalaman logiko-matematik, tetapi secara paradoks pengalaman fisik ini selalu

melibatkan asimilasi pada struktur-struktur logiko-matematik. Pengalaman fisik ini

meningkatkan kecepatan perkembangan anak, sebab observasi benda-benda serta sifat benda-

benda itu menolong timbulnya pikiran yang lebih kompleks.

c. Pengalaman Logiko-matematika.

Bila seorang anak mengamati benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula

pengalaman lain yang diperoleh anak itu, yaitu waktu ia membangun atau mengkonstruksi

hubungan-hubungan antara objek-objek. Sebagai contoh misalnya, anak yang sedang

menghitung berapa kelereng yang dimilikinya, dan ia menemukan "sepuluh" kelereng. .

Konsep ”sepuluh” bukannya suatu sifat dari kelereng-kelereng itu, melainkan suatu

konstruksi dari pikiran anak itu. Pengalaman dari konstruksi itu dan konstruksi-konstruksi

lain yang serupa, disebutpengalaman logiko-matematik, untuk membedakannya dar

pengalaman fisik. Proses konstruksi biasanya disebut abstraksi reflektif. Piaget membuat

perbedaan penting antara abstraksi reflektif dan abstraksi empiris. Dalam abstraksi empiris,

anak memperhatikan sifat fisik tertentu dari benda dan tidak mengindahkan hal-hal lain.

Misalnya waktu ia mengabstraksikan warna dari suatu benda, ia sama sekali tidak

memperhatikan sifat-sifat yang lain, seperti massa dan dari bahan apa benda itu terbuat.

Sebaliknya, abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungan-hubungan antara benda-

benda. Hubungan itu, seperti konsep ’sepuluh” yang telah dikemukakan di atas, tidak terdapat

pada kelereng yang manapun, atau di mana saja di alam nyata ini. "Sepuluh" itu hanya

terdapat dalam kepala anak yang sedang menghitung.kelereng-kelereng

itu. Mungkin lebih baik digunakan istilah abstraksi konstruktif daripada istilah abstraksi

reflektif, sebab istilah itu menunjukkan bahwa abstraksi itu merupakan suatu konstruksi

sungguh-sungguh oleh pikiran

d. Transmisi Sosial

Pengetahuan yang diperoleh anak dari pengalaman fisik diabstraksi dari benda-benda

fisik. Dalam.hal pengalaman logiko-matematika, pengetahuan dikonstruksi tindakan-tindakan

anak terhadap benda-benda itu. Dalam transmisi sosial, pengetahuan itu datang dari orang

lain. Pengaruh bahasa, instruksi formal, dan membaca, begitu pula interaksi dengan teman-

teman dan orang-orang dewasa termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan

dalani perkembangan intelektual anak.

Page 68: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

e. Pengaturan-sendiri.

Pengaturan-sendiri atau equilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali

kesetimbangan (equilibriim) selama periode ketidaksetimbangan (disequilibriim) .

Equilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang

lebih tinggi melilui asimilasi dan akomodasi, tingkat demi tingkat.

4. PENGETAHUAN FISIK, PENGETAHUAN LOGIKO-MATEMATIK, DAN

PENGETAHUAN SOSIAL.

Dalam teori Piaget, ada tiga bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan fisik (physical

knowledge) pengetahuan logiko-matemitik (logico-matiemftical knowledge), dan

pengetahuan sosial (social knowledge) yang dapat dibedakan rnenurut sumber-.sumber

utamanya, serta cara penstrukturannya. Tetapi perlu diperhatikan bahwa trikotomi ini hanya

merupakan suatu perbedaan teoritis. Dalam kenyataan psikologi anak itu, menurut Piaget,

ketiga bentuk pengetahuan tersebut terdapat bersama-sama, tidak terpisah-pisah, kecuali

dalam matematika murni dan logika (Kamii, 1979).

Dalam membicarakan.berbagai pengalaman, yang merupakan faktor yang

menunjang pengembangan intelektual anak, telah disinggung sedikit tentang ketiga macam

pengetahuan ini.

Sekarang akan diberikan pembahasan yang agak lebih terurai:

a. Pengetahuan Fisik dan Pengetahuan Logiko-matematik.

Pengetahuan fisik.merupakan pengetahuan tentang benda-benda, yang ada "di luar”

dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal. Mengenal fakta bahwa sebuah bola memantul

bila dijatuhkan ke lantai, sedangkan suatu gelas pecah bila jatuh ke lantai, merupakan

pengetahuan fisik. Berat din warna dari suatu benda juga merupakan contoh-contoh dari

pengetahuan fisik. Sumber pengetahuan fisik terutama terdapat dalam benda itu sendiri,

yaitu dalam cara benda itu memberikan pada subjek kesempatan-kesempatan untuk

pengamatan. Pengetahuan logiko-matematik terdiri atas hubungan-hubungan yang diciptakan

subjek dan diintroduksikan pada objek-objek.

Contoh suatu hubungan ialah perbedaan antara bola merah dan bola biru Hubungan

"perbedaan" tidak terdapat pada bola biru maupun pada bola merah demikian pula tidak

dapat ditemukan di mana saja dalam kenyataan eksternal "Perbedaan" itu hanya terdapat

dalam kepala anak itu yang menempatkan kedua objek itu dalam hubungan ini, dan bila anak

itu tidak dapat menciptakan hubungan ini perbedaan itu tidak akan ada padanya. Anaak itu

Page 69: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

dapat pula menempatkan kedua bola itu dalam hubungan ”sama” (sebab kedua bola itu ialah

bola bilyard)

Kesamaan ini pun tidak terdapat baik pada bola biru maupun pada bola merah tetapi dalam

pikiran anak yang menganggap kedua bola itu sama. Demikian pula ia dapat menempatkan

kedua bola itu dalam hubungan ”dua”, yang juga tidak terdapat pada bola-bola itu.

b, Pengetahuan Sosial.

Pengetahuan sosial, seperti fakta, bahwa hari minggu anak-anak tidak bersekolah,

didasarkan pada perjanjian sosial, suatu perjanjianatau kebiasaan yang dibuat oleh manusia.

Tidak seperti pengetahuan fisik dan pengetahuan logiko-matematik, pengetahuan sosial

membutuhkan manusia. Tanpa interaksi dengan manusia, tak mungkin bagi seorang anak

untuk memperoleh pengetahuan sosial.

Pengetahuan sosial dan pengetahuan fisik serupa dalam hal keduanya merupakan

pengetahuan tentang isi (content), dan terutama bersumber dari kenyataan eksternal. Di sini

dikatakan "terutama”, sebab kedua pengetahuan itu dikonstruksi tidak langsung dari keadaan

nyata, tetapi dari dalam melalui kerangka logiko-matematik dalam berinteraksi dengan

lingkungan (Kamii, 1979: 37). Tanpa kerangka logiko-matematik, anak tidak akan dapat

mengerti perjanjian apa pun, seperti ia tidak dapat mengenal suatu benda kuning terbuat dari

kayu sebagai sebuah pensil.

Dari uraian di atas dapat terlihat, bahwa pengetahuan fisik dan pengetahuan sosial

terutama merupakan pengetahuan empiris, sedangkan pengetahuan logiko-matematik

mewakili pengetahuan menurut tradisi rasionalis.

5. BAGAIMANA PENGETAHUAN DIPEROLEH?.

Berdasarkan penelitiannya tentang bagaimana anak-anak memperoleh pengetahuan,

Piaget sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak.

Penelitiannya inilah yang menyebabkan ia dikenal sebagai konstruktivis pertama (Bodner,

1986).

Menurut Piaget, pengetahuan sosial seperti nama hari dalam seminggu atau tanda

atom unsur-unsur dalam Ilmu Kimia dapat dipelajari secara langsung, yaitu dari pikiran guru

pindah ke pikiran siswa. Namun pengetahuan fisik dan pengetahuan logiko-matematik tidak

dapat secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa. Dengan lain perkataan

pengetauan fisik dan begitu pula pengetahuan logiko-matematik tidak dapat diteruskan

dalam bentuk sudah jadi. Setiap anak harus membangun sendiri pengetahuan-pengetahuan

Page 70: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

itu; pengetahuan-pengetahuan itu harus dikonstruksi sendiri oleh anak melalui operasi-

operasi, dan salah satu cara untuk membangun operasi ialah dengan equilibrasi.

a. Konstruksi Pengetahuan

Dalam bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa equilibrasi adalah salah satu

faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual. (Faktor-faktor yang lain ialah

kedewasaan, pengalaman fisik, pengalaman logiko-matematik, dan transmisi sosial).

Equilibrasi merupakan faktor yang paling penting, sebab equilibrasi ini merupakan proses

pengatur-sendiri internal yang mengkoordinir pengaruh faktor-faktor yang lain.

Equilibrasi adalah proses kecenderungan kembali ke equilibrium (kesetimbangan).

Equilibrium Piaget bukan berarti homeostasis, atau kembali ke keadaan equilibrium

sebelumnya. Equilibriumnya merupakan suatu proses konstruktif..

Piaget membedakan tiga macam equilibrasi (Kamii, 1979):

1) Antara subjek dan objek

2) Antara skema-skema atau sub-subsistem

3) Antara pengetahuan keseluruhannya dan bagian-bagiannya.

Bentuk yang pertama dapat dilihat dalam konstruksi pengetahuan fisik. Anak

memahami kenyataan dengan mengasimilasi kenyataan itu ke dalam skema-skema

klasifikatori dan menempatkan kenyataan itu dalam seri-seri, dan dengan mengakomodasi

skema-skema ini. Bentuk yang kedua dan ketiga terjadi dalam subjek

Bentuk yang kedua terutama terlihat pada konstruksi pengetahuan logiko-matematik Ciri

bentuk ketiga ialah diferensiasi dari skema-skema dan pengintegrasiannya ke dalam

keseluruhan (totalitas) pengetahuan. Bentuk ketigi ini mendominasi bentuk-bentuk kedua

lainnya: Penekanan pada totalitas ini adalah tanda suatu konsepsi biologis dari

pengetahuan. Seperti halnya embrio tumbuh dengan cara diferensiasi progresif dan

integrasi, demikian pula pengetahuan, menurut Piaget , berkembang sebagai suatu totalitas

dari sejak semula, Totalitas, ini mempunyai suatu gaya kohesif.

b. Model Konstruktivis dalam Mengajar

Prinsip yang paling umum dan paling esensial yang dapat diturunkan dari

konstruktivisme ialah bahwa anak-anak memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah,

dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang proses alamiah ini.

Untuk dapat melaksanakan proses belajar-mengajar semacam ini, di bawah ini disarankan

beberapa prinsip mengajarkan Sains di selohh dasar (Kamii, 1979). Untuk tingkat sekolah

yang lebih tinggi akan diberikan pula suatu strategi mengajar yang akan dibahas di bagian

lain.

Page 71: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

1) Siapkanlah benda-benda nyata untuk digunakan para siswa.

Ada dua alasan bagi prinsip ini. Pengetahuan fisik diperoleh dengan berbuat

pada benda-benda, dan melihat bagaimana benda-benda itu bereaksi. Misalnya, untuk

mengetahui apakah sebuah bola yang dibuat dari tanah liat dapat terapung dalam air, anak itu

harus berbuat sesuatu pada benda-benda itu dan memperoleh jawaban dari benda-benda itu.

Sambil ia mengubah-ubah perbuatan atau tindakannya ia menghubungkan perubahan-

perubahan dalam perbuatannya dan perubahan-perubahan dalam reaksi benda-benda itu.

Bukan hanya pengetahuan fisik yang dikembangkannya, melainkan juga pengetahuan logiko-

matematika.

Alasan yang kedua para siswa harus bekerja dengan benda-benda ialah bahwa inilah satu-

satunya cara mereka dapat menglogiko-matematikan kenyataan. Bukan dengan cara belajar

kata-kata para siswa menjadi lebih baik berpikir mengenai alam nyata.

2) Dengan memperhatikan empat, cara di baawah ini mengenai berbuat terhadap

benda-benda, Pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

a) Berbuat terhadap benda-benda dan melihat bagaimana benda-benda itu bereaksi.

b) Berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan suatu efek yang diinginkan.

c) Menjadi sadar bagaimana seorang menghasilkan efek yang diinginkan.

d) Menjelaskan.

Mengenai pendekatan ketiga Piaget menemukan, bahwa di sekitar umur empat atau

lima tahun, anak-anak dapat melakukan banyak hal pada tingkat inteligensi praktis, tetapi

mereka tidak menyadari bagaimana menghasilkan sesuatu yang diinginkan itu.

Cara yang keempat dapat berupa penjelasan dari suatu peristiwa, atau berupa menguji

suatu hipotesis secara sistematis. Bila dipusatkan hanya pada penjelasan-penjelasan, ada

bahayanya karena kerap kali timbul verbalisme.

Bila digunakan dua pendekatan yang pertama, para siswa dapat diminta menjelaskan

apa yang menyebabkan mereka berpikir. Dalam pelajaran ”Terapung, melayang, dan

tenggelam", misalnya waktu mereka disuruh membuat ”kapal-kapal dari tanah liat", guru

menggunakan pendekatan kedua, bila ia meminta para siswa untuk membuat kapal tanah liat

yang dapat terapung dalam air. Kemudian, bila guru bertanya apa yang akan terjadi bila anak-

anak menempatkan benda-benda dalam kapal tanah liat itu, maka guru menggunakan

pendekatan yang pertama. Kedua pendekatan ini dan juga pendekatan yang ketiga, yang akan

dibahas di bawah ini, mengandung unsur penjelasan dan pada umumnya lebih baik dari pada

mengajar menjelaskan, yang bagaimanapun juga sulit bagi para siswa dalam periode-periode

konkret.

Page 72: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Pendekatan yang ketiga, yaitu menjadi sadar bagaimana seseorang menghasilkan

efek yang diinginkan, dapat digunakan bila guru menganjurkan siswa untuk bertanya pada

siswa yang lain bagaimana ia menyelesaikan tugasnya. Ini merupakan suatu contoh situasi

yang secara edukatif baik bagi siswa yang mengajarkan dan bagi siswa yang diajari.

3) Perkenalkan kegiatan yang layak, dan menarik, dan berilah para siswa kebebasan

untuk menolak saran-saran guru.

Kegiatan-kegiatan itu mungkin menarik bagi para siswa, tetapi jangan dipaksakan

pada mereka. Para siswa hendaknya mempunyai kebebasan untuk mengikuti perhatian

mereka sendiri, oleh karena pikiran itu hanya akan dapat berkembang bila siswa itu terlibat.

4) Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah dan demikian

pula pemecahan-pemecahannya

Dewasa ini para pendidik kerap kali menganjurkan "pemecahan masalah", tetapi

jarang kita dengar tentang pentingnya penciptaan masalah-masalah dan pengajuan

pertanyaan-pertanyaan. Suatu bagian penting dalam konstruktivisme ialah konstruksi

pertanyaan-pertanyaan. Selain para siswa mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan atau

memecahkan masalah-masalah mereka, mereka juga termotivasi untuk bekerja keras.

Menurut Piaget, perumusan petanyaan-pertanyaan merupakan salah satu dari bagian-

bagian yang paling penting dan paling kreatif dari sains yang diabaikan dalam pendidikan

Sains.

5) Anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi.

. Menurut Piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk

perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung,

perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman

setingkat. Seperti halnya perbedaan pendapat itu esensial untuk konstruksi sains, demikian

pula hal ini tidak dapat dihindari untuk mengkonstruksi pengetahuan fisik dan pengetahuan

logiko-matematik. Menurut Piaget, para siswa hendaknya dianjurkan untuk mempunyai

pendapat sendiri (walaupun pendapat itu mungkin "salah"), mengemukakannya,

mempertahankannya, dan merasa bertanggung jawab atasnya. Ungkapan keyakinan secara

jujur, akhirnya memupuk ekuilibrasi konstruktif dan membuat para siswa lebih cerdas dan

lebih termotivasi untuk terus belajar dibandingkan dengan belajar jawaban "benar".

Ada kalanya guru dapat menganjurkan para siswa untuk membandingkan berbagai gagasan.

Pada kesempatan lain guru membentuk kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan

masalah tertentu. Cara ketiga untuk membangkitkan interaksi ialah dengan meminta seluruh

kelas membandingkan berbagai masalah, pengamatan, dan interpretasi.

Page 73: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

6) Hindari istilah-istitah teknis dan tekankan berpikir.

Hasil penelitian mengungkapkan, bahwa bahasa dapat memperjelas dan

memperkaya gagasan-gagasan bila para siswa sudah pada tingkat perkembangan yang

tinggi. Tetapi, kerap kali kata-kata merintangi berpikir.

7) Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.

Ada kalanya siswa-siswa membandingkan hal-hal yang salah. walaupun demikian,

mereka harus dianjurkan untuk berpikir dengan cara mereka sendiri. Sebagian dari intuisi-

intuisi mereka itu ada yang salah dan sebagian ada yang betul, dan gagasan-gagasan ini harus

ditelusuri dan dikoordinasikan, agar para siswa menjadi pemikir-pemikir yang diharapkan.

8) Perkenalkan-ulang (reintroduce) materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa

tahun.

Anak yang sama bila melihat mobil, atau benda lain apapun juga atau peristiwa, tidak

akan melihat kenyataan yang sama pada umur enam, sepuluh, dan umur empat belas tahun.

Alasannnya ialah karena anak yang lebih tua mengasimilasikan benda-benda ke dalam

pengetahuan terstruktur yang lebih baik daripada anak yang iebih muda. Jadi, pengurutan

ketat dari isi tidak perlu, menurut Piaget. Kecuali itu, penelitian Piaget menunjukkan bahwa

anak-anak memperoleh pengetahuan dengan cara-cara yang amat berbeda dari cara orang

dewasa.

Pernyataan bahwa urutan ketat tidak perlu, tidak berarti bahwa semua urutan

harus dihindari. Misalnya, pelajaran ”Kapal tanah liat” diharuskan untuk kelas dua hingga

kelas enam. Dalam jangka umur yang panjang ini, guru diberitahu bahwa bagi anak-anak

yang muda masalahnya ialah membuat benda yang akan terapung. Sebaliknya, untuk anak-

anak yang lebih tua, masalah ialah menemukan mengapa bentuk benda tetentu dapat memuat

lebih banyak daripada benda yang lain, dan apa yang membuat suatu benda itu tenggelam

atau terapung.

Suatu urutan yang lain ditunjukkan oleh dua saran berikut, disarankan sesudah para siswa

dapat membuat kapal tanah liatnya terapung:

a) Guru dapat menanyakan pada para siswa apakah mereka mempunyai benda apa saja dalam

bangku mereka yang mereka mau tempatkan pada kapal mereka.

b) Guru memberi siswa beberapa benda kecil dan menyarankan agar siswa tersebut

menemukan berapa jumlah benda yang dapat dimuat oleh kapalnya.

Dalam setiap saran di atas, guru telah membawa “terapung dan tenggelam” ke tingkat

yang lebih tinggi daripada sebelumnya, dan yang penting ialah guru tidak memaksakan

gagasan-gagasan ini. Jika saran yang tepat dibuat pada waktu yang tepat, maka hal ini akan

Page 74: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

membawa siswa ke pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi, seperti pertanyaan-pertanyaan

berikut:

Apakah kapal yang sama akan selalu memuat jumlah yang sama benda-benda ying

menyebabkan tenggelam?.

Haruskah benda-benda itu ditempatkan pada posisi yang sama?.

Apakah yang terjadi bila air masuk ke dalam kapal?.

Apakah yang terjadi, bila benda-benda itu dilemparkan ke dalam kapal?.

Dapat dilihat bahwa ada suatu derajat interaksi yang tinggi antara pengurutan

yang dilakukan guru dan pengurutan yang dilakukan para siswa. Seni mengajar terletak pada

memikirkan saat yang tepat, kapan akan mengajukan suatu pertanyaan yang baik yang akan

memberikan.stimulasi pada siswa untuk pindah ke tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan

akan menahan diri untuk tidak mengajukan pertanyaan.

c. Siklus Belajar

Sesuai dengan prinsip mengajar menurut model konstruktivis seperti yang telah

dikemukakan di atas, maka kita harus menerima mengajar bukan sebagai proses di mana

gagasan-gagasan guru diteruskan pada para siswa, melainkan sebagai proses-proses untuk

mengubah gagasan-gagasan"anak yang sudah ada yang mungkin "salah" itu. Dasar

pemikiran para konstruktivis ialah, bahwa pengajaran efektif menghendaki agar guru

mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjek pengajaran.

Pelajaran kemudian dikembangkan dari gagasan yang telah ada itu, mungkin melalui

langkah-langkah intermediat, dan berakhir dengan gagasan yang telah mengalami

modifikasi.

Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivis ialah

penggunaan siklus belajar (Herron, 1988). Siklus belajar terdiri atas tiga fase, yaitu fase

eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Selama eksplorasi para siswa

belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam suatu situasi baru (Misalnya, para

siswa bereskperimen dengan gas-gas yang terdapat dalam tabung penyuntik untuk melihat

bagaimana volum dapat diubah, mengamati film yang mengsimulasikan gerak partikel-

partikel dalam gas, dan beberapa hal lain). Dalam fase ini mereka kerap kali menyelidiki

suatu fenomena dengan bimbingan minimal. Fenomena baru itu seharusnya menimbulkan

pertanyaan-pertanyaan atau kekomplekan yang tidak dapat mereka pecahkan dengan

gagasan-gagasan mereka yang ada atau dengan pola-pola penalaran yang biasa mereka

gunakan. Dengan lain perkataan, fase ini menyediaka4 kesempatan bagi para siswa untuk

menyuarakan gagasan-gagasan mereka yang bertentangan dan dapat menimbulkan

Page 75: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Perdebatan dan suatu analisis mengenai mengapa mereka mempunyai gagasan-gagasan

demikian. Eksplorasi juga membawa para siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan

dalam fenomena yang diselidiki.

Fase kedua ialah pengenalan konsep, lang biasanya dimulai dengan memperkenalkan

suatu konsep atau konsep-konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki,

dan didiskusikan dalam konteks apayang telah diamati selama fase eksplorasi (Misalnya,

dalam fase ini dapat didiskusikan apa yang dimaksudkan dengan tekanan gas dan volum

gas, atau energi kinetik molekul-molekul gas, dan beberapa konsep lainnya). Sesudah

pengenalan konsep, fase aplikasi menyediakan kesempatan bagi para siswa untuk

menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk menyelidiki sifat-sifat gas

lebih lanjut.

d. Tiga Macam Siklus Belajar.

Lawson (1938) mengemukakan tiga macam siklus belajar: deskriptif, empiris-

induktif, dan hipotesis-deduktif. Ketiga siklus belajar ini menunjukkan suatu kontinum dari

sains deskriptif hingga sains eksperimetal. Dengan sendirinya ketiga siklus belajar ini

menghendaki perbedaan dalam inisiatif, pengetahuan, dan kemampuan menalar dari para

siswa. Ditinjau dari segi penalaran, siklus belajar deskriptif mengehendaki hanya pola-pola

deskriptif (misalnya seriasi, klasifikasi, konservasi), sedangkan siklus belajar hipotetis-

deduktif menghendaki pola-pola tingkat tinggi

(misalnya mengendalikan varibel, penalaran korelasional, penalaran hipotesis-deduktif).

Siklus belajar empiris-induktif bersifat intermediat, menghendaki pola-pola penalaran

deskriptif, tetapi pada umumnya melibatkan pula pola-pola tingkat tinggi. Ketiga siklus

belajar yang telah diuraikan di atas, tidak sama efektifnya dalam menimbulkan

disequilibrium, argumentasi dan penggunaan pola-pola menalar untuk menyelami konsepsi-

konsepsi atau miskonsepsi-niskonsepsi yang terdapat pada para siswa.

Dalam siklus belajar deskriptif para siswa menemukan dan memerikan suatu

pola empiris dalam suatu konteks khusus eksplorasi), guru memberi nama pada pola itu

(pengenalan istilah atau konsep), kemudian pola itu ditentukan dalam konteks-konsteks lain

(aplikasi konsep). Bentuk siklus belajar ini disebut deskriptif, sebab siswa dan guru hanya.

Memerikan apa yang mereka amati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk

menjelaskan hasil pengamatan mereka.

Siklus belajar deskriptif menjawab pertanyaan, Apa?, tetapi tidak menimbulkan pertanyaan,

Mengapa?

Page 76: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

Dalam siklus belajar empiris induktif para siswa juga menemukan dan memerikan

suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), tetapi mereka seanjutnya

mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola itu. Hal ini

membutuhkan penggunaan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-

konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru'ini (pengenalan

konsep). Konsep-konsep itu dapat diperkenalkan oleh para siswa, guru, atau kedua-duanya.

Dengan bimbingan guru para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase

eksplorasi untuk melihat apakah sebab-sebab yang dihipotesiskan, ajek dengan data dan

fenomena lain yang dikenal (aplikasi-konsep). Dengan lain perkataan, pengamatan-

pengamata dilakukan secara deskripiif, tetapi bentuk siklus ini menghendaki lebih jauh, yaitu

mengemukakan sebab dan menguji sebab itu. Karena itu diberi nama empiris-induktif.

Bentuk siklus belajar yang ketiga, yaitu hipotetis-deduktif, dimulai dengan

pernyataan berupa suatu pertanvaan sebab. Para siswa diminta untuk merumuskan jawaban-

jawaban (hipotesis-hipotesis) yang mungkin terhadap pertanyaanitu. Selanjutnya para siswa

diminita untuk menurunkan konsekuensi- konsekuensi logis dari hipotesis-hipotesis ini, dan

merencanakan serta melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hipotesis-hipoptesis

itu (eksplorasi). Analisis hasil-hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak,

sedangkan yang lain diterima, dan konsep-konsep dapat diperkenalkan (pengenalan konsep).

Akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan

didiskusikan, dapat diterapkan pada situasi-situasi lain di kemudian hari (aplikasi konsep).

Merumuskan hipotesis-hipotesis melalui deduksi logis dengan hasil empiris, diperlukan dalam

siklus belajar ini; karena itu diberi nama hipoteis-deduktif.

Dengan berpegang pada ketiga siklus belajar seperti yang diuraikan di atas, kita

mengajar dengan cara sedemikian rupa sehingga para siswa mampu mengemukakan konsepsi

atau gagasan yang sudah mereka miliki dan menguii serta mendiskusikan gagasan-gagasan

tersebut secara terbuka.

Pendekatan yang dikemukakan di atas mungkin lebih memberikan nilai pada

gagasan-gagasan semula anak-anak daripada yang biasa dilakukan guru. Karena itu,

sebelum guru mengajar hendaknya sudah menyadari, melalui bahan-bahan penunjang

kurikulum, adanya macam-macam pandangan yang mungkin dimilki para siswa dan juga

pandangan ilmiah yang dinyatakan dalam bahasa anak. Hal ini memberikan pada guru

kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi situasi di mana berbagai pandangan

dikemukakan anak-anak yang akan didiskusikan dan dianalisis. Biasanya, banyak guru yang

membatasi diskusi, dan kerap kali secara dogmatis menyatakan pandangan mereka dalam

Page 77: Bahan Diskusi 1 Spf 2015

bahasa ilmiah yang sulit. Guru-guru ini tidak yakin ke mana diskusi bebas akan dibawa,

dan merasa tidak siap untuk menghadapi gagasan-gagasan yang tidak terduga yang

mungkin dikemukakan anak-anak.

Bila ditinjau dari segi siswa, dengan pendekatan ini para siswa akan belajar bahwa

gagasan hanya akan berguna bila cocok (fit) dengan kenyataan, dan mereka

akan mau mengubah pikiran mereka bila dihadapkan pada kenyataan - suatu sikap ilmiah

penting yang perlu dikembangkan.

------------------------- selesai -----------------------