badan tempe, hati sagu dan kelestarian … banyak orang terkecoh ketika bertemu dan bercakap...

3
BADAN TEMPE, HATI SAGU DAN KELESTARIAN CYCLOPS USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Noldy Abraham Longsor dan banjir adalah momok bagi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan Pegunungan Cyclops. Setiap ada peristiwa hujan lebat, masyarakat sering diliputi rasa ketakutan dan teringat peristiwa long- sor tahun 2007. Tidak ada warga yang tidak berdoa agar hal itu tidak terjadi. Kekhawatiran masyarakat ini dapat dipahami karena kondisi Pegunungan Cyclops memang sudah kritis. Untuk kawasan Sub DAS Sentani (Hubay) misalnya, lahan kritis menca- pai 819 hektar (43,1% dari luas kawasan). Ini tidak lepas dari besarnya jumlah warga yang tinggal di areal Pegunungan Cyclops dengan kegiatan pertanian. Ada sekitar 5.230 warga petani yang tinggal dan bercocok tanam di kawasan Cyclops. Kondisi inilah yang menjadi inspirasi bagi Amar Ondikeleuw. Dia berpikir, bagaimana caranya agar tidak terjadi longsor. Komitmennya ini diwujudkan dengan menjadi sukarelawan bersama warga mas- yarakat lain yang tergabung dalam Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Kelompok ini berfungsi melakukan pengawasan dan pengendalian di kawasan Pegunun- gan Cyclops dari aktivitas masyarakat dan pihak lain yang merusak seperti pencurian kayu, perladangan, penambangan dan lainnya. Mendengar namanya, orang akan menduga bahwa Amar Ondikeleuw, adalah warga Papua asli yang ber- badan besar, berkulit hitam dan berambut keriting. ”Jangan sampai longsor seperti tahun 2007 yang sangat panjang di Cyclops terjadi lagi. Saat itu beberapa jembatan putus akibat longsor salah satunya jembatan dekat Bandara Sentani sehingga para penumpang pesawat harus terlambat dan batal terbang. Kemudian ketika proses per- baikan, pembuatan jalan alter- natif juga membutuhkan waktu yang lama.” USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Upload: ngohanh

Post on 07-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BADAN TEMPE, HATI SAGU DAN KELESTARIAN CYCLOPS

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Noldy Abraham

Longsor dan banjir adalah momok bagi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan Pegunungan Cyclops. Setiap ada peristiwa hujan lebat, masyarakat sering diliputi rasa ketakutan dan teringat peristiwa long-sor tahun 2007. Tidak ada warga yang tidak berdoa agar hal itu tidak terjadi. Kekhawatiran masyarakat ini dapat dipahami karena kondisi Pegunungan Cyclops memang sudah kritis. Untuk kawasan Sub DAS Sentani (Hubay) misalnya, lahan kritis menca-pai 819 hektar (43,1% dari luas kawasan). Ini tidak lepas dari besarnya jumlah warga yang tinggal di areal Pegunungan Cyclops dengan kegiatan pertanian. Ada sekitar 5.230 warga petani yang tinggal dan bercocok tanam di kawasan Cyclops.

Kondisi inilah yang menjadi inspirasi bagi Amar Ondikeleuw. Dia berpikir, bagaimana caranya agar tidak terjadi longsor. Komitmennya ini diwujudkan dengan menjadi sukarelawan bersama warga mas-yarakat lain yang tergabung dalam Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Kelompok ini berfungsi melakukan pengawasan dan pengendalian di kawasan Pegunun-gan Cyclops dari aktivitas masyarakat dan pihak lain yang merusak seperti pencurian kayu, perladangan, penambangan dan lainnya.

Mendengar namanya, orang akan menduga bahwa Amar Ondikeleuw, adalah warga Papua asli yang ber-badan besar, berkulit hitam dan berambut keriting.

”Jangan sampai longsor seperti tahun 2007 yang sangat panjang di Cyclops terjadi lagi. Saat itu beberapa jembatan putus akibat longsor salah satunya jembatan dekat Bandara Sentani sehingga para penumpang pesawat harus terlambat dan batal terbang. Kemudian ketika proses per-baikan, pembuatan jalan alter- natif juga membutuhkan waktu yang lama.”

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Namun banyak orang terkecoh ketika bertemu dan bercakap langsung dengannya. Karena sosok Amar Ondikeleuw ternyata berperawakan kurus, kulit coklat dan rambut lurus. Dialek Jawa masih tampak terdengar di sela logat Bahasa Papua.

Amar Ondikeleuw lahir di Semarang pada 25 Desember 1975 bersamaan dengan perayaan hari Natal. Pada tahun 1985 ketika berumur 8 tahun, ia diangkat sebagai anak dan dibawa ke Papua oleh Amos Ondikeleuw yang pada saat itu masih bujangan dan bekerja sebagai pegawai kehuta- nan. Setelah menikah dan memiliki anak 1 perem-puan dan 6 laki-laki, perhatian orang tua angkat tidak berkurang pada Amar Ondikeleuw hingga berhasil menamatkan sekolah di SMAN 1 Sentani pada tahun 1998. Kemudian pada tahun 2004, Amar menikah dengan Lea Florida Kuasuna, perempuan Papua yang berasal dari Depapre – Kabupaten Jayapura. Amar dan sang istri dikaruniai tiga putra, yaitu Abed Arnold Mustika Ondikeleuw berumur 9 tahun, Yulian Imanuel Mustika Ondikeleuw berumur 6 tahun dan Dede Yusuf Mustika Ondike-leuw berumur 4 tahun.

Amar mulai bersentuhan langsung menjaga Cagar Alam Cyclops ketika menjadi sukarelawan WWF pada tahun 2000 sampai dengan 2006. Dia sempat berhenti untuk mencoba mencari pekerjaan yang lain. Kemudian kembali lagi bertugas bersama Balai Besar Konservsi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk menjaga Cagar Alam Cyclops pada tahun 2010 hingga sekarang, tepatnya di wilayah Holorowa.

Wilayah Cagar Alam Cyclops tempat Amar ber- tugas cukup luas, dari Kampung Harapan hingga Doyo Baru. Pada awalnya, wilayah ini hanya dijaga oleh 2 orang petugas yaitu Amar Ondikeleuw dan John Kopeo. Sekarang sudah ada kelompok dengan jum-lah personil sebanyak 15 orang dengan salah sat-unya seorang perempuan bernama Nelce Ondike-leuw. Untuk melakukan kegiatan perlindungan Cagar Alam Cyclops ini, sebagian biaya operasional ber-asal dari BBKSDA. Setiap tahun ada 5-8 kali patroli yang dilakukan. Namun menurut Amar Ondikeleuw, mereka juga sering melakukan patroli dengan biaya sendiri setiap bulan. Ada 3 anggota kelompok yang sering melakukan hal ini selain dirinya yaitu Yustinus Taime (43 tahun), Detus Klemen (39 tahun) dan Jeffry Kopeo (36 tahun).

Amar menjelaskan mengapa dia dan rekan-rekannya melakukan monitoring dengan biaya sendiri, “jangan sampai longsor seperti tahun 2007 yang sangat pan-jang di Cyclops terjadi lagi. Saat itu beberapa jem- batan putus akibat longsor salah satunya jembatan dekat Bandara Sentani sehingga para penumpang pesawat harus terlambat dan batal terbang. Kemu- dian ketika proses perbaikan, pembuatan jalan alterna-tif juga membutuhkan waktu yang lama.”

Patroli yang dilakukan oleh Amar dan Masyarakt Mitra Polhut (MMP) Holorowa bertujuan untuk mengurangi aktivitas perladangan berpindah di Cagar Alam Cyclops. Menurutnya, dalam sebulan rata-rata menangkap 5 pembuka lahan secara ilegal Ketika tertangkap ada yang bisa langsung mene- rima nasehat tapi ada juga yang harus berkali- kali. Pembukaan lahan untuk perkebunan berpindah adalah salah satu ancaman terbesar bagi kelestarian Cagar Alam Cyclops.

Amar Ondikeleuw bersama kelompoknya tidak hanya melakukan patroli semata. Mereka juga me- lakukan penanaman pohon. Amar memberi con-toh “Kampung Sereh dulunya berbukit lalang, namun sekarang sudah banyak pohon. Bibit pohon tersebut ada yang didapat dari bantuan pemerintah, ada juga yang didapat di hutan sekitar Cagar Alam Cyclops. Jenis pohon rambutan, nangka, dll sudah dapat dinik-mati untuk keluarga atau dijual sedangkan jenis pohon mahoni dijadikan kayu bakar”. Kegiatan ini ternyata berdampak bagi Masyarakat Mitra Polhut Holorowa, sejak 2013 beberapa instansi pemerintah mem- berikan apresiasi dengan memberi bantuan dana operasional pada akhir tahun. Misal saja, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Propinsi Papua salah satu instansi yang membantu kegiatan penanaman dan menjaga kawasan bambu sepanjang 5 km dari Gunung Merah hingga Ifar Gunung. “Bambu itu di tanam 100 meter di luar pal batas Cagar Alam Cyclops yang berfungsi sebagai pagar hidup untuk mencegah perluasan wilayah pemukiman atau kebun masyarakat,” jelas Amar.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Foto: Amar Ondikeleuw bekerja dengan BKSDA menjaga Cagar Alam Cyclops.

Ketika ditanya, apa tujuan Amar Ondikeleuw mela- kukan ini semua secara pribadi, Amar menjawab tidak tahu. Apakah yang dilakukannya saat ini akan ada yang meneruskan? Dia menjawab dengan tegas dan semangat, “saya yakin kegiatan ini akan berlan-jut karena banyak anak-anak yang ikut ketika saya dan warga lain melakukan patroli.’’

Amar Ondikeleuw bukan orang yang bisa berbasa basi. Dia berkata dari apa yang dia pelajari dan dari apa yang dia jalani. Kemungkinan besar menga-pa hingga saat ini dia tetap menjadi penjaga Cagar Alam Cyclops, karena dia ‘dibentuk’ oleh apa yang dialami sehari-hari. Lahir sebagai laki-laki Jawa tapi tumbuh besar di salah satu keluarga Ondoafi (kepala suku) Sentani, kemudian berkeluarga ber- sama perempuan Papua dan bekerja menjaga Cagar Alam Cyclops membentuk siapa Amar sekarang. Badan boleh Tempe tapi Hati Sagu telah membentuk Amar menjadi salah satu sosok penjaga kelestarian Cagar Alam Cyclops.

Foto: Amar Ondikeleuw bersama para rekan melakukan monitoring di Cagar Alam Cyclops

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3