bab iii ttg rrr

39
BAB III DASAR TEORI 3.1. Metode Pengupasan Tanah Penutup (overburden) 3.1.1 Metode penggalian timbun – balik (Back filling digging method) Pada cara ini tanah penutup dibuang ke tempat yang endapan bahan galiannya sudah digali. Peralatan yang banyak digunakan ialah “power shovel” atau “dragline”. Bila yang digunakan hanya satu unit peralatan mekanik power shovel atau dragline saja, disebut “single stripping shovel/dragline” dan bila menggunakan lebih dari satu buah power shovel/dragline disebut “tandem stripping shovel dragline”(lihat gambar 3.1 dan gambar 3.2) . 18

Upload: arifinmozaa

Post on 27-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III ttg RRR

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Metode Pengupasan Tanah Penutup (overburden)

3.1.1 Metode penggalian timbun – balik (Back filling digging method)

Pada cara ini tanah penutup dibuang ke tempat yang endapan bahan galiannya

sudah digali. Peralatan yang banyak digunakan ialah “power shovel” atau “dragline”.

Bila yang digunakan hanya satu unit peralatan mekanik power shovel atau dragline saja,

disebut “single stripping shovel/dragline” dan bila menggunakan lebih dari satu buah

power shovel/dragline disebut “tandem stripping shovel dragline”(lihat gambar 3.1 dan

gambar 3.2) .

Gambar 3.1

“Back Filling Digging Method” Dengan Power Shovel

Cara metode penggalian timbun - balik cocok untuk tanah penutup yang :

18

Page 2: BAB III ttg RRR

o Tidak diselingi oleh berlapis-lapis endapan batubara atau endapan bijih (satu

lapis)o Material atau batuannya lunak

o Letaknya mendatar (horizontal)

Gambar 3.2

”Back Filling Digging Method” Dengan Dragline

3.1.2 “Benching System” (Sistem Jenjang)

Pada pengupasan tanah penutup dengan sistem jenjang (benching system) ini

sekaligus sambil membuat jenjang (lihat gambar 3.3)

Gambar 3.3

”Benching System”

Cara metode penggalian ”Benching System” cocok untuk :

o Tanah penutup yang tebal

19

Page 3: BAB III ttg RRR

o Bahan galian atau lapisan batubara yang juga tebal

3.1.3 “Multi Bucket Excavator System”

Pada pengupasan dengan cara ini tanah penutup dibuang (ditimbun) ke tempat

yang sudah digali batubaranya (back filling) atau ke tempat pembuangan khusus (lihat

gambar 3.4). Cara pengupasan yang mirip dengan cara ini ialah dengan menggunakan

“Bucket Wheel Excavator “(BWE).

Gambar 3.4

“Multi Bucket Excavator System”

Sistem ini cocok untuk :

o Tanah penutup yang materialnya lunak

o Tidak ada bongkah-bongkah batuan dan tidak lengket

3.1.4 “Drag Scaper System”

20

Page 4: BAB III ttg RRR

Cara ini biasanya langsung diikuti dengan pengambilan bahan galian setelah

tanah penutupnya dibuang. Tetapi bisa juga tanah penutupnya dihabiskan terlebih

dahulu, kemudian baru bahan galiannya ditambang (lihat gambar 3.5)

Gambar 3.5

”Drag Scraper System”

Sistem ini cocok untuk :

o Tanah penutup yang materialnya lunak

o Tanah penutup yang materialnya lepas (loose)

Cara lain yang lebih maju (modern) daripada ”Drag Scraper System” adalah ”Slack

Line Cable Way Excavator”(lihat gambar 3.6)

21

Page 5: BAB III ttg RRR

Gambar 3.6

“Slack Line Cable Way Excavator System”

3.1.5 Cara Konvensional

Cara ini menggunakan kombinasi alat-alat pemindahan tanah mekanik (alat gali,

alat muat, dan alat angkut) seperti kombinasi antara bulldozer, track loador dan truck

curah (dumptruk). Bila material (tanah) penutup lunak bisa langsung dengan

menggunakan alat gali-muat, sedangkan bila materialnya keras mungkin memerlukan

alat-alat garu (ripper) atau pemboran dan peledakan untuk pemberaian tanah penutup

tersebut, baru kemudian dimuat dengan alat muat ke alat angkut, dan selanjutnya

diangkut ke tempat pembuangan atau penimbunan (lihat gambar 3.7). Bila diapai

gabungan kerja antara power shovel dengan truk curah biasa disebut sebagai “Shovel

and Truk Mining Sytem”

22

Page 6: BAB III ttg RRR

Gambar 3.7

Cara Konvensional

3.2 Perancangan Timbunan

Perancangan timbunan merupakan penunjang penting bagi rencana penambangan

terutama pada rancangan pengangkutan,penjadwalan,dan perkiraan area bagi peralatan.

Tujuan dari perencanaan timbunan adalah untuk merancang rangakaian fase atau urutan-

urutan penambangan dengan meminimumkan jarak horizontal dan vertikal antara

sumber material dari pit dengan tempat penimbunananya.Biaya pengangkutan

pengangkutan material merupakan komponen terbesar pada biaya penambangan

sehingga perancangan penimbunan merupakan hal yang penting karena mempengaruhi

keseluruhan operasi penambangan.

3.2.1 Lokasi Penimbunan

Penentuan lokasi penimbunan material didasarkan pada jenis material yang

ditimbun dan maksud dari penimbunan material. Berdasarkan jenis material dan maksud

penimbunannya, lokasi penimbunan antara lain :

23

Page 7: BAB III ttg RRR

a. Stockpile

Stockpile atau stockyard merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyimpan

timbunan material berharga yang akan diolah atau material berharga yang akan

dipakai kembali pada suatu saat.

b. out dump

Waste dump merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk menimbun material

overburden atau material tidak berharga yang harus digali dari lokasi penambangan

untuk memperoleh material berharga. Waste dump biasanya ditempatkan pada

daerah yang tidak ditambang.

c. Inpit dump

Inpit dump merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk menimbun material

overburden atau material yang tidak berharga, dimana letaknya diarea bekas

penambangan.

3.2.2 Jenis Timbunan

Proses penimbunan material, baik material berharga maupun tidak berharga,

dapat dilakukan dengan beberapa jenis timbunan, antara lain :

a. Valley fill atau crest dump

Jenis timbunan valley fill atau crest dump dapat diterapkan di daerah yang

mempunyai topografi curam dan biasanya dibangun pada sebuah lereng dengan

menetapkan elevasi puncak (dump crest) pada awal pembuatan timbunan. Dump

truck yang mengangkut muatannya ke elevasi ini akan menumpahkan muatannya

pada bagian atas lereng, kemudian bulldozer akan menggusur material ini. Elevasi

dump crest ini akan dipertahankan selama proses penimbunan.

b. Terraced dump atau timbunan yang dibangun ke atas (dalam lift)

24

Page 8: BAB III ttg RRR

Jenis timbunan terrace dump diterapkan jika kondisi topografinya tidak begitu

curam. Jenis timbunan ini dibangun dari bawah ke atas. Tinggi lift biasanya

disesuaikan dengan rekomendasi jenjang penimbunan (Gambar 3.4). Kerugian cara

ini adalah jarak angkut yang lebih panjang untuk perluasan lift pada saat memulai

suatu lift baru. Keuntungan dari jenis timbunan ini, lif yang dibangun berikutnya

terletak lebih ke belakang sehingga sudut lereng keselurahan (overall slope angle)

mendekat sudut yang dibutuhkan untuk reklamasi.

3.2.3 Cara penggusuran

Material dibawa ke lokasi penimbunan yang sudah ditentukan dan akan ditangani

oleh alat bantu untuk melakukan pemadatan dan penempatannya. Pada kegiatan ini

digunakan alat bantu berupa bulldozer. Bulldozer akan menggusur overburden yang

telah ditumpahkan oleh dump truck. Pada pelaksanaannya, alat ini bekerja dengan

beberapa cara sesuai kondisi yang ada, antara lain :

a. Down Hill Dozing

Pada metode ini bulldozer selalu mendorong ke bawah, jadi mengambil keuntungan dari bantuan gravitasi untuk menambah tenaga dan kecepatan (Gambar 3.3).

Gambar 3.8

Cara Penimbunan Down Hill Dozing

25

Page 9: BAB III ttg RRR

b. High wall atau float dozing

Bulldozer menggali beberapa kali kemudian mengumpulkan galian menjadi satu dan

mendorong dengan hati-hati pada lereng curam. Sebelum seluruh tanah habis

meluncur ke lereng, bulldozer harus direm agar tidak terjungkir (Gambar 3.4).

Gambar 3.9

Cara Penimbunan High Wall atau Float Dozing

c. Trench atau sloat dozing

Bulldozer yang menggusur melalui satu jalan yang sama akan menyebabkan

terbentuk semacam dinding pada kiri dan kanan bilah yang disebut spillages.

Sehingga pada pendorongan tanah berikutnya tidak ada tanah yang keluar dari

samping bilah (Gambar 3.5)

Gambar 3.10

Cara Penimbunan Trench atau Sloat Dozing

26

Page 10: BAB III ttg RRR

3.2.4 Penentuan Areal Timbunan

Langkah pertama dalam merancang tempat penimbunan adalah memilih tempat

yang sesuai untuk menampung jumlah material yang akan dipindahkan sepanjang umur

tambang. Pemilihan lokasi tergantung pada faktor faktor sebagai berikut :

a. Lokasi pit dan ukuranya sebagai fungsi waktu

Penataan lokasi timbunan perlu memperhatikan letak dan ketinggian lokasi

penambangan. Optimasi jarak antara tempat penambangan dan lokasi penimbunan

akan mempengaruhi biaya penimbunan.

b. Jenis material yang akan ditimbun.

Menentukan dimana material tersebut akan ditimbun. Apakah itu material tanah

pucuk yang harus di tempatkan di tempat tertentu ataukah itu material over burden

biasa.

c. Volume material yang akan ditimbun.

Hal ini menentukan berapa luas area yang harus dipersiapkan. Daerah yang

dipersiakan umum nya lebih besar dua atau tiga kali dari daerah penambangan,

karena material yang dibongkar berkembang 30% - 40% dibandingkan dengan

material insitu. Sudut kemiringan untuk suatu disposal umumnya lebih landai dari pit.

d. Akses jalan.

Ketersediaan jalan / ramp menuju lokasi timbunan harus diperhatiakan. Dalam

merancang suatu daerah timbunan, pembangunan jalan sebisa mungkin

diminimumkan biaya pembuatanya tapi harus disesuaikan dengan jalan yang sudah

tersedia.

e. Kondisi dasar tempat penimbunan

Meliputi topografi,struktur geologi,kondisi tumbuhan dan peristiwa mekanikyang

pernah terjadi pada dasar daerah tersebut baik karena kegiatan manusia ataupun

gejala alam. Hal ini berkaitan dengan daya dukung batas yang dimiliki area yang

27

Page 11: BAB III ttg RRR

akan digunakan sebagai tempat timbunan. Sedangkan topografi akan membatasi luas

area dan juga membatasi tipe atau bentuk dari timbunan.

f. Faktor lain.

Meliputi batas wilayah pinjam pakai, fasilitas penambangan dan infrastruktur

lain,jalur penirisan,persyaratan reklamasi, lingkungan setempat,dan peraturan

pemerintah.

Bentuk penambangan akan mendifinisan laju ( jumlah material) dan lokasi dari

mana material berasal. Umumnya material yang berasal daribawah akan ditimbun di

elevasi yang rendah begitujuga sebaliknya dengan harapan akan meminimalkan biaya

pengangkutan. Meskipun ini ideal namun batasan-batasan lain seperti topografi,jalur

penirisan, kesetabilan timbunan,dan reklamasi membuat hali ini tidak selalu dapat

dilakukan.

3.3 Pemuatan Tanah Penutup

Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi, maka pola

pemuatan yang digunakan perlu diperhatikan. Pola pemuatan yang digunakan tergantung

pada kondisi lapangan operasi pengupasan ,serta alat mekanis yang digunakan dengan

asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali – muat sudah

terisi penuh dan siap ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh, alat angkut segera

keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut berikutnya, sehingga tidak terjadi waktu

tunggu pada alat angkut maupun alat gali – muatnya.

Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat gali –

muat dan alat angkut, yaitu :

3.3.1 Cara Pemuatan Material

Cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut ditentukan oleh

kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut. Cara pemuatan material dibagi

menjadi 2 (dua), yaitu :

28

Page 12: BAB III ttg RRR

1. Top Loading adalah dimana posisi excavator backhoe di atas jenjang dan dump truk

di bawah.

2. Bottom Loading adalah dimana posisi excavator backhoe satu level dengan dum

truk.

3.4 Geometri jenjang

Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan

lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang biasanya

dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini. Komponen dasar

29

Page 13: BAB III ttg RRR

pada tambang terbuka adalah jenjang (Gambar 3.11). Bagian-bagian dari

geometri jenjang adalah :

a. Crest dan toe

Gambar 3.11

Bagian-Bagian Jenjang

b. Jenjang kerja (working bench)

Gambar 3.12

Working Bench dan Safety Bench

c. Jenjang penangkap (catch bench)

30

Page 14: BAB III ttg RRR

Jenjang penangkap merupakan jenjang yang berada di antara jenjang utama yang

dibuat guna menangkap material yang jatuh atau runtuh dari jenjang sebelumnya.

Ukuran dari jenjang ini biasanya relatif kecil dari jenjang utamanya

Gambar 3.13

Jenjang penangkap

d. Pit slope geometry

Pit slope geometry disebut juga geometri kemiringan dari bench front penambangan.

Face angle adalah sudut lereng jenjang tunggal dan overall slope angle adalah sudut

lereng keseluruhan jenjang.

31

Page 15: BAB III ttg RRR

Gambar 3.14

Face angle

Gambar 3.15

Overall slope angle

3.5 Pemilihan Alat

Kegiatan penambangan batubara berkaitan sangat erat dengan penggunaan alat-

alat berat (alat mekanis). Faktor-faktor yang menjadi dasar dalam pemilihan alat

mekanis adalah : (Gambar 3.16)

a. Metode penambangan yang digunakan

32

Page 16: BAB III ttg RRR

b. Jenis dari material (pasir, clay, batu)

c. Kekerasan daripada material (lembek, sedang, keras)

d. Daya dukung tanah

e. Tinggi dan lebar jenjang kerja (jangkauan dari alat gali)

f. Tingkat produksi yang diinginkan

g. Jarak angkut

h. Umur tambang dan finansial perusahaan

i. Kemiringan lapisan batuan

j. Shift kerja yang diberlakukan dalam perusahaan

Gambar 3.16

Prosedur Penentuan Peralatan

3.6 Faktor yang Mempengaruhi Produktifitas Alat Angkut33

Page 17: BAB III ttg RRR

Untuk menentukan kemampuan produksi alat angkut yang digunakan untuk

penimbunan overburden diarea disposal perlu diperhatikan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap produksi alat-alat tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kemampuan produksi alat angkut adalah:

3.3.1 Faktor Pengisian Bucket (Bucket Fill Factor)

Faktor pengisian adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat dengan

kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar faktor pengisian

maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut. Faktor pengisian

mangkuk disebut juga sebagai bucket fill factor. Untuk menghitung faktor pengisian

digunakan persamaan sebagai berikut :

Fp = ……….............……………………………..……….................(3.1)

Keterangan :

Fp = Faktor pengisian

Vb = Kapasitas nyata alat muat, m3

Vd = Kapasitas teoritis alat muat, m3

Sedangkan menurut spesifikasi Komatsu handbook, bucket fill factor adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.I

Faktor Pengisian Alat (Fill Factor)

34

Page 18: BAB III ttg RRR

Excavating Conditions Bucket Fill Factor

EasyExcavating natural ground of clayey

soil clay, or soft soil1,1 – 1,2

AverageExcavating natural ground of soil such

as sandy soil, and dry soil1,0 – 1,1

Rather DifficultExcavating natural ground of sandy

soil with gravel0,8– 0,9

Difficult Loading of blasted rock 0,7 – 0,8

Sumber : Anonymous (2005), Komatsu Performance Handbook, 26th Edition, Japan

3.3.2 Waktu Edar

Waktu edar merupakan waktu yang diperlukan oleh alat untuk menghasilkan daur

kerja. Semakin kecil waktu edar suatu alat, maka produksinya semakin tinggi.

1. Waktu edar alat muat

Merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai dari pengisian bucket sampai

dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut dan kembali kosong.

Rumus :

CTm = Am + Bm + Cm + Dm.....................................................................................(3.2)

Keterangan:

CTm = Total waktu edar alat muat (detik)

Am = Waktu untuk mengisi mangkuk (detik)

35

Page 19: BAB III ttg RRR

Bm = Waktu mengangkat mangkuk bermuatan (detik)

Cm = Waktu untuk menumpahkan material yang dimuat (detik)

Dm = Waktu memutar dengan mangkuk kosong (detik)

1) Waktu edar alat angkut

Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat untuk

dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi muatan, waktu mengangkut

muatan, waktu dumping, dan waktu kembali kosong.

Rumus:

Cta = Aa + Ba + Ca + Da + Ea + Fa...................................................................... (3.3)

Keterangan :

Cta = Waktu edar alat angkut (menit)

Aa = Waktu mengambil posisi siap dimuati (menit)

Ba = Waktu diisi muatan (menit)

Ca = Waktu mengangkut muatan (menit)

Da = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (menit)

Ea = Waktu muatan ditumpahkan (menit)

Fa = Waktu kembali kosong (menit)

Waktu edar alat angkut ini merupakan waktu keseluruhan dari satu siklus produksi

yang terdiri dari :

- Waktu Pemuatan (Loading Time)

Adalah waktu yang diperlukan alat muat untuk mengisi bak dari alat angkut sampai

penuh.

36

Page 20: BAB III ttg RRR

- Waktu Pengangkutan (Hauling Time)

Merupakan waktu yang digunakan untuk pengangkutan material sampai ke tempat

penimbunan. Pekerjaan pengangkutan ini dipengaruhi oleh kondisi jalan angkut.

- Waktu Penimbunan (Dumping Time)

Merupakan waktu yang di butuhkan untuk menumpahkan material di tempat

penimbunan. Waktu penimbunan ini dipengaruhi oleh kondisi tempat

penimbunannya (disposal), mudah atau tidak untuk manuver alat angkut dan kondisi

dari meterial yang akan ditumpahkan baik ukuran ataupun kelengketannya.

- Waktu Kembali (Return Time)

Adalah waktu yang diperlukan alat angkut untuk kembali ke tempat pemuatan

setelah melakukan penumpahan material di tempat penimbunan (disposal).

- Waktu Penempatan Posisi (Manuver Time)

Merupakan waktu penempatan dari alat angkut (hauler) sampai siap untuk dimuati

kembali.

3.3.3. Kondisi Tempat Kerja

Tempat kerja tidak hanya harus memenuhi syarat bagi pencapaian sasaran produksi

tetapi juga harus aman bagi penempatan alat beserta mobilitas pekerja yang berada

disekitarnya. Tempat kerja yang luas akan memperkecil waktu edar alat karena ada

cukup tempat untuk berbagai kegiatan, seperti keleluasaan tempat untuk berputar,

mengambil posisi sebelum melakukan kegiatan sebelum pemuatan maupun untuk tempat

penimbunan sehingga kondisi tempat kerja menentukan pola pemuatan yang akan

diterapkan.

3.3.4. Faktor Efisiensi Kerja (Job Eficiency Faktor)

37

Page 21: BAB III ttg RRR

Faktor efisiensi kerja merupakan penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan

atau merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu

yang tersedia. Dalam perhitungannya digunakan pengertian persentase waktu kerja

efektif (%). Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja adalah :

a. Waktu kerja penambangan (working time)

Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan untuk melakukan

kegiatan penambangan, meliputi kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan.

Efisiensi kerja akan semakin besar apabila jumlah waktu kerja yang disediakan

digunakan secara optimal.

b. Kondisi tempat kerja (job layout)

Kondisi tempat kerja dalam hal ini adalah lokasi daerah penambangan dan kondisi jalan

angkut sangat berpengaruh pada efisiensi kerja peralatan mekanis dalam kegiatan

penambangan. Dengan kondisi tempat kerja yang baik maka alat mekanis dapat bekerja

dengan optimal, lain halnya dengan kondisi tempat kerja yang buruk akan

mengakibatkan alat tidak dapat bekerja secara optimal.

c. Kondisi cuaca (weather)

Turunnya hujan akan mempengaruhi terhadap volume produksi kegiatan penambangan,

terutama produksi Alat Gali Muat dan Alat Angkut. Maka perlu diperhatikan besar

kecilnya curah hujan untuk dilakukan analisis pengaruh hujan terhadap waktu kerja

maupun volume produksi yang dihasilkan.

d. Gangguan alat

Gangguan alat adalah segala hal yang mengakibatkan alat tidak berfungsi sebagaimana

mestinya pada suatu kegiatan penambangan. Dalam hal ini gangguan dapat berupa :

rusaknya alat pada suatu kegiatan produksi.

38

Page 22: BAB III ttg RRR

e. Faktor manusia (human element)

Faktor manusia sangat mempengaruhi efisiensi kerja penambangan, dalam hal ini adalah

kedisiplinan dalam kegiatan pekerjaan. Dengan bekerja pada waktu yang telah

ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang

diharapkan efisiensi akan semakin meningkat. Sebaliknya dengan pekerja yang tidak

disiplin maka efisiensi sangat berkurang sehingga sasaran produksi tidak tercapai.

Effisiensi kerja = x 100 % ..................................................................................(3.4)

Keterangan :

Wke = waktu kerja effektif, (menit)

Wkt = waktu kerja tersedia, (menit)

3.3.5 Kesediaan Alat

3.3.5.1 Kesediaan Mekanis ( Mechanical Availability )

Kesediaan mekanik (MA) ini menunjukkan secara nyata kesediaan alat karena

adanya waktu akibat masalah mekanik. Persamaan dari kesediaan mekanik (MA)

sebagai berikut :

......................................................................................................

(3.5)

Keterangan :

39

Page 23: BAB III ttg RRR

W = waktu yang dibebankan kepada seorang operator suatu alat yang dalam kondisi

dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap hambatan

(delay time) yang ada. Termasuk dalam hambatan tersebut adalah waktu untuk

pulang pergi ke permuka kerja, pindah tempat, pelumasan dan pengisian bahan

bakar, hambatan karena keadaan cuaca, dll.

R = waktu untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu saat perbaikan

termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang (spare parts) serta waktu

untuk perawatan preventif.

3.3.5.2 Kesediaan Fisik (Physical Availability)

Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang dipergunakan dalam

beroperasi. Faktor ini meliputi adanya pengaruh dari segala waktu akibat permasalahan

yang ada. Persamaan dari keadaan fisik (PA), sebagai berikut :

..............................................................................................

(3.6)

Keterangan :

S = Stand by hours atau jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan

padahal alat tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap beroperasi

W + R + S = Schedule hours atau jumlah seluruh jam jalan alat dijadwalkan untuk

beroperasi

3.3.5.3. Kesediaan Pemakaian (Use Of Availability)

Menunjukkan jumlah persen waktu yang dipergunakan oleh suatu alat untuk

beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan (available). Persamaan dari

kesediaan pemakaian (UA), sebagai berikut :

40

Page 24: BAB III ttg RRR

......................................................................................................(3.7)

Angka use of availability (UA) biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu

alat yang tidak sedang rusak dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat menjadi ukuran seberapa

baik pengelolaan peralatan yang dipergunakan.

3.3.5.4 Penggunaan Efektif (Effective Utilization)

Menunjukkan jumlah persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat

dimanfaatkan untuk kerja produktif. persamaannya adalah :

................................................................................................

(3.8)

Penggunaan efektif berguna untuk mengetahui seberapa efektif waktu kerja yang

digunakan untuk berproduksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi kerja sehingga

dapat untuk mengetahui kemampuan produktivitas alat yang bekerja.

3.7 Produksi Alat Angkut

Produksi Alat Gali Muat dan Alat Angkut didasarkan pada perhitungan produksi

alat yang seharusnya dengan produksi nyata alat di lapangan. Dalam menghitung

produksi alat tidak menggunakan faktor pengembangan (swell Faktor), karena material

pada saat diambil untuk dimuat ke bak truk sudah dalam keadaan lepas.

3.4.1. Produksi Alat Angkut

Produksi Alat Angkut dalam hal ini truk dipengaruhi oleh banyaknya trip atau

lintasan yang dapat dicapai oleh Alat Angkut tersebut per satuan waktu. Banyaknya trip

41

Page 25: BAB III ttg RRR

dipengaruhi oleh waktu edar dan efisiensi kerja alat. Untuk menghitung produksi truk

dapat menggunakan persamaan :

Keterangan :

P : produksi Alat Angkut (BCM/jam)

Ca : waktu edar Alat Angkut (menit)

n : Jumlah pengisian bucket

Cam : Kapasitas Alat gali muat

MA : Kesediaan Mekanis

EU : Penggunaan Effektif

SF : Faktor Pengembangan material

3.8 Teori Grade

Kemiringan atau grade jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan

alat angkut, baik dari pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan

angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dalam pengertiannya, kemiringan () 1

% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter atau 1 ft untuk setiap jarak mendatar

sebesar 100 meter atau 100 ft. Kemiringan jalan angkut dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut :

Grade () =

Keterangan : 42

Page 26: BAB III ttg RRR

h = Beda tinggi antara dua titik yang diukur

x = Jarak datar antara dua titik yang diukur

Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh

alat angkut besarnya berkisar antara 8% - 10%. Akan tetapi untuk jalan naik maupun

turun pada bukit lebih aman kemiringan jalan maksimum sebesar 8 % atau 4,5o.

Kemampuan suatu alat angkut dalam mengatasi tanjakan (gradebility) sangat tergantung

pada gaya tarik maksimum yang bisa disediakan oleh mesin untuk menarik beban (berat)

yang ada pada alat angkut tersebut. Suatu gaya tarik maksimum yang bisa disediakan

oleh mesin disebut rimpull, merupakan suatu istilah yang hanya diterapkan pada

peralatan yang beroda ban (rubber tired equipment).

Truk dapat melewati tanjakan dengan baik apabila rimpull yang tersedia pada truk

sama atau lebih besar dari pada rimpull yang dibutuhkan untuk mengatasi tahanan gulir

(rolling resistance), tanjakan (grade resistance), percepatan. Besar kecilnya rimpull

tergantung pada kecepatan atau gear yang dipakai.

Rimpull yang tersedia dapat dihitung dengan persamaan :

RP = V

EMHP375

Keterangan :

RP = Rimpull (lb)

43

Page 27: BAB III ttg RRR

HP = kekuatan mesin (HP)

EM = efisiensi mekanis

V = Kecepatan truk (mph)

Besarnya rimpul untuk mengatasi tahanan gulir (rolling resistance) dicari dengan

persamaan :

RP = W x Dr

Keterangan :

RP = Rimpull untuk mengatasi tahanan gelinding (lb)

W = Berat kendaraan (ton)

Dr = Tahanan gelinding (lb/ton)

Tabel 3.2

Tahanan Gelinding (Rolling Resistance)

Kondisi Jalan AngkutTahanan

Gelinding (lb/ton)

Jalan terawat baik, permukaan halus dan rata, tidak lembek 40

Sama seperti kondisi diatas hanya roda truk agak tenggelam 70

Kurang terawat, lembek dan roda truk agak tenggelam 100

Tidak terawat, road base tidak di compact atau stabilized 160

Loose sand atau jalan gravel 200

44

Page 28: BAB III ttg RRR

Sama sekali tidak terawat, lembek, berlumpur, dan rusak 300 - 400

rimpull untuk mengatasi tanjakan dapat dihitung dengan persamaan :

RP = W x Dt x K

Keterangan :

RP = Rimpull untuk mengatasi tanjakan (lb)

W = Berat kendaraan (ton)

Dt = Rimpull yang dibutuhkan tiap % kemiringan, 20 lb/ton

K = kemiringan (%)

Rimpull untuk mengatasi percepatan dapat dihitung dengan persamaan :

RP = W x Da

Keterangan :

RP = Rimpull untuk mengatasi percepatan (lb)

W = Berat kendaraan (ton)

Da = Kelebihan rimpull, 20 lb/ton pada tiap gear

3.9 Keserasian Kerja (Match Factor)

Untuk mendapatkan hubungan kerja yang serasi antara alat gali – muat dan alat

angkut, maka produksi alat gali – muat harus sesuai dengan produksi alat angkut. Faktor

keserasian alat gali – muat dan alat angkut didasarkan pada produksi alat gali – muat dan

produksi alat angkut, yang dinyatakan dalam Match Factor (MF).

MF =

45

Page 29: BAB III ttg RRR

Keterangan :

MF = Match Factor atau faktor keserasian

Na = Jumlah alat angkut dalam kombinasi kerja (unit)

Nm = Jumlah alat gali-muat dalam kombinasi kerja (unit)

n = Banyaknya pengisian tiap satu alat angkut

Cta = Waktu edar alat angkut (menit)

Ctm = Waktu edar alat gali-muat (menit)

CTm = Lamanya pemuatan ke alat angkut, yang besarnya adalah jumlah pemuatan

dikalikan dengan waktu edar alat gali-muat (n.Ctm)

Bila hasil perhitungan diperoleh :

1. MF < 1

Produksi alat angkut lebih kecil dari produksi alat gali-muat

Waktu tunggu alat angkut (Wta) = 0

Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm)

Faktor kerja alat angkut (Fka) = 100%

Faktor kerja alat gali-muat (Fkm) = MF x 100%

2. MF > 1 Produksi alat angkut lebih besar dari produksi alat gali-muat

Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm) = 0

Waktu tunggu alat angkut (Wta)

46

Page 30: BAB III ttg RRR

Faktor kerja alat gali-muat (Fkm) = 100%

Faktor kerja alat angkut (Fka) = x 100%

3. MF = 1

Produksi alat angkut sama dengan produksi alat gali-muat

Waktu tunggu alat gali-muat (Wtm) = 0

Waktu tunggu alat angkut (Wta) = 0

Faktor kerja alat gali-muat sama dengan faktor kerja alat angkut (Fkm = Fka)

an alat muat akan sesua

47