bab iii revisi -...
TRANSCRIPT
43
BAB III
GERAKAN DAKWAH PURIFIKASI MUHAMMADIYAH
A. Sejarah Muhammadiyah
1. Latar belakang lahirnya Muhammadiyah
Nama Muhammadiyah secara etimologi, berasal dari bahasa Arab
Muhammad, yakni Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, mendapatkan ya
nasabiyah berati menjeniskan. Muhammadiyah berarti umat Muhammad
SAW atau pengikut Nabi Muhammad. Semua orang Islam yang mengakui
dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah SWT
yang terakhir. Dengan demikian, siapapun yang mengaku beragama Islam
maka mereka orang Muhammadiyah, tanpa harus dilihat adanya perbedaan
organisasi, golongan, bangsa, geografis, etnis dan sebagainya.
Secara terminologi, Muhammadiyah merupakan gerakan Islam,
dakwah amar ma’ruf nahi munkar, didirikan oleh KH Amad Dahlan 18
November 1912 di Yogyakarta, berazaskan Islam, bersumber pada Al
Qur’an dan Sunah. Pemberian nama Muhammadiyah dengan maksud
berpebgharapan baik (bertafa’ul), mencontoh dan menteladani jejak
perjuangan Nabi Muhammad SAW. Semua ditujukan demi terwujudnya
kejayaan Islam, sebagai idealitas dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai
realitas.1
1 Mustofa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban. 2000. Muhamadiyah sebagai
Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Idiologis). Yogyakarta : LPPI, hlm. 70-71.
44
Ditinjau dari faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya
Muhammadiyah, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua :
Pertama, faktor subyektif. Yaitu pendalaman Ahmad Dahlan 2 dalam
menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isi Al Qur’an. Dahlan
bersungguh-sungguh dalam melaksanakan firman Allah sebagaimana
tersimpul dalam surat An Nisa ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24,
yakni melakukan taddabur atau memperhatikan, mencermati dengan
penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam setiap ayat. Sikap ini
sama ketika Ahmad Dahlan mengkaji surat Ali Imron ayat 104 :
“ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian golongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ”(Ali Imran 104).
Kedua, faktor obyektif. Faktor ini diklasifikasikan menjadi faktor
internal, faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan
2 Muhammad Darwis nama kecil Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta tahun 1868. Beliau
adalah putra ketiga KH Abu Bakar dan Siti Fatimah, konon masih keturunan nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Syekh Maulana Malik Ibrahim (Walisongo). Pendidikan tradisional yang dipelajarinya memberikan kepada beliau pengetahuan agama yang luas, sedang ilmu pengetahuan lainnya, kecuali ilmu falak, kelihatannnya tidak dimiliki. Dua kali Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji, tahun 1890 selama satu tahun dan 1902 selama dua tahun. Dari perjalanan ibadah tersebut beliau bertemu dengan tokoh pembaharuan Islam, Rasyid Ridho dan karya-karya pendahulunya seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad ibnu Abul Wahhab, Muhammad Abdul, Jamaludin al Afghani, dan Rasyid Ridho. Di samping itu beliau juga belajar langsung dengan Syekh Ahmad Khatib, ulama penentang paham pembaharuan. Baca: Arbiyah Lubis. 1993. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh, Studi Perbandingan. Jakarta : Bulan Bintang, hlm.14. Keinginannya yang dalam untuk memajukan Islam, membuat Dahlan aktif mencari ilmu diberbagai jamiah dan organisasi. Seperti di jamiah Khoir (kumpulan keturunan Arab), Budi Utomo, dan Serikat Islam. Baca : TPA dan Kemuhammadiyahan.1990. Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha. Yogyakarta : UMM, hlm. 68-70 dan Alwi Shihab. 1998. Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia. Bandung : Mizan, hlm. 112-113. Dari perjalanan-perjalanan belajar dan dukungan dari berbagai pihak serta realita yang terjadi dalam umat saat itu, maka pada tanggal 1 November 1912 atau 8 Dzulhijah 1330 secara resmi Muhammadiyah berdiri. Tanggal 23 Februari 1923 Ahmad Dahlan meninggal dunia.
45
masyarakat Islam Indonesia dan faktor eksternal, faktor-faktor penyebab
yang ada di luar tubuh masyarakat Indonesia.
Faktor obyektif bersifat internal disebabkan oleh dua hal, pertama,
ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al Qur’an dan
Sunah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian umat Islam Indonesia.
Tidak dipungkiri masuknya Islam di Indonesia sudah didahului berbagai
aliran dan agama lain, baik Hindu maupun Budha. Sehingga, seringkali
ajaran-ajaran tersebut tidak sengaja menempel pada tubuh ajaran Islam.
Dalam kehidupan beraqidah (keyakinan hidup), agama Islam mengajarkan
untuk memilih tauhid yang murni, bersih dari bermacam syirik, bid’ah dan
khurofah. Namun dalam prakteknya banyak orang Islam percaya pada
benda-benda keramat, sesajian, meminta berkah di kuburan, ramalan
dukun, bintang serta berbagai ritual yang tidak diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dalam urusan doa, banyak umat Islam yang
menggunakan perantara (washilah) yang menghubungkan dirinya dengan
Allah SWT, seperti bertawasul pada Syaikh Abdul Qodir Jaelani, Nabi,
Malaikat, Wali dan lainnya. Padahal ini tidak ada dalam ajaran Islam, lihat
Qur’an Surat Az Zumar, ayat 3.
والذين اتخذوا من دونه أولياء ما نعبدهم إلا ليقربونا إلى الله زلفى )3:الزمر( في ما هم فيه يختلفونإن الله يحكم بينهم
Artinya :”Orang–orang yang mengambil pelindung selain Allah
mengatakan, Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya
46
mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya, dan menjadi perantara bagi kami”.
Kedua, lembaga pendidikan Islam belum mampu menyiapkan
generasi yang siap mengemban misi selaku “Khalifah di muka bumi “.
Ahmad Dahlan memandang Pondok Pesantren sebagai satu lembaga
pendidikan khas umat Islam Indonesia masih ada kekurangan. Kalau pada
awalnya sistem pondok pesantren hanya membekali para santrinya dengan
ilmu-ilmu agama, maka penyempurnaannya dengan memberikan ilmu-
ilmu pengetahuan umum. Dengan demikian akan lahir dari lembaga
pendidikan ini manusia yang bertaqwa kepada Allah, cerdas dan terampil.
Dalam terminologi Al Qur’an disebut “ Ulul Albab “.
Faktor obyektif yang bersifat eksternal diakibatkan oleh tiga hal,
Pertama, semakin meningkatnya kristenisasi di tengah masyarakat
Indonesia.3 Masa penjajahan baik, Spanyol, Portugal dan Belanda sama-
sama mengibarkan panji-panji gold, glory dan gospel. Untuk gospel
sendiri, misionaris Kristen yang disebar bertujuan mengubah agama
penduduk yang Islam ataupun yang bukan menjadi Kristen. Tingginya
arus kristenisasi terjadi pada pemerintahan Hindia Belanda, Gubernur
Jenderal A.W.F Idenburg, (1909-1916), Idenburg melancarkan program
yang lebih popular dengan sebutan “Kristenisasi Politik “.
3 Di Yogyakarta sendiri pada tahun 1889 kesultanan Yogyakarta merasa dikecewakan
oleh pemerintah kolonial Belanda. Kesultanan yang lemah memaksa Belanda membuka kegiatan-kegiatan misionaris Kristen. Pada kesepakatan awal pemerintah kolonial dan Sultan mengizinkan beroperasinya misi Kristen tidak lebih dari satu tahun, namun secara sewenang-wenang dilanggar Belanda. Deliar Noer. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942. Jakarta : Pustaka, hlm. 172.
47
Kedua, penetrasi bangsa-bangsa Eropa, terutama bangsa Belanda di
Indonesia. Masuknya kebudayaan, peradaban dan keagamaan Eropa
setidaknya berpengaruh buruk pada bangsa Indonesia. Lahirnya sifat
Individualistik, diskriminatif dan dasar-dasar agama yang sekuler
menjadikan generasi baru bangsa Indonesia yang acuh tak acuh pada
ajaran Islam. Symbol keIslaman yang mereka pakai dirasa sebagai sesuatu
yang tidak modern.
Ketiga, pengaruh dari gerakan pembaharuan dalam dunia Islam.
Muhammadiyah dibangun dari mata rantai yang panjang dari gerakan
pembaharuan Islam. Dimulai dari Ibnu Taimiyah, Muhammad Ibnu Abdul
Wahhab, Muhammad Abdul, Jamaludin Al Afghani dan Rasyid Ridha.
Lewat merekalah dan tokoh-tokoh lainnya yang sepaham, Ahmad Dahlan
mendapatkan arah pembaharuan dan pemurnian ajaran Islam.4
Syaifullah mengklasifikasikan latar belakang lahirnya
Muhammadiyah menjadi empat. Pertama, aspirasi Islam Ahmad Dahlan.
Untuk mengetahui hal ini bisa dilihat dalam dua fase. Pertama setelah
Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji yang pertama (1889). Kedua,
setelah menunaikan haji yang kedua (1903).
Kedua, realitas sosial-agama di Indonesia. Munculnya kepercayan
dan agama-agama sebelum Islam di Indonesia menyebabkan proses
masuknya Islam melalui akulturasi dan sinkretisme. Ketiga, realitas sosio-
pendidikan. Muhammadiyah lahir sebagai penengah antara pendidikan
4 Mustofa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby. Muhammadiyah Sebagai…, hlm. 71-77.
48
pesantren dan pendidikan sekelur. Keempat, realitas politik Islam Hindia
Belanda. Belanda menghadapi kenyataan bahwa sebagian besar pribumi
beragama Islam, sehingga perlawanan penduduk yang timbul, seperti
perang Diponegoro, Padri, Aceh dan lain-lain, tidak lepas dari ajaran
Islam.5
Untuk melihat latar belakang lahirnya Muhammadiyah secara
menyeluruh, baik yang bersifat sama atau melengkapi bisa dilihat buku
Asep Gunawan dan Alwi Shihab.6
Adapun secara khusus proses lahirnya Muhamadiyah menurut
Saefullah, terbagi menjadi dua tahap. Pertama, prolog proklamasi yang
berkaitan dengan kontak Ahmad Dahlan dan organisasi Budi Utomo,
melalui Djojo Sumarto, 1909. Hubungan ini merupakan gerbang
berdirinya Muhammadiyah. Kedua, proses proklamasi lahirnya
Muhamadiyah. Dalam hal ini Ahmad Dahlan melakukan lima langkah
sebagai persiapan lahirnya Muhammadiyah. Pertama, Ahmad Dahlan
menemui dan berdiskusi dengan Budihardjo dan R Dwisewojo, guru
Kweekschool di Guperment Jetis. Kedua, Ahmad Dahlan mengadakan
pertemuan dengan orang-orang dekat dan memikirkan rencana berdirinya
organisasi tersebut, baik nama, maksud dan tujuan perkumpulan. Ketiga,
5 Syaifullah. 1997.Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi. Jakarta : Pustaka
Utama, hlm. 25-27. 6 Asep Gunawan dan Dewi Nurjulianti, membagi latar belakang lahirnya Muhammadiyah
menjadi tiga, pertama, semaraknya praktek - praktek ketidak murnian Islam. Kedua, lembaga-lembaga pendidikan waktu itu yang kurang maju. Ketiga, giatnya kaum misionaris Kristen. Selain itu Alwi Shihab menambah satu poin lahirnya Muhamadiyah karena sikap masa bodoh para intelektual Islam . Baca : Asep Gunawan dan Dewi Nurjulianti. 1999. Gerak Keagamaan dalam Penguat Civil Society. Jakarta : LSAF, hlm. 47-48 dan Alwi Shihab. Membendung Arus…, hlm. 111).
49
Ahmad Dahlan dengan keenam anggota baru Budi Utomo itu mengajukan
permohonan kepada HoofdBestuur Budi Utomo dengan mengusulkan
berdirinya Muhammadiyah Kepada pemerintah Hindia Belanda. Pada 18
November 1912 permohonan dikabulkan. Keempat, Ahmad Dahlan
mengadakan rapat pengurus untuk yang pertama kalinya guna
mempersiapkan proklamasi berdirinya Muhammadiyah. Kelima, Ahmad
Dahlan memproklamasikan berdirinya Muhammadiyah. Deklarasi dihadiri
oleh sekitar enam puluh sampai tujuh puluh orang.7
Perjalanan dakwah Muhammadiyah, dalam pasang surut sejarah
Indonesia dari tahun 1912 (setelah Ahmad Dahlan) sampai sekarang, telah
melalui dua belas kali pergantian pucuk pimpinan. Untuk menggambarkan
perkembangan dan prestasi dakwah mereka dalam Muhammadiyah bisa
dilihat sebagai berikut.
Pertama, periode K.H Ahmad Dahlan (1912-1923). Semasa
menjadi pendiri dan ketua Muhammadiyah prestasi-prestasi Dahlan antara
lain, mendirikan macam-macam sekolah-madrasah, meningkatkan derajat
kaum wanita, mendirikan Hizbul Wathon, menerbitkan majalah “Sworo
Muhammadiyah”, menganjurkan kesederhanaan, persatuan Islam
Indonesia, dan kepekaan terhadap kehidupan sosial.
Kedua, periode KH. Ibrahim (1923-1932). Selama sembilan tahun
memimpin Ibrahim telah menggalang “Fond Dahlan”, khitanan massal,
badan perbaikan perkawinan, mengirim putra-putri lulusan sekolah
7 Saefullah.Gerak Politik…, hlm. 68-79.
50
Muhammadiyah keseluruh pelosok tanah air. Seperti, HAMKA ke
Makasar (1928) R.Z. Fanani ke Sumatera Selatan, A.R. Fakhrudin ke
Medan, Badilah Zuber ke Palembang, dan meyelenggarakan konggres
Muhammadiyah ke XV sampai XX dan terakhir konggres XXI di
Makassar 1932.
Ketiga, periode KH. Hisyam (1932-1936). Ia telah mengadakan
konggres Muhammadiyah ke XXIII 1934, dan menghasilkan keputusan-
keputusan diantaranya, pergantian nama-nama Belanda menjadi nama
Indonesia, konggres Muhammadiyah XXIV 1935 dan XXV 1936,
memutuskan berdirinya Perguruan Tinggi atau Sekolah Tinggi.
Keempat, periode Mas Mansur (1936-1942). Prestasi dakwah Mas
Mansur diantaranya, pengaktifan majelis tarjih, sehingga mampu
merumuskan masalah lima, (dunia, agama, qiyas, sabilillah, dan ibadah).
Kemudian lahirnya 12 langkah gerak Muhammadiyah, mengadakan
konggres XXVI-XXIX, dengan keputusan membentuk Bank
Muhammadiyah.
Kelima, periode Ki Bagus Hadi Kusuma (1942-1953). Beliau
mampu menyusun muqodimah AD Muhammadiyah dengan 7 pokok
idiologi Muhammadiyah, mengadakan Muktamar Darurat (1944),
silaturrahmi cabang-cabang Muhammadiyah se-Jawa dan sidang tanwir
yang memutuskan diperbolehkannya anggota Muhammadiyah masuk
partai politik yang beridiologi Islam dan menjadi DPR untuk kepentingan
Muhammadiyah.
51
Keenam, periode A.R.Sutan Mansur (1952-1959). Dakwah
kepemimpinannya lebih menekankan pada ruh tauhid yang ditanamkan
kembali (Khittah Pelembang). Sidang tanwir 1955, membicarakan pokok-
pokok konsepsi negara Islam, dan penegasan kembali bahwa
Muhammadiyah bergerak dalam bidang kemasyarakatan, sedang masalah
aspirasi politik dianjurkan masuk Mashumi, sebagaimana hubungan baik
Muhammadiyah dan Mashumi.
Ketujuh, periode H.M. Yunus Anis (1959-1968). Sembilan tahun
memimpin Yunus telah merumuskan pedoman keputusan Muhammadiyah
sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dalam bidang
kemasyarakatan.
Kedelapan, periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968). Fatwa
dakwahnya yang terkenal, membubarkan PKI merupakan ibadah karena
menyelamatkan Muhammadiyah dari kehancuran, akibat perkawinan PKI
dan PNI pada Masyumi.
Kesembilan, periode kepemimpinan K.H Faqih Usman dan H.A.R
Fakhrudin ( 1968-1971 ). Faqih Usman meninggal dunia setelah satu
minggu diangkat menjadi ketua PP Muhammadiyah, sehingga pejabat
sementara dipegang A.R Fakhrudin. Selama periode pertama Fakhrudin,
melahirkan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah.
Kesepuluh, periode A.R Fakhrudin (1971-1990). Bisa dikata Ia
memimpin Muhammadiyah selama dua periode dan paling lama. Prestasi
dakwah A.R. Fakhrudin antara lain, melakukan pendekatan dengan
52
penguasa Orde Baru, membidani lahirnya Partai Muslimin Indonesia,
perubahan Anggaran Dasar Muhammadiyah dan terkonsolidasinya
berbagai majelis yang ada di tubuh Muhammadiyah.
Kesebelas, periode KH. Azhar Basyir, MA (1990-1995). Prestasi
dakwah Azhar diantaranya, perumusan tiga program persyarikatan jangka
panjang (25 tahun) Muhammadiyah yang meliputi, pertama, bidang
konsolidasi gerakan, kedua, bidang pengkajian dan pengembangan
organisasi dan ketiga, bidang dakwah pendidikan dan pembinanan
kesejahteraan umat.
Kedua belas, periode Prof. Dr.Amin Rais (1995–2000). Prestasi
dakwah yang dikembangkan dan dihasilkan oleh Amin diantaranya,
memajukan manajemen Muhammadiyah, pendidikan, pengkaderan,
dakwah masyarakat diberbagai bidang dan peningkatan dana organisasi.
Kepemimpinan Amin Rais hanya tiga tahun, meski dulu beliau pernah
berkomitmen untuk membawa Muhammadiyah sampai tahun 2000.
Namun pada 23 Agustus 1998, sehari setelah Rapat Pleno PP
Muhammadiyah, Amin Rais diberi izin untuk memimpin Partai Amanat
Nasional (PAN) dan melepaskan jabatan Ketua PP Muhammadiyah.8
Ketiga belas, periode Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif. (2000-2005).
Syafi’i tampil sebagai Pejabat Ketua PP Muhammadiyah dari hasil Sidang
Tanwir Muhammadiyah di Semarang tahun 1998, setelah lengsernya
8 Syafiq. A Mughni. 2001. Nilai–Nilai Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 117-
126 dan Mustofa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby. Muhammadiyah Sebagai…. hlm. 79-110. Untuk lebih jelas dalam melihat tipe, peran dan prestasi K.H..A. Azhar Basyir dan Prof. Dr .Amin Rais. Baca : Andi Wahyudi .1999. Muhammadiyah dalam Gonjang Ganjing Politik. Yogyakarta : Media Presindo, hlm. 87-116.
53
Amin Rais. Kemudian diangkat menjadi Ketua PP Muhammadiyah pada
periode lima tahun selanjutnya melalui Muktamar Muhammadiyah.
Prestasi dakwah beliau pada dasarnya melanjutkan program kerja periode
sebelumnya. Iklim reformasi dan euforia politik yang muncul di Indonesia,
mengharuskan beliau mengerem, agar anggota-anggota Muhammadiyah
tidak terjebak pada demam partai, tapi mengarahkan pada aturan main
organisasi.9
Perjalanan panjang dakwah Muhammadiyah sebagaimana paparan
di muka telah melahirkan berbagai tanggapan dan komentar dari berbagai
pihak. Pendeknya, gerakan Muhammadiyah masuk kedalam kombinasi
berbagai penamaan dan pensifatan. Muhammadiyah sebagai gerakan
puritan, modernis, salafi dan sosial–politik, yang lebih memfokuskan
kepada berbagai aspek kehidupan di Indonesia. Ia tidak membatasi diri
kepada dakwah dalam pengertian sempit, tetapi mengambil peran dalam
segala aspek perkembangan masyarakat. Alfian memberi komentar,
Muhammadiyah sedikitnya memiliki peran dalam tiga dataran, sebagai
gerakan pembaharuan, sebagai agen perubahan sosial dan sebagai
kekuatan politik.10
2. Sejarah Singkat Dakwah Muhammadiyah
Berbicara sejarah singkat dakwah Muhammadiyah, tentulah kita
akan sedikit balik kebelakang, melihat dua alur yang saling berkaitan.
9 Andi Wahyudi. Muhammadiyah dalam… , hlm. 137 – 138. 10 Alwi Shihab. Membendung Arus…, hlm. 107.
54
Pertama, gagasan dakwah Ahmad Dahlan dan kedua, aplikasi gagasan
tersebut dalam Muhammadiyah.
Alur pertama, gagasan dakwah Ahmad Dahlan. Gagasannya
muncul diilhami dari semangat pemurnian (purifikasi) dan pembaharuan
(Reformasi) ajaran agama serta pemahaman yang mendalam terhadap Al
Qur’an.
Semangat purifikasi Dahlan lahir setelah menunaikan haji yang
pertama (1889) dan reaksi terhadap fenomena degredasi tauhid dan moral
yang terjadi pada masyarakat Islam, khususnya Jawa. Umat dilanda
praktek-praktek keagamaan yang mengarah pada syirik, khurafat, tahayul,
dan bid’ah,11 seperti pergi kedukun, tempat keramat, meramal bintang,
memakai jimat, menyembah pepohonan dan lain-lain.
Usaha pembaharuan Dahlan berkembang setelah menunaikan
Ibadah haji yang kedua (1903). Dia menemukan cara yang efektif dalam
memahami ajaran Islam dan Islam yang sebenarnya. Dari perjalanan ini,
Dahlan banyak berguru dan berdialog dengan ulama-ulama kenamaan.
Dengan ulama Indonesia, seperti K.H Mukhtarom (Banyumas), K.H
Mahful (Pacitan) dan ulama Mekah, Syaikh Ali Muhri. Selain itu Dahlan
juga membaca karya ulama-ulama klasik seperti, Ibnu Taimyah,
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, Muhammad Abduh, Jamaludin Al
11 Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang syah dari Al Qur’an dan As Sunah
shahih dan hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang mereka. Sedang bid’ah biasanya muncul karena ingin memperbanyak ibadah ( ritual ), tetapi pengetahuan keIslamanya kurang, sehingga yang dilakukan sebenarnya bukan bersumber pada ajaran Islam, Baca : Saefullah.Gerak Politik…, hlm. 41.
55
Afghani dan Rasyid Ridho, dimana kitab-kitab mereka jarang ada di
Indonesia.12
Gagasan pembaharuan Ahmad Dahlan13 meliputi lima hal.
Pertama, pembetulan arah kiblat, yang biasanya menghadap arah barat
diubah menjadi arah barat laut sesuai dengan perhitungan ilmu falaq.
Kedua, penghitungan 1 Syawal atau hari raya Idhul Fitri. Masyarakat
sering menggunakan sistem ABOGE, yaitu sistem perhitungan Jawa, yang
menggabungkan tiga kata, A-alif (huruf pertama Hijaiyah) , BO-Rebo
(nama hari Jawa) GE-Wage (pasaran hari Jawa). Setelah itu Dahlan
mengubahnya berdasarkan perhitungan ilmu hisab dan disetujui oleh
Sultan. Ketiga, penolakan sagala praktek bid’ah dan khurafat. Keempat,
mensintesiskan pendidikan Islam dengan pendidikan Barat yang sesuai
jiwa Islam. Kelima, peka terhadap kehidupan masyarakat sebagaimana
digariskan dalam surat Al Maun 1-7. 14
Selain semangat permurnian (purifikasi) dan pembaharuan
(reformasi) Gagasan dakwah Ahmad Dahlan juga didorong gairah
memahami teks Al Qur’an, khususnya ayat-ayat yang berhubungan dengan
anjuran untuk berdakwah, seperti surat Ali Imron ayat 104, yang artinya.
“ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
12 Saefullah. Gerak Politik…, hlm. 29-30. 13 Pembaharuan identik dengan modernisasi atau tajdid yang berarti pemikiran, aliran
gerakan dan usaha untuk mengubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana atau keadaan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Harun Nasution. 1996. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah, Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang, hlm.11.
14 Weinata Sairin. 1995. Gerakan Pembaruan Muhammadiyah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, hlm. 44-50.
56
mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. “
dan surat An Nahl 125,
“Ajaklah kepada agama Tuhanmu dengan cara yang bijaksana dan dengan pelajaran, (nasehat) yang baik serta berdebatlah dengan cara yang baik pula, sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalanNya dan Dia lebih mengetaui orang–orang yang diberi petunjuk.”15
Alur kedua, Aplikasi pemikiran Ahmad Dahlan dalam
Muhammadiyah. Secara eksplisit maupun implisit, gagasan Dahlan
kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai khotib
Masjid Kauman, guru di KweekSchool, anggota jamiah Al Khoir,
penasehat agama Budi Utama maupun Serikat Islam.
Dari sini kemudian muncul reaksi dari berbagai pihak untuk
menyatukan gagasan-gagasan dakwah Dahlan yang tercecer dan belum
terorganisir. Saran-saran muncul paling banyak dari murid-muridnya di
Kweek school Jetis,16 dari keluarga, rekan-rekan sesama guru, seperti
Sosro Sugondo dan Mas Raji dan beberapa anggota Budi Utomo. Mereka
berkeinginan agar sekolah yang didirikan di rumah Ahmad Dahlan dan
ide-ide pembaharuannya bisa berkesinambungan di esok hari. Oleh karena
itu perlu adanya organisasi permanen yang menaungi semuanya, maka
15 Weinata Sairin. Gerakan… , hlm. 51. 16 Ahmad Dahlan mengajarkan pendidikan keagamaan Islam kepada para siswa
Kweekschool yang dilakukan pada setiap Sabtu sore. Para siswa ini menganut keyakinan yang bermacam-macam, ada Islam, Kristen, Katolik, dan Teosofi lain. Secara umum mereka cerdas dan kritis, seperti yang diharapkan Ahmad Dahlan. Mereka tidak mau menerima informasi apapun yang tidak sesuai akal pikir mereka. Dalam pertemuan Ahad pagi inilah Ahmad Dahlan mempunyai kesempatan untuk mendiskusikan ajaran Islam. Baca : Saefullah. Gerak Politik…, hlm. 71 dan 73.
57
berdirilah Muhammadiyah dan secara otomatis menyatulah gagasan-
gagasan dakwah Ahmad Dahlan dalam Muhammadiyah.17
Rumusan awal organisasi, tujuan dan maksud berdirinya
Muhammadiyah mencakup dua hal. Pertama, menyebarkan pengajaran
kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Bumi Putera di dalam
residen Yogyakarta. Kedua, memajukan hal-hal agama Islam kepada
Anggota-anggotanya.18
Uraian sejarah dakwah Muhammadiyah di atas pada dasarnya tidak
bisa lepas dari semangat purifikasi, pembaharuan Islam dan telaah
normatif Ahmad Dahlan, sebagai pendirinya. Realita ini, kemudian coba
penulis gali dan arahkan untuk melihat dakwah purifikasi Muhammadiyah.
B. Corak Dakwah Purifikasi Muhammadiyah
Pengertian dakwah Islam Muhammadiyah sesuai Anggaran Dasar
organisasi pada intinya sama dengan artian terminologi dan etimologi dakwah
itu sendiri. Da’a, yad’u, da’watan yang berarti seruan, ajakan atau panggilan.
Dalam mendiskripsikan terminologi dakwah, Muhammadiyah mempunyai
beberapa definisi yang telah dirumuskan.
1. Dakwah adalah segala aktifitas dan usaha untuk mengubah satu situasi
tertentu kearah situasi lain yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.
2. Dakwah merupakan usaha menyeru dan menyampaikan kepada
perorangan dan seluruh umat. Konsepsi Islam tentang pandangan dan
17 Alwi Shihab. Membendung Arus…, hlm. 113 dan Deliar Noer. Gerakan Modern…,
hlm. 84. 18 Asep Gunawan dan Dewi N ( Penyunting ). Gerak Keagamaan dalam Penguat…,
hlm. 49.
58
tujuan hidup di dunia yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan
berbagai media dan cara yang diperbolehkan Allah SWT. Membimbing,
mengamalkan dalam peri kehidupan perorangan, rumah tangga (urwah),
masyarakat dan peri kehidupan bernegara.
3. Dakwah adalah mengajak dan menyeru manusia atau masyarakat kepada
ajaran Islam, dengan memberikan pengertian dan kesadaran akan
kebenaran ajaran Islam, sehingga manusia atau masyarakat dapat
menginsyafi akan kebaikan, kelebihan dan keutaman Islam bagi
pembentukan pribadi utuh.19
Puritan adalah sebutan lain untuk aliran yang ingin memurnikan Islam
sesuai dengan Al Qur’an dan Sunah, sering disebut purifikasi Islam Purifikasi
berasal dari bahasa Inggris, asal kata pure (kata sifat yang berarti bersih). Ia
merupakan kata benda yang berarti pembersihan, penyaringan dan pemurnian
terhadap hal-hal yang merusak tata susila.20
Gerakan dakwah purifikasi dalam sejarah merupakan fenomena
penting pemikiran dan gerak Islam. Ia seringkali muncul secara periodik,
dalam situasi dimana banyak terjadi “penyimpangan” baik dalam moral,
pemahaman maupun pengamalan agama. Tema-tema yang biasa menjadi
acuan gerakan purifikasi ialah : pertama, korupsi agama (bid’ah) telah
melanda umat, sehingga agama yang mereka anut bukan Islam yang murni
dan benar; kedua, korupsi kekuasaan merupakan akibat pengaruh non Islam;
19 Mutofa Kamal Pasya dan Ahmad Adaby. Muhammadiyah Sebagai…, hlm. 186. 20 W.J.S. Purwadarminta. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, hlm. 731.
59
ketiga, harus kembali pada Al Qur’an dan Sunah; keempat, tipe masyarakat
yang ideal menurut mereka adalah generasi salaf. 21
Perjalanan dakwah purifikasi Islam pertama kali dilakukan oleh
Hanbali yang dipelopori oleh Abu Muhammad Al Barbahari. Beberapa
penyimpangan yang terjadi pada pada masa itu antara lain :pertama,
penyimpangan aqidah, akibat pengaruh filsafat Yunani, sehingga muncul
penyimpangan dalam masyarakat Islam dalam bentuk ilmu kalam dan filsafat.
Penyimpangan ini dilakukan oleh Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kedua,
menjamurnya bid’ah dan khurafat dalam ritual umat Islam. Penyimpangan ini
dilakukan oleh Syiah. Kedua tokoh abad 10 ini menyerukan untuk melakukan
perlawanan terhadap penyimpangan dan kembali pada aqidah salaf.
Tokoh purifikasi kedua adalah Ibnu Taimiyah. Dia memandang Islam
telah dikotori oleh tasawuf dan tarekat. Tarekat yang dimaksud
mengetengahkan konsep wali, wasilah, dan karamah yang mengandung unsur
khurafat dan syirik. Oleh karena itu Taimiyah mengajak umat menghilangkan
penyimpangan-penyimpangan yang ada dan kembali kepada tauhid.
Muhammad Ibnu Abdul Wahhab merupakan tokoh purifikasi
selanjutnya yang terinspirasi oleh dua tokoh sebelumnya. Dia memandang
kepercayaan umat Islam telah banyak diwarnai dengan syirik, bid’ah dan
khurafat. Di Indonesia gerakan purifikasi masuk dalam gerakan Paderi yang
diikuti oleh Muhammadiyah, Al Irsyad dan Persatuan Islam.
21 Syafiq.A. Mughni. Nilai-nilai…, hlm .3 - 4.
60
Gerakan purifikasi yang muncul dalam kontek Islam biasanya disebut
dengan pembaharuan (tajdid). Adapula yang mengartikan gerakan Ishlah,
yaitu gerakan yang berusaha untuk memperbaiki kondisi umat yang lemah
akibat praktek dan kepercayaan yang salah. Terakhir ada yang mengartikan
sebagai gerakan salaf atau gerakan lampau. 22 Muhammadiyah sendiri,
membedakan penggunaan istilah atau sebutan yang ada. Tajdid dalam
pengertian pemurnian disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam
pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Hubungannya dengan
salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah
dapat dinyatakan sebagai gerakan purifikasi sekaligus gerakan reformasi.23
Corak dakwah lebih diartikan sebagai keseluruhan pola, warna atau
kecenderungan dakwah Muhammadiyah. Adapun corak dakwah puritan
Muhammadiyah diharapkan akan tampak dan mewarnai berbagai pola
dakwah yang ada. Corak dakwah Muhammadiyah meliputi aspek teologi,
fiqh, gerakan sosialnya, respon terhadap misionaris Kristen dan komparasi
dakwah dengan organisasi Islam Indonesia lainnya.
Aspek teologi Muhammadiyah.24 Awal pertumbuhan organisasi yang
didirikan oleh Ahmad Dahlan lebih berorientasi pada ulama salaf yang
ortodok dengan gerakan purifikasinya.25 Sejalan kemudian Muhammadiyah
22 Syafiq. A. Mughni. Nilai-nilai…, hlm 5-7. 23 Mustofa Kamal Pasha. Muhammadiyah Sebagai…, hlm 115. 24 Teologi adalah pembahasan tentang wujud Tuhan, sifat-sifatnya, soal-soal kenabian
dan hubungan Tuhan dengan Manusia. Penekanannya pada kemampuan manusia berkaitan dengan kekuasaan Allah. Teologi Muhammadiyah merupakan sintesa antara Jabariyah dan Qodariyah. Baca : G.F. Pijper. 1985. Beberapa Study Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, Tadjimah dan Yessy .A (Penerjemah). Jakarta : UI Press, hlm. 112.
25 Yusro.M.Asrofie. 1983. KH Ahmad Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya. Yogyakarta : Yogyakarta Offset, hlm. 33.
61
tidak mengikatkan diri pada salah satu aliran yang ada, baik Mu’tazilah,
Asy’ariyah maupun Maturidiyah. Meski sebagian besar umat Islam Indonesia
secara teologis bermadzhab Asy’ariyah. Organisasi ini lebih memilih
memotong garis madzhab dan bebas untuk menentukan jalan pikirannya
sendiri (berijtihad) sebagai gerakan pemikiran yang dinamis.26
Untuk aspek fiqh, bisa dikatakan sama dengan urusan teologi, tidak
bermadzhab kepada madzhab fiqh manapun, meski muslim Indonesia
kebanyakan Syafi’iyah. Muhammadiyah mengakui secara penuh Al Qur’an,
Sunah, Qiyas dengan menerima penggunaan takwil terhadap Al Qur’an dalam
masalah hukum bukan Aqidah dan mengakui ijma dalam batasan-batasan
sempit, sebagaimana Hanabilah. Pada saat yang sama Muhammadiyah juga
menerima dan menggunakan Ikhtisan Abu Hanifah, maslahat mursalah Imam
Malik dan saddu al Zariah Imam Syafi’i.27
Sebagai gerakan sosial, Muhammadiyah bisa dikatakan berangkat dari
sebuah gerakan puritan salafi kemudian menjadi modernis setelah mengadopsi
cara memahami Islam secara benar. Organisasi ini kemudian menjadi
kompleks, memfokuskan perhatian dan kepedulian diberbagai aspek
kehidupan sosial, baik pendidikan, kesejahteraan umat, politik dan lain-lain..
Ia juga tidak membatasi diri kepada dakwah dalam arti sempit, tetapi
26 Jazim Hamidi dan Husnu Abadi. 2001. Intervensi Negara terhadap Agama.
Yogyakarta : UII Press, hlm.84 dan Syafiq. A .Mughni. 2001. Nilai-nilai Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm,12.
27 Maryadi dan Abdullah Aly (Ed.). 2000. Muhammadiyah dalam Kritik. Surakarta: UMS Press, hlm. 10.
62
mengambil peran dalam semua aspek perkembangan masyarakat bergantung
pada atmosfer yang sedang berlangsung.28
Sikap Muhammadiyah terhadap misionaris Kristen bisa dibedakan
dalam tiga era. Pertama, pra kemerdekaan saat kepemimpinan Dahlan. Meski
sebagai gerakan puritan, hubungan antara Muhammadiyah dan Kristen baik
dan harmonis. Indikasi mengenai terjadinya permusuhan antara keduanyapun
kecil. Menyikapi para misionaris, Dahlan tidak melakukan konfrontasi
langsung, tetapi membangkitkan kesadaran kaum Muslimin mengenai akibat-
akibat yang muncul dari kegiatan misi tersebut.
Kebencian terhadap Kristen sangat kelihatan pada masa kepemimpinan
AR.Fakhrudin. Dalam hal ini Muhammadiyah mengubah haluan secara drastis
dalam sikapnya terhadap misi Kristen. Hal ini kemudian ditindak lanjuti
dalam Konggres 1924 di Yogyakarta, dimana banyak suara-suara yang
muncul dari tokoh Muhammadiyah untuk memperingatkan para kader agar
tidak mudah dibujuk oleh para misionaris Kristen. Puncak ketegangan terjadi
ketika kelompok Kristen mengambil jatah subsidi Muhammadiyah dari
Residen Belanda. Selanjutnya peristiwa Ten Berge 1931, sebuah komentar
pastor dalam dua artikel, terhadap Al Qur’an yang secara terang-terangan
menyerang rasa keagamaan kaum muslimin.
Kedua, era Sukarno dimana hak-hak kemerdekaan beragama dibuka.
Ketegangan terjadi saat perumusan Pancasila, antara Nasionalis, Islam dan
Kristen. Ketiga, era Suharto. Pada masa ini terjadi benturan antara keduanya,
28 Alwi Shihab. Membendung Arus…, hlm. 107.
63
dimana orde baru membiarkan misi Kristen menampung atau memberi
perlindungan kepada orang-orang bekas PKI untuk masuk Kristen.
Secara umum ketegangan dan perselisihan antar keduanya terjadi
karena sejarah panjang kecurigaan dua belah pihak, masalah universalistis
(klaim kebenaran antar keduanya sebagai agama Tuhan) dan semakin
banyaknya gereja menjadi penetrasi dalam setiap kehidupan masyarakat.29
Perbedaan dakwah Muhammadiyah dengan Serikat Islam (SI) terletak
pada bentuk dan cara berkompromi dengan Belanda. Kalau Muhammadiyah
dengan cara mendirikan sekolah-sekolah model Belanda, menerima bantuan
dari pemerintah Kolonial dan melakukan pendekatan budaya terhadap
masyarakat. SI malah sebaliknya, melakukan pendekatan politik, tidak
kooperatif dengan Belanda dan lebih terfokus pada masalah perdagangan dan
perekonomian.30
Muhammadiyah dengan NU sama-sama sebagai gerakan kelas
menengah. Dimana NU sebagai gerakan dan ortodok, yang menerima respons
dari kalangan haji-haji kaya di desa. Sedang Muhammadiyah sebagai gerakan
puritan dan reformis, mendapat respon dari kalangan pedagang dan
pegawai.31. Dalam dimensi keIslaman Muhammadiyah tidak bermazhab,
sedang NU mempertahankan salah satu dari empat madzahab fiqh
29 Alwi Shihab. Membendung Arus…, hlm 159-188. 30 Sujarwanto & Haedar (Ed.).1990. Muhammadiyah dan Tantangan Masa Depan:
Dialog Intelektual. Yogyakarta : Tiara Wacana, hlm. 421-422 dan Mustofa Kamal Pasha. Muhammadiyah Sebagai…, hlm.56.
31 W. Van Houve.1987.Indonesia Di bawah Kekuasaan Jepang. Jakarta : Dunia Pustaka, hlm.70
64
(Syafi’iyah). Untuk masalah I’tiqad NU berpegang pada Ahlus Sunah
Waljama’ah. 32
Sumatera Thawalib (ST) dan Muhammadiyah merupakan dua
organisasi berbasis pendidikan. Sumatera Thawalib lahir sebagai respon para
santri madrasah, surau Jembatan Besi Padang Panjang dan Surau Parabek
Bukit Tinggi. ST bercorak nasionalis dan radikal, karena berusaha meneruskan
perjuangan Paderi yang terbengkalai. Gerakan ini kemudian berpindah haluan
menjadi partai politik, Partai Muslim Indonesia (PERMI), yang bertujuan
meciptakan kemerdekaan Indonesia dan Islam jaya.33
Muhammadiyah dalam beberapa aspek gerakan hampir sama dengan
Al Irsyad, baik pendidikan, purifikasi ajaran, sosial maupun dakwah Islam.
Bisa dikatakan antara keduanya dan PERSIS merupakan Trio Pembaharuan
awal abad 20 yang paling dikenal.34
Persatuan Islam (PERSIS) lebih radikal dalam berdakwah daripada
Muhammadiyah. Dia menyerang kelompok tradisonalis, nasionalis dan
sekuleris. Gaya pemikirannya mirip dengan Ibnu Taimiyah. Dari sisi
pemurnian tauhid dan fiqh, hampir sama dengan Muhammadiyah.35
C. Cakupan Dakwah Purifikasi Muhammadiyah
32 Mustofa Kamal Pasha.Muhammadiyah Sebagai…, hlm.58. 33 Burhanuddin Daya. 1990. Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Sumatera
Thawalib. Yogyakarta : Tiara Wacana, hlm 93 dan 369-370. 34 Syafiq A. Mughni. Nilai-Nilai…, hlm. 5-6 dan Mustofa Kamal Pasya & Adaby.
Muhammadiyah sebagai…, hlm. 56 35 Syafiq A. Mughni. Nilai-Nilai…, hlm.132 dan Mustofa Kamal Pasya & Adaby.
Muhammadiyah sebagai…, hlm. 58.
65
Kajian cakupan dakwah purifikasi Muhamadiyah menurut penulis bisa
diklasifikasikan menjadi tiga bagian. Pertama, doktrin Aqidah (teologi),
kedua, Fiqh dan ketiga, sufisme-filsafat. Pembagian ini dilakukan untuk
mensamakan pokok-pokok ajaran yang ada pada Muhammad Ibnu Abdul
Wahhab.
Pertama, doktrin aqidah. Secara total dakwah Muhammadiyah
memerangi penyimpangan ajaran Islam seperti, syirik, bid’ah khurafat dan
taklid. Semua merupakan benalu yang dapat merusak aqidah dan ibadah
seseorang. Dalam hal lain dakwah purifikasi Muhammadiyah juga mengalami
perkembangan tidak hanya memurnikan ajaran Islam saja tetapi melakukan
pembaharuan diberbagai sektor kehidupan, semacam penyantunan fakir
miskin, pengelolaan Rumah Sakit, Qurban dan sebagainya.36
Dalam pandangan Ahmad Dahlan Aqidah adalah sebuah kepercayaan
dekat dengan Allah, kembali pada Al Qur’an, mengorbankan harta dan jiwa
pada Allah serta mantap dalam menegakkan agama Islam. Gambaran tentang
hal ini bisa disimak dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 45 dan Al Hujurot
ayat 15. 37.
Agar lebih spesifik dalam melihat doktrin aqidah Muhammadiyah,
maka arah kajian akan melibatkan sisi teologi menurut putusan Majelis Tarjih
Muhammadiyah. Adapun kajian teologi dapat dibagi dalam tiga hal.
36 Mustofa Kamal Pasha & Adaby. Muhammadiyah sebagai…, hlm. 115. 37 K.R.H.Hadjid. 1996. Ajaran K.H.A. Dahlan dengan 17 Kelompok Ayat-Ayat Al
Qur’an. Semarang : PW. Muhammadiyah Jawa Tengah, hlm. 36-37.
66
Pertama, membahas tentang perbuatan manusia. Majelis Tarjih
Muhammadiyah mengenai hal ini berpendapat dalam bab qadla dan Qadar
sebagai berikut,
Adapun segala yang dilakukan manusia itu segalanya atas qadla dan qadarNya. Sedang manusia sendiri hanya dapat berikhtiar. Dengan demikian segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri. Tetapi dilihat dari segi kekuasaan Allah perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah.
Kedua, tentang kada dan kadar, Majelis Tarjih berpandangan,
Kita wajib percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segasla sesuatu dan Dia telah menyuruh dan melarang. Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan. Bahwasannya Allah telah menetukan sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak. Adapun segala yang dilakukan manusia itu semua atas Qadla dan Qadar-Nya.
Ketiga, tentang sifat-sifat Tuhan. Dalam bagian ini Majelis Tarjih menjelaskan
pula pandangannya tentang sifat sifat Tuhan, peran akal dan corak aqidah
Muhammadiyah. Untuk masalah sifat-sifat Tuhan, Majelis Tarjih
berpandangan sama terhadap konsep sifat-sifat Allah pada umumnya. Masalah
akal di jelaskan sebagai berikut,
Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai akal dalam hal kepercayaan. Sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang zat Allah dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya. Maka janganlah engkau bicarakan hal itu. Tidak ada kesangsian tentang adanya. Adakah orang ragu tentang Allah yang menciptakan langit dan bumi?.
Himpunan Putusan Tarjih tentang aqidah Muhammadiyah menjelaskan,
Inilah pokok-pokok aqidah yang benar yang terdapat dalam Al Qur’an dan hadits yang dikuatkan oleh pemberitaan-pemberitaan yang mutawatir. Maka barang siapa percaya akan semuanya itu dengan keyakinan yang
67
teguh, maka masuklah ia dalam golongan yang berpegang pada kebenaran dan tuntunan Nabi serta lepas dari ahli bidah dan kesesatan. 38
Kedua, doktrin fiqh. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa
dalam urusan fiqh, Muhammadiyah sama dengan aqidah dan teologi, tidak
bermadzhab kepada madzhab fiqh manapun. Meski umat muslim Indonesia
kebanyakkan Syafi’iyah.
Arah bidikan fiqh Muhammadiyah tentu tidak bisa lepas dari syariah
(Al Syariat), yaitu peraturan-peraturan, hukum-hukum yang ditetapkan oleh
Allah dan terdapat dalam Al Qur’an serta Sunah. Untuk masalah syariah
Muhammadiyah juga menyerahkan fiqh pada ijtihad majelis tarjih. Berbagai
masalah yang dikaji seputar syariah dan fiqh sebagai produk antara lain
masalah kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam dan metode istinbath
yang diterapkan.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang mutlak bagi
Muhammadiyah. Sedang dalam masalah hadits majelis tarjih Muhammadiyah
bersifat selektif. Ia mengambil hampir semua jenis hadits untuk dijadikan
dalil, baik yang daif mursal, mauquf dan sebagainya, meskipun dengan
persyaratan tertentu.39
Metode istinbath mencakup hukum antara lain qiyas, istihsan dan al
maslahat wal mursalat. Tiap-tiap madzhab mempunyai perbedaan tersendiri
38 Arbiyah Lubis. Pemikiran Muhammadiyah…, hlm. 74-78 39 Beberapa hadits yang diperdebatkan dan dijadikan hujjah oleh Muhammadiyah.
Pertama, hadits mauquf, mursal thabii, mursal shahab dan hadits dlaif. Keempat hadits ini bila tidak ada qorinahnya maka tidak bisa dijadikan hujjah. Kedua,Jarh ( cela ) didahulukan dari pada ta’dil sesudah ada keterangan yang jelas dan sah menurut anggapan syara. Baca : PP. Muhammadiyah. 1972. Himpunan Putusan Majelis Tarjih. Jakarta : PP Muhammadiyah Press, hlm 300-301.
68
terhadap metode ini, khususnya untuk mencari kepastian hukum.
Muhammadiyah dalam masalah ini menyerahkan sepenuhnya pada majelis
tarjih dengan ijtihadnya.40
Ketiga, doktrin tasawuf dan filsafat. Sebagaimana telah disebutkan
dimuka bahwa kedua doktrin ini tidak digambarkan secara jelas dalam diri
Muhammadiyah. Data yang ditemukan hanya seputar tanggapan beberapa
tokoh Muhammadiyah tentang tasawuf, sedang masalah filasafat sangat
minim.
Ahmad Dahlan tumbuh dalam lingkungan intelektual dan kultural yang
berakar pada tradisi sufi. Menurutnya, dalam tasawuf kita harus bisa membuat
perbedaan tegas antara ritual ekstatis, tarekat-tarekat, dan sufi popular. Pada
sisi lain karakteristik tasawuf yang sehat, lebih banyak dipraktekkan oleh
beberapa kelompok dan elit tertentu. Dari gambaran ini Dahlan lebih mencari
jalan tengah dalam menyikapi masalah tasawuf 41.
Tasawuf dalam pandangan HAMKA lebih diarahkan pada tasawuf
modern. Dimana spiritualitas baik dalam bentuk tasawuf, ihsan, maupun ahlak
menjadi kebutuhan sepanjang hidup manusia dalam semua tahap
perkembangan masyarakat. Untuk masyarakat yang masih berkembang,,
spiritualisme harus berfungsi sebagai pendorong untuk meningkatkan etos
kerja dan bukan pelarian dari ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasi
tantangan hidupnya. Sedang bagi masyarakat maju-industrial, spiritualisme
berfungsi sebagai tali pengghubung dengan Tuhan. Namun demikian, tasawuf
40 Arbiyah Lubis. Pemikiran Muhammadiyah…, hlm. 84-89 41 Alwi Shihab. Membendung Arus…, hlm 134-135
69
tidak bisa dipisahkan dari kerangka pengamalan agama, dan karena itu harus
berorientasi pad Al Qur’an dan Sunah.42
42 Syafiq.A. Mughni Nilai-nilai…, hlm. 195. Untuk pandangan Muhammadiyah tentang
tasawuf, bisa melihat pada pendapat DR. Simuh dan DR Amin Abdullah. Menurutnya ada tiga hal yang melandasi Muhammadiyah cenderung menolak tasawuf. Pertama, spiritualitas sufisme membawa ekstrimitas pada spiritualitas kasfyi, yakni kontemplasi spiritual-religius yang sering kali berakhir pada wahdat alwujud. Sedang spiritualitas Islam sejati berdasar pada syar’i. Kedua, spiritualitas sufisme tidak bisa melepaskan diri dari ekstrimitas yang berorientasi pada pemenuhan nafsu egosentris dalam melakukan hubungan dengan Allah. Dalam spiritualitas Islam sejati ada keseimbangan antara hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Ketiga, tasawuf dahulunya adalah praktek zuhud yang bersifat terbuka, kemudian dilegalkan secara eksklusif menjadi lembaga dan tarekat. Muhammadiyah melihat tasawuf bukanlah bentuk spiritualitas yang representatif dari ajaran Islam (Al Qur’an dan sunah). Baca : Haedar Nasir.2000. Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta : Biograf, hlm 22-23.