bab iv new -...
TRANSCRIPT
49
BAB IV
ANALISIS TERHADAP HAK ANAK UNTUK MENDAPATKAN
PENDIDIKAN DALAM KELUARGA MENURUT ISLAM
Perhatian yang besar untuk memenuhi hak anak secara tidak langsung telah
menanamkan rasa optimis dalam hidup sekaligus anak mempelajari bahwa hidup
adalah memberi dan menerima. Demikian halnya pendidikan hidup yang ia rasakan–
untuk tunduk pada kebenaran–akan memberikan kemampuan yang baik baginya. Dan
kebiasaannya untuk melihat keadilan akan membukakan pandangannya untuk
membentuk gambaran kerangka hidupnya dan tuntutan yang menjadi haknya.
Sedangkan kebalikan dari situasi ini akan menghancurkan masa depan anak.
Setiap oranng tua mengemban tanggung jawab untuk menghormati dan
memenuhi seluruh hak anaknya. Jika mereka melalaikan tugas ini maka mereka akan
mendapatkan murka dan tuntutan Allah di akhirat kelak. Islam mengajarkan bahwa
tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah dilakukan secara terus menerus
yang dimulai sebelum pelaksanaan pernikahan sampai anak itu dewasa dan
menikahkannya. Demikian Islam mengajarkan bentuk tanggung jawab orang tua
terhadap anaknya sejak lahir hingga dewasa, upaya dari orang tua yang tulus ini tidak
dapat dibalas kecuali dengan pahala dari Allah.
A. Nilai Kependidikan Hak-Hak Anak yang Ditetapkan dalam Islam
Pendidikan merupakan usaha terpenting yang harus dilakukan oleh para
orang tua terhadap anak-anaknya. Tanggung jawab orang tua terhadap anak
merupakaan tugas mulia dan sangat agung. Orang tua harus mendidik anak-
anaknya agar dapat menjadi anak yang baik di dunia maupun di akhirat. Oleh
karena itu, tanggung jawab orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak
merupakan suatu hal yang harus diprioritaskan, sebab pendidikan merupakan
suatu hal yang urgen dan akan dipertangung jawabkan dihadapan Alah swt.
Apabila ada orang tua yang lalai dalam memberikan pendidikan terhadap
anaknya, dia sangat berdosa. Sebab anak akan menjadi rantan terkena penyakit
sosial dan mederita kerugian disebabkan oleh kelalaian orang tuanya. Orang tua
seperti itu telah meghianati amanah yang telah Allah berikan kepada mereka.
Mereka juga telah menyia-nyiakan anugerah yang Allah SWT titipkan.
Seharusnya mereka dapat menjaga titipan tersebut. Para orang tua harus kuat
memikul beban tanggung jawab yang telah Allah SWT percayakan kepada
58
mereka. Oleh karena itu, al-Qur’an telah memberikan peringatan kepada orang tua
agar senantiasa berhati-hati terhadap sikap lalai tersebut. Bahkan, al-Qur’an telah
mengingatkan akan resiko yang harus ditanggung oleh para orang tua apabila
mereka melalaikan hal tersebut.
Banyak terdapat dalam riwayat Nabi dan para pakar pendidikan sepakat
bahwa pendidikan terhadap anak sudah dimulai sejak jauh sebelum anak itu
terlahir ke dunia ini yakni pada saat memilih suami dan istri yang saleh dan
salehah, karena keluarga adalah sebagai lembaga yang sangat berperan dan urgen
dalam pembentukan kepribadian anak atau dalam pembinaan anak. Agama yang
benar dan akhlak yang lurus, perlu dijadikan kriteria pokok dalam memilih suami
atau istri.
Pengutamaan pemilihan suami dan istri dilihat dari aspek agama, dapat
dipahami karena seorang istri yang taat beragama (istri salehah) diharapkan benar-
benar dapat menjalankan kewajibannya dalam menjalankan hak suami, hak-hak
anak dan menjadi pendidik yang baik serta mamahami kewajibannya sebagai
seorang ibu rumah tangga. Dari sini pula akan tercipta sebuah keluarga sakinah
sebagai tempat lahirnya anak yang saleh dan salehah. Karena dalam keluarga
sakinah akan senantiasa melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai sebuah
keluarga yaitu sebagi tempat pertama dan utama untuk mendapatkan pendidikan
anak yang baik. Seorang anak yang telah terdidik dengan baik akan melahirkan
seorang pemimpin umat yang baik dan kuat ditengah masyarakat yang kompleks
ini.
Suami–istri yang saleh dan salehah seperti itulah yang mengetahui hak-hak
anak dan berupaya untuk memberikannya secara penuh. Yaitu hak yang harus
diterima oleh anak baik masa pra kelahiran maupun pasca kelahiran.
Pada masa pra kelahiran Islam memberikan perlindungan yang besar
terhadap janin yang ada dalam kandungan ibu, baik perlindungan jasmaniah
maupun rohaniah. Diantaranya Islam memberikan perlindungan kepada ibu yang
melakukan tindakan kriminal dengan menangguhkan hukuman kepada ibu yang
hamil tersebut, dan hukuman itu diberikan setelah bayi itu lahir. Allah juga
memberikan keringanan dari berbagai kewajiban kepada ibu yang mengandung,
misalnya kewajiban untuk berpuasa tapi digantikan pada hari lain.
Setelah anak lahir, Islam lebih serius dalam memperhatikan dan
memberikan perlindungan kepada anak yaitu dengan memberikan hak-hak yang
58
harus diterima demi menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak yang
sempurna.
Diantara hak anak adalah mendapatkan pengakuan dalam silsilah . Hal ini
meskipun manfaatnya tidak secara langsung di rasakan oleh anak namun pada
dasarnya akan sangat berpengaruh pada keadaan psikologis anak, yaitu tentang
pengakuan masyarakat terhadap statusnya dalam sebuah keluarga. Anak juga
berhak mendaptkan haknya untuk hidup dan melanjutkan kehidupannya sebagai
takdir Ilahi. Apapn alasannya mengakhiri kehidupan siapapun merupakan dosa
besar dengan ancaman neraka.
Anak juga berhak memperoleh nama yang baik dari orang tuanya. Nama
yang baik bukan hanya nama yang indah dan enak didengar tapi mempunyai
makna yang baik karena nama adalah sebuah do’a atau harapan dari yang
membuat atau yang memberikan. Dan namapun sangat mempengaruhi konsep diri
dan kepribadian anak tersebut. Hak anak lainnya adalah mendapatkan ASI selama
ibu sehat dan tidak mengalami gangguan. ASI bukan hanya penting untuk
pertumbuhan fisik anak tapi dengan memberikan ASI, sang Ibu sang telah
mencurahkan kasih sayang kelembutan dan perhatian yang dapat menimbulkan
ketenangan dan kesehatan jiwa anak.
Anak terlahir sebagai makhluk individu dan sosial, untuk mengajari
bagaimana anak harus mampu berbagi kebahagiaan, dan suka cita dengan
sekitarnya melalai bershadaqah, jalan yang ditetapkan dari Islam adalah melalai
akiqah. Akiqah merupakaan kesunnahan yang sangat dianjurkan karena akiqah
juga bermanfaat untuk kesejatian hubungan batin antara orang tua dan anak.
Islampun sangat Memperhatikan dalam hal kebersihan badan misalnya
dengan mencukur rambut, berkhitan yang pada dasarnya untuk menjaga kesehatan
tubuh anak yang sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa anak.
Dari beberapa hak anak tersebut yang paling penting dan harus diterima
anak secara langsung dan sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian
anak adalah pemberian pendidikan yang baik. Dalam memberikan pendidikan ini
harus dengan memperhatikan berbagai kebutuhan anak yaitu jasmaniyah dan
rohaniyah. Anak di ciptakan oleh Tuhan dengan memiliki beberapa potensi, dan
masing-masing potensi tersebut tak akan ada bila tidak digali, ibarat minyak
dalam tanah tak akan bermanfaat bila tidak di cari dan digali. Penggalian potensi
tersebut dilakukan melalui pendidikan yang tepat..
58
Kemudian yang perlu diperhatikan dalam memberikan pendidikan kepada
anak adalah sebagai pendidik harus memahami potensi atau kemampuan anak
dalam setiap tahap atau fase-fase pertumbuhan dan perkembangannya anak yang
mana dalam setiap tahap atau fase tersebut anak menpunyai kemampuan yang
berbeda.
Dalam masa anak sebelum dilahirkan kedunia secara tidak langsung anak
sudah mengadakan interaksi dengan dunia di luar kandungannya, oleh karena itu
pendidikan anak sudah di mulai sejak masa ini, karena besarnya pengaruh masa
pra kelahiran terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak selanjutnaya maka
Islam pun memberikan jaminan perlindungan terhadap janin dalam kandungan
seorang ibu. Islam lebih serius dalam memberikan perlindungan terhadap anak
setelah anak tersebut lahir kedunia. Karena dalam masa ini anak menyerap segala
yang ada di lingkungannya
Dari semua hak tersebut terkandung nilai kependidikan sebagai upaya
untuk mendidik anak menjadi anak yang saleh serta sebagai ikhtiar maksimal
yang dilakukan oleh pihak orang tua demi terbentuknya kepribadian anak yang
mampu berhubungan baik dengan Allah SWT dan mampu berhubungan baik pula
dengan sesama manusia.
Kepandaian dan keterampilan orang tua sebagai pendidik yang pertama
dan utama sangat menentukan bagaimana “warna“ anak setelah dewasa kelak
dengan ketepatannya dalam mendidik, maka anak menjadi individu yang salah
satu sifatnya adalah pandai berbakti kepada ibu dan ayahnya. Maka kepandaian
anak dalam berbakti kepada orang tuanyapun ditentukan pula oleh bagaimana
orang tua dalam mendidiknya.
B. Analisis Terhadap Hak Anak Untuk Mendapatkan Pendidikan dalam
Keluarga
Setiap orang tua muslim yang baik semestinya merasa wajib untuk
memenuhi hak pendidikan anak yang memang seharusnya mereka dapatkan dari
orang tuanya. Dengan kata lain, ia pasti marasa berkawajiban untuk mendidik
anaknya dengan pendidikan yang dapat menumbuhkan kesalehan anak pada usia
dewasa kelak.
58
sebagaimana firman-Nya:
سكم وأهليكم نارا وقودها الناس واحلجارة ياايهاالذين ءامنوا قوا أنفعليها ملئكة غالظ شداد اليعصون اهللا ما أمرهم ويفعلون مايؤمرون
) 6: التحرمي( Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS Al-Tahrim : 6) 1
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa di perintahkan kepada umat yang
beriman untuk memelihara diri dan keluarga maing-masing yaitu dengan jalan
menyuruh mereka (anggota keluarga yaitu istri, anak dan segala orang yang
berada di bawah penjagaaannya) untuk berbuat makruf dan melarang untuk
berbuat munkar, serta mengajarkan kebajikan dan perintah syara’ 2
Menurut Agus Sujanto, bahwa dalam keluargalah anak berkembang. Oleh
karena itu keluarga menduduki tempat terpenting bagi terbentuknya pribadi anak
secara keseluruhan yang akan dibawa hasil pembentukannya itu sepanjang
hidupnya. Keluargalah pembentuk watak, pemberi dasar keagamaan, penanaman
sifat, kebiasaan, hobby, cita-cita dll. Sedangkan lembaga lain di mayarakat adalah
sekedar membantu melanjutkan, memperbanyak atau memperdalam apa yang
diperoleh dari keluarga.3
Pada dasarnya orang tua adalah sebagai penolong anak dalam proses
tumbuh kembang anak. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan
sempurna maka sebagai orang tua berkewajiban untuk melaksanakan semaksimal
mungkin fungsi dari keluarga, yaitu :
1 Depag. RI., Op.Cit., hlm.951 2 Tengku Muhammad Hasbi Ah-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nur, (Semarang::
Pustaka Rizki Putra, 2000), Cet II, hlm. Lihat pula Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000)
3Agus Sujanto, Psikologi Peerkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta,1996), Cet. VII, h
58
1. Memperhatikan Sisi Psikologis (kejiwaan) Anak atau Rohaniyah
Memperhatikan masalah psikologis anak sangat diperlukan dalam menyiasati
kejiwaan anak Menurut beberapa pakar pendidikan4, orang tua didalam
mendidik anak harus memperhatikan beberapa hal :
1) Anak Memiliki Masa Depan Tersendiri
Di dalam mendidik anak orang tua tidak seharusnya menerapkan
doktrin-doktrin mati atau memaksakan keinginan atau kehendak orang tua
kepada anak, biarkan anak-anak berkembang sesuai dengan alamnya
sendiri, orang tua hanya berperan sebagai pendamping anak dalam
menemukan jalan yang lurus menuju kebahagiaan asalkan mereka tetap
pada jalur yang dibenarkan oleh akidah dan hidup dengan berpedoman
pada nilai-nilai agama.
2) Anak Memiliki watak Tersendiri
Sebagai seorang pendidik harus mampu membaca dengan cermat
watak dari masing-masing anak didik yang berbeda. Sehingga bisa
menyikapi dan mensiasati secara tepat Setiap anak yang terlahir ke dunia
mempunyai watak yang berbeda, karena setiap anak adalah unik dan
istimewa oleh karena itu di dalam mendidiknya pun harus menggunakan
cara yang berbeda pada maing-masing anak yang disesuaikan dengan
watak anak tersebut.
Secara umum para ahli menggolongkan tiga tipe watak anak yaitu
anak yang mudah, anak yang sulit, dan anak yang pendiam. Ketiga tipe ini
mempunyai cara pengasuhan yang berbeda yang harus disesuaikan dengan
anak tersebut, bukan dengan menyamakan perlakuan.
3) Anak Memiliki Kebebasan Berpikir
Sebagai makhluk independen, anak pun memiliki kebebasan
berpikir tersendiri yang juga membawa pengaruh pada aspek kejiwaannya.
4 Diantara pakar pendidikan dan psikologi anak tersebut adalah M. Nipan Abdul Halim
dalam bukunya mendambakan anak saleh, hlm. John Gray, dalam Childern Are From Heaven, Hlm. 1-3, serta Euis Sunarti dalam mengasuh Anak Dengan Hati, hlm 44-58 dan hlm.91
58
Oleh karena itu pihak orang tua harus memberikan porsi bagi kebebasan
berpikir ini secara wajar. Biarkanlah anak tumbuh dan berkembang
menjadi dirinya sendiri. Orang tua cukup mengarahkan kepada
perkembangan pemikiran yang maksimal dan mewaspadai sepenuhnya
agar perkembangan pemikiran itu tidak keluar dari rel yang digariskan
oleh agama.
Orang tua tidak bisa memaksakan nilai-nilai orang lain dan
pendekatan ini menyarankan penghormatan kepada individu-individu dan
hak-haknya untuk mengadakan pilihan dan membantu pengembangan pola
perilaku yangmembangun, memuaskan, tanggung jawab. Orang tua
hendaknya melihat peran mereka sekarang lebih sebagai penuntun dari
pada sebagai “majikan”, suatu peran yang meminta mereka untuk
menekankan dorongan dari dalam dari pada tekanan tanpa ada hubungan
dengan anak-anak.
Di dalam mendidik anak terjadi hubungan orang tua anak yang
selaras dan seimbang tanpa ada pihak superior dan iferior, subyek-obyek
sudah saatnya pola demikian diganti dengan pola relasi lain yang
manusiawi yakni “ subyek-subyek” disini orang tua hanya bertindak
sebagai pemandu dan penyerta bagi sang anak Kahlil Gibran5 pernah
menulis dalam salah satu bait puisinya : Anakmu bukanlah anakmu Mereka putri-putri kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri Mereka datang melalui engkau tapi bukan dari engkau Dan walau mereka bersamamu tapi mereka bukan kepunyaanmu6
Menurut Kahlil Gibran anak hanya sebagai titipan Tuhan untuk
dirawat dan dididik, bukan menjadi hak milik orang tua, yang bebas
melakukan apapun untuk mereka tanpa menyadari bahwa mereka juga
punya keinginan dan kemauan sendiri, biarkan mereka menjadi dirinya
sendiri, orang tua hanya sebagai pembimbing dan mengarahkan saja untuk
mencapai jalan lurus dalam kehidupan.
5 Kahlil Gibran adalah seorang penyair termashur lahir di Beshari, Lebanon 1883. Tulisan-
tulisannya di kenal luas karena citarasa orientalnya yang eksotik, bahkan mistis 6 Kahlil Gibran,Sang Nabi, terj. Iwan Nurjaya Djafar, (Yogyakarta : Bentang Budaya), Cet.
IX, hlm. 24
58
Sesekali orang tua boleh mengarahkan, membimbing dan memberi
pertimbangan, akan tetapi tidak boleh mendesakkan kehendaknya pada
anak, obsesi, cita-cita dan keinginan orang tua pada anak, sebagai manusia
atau lebih tepatnya sebagai individu yang khas dan unik, seorang anak
tentu punya kecenderungan dan kesadaran yang tidak sepenuhnya sama
dengan siapapun, termasuk dengan orang tua. Setiap pribadi pada
hakekatnya merupakan eksistensi yang sepenuhnya khas dan unik, yang
tidak selalu sama dengan yang lain.
Perbedaan dan keragaman di antara manusia tentunya tidak harus
dipaksakan untuk disatukan dan diseragamkan, akan tetapi perlu dikelola
secara baik dan bijak.
2. Memperhatikan Persoalan Jasmaniyah
Keluarga mempunyai peranan penting untuk menolong pertumbuhan
anak-anaknya dari segi jasmani. Hal ini dapat dilaksanakan sebelum bayi lahir.
Yaitu melalui pemeliharaan kesehatan pada ibu dan memberinya makanan
yang baik dan sehat selama mengandung, sebab itu berpengaruh pada anak
dalam kandungan.
Memelihara anak sejak kecil berarti harus menjaga semua jenis
makanan dan minuman anak. Kesehatan tubuh pada waktu balita akan
berdampak pada kesehatannya di usia dewasa, akal yang sehat terdapat dalam
tubuh yang sehat pula. Sebagaimana kata mutiara yang sering kita jadikan
semboyan : “Men sana in corpore sano” artinya dalam tubuh yang sehat
terdapat jiwa yang sehat.7
Kesehatan dapat diukur dari dua makna yaitu kesehatan fisik dan
kesehatan ruhani, makanan haruslah bersih dan terhindar dari segala bentuk
yang haram. Anak-anak hanya diperbolehkan menkonsumsi makanan yang
halal. Demikian pula ibu yang sedang hamil, menyusui dan merawat anak
harus menjahui makanan yang haram, sebab makanan yang haram tidak akan
membawa keberkahan.
Yang seringkali diabaikan oleh para orang tua dewasa ini adalah
dengan dimanjakan adanya makanan instan, beragam junk food yang banyak
7 M. A. Asyharie dan Ummu khairah,Kupinang Engkau Secara Islami,(Surabaya : Putra
Pelaja, 2001), Cet. I, hlm. 192
58
mengandung bahan-bahan yang tidak baik untuk kesehatan tubuh. Demi
kepraktisan makanan yang kaya lemak tapi kurang gizi itu jadi pilihan,
padahal hak anak adalah mendapatkan makanan yang baik dan mengandung 4
sehat 5 sempurna dan kewajiban orang tua lah untuk memenuhinya. Dengan
membiasakan anak mengkonsumsi makanan instan sama halnya menjauhkan
anak dari hidup sehat.
Selain menjadi tanggung jawab sekaligus kewajiban orang tua,
memberikan nafkah yang halal dan baik (Halalan Thayyiban) juga merupakan
cara yang sangat tepat dalam mendidik anak
Islam juga sangat memperhatikan dalam hal menjaga kesehatan tubuh
Dalam hadis nabi yang pada intinya bahwa anak berhak mendapatkan
pendidikan renang, pendidikan memanah dan pendidikan ekonomi sebagai
usaha untuk mempersiapkan kondisi fisik yang sehat dan bugar.
3. Memperhatikan Masalah Aqliyah
Walau pendidikan akal telah di kelola oleh lembaga pendidikan formal
namun keluarga masih tetap berperan penting dalm hal ini dan tidak dapat
dibebaskan dari tanggung jawab ini. Diantara tugas-tugas keluarga adalah
menarik potensi-potensi serta bakat yang dimiliki oleh anak-anaknya.
Misalnya adalah dengan cara memberikan permainan yang memacu
akal untuk berpikir. Menurut sabda Nabi bahwa anak juga berhak
mendapatkan pengajaran membaca dan menulis dari orang tua sebagai ranah
kognitif.
Para keluarga Islam seharusnya sadar bahwa anak-anak mereka tidak
akan menikmati prkembangan akal yang sempurna sebagai pemberian Allah.
Kecuali jika mereka mendapat pendidikan akal, dan jika mendapatkan
kesempatan yang cukup di rumah, keluarga, sekolah dan masyarakat pada
umumnya, untuk membuka, mengembangkan, menumbuhkan dan menggarap
kesediaan-kesediaan dan bakat-bakat, serat potensi yang dimiliki anak.
Di dalam mendidik anak selain memperhatikan permasalahan
jasmaniyah, rohaniyah dan akal juga memperhatikan berbagai hal yang
mempengaruhi kepribadian anak di antaranya adalah :
a. Menciptakan Lingkungan yang Mendidik
Pendidikan yang baik sulit berjalan efektif bila tidak didukung oleh
lingkungan, namun kelekatan orang tua anak dapat meminimalkan
58
pengaruh negatif lingkungan. Pendidikan anak tidak hanya datang dari
pengaruh orang tua semata, lingkungan sekitar seperti : pengasuh, kakek-
nenek, kerabat, tetangga dan juga sekolah semua harus sejalan. Karena
seperti yang diutarakan oleh Tisna Chandra, bahwa pendidikan yang
berbeda satu sama lain akan membuat hasil yang dicapai tidak maksimal8
Sebagaimana dikemukakan John Willey dan Sons bahwa :
“The greater portion of childern’s learning experiences occuroutside the school. The most basic learning attitudes and pattern of behavior toward one self and other take pleace in the home, particulary during earlier years.” 9Yang artinya Porsi terbesar dari pengalaman belajar anak terjadi dari luar sekolah. Sikap-sikap belajar yang paling mendasar dan pola tingkah laku untuk diri dan yang lain berada di rumah, terutama selama tahun-tahun pertama. Selain lingkungan terdekat dari anak yaitu keluarga, anak juga
harus terpenuhi kebutuhannya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar yang tak kalah besar pengaruhnya terhadap perkembangan
kepribadian anak sebagai salah satu bentuk dari belajar. Hasan Mazhahiri
dalam tulisannya mengemukakan betapa pentingnya dalam memilih
seorang teman. Dalam hal ini sangat diperlukan keterlibatan orang tua
secara langsung dalam menentukan,mengenali dan mewaspadai hubungan
anak-anak dalam berteman. Memilih teman yang tepat adalah ibarat
memilih persimpanga jalan yang sulit, akan mengantar pada kebahagiaan
ataukah pada kesengsaraan. Teman yang jahat akan menyeret temannya
menuju kesesatan dan kerusakan moral. Sebaliknya teman yang baik dan
beragama dari keluarga yang terhormat akan mengantar pada kebahagiaan
dan keberhasilan seorang anak.10
Lingkungan pergaulan sangat berpengaruh pada pembentukan
kepribadian seseorang pada umumnya, lebih-lebih pada anak-anak.
Sekalipun kepada anak-anak diberikan pendidikan yang baik, apabila
lingkungan pergaulannya tidak mendukung maka mubadzirlah upaya
pendidikan yang diberikan.
8 Irfan Hasuki,” Jika Lingkungan Tidak Mendukung”,Nakita,279/VI/7 Agustus, hlm. IX 9 John Wiley and Sons, Educational Psycology In The Classroom,(Japan : Modern Asia
Edition,1996), hlm. 102 10 Husain Muzhahiri, Pintar Mendidik Anak, (Jakarta : Lentera Basritama, 1999), hlm. 306
58
Maka dalam upaya mendidik anak, orang tua hendaknya pandai-
pandai menciptakan lingkungan pergaulan yang mendidik, yang dimulai
dari lingkungan keluarga ,sekolah dan masyarakat pada umumnya.
Menciptakan lingkungan yang mendidik dalam keluarga harus
dimulai dari orang tua, karena perilaku orang tua adalah sebagai contoh
seluruh anggota keluarga, pikiran anak selalu maniru dan membuat
rekaman tentang apa saja yang dilakukan oleh orang tua mereka kemudian
mendarah daging menjadi kebiasaan anak dalam bersikap.
Hal pertama yang harus dilakukan oleh pihak orang tua adalah [ada
tahap awal pembentukan proses keluarga, yaitu pada saat pemilihan suami
atau istri yaitu berdasarkan pada agamanya. Kemudian setelah pasangan
tersebut sah menjadi suami-istri yang di ikat dalam suatu perkawinan
berdasarkankan ketentuan agama Islam, kemudian membina sebuah
keluarga yang masing-masing angggota keluarga melaksanakan
kewajibannya masing-masing sesuai dengan kedudukannya dalam
keluarga tersebut sehingga akan tercipta sebuah keluarga sakinah
mawaddah warrahmah sebagai tempat pertama dan utama yang ditemui
oleh anak dan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak.
b. Memberi Teladan yang Baik
Orang tua adalah pendidik utama bagi anak-anak dan sekaligus
figur utama yang akan ditiru dan diteladani mereka. Anak-anak khususnya
pada usia dini selalu meniru apa yang dilakuakan orang sekitarnya, apa
yang dilakukan orang tua ditiru dan dilakukan anak. Oleh karena itu setiap
orang tua dituntut untuk memberikan keteladanan yang baik tatkala
seorang anak mulai tumbuh, maka ia akan merekam seluruh tingkah laku
orang tua. Dalam hal ini. Muhammad Al Zuhaili mengemukakan
kepribadian seseorang bisa menular kepada orang lain, dan diikuti melalui
tingkah laku, pemikiran dan perasaannya.11
Sementara itu, Psikolog Unika Sugiyopranoto Semarang, ML.
Oetomo menegaskan bahwa guru adalah figur profetis yang mengemban
misi kenabian yang bertanggung jawab atas titipan Tuhan. Untuk itu
11 Muhammad Al Zuhaili, Menciptakan Remaja Dambaan Allah, ( Bandung : Al Bayan,2004),
hlm. 84
58
diperlukan figur orang tua yang : 1) Berperan secara benar 2) mengenal
nilai-nilai dalam tata kehidupan yang benar, dan 3) Memiliki kepribadian
yang layak sebagai orang tua.Lebih jauh Oetomo memandang figur orang
tua yang baik adalah seperti semboyan ki Hajar Dewantoro “ Ing Ngarsa
Sang Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani.” 12
Dari apa yang dikemukakan ML. Oetomo tersebut dapat dapat
dipahami betapa pentingnya orang tua sebagai figur teladan yang
senantiasa dijadikan panutan dalam bertingkah laku anak dan
pembentukan kepribadian serta mangembangkan potensi dasar anak.
Orang tua sebagai pemegang amanat Tuhan. Bila di beri amant
maka harus dijaga amanat tersebut, dan hukumnya wajib, karena diberi
kepercayaan oleh Tuhan dengan menitipkan seorang anak pada orang tua,
maka orang tua harus melaksanakan kewajibannya diantaranya adalah
mengasuh dan mendidik anak dengan baik dan benar. Oleh karena itu
diperlukan orang tua yang mengenal nilai-nilai dalam tata kehidupan
dengan benar dan memiliki kepribadian yang mampu dijadikan contoh
oleh anak-anak mereka.
Para orang tua harus menjadi teladan yang dapat memberikan
gambaran nyata pada dirinya tentang nilai-nilai Islam, sehingga
memudahkan bagi si anak untuk melihat secara langsung apa yang harus
diperbuat dan adanya keserasian antara ucapan dan perbuatan orang tua.
Misalnya orang tua menyuruh anaknya shalat, tetapi ia sendiri tidak
melakukannya, ada pula orang tua yang melarang anaknya merokok tetapi
ia merokok didepan anaknya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Euis
Sunarti bahwa model yang dicontohkan orang tua merupakan
pembelajaran yang lebih efektif dibandingkan arahan yang bersifat vebal
semata13
Jika para orang tua muslim telah menjalankan proses pendidikan
anak dengan sepenuhnya, lalu bersikap tawakkal dan menyerahkan diri
kepada Allah, tetapi yang didapatkan justru anak yang berperilaku jelek
dan suka melakukan kerusakan. Yang demikian itu merupakan kehendak
12 Paulus Mujiran, Pernik-Pernik Pendidikan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 45 13 Euis Sunarti,Mengasuh Dengan Hati( Tantangan Yang Menyenangkan), ( Jakarta :
Gramedia, 2004), hlm. 13
58
dan ketentuan Allah, yang terpenting bagi orang tua adalah berusaha
sedangkan segala hasilnya dipercayakan saja kepada Allah.
Sebagaimana orang tua, anakpun memiliki kewajiban yang harus
dilakukan oleh anak terhadap orang tua, bila mendurhakainya neraka
sebagai balasannya.
Pada hakekatnya berbakti kepada orang tua bukanlah suatu yang
sia-sia bagi anak, tetapi sangat bermanfaat baik di dunia maupun di
akhirat. Manfaat yang di dapatkan ketika seoranag anak harus berbakti
kepada orang tuanya dengan tulus antara lain dapat memanjangkan umur
dan meluaskan rizki, sedangkan manfaat yang di dapat anak di akhirat
kelak antara lain mendapatkan ampunan dosa dan dimasukkkannya ke
dalam pintu surga.
Apalagi saat orang tua dalam keadaan lemah dan tidak
mempunyai daya atau kemampuan untuk merawat dirinya sendiri adalah
wajib untuk seorang anak berlemah lembut kepada mereka serta memohon
kepada Allah demi kebaikan mereka dan memenuhi mereka dengan bentuk
pemuliaan dan penghormatan yang terbaik. Riwayat-riwayat penegasan
dari Nabi SAW serta para imam atas komitmen untuk bermurah hati serta
memperlakukan orang tua dengan baik, tidak terbantahkan ada dalam
referensi kitab-kitab hadis dan sejarah.
Anak bertanggung jawab -di hadapan Allah – untuk menjaga
serta memuliakan orang tua mereka dengan memenuhi apapun yang
mereka butuhkan. Hal itu mungkin barangkali sebagai balasan dari beban
serta berbagai kesulitan yang mereka tanggung dan upaya mereka
mendidik anak-anak.
Bakti anak serta kepatuhan kepada orang tua – dengan melayani
mereka – merupakan bagian dari pendidikan Islam yang bertujuan
menegakkan ikatan-ikatan sosial yang harus berdasar pada cinta kasih dan
hubungan yang benar.
Pada dasarnya semua hak anak yang ditetapkan dalam Islam adalah
bertujuan untuk mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak menuju
kesempurnaan sesuai fase perkembangannya. Oleh larena itu dalam hal ini hak-
hak yang ditetapkan dalam Islam baik pra kelahilan atau pasca kelahiran sangat di
58
anjurkan untuk dilaksanakan para orang tua. Hal demikian dengan pertimbangan
bahwa hal-hal tersebut mempunyai nilai-nilai kependidikan yang sangat
berpengaruh pada kepribadian anak
Dalam syariat Islam menegaskan bahwa mendidik anak merupakan suatu
kewajiban bagi orang tua dan apabila tidak melaksanakannya merupakan suatu
penghianatan terhadap amanah Allah dengan ancaman neraka. Sebagai mana yang
tertuang dalam surat al-Anfal : 27
ياأيها الدين أمنواالتخونواأهللا واالرسول وتخونواأمنتكم وانتم تعلمون
)االنفا
ل :
2
58
7(
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul-Nya dan juga janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Al-Anfal : 27)14
Anak merupakan amanah bagi orang tua, sehingga sebagai orang tua
berkewajiban menjaga amanat tersebut sesuai dengan perintah yang memberi
amanat yaitu Allah SWT. Allah memberikan kesempatan kepada orang tua dan
keluarganya untuk memelihara dan menjaganya. Lebih dari itu Allah ingin
memberikan hak-hak anak yang telah Allah berikan dan amanahkan kepada orang
tua. Allah juga ingin memberikan kesempatan kepada para orang tua agar dapat
merealisasikan tuntutan syari’at dan hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan
anak. Semua itu merupakan hak anak yang harus diperoleh dari kedua orang
tuanya. Atau dengan bahasa lain hal itu merupakan suatu kewajiban yang harus
diberikan para orang tua terhadap anak-anak mereka.
Diantara kewajiban dari orang tua terhadap anaknya adalah mendidik
dengan baik dan tepat. Pendidikan ini sudah di mulai sejak pemilihan calon suami
ataupun calon istri hingga terbentuk suatu keluarga melalui perkawinan yang sah
menurut Islam. Dalam keluarga inilah anak mendapatkan suatu pendidikan yang
pertama dan paling utama dalam mempengaruhi kepribadian anak. Oleh karena itu
dalam sebuah keluarga harus di upayakan semaksimal mungkin suasana yang
aman, tentram dan damai yang hal ini harus diawali dari kedua orang tuanya serta
masing-masing anggota keluarga harus mampu melaksanakan perannya masing-
masing dalam sebuah rumah tangga dan berpegang teguh pada nilai-nilai agama,
maka interaksi sosial yang harmonis dalam keluarga akan tercipta pada gilirannya
kesejahteraan dan kebahagiaan akan teripta. Selain mendasarkan kehidupan pada
agama, juga dalam keluarga tersebut terpenuhi kebutuhan ekonomi. Tak sedikit
keluarga berantakan bahkan sampai pada perceraian karena kurang stabilnya
14 Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahan, (Jakarta : CV. Adi Gravika, 1994), hlm.264
58
perekonomian dalam suatu keluargan. Dengan adanya kedamaian dan
kesejahteraan dalam keluarga secara tidak langsung telah memberikan kepada
anak hak merekauntuk mendapatkan pendidikan yang baik.
Pendidikan yang baik haruslah terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan
akal anak begitu pula dalam hal pemillihan metode mendidik anak, karena
ketepatan dalam mendidik anak sangat berpengaruh pada keberhasilan mendidik
anak, khususnya dalam membentuk pribadi anak yang saleh. Namun sering kali
orang tua dalam mendidik anak menggunakan pendekatan yang bukannya
membantu perkembanngan dan pertumbuhan anak tetapi justru menghambat.
Pendekatan tersebut menurut penulis adalah :
a. Pendekatan Pengukuhan Kekerasan (hukuman fisik)
Banyak orang tua beranggapan bahwa mendisiplinkan anak adalah
mendidik mereka dengan kekerasan. Namun kekerasan tidak sama dengan
disiplin. Disiplin dilandasi dengan ketegasan dalam menentukan sikap dan
ketaatan berperilaku sesuai dengan rencana. Namun ketegasan serta ketaatan
tidak didasari adanya rasa takut adanya ancaman melainkan didasari adanya
kesadaran bahwa hal tersebut membawa manfaat besar bagi dirinya.15
Pendekatan pendidikan anak dengan kekerasan merupakan Pendekata
yang sangat kontroversial dan agak sulit. Sebagian orang tua menggunakan
metode ini terhadap anak-anak mereka baik yang sudah besar maupun yang
masih kecil. Mereka beranggapan hal demikian merupakan cara yang paling
tepat agar anak mau menurut pada kehendak orang tua.
Kekerasan juga dilandasi dengan ketaatan, namun ketaatan ini
dilandasi oleh rasa takut, karena jika seseorang berlaku tidak taat maka ia akan
kena perlakuan keras yang menyakiti dirinya baik secara fisik, verbal maupun
emosional. Dengan cara kekerasan belum tentu peraturan tersebut dilakukan
karena adanya kesadaran adanya manfaat suatu perilaku, bahkan kekerasan
cenderung menimbulkan sikap keras pula pada individu yang dilakukan
dengan keras
Orang tua harus menyadari bahwa anak-anak yang sering mengalami
kekerasan fisik diwaktu kecilnya akan tumbuh menjadi pribadi yang terluka
15 Monty P Satiadarma,Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak : Dampak Pygmalion
di Dalam Keluarga,(Jakarta : Pustaka Populer,2001), hlm. 124
58
dan penuh trauma, kekerasan yang sama akan ia lakukan terhadap orang
disekitarnya dan kepada anak-anaknya kelak. Jadi sebaiknya ortu harus
berpikir berpuluh kali sebelum melakukan kekerasan fisik pada anak, karena
rentetan akibatnya bisa terjadi selama beberapa generasi.
Apabila ditinjau dari hukum Islam, hukuman fisik tidak dilarang tetapi
harus dalam kondisi tertentu, atau telah gagal mencoba metode-metode
lainnya dan memukul adalah sebagai jalan terakhir. Tujuan utama memukul
adalah untuk menunjukkan kepada anak beratnya kesalahan anak dan betapa
orang tua tidak suka dengan hal itu. Tidak ada tujuan untuk menyakitinya
melainkan untuk meluruskan anak sebagai jalan terakhir. Dalam memberikan
hukuman ini diperbolehkan dengan syarat memenuhi batasan-batasan dari
pemberian hukuman tersebut.
Memang tidak ada keberatan untuk menggunakan pukulan dalam
pendidikan sebagai salah satu media hukuman dengan tujuan untuk
meluruskan, dengan syarat tidak dengan bentuk pukulan yang keterlaluan dan
membabi buta, tetapi kita batasi dengan persyratan-persyaratan sebagaimana
yang telah diuraikan pada bab 3. Sebagai pendidik harus menyadari bahwa
sakit karena pukulan merupakan media bukan tujuan. Upaya ini bukan balas
dendam tetapi mengarahkan dan meluruskan.
Kekerasan yang dialami anak dalam keluarga bukan hanya kekerasan
fisik semata, menurut Seto Mulyadi16 selain kekerasan fisik yang sering
diabaikan dan dianggap sebagai hal yang lumrah atau wajar terjadi dalam
pendidikan anak adalah kekerasan verbal.17 Misalnya dengan mengatakan
sesuatu yang dapat melukai perasaannya, misalnya “Dasar bodoh” atau “Kamu
anak nakal ya!“ jelas hal demikian jelas sebagai pelanggaran hak anak. Karena
dalam Islam sangat menekankan untuk mendidik anak dengan lemah lembut
dan penuh kasih sayang
Orang tua merasa berhak melakukan hal demikian hanya karena
mereka merasa figur yang lebih kuat dari si anak, untuk itulah sebaiknya orang
tua menyadari posisi anak lebih lemah, sehingga hak-haknya harus dijaga
betul.
16 Ketua komisi nasional perlindungan anak 17 Marfu’ah Panji Astuti, “ Pelanggaran Hak-Hak Anak di Sekitar Kita” Nakita, 26 juli 2003,
hlm. VII
58
Sedikit kisah yang ingin penulis utarakan disini sebagai sebagai sebuah
contoh kecil kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya.
Misalnya saja kisah David Pelzer. Dia menceritakan kembali pengalamannya
dalam buku A Child Called “it”: Perjuangan seorang anak untuk bertahan
hidup dikisahkan penyiksaan (fisik dan emosional) yang diterima David
Pelzer dari ibu kandungannya sejak umur 4 tahun sampai 12 tahun. Menit
demi menit kehidupannya dilalui dengan ketakutan, ketegangan kelaparan dan
penyiksaan fisik yang tidak henti-hentinya. Bahkan saat ibunya menusuknya
dengna pisao dirusuknya, yang menyebabkan demam berhari-hari tanpa
perawatan, bahkan tidak juga mendapatkan perhatian. Dalam kondisi demikian
David kecilpun tetap dipaksa menyelesaika tugas-tugasnya tanpa diberi
makan. Bertahan-bertahan David tidak diberi makan semestinya hanya di
izinkan mengais sisa-sia sereal sarapan kakaknya. Semua itu dilakukan oleh
ibunya merupakan hal yang pantas karena sebagai ganjaran atas kenakalannya.
Namun David mempunyai semangat hidup yang tinggi dengan menggali
kreativtiasnya untuk mendapatkan makanan bagaimanapun caranya.
Hingga pada suatu hari pihak sekolah David mengetahui hal ini,
kemudian David dititipkan pada tempat pengasuhan anak. Dan kini David
sukses sebagai aktivis terhadap perlindungan anak, kata David ” Karena
pengalaman saya sebagai anak yang mengelami penyiksaan, saya mungkin
tidak pernah menjadi diri saya sekarang in i”.
Seorang individu-indvidu yang banyak mengalami kerusakan atau
kekurangan dalam pengasuhan (misal = kekerasan), pasti ada celah dan
kesempatan untuk perbaikan selama terdapat lingkungan atau pihak yang
mampu memperbaiki hal tersebut menurut Euis Sunarti, lingkungan yang baik,
yang konsisten dan persisten akan mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak, bahkan mampu memperbaiki kesalahan pengasuhan yang
diterima anak pada masa-masa sebelumnya. Sebagai contoh adalah kasus
David Pelzer yang senang korban Child Abuse yang dibawa kesebuah lembaga
perlindungan anak “Sam Mateo Jevenile Department” disinikah David mulai
mendapatkan dirinya sebagai seorang manusia seutuhnya. Namun untuk
mampu bertahan dan menjadi sukses seperti David Pelzer bukanlah setiap
orang mampu untuk bertahan hidup dan menjadi sukses
b. Pendekatan dengan Pemberian Imbalan dan Dorongan
58
Sebagian orang tua menggunakan metode ini untuk mengambil hati
anak-anak mereka, serta mencoba menekan mereka untuk melakukan perintah
agar bisa memperoleh hadiah dan imbalan. Tetapi berbeda dengan John Gray,
pengasuhan anak dengan menawarkan hadiah, menganggap memberikan
hadiah kepada anak sebagai semacam suap, dan kalau orang tua perlu
menyuap anak berarti mereka bukan bos18 bagi anak-anak.19 Beberapa pakar
berpendapat, memotivasi anak dengan hadiah memperlihatkan secara tidak
langsung kelemahan orang tua dan anak-anaklah yang memegang kuasa.
Dampak negatif dari metode ini adalah bisa berakibat pada seorang
anak untuk melakukan perintah karena ia menghormati perintah tersebut dan
bahwa perintah tersebut harus dilakukan dan bukan pula perintah itu sangat
penting baginya, dan bahwa dengan melanggarnya ia akan terkena bahaya dan
bukan pula karena kedua orangtuanya telah berjasa baginya dan merupakan
suatu kewajiban untuk mentaati mereka. Akan tetapi karena dengan
melakukan apa yang telah diperintahkan kepadanya, ia akan menadpatkan
keuntungan materi atau berupa imbalan barang.
Menurut Maurice Balson ada yang lebih berhasil dan relevan bagi
iklim demokrasi atau lebih bersifat demokratis yaitu konsekuensi perilaku20.
Teknik konsekuensi perilaku jauh lebih menguntungkan dari pada
hadiah dan hukuman, dan tidak ada konsekuensi yang tidak menguntungkan.
Itu merupakan satu dari teknik yang paling penting dapat digunakan orang tua
untuk mengajar anak-anak mereka agar bertanggung jawab atas perilaku
mereka dengan memperbaiki relasi anak-anak mereka.
Dalam syariat Islam bahwa pujian atau imbalan tak selamanya buruk
atau negatif tapi ada beberapa keuntungan yang sangat bermanfaat bagi anak.
Pujian merupakan salah satu bentuk dari dorongan untuk berprestasi. Pujian
atau penghargaan yang diterima bisa menjadi drive atau dorongan untuk
bertindak, yang pada akhirnya diwujudkan dalam perilaku termotivasi.
18 Bos disini dimaksudkan bahwa orang tua adalah sebagai pemegang kendali dari anak-
anaknya, tetapi bukan berarti berhak memaksakan kehendaknya 19 John Gray, Op.Cit., hlm. 117 20 Maurice Balson, Menjadi Orang Tua Yang Sukses, terj. Al-=Berta CB (Jakarta: PT.
Grasindo, 1997) Cet. IV.hlm. 113
58
Namun pada hakekatnya, metode ini penting tetapi kalau hanya
menggunakan metode ini saja dalam mendidik anak tentu akan membuat
masalah bagi si anak dan keluarganya pada masa-masa yang akan datang,
sebagaimana telah dijelaskan diatas. Dan penghrgaan perlu diberikan kepada
anak jika memang harus diberi penghargaan begitupun sebaliknya yaitu dalam
memberikan hukuman.
c. Pendekatan dengan Otoriter yang memaksa
Pola otoriter adalah penyusunan yang kaku, diktator dan memaksa
anak untuk selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Gaya
pengasuhan in menempatkan orang tua sebagai pusat dan pemegang kendali.
Orang tua melakukan kontrol yang ketat terhadap anak yang di dasarkan
kepada nilai-nilai di percayai absolut kebenarannya.
Orang tua menentukan segalanya berkenaan dengan perilaku anak.
Orang tua benar-benar menetukan bagaimana setiap anak harus berperilaku
sesuai nilai kepatuhan menjadi dominan bagi orang tua, dan dijadikan sebagai
indikator keberhasilan pengasuhan yang dilaksanakan orang tua.
Meskipun suatu harapan, keinginan dan maksud orangtua telah
(dianggap) sedemikian luhur dan mulia bagi anaknya (tentunya dalam sudut
pandang dari orang tua), akan tetapi, tetap tidak bijaksana jika cara dan proses
yang dilakukan dalam mendesakkan obsesi orang tua. kepada anak tersebut
dilakukan secara paksa dan tidak demokratis. Jadi “proses” merupakan hal
yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Meskipun sebuah tujuan
dianggap baik luhur dan mulia akan tetapi jika proses memperjuangkan dan
mensosialisasikannya dilakukan secara paksa dan tidak demokratis, maka
tentu bertentangan dengan hakat dan martabat manusia.21
Di hadapan keinginan orang tua yang dianggap luhur dan mulia,
anakpun tetap harus diberi ruang untuk mempertimbangkan dan memilihnya,
bahkan sikap untuk tidak setuju dan menyangkalnya orang tua hanya berhak
memberi tawaran dan pertimbangan dan dengan segala alasan dan
argumentasinya, akan tetapi selebihnya biarlah anak sendiri yang memilih
alternatif dan menentukan sikapnya. Orang tua mungkin berpendapat bahwa
anak memang harus mengikuti aturan yang ditetapkannya. Toh, apapun yang
21 M. Arif Hakim, Mendidik Anak Secara Bijak, (Marja’: Bandung, 2002), hlm. 19.
58
diterapkan orang tua semata-mata demi kebaikan anak. Orang tua tak mau
repot-repot berpikir bahwa peraturan yang kaku seperti itu justru akan
menimbulkan serangkaian efek.
Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan otoriter akan
mengembangkan sikap sebagai pengekor, selalu tergantung kepada orang lain
dan mengambil keputusandan tidak memiliki pendirian pribadi. Anak sulit
menangkap makna dan hakikat ddari setiap fenomena hidup, kurang fokus
terhadap aktivitas yang dikerjakan dan seringkali kehilangan arah yang akan
dituju (aimless). Anak tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dipenuhi
ketakutan berbuat salah, dan cenderung sulit mempercayai orang-orang
disekitarnya. Aku mulasi dari karakteristik negatif tersebut menyebabkan anak
menyimpang.22
Oleh karena itu di dalam meluruskan tingkah laku anak yang salah
tidak seharsnya dengan memaksa tetapi dengan nasihat yang di sesuakan
dengan situasi dan kondisi anak terutama memilih waktu yang tepat dalam
memberikan nasihat.
d. Gaya Pengasuhan Permisif
Bukan berarti otoriter pola asuh otoriter sebagai pelanggaran hak anak
kemudian pola asuh yang permisif diperbolehkan atau yang disarankan.
Sesuai dengan namanya, gaya pengasuhan permisif (serba
membolehkan) dikirakan oleh perilaku orang tua yang senantiasa menyetujui
perilaku orang tua.
Pola ini biasa disebut pola indulgent yaitu pola asuh orang tua yang
selalu terlibat dalam semua aspek kehidupan anak.23orang tua cenderung
membiarkan anaknya melakukan apa saja sesuai dengan keinginana
anak.dalam bahasa sederhannya, orang tua akan selalu menuruti keinginan
naak, apapun keinginan tersebut. Bahkan orang tua tidak punya posisi tawar
sama sekali didepan anak karena semua keinginanya akan diturui tanpa
mempertimbangkan itu baik atau buruk bagi si anak, hal tersebut bahakan
berlaku untuk hal-hal dimana anak belum waktunya untuk terlibat. Orang tua
kurang melakukan evaluasi dan kontrol terhadap perilaku anak. Di sisi lain
22 Euis Sunarti, Mengasuh dengan Hati, hlm. 119 (lihat pula Marfu’ah Panji Astuti, Op.Cit., hlm.IV)
23 Marfu’ah, Ibid, hlm. V
58
orang tua tidak menuntut atau meminta anak untuk menunjukkan prestasi yang
seharusnya ditunjukkan sesuai usia perkembanganya.24
Seringkali penulis mendengar dari apa yang diucapkan oleh para orang
tua tentang alasannya untuk meuruti semua keinginan anak, sikap yang
diambilnya demikian didasari rasa sayangnya pada anak “ cinta saya pada si
kecil kan cinta tanpa syarat, jadi apapun yang diminta anak aka dituruti”.
Padahal yang namanya cinta, pada siapapun, termasuk pada anak, tidak identik
dengan keharusan menuruti semua.
Akibat buruk yang harus diterima anak sehubungan dengan pola asuh
orang tua yang seperti ini jelas tidak sedikit. Diantaranya akan tumbuh
menjadi anak yang kontrol dirinya rendah, kurang bertanggung jawab, tidak
trampil dalam mengatasi masalah dan mudah frustsi. Anak kurang
mengembangkan keingintahuan apalagi memenuhi keingintahuan sosialnya ia
selalu menuntut orang lain untuk menuruti keinginannya.25 Sebagaimana yang
dicontohkan oleh Nabi SAW. Bahwa dalam mendidik seorang anak harus
dengan memberikan atau dengan mencurahkan segala perhatian dan senantiasa
mengikuti perkembangan anak.
Di dalam mendidik anak tidak akan pernah sukses atau berhaasil jika
hanya menggunakan satu jenis metode saja, tetapi harus memadukan beberapa
metode yang sekiranya sesuai dengan usia anak, materi yang ingin
disampaikan dan lain sebagainya.
Sebagaimana pada bab terdahulu bahwa pendidikan anak mencakup
tiga aspek yaitu pendidikan jasmaniyah, pendidikan rohaniyah dan aqliyah.
Dari sisi psikologis, anak mempunyai kehendak, seta butuh dihargai
keinginannya tetapi anak juga butuh kendali. Mereka sangat berbeda dengan
orang dewasa, anak bukan miniatur orang dewasa, yang sudah mengerti hal-
hal yang pantas dilakukan dan tingkah laku yang harus ditinggalkan, oleh
karena itu anak perlu mendapatkan pendidikan yang baik dan tepat melalui
pola atau gaya pengasuhan yang sesuai dengan keadaan anak di zaman
sekarang ini, yaitu masyarakat yang haus dan rindu akan demokrasi. Untuk
memperoleh masyarakat yang demokratis ini harus diawali dari keluarga yaitu
24 Euis Sunarti, Op.Cit, hlm. 120
25 Euis Sunarti, Ibid, hlm. 120
58
dengan melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi yaitu gaya pengasuhan yang
demokratis.
Gaya pengasuhan ini di cirikan beberapa kondisi dimana orang tua
senantiasa mengontrol perilaku anak, namun kontrol tersebut dilakukan
dengan fleksibel atau tidak kaku. Pola asuh ini biasa disebut dengan
authoritative.
Anak yang terbiasa dengan pengasuhan gaya authoritative akan
membawa dampak menguntungkan. Diantaranya anak akan merasa bahagia,
mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, punya keinginan
untuk berprestasi dan bisa berkomuikasi dengan baik antara sesama temannya
dan dengan orang dewasa. Dengan adanya dampak positif tersebut, pola asuh
authoritative bisa dijadikan pilihan bagi orang tua. Untuk mengasuh anak-
anak mereka.
Perlindungan yang lebih terhadap anak sebagai anggota masyarakat
terlemah memang di perlukan. Hal ini di dasari akan kenyataan sebagian besar
perkembangan mental dan fisik manusia terjadi pada masa ini. Pada tahapan
ini peluang anak untuk berkembang dengan baik, menentukan karakter anak
kelak dewasa. Apabila proses pertumbuhan mental, fisik serta intelectual
mereka terganggu maka tidak ada kesempatan kedua bagi dirinya untuk
memperbaikinya
Secara lebih luas tentang pendidikan anak sekaligus perlidungannya,
bukan hanya tanggung jawab orang tua semata tetapi termasuk warga
masyarakat, negara dan masyarakat dunia. Tanggung jawab tersebut
merupakan tanggung jawab moral maupun sosial baik kepada Allah SWT
maupun sesama manusia. Karena anak adalah pewaris masa depan, artinya
masa depan kita ada di tangan mereka. Dan alangkah durhakanya kita jika
mengkhianati amanah suci tersebut.
58
pendekatan pendekatan pendekatan pendekatan
pendekatan
a. Pendekatan Pengukuhan Kekerasan
b. Pendekatan dengan Pemberian Imbalan
c. Pendekatan Otoriter Memaksa
d. Pendekatan dengan Permisif
58
Usaha yang Maksimal
Setiap usaha tidak akan membawa hasil yanng memuaskan
apabila tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh, termasuk
didalamnya usaha mendidik anak. Teori sebaik apapun yang di
gunakan dasar pijakan orang tua mendidik anak, tanpa dilaksanakan
secara bersungguh-sungguh, niscaya hasilnya tidak akan maksimal.
Maka di samping sebagi usaha kesungguh-sungguhan itu sekaligus
sebagai suatu cara yang tepat dalam mendidik anak
Dalam kehidupan kita, bisalah kita amati dan kita parhatiakan
atau bahkan kita rasakan sendiri, bahwasannya dengan usaha yang
sungguh-sungguhpun belum tentu memberikan hasil yang memuaskan,
apalagi jika dilakukan dengan setengah-setengah.
Secara lahiriyah, hanya dengan usaha yang maksimal itulah
kita akan menuai hasil yang maksimal. Dengan kesungguh-sungguhan
dalam mendidik anak, maka terbentuklah kepribadian anak yang saleh.
Meskipun secara Ilahiyah hal ini belum menjadi sebuah keniscayaan,
mengingat saleh dan tidaknya seseorang anak tergantung pada takdir-
Nya. Namun jika sudah di upayakan secara bersungguh-sungguh,
setidaknya telah gugur kewajiban sebagai orang tua dalam mendidik
anak.
Tak mudah menjadi orang tua, namun dengan tekad yang kuat
dan kemauan yang keras semua orang berpeluang untuk menjadi orang
tua yang ideal.namun fenomena yang sering terjadi sekarang ini
menjadi orang tua layaknya seorang yang tidak bisa berenang, namun
berani menceburkan diri ke kolam renang dan kemudian dengan
terengah-engah belajar berenang, yang bakalan terjadi tenggelam.
Begitupun dunia pendidikan anak.
a) Konsisten dalam mendidik
Pihak orang tua tidak sepantasnya hari ini mengatakan untuk
melaksanakan perintah pekerjaan tertentu, dan pada hari lain
melarangnya. Seharusnya ada konsistensi dalam prinsip hidup orang
tua. Karena hal ini akan berdampak pada kepribadian anak Anak di
harapkan kelak tumbuh dewasa menjadi insan yang konsisten dalam
memegangi prinsip hidup, maka pokok-pokok pendidikan pun harus
58
disampaikan secara konsisten pula. Jika anak tidak dihrapkan menjadi
insan yang plin-plan dalam berpendapat, terlebih dalam mempedomani
ajaran agamanya, maka pihak orang tuapun harus mengawalinya untuk
besikap konsisten.
Dalam Islam, tangggung jawab mendidik terletak pada tiga
linkungan yaitu rumah sekolah, dan masyarakat. Ketiga faktor ini pun
harus bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang membantu
tumbuh kembang anak secara optimal. Pendidikan yang berbeda satu
dengan yang lain akan membuat hasil yang dicapai tidak maksimal,
bahkan bisa berantakan.
Ketiga lingkungan tersebut harus konsisten dengan peraturan
yang ada, satu peraturan dirumah diperbolehkan dan disekolah
dilarang, hal demikian berarti mangajarkan pada anak untuk tidak
istiqamah pada apa yang ia lakukan. Begitu juga dari pihak orang tua
tidak sepantasnya hari ini memerintahkan untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu, tapi pada saat yang lain justru melarangnya.
Seharusnya ada konsisten dalam prinsip hidup orang tua, karena hal ini
sangat berpengaruh pada kepribadian anak
Orang tua harus benar-benar konsisten dalam melakukaan
pendidikan terhadap anak-anak mereka, agar anak-anak tersebut dapat
berjalan menuju apa yang telah digariskan oleh Allah menjadi
keturunan yang saleh di dunia, menambah kebaikan bagi orang tua di
akhirat kelak dan menjadi amal saleh bagi para orang tuanya setelah
wafat.
b) Mendoakan Kebaikan Bagi Anak
Kaitannya dengan hal tersebut Soetjiningsih26 yang di kutip
oleh Marzuki Umar, mengemukakan berbagai perlakuan salah yang
sering diterima oleh anak dari dua pihak, yaitu lingkungan dalam
keluarga dan linkungan luar keluarga.
Dalam Keluarga, berupa :
26 Marzuki Umar, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam,
(Yogyakarta : UII press, 2001), hlm. 91
58
a. Penganiayaan fisik yang menyebabkan terjadinya cacat fisik pada
anak sebagai hukuman diluar batas
b. Kelalaian. Merupakan perbuatan yang tidak disengaja akibat
ketidak tahuan atau akibat kesulitan ekonomi yang dapat
mengakibatkan gagal tumbuh (failur to thrive), anak merasa
kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan
perkembangan, pengawasan yang kurang menyebabkan anak
mengalami resiko terjadinya trauma fisik dan jiwa terutama dalam
kesalahan dalam mendidik anak untuk mampu berinteraksi dengan
lingkungannya.
c. Penganiayaan Emosional. Berupa kecaman dengan kata-kata yang
merendahkan anak, atau tidak mengakui anak
d. Penganiayaan Sexual. Berupa melakukan aktivitas seksual
dihadapan atau pada anak dengan bujukan
Masa yang paling lemah dalam perjalanan hidup seseorang
manusia adalah masa kanak-kanak. Dengan kondisi ruhaniah dan
badaniahnya yang belum lengkap berkembang, ketrampilan untuk
menunjang hidup sangat minim serta kecenderungan-kecenderungan
mereka yang amat berbeda dengan orang dewasa, menyebabkan
mereka memiliki dunia tersendiri yang amat berbeda dengan realita
orang dewasa tetap saja kehidupan mereka tergantung pada kebaikan
orang dewasa disekitarnya. Tanpa orang dewasa tidak mungkin orang
kecil mampu bertahan hidup sendirian
Akan tetapi kenyataan seperti ini sering diabaikan oleh orang
dewasa, sudah menjadi kenyataan bahwa orang tua memperlakukan
anak tidak sewajarnya sesuai dengan apa yang harus diterima oleh
anak pada setiap tahap perkembangannya, dan menerapkan pola asuh
salah yang justru dapat merusak anak tersebut. Misalnya saja dengan
kekerasan, hal ini dilakukan dengan alasan sebagai pendisiplinan
terhadap anak
Keteledoran dalam memberikan hak-hak anak merupakan
pelanggaran terhadap syariat dan sudah barang tentu mempunyai
dampak negatif, diantaranya adalah anak akan berperilaku
58
menyimpang dan perjalanan hidupnya tidak dipenuhi dengan
keberkahan
Banyak sekali nash syar’i, baik al-Qur’an maupun As Sunnah,
yang memerintahkan kepada orang tua agar berbuat baik kepada anak
dan menunaikan amanat dengan baik kepada mereka, dan
memperingatkan kepada orang tua agar tidak mengabaikan dan
mengurangi hak-hak mereka (anak)
Kendati tanggung jawab dalam mendidik anak itu besar, namun
sebagian besar manusia mengabaikan masalah tanggung jawab ini,
meremehkan masalah ini dan tidak mau memelihara, memperhatikan
masalah tanggung jawab ini secara serius, sehingga mereka
menelantarkan anak-anak mereka. Kesalahan dalam mendidik anak itu
banyak bentuk dan variasinya serta fenomenanya yang menyebabkan
anak itu menyimpang dan menyeleweng.
e. Pendekatan Pengukuhan Kekerasan (hukuman fisik)