bab iv new -...

28
49 BAB IV ANALISIS TERHADAP HAK ANAK UNTUK MENDAPATKAN PENDIDIKAN DALAM KELUARGA MENURUT ISLAM Perhatian yang besar untuk memenuhi hak anak secara tidak langsung telah menanamkan rasa optimis dalam hidup sekaligus anak mempelajari bahwa hidup adalah memberi dan menerima. Demikian halnya pendidikan hidup yang ia rasakan– untuk tunduk pada kebenaran–akan memberikan kemampuan yang baik baginya. Dan kebiasaannya untuk melihat keadilan akan membukakan pandangannya untuk membentuk gambaran kerangka hidupnya dan tuntutan yang menjadi haknya. Sedangkan kebalikan dari situasi ini akan menghancurkan masa depan anak. Setiap oranng tua mengemban tanggung jawab untuk menghormati dan memenuhi seluruh hak anaknya. Jika mereka melalaikan tugas ini maka mereka akan mendapatkan murka dan tuntutan Allah di akhirat kelak. Islam mengajarkan bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah dilakukan secara terus menerus yang dimulai sebelum pelaksanaan pernikahan sampai anak itu dewasa dan menikahkannya. Demikian Islam mengajarkan bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sejak lahir hingga dewasa, upaya dari orang tua yang tulus ini tidak dapat dibalas kecuali dengan pahala dari Allah. A. Nilai Kependidikan Hak-Hak Anak yang Ditetapkan dalam Islam Pendidikan merupakan usaha terpenting yang harus dilakukan oleh para orang tua terhadap anak-anaknya. Tanggung jawab orang tua terhadap anak merupakaan tugas mulia dan sangat agung. Orang tua harus mendidik anak- anaknya agar dapat menjadi anak yang baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak merupakan suatu hal yang harus diprioritaskan, sebab pendidikan merupakan suatu hal yang urgen dan akan dipertangung jawabkan dihadapan Alah swt. Apabila ada orang tua yang lalai dalam memberikan pendidikan terhadap anaknya, dia sangat berdosa. Sebab anak akan menjadi rantan terkena penyakit sosial dan mederita kerugian disebabkan oleh kelalaian orang tuanya. Orang tua seperti itu telah meghianati amanah yang telah Allah berikan kepada mereka. Mereka juga telah menyia-nyiakan anugerah yang Allah SWT titipkan. Seharusnya mereka dapat menjaga titipan tersebut. Para orang tua harus kuat memikul beban tanggung jawab yang telah Allah SWT percayakan kepada

Upload: lamquynh

Post on 11-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

49

BAB IV

ANALISIS TERHADAP HAK ANAK UNTUK MENDAPATKAN

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA MENURUT ISLAM

Perhatian yang besar untuk memenuhi hak anak secara tidak langsung telah

menanamkan rasa optimis dalam hidup sekaligus anak mempelajari bahwa hidup

adalah memberi dan menerima. Demikian halnya pendidikan hidup yang ia rasakan–

untuk tunduk pada kebenaran–akan memberikan kemampuan yang baik baginya. Dan

kebiasaannya untuk melihat keadilan akan membukakan pandangannya untuk

membentuk gambaran kerangka hidupnya dan tuntutan yang menjadi haknya.

Sedangkan kebalikan dari situasi ini akan menghancurkan masa depan anak.

Setiap oranng tua mengemban tanggung jawab untuk menghormati dan

memenuhi seluruh hak anaknya. Jika mereka melalaikan tugas ini maka mereka akan

mendapatkan murka dan tuntutan Allah di akhirat kelak. Islam mengajarkan bahwa

tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah dilakukan secara terus menerus

yang dimulai sebelum pelaksanaan pernikahan sampai anak itu dewasa dan

menikahkannya. Demikian Islam mengajarkan bentuk tanggung jawab orang tua

terhadap anaknya sejak lahir hingga dewasa, upaya dari orang tua yang tulus ini tidak

dapat dibalas kecuali dengan pahala dari Allah.

A. Nilai Kependidikan Hak-Hak Anak yang Ditetapkan dalam Islam

Pendidikan merupakan usaha terpenting yang harus dilakukan oleh para

orang tua terhadap anak-anaknya. Tanggung jawab orang tua terhadap anak

merupakaan tugas mulia dan sangat agung. Orang tua harus mendidik anak-

anaknya agar dapat menjadi anak yang baik di dunia maupun di akhirat. Oleh

karena itu, tanggung jawab orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak

merupakan suatu hal yang harus diprioritaskan, sebab pendidikan merupakan

suatu hal yang urgen dan akan dipertangung jawabkan dihadapan Alah swt.

Apabila ada orang tua yang lalai dalam memberikan pendidikan terhadap

anaknya, dia sangat berdosa. Sebab anak akan menjadi rantan terkena penyakit

sosial dan mederita kerugian disebabkan oleh kelalaian orang tuanya. Orang tua

seperti itu telah meghianati amanah yang telah Allah berikan kepada mereka.

Mereka juga telah menyia-nyiakan anugerah yang Allah SWT titipkan.

Seharusnya mereka dapat menjaga titipan tersebut. Para orang tua harus kuat

memikul beban tanggung jawab yang telah Allah SWT percayakan kepada

58

mereka. Oleh karena itu, al-Qur’an telah memberikan peringatan kepada orang tua

agar senantiasa berhati-hati terhadap sikap lalai tersebut. Bahkan, al-Qur’an telah

mengingatkan akan resiko yang harus ditanggung oleh para orang tua apabila

mereka melalaikan hal tersebut.

Banyak terdapat dalam riwayat Nabi dan para pakar pendidikan sepakat

bahwa pendidikan terhadap anak sudah dimulai sejak jauh sebelum anak itu

terlahir ke dunia ini yakni pada saat memilih suami dan istri yang saleh dan

salehah, karena keluarga adalah sebagai lembaga yang sangat berperan dan urgen

dalam pembentukan kepribadian anak atau dalam pembinaan anak. Agama yang

benar dan akhlak yang lurus, perlu dijadikan kriteria pokok dalam memilih suami

atau istri.

Pengutamaan pemilihan suami dan istri dilihat dari aspek agama, dapat

dipahami karena seorang istri yang taat beragama (istri salehah) diharapkan benar-

benar dapat menjalankan kewajibannya dalam menjalankan hak suami, hak-hak

anak dan menjadi pendidik yang baik serta mamahami kewajibannya sebagai

seorang ibu rumah tangga. Dari sini pula akan tercipta sebuah keluarga sakinah

sebagai tempat lahirnya anak yang saleh dan salehah. Karena dalam keluarga

sakinah akan senantiasa melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai sebuah

keluarga yaitu sebagi tempat pertama dan utama untuk mendapatkan pendidikan

anak yang baik. Seorang anak yang telah terdidik dengan baik akan melahirkan

seorang pemimpin umat yang baik dan kuat ditengah masyarakat yang kompleks

ini.

Suami–istri yang saleh dan salehah seperti itulah yang mengetahui hak-hak

anak dan berupaya untuk memberikannya secara penuh. Yaitu hak yang harus

diterima oleh anak baik masa pra kelahiran maupun pasca kelahiran.

Pada masa pra kelahiran Islam memberikan perlindungan yang besar

terhadap janin yang ada dalam kandungan ibu, baik perlindungan jasmaniah

maupun rohaniah. Diantaranya Islam memberikan perlindungan kepada ibu yang

melakukan tindakan kriminal dengan menangguhkan hukuman kepada ibu yang

hamil tersebut, dan hukuman itu diberikan setelah bayi itu lahir. Allah juga

memberikan keringanan dari berbagai kewajiban kepada ibu yang mengandung,

misalnya kewajiban untuk berpuasa tapi digantikan pada hari lain.

Setelah anak lahir, Islam lebih serius dalam memperhatikan dan

memberikan perlindungan kepada anak yaitu dengan memberikan hak-hak yang

58

harus diterima demi menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak yang

sempurna.

Diantara hak anak adalah mendapatkan pengakuan dalam silsilah . Hal ini

meskipun manfaatnya tidak secara langsung di rasakan oleh anak namun pada

dasarnya akan sangat berpengaruh pada keadaan psikologis anak, yaitu tentang

pengakuan masyarakat terhadap statusnya dalam sebuah keluarga. Anak juga

berhak mendaptkan haknya untuk hidup dan melanjutkan kehidupannya sebagai

takdir Ilahi. Apapn alasannya mengakhiri kehidupan siapapun merupakan dosa

besar dengan ancaman neraka.

Anak juga berhak memperoleh nama yang baik dari orang tuanya. Nama

yang baik bukan hanya nama yang indah dan enak didengar tapi mempunyai

makna yang baik karena nama adalah sebuah do’a atau harapan dari yang

membuat atau yang memberikan. Dan namapun sangat mempengaruhi konsep diri

dan kepribadian anak tersebut. Hak anak lainnya adalah mendapatkan ASI selama

ibu sehat dan tidak mengalami gangguan. ASI bukan hanya penting untuk

pertumbuhan fisik anak tapi dengan memberikan ASI, sang Ibu sang telah

mencurahkan kasih sayang kelembutan dan perhatian yang dapat menimbulkan

ketenangan dan kesehatan jiwa anak.

Anak terlahir sebagai makhluk individu dan sosial, untuk mengajari

bagaimana anak harus mampu berbagi kebahagiaan, dan suka cita dengan

sekitarnya melalai bershadaqah, jalan yang ditetapkan dari Islam adalah melalai

akiqah. Akiqah merupakaan kesunnahan yang sangat dianjurkan karena akiqah

juga bermanfaat untuk kesejatian hubungan batin antara orang tua dan anak.

Islampun sangat Memperhatikan dalam hal kebersihan badan misalnya

dengan mencukur rambut, berkhitan yang pada dasarnya untuk menjaga kesehatan

tubuh anak yang sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa anak.

Dari beberapa hak anak tersebut yang paling penting dan harus diterima

anak secara langsung dan sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian

anak adalah pemberian pendidikan yang baik. Dalam memberikan pendidikan ini

harus dengan memperhatikan berbagai kebutuhan anak yaitu jasmaniyah dan

rohaniyah. Anak di ciptakan oleh Tuhan dengan memiliki beberapa potensi, dan

masing-masing potensi tersebut tak akan ada bila tidak digali, ibarat minyak

dalam tanah tak akan bermanfaat bila tidak di cari dan digali. Penggalian potensi

tersebut dilakukan melalui pendidikan yang tepat..

58

Kemudian yang perlu diperhatikan dalam memberikan pendidikan kepada

anak adalah sebagai pendidik harus memahami potensi atau kemampuan anak

dalam setiap tahap atau fase-fase pertumbuhan dan perkembangannya anak yang

mana dalam setiap tahap atau fase tersebut anak menpunyai kemampuan yang

berbeda.

Dalam masa anak sebelum dilahirkan kedunia secara tidak langsung anak

sudah mengadakan interaksi dengan dunia di luar kandungannya, oleh karena itu

pendidikan anak sudah di mulai sejak masa ini, karena besarnya pengaruh masa

pra kelahiran terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak selanjutnaya maka

Islam pun memberikan jaminan perlindungan terhadap janin dalam kandungan

seorang ibu. Islam lebih serius dalam memberikan perlindungan terhadap anak

setelah anak tersebut lahir kedunia. Karena dalam masa ini anak menyerap segala

yang ada di lingkungannya

Dari semua hak tersebut terkandung nilai kependidikan sebagai upaya

untuk mendidik anak menjadi anak yang saleh serta sebagai ikhtiar maksimal

yang dilakukan oleh pihak orang tua demi terbentuknya kepribadian anak yang

mampu berhubungan baik dengan Allah SWT dan mampu berhubungan baik pula

dengan sesama manusia.

Kepandaian dan keterampilan orang tua sebagai pendidik yang pertama

dan utama sangat menentukan bagaimana “warna“ anak setelah dewasa kelak

dengan ketepatannya dalam mendidik, maka anak menjadi individu yang salah

satu sifatnya adalah pandai berbakti kepada ibu dan ayahnya. Maka kepandaian

anak dalam berbakti kepada orang tuanyapun ditentukan pula oleh bagaimana

orang tua dalam mendidiknya.

B. Analisis Terhadap Hak Anak Untuk Mendapatkan Pendidikan dalam

Keluarga

Setiap orang tua muslim yang baik semestinya merasa wajib untuk

memenuhi hak pendidikan anak yang memang seharusnya mereka dapatkan dari

orang tuanya. Dengan kata lain, ia pasti marasa berkawajiban untuk mendidik

anaknya dengan pendidikan yang dapat menumbuhkan kesalehan anak pada usia

dewasa kelak.

58

sebagaimana firman-Nya:

سكم وأهليكم نارا وقودها الناس واحلجارة ياايهاالذين ءامنوا قوا أنفعليها ملئكة غالظ شداد اليعصون اهللا ما أمرهم ويفعلون مايؤمرون

) 6: التحرمي( Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS Al-Tahrim : 6) 1

Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa di perintahkan kepada umat yang

beriman untuk memelihara diri dan keluarga maing-masing yaitu dengan jalan

menyuruh mereka (anggota keluarga yaitu istri, anak dan segala orang yang

berada di bawah penjagaaannya) untuk berbuat makruf dan melarang untuk

berbuat munkar, serta mengajarkan kebajikan dan perintah syara’ 2

Menurut Agus Sujanto, bahwa dalam keluargalah anak berkembang. Oleh

karena itu keluarga menduduki tempat terpenting bagi terbentuknya pribadi anak

secara keseluruhan yang akan dibawa hasil pembentukannya itu sepanjang

hidupnya. Keluargalah pembentuk watak, pemberi dasar keagamaan, penanaman

sifat, kebiasaan, hobby, cita-cita dll. Sedangkan lembaga lain di mayarakat adalah

sekedar membantu melanjutkan, memperbanyak atau memperdalam apa yang

diperoleh dari keluarga.3

Pada dasarnya orang tua adalah sebagai penolong anak dalam proses

tumbuh kembang anak. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan

sempurna maka sebagai orang tua berkewajiban untuk melaksanakan semaksimal

mungkin fungsi dari keluarga, yaitu :

1 Depag. RI., Op.Cit., hlm.951 2 Tengku Muhammad Hasbi Ah-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nur, (Semarang::

Pustaka Rizki Putra, 2000), Cet II, hlm. Lihat pula Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000)

3Agus Sujanto, Psikologi Peerkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta,1996), Cet. VII, h

58

1. Memperhatikan Sisi Psikologis (kejiwaan) Anak atau Rohaniyah

Memperhatikan masalah psikologis anak sangat diperlukan dalam menyiasati

kejiwaan anak Menurut beberapa pakar pendidikan4, orang tua didalam

mendidik anak harus memperhatikan beberapa hal :

1) Anak Memiliki Masa Depan Tersendiri

Di dalam mendidik anak orang tua tidak seharusnya menerapkan

doktrin-doktrin mati atau memaksakan keinginan atau kehendak orang tua

kepada anak, biarkan anak-anak berkembang sesuai dengan alamnya

sendiri, orang tua hanya berperan sebagai pendamping anak dalam

menemukan jalan yang lurus menuju kebahagiaan asalkan mereka tetap

pada jalur yang dibenarkan oleh akidah dan hidup dengan berpedoman

pada nilai-nilai agama.

2) Anak Memiliki watak Tersendiri

Sebagai seorang pendidik harus mampu membaca dengan cermat

watak dari masing-masing anak didik yang berbeda. Sehingga bisa

menyikapi dan mensiasati secara tepat Setiap anak yang terlahir ke dunia

mempunyai watak yang berbeda, karena setiap anak adalah unik dan

istimewa oleh karena itu di dalam mendidiknya pun harus menggunakan

cara yang berbeda pada maing-masing anak yang disesuaikan dengan

watak anak tersebut.

Secara umum para ahli menggolongkan tiga tipe watak anak yaitu

anak yang mudah, anak yang sulit, dan anak yang pendiam. Ketiga tipe ini

mempunyai cara pengasuhan yang berbeda yang harus disesuaikan dengan

anak tersebut, bukan dengan menyamakan perlakuan.

3) Anak Memiliki Kebebasan Berpikir

Sebagai makhluk independen, anak pun memiliki kebebasan

berpikir tersendiri yang juga membawa pengaruh pada aspek kejiwaannya.

4 Diantara pakar pendidikan dan psikologi anak tersebut adalah M. Nipan Abdul Halim

dalam bukunya mendambakan anak saleh, hlm. John Gray, dalam Childern Are From Heaven, Hlm. 1-3, serta Euis Sunarti dalam mengasuh Anak Dengan Hati, hlm 44-58 dan hlm.91

58

Oleh karena itu pihak orang tua harus memberikan porsi bagi kebebasan

berpikir ini secara wajar. Biarkanlah anak tumbuh dan berkembang

menjadi dirinya sendiri. Orang tua cukup mengarahkan kepada

perkembangan pemikiran yang maksimal dan mewaspadai sepenuhnya

agar perkembangan pemikiran itu tidak keluar dari rel yang digariskan

oleh agama.

Orang tua tidak bisa memaksakan nilai-nilai orang lain dan

pendekatan ini menyarankan penghormatan kepada individu-individu dan

hak-haknya untuk mengadakan pilihan dan membantu pengembangan pola

perilaku yangmembangun, memuaskan, tanggung jawab. Orang tua

hendaknya melihat peran mereka sekarang lebih sebagai penuntun dari

pada sebagai “majikan”, suatu peran yang meminta mereka untuk

menekankan dorongan dari dalam dari pada tekanan tanpa ada hubungan

dengan anak-anak.

Di dalam mendidik anak terjadi hubungan orang tua anak yang

selaras dan seimbang tanpa ada pihak superior dan iferior, subyek-obyek

sudah saatnya pola demikian diganti dengan pola relasi lain yang

manusiawi yakni “ subyek-subyek” disini orang tua hanya bertindak

sebagai pemandu dan penyerta bagi sang anak Kahlil Gibran5 pernah

menulis dalam salah satu bait puisinya : Anakmu bukanlah anakmu Mereka putri-putri kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri Mereka datang melalui engkau tapi bukan dari engkau Dan walau mereka bersamamu tapi mereka bukan kepunyaanmu6

Menurut Kahlil Gibran anak hanya sebagai titipan Tuhan untuk

dirawat dan dididik, bukan menjadi hak milik orang tua, yang bebas

melakukan apapun untuk mereka tanpa menyadari bahwa mereka juga

punya keinginan dan kemauan sendiri, biarkan mereka menjadi dirinya

sendiri, orang tua hanya sebagai pembimbing dan mengarahkan saja untuk

mencapai jalan lurus dalam kehidupan.

5 Kahlil Gibran adalah seorang penyair termashur lahir di Beshari, Lebanon 1883. Tulisan-

tulisannya di kenal luas karena citarasa orientalnya yang eksotik, bahkan mistis 6 Kahlil Gibran,Sang Nabi, terj. Iwan Nurjaya Djafar, (Yogyakarta : Bentang Budaya), Cet.

IX, hlm. 24

58

Sesekali orang tua boleh mengarahkan, membimbing dan memberi

pertimbangan, akan tetapi tidak boleh mendesakkan kehendaknya pada

anak, obsesi, cita-cita dan keinginan orang tua pada anak, sebagai manusia

atau lebih tepatnya sebagai individu yang khas dan unik, seorang anak

tentu punya kecenderungan dan kesadaran yang tidak sepenuhnya sama

dengan siapapun, termasuk dengan orang tua. Setiap pribadi pada

hakekatnya merupakan eksistensi yang sepenuhnya khas dan unik, yang

tidak selalu sama dengan yang lain.

Perbedaan dan keragaman di antara manusia tentunya tidak harus

dipaksakan untuk disatukan dan diseragamkan, akan tetapi perlu dikelola

secara baik dan bijak.

2. Memperhatikan Persoalan Jasmaniyah

Keluarga mempunyai peranan penting untuk menolong pertumbuhan

anak-anaknya dari segi jasmani. Hal ini dapat dilaksanakan sebelum bayi lahir.

Yaitu melalui pemeliharaan kesehatan pada ibu dan memberinya makanan

yang baik dan sehat selama mengandung, sebab itu berpengaruh pada anak

dalam kandungan.

Memelihara anak sejak kecil berarti harus menjaga semua jenis

makanan dan minuman anak. Kesehatan tubuh pada waktu balita akan

berdampak pada kesehatannya di usia dewasa, akal yang sehat terdapat dalam

tubuh yang sehat pula. Sebagaimana kata mutiara yang sering kita jadikan

semboyan : “Men sana in corpore sano” artinya dalam tubuh yang sehat

terdapat jiwa yang sehat.7

Kesehatan dapat diukur dari dua makna yaitu kesehatan fisik dan

kesehatan ruhani, makanan haruslah bersih dan terhindar dari segala bentuk

yang haram. Anak-anak hanya diperbolehkan menkonsumsi makanan yang

halal. Demikian pula ibu yang sedang hamil, menyusui dan merawat anak

harus menjahui makanan yang haram, sebab makanan yang haram tidak akan

membawa keberkahan.

Yang seringkali diabaikan oleh para orang tua dewasa ini adalah

dengan dimanjakan adanya makanan instan, beragam junk food yang banyak

7 M. A. Asyharie dan Ummu khairah,Kupinang Engkau Secara Islami,(Surabaya : Putra

Pelaja, 2001), Cet. I, hlm. 192

58

mengandung bahan-bahan yang tidak baik untuk kesehatan tubuh. Demi

kepraktisan makanan yang kaya lemak tapi kurang gizi itu jadi pilihan,

padahal hak anak adalah mendapatkan makanan yang baik dan mengandung 4

sehat 5 sempurna dan kewajiban orang tua lah untuk memenuhinya. Dengan

membiasakan anak mengkonsumsi makanan instan sama halnya menjauhkan

anak dari hidup sehat.

Selain menjadi tanggung jawab sekaligus kewajiban orang tua,

memberikan nafkah yang halal dan baik (Halalan Thayyiban) juga merupakan

cara yang sangat tepat dalam mendidik anak

Islam juga sangat memperhatikan dalam hal menjaga kesehatan tubuh

Dalam hadis nabi yang pada intinya bahwa anak berhak mendapatkan

pendidikan renang, pendidikan memanah dan pendidikan ekonomi sebagai

usaha untuk mempersiapkan kondisi fisik yang sehat dan bugar.

3. Memperhatikan Masalah Aqliyah

Walau pendidikan akal telah di kelola oleh lembaga pendidikan formal

namun keluarga masih tetap berperan penting dalm hal ini dan tidak dapat

dibebaskan dari tanggung jawab ini. Diantara tugas-tugas keluarga adalah

menarik potensi-potensi serta bakat yang dimiliki oleh anak-anaknya.

Misalnya adalah dengan cara memberikan permainan yang memacu

akal untuk berpikir. Menurut sabda Nabi bahwa anak juga berhak

mendapatkan pengajaran membaca dan menulis dari orang tua sebagai ranah

kognitif.

Para keluarga Islam seharusnya sadar bahwa anak-anak mereka tidak

akan menikmati prkembangan akal yang sempurna sebagai pemberian Allah.

Kecuali jika mereka mendapat pendidikan akal, dan jika mendapatkan

kesempatan yang cukup di rumah, keluarga, sekolah dan masyarakat pada

umumnya, untuk membuka, mengembangkan, menumbuhkan dan menggarap

kesediaan-kesediaan dan bakat-bakat, serat potensi yang dimiliki anak.

Di dalam mendidik anak selain memperhatikan permasalahan

jasmaniyah, rohaniyah dan akal juga memperhatikan berbagai hal yang

mempengaruhi kepribadian anak di antaranya adalah :

a. Menciptakan Lingkungan yang Mendidik

Pendidikan yang baik sulit berjalan efektif bila tidak didukung oleh

lingkungan, namun kelekatan orang tua anak dapat meminimalkan

58

pengaruh negatif lingkungan. Pendidikan anak tidak hanya datang dari

pengaruh orang tua semata, lingkungan sekitar seperti : pengasuh, kakek-

nenek, kerabat, tetangga dan juga sekolah semua harus sejalan. Karena

seperti yang diutarakan oleh Tisna Chandra, bahwa pendidikan yang

berbeda satu sama lain akan membuat hasil yang dicapai tidak maksimal8

Sebagaimana dikemukakan John Willey dan Sons bahwa :

“The greater portion of childern’s learning experiences occuroutside the school. The most basic learning attitudes and pattern of behavior toward one self and other take pleace in the home, particulary during earlier years.” 9Yang artinya Porsi terbesar dari pengalaman belajar anak terjadi dari luar sekolah. Sikap-sikap belajar yang paling mendasar dan pola tingkah laku untuk diri dan yang lain berada di rumah, terutama selama tahun-tahun pertama. Selain lingkungan terdekat dari anak yaitu keluarga, anak juga

harus terpenuhi kebutuhannya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

sekitar yang tak kalah besar pengaruhnya terhadap perkembangan

kepribadian anak sebagai salah satu bentuk dari belajar. Hasan Mazhahiri

dalam tulisannya mengemukakan betapa pentingnya dalam memilih

seorang teman. Dalam hal ini sangat diperlukan keterlibatan orang tua

secara langsung dalam menentukan,mengenali dan mewaspadai hubungan

anak-anak dalam berteman. Memilih teman yang tepat adalah ibarat

memilih persimpanga jalan yang sulit, akan mengantar pada kebahagiaan

ataukah pada kesengsaraan. Teman yang jahat akan menyeret temannya

menuju kesesatan dan kerusakan moral. Sebaliknya teman yang baik dan

beragama dari keluarga yang terhormat akan mengantar pada kebahagiaan

dan keberhasilan seorang anak.10

Lingkungan pergaulan sangat berpengaruh pada pembentukan

kepribadian seseorang pada umumnya, lebih-lebih pada anak-anak.

Sekalipun kepada anak-anak diberikan pendidikan yang baik, apabila

lingkungan pergaulannya tidak mendukung maka mubadzirlah upaya

pendidikan yang diberikan.

8 Irfan Hasuki,” Jika Lingkungan Tidak Mendukung”,Nakita,279/VI/7 Agustus, hlm. IX 9 John Wiley and Sons, Educational Psycology In The Classroom,(Japan : Modern Asia

Edition,1996), hlm. 102 10 Husain Muzhahiri, Pintar Mendidik Anak, (Jakarta : Lentera Basritama, 1999), hlm. 306

58

Maka dalam upaya mendidik anak, orang tua hendaknya pandai-

pandai menciptakan lingkungan pergaulan yang mendidik, yang dimulai

dari lingkungan keluarga ,sekolah dan masyarakat pada umumnya.

Menciptakan lingkungan yang mendidik dalam keluarga harus

dimulai dari orang tua, karena perilaku orang tua adalah sebagai contoh

seluruh anggota keluarga, pikiran anak selalu maniru dan membuat

rekaman tentang apa saja yang dilakukan oleh orang tua mereka kemudian

mendarah daging menjadi kebiasaan anak dalam bersikap.

Hal pertama yang harus dilakukan oleh pihak orang tua adalah [ada

tahap awal pembentukan proses keluarga, yaitu pada saat pemilihan suami

atau istri yaitu berdasarkan pada agamanya. Kemudian setelah pasangan

tersebut sah menjadi suami-istri yang di ikat dalam suatu perkawinan

berdasarkankan ketentuan agama Islam, kemudian membina sebuah

keluarga yang masing-masing angggota keluarga melaksanakan

kewajibannya masing-masing sesuai dengan kedudukannya dalam

keluarga tersebut sehingga akan tercipta sebuah keluarga sakinah

mawaddah warrahmah sebagai tempat pertama dan utama yang ditemui

oleh anak dan sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak.

b. Memberi Teladan yang Baik

Orang tua adalah pendidik utama bagi anak-anak dan sekaligus

figur utama yang akan ditiru dan diteladani mereka. Anak-anak khususnya

pada usia dini selalu meniru apa yang dilakuakan orang sekitarnya, apa

yang dilakukan orang tua ditiru dan dilakukan anak. Oleh karena itu setiap

orang tua dituntut untuk memberikan keteladanan yang baik tatkala

seorang anak mulai tumbuh, maka ia akan merekam seluruh tingkah laku

orang tua. Dalam hal ini. Muhammad Al Zuhaili mengemukakan

kepribadian seseorang bisa menular kepada orang lain, dan diikuti melalui

tingkah laku, pemikiran dan perasaannya.11

Sementara itu, Psikolog Unika Sugiyopranoto Semarang, ML.

Oetomo menegaskan bahwa guru adalah figur profetis yang mengemban

misi kenabian yang bertanggung jawab atas titipan Tuhan. Untuk itu

11 Muhammad Al Zuhaili, Menciptakan Remaja Dambaan Allah, ( Bandung : Al Bayan,2004),

hlm. 84

58

diperlukan figur orang tua yang : 1) Berperan secara benar 2) mengenal

nilai-nilai dalam tata kehidupan yang benar, dan 3) Memiliki kepribadian

yang layak sebagai orang tua.Lebih jauh Oetomo memandang figur orang

tua yang baik adalah seperti semboyan ki Hajar Dewantoro “ Ing Ngarsa

Sang Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani.” 12

Dari apa yang dikemukakan ML. Oetomo tersebut dapat dapat

dipahami betapa pentingnya orang tua sebagai figur teladan yang

senantiasa dijadikan panutan dalam bertingkah laku anak dan

pembentukan kepribadian serta mangembangkan potensi dasar anak.

Orang tua sebagai pemegang amanat Tuhan. Bila di beri amant

maka harus dijaga amanat tersebut, dan hukumnya wajib, karena diberi

kepercayaan oleh Tuhan dengan menitipkan seorang anak pada orang tua,

maka orang tua harus melaksanakan kewajibannya diantaranya adalah

mengasuh dan mendidik anak dengan baik dan benar. Oleh karena itu

diperlukan orang tua yang mengenal nilai-nilai dalam tata kehidupan

dengan benar dan memiliki kepribadian yang mampu dijadikan contoh

oleh anak-anak mereka.

Para orang tua harus menjadi teladan yang dapat memberikan

gambaran nyata pada dirinya tentang nilai-nilai Islam, sehingga

memudahkan bagi si anak untuk melihat secara langsung apa yang harus

diperbuat dan adanya keserasian antara ucapan dan perbuatan orang tua.

Misalnya orang tua menyuruh anaknya shalat, tetapi ia sendiri tidak

melakukannya, ada pula orang tua yang melarang anaknya merokok tetapi

ia merokok didepan anaknya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Euis

Sunarti bahwa model yang dicontohkan orang tua merupakan

pembelajaran yang lebih efektif dibandingkan arahan yang bersifat vebal

semata13

Jika para orang tua muslim telah menjalankan proses pendidikan

anak dengan sepenuhnya, lalu bersikap tawakkal dan menyerahkan diri

kepada Allah, tetapi yang didapatkan justru anak yang berperilaku jelek

dan suka melakukan kerusakan. Yang demikian itu merupakan kehendak

12 Paulus Mujiran, Pernik-Pernik Pendidikan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 45 13 Euis Sunarti,Mengasuh Dengan Hati( Tantangan Yang Menyenangkan), ( Jakarta :

Gramedia, 2004), hlm. 13

58

dan ketentuan Allah, yang terpenting bagi orang tua adalah berusaha

sedangkan segala hasilnya dipercayakan saja kepada Allah.

Sebagaimana orang tua, anakpun memiliki kewajiban yang harus

dilakukan oleh anak terhadap orang tua, bila mendurhakainya neraka

sebagai balasannya.

Pada hakekatnya berbakti kepada orang tua bukanlah suatu yang

sia-sia bagi anak, tetapi sangat bermanfaat baik di dunia maupun di

akhirat. Manfaat yang di dapatkan ketika seoranag anak harus berbakti

kepada orang tuanya dengan tulus antara lain dapat memanjangkan umur

dan meluaskan rizki, sedangkan manfaat yang di dapat anak di akhirat

kelak antara lain mendapatkan ampunan dosa dan dimasukkkannya ke

dalam pintu surga.

Apalagi saat orang tua dalam keadaan lemah dan tidak

mempunyai daya atau kemampuan untuk merawat dirinya sendiri adalah

wajib untuk seorang anak berlemah lembut kepada mereka serta memohon

kepada Allah demi kebaikan mereka dan memenuhi mereka dengan bentuk

pemuliaan dan penghormatan yang terbaik. Riwayat-riwayat penegasan

dari Nabi SAW serta para imam atas komitmen untuk bermurah hati serta

memperlakukan orang tua dengan baik, tidak terbantahkan ada dalam

referensi kitab-kitab hadis dan sejarah.

Anak bertanggung jawab -di hadapan Allah – untuk menjaga

serta memuliakan orang tua mereka dengan memenuhi apapun yang

mereka butuhkan. Hal itu mungkin barangkali sebagai balasan dari beban

serta berbagai kesulitan yang mereka tanggung dan upaya mereka

mendidik anak-anak.

Bakti anak serta kepatuhan kepada orang tua – dengan melayani

mereka – merupakan bagian dari pendidikan Islam yang bertujuan

menegakkan ikatan-ikatan sosial yang harus berdasar pada cinta kasih dan

hubungan yang benar.

Pada dasarnya semua hak anak yang ditetapkan dalam Islam adalah

bertujuan untuk mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak menuju

kesempurnaan sesuai fase perkembangannya. Oleh larena itu dalam hal ini hak-

hak yang ditetapkan dalam Islam baik pra kelahilan atau pasca kelahiran sangat di

58

anjurkan untuk dilaksanakan para orang tua. Hal demikian dengan pertimbangan

bahwa hal-hal tersebut mempunyai nilai-nilai kependidikan yang sangat

berpengaruh pada kepribadian anak

Dalam syariat Islam menegaskan bahwa mendidik anak merupakan suatu

kewajiban bagi orang tua dan apabila tidak melaksanakannya merupakan suatu

penghianatan terhadap amanah Allah dengan ancaman neraka. Sebagai mana yang

tertuang dalam surat al-Anfal : 27

ياأيها الدين أمنواالتخونواأهللا واالرسول وتخونواأمنتكم وانتم تعلمون

)االنفا

ل :

2

58

7(

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul-Nya dan juga janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Al-Anfal : 27)14

Anak merupakan amanah bagi orang tua, sehingga sebagai orang tua

berkewajiban menjaga amanat tersebut sesuai dengan perintah yang memberi

amanat yaitu Allah SWT. Allah memberikan kesempatan kepada orang tua dan

keluarganya untuk memelihara dan menjaganya. Lebih dari itu Allah ingin

memberikan hak-hak anak yang telah Allah berikan dan amanahkan kepada orang

tua. Allah juga ingin memberikan kesempatan kepada para orang tua agar dapat

merealisasikan tuntutan syari’at dan hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan

anak. Semua itu merupakan hak anak yang harus diperoleh dari kedua orang

tuanya. Atau dengan bahasa lain hal itu merupakan suatu kewajiban yang harus

diberikan para orang tua terhadap anak-anak mereka.

Diantara kewajiban dari orang tua terhadap anaknya adalah mendidik

dengan baik dan tepat. Pendidikan ini sudah di mulai sejak pemilihan calon suami

ataupun calon istri hingga terbentuk suatu keluarga melalui perkawinan yang sah

menurut Islam. Dalam keluarga inilah anak mendapatkan suatu pendidikan yang

pertama dan paling utama dalam mempengaruhi kepribadian anak. Oleh karena itu

dalam sebuah keluarga harus di upayakan semaksimal mungkin suasana yang

aman, tentram dan damai yang hal ini harus diawali dari kedua orang tuanya serta

masing-masing anggota keluarga harus mampu melaksanakan perannya masing-

masing dalam sebuah rumah tangga dan berpegang teguh pada nilai-nilai agama,

maka interaksi sosial yang harmonis dalam keluarga akan tercipta pada gilirannya

kesejahteraan dan kebahagiaan akan teripta. Selain mendasarkan kehidupan pada

agama, juga dalam keluarga tersebut terpenuhi kebutuhan ekonomi. Tak sedikit

keluarga berantakan bahkan sampai pada perceraian karena kurang stabilnya

14 Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahan, (Jakarta : CV. Adi Gravika, 1994), hlm.264

58

perekonomian dalam suatu keluargan. Dengan adanya kedamaian dan

kesejahteraan dalam keluarga secara tidak langsung telah memberikan kepada

anak hak merekauntuk mendapatkan pendidikan yang baik.

Pendidikan yang baik haruslah terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan

akal anak begitu pula dalam hal pemillihan metode mendidik anak, karena

ketepatan dalam mendidik anak sangat berpengaruh pada keberhasilan mendidik

anak, khususnya dalam membentuk pribadi anak yang saleh. Namun sering kali

orang tua dalam mendidik anak menggunakan pendekatan yang bukannya

membantu perkembanngan dan pertumbuhan anak tetapi justru menghambat.

Pendekatan tersebut menurut penulis adalah :

a. Pendekatan Pengukuhan Kekerasan (hukuman fisik)

Banyak orang tua beranggapan bahwa mendisiplinkan anak adalah

mendidik mereka dengan kekerasan. Namun kekerasan tidak sama dengan

disiplin. Disiplin dilandasi dengan ketegasan dalam menentukan sikap dan

ketaatan berperilaku sesuai dengan rencana. Namun ketegasan serta ketaatan

tidak didasari adanya rasa takut adanya ancaman melainkan didasari adanya

kesadaran bahwa hal tersebut membawa manfaat besar bagi dirinya.15

Pendekatan pendidikan anak dengan kekerasan merupakan Pendekata

yang sangat kontroversial dan agak sulit. Sebagian orang tua menggunakan

metode ini terhadap anak-anak mereka baik yang sudah besar maupun yang

masih kecil. Mereka beranggapan hal demikian merupakan cara yang paling

tepat agar anak mau menurut pada kehendak orang tua.

Kekerasan juga dilandasi dengan ketaatan, namun ketaatan ini

dilandasi oleh rasa takut, karena jika seseorang berlaku tidak taat maka ia akan

kena perlakuan keras yang menyakiti dirinya baik secara fisik, verbal maupun

emosional. Dengan cara kekerasan belum tentu peraturan tersebut dilakukan

karena adanya kesadaran adanya manfaat suatu perilaku, bahkan kekerasan

cenderung menimbulkan sikap keras pula pada individu yang dilakukan

dengan keras

Orang tua harus menyadari bahwa anak-anak yang sering mengalami

kekerasan fisik diwaktu kecilnya akan tumbuh menjadi pribadi yang terluka

15 Monty P Satiadarma,Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak : Dampak Pygmalion

di Dalam Keluarga,(Jakarta : Pustaka Populer,2001), hlm. 124

58

dan penuh trauma, kekerasan yang sama akan ia lakukan terhadap orang

disekitarnya dan kepada anak-anaknya kelak. Jadi sebaiknya ortu harus

berpikir berpuluh kali sebelum melakukan kekerasan fisik pada anak, karena

rentetan akibatnya bisa terjadi selama beberapa generasi.

Apabila ditinjau dari hukum Islam, hukuman fisik tidak dilarang tetapi

harus dalam kondisi tertentu, atau telah gagal mencoba metode-metode

lainnya dan memukul adalah sebagai jalan terakhir. Tujuan utama memukul

adalah untuk menunjukkan kepada anak beratnya kesalahan anak dan betapa

orang tua tidak suka dengan hal itu. Tidak ada tujuan untuk menyakitinya

melainkan untuk meluruskan anak sebagai jalan terakhir. Dalam memberikan

hukuman ini diperbolehkan dengan syarat memenuhi batasan-batasan dari

pemberian hukuman tersebut.

Memang tidak ada keberatan untuk menggunakan pukulan dalam

pendidikan sebagai salah satu media hukuman dengan tujuan untuk

meluruskan, dengan syarat tidak dengan bentuk pukulan yang keterlaluan dan

membabi buta, tetapi kita batasi dengan persyratan-persyaratan sebagaimana

yang telah diuraikan pada bab 3. Sebagai pendidik harus menyadari bahwa

sakit karena pukulan merupakan media bukan tujuan. Upaya ini bukan balas

dendam tetapi mengarahkan dan meluruskan.

Kekerasan yang dialami anak dalam keluarga bukan hanya kekerasan

fisik semata, menurut Seto Mulyadi16 selain kekerasan fisik yang sering

diabaikan dan dianggap sebagai hal yang lumrah atau wajar terjadi dalam

pendidikan anak adalah kekerasan verbal.17 Misalnya dengan mengatakan

sesuatu yang dapat melukai perasaannya, misalnya “Dasar bodoh” atau “Kamu

anak nakal ya!“ jelas hal demikian jelas sebagai pelanggaran hak anak. Karena

dalam Islam sangat menekankan untuk mendidik anak dengan lemah lembut

dan penuh kasih sayang

Orang tua merasa berhak melakukan hal demikian hanya karena

mereka merasa figur yang lebih kuat dari si anak, untuk itulah sebaiknya orang

tua menyadari posisi anak lebih lemah, sehingga hak-haknya harus dijaga

betul.

16 Ketua komisi nasional perlindungan anak 17 Marfu’ah Panji Astuti, “ Pelanggaran Hak-Hak Anak di Sekitar Kita” Nakita, 26 juli 2003,

hlm. VII

58

Sedikit kisah yang ingin penulis utarakan disini sebagai sebagai sebuah

contoh kecil kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya.

Misalnya saja kisah David Pelzer. Dia menceritakan kembali pengalamannya

dalam buku A Child Called “it”: Perjuangan seorang anak untuk bertahan

hidup dikisahkan penyiksaan (fisik dan emosional) yang diterima David

Pelzer dari ibu kandungannya sejak umur 4 tahun sampai 12 tahun. Menit

demi menit kehidupannya dilalui dengan ketakutan, ketegangan kelaparan dan

penyiksaan fisik yang tidak henti-hentinya. Bahkan saat ibunya menusuknya

dengna pisao dirusuknya, yang menyebabkan demam berhari-hari tanpa

perawatan, bahkan tidak juga mendapatkan perhatian. Dalam kondisi demikian

David kecilpun tetap dipaksa menyelesaika tugas-tugasnya tanpa diberi

makan. Bertahan-bertahan David tidak diberi makan semestinya hanya di

izinkan mengais sisa-sia sereal sarapan kakaknya. Semua itu dilakukan oleh

ibunya merupakan hal yang pantas karena sebagai ganjaran atas kenakalannya.

Namun David mempunyai semangat hidup yang tinggi dengan menggali

kreativtiasnya untuk mendapatkan makanan bagaimanapun caranya.

Hingga pada suatu hari pihak sekolah David mengetahui hal ini,

kemudian David dititipkan pada tempat pengasuhan anak. Dan kini David

sukses sebagai aktivis terhadap perlindungan anak, kata David ” Karena

pengalaman saya sebagai anak yang mengelami penyiksaan, saya mungkin

tidak pernah menjadi diri saya sekarang in i”.

Seorang individu-indvidu yang banyak mengalami kerusakan atau

kekurangan dalam pengasuhan (misal = kekerasan), pasti ada celah dan

kesempatan untuk perbaikan selama terdapat lingkungan atau pihak yang

mampu memperbaiki hal tersebut menurut Euis Sunarti, lingkungan yang baik,

yang konsisten dan persisten akan mengoptimalkan pertumbuhan dan

perkembangan anak, bahkan mampu memperbaiki kesalahan pengasuhan yang

diterima anak pada masa-masa sebelumnya. Sebagai contoh adalah kasus

David Pelzer yang senang korban Child Abuse yang dibawa kesebuah lembaga

perlindungan anak “Sam Mateo Jevenile Department” disinikah David mulai

mendapatkan dirinya sebagai seorang manusia seutuhnya. Namun untuk

mampu bertahan dan menjadi sukses seperti David Pelzer bukanlah setiap

orang mampu untuk bertahan hidup dan menjadi sukses

b. Pendekatan dengan Pemberian Imbalan dan Dorongan

58

Sebagian orang tua menggunakan metode ini untuk mengambil hati

anak-anak mereka, serta mencoba menekan mereka untuk melakukan perintah

agar bisa memperoleh hadiah dan imbalan. Tetapi berbeda dengan John Gray,

pengasuhan anak dengan menawarkan hadiah, menganggap memberikan

hadiah kepada anak sebagai semacam suap, dan kalau orang tua perlu

menyuap anak berarti mereka bukan bos18 bagi anak-anak.19 Beberapa pakar

berpendapat, memotivasi anak dengan hadiah memperlihatkan secara tidak

langsung kelemahan orang tua dan anak-anaklah yang memegang kuasa.

Dampak negatif dari metode ini adalah bisa berakibat pada seorang

anak untuk melakukan perintah karena ia menghormati perintah tersebut dan

bahwa perintah tersebut harus dilakukan dan bukan pula perintah itu sangat

penting baginya, dan bahwa dengan melanggarnya ia akan terkena bahaya dan

bukan pula karena kedua orangtuanya telah berjasa baginya dan merupakan

suatu kewajiban untuk mentaati mereka. Akan tetapi karena dengan

melakukan apa yang telah diperintahkan kepadanya, ia akan menadpatkan

keuntungan materi atau berupa imbalan barang.

Menurut Maurice Balson ada yang lebih berhasil dan relevan bagi

iklim demokrasi atau lebih bersifat demokratis yaitu konsekuensi perilaku20.

Teknik konsekuensi perilaku jauh lebih menguntungkan dari pada

hadiah dan hukuman, dan tidak ada konsekuensi yang tidak menguntungkan.

Itu merupakan satu dari teknik yang paling penting dapat digunakan orang tua

untuk mengajar anak-anak mereka agar bertanggung jawab atas perilaku

mereka dengan memperbaiki relasi anak-anak mereka.

Dalam syariat Islam bahwa pujian atau imbalan tak selamanya buruk

atau negatif tapi ada beberapa keuntungan yang sangat bermanfaat bagi anak.

Pujian merupakan salah satu bentuk dari dorongan untuk berprestasi. Pujian

atau penghargaan yang diterima bisa menjadi drive atau dorongan untuk

bertindak, yang pada akhirnya diwujudkan dalam perilaku termotivasi.

18 Bos disini dimaksudkan bahwa orang tua adalah sebagai pemegang kendali dari anak-

anaknya, tetapi bukan berarti berhak memaksakan kehendaknya 19 John Gray, Op.Cit., hlm. 117 20 Maurice Balson, Menjadi Orang Tua Yang Sukses, terj. Al-=Berta CB (Jakarta: PT.

Grasindo, 1997) Cet. IV.hlm. 113

58

Namun pada hakekatnya, metode ini penting tetapi kalau hanya

menggunakan metode ini saja dalam mendidik anak tentu akan membuat

masalah bagi si anak dan keluarganya pada masa-masa yang akan datang,

sebagaimana telah dijelaskan diatas. Dan penghrgaan perlu diberikan kepada

anak jika memang harus diberi penghargaan begitupun sebaliknya yaitu dalam

memberikan hukuman.

c. Pendekatan dengan Otoriter yang memaksa

Pola otoriter adalah penyusunan yang kaku, diktator dan memaksa

anak untuk selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Gaya

pengasuhan in menempatkan orang tua sebagai pusat dan pemegang kendali.

Orang tua melakukan kontrol yang ketat terhadap anak yang di dasarkan

kepada nilai-nilai di percayai absolut kebenarannya.

Orang tua menentukan segalanya berkenaan dengan perilaku anak.

Orang tua benar-benar menetukan bagaimana setiap anak harus berperilaku

sesuai nilai kepatuhan menjadi dominan bagi orang tua, dan dijadikan sebagai

indikator keberhasilan pengasuhan yang dilaksanakan orang tua.

Meskipun suatu harapan, keinginan dan maksud orangtua telah

(dianggap) sedemikian luhur dan mulia bagi anaknya (tentunya dalam sudut

pandang dari orang tua), akan tetapi, tetap tidak bijaksana jika cara dan proses

yang dilakukan dalam mendesakkan obsesi orang tua. kepada anak tersebut

dilakukan secara paksa dan tidak demokratis. Jadi “proses” merupakan hal

yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Meskipun sebuah tujuan

dianggap baik luhur dan mulia akan tetapi jika proses memperjuangkan dan

mensosialisasikannya dilakukan secara paksa dan tidak demokratis, maka

tentu bertentangan dengan hakat dan martabat manusia.21

Di hadapan keinginan orang tua yang dianggap luhur dan mulia,

anakpun tetap harus diberi ruang untuk mempertimbangkan dan memilihnya,

bahkan sikap untuk tidak setuju dan menyangkalnya orang tua hanya berhak

memberi tawaran dan pertimbangan dan dengan segala alasan dan

argumentasinya, akan tetapi selebihnya biarlah anak sendiri yang memilih

alternatif dan menentukan sikapnya. Orang tua mungkin berpendapat bahwa

anak memang harus mengikuti aturan yang ditetapkannya. Toh, apapun yang

21 M. Arif Hakim, Mendidik Anak Secara Bijak, (Marja’: Bandung, 2002), hlm. 19.

58

diterapkan orang tua semata-mata demi kebaikan anak. Orang tua tak mau

repot-repot berpikir bahwa peraturan yang kaku seperti itu justru akan

menimbulkan serangkaian efek.

Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan otoriter akan

mengembangkan sikap sebagai pengekor, selalu tergantung kepada orang lain

dan mengambil keputusandan tidak memiliki pendirian pribadi. Anak sulit

menangkap makna dan hakikat ddari setiap fenomena hidup, kurang fokus

terhadap aktivitas yang dikerjakan dan seringkali kehilangan arah yang akan

dituju (aimless). Anak tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dipenuhi

ketakutan berbuat salah, dan cenderung sulit mempercayai orang-orang

disekitarnya. Aku mulasi dari karakteristik negatif tersebut menyebabkan anak

menyimpang.22

Oleh karena itu di dalam meluruskan tingkah laku anak yang salah

tidak seharsnya dengan memaksa tetapi dengan nasihat yang di sesuakan

dengan situasi dan kondisi anak terutama memilih waktu yang tepat dalam

memberikan nasihat.

d. Gaya Pengasuhan Permisif

Bukan berarti otoriter pola asuh otoriter sebagai pelanggaran hak anak

kemudian pola asuh yang permisif diperbolehkan atau yang disarankan.

Sesuai dengan namanya, gaya pengasuhan permisif (serba

membolehkan) dikirakan oleh perilaku orang tua yang senantiasa menyetujui

perilaku orang tua.

Pola ini biasa disebut pola indulgent yaitu pola asuh orang tua yang

selalu terlibat dalam semua aspek kehidupan anak.23orang tua cenderung

membiarkan anaknya melakukan apa saja sesuai dengan keinginana

anak.dalam bahasa sederhannya, orang tua akan selalu menuruti keinginan

naak, apapun keinginan tersebut. Bahkan orang tua tidak punya posisi tawar

sama sekali didepan anak karena semua keinginanya akan diturui tanpa

mempertimbangkan itu baik atau buruk bagi si anak, hal tersebut bahakan

berlaku untuk hal-hal dimana anak belum waktunya untuk terlibat. Orang tua

kurang melakukan evaluasi dan kontrol terhadap perilaku anak. Di sisi lain

22 Euis Sunarti, Mengasuh dengan Hati, hlm. 119 (lihat pula Marfu’ah Panji Astuti, Op.Cit., hlm.IV)

23 Marfu’ah, Ibid, hlm. V

58

orang tua tidak menuntut atau meminta anak untuk menunjukkan prestasi yang

seharusnya ditunjukkan sesuai usia perkembanganya.24

Seringkali penulis mendengar dari apa yang diucapkan oleh para orang

tua tentang alasannya untuk meuruti semua keinginan anak, sikap yang

diambilnya demikian didasari rasa sayangnya pada anak “ cinta saya pada si

kecil kan cinta tanpa syarat, jadi apapun yang diminta anak aka dituruti”.

Padahal yang namanya cinta, pada siapapun, termasuk pada anak, tidak identik

dengan keharusan menuruti semua.

Akibat buruk yang harus diterima anak sehubungan dengan pola asuh

orang tua yang seperti ini jelas tidak sedikit. Diantaranya akan tumbuh

menjadi anak yang kontrol dirinya rendah, kurang bertanggung jawab, tidak

trampil dalam mengatasi masalah dan mudah frustsi. Anak kurang

mengembangkan keingintahuan apalagi memenuhi keingintahuan sosialnya ia

selalu menuntut orang lain untuk menuruti keinginannya.25 Sebagaimana yang

dicontohkan oleh Nabi SAW. Bahwa dalam mendidik seorang anak harus

dengan memberikan atau dengan mencurahkan segala perhatian dan senantiasa

mengikuti perkembangan anak.

Di dalam mendidik anak tidak akan pernah sukses atau berhaasil jika

hanya menggunakan satu jenis metode saja, tetapi harus memadukan beberapa

metode yang sekiranya sesuai dengan usia anak, materi yang ingin

disampaikan dan lain sebagainya.

Sebagaimana pada bab terdahulu bahwa pendidikan anak mencakup

tiga aspek yaitu pendidikan jasmaniyah, pendidikan rohaniyah dan aqliyah.

Dari sisi psikologis, anak mempunyai kehendak, seta butuh dihargai

keinginannya tetapi anak juga butuh kendali. Mereka sangat berbeda dengan

orang dewasa, anak bukan miniatur orang dewasa, yang sudah mengerti hal-

hal yang pantas dilakukan dan tingkah laku yang harus ditinggalkan, oleh

karena itu anak perlu mendapatkan pendidikan yang baik dan tepat melalui

pola atau gaya pengasuhan yang sesuai dengan keadaan anak di zaman

sekarang ini, yaitu masyarakat yang haus dan rindu akan demokrasi. Untuk

memperoleh masyarakat yang demokratis ini harus diawali dari keluarga yaitu

24 Euis Sunarti, Op.Cit, hlm. 120

25 Euis Sunarti, Ibid, hlm. 120

58

dengan melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi yaitu gaya pengasuhan yang

demokratis.

Gaya pengasuhan ini di cirikan beberapa kondisi dimana orang tua

senantiasa mengontrol perilaku anak, namun kontrol tersebut dilakukan

dengan fleksibel atau tidak kaku. Pola asuh ini biasa disebut dengan

authoritative.

Anak yang terbiasa dengan pengasuhan gaya authoritative akan

membawa dampak menguntungkan. Diantaranya anak akan merasa bahagia,

mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, punya keinginan

untuk berprestasi dan bisa berkomuikasi dengan baik antara sesama temannya

dan dengan orang dewasa. Dengan adanya dampak positif tersebut, pola asuh

authoritative bisa dijadikan pilihan bagi orang tua. Untuk mengasuh anak-

anak mereka.

Perlindungan yang lebih terhadap anak sebagai anggota masyarakat

terlemah memang di perlukan. Hal ini di dasari akan kenyataan sebagian besar

perkembangan mental dan fisik manusia terjadi pada masa ini. Pada tahapan

ini peluang anak untuk berkembang dengan baik, menentukan karakter anak

kelak dewasa. Apabila proses pertumbuhan mental, fisik serta intelectual

mereka terganggu maka tidak ada kesempatan kedua bagi dirinya untuk

memperbaikinya

Secara lebih luas tentang pendidikan anak sekaligus perlidungannya,

bukan hanya tanggung jawab orang tua semata tetapi termasuk warga

masyarakat, negara dan masyarakat dunia. Tanggung jawab tersebut

merupakan tanggung jawab moral maupun sosial baik kepada Allah SWT

maupun sesama manusia. Karena anak adalah pewaris masa depan, artinya

masa depan kita ada di tangan mereka. Dan alangkah durhakanya kita jika

mengkhianati amanah suci tersebut.

58

pendekatan pendekatan pendekatan pendekatan

pendekatan

a. Pendekatan Pengukuhan Kekerasan

b. Pendekatan dengan Pemberian Imbalan

c. Pendekatan Otoriter Memaksa

d. Pendekatan dengan Permisif

58

Usaha yang Maksimal

Setiap usaha tidak akan membawa hasil yanng memuaskan

apabila tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh, termasuk

didalamnya usaha mendidik anak. Teori sebaik apapun yang di

gunakan dasar pijakan orang tua mendidik anak, tanpa dilaksanakan

secara bersungguh-sungguh, niscaya hasilnya tidak akan maksimal.

Maka di samping sebagi usaha kesungguh-sungguhan itu sekaligus

sebagai suatu cara yang tepat dalam mendidik anak

Dalam kehidupan kita, bisalah kita amati dan kita parhatiakan

atau bahkan kita rasakan sendiri, bahwasannya dengan usaha yang

sungguh-sungguhpun belum tentu memberikan hasil yang memuaskan,

apalagi jika dilakukan dengan setengah-setengah.

Secara lahiriyah, hanya dengan usaha yang maksimal itulah

kita akan menuai hasil yang maksimal. Dengan kesungguh-sungguhan

dalam mendidik anak, maka terbentuklah kepribadian anak yang saleh.

Meskipun secara Ilahiyah hal ini belum menjadi sebuah keniscayaan,

mengingat saleh dan tidaknya seseorang anak tergantung pada takdir-

Nya. Namun jika sudah di upayakan secara bersungguh-sungguh,

setidaknya telah gugur kewajiban sebagai orang tua dalam mendidik

anak.

Tak mudah menjadi orang tua, namun dengan tekad yang kuat

dan kemauan yang keras semua orang berpeluang untuk menjadi orang

tua yang ideal.namun fenomena yang sering terjadi sekarang ini

menjadi orang tua layaknya seorang yang tidak bisa berenang, namun

berani menceburkan diri ke kolam renang dan kemudian dengan

terengah-engah belajar berenang, yang bakalan terjadi tenggelam.

Begitupun dunia pendidikan anak.

a) Konsisten dalam mendidik

Pihak orang tua tidak sepantasnya hari ini mengatakan untuk

melaksanakan perintah pekerjaan tertentu, dan pada hari lain

melarangnya. Seharusnya ada konsistensi dalam prinsip hidup orang

tua. Karena hal ini akan berdampak pada kepribadian anak Anak di

harapkan kelak tumbuh dewasa menjadi insan yang konsisten dalam

memegangi prinsip hidup, maka pokok-pokok pendidikan pun harus

58

disampaikan secara konsisten pula. Jika anak tidak dihrapkan menjadi

insan yang plin-plan dalam berpendapat, terlebih dalam mempedomani

ajaran agamanya, maka pihak orang tuapun harus mengawalinya untuk

besikap konsisten.

Dalam Islam, tangggung jawab mendidik terletak pada tiga

linkungan yaitu rumah sekolah, dan masyarakat. Ketiga faktor ini pun

harus bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang membantu

tumbuh kembang anak secara optimal. Pendidikan yang berbeda satu

dengan yang lain akan membuat hasil yang dicapai tidak maksimal,

bahkan bisa berantakan.

Ketiga lingkungan tersebut harus konsisten dengan peraturan

yang ada, satu peraturan dirumah diperbolehkan dan disekolah

dilarang, hal demikian berarti mangajarkan pada anak untuk tidak

istiqamah pada apa yang ia lakukan. Begitu juga dari pihak orang tua

tidak sepantasnya hari ini memerintahkan untuk melakukan suatu

pekerjaan tertentu, tapi pada saat yang lain justru melarangnya.

Seharusnya ada konsisten dalam prinsip hidup orang tua, karena hal ini

sangat berpengaruh pada kepribadian anak

Orang tua harus benar-benar konsisten dalam melakukaan

pendidikan terhadap anak-anak mereka, agar anak-anak tersebut dapat

berjalan menuju apa yang telah digariskan oleh Allah menjadi

keturunan yang saleh di dunia, menambah kebaikan bagi orang tua di

akhirat kelak dan menjadi amal saleh bagi para orang tuanya setelah

wafat.

b) Mendoakan Kebaikan Bagi Anak

Kaitannya dengan hal tersebut Soetjiningsih26 yang di kutip

oleh Marzuki Umar, mengemukakan berbagai perlakuan salah yang

sering diterima oleh anak dari dua pihak, yaitu lingkungan dalam

keluarga dan linkungan luar keluarga.

Dalam Keluarga, berupa :

26 Marzuki Umar, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam,

(Yogyakarta : UII press, 2001), hlm. 91

58

a. Penganiayaan fisik yang menyebabkan terjadinya cacat fisik pada

anak sebagai hukuman diluar batas

b. Kelalaian. Merupakan perbuatan yang tidak disengaja akibat

ketidak tahuan atau akibat kesulitan ekonomi yang dapat

mengakibatkan gagal tumbuh (failur to thrive), anak merasa

kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan

perkembangan, pengawasan yang kurang menyebabkan anak

mengalami resiko terjadinya trauma fisik dan jiwa terutama dalam

kesalahan dalam mendidik anak untuk mampu berinteraksi dengan

lingkungannya.

c. Penganiayaan Emosional. Berupa kecaman dengan kata-kata yang

merendahkan anak, atau tidak mengakui anak

d. Penganiayaan Sexual. Berupa melakukan aktivitas seksual

dihadapan atau pada anak dengan bujukan

Masa yang paling lemah dalam perjalanan hidup seseorang

manusia adalah masa kanak-kanak. Dengan kondisi ruhaniah dan

badaniahnya yang belum lengkap berkembang, ketrampilan untuk

menunjang hidup sangat minim serta kecenderungan-kecenderungan

mereka yang amat berbeda dengan orang dewasa, menyebabkan

mereka memiliki dunia tersendiri yang amat berbeda dengan realita

orang dewasa tetap saja kehidupan mereka tergantung pada kebaikan

orang dewasa disekitarnya. Tanpa orang dewasa tidak mungkin orang

kecil mampu bertahan hidup sendirian

Akan tetapi kenyataan seperti ini sering diabaikan oleh orang

dewasa, sudah menjadi kenyataan bahwa orang tua memperlakukan

anak tidak sewajarnya sesuai dengan apa yang harus diterima oleh

anak pada setiap tahap perkembangannya, dan menerapkan pola asuh

salah yang justru dapat merusak anak tersebut. Misalnya saja dengan

kekerasan, hal ini dilakukan dengan alasan sebagai pendisiplinan

terhadap anak

Keteledoran dalam memberikan hak-hak anak merupakan

pelanggaran terhadap syariat dan sudah barang tentu mempunyai

dampak negatif, diantaranya adalah anak akan berperilaku

58

menyimpang dan perjalanan hidupnya tidak dipenuhi dengan

keberkahan

Banyak sekali nash syar’i, baik al-Qur’an maupun As Sunnah,

yang memerintahkan kepada orang tua agar berbuat baik kepada anak

dan menunaikan amanat dengan baik kepada mereka, dan

memperingatkan kepada orang tua agar tidak mengabaikan dan

mengurangi hak-hak mereka (anak)

Kendati tanggung jawab dalam mendidik anak itu besar, namun

sebagian besar manusia mengabaikan masalah tanggung jawab ini,

meremehkan masalah ini dan tidak mau memelihara, memperhatikan

masalah tanggung jawab ini secara serius, sehingga mereka

menelantarkan anak-anak mereka. Kesalahan dalam mendidik anak itu

banyak bentuk dan variasinya serta fenomenanya yang menyebabkan

anak itu menyimpang dan menyeleweng.

e. Pendekatan Pengukuhan Kekerasan (hukuman fisik)