oo bab iii -...

47
53 BAB III PEMIKIRAN AL-MAWARDI TENTANG PENGANGKATAN KEPALA NEGARA A. Biografi Al-Mawardi 1. Riwayat Hidup Al-Mawardi Nama lengkap al-Mawardi adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri. 1 Mawardi dilahirkan di Bashrah pada tahun 364 H. atau 975 M. Panggilan al-Mawardi diberikan kepadanya karena kecerdasan dan kepandaiannya dalam berorasi, berdebat, berargumen dan memiliki ketajaman analisis terhadap setiap masalah yang dihadapinya. 2 Sedangkan julukan al-Bashri dinisbatkan pada tempat kelahirannya. Masa kecil Mawardi dihabiskan di Baghdad hingga tumbuh dewasa. Mawardi merupakan seorang pemikir Islam yang terkenal pada masanya. Ia juga dikenal sebagai tokoh terkemuka madzhab Syafi’i dan pejabat tinggi yang besar pengaruhnya pada dinasti Abbasiyah. Selain sebagai pemikir dan tokoh terkemuka, ia juga dikenal sebagai penulis yang sangat produktif. Banyak karya-karyanya dari berbagai bidang ilmu seperti ilmu bahasa, sastra, tafsir, dan politik. Bahkan ia dikenal sebagai tokoh Islam pertama yang menggagas tentang 1 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarata: UI Press, 1990, hlm. 58. 2 Imam al-Mawardi, Al-Hawi al-Kabir, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah, Cet. ke-1, 1994, hlm. 55.

Upload: dobao

Post on 06-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

53

BAB III

PEMIKIRAN AL-MAWARDI

TENTANG PENGANGKATAN KEPALA NEGARA

A. Biografi Al-Mawardi

1. Riwayat Hidup Al-Mawardi

Nama lengkap al-Mawardi adalah Abu Hasan Ali bin

Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri.1 Mawardi dilahirkan di

Bashrah pada tahun 364 H. atau 975 M. Panggilan al-Mawardi diberikan

kepadanya karena kecerdasan dan kepandaiannya dalam berorasi,

berdebat, berargumen dan memiliki ketajaman analisis terhadap setiap

masalah yang dihadapinya.2 Sedangkan julukan al-Bashri dinisbatkan

pada tempat kelahirannya. Masa kecil Mawardi dihabiskan di Baghdad

hingga tumbuh dewasa. Mawardi merupakan seorang pemikir Islam

yang terkenal pada masanya. Ia juga dikenal sebagai tokoh terkemuka

madzhab Syafi’i dan pejabat tinggi yang besar pengaruhnya pada dinasti

Abbasiyah.

Selain sebagai pemikir dan tokoh terkemuka, ia juga dikenal

sebagai penulis yang sangat produktif. Banyak karya-karyanya dari

berbagai bidang ilmu seperti ilmu bahasa, sastra, tafsir, dan politik.

Bahkan ia dikenal sebagai tokoh Islam pertama yang menggagas tentang

1 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarata: UI

Press, 1990, hlm. 58. 2 Imam al-Mawardi, Al-Hawi al-Kabir, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah, Cet. ke-1, 1994,

hlm. 55.

Page 2: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

54

teori politik bernegara dalam bingkai Islam dan orang pertama yang

menulis tentang politik dan administrasi negara3 lewat buku

karangannya dalam bidang politik yang sangat prestisius yang berjudul

“Al-Ahkam al-Sulthaniyah”.

a. Riwayat pendidikan al-Mawardi

Riwayat pendidikan al-Mawardi dihabiskan di Baghdad saat

Baghdad menjadi pusat peradaban, pendidikan dan ilmu

pengetahuan. Ia mulai belajar sejak masa kanak-kanak tentang ilmu

agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman

semasanya, seperti Hasan bin Ali al-Jayili, Muhammad bin Ma'ali al-

Azdi dan Muhammad bin Udai al-Munqari.4 Ia mempelajari dan

mendalami berbagai ilmu keislaman dari ulama-ulama besar di

Baghdad. Mawardi merupakan salah seorang yang tidak pernah puas

terhadap ilmu. Ia selalu berpindah-pindah dari satu guru keguru lain

untuk menimba ilmu pengatahuan. Kebanyakan guru Mawardi

adalah tokoh dan imam besar di Baghdad. Di antara guru-gurunya

adalah:

1) Ash-Shaimari

Nama lengkapnya adalah Abu Qasim Abdul Wahid bin

Hasan al-Shaimari. Ia merupakan seorang hakim dan ahli fiqh

bermadzhab Imam Syafi'i. Ash-Shaimari juga sebagai guru yang

3 Qamaruddin Khan, Al-Mawardi’s Theory of the State. Terj. Imron Rosyidi “Kekuasaan,

Pengkhianatan dan Otoritas Agama: Telaah Kritis Teori Al-Mawardi Tentang Negara”, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2000, hlm. 37.

4 Imam al-Mawardi, Al-Hawi al-Kabir, op. cit., hlm. 57.

Page 3: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

55

aktif dalam menulis. Banyak karya-karyanya dalam bentuk buku

yang di gunakan sebagai silabus dalam belajar oleh murid-

muridnya, antara lain; al-Idlah min al-Madzhab, al-Qiyas wa al-

Ulul, al-Kifayah dan al-Irsyad. Dari ash-Shaimarilah Mawardi

mendalami ilmu fiqh, kemudian seperti laiknya seorang murid

seperti halnya teman-teman seangkatannya, ia mengembangkan

ilmu yang telah didapatkan.

2) Al-Minqari

Al-Minqari memiliki nama lengkap Muhammad bin Udai

al-Minqari. Nama Minqari disandarkan pada bani Minqar bin

Ubaid bin Muqais bin Umar bin Ka'ab bin Sa'id bin Zaid Munah

bin Tamim bin Maru bin Add bin Thabikhah bin Ilyas bin

Mudlar bin Nazar bin Su'ad bin Adnan.

3) Al-Jayili

Nama lengkapnya adalah Hasan bin Ali bin Muhammad

al-Jayili Ia salah satu pakar hadits yang sezaman dengan Abi

Hanif

4) Muhammad bin al-Ma'alli al-Azdi, salah seorang pakar Bahasa

Arab.

5) Abu Hamid al-Isfiraini.

Ia seorang guru besar dan tokoh terkenal yang memiliki

nama lengkap abu Hamid Ahmad bin Abi Thahir Muhammad bin

Page 4: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

56

Ahmad al-Isfiraini. Ia adalah tokoh madzhab Imam Syafi'i yang

lahir pada tahun 344 H.

6) Al-Baqi

Al-Baqi memiliki Nama lengkap Abu Muhammad

Abdullah bin Muhammad al-Bukhari al-Ma'ruf al-Baqi.

Panggilan al-Baqi diberikan dari nama daerah di Baghdad. Ia

salah satu murid dari Abi Ali bin Abi Hurairah. Al-Baqi dikenal

sebagai ulama besar dan guru bahasa Arab dan sastra. Ia

meninggal dunia pada tahun 398.5 Dari al-Baqi Mawardi

mendapatkan banyak ilmu khususnya tentang tasawuf. Dan

masih banyak guru-guru Mawardi yang tidak bisa penulis

sebutkan semuanya.

Dari beberapa gurunya, Abu Hamid al-Isfiraini merupakan

guru yang paling berpengaruh terhadap karakteristik Mawardi. Dari

Abu Hamid-lah Mawardi mendalami madzhab Syafi’i dalam kuliah

rutin yang diadakannya di sebuah Masjid yang terkenal dengan

Masjid Abdullah ibnu al-Mubarak di Baghdad hingga ia terkenal

sebagai ulama besar madzhab Imam Syafi’i.6

Dengan kedalaman ilmu dan ketinggian akhlaknya, membuat

Mawardi terkenal sebagai seorang panutan yang berwibawa dan

disegani baik oleh masyarakat umum maupun oleh pemerintah.

5 Ibid., hlm. 57-60. 6 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Djambatan, 1992,

hlm. 635

Page 5: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

57

Setelah selesai belajar dari guru-gurunya, ia kemudian mengajar di

Baghdad. Banyak ulama terkemuka hasil bimbinganya, di antaranya:

1) Abdul Malik bin Ibrahim Ahmad Abu al-Fadlil al-Hamdani al-

Faradli al-Ma'ruf al-Maqdisi

2) Muhammad bin Ahmad bin Abdul Baqi bin Hasan bin

Muhammad

3) Ali bin Sa'id bin Abdurrahman

4) Mahdi bin Ali al-Isfiraini

5) Ibnu Khairun

6) Abdurrahman bin Abdul Karim

7) Abdul Wahid bin Abdul Karim

8) Abdul Ghani bin Nazil bin Yahya

9) Ahmad bin Ali bin Badrun

10) Abu Bakar al-Khatib7 dan masih banyak lagi murid-murid di

bawah bimbingan Mawardi yang tidak mungkin penulis sebutkan

semua.

Disamping mengajar, Mawardi menekuni kegiatan ilmiah.

Banyak karya tulisnya dalam bentuk kitab atau buku dari berbagai

7 Nama lengkap Abu Bakar al-Khatib adalah Ahmad bin Ali bin Tsabit bin Ahmad bin

Mahdi al-Hafidh Abu Bakar al-Khatib al-Baghdadi. Ia dilahirkan di Baghdad pada tahun 392 H. di antara murid-murid Mawardi, Abu Bakar Khatib merupakan murid yang paling cerdas dan memiliki daya hafal yang kuat, sehingga ia digolongkan sebagai Muhadisin (orang yang pandai dan hafal hadits). Di samping berguru dengan Mawardi ia juga belajar pada beberapa guru, antara lain; Abu Ishaq al-Syairazi dan Abi Nashar bin Shibaghi. Abu Ishaq mengatakan, "Sungguhnya abu bakar adalah seorang murid dan tokoh besar di dar al-qutni yang memiliki pengetahuan dan daya hafal yang kuat tentang hadits" (Imam al-Mawardi, Al-Hawi al-Kabir, hlm. 61).

Page 6: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

58

cabang ilmu, seperti ushul fiqh, fiqh, hadits, tafsir dan politik, dan ini

hanya sebagian dari karya-karyanya.8

Menurut sejarah, Mawardi tidak menghendaki buku-buku

karangannya diedarkan pada masa hidupnya, karena takut akan

berubah niat menjadi riya dan akan mengurangi nilai-nilai pahala

dari apa yang telah ia usahakan, serta mengakibatkan amalnya itu

tidak diterima oleh Allah. Buku-buku karyanya baru diketahui

setelah ia mendekati ajal. Kepada seorang murid yang ia percayai,

Mawardi berpesan agar buku-buku karyanya yang diletakkan di

suatu tempat supaya diambil dan disebarluaskan. Muridnyapun

hanya menemukan beberapa buku saja dari sekian banyak buku yang

disebutkan oleh al-Mawardi.9

b. Karir politik al-Mawardi

Situasi politik dunia Islam pada masa al-Mawardi yakni sejak

akhir abad X sampai dengan pertengahan abad XI M. mengalami

kekacauan dan kemunduran bahkan lebih parah dibandingkan masa

sebelumnya.10 Yaitu pada masa kekhalifahan al-Mu’tamid, al-

Muqtadir dan puncaknya pada kekuasaan khalifah al-Muti’ pada

akhhir abad IX M. Di masa ini tidak ada stabilitas dan akuntabilitas

dalam pemerintahan.

Baghdad yang merupakan pusat kekuasaan dan peradaban

serta pemegang kendali yang menjangkau seluruh penjuru dunia

8 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, loc. cit. 9 Ibid. 10 Munawir Sjadzali, loc. cit.

Page 7: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

59

Islam lambat laun meredup dan pindah ke kota-kota lain. Kekuasaan

khalifah mulai melemah dan harus membagi kekuasaannya dengan

para panglimanya yang berkebangasaan Turki atau Persia, karena

tidak mungkin lagi kedaulatan Islam yang begitu luas wilayahnya

harus tunduk dan patuh kepada satu orang kepala negara.11 Pada

masa itu kedudukan khalifah di Baghdad hanya sebagai kepala

negara yang bersifat formal. Sedangkan kekuasaan dan pelaksana

pemerintah sebenarnya adalah para penglima dan pejabat tinggi

negara yang berkebangsaan Turki atau Persia serta penguasa wilayah

di beberapa wilayah. Bahkan dari sebagian golongan menuntut agar

jabatan kepala negara bisa diisi oleh orang-orang yang bukan dari

bangsa Arab dan bukan dari keturunan suku Qurasy. Namun tuntutan

tersebut mendapat reaksi dari golongan Arab yang ingin

mempertahankan hegemoninya bahwa keturunan suku Quraisy

sebagai salah satu syarat untuk bisa menjabat sebagai kepala negara

dan keturunan Arab sebagai syarat menjadi penasehat dan pembantu

utama kepala negara dalam menyusun kebijakan. Mawardi

merupakan salah satu tokoh yang mempertahankan sayrat-syarat

tersebut.12

Untuk mensiasati masa-masa sulit yang penuh dengan

kekacauan ini, pada tahun 429 H. khalifah al-Qadir mengumpulkan

empat orang ahli hukum yang mewakili empat madzhab fiqih untuk

11 Ibid., hlm. 59. 12 Ibid.

Page 8: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

60

menyusun ikhtisar. Di antaranya, Mawardi yang dipilih untuk

mewakili madzhab Syafi’i dan menulis kitab al-Iqna’. Al-Quduri

dipilih untuk mewakili Madzhab Hanafi dan menulis kitab al-

Mukhtasyar, sedangkan dua kitab lainnya tidak begitu penting, dan

Mawardi mendapat pengakuan dari khalifah atas karyanya yang

terbaik. Untuk menghargai jasanya itu, Mawardi diangkat sebagai

Aqdi al-Quddah (Hakim Agung) setelah menjadi hakim di beberapa

daerah.13 Pengangkatan tersebut mendapat kritikan dan

memunculkan keberatan oleh beberapa ahli hukum terkemuka seperti

at-Thayib al-Thabari dan al-Sinsari yang menyatakan, bahwa tak

seorangpun berhak atas posisi itu kecuali Allah. Namun Mawardi

tidak menghiraukan keberatan itu dan tetap mempertahankan

pengangkatannya sebagai Aqdi al-Quddah dengan alasan bahwa para

ahli hukum yang sama sebelumnya telah mengakui gelar al-Muluk

al-A'zam (Raja Agung) bagi Jalal ad-Daulah, seorang pemimpin

kaum Buwaiyah, meskipun Mawardi sendiri tidak mengakui secara

positif kemegahan gelar tersebut.14

Al-Mawardi memulai karirnya sebagai hakim. Karena

kecerdasan, kejujuran dan ketinggian akhlaknya ia diangkat menjadi

hakim di Baghdad oleh khalifah Qadir. Bukan hanya itu, ia juga

sangat disenangi dan dihormati oleh berbagai golongan karena

kecakapan diplomasinya. Ia sering membantu dalam menyelesaikan

13 Qamaruddin Khan, Al-Mawardi’s Theory of the State, op. cit., hlm. 36. 14 Ibid.

Page 9: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

61

perselisihan sehari-hari dengan pihak istana.15 Setelah berpindah-

pindah dari satu kota ke kota lain untuk melaksakan tugasnya

sebagai hakim, akhirnya ia kembali dan menetap di Baghdad dan

mendapatkan kedudukan terhormat dari pemerintah dan keluarga

istana sampai akhir hayatnya dengan jabatan terakhir sebagai Hakim

Agung (Aqd al-Qudad). Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib

al-Mawardi al-Bashri meninggal di Bagdad pada tahun 450 H. atau

1059 M.

2. Karya-karya Al-Mawardi

Al-Mawardi merupakan penulis yang sangat produktif.

Kesibukannya sebagai hakim tidak menyurutkan produktifitasnya untuk

berkarya. Bahkan disela-sela tugasnya sebagai hakim yang harus

berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, ia masih bisa mengajar

dan membimbing para muridnya di samping menulis buku. Menurut

sejarah, masih banyak buku karangannya yang belum ditemukan yang ia

simpan dan hanya beberapa buku saja yang ditemukan oleh muridnya

dari buku-buku yang ia sebutkan.16

Adapun karya-karyanya yang ditemukan dari berbagai cabang

ilmu dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa antara lain:

a. Al-Hawi al-Kabir17

15 Ibid., hlm. 37. 16 Tim penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, loc. cit. 17 Al-Hawi al-Kabir merupakan kitab yang terkenal sebagai kitab fiqh paling lengkap

dalam madzhab Imam Syafi'i. Kitab ini berisi tentang fiqh yang mencakup seluruh sendi

Page 10: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

62

b. An-Nukat wa al-Uyuni18

c. Adab al-Qadi

d. An-Nawawi

e. Al-Amtsal wa al-Din

f. A’lam an-Nubuwah

g. Qunun al-Wizarat

h. Siyasat al-Malik

i. Adab ad-Dunya wa al-Din19

j. Al-Iqna

k. Dan al-Ahkam al-Sulthaniyah20

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemikiran Al-Mawardi

Secara psikologis maupun kodrati, setiap indvidu akan terbentuk

oleh situasi dan kondisi lingkungan di mana ia hidup. Begitu juga karakter

dan alam pemikiran al-Mawardi sangat dipengaruhi oleh situasi politik pada

kehidupan baik yang bersifat ubudiyah maupun amaliyah dalam perspektif madzhab Imam Syafi'i. Sejauh yang penulis temukan kitab ini terdiri dari muqadimah dan 18 juz.

18 Dalam kitab ini Mawardi melakukan elaborasi, sebuah studi komparatif tafsir dari beberapa ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an

19 Ini adalah kitab monumental yang ditulis oleh Imam al-Mawardi yang bernuansa tasawuf. Kitab ini berisi tentang manajemen, moralitas dan etika dalam kehidupan manusia baik yang berhubungan dengan dunia maupun yang berhubungan dengan agama yang terdiri dari etika dalam bergaul dan hidup bermasyarakat, etika dalam mencari dan memanfaatkan ilmu, etika dalam agama, tentang akhlaqul karimah, kejujuran, kearifan, kesabaran, sopan santun, musyawarah dan lain-lain.

20 Al-Ahkam al-Sulthaniyah merupakan kitab prestisius karya al-Mawardi dalam bidang politik. Kitab ini berisi tentang berbagai persoalan politik dan tata negara dalam bingkai Islam, di antaranya tentang pengangkatan kepala negara, pengangkatan menteri, pengangkatan gubernur, pengangkatan pimpinan jihad, kepolisian, kehakiman, imam shalat, pemungutan zakat, harta rampasan perang, jizyah dan kharaj, hukum dalam otonomi daerah, tanah dan eksplorasi air, tanah yang dilindungi dan fasilitas umum, hukum iqtha’, administrasi negara, dan tentang ketentuan kriminalitas. Kitab ini yang membuat Mawardi terkenal sebagai political scientist baik dalam dunia politik maupun akademik. Buku ini mendapat perhatian besar di dunia barat dan non muslim bahkan sampai ke penjuru dunia hingga saat ini.

Page 11: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

63

masa itu. Konsep dasar hukum dan politik yang di gagas oleh Mawardi

merupakan hasil dari sebuah pengalaman perjalanan hidupnya. Terjadinya

pemberontakan, kudeta, kekacauan dan gangguan stabilitas negara,

mengilhami Mawardi untuk menyumbangkan ide-ide politiknya dalam

bingkai Islam. Banyak gagasan-gagasan yang ia tuangkan dalam bentuk

buku terutama dalam ranah hukum dan politik sebagai upaya untuk

mengatasi dan mengantisipasi kekacauan yang berkepanjangan tersebut.

Dengan adanya hukum dan aturan-aturan yang tegas dalam pemerintahan,

dirahapkan dapat menciptakan situasi yang kondusif dan setiap rakyat akan

patuh pada hukum dan aturan-aturan tersebut. Seperti contoh, ketika terjadi

pemberontakan dan tuntutan agar selain dari keturunan Quraisy orang bisa

menduduki jabatan sebgai kepala negara, maka Mawardi memasukkan

aturan hukum bahwa selah satu syarat untuk dapat menjadi kepala negara

harus dari keturunan suku Quraisy. Disamping itu selama dinasti Abbasiyah

berkuasa, kepala negara dijabat oleh orang-orang Quraisy termasuk khalifah

al-Qadir pada masa Mawardi. Dari sini tampak bahwa pemikiran Mawardi

cenderung mendukung status quo serta mempertahankan legalitas hegemoni

Quraisy, hal ini di sebabkan karena posisinya sebagai aparat negara.

Selain faktor suhu politik dan kondisi sosial, karakter pemikiran

Mawardi juga terinspirasi oleh tokoh-tokoh klasik abad sebelum masehi,

seperti Plato dan Aristoteles serta periode Islam klasik seperti ibnu Abi

Rabi. Hal ini terungkap dalam teori proses terbentuknya negara.

Sebagaimana plato, Aristoteles juga mengatakan, “the people is zoon

Page 12: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

64

politicon” artinya manusai sebagai makhluk politik yang mempunyai

kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya. Sedangkan Abi Rabi

berpendapat, bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup tanpa

bantuan orang lain, sehingga mereka saling memerlukan, membantu,

berkumpul dan menetap di suatu tempat.21 Begitu juga Mawardi yang

berpendapat, untuk memenuhi kebutuhan sosial, menciptakan ketenteraman

dan keseimbangan dalam kehidupan, maka manusia atau masyarakat harus

mendirikan negara dan mengangkat seorang kepala negara. Namun Mawardi

memasukkan nilai-nilai syari’at dalam teorinya tersebut.22 Di antara

beberapa pengaruh tersebut, yang paling besar adalah situasi dan kondisi

pada masa itu.

C. Proses Pengangkatan Kepala Negara

Dari uraian bab II yang penulis paparkan, dapat disimpulkan bahwa

mayoritas ulama abad pertengahan dan pakar politik Islam sepakat bahwa

mengangkat kepala negara merupakan kewajiban bagi umat Islam dalam

komunitasnya. Secara implisit Allah banyak menyinggung dalam beberapa

ayat al-Qur’an tentang pentingnya mengangkat seorang pemimpin.

Meskipun demikian Islam tidak memberikan aturan baku bagaimana proses

pemilihan dan pengangkatan seorang kepala negara, dan Nabipun tidak

memberikan rambu-rambu yang jelas tentang kepemimpinan bagi generasi

21 Munawir Sjadzali, op. cit., hlm. 61. 22 Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyah wa al-Wilayatu al-Diniyah. Terj. Abdul

Hayyie al-Kattani dan Kamaluddin Nurdin, “Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam”, Jakarta: Gema Insani, 2000, hlm. 15.

Page 13: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

65

sesudahnya. Akan tetapi beliau menyerahkan kepada umatnya secara

musyawarah untuk memilih orang yang mereka kehendaki.23

Fakta sejarah politik Islam membuktikan, proses pengangkatan

kepala negara setelah wafatnya Nabi Muhammad, yang dimulai dari Abu

Bakar sebagai khalifah pertama mengalami perubahan dari masa ke masa.

Hal ini dapat dilihat dari proses pemilihan dan pembaiatan Abu Bakar

sebagai pengganti Nabi Muhammad melalui musyawarah, meskipun terjadi

perdebatan yang sengit antara kelompok Muhajirin dan kelompok Ansor.24

Kemudian terpilihnya Umar Ibn Khaththab sebagai amirul mukminin setelah

Abu Bakar melalui mandat yang diberikan oleh Abu Bakar kepada Umar Ibn

Khaththab. Sedangkan pemilihan Usman Ibn Affan sebagai pengganti Umar

Ibn Khaththab melalui musyawarah ahlul halli wal aqdi (dewan pemilih)

yang ditunjuk oleh Umar.25 Sementara Ali Ibn Abi Thallib diangkat menjadi

khalifah atas desakan para pengikutnya setelah melalui pertikaian dan

perebutan kekuasaan dengan Muawiyyah. Adapun kekhalifahan Muawiyyah

diperoleh melalui kekerasan, tipu daya dan pemberontakan.26 Kemudian

ketika Muawiyyah akan turun tahta, ia mengumumkan penggantinya kepada

putaranya (Yazid).27 Sejak itu pula sistem pengangkatan kepala negara

dilakukan secara turun temurun (memberikan mandat kepada putra

mahkota).

23 Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islami: al-Siyasy wa al-Diny wa al-Tsaqafi wa al-

Ijtima’i,Juz I, Beitur: Dar al-Fikr, 1964, hlm. 428. 24 Pengantar Abd. Salam Arief dalam Manouchehr Paydar, loc. cit. 25 Ibid., hlm. ix. 26 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarata: PT Raja Grafindo Persada, 2000,

hlm. 42. 27 Qamaruddin Khan, Al-Mawardi’s Theory of the State, op. cit., hlm. 15.

Page 14: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

66

Dari sini Mawardi mencoba memberikan solusi untuk mengurangi

otoritas kepala negara dan upaya menciptakan nuansa politik yang lebih

demokratis dengan menciptakan blue print tentang prosedur pengangkatan

kepala negara. Menurut Mawardi, untuk memilih dan mengangkat kepala

negara dapat dilakukan denga dua cara, yaitu; pertama, denga cara dipilih

oleh ahlul-halli wal-aqdi, kedua, dengan pemberian (penyerahan) mandat

dari kepala negara terdahulu (sebelumnya).

1. Persidangan Ahlul Halli wal Aqdi Untuk Memilih dan Mengangkat

Kepala Negara

a. Pengertian ahlul halli wal aqdi

Secara fungsianoal, dewan perwakilan umat yang pada

gilirannya disebut ahlul halli wal aqdi, telah dipraktekkan oleh Nabi

Muhammad ketika memimpin pemerintahan di Madinah. Nabi

Muhammad telah meletakkan landasan filosofis sistem pemerintahan

yang memiliki corak demokratis. Hal ini tampak ketika Muhammad

dalam memimpin negara Madinah, menghadapi persoalan yang

bersifat duniawi dan menyangkut kepentingan umat yang

mengharuskan melibatkan para sahabat untuk memecahkan

persoalan tersebut. Meskipun secara kelembagaan dewan tersebut

tidak terornagisir dan tidak terstruktur, namun keberadaan mereka

sangat penting dalam pemerintahan Islam yang selalu diajak

bermusyawarah oleh Nabi ketika beliau menghadapi masalah yang

tidak ada petunjukanya dalam al-Qur'an. Sedangkan keanggotaan

Page 15: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

67

mereka tidak melalui pemilihan secara seremonial, tetapi melalui

seleksi alam. Mereka adalah para sahabat yang dipercaya oleh umat

sebagai wakil mereka yang selalu diajak untuk bermusyawarah oleh

Muhammad.

Karena Islam merupakan gerakan ideologis, maka fenomena

yang melekat pada gerakan tersebut adalah bahwa orang-orang yang

pertama ikut dalam gerakan tersebut dan orang-orang yang berjasa

atas gerakan yang dilancarkan oleh Muhammad untuk ekspan dan

menyebarkan ajaran Islam, dianggap sebagai sahabat sejati dan

sekaligus sebagai penasehat Muhammad. Oleh karena itu, pemilihan

ini tidak melalui pemilihan secara formal atau melalui pemungutan

suara, tetapi secara alami melalui ujian praktek dan pengorbanan

mereka terhadap gerakan Islam. Dengan demikian, dewan

perwakilan umat tersebut terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok

orang-orang yang pertama masuk Islam yang setia mendampingi

Muhammad, dan kelompok orang-orang yang memiliki jasa besar

dengan wawasan dan kemampuan mereka.28 Inilah fenomena yang

diyakini oleh para politikus Islam sebagai embrio lahirnya dewan

perwakilan rakyat atau ahlul halli wal aqdi dalam pemerintahan

Islam.

Istilah ahlul halli wal aqdi barasal dari tiga suku kata, yaitu

ahlun, hallun dan aqdun. Dalam kamus bahasa arab kata اهل

28 Abul A’la al-Maududi, The Islamic Law and Constitutional. Terj. Asep Hikmat

“Hukum dan Konstitusi: Sistem Politik Islam”, Bandung: Mizan, Cet. ke-1, 1990, hlm. 260.

Page 16: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

68

mempunyai arti ahli atau keluarga,29 sedangkan kata حل berarti

membuka atau menguraikan,30 sedangkan دقا memiliki arti mengikat

atau اقد berarti kesepakatan.31 Dari ketiga suku kata tersebut dapat

dirangkai menjadi sebuah kata (istilah) yang mempunyai arti "orang-

orang yang mempunyai wewenang melonggarkan dan mengikat."32

Dalam terminologi politik ahlul halli wal aqdi adalah dewan

perwakilan (lembaga legislatif) sebagai representasi dari seluruh

masyarakat (rakyat) yang akan memilih kepala negara serta

menampung dan melaksanakan aspirasi rakyat.

Dalam hal ini, Mawardi mendefinisikan ahlul halli wal aqdi

sebagai kelompok orang yang dipilih oleh kepala negara untuk

memilih kepala negara yang akan menggantikan kepala negara yang

lama.33 Namun Mawardi tidak menjelaskan tentang unsur-unsur dari

ahlul halli wal aqdi.

Abdul Karim Zaidan berpendapat, ahlul halli wal aqdi adalah

orang orang yang berkecimpung langsung dengan rakyat yang telah

memberikan kepercayaan kepada mereka. Mereka menyetujui

pendapat wakil-wakilnya karena ikhlas, konsekuen, takwa, adil dan

29 Mahmud Yunus, Qamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah

dan Penatfsir al-Qur'an, Cet. ke-1, 1973, hlm. 53. 30 Ibid., hlm. 106. 31 Ibid., hlm. 275. 32 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, Cet. ke-5, 2002, hlm. 66. 33 Lihat Kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah

Page 17: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

69

kejernihan pikiran serta kegigihan mereka di dalam memperjuangkan

kepentingan rakyatnya.34

Sedangkan menurut Imam an-Nawawi, ahlul halli wal aqdi

ialah para ulama, pemimpin, pemuka rakyat yang mudah

dikumpulkan untuk memimpin umat dan mewakili kepentingan-

kepentingannya.35 Beberapa ulama yang lain memberikan istilah

ahlul halli wal aqdi dengan sebutan ahlul ikhtiyar, yaitu orang-orang

yang memiliki kompetensi untuk memilih.36

Muhammad Abduh berpendapat, bahwa ahlul halli wal aqdi

sama dengan ulil amri,37 seperti yang disebutkan dalam al-Qur'an:

يآايها الذ ين امنوآ اطيعوااهللا واطيعواالرسول واولى األ مر

كمن59: النسآء(م(

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya dan ulul amri di antara kamu."38 (QS. an-Nisa: 59)

Lebih lanjut Abduh menjelaskan dengan lebih rinci beserta

unsur-unsurnya dengan mengatakan, "Ahlul halli wal aqdi terdiri dari

para amir, para hakim, para ulama, para pemimpin militer, dan

34 J. Suyuthi Pulungan, op. cit., hlm. 67. 35 Dhiauddin Rais, An-Nazhariyatu As-Siyasatu Al-Islamiyah. Terj. Abdul Hayyie al-

Kattani “Teori Politik Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 2001, hlm. 178. 36 Ibid., hlm. 176. 37 J. Suyuthi Pulungan, op. cit., hlm. 68. 38 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989,

hlm. 128.

Page 18: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

70

semua pimpinan yang dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah

kebutuhan dan kemaslahatan publik."39

Pendapat yang sama di sampaikan oleh Rasyid Ridha, ia

mengatakan bahwa ulil amri adalah ahlul halli wal awdi yang terdiri

dari para ulama, para pimpinan militer, para pemimpin pekerja untuk

kemaslahatan publik seperti pedagang, tukang, petani, para tokoh

wartawan.40

Al-Razi juga menyamakan pengertian ahlul halli wal aqdi

dengan ulil amri. Demikian juga al-Maraghi yang berpendapat sama

dengan Abduh dan Ridha.41

b. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh anggota ahlul halli wal aqdi

Tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh anggota ahlul

halli wal aqdi, Mawardi berpendapat, untuk dapat menjadi anggota

ahlul halli wal aqdi seseorang harus memenuhi tiga kriteria sebagai

syarat, yaitu:

1) Mempunyai kredibilitas dan keseimbangan yang memenuhi

semua kriteria. Yaitu kepercayaan masyarakat atas dirinya bahwa

ia benar-benar mempunyai kemampuan secara umum dan

memiliki karakter yang baik yang meliputi sifat dan sikap dalam

kehidupan sehari-hari.

39 J. Suyuthi Pulungan, loc. cit. 40 Ibid., hlm. 69. 41Ibid.

Page 19: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

71

2) Mempunyai ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu

mengetahui siapa yang berhak dan pantas untuk memangku

jabatan kepala negara dengan syarat-syaratnya.

3) Mempunyai pendapat yang kuat dah hikmah yang membuatnya

dapat memilih siapa yang paling pantas untuk diberi amanat

memangku jabatan kepala negara dan siapa yang paling mampu

dan pandai dalam membuat kebijakan yang dapat mewujudkan

kemaslahatan umat.42

c. Jumlah anggota ahlul halli wal aqdi

Mawardi tidak menjelaskan secara pasti berapa jumlah

anggota ahlul halli wal aqdi yang akan memilih dan mengangkat

kepala negara, ia hanya menjelaskan tentang beberapa pendapat

kelompok ulama tentang jumlah minimal anggota ahlul halli wal

aqdi yang bisa memilih dan mengangkat seseorang untuk menjabat

sebagai kepala negara.

Dalam hal berapa jumlah minimal anggota ahlul halli wal

aqdi yang bisa memilih dan mengesahkan pengangkatan kepala

negara, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dari berbagai

kelompok.

Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa pengangkatan

kepala negara hanya sah jika diikuti oleh mayoritas anggota ahlul

halli wal aqdi dari seluruh negeri sehingga kepemimpinannya itu

42 Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyah wa al-Wilayatu al-Diniyah, op. cit., hlm.

17.

Page 20: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

72

mendapat penerimaan secara tulus dan pengakuan secara umum.

Dasar hukum yang dijadikan alasan oleh kelompok ini adalah adanya

fakta baiat Abu Bakar untuk memangku kekhalifahan yang hanya

berdasarkan pemilihan orang-orang yang ada bersamanya dan

pelaksanaan baiatnya tidak menuggu datangnya orang-orang yang

tidak berada di tempat saat itu. Namun berapa prosentase yang

dimaksud dengan “mayoritas”, para penganut kelompok ini tidak

menjelaskan secara rinci.43

Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa jumlah minimal

yang dapat mengesahkan pengangkatan kepala negara adalah lima

orang yang sepakat untuk mengangkat seseorang sebagai pemangku

jabatan itu, atau satu orang mencalonkan seseorang kemudian

disetujui oleh empat orang lainnya. Ada dua hal yang menjadi

landasan hukum oleh kelompok ini, yaitu:

1) Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah yang dilakukan oleh

lima orang yang sepakat untuk membaiatnya, kemudian dikuti

oleh beberapa orang lainnya, di antaranya Umar ibn Khaththab,

Abu Ubaidah ibn Jarrah, Asid Ibn Hudhair, Basyar ibn Saad, Dan

Salim Maulana Abi Huzaifah.

2) Terbentuknya dewan syura yang dibuat oleh Umar yang terdiri

dari enam orang untuk memilih satu orang dari mereka sebagai

43 Ibid., hlm. 19.

Page 21: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

73

pemimpin negara dengan persetujuan lima orang yang lainnya.

Pengikut ini mayoritas fuqaha dan mutakallimin dari Bashrah.44

Ketiga, kelompok dari ulama Kuffah. Meraka berpendapat

bahwa pengangkatan kepala negara dapat dilakukan oleh tiga orang,

yaitu satu orang memangku jabatan kepala negara dengan

persetujuan dua orang, sehingga satu orang menjadi pejabat dan dua

orang menjadi saksi. Mereka mendasarkan hal ini dengan analogi

pada akad pernikahan yang sah dengan satu wali dan dua orang

saksi.45

Keempat, kelompok ini berpendapat bahwa pengangkatan

kepala negara dapat dilakukan oleh satu orang. Mereka mendasarkan

hal ini dengan pembaiatan Ali oleh Abbas, Abbas berkata kepada

Ali, “Bentangkanlah tanganmu untuk aku baiat.” Maka orang-orang

berkata, ”Paman Rasulullah telah membaiat anak pamannya, maka

tidak ada orang yang menentangnya karena hal itu adalah hukum dan

hukum satu orang dapat sah.”46

d. Proses memilihan dan pengangkatan kepala negara

Dalam suksesi kepemimpinan melalui persidangan ahlul halli

wal aqdi, hal yang paling utama yang harus dilakukan adalah

mempelajari siapa saja orang yang memenuhi kriteria dan syarat

untuk memangku jabatan kepala negara. Setelah memilih beberapa

orang calon, dewan pemilih menyeleksi dan memilih orang yang

44 Ibid., hlm. 20. 45 Ibid. 46 Ibid.

Page 22: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

74

paling utama dan paling lengkap syaratnya, serta orang yang

mempunyai konduite bagus di mata masyarakat harus diutamakan,

sehingga masyarakat akan membaiatnya dan mematuhinya. Jika

ahlul halli wal aqdi telah menetapkan seseorang untuk memangku

jabatan sebagai kepala negara, maka hal tersebut harus ditawarkan

kepada pihak terpilih. Jika ia setuju maka dewan pemilih segera

membaiat yang diikuti oleh masyarakat dan baiat itu menjadi sah

baginya. Sedangkan jika ia menolak dan tidak mau memangku

jabatan tersebut, maka ia tidak dapat dipaksa untuk memangkunya

karena akad kepemimpinan itu adalah akad saling ridha dan hasil

pilihan bebas dan tidak dapat dilakukan dengan paksaan dan tekanan.

Setelah ia menolaknya maka jabatan itu ditawarkan kepada orang

lain yang juga berkopenten untuk memangkunya.47

Jika ada dua orang calon pemimpin negara yang mempunyai

kapasitas kompetensi yang sama maka didahulukan memilih calon

yang lebih tua usianya. Meskipun demikian, jika yang dibaiat adalah

calon yang lebih muda, hal tersebut tetap sah.

Jika salah satu dari calon itu lebih berpengalaman dan yang

kedua lebih berani, maka dalam memilih salah satu dari dua calon itu

harus diperhatikan kebutuhan negara pada saat itu. Jika negara saat

itu membutuhkan keksatriaan dan keberanian seorang pemimpin

karena berkembangnya ancaman dari luar negara dan timbulnya

47 Ibid.

Page 23: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

75

pemberontakan di dalam negara, maka calon yang lebih berani lebih

berhak untuk memangku jabatan kepala negara. Sementara itu jika

negara sedang membutuhkan tokoh berpengetahuan dan pandai

karena diperlukan untuk menenangkan dan mengalahkan orang-

orang yang menyimpang dan para pembuat bid’ah, maka orang yang

lebih berpengetahuan dan lebih pandai menjadi calon yang lebih

berhak.48 Adapun tindakan meminta jabatan kepala negara oleh

seseorang boleh dilakukan dan tidak membaut gugur atas dirinya

untuk menjadi calon kepala negara walaupun.

Namun para fuqaha berbeda pendapat tentang dua orang yang

memperebutkan jabatan pemimpin negara, sementara keduanya

mempunyai kompetensi yang seimbang. Sekelompok fuqaha

berpendapat bahwa nama keduanya diundi dan yang namanya keluar

diangkat menjadi kepala negara. Sementara kelompok yang lain

berpendapat bahwa para pemilih bebas menentukan pilihan mereka,

siapa yang mereka kehendaki tanpa harus melalui undian.

Jika ahlul halli wal aqdi telah memilih seseorang yang

terbaik, kemudian mereka membaiatnya untuk memangku jabatan

sebagai kepala negara namun ternyata kemudian ada orang yang

lebih baik dan lebih berkompeten dari yang mereka pilih, maka baiat

48 Ibid., hlm. 21.

Page 24: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

76

mereka tetap berlaku bagi yang pertama dan tidak boleh berpindah

kepada orang yang kedua.49

Jika ahlul halli wal aqdi dalam persidangan sengaja memilih

seseorang yang memiliki profil yang lebih sedikit kompetensinya

untuk dibaiat menjadi kepala Negara, sementara ada orang yang

memiliki profil yang lebih berkompeten, maka dalam kasus ini ada

dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu;

Pertama, jika hal itu dilakukan karena adanya alasan yang

kuat yang mengharuskan mereka membuat keputusan seperti itu,

seperti orang yang lebih kompeten itu tidak sedang musafir atau

sedang sakit atau juga orang yang lebih sedikit kompetensinya itu

ternyata lebih ditaati oleh masyarakat, maka baiat bagi orang tersebut

itu sah dan kepemimpinannya juga sah.

Kedua, jika pemilihan dan pembaiatan tidak karena alasan

yang kuat, maka ulama berselisih pendapat, di antaranya adalah

Jahizh, bahwa baiatnya tidak sah karena jika pemilihan pemimpin

ditujukan untuk memilih yang terbaik maka pemilihan itu tidak boleh

dialihkan kepada bukan tokoh terbaik. Hal ini seperti ijtihad dalam

menentukan hukum syara’. Namun mayoritas fuqaha dan

mutakallimin berpendapat bahwa jabatan orang itu legal dan baiat

terhadapnya sah, dan keberadaan orang yang lebih berkompeten itu

tidak menjadi penghalang bagi orang yang sedikit kompetensinya itu

49 Ibid., hlm. 21.

Page 25: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

77

untuk memangku jabatan sebagai kepala negara jika memang orang

itu telah mencukupi syarat-syarat untuk memangku jabatan

tersebut.50

2. Pemberian (Penyerahan) Mandat oleh Kepala Negara Terdahulu

Sudah menjadi budaya orang Arab sejak zaman dahulu, seorang

ayah memberikan pangkat dan kedudukan serta semua kemuliaan yang

ditinggalkan kepada anak-anaknya, khsusunya kepada putra sulung

sebagai pemegang janji (waliyyu al-ahdi) dan kekuasaan. Tradisi ini

masih berlangsung hingga sekarang, bahkan tidak hanya terbatas di

kalangan orang Arab saja, akan tetapi sudah merambah di beberapa

wilayah di sekitar Arab. Hal ini yang menurut sosiolog disebut 'suksesi'

(at-ta'aqub), yaitu perpindahan hak-hak yang berupa pangkat, derajat

dan kedudukan.51

Di kalangan suku Quraisy, pemberian mandat jabatan kepada

anak atau kerabat terdekat sudah berlaku bahkan sebelum Islam datang.

Bermula dari Qushayi52 bin Kilab sebagai pendiri suku Quraisy. Sebagai

pendiri dan penguasa pertama dalam pemerintahan Quraisy, di

penghujung usianya Qushayi memberikan mandat kepada putranya,

Abdi Dar, hak penjagaan, pertolongan, parairan, musyawarah dan panji-

50 Ibid., hlm. 22. 51 Khalil Abdul Karim, Quraisy min al-Qabilah ila ad-Din al-Markaziyyah. Terj. M.

Faisol Fatawi "Hegemoni Quraisy: Agama, Budaya dan Kekuasaan", Yogyakarta: LKiS, Cet. ke-1, 2002, hlm. 14

52 Suku (pemerintahan) Quraisy berdiri pada pertengahan abad IV M, sedangkan Qushayi sebagai pendirinya meninggal pada tahun 480 M. Untuk lebih jelasnya baca 'Khalil Abdul Karim, Hegemoni Quraisy'

Page 26: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

78

panji peperangan. Qushayi melakukan ini agar Abdi Dar memeproleh

kemuliaan yang tinggi dibandingkan saudara-saudaranya yang lain yang

hidup bersama ayah mereka dengan status sosial terhormat di kalangan

suku Quraisy. Ini merupakan budaya orang-orang Arab yang masih

berlangsung sampai ke generasi berikutnya.53

Setelah pangkat, kedudukan dan kemuliaan tersebut berpindah

dari Qushayi kepada Abdi Dar dan anak cucunya, hal serupa juga

dilakukan oleh Hasyim, Abdi Syam, Naufal bin Abdi Manaf dan Abdul

Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW. Mereka sepakat mengambil

alih kemuliaandari anak cucu Abdi Dar, hak penjagaan, pertolongan,

perairan, musyawarah dan panji peperangan. Mereka mengaku sebagai

orang yang berhak menyandang kehormatan dan kemuliaan yang

diwarisinya.54 Tradisi ini yang berlaku sejak lama inilah yang menjadi

cermin dan sumber inspirasi sistem pemerintahan dan kekuasaan Islam

baik pada masa kekhalifahan Khulafa'ur Rasyidin, rezim Umayyah dan

dinasti Abbasiyah terutama pada wilayah suksesi kepemimpinan, di

samping Islam tidak memiliki konsep baku dan rinci tentang suksesi

tersebut, meskipun ada celah pada periode yang begitu singkat dalam

sejarah panjang pemerintahan Islam yang memiliki nuansa demokratis di

53 Orang-orang Arab khususnya suku Quraisy sangat menjaga dan menjunjung tinggi

prestise, reputasi, kehormatan dan kemuliaan. Semua itu mereka peroleh dari jabatan dan kedudukan yang mereka kendalikan. Dengan mewariskan jabatan dan kedudukan mereka kepada anak cucunya, maka kehormatan dan kemuliaan akan tetap lestari dan terjaga di sepanjang sejarah hingga generasi berikutnya. Bahkan di zaman modern ini tradisi dan fenomena tersebut masih berlangsung dan dapat ditemukan di beberapa wilayah, seperti pewarisan jabatan dan status sosial, pewarisan sekte-sekte agama dan tokoh-tokoh sufi dan kelompok-kelompok pinggiran. (Baca 'Khalil Abdul Karim, Hegemoni Quraisy)

54 Khalil Abdul Karim, Hegemoni Quraisy, op. cit., hlm. 15

Page 27: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

79

awal-awal kekuasaan Islam.55 Namun setelah dua masa tersebut berlalu,

sistem pemerintahan yang demokratis kembali menjadi pemerintahan

monarki dengan sistem pewarisan jabatan. Dan hal ini tidak ditentang

oleh kaum muslimin bahkan sistem tersebut dipertahankan oleh genarasi

berukitnya. Terjadinya peperangan antara Ali dan Aisyah serta Ali dan

Mu'awiyah tidak untuk mempertahankan prinsip dan sistem

pemerintahan yang pernah berlaku pada masa Khulafaur Rasydin, tetapi

lebih pada perebutan kekuasaan politik.56

Menurut Al-Mawardi, pengangkatan kepala negara dengan

menyerahkan mandat kepada seseorang oleh kepala negara sebelumnya

boleh dilakukan dan telah disepakati legalitasnya. Dalam hal ini

Mawardi mendasarkan pandangannya pada dua moment yang telah

dilakukan oleh muslimin:

Pertama, Abu Bakar telah menyerahkan mandat jabatan kepala

negara kepada Umar, kemudian kaum muslimin mengakui legalitas

jabatan tersebut dan membaiatnya.

55 Dalam ranah suksesi, setidaknya ada dua celah yang lebih bersifat demokratis dalam

perjalanan panjang pemerintahan Islam, yaitu pertama, pada masa transisi antara kepemimpinan Muhammad dan pemerintahan Abu Bakar, di mana Abu Bakar terpilih menjadi kepala negara menggantikan Muhammad melalui majelis musyawarah yang terdiri dan beberapa tokoh Islam yang mewakili dua golongan yaitu Anshar dan Muhajirin. Kedua, transisi antara kekuasaan Umar bin Khaththab dan pemerintahan Usman bin Affan, di mana usman dipilih menjadi kepala negara melalui dewan perwakilan (ahlul halli wal aqdi) yang mewakili seluruh masyarakat.

56 Qamaruddin Khan, Al-Mawardi’s Theory of the State, op. cit., hlm. 17

Page 28: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

80

Kedua, Umar menyerahkan mandat kepada dewan syura untuk

memilih kepala negara sebagai penggantinya, dan masyarakat menerima

masuknya enam orang dalam dewan tersebut yang dipilih oleh Umar.57

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam memberikan mandat

jabatan sebagai kepala negara, yaitu:

1) Pemberian mandat kepada orang lain (bukan anaknya atau orang

tuanya)

Pemberian mandat jabatan kepada seseorang yang bukan

anak dan orang tuanya, boleh dilakukan dengan cara mengucapkan

baiat sendirian tanpa bermusaywaran terlebih dahulu dengan dewan

pemilih.

Akan tetapi terdapat perbedaan pendapat dari kalangan

ulama, apakah persetujuan dewan pemilih menjadi syarat bagi

legalitasnya atau tidak. Sebagian ulama dari Bashrah berpendapat

bahwa persetujuan dewan pemilih merupakan syarat bagi legalitas

bait di hadapan umat. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa

baiat tersebut sah walaupun tanpa persetujuan dewan pemilih, karena

baiat Abu Bakar terhadap Umar tidak bergantung pada persetujuan

sahabat yang lain.

2) Pemberian mandat kepada anak atau orang tuanya

Jika pemberian mandat dilakukan kepada anak atau orang

tuanya, maka terdapat perbedaan di kalangan ulama tentang boleh

57 Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyah wa al-Wilayatu al-Diniyah, op. cit., hlm.

25.

Page 29: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

81

tidaknya ia melakukan baiat sendirian tanpa persetujuan dewan

pemilih. Ada tiga kelompok ulama yang berpendapat dalam masalah

ini:

a) Kelompok pertama, berpendapat bahwa kepala negara tidak

boleh melakukan baiat atas anak atau orang tuanya sebelum ia

melakukan musyawarah dengan dewan pemilih dan mereka

setuju atas keputusannya itu.

b) Kelompok kedua, mengatakan bahwa kepala negara boleh

melakukan bait kepada anak atau orang tuanya tanpa

bermusyawarah terlebih dahulu dengan dewan pemilih karena ia

adalah pemimpin umat yang perintahnya wajib ditaati.

c) Kelompok ketiga, berpendapat bahwa kepala negara boleh

membaiat orang tuanya tanpa persetujuan dewan pemilih, namun

tidak boleh melakukan baiat sendirian terhadap anaknya karena

tabiat manusia mempunyai kecenderungan untuk memihak

kapada anaknya lebih besar dari pada kecenderungan memihak

orang tuanya.58

Setelah kepala negara memilih seseorang yang memiliki

kapabilitas berdasarkan persyaratan yang sah, maka kepala negara

harus menawarkan atas kesediannya untuk manerima mandat jabatan

sebagai kepala negara. Karena legalitas mandat tersebut bergantung

pada persetujuan atas pihak yang dipilih untuk menduduki jabatan

58 Ibid., hlm. 27.

Page 30: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

82

tersebut. Jika pihak yang diberi mandat bersedia untuk menduduki

jabatan sebagai kepala negara, maka jabatan tersebut sah dan rakyat

wajib mematuhinya. Tetapi jika pihak yang diberi mandat tidak

bersedia untuk memangku jabatan sebagai kepala negara, maka

kepala negara tidak boleh memaksa dan ia harus memilih orang lain

sebagai penggantinya. Mandat yang telah diberikan oleh kepala

negara kepada seseroang yang telah bersedia menerima jabatan

tersebut, tidak boleh dicabut kembali selama kondisinya tidak

berubah dan ia masih dalam koridor syari’at Islam dan tidak

melakukan tindakan yang menyebabkan ia diberhentikan dari

jabatanya tersebut.59

Kepala negara tidak boleh memberikan mandat jabatannya

kepada orang yang tidak ada di tempat dan tidak diketahui apakah ia

masih hidup atau sudah mati. Jika kepala negara meninggal,

sedangkan orang yang diberi mandat jabatan oleh kepala negara

tidak ada di tempat saat kepala negara meninggal dunia, maka ahlul

halli wal aqdi tetap mengutamakan ia sebagai penggantinya. Jika ia

berada di tempat yang jauh di belahan dunia dan rakyat khawatir

akan mendapatkan bahaya atas keterlambatanya, maka ahlul halli

wal aqdi mengangkat pejabat sementara untuk melaksanakan tugas-

tugas kepala negara sampai penerima mandat tersebut kembali. Jika

kepala negara mengundurkan diri dari jabatannya, jabatan tersebut

59 Ibid., hlm. 28.

Page 31: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

83

secara otomatis berpinda kepada orang yang diberi mandat jabatan

dan pengunduran dirinya dianggap sebagai kematiannya.60

Dalam hal pemberian mandat jabatan kepala negara kepada

dua orang atau lebih, Mawardi perpendapat, pemberian mandat

jabatan kepala negara kepada dua orang atau lebih dengan

meletakkan urutan di antara mereka, boleh dilakukan dan status

mandatnya sah. Seperti contoh, kepala negara berkata: “Kepala

negara setelahku adalah si A. Jika si A meninggal maka kepala

negara setelahnya adalah si B. Dan jika si B meniggal maka jabatan

kepala negara di jabat oleh si C.” Mawardi mendasarkan argumennya

pada peristiwa ketika Nabi Muhammad memberikan mandat

pimpinan perang dalam perang Mu’tah kepada Zaid bin Haritsah dan

beliau bersabda: “Jika Zaid terluka, pimpina perang dipegang oleh

Ja’far bin Abi Thallib. Jika Ja’far terluka, pimpinan perang dipegang

oleh Abdulah bin Ruwayah. Dan jika Abdullah terluka, pimpinan

perang bisa dipilih oleh kaum muslimin.61 Dalam perang tersebut

Zaid dan komando perang diambil alih oleh Ja’far. Setelah Ja’far ikut

terbunuh, kendali perang dipegang oleh Abdullah. Dan ketika

Abdullahpun gugur dalam perang, kaum muslimin memilih Khalid

bin Walid sebagai penggantinya.62

Sedangkan mengangkat dua orang atau lebih sebagai kepala

negara, baik melalui persidangan ahlul halli wal aqdi maupun

60 Ibid. 61 Ibid., hlm. 32. 62 Ibid.

Page 32: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

84

melalui mandat dalam waktu dan tempat yang sama tidak boleh

dilakukan dan jabatan keduanya tidak sah.63 Seperti contoh, kepala

berakta: “Setelahku jabatan kepala negara dipegang oleh si A dan si

B,” Atau “Telah kuberikan mandat jabatanku kepada si A dan si B.”

D. Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi oleh Calon Kepala Negara

Tentang syarat-syarat menjadi kepala negara tidak disinggung secara

jelas baik dalam al-Qur’an dan sunnah. Hanya dalam hadits diterangkan

bahwa seorang pemimpin harus dari suku Quraisy dan ini satu-satunya

syarat yang dijelaskan oleh Nabi untuk menjadi seorang pemimpin. Nabi

bersabda:

)رواه امحد(األ ئمة من قريش

Artinya: “Para pemimpin adalah dari suku Quraisy”64

Dalam kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, ada kecenderungan

mengutamakan orang-orang terdekat dengan Muhammad, memiliki tingkat

keimanan dan keshalehan yang tinggi serta dari kaum Quraisy. Hal ini dapat

dilihat pada fakta terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah pasca wafatnya

Nabi Muhammad. Ia lebih pantas dan berhak untuk menggantikan Nabi

(sebagai khalifah) dengan alasan bahwa dialah orang yang paling dekat

dengan Nabi dan ia sering mewakili Nabi baik dalam urusan shalat (imam

63 Ibid., hlm. 23. 64 Ibid., hlm. 18.

Page 33: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

85

shalat) maupun dalam urusan umat dan dia dari suku Quraisy, demikian juga

Khalifah Umar, Utsman dan Ali.

Sejak berakhirnya kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dan

dimulainya kekuasaan dinasti Umayyah hingga Abbasiyah, kategori-

kategori yang disyaratkan untuk dapat menjadi kepala negara tersebut

lenyap seiring berlakunya sistem yang diterapkan oleh para penguasa pada

masa itu. Dinasti Umayyah dan Abbasiyah menggunakan sistem turun

temurun (memberikan mandat kekuasaan kepada putra mahkota) yang

secara otomatis mereka mensyaratkan bahwa syarat untuk menjadi kepala

negara adalah keturunan dari suku Quraisy, karena dalam kenyataannya

penguasa-penguasa Bani Umayyah dan Abbasiyah adalah keturunan dari

suku Quraisy.

Dalam masalah ini Mawardi memasukkan beberapa term sebagai

syarat yang harus dimiliki kepala negara. Menurut Mawardi, untuk dapat di

calonkan sebagai kepala negara, maka seseorang harus memenuhi tujuh

kriteria sebagai syarat yang harus dimiliki, yaitu;

1. Keseimbangan (al-‘adalah) yang memenuhi semua kriteria.

Yaitu seorang calon kepala negara harus memiliki kredibilitas

secara menyeluruh dalam dirinya yang meliputi adil, jujur, bertabiat dan

watak baik, berakhlak baik, mendahulukan kepentingan umat dan taat

terhadap syariat agama.

Page 34: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

86

2. Mempunyai ilmu pengetahuan yang membuatnya dapat melakukan

ijtihad untuk menghadapi kejadian-kejadian yang timbul dan untuk

membuat kebijakan hukum.

Hal ini harus dimiliki oleh calon kepala negara karena tidak bisa

dipungkiri bahwa dalam sebuah pemerintahan akan selalu terjadi gejolak

sosial politik yang mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat dan

negara.

3. Lengkap dan sehat fungsi panca indranya.

Seorang calon kepala negara harus memiliki kelengkapan fungsi

panca indra. Jika salah satu panca indranya mengalami gangguan atau

tidak berfungsi, maka hal tersebut akan menghalanginya untuk bisa

menjabat kepala negara, karena gangguan tersebut akan menghambat ia

untuk menjalankan tugasnya sebagai kepala negara saat ia terpilih dan

diangkat menjdi kepala negara. Antara lain:

a. Bisa mendengar (tidak tuli)

b. Bisa melihat (tidak buta)

c. Bisa berbicara (tidak bisu)

d. Bisa merasakan dan membedakan rasa makanan

e. Bisa mencium bau

4. Tidak ada kekurangan pada anggota tubuhnya yang menghalangi

untuk bergerak dan bertindak. Di antaranya:

a. Lengkap kedua matanya

b. Lengkap kedua tangan dan kakinya

Page 35: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

87

c. Lengkap akalnya (tidak gila atau sakit jiwa)

d. Tidak dalam tawanan musuh

Jika seseorang berada dalam tawanan musuh, maka ia akan terhalang

untuk bisa menjadi kepala negara, karena ia tidak mungkin dapat

menjalankan tugasnya sebagai kepala negara dan ia dianalogikan

sebagai orang yang kehilangan anggota tubuh yang membuat ia tidak

bisa bertindak, seperti kehilangan kedua tangan dan kedua kaki.

5. Visi pemikirannya baik sehingga ia dapat menciptakan kebijakan

bagi kepentingan rakyat dan mewujudkan kemaslahatan umat.

Karena kepala negara adalah pengganti fungsi kenabian yang

bertugas mangatur kehidupan masyarakat serta memelihara,

menjalankan dan mengembangkan agama,65 maka seorang kepala negara

harus memiliki visi pemikiran yang baik, maju dan wawasan luas.

6. Mempunyai keberanian dan sifat menjaga rakyat, yang

membuatnya mempertahankan rakyatnya dan memerangi musuh.

Syarat ini mutlak dibutuhkan apalagi saat situasi sosial politik

sedang kacau dan stabilitas negara terganggu, maka seorang kepala

negara dituntut untuk berani bertindak dan membuat kebijakan yang

bersifat melindungi rakyat dan memerangi musuh.

7. Mempunyai nasab dari suku Quraisy

Dalam hal ini Mawardi merujuk pada hadis yang diriwayatkan

oleh Ahmad:

65 Ibid., hlm. 15.

Page 36: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

88

)رواه امحد(األ ئمة من قريش

“Para pemimpin adalah dari kalangan siku Quraisy.” 66

Alasan ini diperkuat dengan pidatonya Abu Bakar pada hari Saqifah di

hadapan kaum Anshar dengan menyebutkan sabda Nabi tersebut. Selain

dua alasan tersebut, Mawardi mendasarkan argumennya pada sabda Nabi

yang berbunyi:

)اىنرواه طرب (قدموا قريشا وال تقدموها

“Angkatlah individu dari suku Quraisy dan jangan kalian lengkahi (mendahului) mereka.”67

Ketujuh syarat tersebut harus dipenuhi saat seseorang dipilih atau

diberi mandat untuk menjabat sebagai kepala negara.

E. Masa Jabatan Kepala Negara

Islam tidak memberikan batasan berapa lama jabatan kepala negara

bahkan dalam teori politik islampun tidak ditemukan tentang masa jabatan

kepala negara. Secara historis masa jabatan kepala negara tidak pernah

ditentukan. Dan realita menunjukkan bahwa sejak zaman Abu Bakar sampai

rezim Abbasiyah, masa jabatan dan berakhirnya jabatan kepala negara

mengalami perbedaan. Abu Bakar menjadi khalifah selama dua tahun dan

berakhir karena sakit dan meniggal dunia. Umar bin Khaththab menjadi

66 Ibid., hlm. 18. 67 Ibid., hlm. 19.

Page 37: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

89

kepala negara selama sepuluh tahun (13-23 H atau 634-644 M). Jabatannya

berakhir dengan kematian karena dibunuh oleh Abu Lu’lu’ah seorang budak

dari Persia. Sementara Utsman bin Affan memerintah selama kurang lebih

12 tahun (23-35 H atau 644-655 M). Jabatannya berakhir karena ia

meninggal terbunuh oleh kaum pemberontak. Sementara Ali bin Abi Thallib

memegang jabatan kepala negara selama enam tahun (35-40 H atau 655-660

M). Kekuasaannyapun berakhir karena ia dibunuh oleh salah seorang dari

kaum Khawarij yang kecewa atas kepemimpinannya.68 Begitu juga pada

masa kekuasaan dinasti Umayyah dan Abbasiyah, tidak adanya kaseragaman

dalam hal masa jabatan kepala negara dipengaruhi oleh situasi dan kondisi

politik yang berbeda pula. Dari sini dapat lihat bahwa masa jabatan kepala

negara berlaku seumur hidup.

Tentang masa jabatan kepala negara, al-Mawardi tidak memberikan

ketentun pasti berapa lama (tahun) kepala negara mengemban tugasnya.

Namun seperti yang telah penulis kemukakan sebelumnya bahwa Mawardi

berpendapat, kepala negara yang telah dipilih atau diberi mandat tidak boleh

diberhentikan dengan membatalkan baiatnya atau mencabut mandatnya

selama kondisinya belum berubah dan ia tidak melakukan hal-hal yang

membuat dirinya diturunkan dari jabatannya.

Dengan demikian, menurut Mawardi ada dua hal yang menyebabkan

habisnya masa jabatan kepala negara, yaitu:

68 Badri Yatim, op. cit., hlm. 40.

Page 38: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

90

1. Meninggalnya Kepala Negara

Hal ini sebagaimana yang penulis jelaskan sebelumnya, bahwa

seseorang yang telah dipilih dan dibaiat baik melalui persidangan ahlul

halli wal aqdi maupun melalui pemberian mandat oleh kepala negara

untuk menggantikannya, maka jabatan tersebut berlaku baginya setelah

kepala negara sebelumnya meninggal dunia atau menyatakan

mengundurkan diri dan pengunduran dirinya dianggap sebagai

meninggal dunia.

2. Diberhentikan (Diturunkan) dari Jabatannya

Seorang kepala negara dapat diberhentikan dari jabatannya

karena ia telah keluar dari kompetensi69 sebagai kepala negara. Menurut

Mawardi ada dua hal yang menyebabkan seseorang keluar dari

kompetensinya sebagai kepala negara, yaitu:

a. Kredibilitas dan reputasinya rusak

Rusaknya kredibilitas dan reputasi seorang kepala negara bisa

terjadi karena dua hal, antara lain:

1) Karena ia menuruti syahwatnya

Hal ini berkaitan dengan berbuatan tubuh, yaitu dengan

melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar syari’at, seperti

melakukan kemungkaran, mengikuti dorongan syahwat, menuruti

hawa nafsu dan lain sebagainya. Jika kepala seorang kepala

69 Yang dimaksud dengan kompetansi di sini adalah wewenang yang disertai kemampuan

seseoang dengan segala syarat yang telah ditentukan.

Page 39: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

91

negara melakukan hal ini, maka ia telah keluar dari kompetensi

jabatannya dan ia bisa diturunkan dari jabatan tersebut.

Jika ia telah menemukan kredibilitas dan reputasinya

serta kembali ke jalan yang benar setelah ia diturunkan dari

jabatan kepala negara, ia tidak dapat secara langsung memangku

jabatannya kembali. Untuk mendapatkan jabatannya kembali, ia

harus melalui pemilihan dari awal.70

2) Karena ia melakukan perkara-perkara syubhat

Hal ini berkaitan dengan aqidah, yaitu dengan melakukan

takwil (penafsiran) terhadap masalah yang syubhat sehingga ia

menghasilkan takwil yang menyimpang dari kebenaran.71

b. Terjadi ketidak lengkapan pada anggota tubuh

Ketidaklengkapan yang terjadi pada anggota tubuh ada tiga

macam, di antaranya:

1) Kekurangan pada panca indra

Ada tiga jenis bentuk kekurangan pada panca indra, yaitu:

a) Kekurangan pada indra yang dapat menghalangi seseorang

untuk menjalankan jabatan kepala negara.

Bentuk kekurangan pada indra yang dapat

menghalangi seseorang untuk menjalankan jabatan kepala

negara ada dua macam, yaitu:

70 Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyah wa al-Wilayatu al-Diniyah, op. cit., hlm. 39.

71 Ibid.

Page 40: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

92

(1) Hilangnya akal

Hilangnya akal seseorang dibedakan menjadi dua,

yaitu:

(a) Hilangnya akal yang terjadi secara temporer dan

memiliki harapan untuk normal kembali, seperti

pingsan. Menurut Mawardi hal ini tidak membuat

gugurnya seseorang untuk memangku jabatan kepala

negara.72

(b) Hilangnya akal yang terjadi secara terus menerus dan

tidak ada harapan untuk sembuh, seperti gila atau

sakit jiwa. Jika seorang kepala negara menjadi gila

atau mengidap sakit jiwa dan dokter atau ahli jiwa

menyatakan bahwa gilanya tersebut tidak bisa sembuh

dan tidak ada harapan untuk normal kembali, maka

jabatan yang dipangkunya gugur dan ahlul halli wal

aqdi bisa memilih kepala negara yang baru.73

(2) Hilangnya penglihatan

Hilangnya indra penglihatan dapat menghalangi

seorang kepala negara untuk melanjutkan jabatannya. Jika

hal ini terjadi pada saat ia menjabat sebagai kepala

negara, maka jabatan tersebut bisa dicabut. Dalam hal ini

Mawardi memberikan alasan, orang yang buta tidak boleh

72 Ibid., hlm. 40. 73 Ibid.

Page 41: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

93

memegang jabatan kehakiman dan tidak dapat

memberikan kesaksian, apalagi jabatan kepala negara

yang secara hirarki lebih tinggi kedudukannya.74 Jika

kepala mengalami rabun yang tidak dapat melihat di

malam hari, hal ini tidak menghalanginya untuk

meneruskan jabatannya. Adapun lemahnya penglihatan,

jika ia masih bisa mengenali orang yang ia lihat, hal ini

tidak menjadi penghalang baginya untuk meneruskan

memangku jabatannya sebagai kepala negara. Namun jika

ia hanya mengetahui bahwa ada seseorang tanpa

mengenali orang tersebut ketika ia melihatnya, maka

jabatannya sebagai kepala negara bisa di cabut.75

b) Kekurangan pada indra yang tidak menghalangi seseorang

untuk menjalankan jabatan kepala negara.

Kurangnya panca indra yang tidak menyebabkan

seseorang terhalang untuk meneruskan jabatan kepala negara

yaitu rusaknya indra penciuman sehingga dapat menangkap

bau dan hilangnya indra pengecap sehingga ia tidak bisa

membedakan rasa makanan. Hal ini tidak menjadikan

rusaknya kompetensi sebagai kepala negara karena tidak

74 Ibid., hlm. 41. 75 Ibid.

Page 42: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

94

mengganggu dan mempengaruhi dalam menjalankan tugas

dan membuat kebijakan.76

c) Kekurangan pada indra yang diperdebatkan pengaruhnya

terhadap seseorang untuk memangku jabatan kepala negara.

Bentuk kekurangan ini ada dua macam, yaitu tuli dan

gagu (bisu). Kedua kekurangan ini dapat menghalangi

seseorang untuk menjadi kepala negara. Namun

diperdebatkan apakah seseorang yang mengalami kekurangan

ini pada saat memangku jabatan kepala negara bisa

menghalangi untuk meneruskan jabatannya. Ada beberapa

kelompok ulama yang berbeda pendapat tentang masalah ini:

Pertama, kelompok ulama yang berpendapat, dengan

mengalami kekurangan dua hal tersebut, maka seorang kepala

negara telah keluar dari kompetensi jabatannya, dengan

alasan kekurangan tersebut sama dengan hilangnya indra

penglihatan yang membuat ia diberhentikan dari jabatan

kepala negara.

Kedua, kelompok ulama yang berpendapat, bahwa

kedua kekuarangan tersebut tidak membuat ia keluar dari

kompetensi jabatan kepala negara, karena ia masih bisa

berkomunikasi dengan bahasa isyarat, kecuali ia mengalami

76 Ibid.

Page 43: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

95

kekurangan yang menghalangi bekerja dan membuat

kebijakan.

Ketiga, kelompok ulama yang berpendapat, jika ia

dapat menulis dengan baik dan bisa dipahami, ia tidak

dianggap keluar dari kompetensi kepala negara dan dapat

meneruskan jabatannya.77

2) Kekurangan pada anggota tubuh

Kurang lengkapnya anggota tubuh dibagi menjadi empat

macam, antala lain:

a) Kekurangan anggota tubuh yang menghalangi seseorang

untuk meneruskan memangku jabatan kepala negara, yaitu

hilangnya anggota tubuh yang dapat menghalanginya untuk

bekerja, seperti hilangnya kedua tangan atau kedua kaki.

Kepala negara yang mengalami keadaan ini tidak boleh

meneruskan jabatannya karena ia tidak mungkin bisa

menjalankan tugasnya dengan baik.78

b) Kekurangan anggota tubuh yang tidak menghalangi

seseorang untuk meneruskan jabatan sebagai kepala negara,

yaitu kekurangan yang tidak mengurangi kemampuan kepala

negara untuk bekerja dan membuat kebijakan serta tidak

membuat penampilannya menjijikkan, seperti terpotongnya

kemaluan dan dua buah zakarnya, karena hal ini tidak

77 Ibid., hlm. 42. 78 Ibid., hlm. 43.

Page 44: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

96

mempengaruhi kemampuannya untuk menjalankan tugasnya

sebagai kepala negara.79

c) Kekurangan anggota tubuh yang dapat mengganggu

kemampuan untuk menjalankan pekerjaannya sebagai kepala

negara, seperti hilangnya salah satu tangan atau kaki. Dalam

hal ini terdapat dua kelompok ulama yang berbeda pendapat

tentang apakah ia dapat meneruskan jabatannya atau harus

diturunkan dari jabatan kepala negara.

Pertama, kelompok ulama yang mengatakan bahwa ia

harus turun dari jabatan kepala negara, karena kekurangan

yang ia alami adalah kekurangan yang menghalanginya untuk

dipilih dan diangkat menjadi kepala negara.

Kedua, kelompok ulama yang berpendapat, bahwa ia

boleh meneruskan menjalankan tugasnya sebagai kepala

negara, walaupun kekurangan yang ia alami adalah

kekurangan yang menggugurkan ia untuk dipilih dan

diangkat menjadi kepala negara.80

d) Kekurangan anggota tubuh yang membuat seseorang terlihat

buruk dan tidak berwibawa, namun tidak mengganggu dan

mengurangi kemampuannya untuk menjalankan tugasnya

sebagai kepala negara, seperti hilangnya batang hidung atau

hilangnya salah satu matanya. Hal ini tidak membuat ia

79 Ibid., hlm. 42. 80 Ibid., hlm. 44.

Page 45: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

97

keluar dari kompetensi jabatan dan tidak rusak legalitasnya

sebagai kepala negara.81

3) Kekurangan dalam melakukan tindakan

Yang dimaksud kekurangan dalam melakukan tindakan

adalah ketridakmampuan kepala negara untuk memegang kendali

pemerintahan dan mengambil kebijakan.

Kekurangan dalam melakukan tindakan dapat disebabkan oleh

dua hal, yaitu:

a) Karena terkuasai, yaitu karena jabatan fungsional sebagai

kepala negara di kuasai oleh para pembantunya sehingga

kendali pemerintahan dipegang oleh para pembantunya. Jika

para pembantu yang memegang kendali pemerintahan tidak

melanggar aturan dan tidak keluar dari syari’at agama atau

berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku, maka ia diangap

sebagai pelaksana kebijakan kepala negara dan kepala negara

tidak boleh diturunkan dari jabatannya. Jika meraka

melakukan perbuatan melanggara hukum seperti melakukan

kemungkaran dan keluar dari koridor sayri’at agama, mereka

tidak boleh diakui dan harus dimintai pertolongan kepada

pihak yang bisa menangkap dan menghapus hegemoni

kekuasaannya.82

81 Ibid. 82 Ibid., hlm. 45.

Page 46: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

98

b) Karena tertawan, yaitu karena secara fisik kepala negara

ditawan oleh musuh dan ia tidak dapat membebaskan dirinya

dari penawanan tersebut, sehingga ia tidak bisa menjalankan

tugasnya sebagai kepala negara. Dalam hal ini rakyat

mempunyai kewajiban untuk menolong dan

menyelamatkannya selama masih ada harapan untuk bisa

membebaskannya, baik dengan cara perang maupun dengan

cara menebus. Jika tidak ada harapan untuk diselamatkan dan

dibebaskan, maka ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:

(1) Jika kepala negara berada dalam tawanan kaum

musyrikin, maka status kepemimpinannya gugur dan

dewan pemilih harus mengadakan pemilihan kepala

negara sebagai penggantinya. Jika kepala negara yang

tertawan memberikan mandat jabatannya kepada

seseorang, maka mandat tersebut tidak sah, karena

pemberian mandat tersebut dilakukan setelah ia keluar

dari jabatan kepala negara. Namun jika pemberian mandat

dalam kondisi masih ada harapan untuk bisa diselamatkan

dan dibebaskan, maka mandat tersebut sah karena

jabatannya masih mempunyai kekuatan hukum.

(2) Jika ia tertawan oleh kaum muslimin yang memberontak,

ia tetap diakui validitasnya sebagai kepala negara

meskipun kaum benberontak itu mengangkat salah

Page 47: OO BAB III - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/36/jtptiain-gdl-s1... · agama khususnya ilmu-ilmu hadits bersama teman-teman semasanya, seperti Hasan

99

seorang dari mereka untuk menjadi kepala negara dan

pengangkatan tersebut tidak sah. Kepala negara yang

tertawan oleh pemberontak bisa menunjuk seseorang

untuk menggantikan posisinya untuk sementara waktu

sampai ia bebas dari tawanannya. Jika kepala negara tidak

bisa menunjuk seseorang untuk menggantikan posisinya

sementara waktu, ahlul halli wal aqdi bisa menunjuk

seseorang untuk menggantikan jabatan tersebut. Jika

kepala negara mengundurkan diri atau meninggal dalam

tawanan, pejabat yang ditunjuk tidak bisa secara langsung

menjadi kepala negara dan jabatannya sebagai kepala

negara sementara ikut gugur bersamaan dengan

meninggalnya kepala negara tersebut.83

83 Ibid., hlm. 46.