bab ii tinjauan pustaka a. prokrastinasi akademik 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3385/3/bab...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prokrastinasi Akademik
1. Pengertian Prokrastinasi Akademik
Perilaku menunda-nunda dalam literatur ilmiah psikologi disebut
Prokrastinasi. Istilah prokrastinasi berasal dari Bahasa Latin procrastination
dengan awalan pro crastinus, dengan awalan “pro” yang berarti forward atau
meneruskan atau mendorong ke depan, dan akhiran “crastinus” yang berarti
belonging to tomorrow atau milik hari esok. Jika digabungkan menjadi
“procrastinus” yang mempunyai arti forward it to tomorrow (meneruskan hari
esok) atau dengan kata lain berarti “ saya akan melakukan nanti” (Burka & Yuen,
2008). Dari kedua kata tersebut dapat ditarik maknanya yang berarti pro-crastinus
adalah suatu keputusan untuk menunda pekerjaan ke hari berikutnya.
Teori cognitive behavioral menjelaskan bahwa perilaku menunda akibat dari
kesalahan dalam berpikir dan adanya pikiran-pikiran yang irasional terhadap tugas
seperti takut gagal dalam penyelesaian suatu tugas (Ellis & Knaus dalam Ferrari
dkk, 1995). Perilaku menunda-nunda sering dilakukan oleh mahasiswa seperti
yang diungkapkan oleh Oweini dan Haraty (Akinsola 2007) mahasiswa sering
12
melakukan penundaan seperti menunda sebuah tugas yang sebetulnya tidak perlu
untuk ditunda.
Ghufron dan Risnawati (2012) mengungkapkan bahwa prokrastinasi dibagi
menjadi dua yaitu prokrastinasi akademik dan non akademik. Prokrastinasi
akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang
berhubungan dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus.
Sedangkan prokrastinasi non akademik adalah penundaan yang dilakukan pada
jenis tugas non formal atau tugas yang berhubungan dengan sehari-hari misalnya
tugas rumah tangga, tugas sosial, tugas kantor, dan lain sebagainya.
Solomon & Rothblum (1984) mengungkapkan prokrastinasi akademik adalah
penundaan mulai pengerjaan maupun penyelesaian tugas yang disengaja. Terdapat
enam area indikasi prokrastinasi akademik akademik yaitu tugas mengarang
(membuat paper), belajar dalam menghadapi ujian, membaca buku penunjang,
tugas-tugas administratif penunjang proses belajar, menghadiri pertemuan dan
kinerja akademik secara keseluruhan yang dilakukan secara terus menerus baik
penundaan jangka pendek, beberapa saat menjelang deadline ataupun jangka
panjang sehingga mengganggu kinerja dalam rentang waktu terbatas dengan
mengganti aktivitas yang tidak penting. Seperti pada mahasiwa yang bekerja,
mahasiswa yang bekerja adalah mahasiswa yang aktif dalam menjalani dua
aktivitas sekaligus yaitu kuliah dan bekerja. Dua aktivitas ini dapat dilakukan
secara bersamaan dan saling mendukung satu sama lain. Dengan bekerja,
13
seseorang dapat mengumpulkan uang untuk biaya kuliah, sementara dengan kuliah
seseorang dapat memperoleh ilmu pendidikan yang lebih tinggi dan membangun
masa depan yang jauh lebih cerah lagi (Hidayah, 2016).
Berdasarkan pengertian-pengertian prokrastinasi akademik yang telah peneliti
paparkan dari beberapa ahli di atas maka, disimpulkan prokrastinasi akademik
adalah penundaan mulai pengerjaan maupun penyelesaian tugas yang disengaja.
Terdapat enam area indikasi prokrastinasi akademik akademik yaitu tugas
mengarang (membuat paper), belajar dalam menghadapi ujian, membaca buku
penunjang, tugas-tugas administratif penunjang proses belajar, menghadiri
pertemuan dan kinerja akademik secara keseluruhan yang dilakukan secara terus
menerus baik penundaan jangka pendek, beberapa saat menjelang deadline
ataupun jangka panjang sehingga mengganggu kinerja dalam rentang waktu
terbatas dengan mengganti aktivitas yang tidak penting
2. Aspek-aspek Prokrastinasi Akademik
Ferrari,dkk. (dalam Guhfron dan Risnawita, 2012) mengatakan bahwa sebagai
suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanisfestasi dalam
indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu antara lain.
a. Penundaan untuk memulai maupun meyelesaikan tugas yang dihadapi.
Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas yang
dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang
dihadapi harus segera diselesaikan. Akan tetapi, menunda-nunda untuk
14
memulai mengerjakannya atau memulai mengerjakan atau menunda-nunda
untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan
sebelumnya.
b. Keterlambatan dalam menyelesaikan tugas.
Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih
lama dari pada yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu
tugas seseorang prokrastinator menghabiskan waktu ynag dimiliki untuk
mempersiapkan diri secara berlebihan. Selain itu, juga melakukan hal- hal
yang tidak dibutuhkan dalam menyelesaikna tugas, tanpa menghitungkan
keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tidakan tersebut
mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara
memadai kelambanan, dalam arti lambanya kerja seseorang dalam melakukan
tugas dapat menjadikan ciri utama dalam prokrastinasi akademik.
c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.
Seorang prokrastinator kesulitan untuk melakukan suatu dengan batas
waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering
mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah di tentukan,
baik oleh orang lain maupun rencana yang telah ditentukan sendiri. Seorang
mungkin telah merencanakan mulai mengerjakan tugas pada waktu yang
ditentukan. Akan tetapi, ketika saatnya tiba tidak dapat melakukannya sesuai
15
dengan yang telah direncanakan sehingga menyebabkan keterlambatan
ataupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.
d. Melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan.
Melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan dari pada melakukan
tugas yang harus dikerjakan seseorang prokrastinator dengan sengaja tidak
segera melakukan tugasnya akan tetapi menggunakan waktu yang dimiliki
untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan
mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah taau buku cerita
lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik dan sebagainya
sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugasnya yang
harus diselesaikan.
Adapun aspek prokrastinasi akademik menurut Milgram (dalam Guhfron dan
Risnawita, 2012), sebagai berikut:
a. Melibatkan unsur penundaan, baik untuk memulai menyelesaikan tugas
baik untuk memulai maupun untuk menyelesaikan suatu tugas atau
aktivitas. Mahasiswa yang menunda-nunda merupakan akibat dari
ketakutan akan kegagalan yang kolerasi terkuat terantung pada pemilihan
mata pelajaran, oleh karena itu ketakutan akan kegagalan berperan
sebagai alasan untuk menunda akademis (Schouwen burg dalam Ferarri
dkk 1995). Perilaku tersebut biasanya disebabkan oleh tugas yang
16
membosankan, sulit, tidak mmenyenangkan atau memerlukan kerja keras
tetapi pada akhirnya memerlukan penyelesaian (Haynes, 2010).
b. Menghasikan akibat-akibat lain yang lebih jauh, misalnya keterlambatan
menyelesaikan tugas maupun kegagalan dalam mengerjakan tugas.
mahasiswa yang memiliki kecenderungan untuk menunda akan
terlambat dalam menyelesaikan tugasnya sehingga hasilnya tidak
maksimal.
c. Melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan oleh pelaku sebagai suatu
tugas yang penting untuk dikerjakan, misalnya pada mahasiswa yaitu
tugas sekolah.
d. Menghasilan keadan emosi yang tidak menyenangkan misalnya perasaan
cemas, bersalah, marah, panik dan sebagainya.
Berdasarkan Aspek-aspek prokrastinasi akademik variabel tersebut di atas
dapat disimpulkan menurut Ferrari dkk (dalam Ghufron dan Risnawati 2010)
yaitu penundaan untuk memulai maupun meyelesaikan tugas yang dihadapi,
keterlambatan dalam menyelesaikan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan
kinerja aktual, Melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan. Sedangkan
menurut Milgram (dalam Guhfron dan Risnawita, 2012) prokrastinasi akademik
memiliki empat aspek yaitu melibatkan unsur penundaan, menghasikan akibat-
akibat lain yang lebih jauh, Melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan oleh
pelaku prokrastinasi, dan menghasilkan keadan emosi yang tidak menyenangkan.
17
Berdasarkan penjelasan aspek-aspek prokrastinasi akademik diatas peneliti
memilih aspek dari Ferrari dkk (dalam Ghufron dan Risnawati 2010). Alasan
menggunakan aspek dari Ferrari dkk karena menurut peneliti lebih memudahkan
peneliti saat membuat penelitin. Sebagai contoh yang pernah peneliti lain lakukan
dengan menggunakan aspek tersebut ialah permasalahan oleh Indah dan Shofiah
(2012) berjudul hubungan prokrastinasi akademik dengan kejujuran dengan
tidakkejujuran akademik pada mahasiswa Psikologi UIN Suska Riau.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Prokrastinasi Akademik
Menurut Noran (dalam Akinsola, dkk., 2007) menyebutkan ada 4 faktor yang
dapat mempengaruhi seseorang melakukan prokrastinasi. Faktor-faktor tersebut
adalah:
a. Manajemen waktu.
Seseorang yang melakukan prokrastinasi menunjukan
ketidakmampuan mengelola waktu dengan bijak. Hal ini menyiratkan
ketidakpastian prioritas, tujuan dan objektivitas karena ketidakpastian
dapat menyebabkan prokrastinator tidak tahu tujuan mana yang harus
dicapai dahulu, sehingga mereka sering mengerjakan aktivitas lain
disamping tujuan utamanya. Hal itu menyebabkan tidak fokus, yang
akhirnya dapat membuat pekerjaan menjadi berantakan dan tidak dapat
selesai tepat pada waktu yang ditentukan. Taylor (1990) mengatakan
sebaliknya, apabila individu teratur dalam manajemen waktu memiliki
18
sedikit kecenderungan dalam ketidakpastian dalam mengambil keputusan,
kepusingan, tidak mengerjakan suatu hal dengan dua kali, Tidak tergesa-
gesa dan tidak mencari aktivitas lain. Sehingga menjadikan individu
terkendali dengan baik. Nampak dari individu yang tenang, santai dan
efisien.
b. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan kesadaran yang rendah
Jika tingkat konsentrasi dan kesadaran yang rendah individu akan
mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan disebabkan oleh distorsi
pada lingkungan, seperti kebisingan, meja belajar yang berantakan atau
mengerjakan tugas di tempat tidur. Namun beberapa orang menghabiskan
banyak waktu dalam mencoba dan menciptakan lingkungan yang
sempurna sebelum memulai tugas seperti menyiapkan pensil, menyiapkan
kopi dan menumpuk kertas-kertas di meja dengan rapih, tidak ada yang
salah karena mengatur lingkungan dengan cara yang diinginkan adalah hal
kondusif bagi produktifitas, namun akan timbul masalah ketika terus
menciptakan lingkungan yang sempurna sebelum melakukan apapun.
menunda memulai tugas sampai segala sesuatu baik, merupakan suatu
bentuk penundaan. Sehingga dapat menimbulkan sebuah penundaan
(Davidson 2008).
c. Ketakukan dan kecemasan terkait dengan kegagalan seseorang
Individu menghabiskan lebih banyak waktu untuk menghawatirkan
apa yang akan terjadi daripada memikirkan cara menyelesaikannya seperti
19
seorang mahasiswa yang dihadapkan oleh tugas tetapi menghindari tugas
yang diberikan dari pada memikirkan cara untuk menyelesaikannya.
Ferrari, Johnson, & Mccown, (1995) mengatakan kecemasan dengan cepat
mengganggu kemampuan berkonsentrasi dan memulai tugas penting, saat
kegelisahan terjadi menyebabkan penundaan tugas dan perlu strategi
belajar agar dapat menyelesaikan tugas. Perilaku ini melibatkan kesadaran
pelaku prokrastinasi yang seharusnya melakukan tugas itu dan bahkan
ingin untuk melakukan tugas itu, namun gagal memotivasi diri sendiri
untuk melakukan tugas tersebut dalam jangka waktu yang diharapkan atau
diharuskan. Burka & Yuen, (2008) menambahkan individu yang pesimis
menganggap bahwa semua tugas yang diberikan sulit, sehingga lebih
mengkhawatirkan tugas dan lebih memilih mengerjakan tugas pada lain
waktu meskipun menyadari bahwa dapat menyebabkan individu tersebut
menjadi gagal.
d. Kurang yakin terhadap kemampuan
Kurangnya keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki menjadi
awal dari perilaku menunda-nunda. sedangkan berfikir positif memberikan
motivasi dalam melakukan suatu pekerjaan ataupun tugas sehingga dapat
terselesaikan dengan tepat waktu. McCann dan Higgnis dalam Ferrari,
Johnson, & McCown (1995) mengatakan apabila seseorang tidak
memiliki keyakinan tentang tugas, tanggung jawab dan kewajiban maka
20
dapat berakibat negatif pada individu tersebut terkait seperti kecewa dan
malu serta akan menimbulkan ketakutan dan ketidaknyamanan.
Dari uraian faktor-faktor prokrastinasi akademik di atas, peneliti
menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi Prokrastinasi akademik
meliputi manajemen waktu, ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi,ketakutan, kecemasan dan tidak yakin terhadap
kemampuan yang dimiliki. Peneliti memilih faktor menajemen waktu.
Alasan peneliti memilih faktor manajemen waktu karena jika seseorang
memiliki manajemen waktu yang buruk maka akan menyebabkan
penundaan dan sebaliknya manajemen yang baik dapat menjadikan waktu
lebih efisien sehingga tidak terjadi prokrastinasi (Burka & Yuen 2008).
B. Manajemen Waktu
1. Pengertian Manajemen Waktu
Menurut Macan, Dipboye, Phillips dan Shahani (1990) manajemen waktu
merujuk pada pengaturan diri dalam menggunakan waktu seefektif dan seefisien
mungkin dengan melakukan perencanaan, penjadwalan, mempunyai kontrol atas
waktu, selalu membuat prioritas menurut kepentingannya, serta keinginan untuk
terorganisasi yang dapat dilihat dari perilaku seperti mengatur tempat kerja dan
tidak menunda-nunda pekerjaan yang harus diselesaikan. Lakein (dalam Macan,
1994) mendeskripsikan manajemen waktu merupakan perilaku seseorang yang
21
menentukan kebutuhannya serta keinginannya terlebih dahulu, lalu kemudian
diurutkan berdasarkan derajat kepentingannya.
Davidson (2008) mengatakan manajemen waktu adalah menggunakan sedikit
waktu untuk memikirkan apa yang ingin diselesaikan, sehingga dapat memulai
pekerjaan dengan arah yang benar dan mengumpulkan sumber-sumber yang
diperlukan sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan
mudah. Lebih lanjut Haynes (2010) menyatakan bahwa manajemen waktu adalah
suatu proses pribadi dengan mengandalkan analisis dan perencanaan bukan hanya
menggunakan waktu, tetapi juga masalah yang dihadapi dalam menggunakan
waktu secara efektif disertai penyebabnya. Agar dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi melalui investasi waktu yang baik. Mancini (2003) mendefinisikan
manajemen waktu adalah serangkaian pilihan keterampilan yang memungkinkan
membedakan antara yang perlu dilakukan dan yang akan dilakukan agar dapat
hasil yang efektif. Sedangkan menurut Srijati, Purwanto dan Artiningrum (2007)
manajemen waktu adalah aktivitas memanfaatan waktu tertentu dan potensi-
potensi yang tertanam dalam diri kita untuk mencapai tujuan-tujuan penting
dalam kehidupan kita.
Berdasarkan pengertian-pengertian manajemen waktu yang telah
peneliti paparkan dari ahli di atas maka, disimpulkan manajemen waktu merujuk
pada pengaturan diri dalam menggunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin
dengan melakukan perencanaan, penjadwalan, mempunyai kontrol atas waktu,
22
selalu membuat prioritas menurut kepentingannya, serta keinginan untuk
terorganisasi yang dapat dilihat dari perilaku seperti mengatur tempat kerja dan
tidak menunda-nunda pekerjaan yang harus diselesaikan.
2. Aspek-Aspek Manajemen Waktu
Macan dkk (1990) membagi manajemen waktu kedalam empat aspek sebagai
berikut,
a. Menetapkan tujuan dan prioritas (goal setting and prioritizing)
Srijanti, Purwanto dan Artiningrum (2007) mengungkapkan bahwa
menetapkan prioritas merupakan hal yang penting karena berisi mengenai
tujuan, tugas dan pekerjaan secara berurutan dari terpenting. Dengan begitu
individu dapat mencapai tujuan-tujuan sesuai dengan alokasi yang ada.
Individu yang sukses dan produktif tidak hanya sekedar menyelesaikan tugas.
Tetapi merealisasikan hasil-hasil tersebut sesuai dengan alokasi waktu yang
tersedia. untuk mewujudkan tujuan tersebut, individu harus membuat rencana-
rencana dan menentukan prioritas berdasarkan tingkat urgensinya. Penentuan
prioritas sangat penting agar kita dapat mengatur pekerjaan sesuai
kepentingannya. Pengaturan waktu yang baik mempermudah pencapaian
tujuan-tujuan.
Lakein (dalam Timpe 2002) mengungkapkan bahwa dalam menyusun
prioritas yang umum digunakan adalah system prioritas ABC (system priority
23
ABC). Tujuan yang diberikan tanda A adalah tujuan yang harus diberi
perhatian utama dan mempunyai nilai kepentingan tinggi. Tujuan yang
diberikan nilai B aktivitas mempunyai nilai kepentingan sedang. Selanjutnya,
tujuan yang diberikan tanda C merupakan tujuan yang memiliki kepentingan
rendah.
b. Mekanisme dari manajemen waktu (mechanics of time manajement)
Aspek ini merupakan perilaku yang biasanya terkait dengan cara
seseorang mengelola waktu (perencanaan). Kebiasaan mengatur dan
mengelola waktu merupakan upaya untuk memanfaatkan waktu dengan baik.
Individu yang tidak dapat mempunyai tujuan yang jelas, rencana dan prioritas
akan menyebabkan waktu terbuang sia-sia sehingga harus memulai dari awal
kembali (Srijanti, dkk 2007). Haynes (2010) membagi perencanaan menjadi
dua yaitu perencanaan jangka pendek seperti harian atau mingguan dan
perencanaan jangka panjang seperti perencanaan untuk mencapai tujuan
sesuai dengan waktu yang ditentukan.
c. Preferensi untuk mengatur (preference for organization)
Pada aspek ini dijelaskan bahwa untuk mengetahui kebiasaan
penggunaan waktunya, seperti yang diungkapkan oleh Taylor (1990) bahwa
langkah pertama di dalam manajemen waku yang efektif adalah mengenali
bahwa individu adalah penanggung jawab pada dirinya sendiri bukan orang
24
lain. Dengan mengola diri secara efektif dan menghargai waktu akan
meningkatkan pencapaian hasil dalam kurun waktu yang sudah ditentukan.
Haynes (2010) menjelaskan bahwa salah satunya cara mencapai kendali yang
baik terhadap waktu yaitu pencataan dan pemeriksaan, dengan melakukan
pencatatan dan pemeriksaan individu dapat mengevaluasi berapa banyak
waktu yang telah dihabiskan untuk aktivitas yang berorientasi pada tujuan
ataupun prioritas.
d. Persepsi seseorang untuk mengontrol waktu (Perceived control of time)
Aspek keempat lebih mengarah pada keyakinan atau pandangan invidu
tentang bagaimana kemampuannya dalam mengendalikan waktu dan bagaimana
individu menggunakan waktu yang ada. Ajzen (dalam Macan. 1994) menjelaskan
persepsi kontrol waktu mempengaruhi individu dalam mengerjakan tugas yang
berdampak pada ketegangan, kepuasan pekerjaan dan kinerja pekerjaan. Lebih
lanjut, Macan (1994) mengatakan bahwa persepsi seseorang memiliki kendali atas
waktu yang diberikan sebagai perilaku yang menunjukan individu dalam
kemampuan memandang pekerjaan yang bekaitan dengan hasil pekerjaan yang
diberikan.
Davidson (2008) menyebutkan individu-individu yang menerapkan prinsip-
prinsip manajemen waktu memiliki ciri-ciri tertentu yaitu:
a. Mampu menetapkan tujuan
25
Individu harus dapat menentukan tujuan hidup sejak dini sehingga
segala usaha yang dilakukan dapat diarahkan untuk mencapai sebuah
kesuksesan. Hidup tanpa tujuan akan menjadikan individu bimbang
menentukan sesuatu. oleh sebab itu, harus menetapkan tujuan hidup dan harus
dapat mencapainya dengan benar (Srijati dkk 2007).
b. Mampu mengindentifikasi prioritas
Prioritas adalah bagian dari hidup yang paling penting dalam memenuhi
tantangan dan tuntutan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak
membuat waktu terbuang sia-sia. Jika individu terlalu banyak prioritas maka
prioritas-prioritas tersebut bukan merupakan prioritas dan kemungkinan besar
individu tersebut tidak akan dapat melaksanakan masing-masing prioritas
tersebut.
c. Mampu membuat jadwal
Membuat jadwal kegiatan merupakan contoh menajemen waktu yang baik.
Dengan membuat jadwal individu dapat menyelesaikan pekerjaan dan tugasnya
tepat waktu. individu yang tidak dapat membuat jadwal akan menjadi kacau
termasukn tugas-tugas dan tanggungnya yang menjadi kewajiban individu
tersebut.
d. Mampu melakukan pekerjaan dengan teorganisir
26
Melakukan pekerjaan dengan teorganisir sangat penting dalam kehidupan
individu sehati-hari. Individu yang dapat terorganisasi dengan baik dimanapun
individu tersebut berada akan menjadikan individu lebih fokus, bersemangat, dan
terarah dalam pekerjaanya sehingga akan lebih efisien dan mempunyai pikiran
yang lebih terbuka.
e. Mampu meminimalkan interupsi
Interupsi adalah gangguan yang bersumber dari dalam diri individu
maupun dari luar diri individu yang akan mengurangi kosentrasi dan
produktivitasnya. Jika individu tidak berusaha meminimalkan interupsi, maka
akan beresiko seperti tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang
diharapkan.
Aspek-aspek Manajemen waktu variabel tersebut diatas dapat disimpulkan
yaitu menetapkan tujuan dan prioritas, mekanisme dari manajemen waktu,
preferensi untuk mengatur, persepsi seseorang untuk mengatur waktu, mampu
menetapkan tujuan, mampu mengindentifikasi prioritas, mampu membuat jadwal,
mampu melakukan pekerjaan denan terorganisir dan mampu meminimalkan
interupsi.
Berdasarkan penjelasan aspek-aspek di atas peneliti memilih aspek
manajemen waktu dari Macan dkk (1990) yaitu menetapkan tujuan dan prioritas,
mekanisme dari manajemen waktu, preferensi untuk mengatur, persepsi seseorang
untuk mengatur waktu. Alasan menggunakan aspek dari Macan karena menurut
27
peneliti lebih memudahkan peneliti saat penelitian. Sebagai contoh yang telah
dilakukan peneliti karena aspek yang tertera lebih detail sehingga memudahkan
peneliti dalam pembuatan instruen pengumpulan data.
C. Hubungan Antara Manajemen Waktu dengan Prokrastinasi Akademik Pada
Mahasiswa yang Bekerja.
Mahasiswa yang bekerja cenderung memiliki waktu luang yang
kurang sehingga mahasiswa yang bekerja lebih banyak melakukan penundaan
(ferarri dkk, 1995). Ketidakmampuan dalam mengelola waktu menyebabkan tidak
dapat menyelesaikan tugas tepat waktu dan menyebabkan penundaan pada hari
esok atau memerlukan memerlukan waktu tambahan (lembur) untuk
menyelesaikannya dengan lain waktu yang akan menyebabkan hasil menjadi
kurang maksimal (Srijanti dkk, 2007).
Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dituntut untuk mampu
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, mulai dari manajemen
waktu antara waktu yang digunakan untuk kuliah dengan pekerjaan, kedisiplinan,
baik itu dalam urusan perkuliahan maupun dalam pekerjaan, dan memperhatikan
kondisi kesehatan fisik karena mereka harus membagi peran antara menjadi
seorang mahasiswa dan karyawan (Mardelina dan Muhson 2017). Taylor (1990)
mengatakan apabila individu menyia-nyiakan waktu maka berarti individu
tersebut menyia-nyiakan hidupnya. Individu harus mengetahui apa yang ingin
dicapai dan mengenal apa yang penting sehingga berdampak positif bagi individu
28
tersebut. salah satu langkah pertama yang diperlukan untuk menyediakan waktu
bagi berbagai kegiatan penting adalah dengan membereskan hal-hal yang yang
tertunda baik berbagai tugas atau kewajiban-kewajiban yang harus dijalani.
Menurut Macan dkk (1990) ada empat aspek manajemen waktu, yaitu:
menetapkan tujuan dan priotitas (goal setting and prioritizing), mekanisme dari
manajemen waktu (machanics of time manajement), pereferensi untuk mengatur
(preference for organization), dan persepsi seseorang untuk mengontrol
(perceveid control of time). Menetapkan tujuan dan prioritas (goal setting and
prioritizing). Srijati dkk (2007) mengungkapkan penetapan tujuan sebagai
rangkaian berbagai langkah sebagai pedoman dalam mencapai suatu tugas.
Individu yang dapat mempunyai perencanaan yang baik dapat mengendalikan
segala kegiatan dengan tahapan yang teliti sebelum memulai mengerjakan
sehingga tugas dapat selesai tepat waktu dan sempurna. Sedangkan, individu
yang suka menunda-nunda dalam setiap mengerjakan pekerjaan akan
menimbulkan penyesalan. Akan tetapi, individu tersebut tetap mekakukan hal
tersebut dan tidak mau untuk mengerjakan tugas lebih awal serta lebih menyukai
kondisi seperti mengerjakan tugas pada menit-menit terakhir dan tidak akan
bekerja sebelum keadaan darurat. Individu yang menunda-nunda dalam setiap
mengerjakan tugas yang dihadapi merupakan bagian dari aspek prokrastinasi
akademik.
29
Haynes (2010) mengatakan perencanaan sebagai suatu proses yang
kompleks, maka dengan perencanaan individu menjadi tidak terbebani oleh tugas
yang telah diberikan akibat terlalu sedikit waktu. McCown (dalam Ferarri dkk,
1995) menambahkan bahwa penundaan terjadi karena individu butuhkan waktu
lebih lama dari pada yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu
tugas. Perencanaan seseorang sebagai proses yang kompleks terdapat pada aspek
mekanisme dari manajemen waktu (machanics of time manajemen). Timple
(2002) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki perencanaan yang baik
akan cenderung memperkirakan tugas secara akurat, sehingga berhasil
menyelesaikan tugas sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan,sedangkan
individu yang tidak memiliki perencanaan yang baik akan terlambat dalam
menyelesaikan tugas, waktu terbuang serta tidak dapat bertanggung jawab yang
disebabkan oleh penundaaan. Keterlambatan individu dalam menyelesaikan tugas
merupakan bagian dari aspek prokrastinasi akademik menurut Ferrari,dkk. (dalam
Guhfron dan Risnawita, 2012).
Pereferensi untuk mengatur (preference for organization) menjadi
salah satu aspek yang menunjukan manajemen yang baik menurur Macan dkk
(1990). Menurut Srijanti (2007) kebiasaan mengatur atau mengelola merupakan
upaya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Individu yang tidak dapat
menentukan perencanaan dan prioritas utama akan menyebabkan waktu terbuang
sia-sia. Hal tersebut akan menjadikan tujuan-tujuan hilang dan prioritas utama
30
akan tercampur antara satu dengan yang lain, sehingga individu tidak dapat
menyelesaikan tugas-tugas tepat pada waktunya dan menundanya hingga hari
esok atau memerlukan waktu tambahan (lembur) untuk menyelesaikan suatu
tugas dengan hasil yang kurang maksimal.
Timpe (2002 )menjelaskan bahwa menetapkan batasan waktu
mengurangi penundaan yang akan mendorong dalam penyelesaian suatu tugas,
tanpa batasan waktu penyelesaian tugas dapat menyita waktu duakali lebih
banyak. Menurut Davidson (2008) individu yang selalu menanamkan deadline
dalam mengerjakan tugas berkemungkinan menyebabkan keterlambatan dalam
menyerahkan hasil tugas. (Ghufron dan Risnawita, 2012) mengatakan individu
yang sulit melakukan tugas dengan batasan waktu serta ketrlambatan dalam
memenuhi deadline, individu tersebut mungkin telah merencanakan mulai
mengerjakan tugas. Akan tetapi, ketika saatnya individu tidak melakukan sesuai
dengan yang telah ditentukan menyebabkan keterlambatan atau kegagalan untuk
menyelesaikan tugas. kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual
merupakan aspek dari prokrastinasi akademik menurut Ferrari,dkk. (dalam
Guhfron dan Risnawita, 2012).
Aspek yang terakhir dari manajemen waktu adalah persepsi seseorang
untuk mengontrol waktu (perceived control of time). Macan (1994) menjelaskan
bahwa perilaku manajemen waktu akan memberikan persepsi mengenai kendali
atas waktu yang akan berdampak pada hasil yang dicapai. Taylor (1990)
31
mengatakan individu memiliki kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan
yang tidak menyenangkan. Individu seharusnya jangan mengatakan “Tugas ini
tidak menyenangkan” yang akan menjadikan individu menjadi menunda sebuah
tugas. Tetapi, karena tugas ini tidak menyenangkan, jadi harus saya lakukan
sekarang agar dapat terlepas dari beban sehingga akan menjadikan individu tidak
tertekan dan terhindar dari kerumitan. Srijanti dkk (2012) menyatakan bahwa
apabila individu berfokus pada hal-hal yang mendesak akan menjadikan individu
menunda hal-hal penting seperti mengerjakan tugas sebelum batas akhir
pengumpulan dan lebih memilih melakukan aktivitas yang tidak penting seperti
menonton film, ngobrol dan jalan-jalan secara berlebihan dan menjadikan waktu
menjadi terbuang. Individu yang lebih memilih aktivitas yang menyenangkan
sehingga menyita waktu yang dimiliki merupakan aspek dari prokrastinasi
akademik menurut Ferrari,dkk. (dalam Guhfron dan Risnawita, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kardinata dan Tjundjing
(2008) menyatakan ada hubungan yang signifikan antara manajemen waktu dan
prokrastinasi akademik. Serta didukung oleh Park,dkk (2012) menyatakan adanya
hubungan signifikan antara manajemen waktu dengan prokrastinasi akademik.
Prokrastinasi akademik yang tinggi menjadikan individu kurang dalam
manajemen waktu sedangkan individu yang memiliki manajemen waktu yang
baik maka prokrastinasi rendah.
32
Manajemen waktu pada mahasiswa yang bekerja secara signifikan
meramalkan prokrastinasi akademik di universitas. Karena menurut peneliti
manajemen waktu adalah serangkaian pilihan keterampilan yang memungkinkan
membedakan antara yang perlu dilakukan dan yang akan dilakukan agar dapat
hasil yang efektif. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang
bekerja memiliki manajemen waktu yang tinggi, maka mahasiswa yang bekerja
juga akan dapat menyelesaikan tugas dengan efektik sehingga tidak melakukan
prokrastinasi akademik pada tugas kuliahnya. Sebaliknya mahasiswa yang bekerja
yang memiliki tingkat manajemen waktu yang rendah maka mahasiswa yang
bekerja tersebut juga akan mengalami prokrastinasi akademik dengan tugas
kuliahnya.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara
manajemen waktu dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang
bekerja. Apabila manajemen waktu tinggi dengan pengaturan diri efektif dan
efisien maka prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang bekerja rendah dan
sebaliknya jika manajemen waktu rendah maka prokrastinasi akademik tinggi.