bab ii tinjauan pustaka a. kecemasan terhadap proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/bab...

41
27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses Perceraian 1. Pengertian Kecemasan Taylor (2006) mengemukakan kecemasan sebagai suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau tidak adanya rasa aman. Davidson, Neale, & King (2001) menjelaskan, anxietas atau kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Biggs dkk (dalam Putri, 2012) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu kegelisahan atau ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi dan ketakutan mengenai masa depan yang belum pasti. Beck (dalam Wells, 2007) menjelaskan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan yang terjadi karena adanya proses berpikir yang menyimpang. Menurut Kowalski (dalam Santi, 2014), kecemasan dapat didefinisikan sebagai suatu emosi yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas secara otonom, secara khusus aktivasi pada sistem syaraf simpatetik (seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah, pernafasan, dan tegangan otot), perasaan subyektif terhadap tekanan, dan kognisi yang meliputi ketakutan dan kekhawatiran.

Upload: hadiep

Post on 08-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan Terhadap Proses Perceraian

1. Pengertian Kecemasan

Taylor (2006) mengemukakan kecemasan sebagai suatu

pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan

sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau

tidak adanya rasa aman. Davidson, Neale, & King (2001) menjelaskan,

anxietas atau kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan

khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera

terjadi. Biggs dkk (dalam Putri, 2012) mendefinisikan kecemasan sebagai

suatu kegelisahan atau ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi dan

ketakutan mengenai masa depan yang belum pasti.

Beck (dalam Wells, 2007) menjelaskan bahwa kecemasan adalah

suatu keadaan yang terjadi karena adanya proses berpikir yang

menyimpang. Menurut Kowalski (dalam Santi, 2014), kecemasan dapat

didefinisikan sebagai suatu emosi yang ditandai dengan meningkatnya

aktivitas secara otonom, secara khusus aktivasi pada sistem syaraf

simpatetik (seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah,

pernafasan, dan tegangan otot), perasaan subyektif terhadap tekanan, dan

kognisi yang meliputi ketakutan dan kekhawatiran.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

28

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai kecemasan maka dapat

disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu kegelisahan atau ketakutan

terhadap sesuatu yang akan terjadi dan ketakutan mengenai masa depan

yang belum pasti disebabkan adanya proses berpikir yang menyimpang.

2. Faktor Penyebab kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu tertentu

dan tergantung pada pengalaman hidup, peristiwa maupun situasi yang

dialami oleh seseorang. Ramaiah (2003) mengklasifikasi 3 faktor

penyebab kecemasan, yaitu

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara

berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini

disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada

individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja sehingga

individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan

jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal,

terutama jika individu tersebut menekan rasa marah atau frustasi dalam

jangka waktu yang sangat lama.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

29

c. Faktor Fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi

seperti misalnya kehamilan, masa remaja, dan sewaktu pulih dari suatu

penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi tersebut, perubahan-perubahan

perasaan lazim muncul yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

Machner (2003) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang dapat

menimbulkan kecemasan. Faktor tersebut adalah:

a. Genetik

Penelitian telah membuktikan bahwa faktor hereditas terutama

fungsi neurologi memiliki predisposisi terhadap munculnya reaksi

psikologis dan simtom kecemasan di dalam konteks lingkungan yang

asing. Haugaard (dalam Novitasari 2013) mengatakan bahwa faktor

genetik diekspresikan dalam temperamen yang dikarakteristikkan dengan

sikap waspada dan kaku dalam menghadapi situasi yang dipersepsikan

berbahaya, tidak familiar atau melibatkan orang lain yang tidak familiar.

b. Faktor psikologis

Beberapa penelitian mengungkapkan konsep anxiety sensitivity

(AS). AS didefinisikan sebagai respon individu terhadap perubahan

psikologis yang diasosiasikan dengan ketakutan ataupun kecemasan. AS

sangat terkait dengan bias yang terjadi pada proses kognitif individu. AS

kemudian menjadi trait yang abnormal pada individu dan mempertinggi

kemungkinan munculnya kecemasan pada individu. Selain itu, faktor

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

30

lainnya yang memunculkan kecemasan adalah temperamen individu,

pola asuh, kritik yang tajam, dan kurangnya kehangatan dalam

perkembangan individu dapat menjadi pemicu munculnya kecemasan.

c. Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat memicu berkembangnya kecemasan

pada individu meliputi kemiskinan, pemaparan terhadap kecemasan,

isolasi sosial, dan tidak adanya hubungan interpersonal yang secara

signifikan memiliki makna bagi individu tersebut. Selain itu, munculnya

stres karena pola adaptasi yang gagal pada individu juga dapat menjadi

faktor pemicu kecemasan. Faktor lainnya adalah peristiwa hidup yang

negatif dan ketidakpastian akan sesuatu.

d. Selain itu, faktor kognitif juga dapat menjadi faktor penyebab dari

penyebab kecemasan.

Distorsi kognitif atau keyakinan/pikiran yang salah pada seseorang

dapat menjadi penyebab terjadinya kecemasan. Distorsi tersebut dapat

berupa keyakinan yang tidak realistik bahwa dunia merupakan tempat

yang berbahaya (Wenar & Kerig, 2005) sehingga terlalu sensitif atau

bersikap berlebihan terhadap situasi yang dianggap berpotensi

menimbulkan kecemasan bahkan cenderung mempersepsi situasi yang

ambigu sebagai situasi yang mengancam.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

31

Berdasarkan faktor penyebab yang telah disebutkan, dapat

disimpulkan bahwa faktor penyebab kecemasan dapat terjadi melalui

faktor genetik, faktor fisik, emosi yang ditekan, lingkungan, kognitif dan

faktor psikologis.

3. Gejala kecemasan

Beberapa ahli menggolongkan simtom kecemasan dalam beberapa

aspek, diantaranya adalah:

Nevid, Rathus & Greene (2005) menggolongkan kecemasan dalam

bentuk tiga gejala yaitu:

a. Gejala fisik dari kecemasan meliputi kegelisahan, anggota tubuh

bergetar, banyak berkeringat, telapak tangan berkeringat, pusing,

pingsan, mulut terasa kering, sulit bernafas, sulit berbicara,

bernafas pendek, suara bergetar, jantung berdetak kencang, merasa

lemas, panas dingin, sulit menelan, leher atau punggung terasa

kaku, tangan yang dingin, gangguan sakit perut, merasa mudah

marah.

b. Gejala perilaku dari kecemasan yaitu berperilaku menghindar,

ketergantungan atau melekat, perilaku terguncang.

c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu khawatir mengenai sesuatu,

ketakutan akan sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan

bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan

akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, kebingungan,

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

32

sulit untuk konsentrasi, sangat waspada pada sensasi ketubuhan,

khawatir akan hal-hal yang sepele.

Menurut Swartz (2007) individu yang mengalami kecemasan akan

memunculkan gejala psikologis dan fisiologis.

a. Gejala psikologis yang muncul seperti cepat marah, takut,

khawatir, sulit konsentrasi dan munculnya perasaan tidak menentu.

b. Gejala fisiologis seperti berkeringat, mulut terasa kering, merasa

kepanasan atau kedinginan, jantung berdebar kencang, otot terasa

tegang, gemetar, mual dan gelisah.

Hawari (2006) menyebutkan tentang gejala dari kecemasan,

diantaranya adalah:

a. Khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, tidak tenang,

gelisah,mudah terkejut.

c. Ketakutan ditandai dengan takut sendirian, takut pada keramaian

dan banyak orang, ketakutan pada gelap, takut pada orang asing

d. Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, tidur tidak

nyenyak, sering terbangun pada malam hari, bangun dengan lesu,

mimpi-mimpi yang menegangkan

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat. Daya ingat menjadi

menurun, sulit berkonsentrasi

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

33

f. Keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot, berdebar-debar,

sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit

kepala dan lainnya.

g. Gejala sensorik ditandai dengan penglihatan kabur, muka memerah

dan pucat.

h. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh jantung berdebar-debar, nyeri

dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan

i. Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan di dada, nafas

sesak atau pendek.

j. Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual, perut

melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung, rasa panas di perut,

konstipasi.

k. Gejala urogenital ditandai dengan sering kencing, tidak dapat

menahan kencing, masa haid berkepanjangan, masa haid teramat

pendek, haid beberapakali dalam sebulan.

l. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, mudah berkeringat,

sakit kepala.

Beck (dalam Blackburn & Davidson, 1994) mengungkapkan gejala

kecemasan meliputi:

a. Fisiologis, yaitu terganggunya pola-pola normal dari aktivitas

fisiologik yang ada, gejala yang timbul diantaranya adalah dada

berdebar, jantung berdegup kencang, tubuh gemetar, kepala pusing,

sulit tidur, lutut terasa lemas, tubuh berkeringat meskipun tidak

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

34

merasakan panas, tubuh merasa panas atau dingin, sakit kepala,

otot mengalami ketegangan atau kaku, sakit perut, sembelit,

terengah-engah atau sesak nafas.

b. Afeksi, meliputi perasaan khawatir, sedih, gelisah, cemas, merasa

tidak berdaya, tertekan, takut pada sesuatu yang akan terjadi.

c. Kognisi, gejala tampak pada fungsi berpikir diantaranya adalah

sulit konsentrasi, sulit memutuskan sesuatu, bimbang, mudah lupa,

kelelahan berpikir, adanya pikiran-pikiran yang menakutkan,

sering memikirkan adanya bahaya atau ancaman dan mengira

bahwa hal yang buruk akan terjadi.

d. Perilaku, gejala yang terlihat pada tingkah laku seseorang yang

meliputi; menghindari ancaman atau situasi, melarikan diri, tidak

bisa santai, sulit bicara

Berdasarkan gejala kecemasan yang telah disebutkan sebelumnya,

maka dapat diambil kesimpulan bahwa gejala kecemasan dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa gejalan, yang meliputi; respon

fisiologis, respon afeksi, respon kognitif dan respon perilaku. Peneliti

mengacu pada gejala kecemasan yang disebutkan oleh Beck (dalam

Blackburn & Davidson, 1994).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

35

4. Upaya Mengatasi Kecemasan

Beberapa teknik intervensi telah dilakukan sebagai upaya untuk

mengurangi atau menurunkan tingkat kecemasan. Beberapa bentuk upaya

intervensi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Terapi Psikofarmaka

Hawari (2010) menyebutkan bahwa terapi psikofarmaka

adalah pengobatan untuk stres, cemas dan atau depresi dengan

menggunakan obat-obatan (farmaka) yang berfungsi memulihkan

gangguan neurotransmitter (sinyal penghantar syaraf) di susunan

saraf pusat otak (sistem limbik). Terapi psikofarmaka bekerja

dengan cara memutuskan jaringan psiko-neuro-imunologi

sehingga stresor yang dialami oleh individu tidak lagi

mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan organ-

organ tubuh

b. Terapi Suportif

Terapi ini dimaksudkan untuk memberikan motivasi,

semangat dan dorongan agar penderita kecemasan tidak merasa

kekhawatiran, merasakan ancaman serta percaya diri bahwa ia

mampu mengatasi stresor yang sedang dihadapi (Hawari, 2001).

Didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyani,

dkk (2016) terapi suportif terbukti merupakan suatu metode yang

efektif untuk menurunkan kecemasan dengan cara mendukung,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

36

memperkuat, meningkatkan kepercayaan diri terhadap masalah

yang dihadapi.

c. Hipnoterapi

Hipnoterapi merupakan suatu teknik terapi yang

menggunakan metode hipnotis untuk memberi sugesti atau

perintah kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu

gangguan psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan dan

perilaku menjadi lebih baik (Kahija dalam Novrizal, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Febrina (2016) & Novrizal

(2010) didapatkan hasil bahwa hipnoterapi berhasil menurunkan

kecemasan pada subjek penelitian. hal tersebut terjadi karena pada

saat seorang dihipnoterapi, proses tersebut akan diterima oleh

thalamus. Thalamus kemudian meneruskan ke sistem limbik dan

primary sensory cortices yang kemudian mempengaruhi

hipotalamus untuk menstabilkan pengeluaran CRF yang

berlebihan sehingga pengeluaran ACTH menjadi stabil. ACTH

yang stabil menyebabkan kecemasan menjadi berkurang

(Novrizal, 2010).

d. Relaksasi

Teknik relaksasi merupakan teknik self control yang berguna

untuk meregulasi emosi dan fisik individu dari kecemasan,

ketegangan, stres, dan lainnya (Kazdin, 2001). Secara fisiologis

relaksasi memberikan respon rileks yaitu ditandai dengan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

37

menurunnya tekanan darah, dan detak jantung. Relaksasi dapat

menekan rasa tegang dan rasa cemas sehingga timbul counter

conditioning (Bellack & Hersen dalam Utami, 1993). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh KartikaSari (2015); Santi (2014),

didapatkan hasil bahwa relaksasi mampu menurunkan tingkat

kecemasan pada subjek penelitian.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa

upaya untuk menurunkan kecemasan dapat dilakukan dengan berbagai

cara, diantaranya adalah dengan terapi psikofarmaka, terapi suportif,

hipnoterapi, dan relaksasi. Peneliti menggunakan CBT untuk menurunkan

kecemasan karena CBT menggunakan dua pendekatan dalam mengatasi

permasalahan individu yaitu menggunakan model kognitif dan model

perilaku. Pendekatan ini mampu menjawab kebutuhan yang dimiliki oleh

individu untuk mengatasi simtom fisik atau keluhan fisiologis yang

dirasakan dengan pendekatan perilaku seperti relaksasi. Sedangkan untuk

mengatasi distorsi pikiran dengan menggunakan pendekatan kognitif yaitu

restrukturisasi kognitif (Vivi, 2012).

Anthony dan Swinson (2000) mengakui jika CBT ini memang

berbeda dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan psikoterapi yang

lain dengan alasan:

a. CBT cenderung direktif. Dengan kata lain terapis bertindak dan

berperan aktif selama proses terapi dan memberikan sugesti yang

spesifik.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

38

b. CBT menyelesaikan permasalahan yang sangat spesifik. Salah satu

teknik terapi yang digunakan adalah membantu individu untuk

mengembangkan insight (misalnya mengerti atau memahami) hingga

ke dalam akar permasalahannya tetapi tidak menggunakan strategi

yang terlampau rumit untuk menyelesaikan masalah.

c. CBT berfokus pada keyakinan dan perilaku saat ini.

d. Dalam proses CBT, terapis dan klien adalah teman/rekan yang bekerja

bersama selama masa terapi.

e. Dalam CBT klien yang menentukan tujuan terapi, dengan sedikit

masukan dari terapis.

f. Di dalam CBT biasanya juga dimasukkan sebuah pengukuran untuk

mengevaluasi sehingga beberapa teknik terapi (jika perlu) dapat diubah

untuk menghasilkan efektivitas terapi yang maksimal.

g. CBT juga mengubah keyakinan dan perilaku seseorang sehingga ia

mampu untuk mengelola kecemasannya secara lebih baik dan dapat

mengendalikan situasi yang dapat memicu munculnya kecemasan.

5. Kecemasan Wanita dalam Proses Perceraian

Menurut Sanford & Bearsley (1994), perceraian adalah sejenis

kehilangan yang terjadi bukan karena kematian salah satu dari pasangan

suami isteri tetapi dari kematian suatu hubungan. Hamid (dalam Soewadi,

1992) mengemukakan bahwa perceraian merupakan keadaan yang

menunjukkan lepasnya suatu ikatan tali perkawinan dan berakhirnya

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

39

hubungan suami isteri. Inisiatif perceraian tersebut dapat muncul dari

pihak suami ataupun isteri. Soewadi (1992) mengatakan bahwa keputusan

yang muncul dari pihak isteri ataupun suami disebabkan adanya perasaan

ketidaksanggupan dari salah satu atau kedua belah pihak untuk

meneruskan hubungan karena ketidakcocokan yang ada tidak dapat

disatukan lagi.

Perasaan ketidaksanggupan tersebut menimbulkan tekanan-tekanan

bagi pasangan yang berakibat pada munculnya konflik dan perilaku buruk

dari masing masing pihak yang menjadikan alasan isteri maupun suami

memutuskan untuk mengakhiri hubungan pernikahan. Kebimbangan,

kekhawatiran dan ketidakpastian dari keadaan yang akan dihadapi

sepeninggal pasangan kerap menjadi pemicu munculnya kecemasan yang

akan berdampak buruk bagi diri maupun perkembangan anak-anak.

Kecemasan pada wanita yang menghadapi perceraian akan tampak

pada segi pembicaraan, dalam merespon suatu permasalahan serta sikap

yang menunjukkan menurunnya kepercayaan diri sebagai manifestasi

tingginya kecemasan yang dialami. Kekhawatiran, kehilangan, rasa

bersalah dan perasaan malu secara berkelanjutan kerap mengarah pada

kecemasan bahkan depresi bagi pasangan yang menjalani, sekalipun

perceraian itu menjadi kehendaknya. Setidaknya kecemasan yang

berkaitan dengan keberadaan masa depan dan terutama anak-anak (Hyde,

1985; Papalia, 1998).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

40

Burns (2013) mengatakan bahwa kecemasan yang terjadi pada

individu yang sedang menghadapi perceraian disebabkan karena adanya

distorsi kognitif yang berpengaruh pada emosi, fisik, dan perilaku menjadi

negatif. Emosi yang dirasakan menjadi merasa gelisah, merasa tidak

berdaya, merasa sedih, atau mudah marah, akan menimbulkan respon

fisik. Hal tersebut wajar karena tubuh selalu memberikan respon terhadap

ancaman (Wilding & Milne, 2011). Reaksi fisiologis yang dimunculkan

oleh kecemasan diantaranya adalah ketegangan otot, jantung sering

berdebar, nafas menjadi berat, tidak dapat rileks, gangguan tidur, sakit

kepala dan mudah terkejut. Hal tersebut membuat sebagian wanita yang

sedang dalam proses perceraian melakukan isolasi diri dengan tidak lagi

terlibat secara aktif di lingkungan sosial (Kitson & Roach dalam Papalia,

1998)

Peneliti menggunakan CBT karena CBT menggunakan dua

pendekatan dalam mengatasi permasalahan individu yaitu menggunakan

model kognitif dan model perilaku. Pendekatan ini mampu menjawab

kebutuhan yang dimiliki oleh individu untuk mengatasi simtom fisik atau

keluhan fisiologis yang dirasakan dengan pendekatan perilaku seperti

relaksasi, dan untuk mengatasi distorsi pikiran dengan menggunakan

pendekatan kognitif yaitu restrukturisasi kognitif. Melalui kedua

pendekatan tersebut, kecemasan dapat diturunkan karena perubahan

distorsi kognitif dan pemberian relaksasi akan dapat mereduksi kecemasan

yang dialami (Vivi, 2012).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

41

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan

pada wanita dalam proses perceraian disebabkan individu memiliki

keyakinan yang disfungsional atau distorsi kognitif dan semakin tinggi

keyakinan yang disfungsional maka semakin tinggi pula individu

mengalami kecemasan. Kecemasan yang tinggi menimbulkan respon fisik

yang dirasakan diantaranya adalah ketegangan otot, jantung sering

berdebar, nafas menjadi berat, tidak dapat rileks, gangguan tidur, sakit

kepala dan mudah terkejut. Perilaku yang ditampilkan diantaranya

melakukan isolasi diri dengan tidak lagi terlibat secara aktif di lingkungan

sosial.

B. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

1. Pengertian Cognitive Behavior Therapy

Cognitive Behavior Therapy atau dikenal dengan nama CBT

adalah suatu bentuk intervensi psikologis yang bertujuan untuk membantu

individu menyadari, menghubungkan antara pikiran, perasaan, perilaku

dan gejala fisik dengan menggunakan teknik kognitif dan perilaku

(Anderson, Watson, Davidson dalam Indriasari, 2011). Lesmana (dalam

Putri, 2012) menjelaskan bahwa terapi kognitif perilaku sebagai suatu

pendekatan yang memperhatikan perubahan kognisi dan tingkahlaku.

Taylor (2006) mengatakan bahwa Cognitive Behavior Therapy

merupakan pendekatan perubahan perilaku yang memfokuskan pada

target perilaku itu sendiri, kondisi menghilangkan perilaku, kondisi

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

42

mempertahankan perilaku dan faktor-faktor yang menguatkan perilaku itu.

Pendekatan ini mengakui pentingnya kognisi individu terhadap

perilakunya. Sejalan dengan itu, Martin (1996) mengatakan bahwa

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu terapi

modifikasi perilaku yang menggunakan kognisi sebagai kunci dari

perubahan perilaku. Terapis membantu klien dengan cara membuang

pikiran dan keyakinan keliru klien, kemudian menggantinya dengan

konstruksi pola pikir yang lebih baik. Menurut Somers & Quere (2007)

CBT merupakan intervensi psikologis yang melibatkan interaksi cara

berpikir, merasa dan berperilaku dalam diri seseorang.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa CBT adalah suatu bentuk intervensi yang dapat membantu individu

untuk mengatasi masalah dengan menyadari adanya hubungan antara

pikiran, emosi, simtom fisiologis dan perilaku, dengan menggunakan

teknik kognitif dan perilaku.

2. Prinsip Dasar Cognitive Behavior Therapy

Menurut Roth dkk (2002), prinsip dasar CBT adalah adanya

hubungan timbal balik antara proses berpikir (apa yang dipikirkan)

dengan afeksi (pengalaman emosional), fisik dan perilaku. Lesmana

(dalam Putri 2012) mengatakan bahwa terapi kognitif perilaku memiliki

tiga proporsi fundamental yaitu:

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

43

a. Aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku.

b. Aktivitas kognitif dapat dipantau atau diubah .

c. Perubahan perilaku yang diharapkan dapat dipengaruhi melalui

perubahan kognitif.

Menurut Beck, J (2011) terdapat 10 prinsip utama dalam metode

CBT yaitu:

a. Prinsip pertama dalam CBT adalah identifikasi dari masalah-

masalah klien.

b. Prinsip kedua terapis mampu menunjukkan keramahan juga

perhatian dan kompetensinya pada klien.

Pada pelaksanaan metode terapi ini membutuhkan hubungan yang

nyaman dan baik antara terapis dan klien.

c. Cognitive behavior therapy menekankan pada kerjasama dan peran

aktif klien.

Terapis dan klien harus mampu bekerjasama dalam mendukung

proses terapi. Klien juga didukung untuk dapat berpartisipasi

secara aktif dalam terapi.

d. Prinsip CBT adalah berorientasi pada tujuan akhir dari terapi serta

berfokus pada masalah yang ada pada klien.

Pada masa terapi terapis dan klien mengidentifikasi permasalahan

klien dan kemudian bersama-sama menyusun tujuan yang ingin

dicapai oleh klien.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

44

e. Cognitive behavior therapy pada dasarnya menekankan kondisi

saat ini serta permasalahan yang ada.

Pembahasan mengenai kejadian masa lalu hanya dilakukan jika

klien menunjukkan preferensi untuk membahas masa lalunya.

f. Cognitive behavior therapy mengajarkan dan mendorong klien

untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan mengajarkan klien

untuk melakukan pencegahan munculnya pikiran-pikiran negatif.

g. Cognitive behavior therapy memiliki waktu yang terbatas

CBT pada umumnya dilakukan antara 4-12 sesi pertemuan. Tujuan

yang ingin dicapai oleh terapis adalah mengurangi gejala,

membantu klien menghadapi permasalahan dan mengajarkan pada

klien untuk menghindari kondisi yang tidak baik terulang kembali

sehingga ketika terapi telah berakhir klien dapat menjadi terapis

bagi dirinya sendiri.

h. Cognitive behavior therapy memiliki sesi yang terstruktur

CBT memiliki sesi yang terstruktur agar berjalan efektif dan

efisien dan memiliki beberapa sesi, diantaranya adalah identifikasi

perasaan, pikiran dan perilaku. Selain itu juga terdapat tugas rumah

yang harus dikerjakan

i. Cognitive behavior therapy mengajarkan klien untuk

mengidentifikasi, mengevaluasi pikiran disfungsional dan core

belief yang ada.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

45

Terapis pada prinsip ini membantu klien untuk mengidentifikasi

core belief dan melakukan pengamatan yang lebih realistik dengan

perspektif yang berbeda.

j. Cognitive behavior therapy dapat menggunakan teknik yang

bervariasi untuk mengubah pikiran, emosi dan perilaku.

CBT menggunakan beragam teknik untuk mengubah pikiran,

emosi dan perilaku seperti menggunakan juga teknik relaksasi,

exposure dan lainnya sesuai dengan kebutuhan klien.

Menurut Kendall & Braswell (Ronen, 1997), beberapa prinsip

dasar sebagai pengarah dalam Cognitive Behavior Therapy adalah

bahwa

a. Kognisi merupakan proses yang memperantarai dalam proses

belajar manusia.

b. Pikiran, perasaan dan tingkah laku saling berhubungan secara

kausal.

c. Aktivitas kognitif seperti harapan, pernyataan diri merupakan hal

penting dalam memahami dan memprediksi psikopatologi dan

perubahan terapi.

d. Kognisi dan perilaku adalah harmonis artinya proses kognitif dapat

diinterpretasikan ke dalam paradigma perilaku dan teknik kognitif

dapat dikombinasikan dengan prosedur perilakuan.

e. Tugas terapis Cognitive Behavior Therapy adalah berkolaborasi

dengan klien untuk menilai perilaku dan proses kognisi yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

46

terganggu, kemudian merencanakan pengalaman belajar baru untuk

memperbaiki kognisi yang terdistorsi, perilaku dan pola afeksinya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa prinsip dasar Cognitive Behavior Therapy adalah proses kognitif,

emosi dan perilaku adalah sebuah sistem yang saling berinteraksi dan

keyakinan bahwa individu dapat melakukan perubahan pada pola pikir

demi mencapai perubahan dengan memperbaiki distorsi kognisi yang ada

untuk mengubah emosi dan perilaku.

3. Jenis Distorsi Kognitif

Jenis distorsi kognitif menurut Oey (2011) adalah:

a. Semua atau tidak sama sekali / Cara berpikir hitam putih

Kecenderungan untuk berpikir dan menginterpretasikan segala

sesuatu dalam bentuk all or nothing dan tidak dapat melihat adanya

kemungkinan area abu-abu diantara hitam dan putih. Misalnya jika

segala sesuatu tidak berjalan dengan sempurna atau sesuai harapan

maka ia merasa gagal total.

b. Katastropik

Mudah membuat kesimpulan tanpa data yang mendukung dan

cenderung berpikir seburuk-buruknya. Contoh: seorang wanita yang

mengalami perceraian menjadi enggan untuk membina hubungan lagi

dengan lawan jenis karena yakin akan gagal lagi dalam membina

rumah tangga.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

47

c. Filter mental / memiliki pemahaman selektif, membatasi

kesimpulan berdasarkan hal-hal yang terbatas dan negatif.

Pada distorsi kognitif ini seseorang tidak mempertimbangkan

sesuatu secara menyeluruh namun hanya memusatkan perhatiannya

pada suatu hal negatif dan tidak dapat berpikir secara fleksibel serta

biasanya tidak memberikan orang lain kesempatan untuk menjelaskan

keadaan. Contoh: Suami terlambat pulang ke rumah, istri tidak

bertanya lebih dahulu mengapa suaminya datang terlambat tetapi

menuduhnya selingkuh dengan mengabaikan hal lain seperti mungkin

saja di jalan ada kemacetan.

d. Overgeneralisasi / Generalisasi berlebihan

Menyimpulkan suatu kejadian secara berlebihan berdasarkan

kejadian yang sebelumnya pernah terjadi. Misalnya, pengalaman

seorang wanita yang mengetahui bahwa pacarnya berselingkuh

kemudian ia menyimpulkan bahwa semua laki-laki tidak bisa

dipercaya.

e. Diskualifikasi positif

Pada distorsi ini segala sesuatu yang positif ataupun pengalaman

dan kejadian positif dilihat sebagai sesuatu yang tidak berarti,

sehingga semakin menguatkan perasaan negatif dan menilai segala

sesuatu sebagai hal buruk. Contoh: Ketika ada seseorang yang

memberikan pertolongan, ia berpikir bahwa ada sesuatu yang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

48

diinginkan orang tersebut di balik pertolongan yang diberikan, pasti

ada udang di balik batu.

f. Personalisasi / Membuat seseorang cenderung menghubungkan

antara kejadian eksternal dengan diri sendiri dan menyalahkan diri

sendiri.

Contoh: Ketika bersama rekan setim mengikuti pertandingan dan

timnya kalah, ia merasa kekalahan itu karena dirinya.

g. Jumpling to conclution / kesimpulan terlalu dini. Terdapat tiga

bentuk jumpling to conclution

1). Label negatif

Contoh: Kegagalan tidak diterima bekerja membuat seseorang

merasa dirinya bodoh, tidak berharga dan memberi label pada

dirinya sebagai orang gagal.

2). Pembaca pikiran

Seseorang berpikir bahwa ia tahu apa yang dipikirkan oleh orang

lain tentang dirinya. Contoh: Bila ada orang lain sedang berbicara

dan tertawa di dekatnya, ia merasa orang tersebut sedang

membicarakan kejelekannya atau mengolok-oloknya. Hal tersebut

secara otomatis membuat seseorang jadi beranggapan buruk

terhadap situasi dan apa yang dipikirkan oleh orang lain.

3). Peramal

Seseorang beranggapan bahwa ia tahu apa yang akan terjadi dan

memperkirakan hal negatif atau kegagalan dari peristiwa yang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

49

akan dialami. Contoh: seseorang berpikir bahwa ia akan gagal

dalam ujian untuk mendapatkan SIM

h. Penalaran emosional

Seseorang berasumsi bahwa perasaan negatif yang dirasakannya

pasti benar dan merefleksikan apa yang akan terjadi. Contohnya:

Seorang yang tidak yakin akan perasaan pasangannya, merasa

pasangannya tidak mencintainya dan meyakini bahwa hubungan yang

dijalani akan berakhir. Hal tersebut akhirnya menimbulkan

pertengkaran sehingga pada akhirnya hubungan yang dijalani benar-

benar berakhir.

i. Pernyataan “Harus”.

Distorsi ini bisa menyangkut bagaimana seharusnya melakukan

sesuatu. Contoh: “Saya seharusnya ada bersamanya, sehingga ia

tidak mengalami kecelakaan”, “ Seharusnya pernikahan saya

bahagia”

Beck (dalam Wells, 2007) menyebutkan beberapa jenis distorsi

kognitif yang ada pada individu yang mengalami kecemasan, diantaranya

adalah:

a. Arbitrary inference, yaitu adanya pembuatan kesimpulan tanpa

didukung oleh data yang cukup.

b. Selective abstraction, yaitu individu hanya fokus pada satu aspek dan

mengabaikan aspek lainnya yang lebih penting.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

50

c. Overgeneralisation, individu mengambil kesimpulan untuk seluruh

situasi hanya berdasarkan pada suatu kejadian tertentu.

d. Magnification /Minimization yaitu kecenderungan untuk membesar-

besarkan atau mengecilkan suatu kejadian dengan mengabaikan hal

positif.

e. Personalizing yaitu menghubungkan kejadian eksternal dengan dirinya

dan menyalahkan diri sendiri akibat kejadian eksternal tersebut.

f. Catastrophising yaitu melebih-lebihkan akan terjadinya kemungkinan

terburuk yang akan terjadi.

g. Mind reading yaitu berasumsi bahwa orang atau lingkungan di

sekitarnya bereaksi secara negatif terhadap dirinya tanpa didukung

bukti untuk hal tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat bermacam – macam jenis distorsi kognitif yang dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan pada individu yang disebabkan

karena pola pikir yang tidak tepat.

4. Teknik Cognitive Behavior Therapy

Tujuan Cognitive behavior therapy adalah membantu individu

untuk berpikir mengenai dirinya, lingkungan dan pengaruh pikiran

terhadap perasaan, perilaku dan fisik (Nevid, dkk., 2005; Roth, dkk.,

2002). Menurut Roth dkk (2002), Cognitive Behavior Therapy dapat

digunakan dalam terapi individual maupun kelompok, juga dapat

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

51

digunakan untuk anak-anak, remaja dan dewasa dengan berbagai budaya

dan latar belakang.

Cognitive Behavior Therapy juga merupakan tritmen yang cukup

efisien untuk kasus kecemasan dan depresi. Setiap penelitian CBT

menerapkan jumlah sesi yang berbeda-beda. Penelitian Hirsc, Jolley &

Williams (dalam Duana, 2013) mengenai evaluasi pelaksanaan CBT

pada 52 kasus depresi dan 42 kasus kecemasan, dan empat kasus

campuran antara depresi dan kecemasan menunjukkan bahwa CBT dapat

dilakukan dalam 4-12 sesi dengan setiap sesi berlangsung selama 1 jam.

Namun pada pelaksanaannya juga fleksibel tergantung dari masalahnya.

Berikut penjelasan teknik-teknik yang digunakan dalam intervensi

CBT, diantaranya (Cully & Teten, 2008; Oey, 2011; Vivyan, 2009)

a. Psikoedukasi

Tujuan adanya pemberian psikoedukasi adalah memberikan

pemahaman pada subjek mengenai kognisi, emosi, aspek

fisiologis dan perilaku serta keterkaitan aspek-aspek tersebut.

Psikoedukasi sangat bermanfaat jika diberikan di permulaan

terapi untuk menjelaskan sebab kecemasan subjek yang

mencakup simtom kecemasan. Berbagai informasi ini diberikan

sesuai dengan kebutuhan subjek. Salah satu fungsi

psikoedukasi ini untuk mereduksi dampak kecemasan yang

lebih lanjut (Hawton, Salkovskis, Kirk & Clark, 1993).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

52

b. Relaksasi

Relaksasi yang diberikan adalah relaksasi pernafasan dan

relaksasi progresif. Teknik relaksasi pernafasan dilakukan

dengan cara menarik nafas secara perlahan melalui hidung,

menahannya dan mengeluarkannya melalui mulut sehingga

membentuk kondisi rileks. Relaksasi progresif dilakukan

dengan menegangkan sekelompok otot pada suatu waktu dan

kemudian melemaskan otot tersebut secara perlahan. Relaksasi

dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas sehingga timbul

counter conditioning (Bellack & Hersen dalam Utami, 1993).

Sistem saraf manusia terdiri atas sistem saraf pusat dan

sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah

mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, seperti

gerak tangan, kaki, leher dsb. Sistem saraf otonom berfungsi

mengendalikan gerakan-gerakan yang otomatis yaitu fungsi

digestif, kardiovaskuler dsb. Sistem saraf otonom ini terdiri

dari dua bagian yaitu (1) sistem saraf simpatis yang bekerja

meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh,

memacu denyut jantung dan pernafasan, memacu

meningkatkan denyut jantung, (2) sistem saraf parasimpatis

yang berfungsi menstimulasi turunnya semua fungsi yang

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

53

dinaikkan oleh sistem saraf simpatis dan menstimulasi naiknya

semua fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf simpatis.

Pada waktu seseorang mengalami kecemasan dan

ketegangan, sistem saraf yang dominan bekerja adalah saraf

simpatis, sedangkan saat orang rileks sistem saraf

parasimpatislah yang bekerja. Dengan demikian perubahan

keadaan otot yang pada awalnya berkontraksi dan tegang dapat

menjadi rileks sehingga menimbulkan efek kenyamanan

fisiologis pada tubuh.

c. Restrukturisasi kognitif

Teknik ini dianggap sangat penting karena faktor kognitif

merupakan faktor utama yang terlibat dalam munculnya

kecemasan. Oleh karenanya teknik ini digunakan untuk

menolong individu mengganti pemikiran disfungsional dengan

pemikiran yang lebih positif dan realistis. Restrukturisasi

kognitif dilakukan untuk memastikan bahwa individu tidak lagi

memiliki pikiran-pikiran terdistorsi dan terjebak dalam

perangkap tersebut. Restrukturisasi kognitif berfungsi untuk

mengidentifikasi pikiran yang dimiliki dan menemukan

alternatif berpikir lain agar individu mampu memodifikasi

pola pikirnya saat menghadapi suatu situasi (Anthony &

Swinson dalam Asrori, 2009 ).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

54

d. Problem Solving

Teknik ini merupakan suatu teknik yang digunakan untuk

menemukan solusi dari masalah yang dihadapi sehari-hari

secara efektif. Teknik ini bertujuan untuk membantu

mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh individu dengan

bantuan terapis, dan mengidentifikasikan sumber-sumber yang

dimiliki oleh individu tersebut.

Oei (2011) menambahkan bahwa keterampilan

memecahkan masalah melibatkan identifikasi masalah, cara

penyelesaian masalah, pemilihan prioritas penyelesaian

masalah, pengendalian terhadap masalah, pertimbangan

terhadap cara penyelesaian masalah, proses penyelesaian

masalah dan evaluasi. Selain itu, teknik ini juga membuat

individu mampu memaksimalkan efektivitas coping yang

dilakukan yang pada akhirnya dapat membantu individu

mengurangi stres dan cemas yang muncul akibat permasalahan

yang sedang dihadapinya ( D’Zurilla dalam Putri, 2012).

e. Tugas rumah

Frogatt (2006) mengatakan, tugas rumah merupakan

komponen penting dalam CBT. Tugas rumah dapat membantu

individu menguji coba dan menggunakan apa yang telah

dipelajarinya selama proses terapi. Tugas rumah juga

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

55

merupakan proses pengulangan yang pada akhirnya akan

membentuk sebuah kebiasaan karena adanya proses belajar

(Roth, dkk., 2002).

C. Pengaruh CBT terhadap Kecemasan pada Wanita dalam

Proses Perceraian

Kecemasan pada wanita dalam proses perceraian adalah suatu

kegelisahan terhadap sesuatu yang akan terjadi mengenai masa depan yang

belum pasti disebabkan adanya proses berpikir yang menyimpang karena

lepasnya suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan suami isteri.

Beck dalam Wells (2007) & Nevid dkk (2005) mengatakan, cara berpikir

yang terdistorsi dan penilaian yang lebih terhadap situasi yang mengancam

memegang peranan penting dalam terjadinya kecemasan.

Kecemasan muncul selama jangka waktu tertentu, tergantung pada

pengalaman hidup maupun situasi yang dialami oleh individu. Menurut

Ramaiah (2003) kecemasan dapat terjadi karena faktor lingkungan.

Pengalaman yang tidak menyenangkan yang diperoleh individu dari

lingkungan mempengaruhi cara berpikir individu tersebut tentang diri dan

orang lain. Wenar & Kerig, (2005) menambahkan bahwa faktor kognitif

juga menjadi penyebab munculnya kecemasan. Individu yang cemas

memiliki pemikiran yang menyimpang yang beranggapan bahwa orang

lain, lingkungan ataupun situasi merupakan suatu ancaman sehingga

individu tersebut bersikap berlebihan terhadap situasi yang berpotensi

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

56

menimbulkan kecemasan, bahkan cenderung mempersepsikan situasi yang

ambigu sebagai situasi yang mengancam.

Pengalaman yang tidak menyenangkan yang dialami oleh individu

dalam perjalanan hidupnya memunculkan sebuah bentuk keyakinan yang

disebut skemata. Skemata ini timbulnya melalui proses yang cukup lama.

Saat individu mendapatkan kejadian yang mengaktifkan skemata yang

telah ada maka individu akan melakukan penilaian situasi yang

disfungsional hingga muncullah pikiran-pikiran otomatis negatif yang

diaktifkan karena pikiran disfungsional tersebut. Pikiran otomatis ini

mempengaruhi emosi seseorang yang pada akhirnya menimbulkan

kecemasan (Wells, 2007).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Burns (2013) mengatakan bahwa

kecemasan yang terjadi pada individu yang menghadapi perceraian

disebabkan karena adanya distorsi kognitif sehingga mempengaruhi emosi

dan berdampak pada tingkah laku yang ditampilkannya. Hasil penelitian

Blackburn & Eunson (dalam Blackburn & Davidson, 1994) terhadap 200

penderita kecemasan memperlihatkan bahwa suatu pikiran seringkali

memiliki lebih dari satu kesalahan dalam proses kognitifnya yang sering

berulang dalam situasi yang berbeda.

Pikiran-pikiran disfungsional yang dimiliki tersebut akan

mendorong munculnya kondisi yang tidak menyenangkan pada fisik,

emosi maupun perilaku. Kondisi emosi yang dirasakan karena pikiran

disfungsional tersebut diantaranya mudah marah, cemas, sedih, khawatir

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

57

yang berlebihan. Kondisi emosi yang negatif tersebut mempengaruhi

respon fisik yang dirasakan sehingga jantung berdebar, lemas, gangguan

tidur, adanya ketegangan otot, badan terasa panas dingin, dan sakit kepala

yang amat sangat. Akibat dari hal tersebut, individu menjadi menampilkan

perilaku negatif, diantaranya seperti perilaku menghindar, menangis, atau

mengurung diri. Perilaku menghindar akibat adanya kecemasan terlihat

pada wanita yang dalam proses perceraian diantaranya menolak terlibat

dalam aktivitas sosial di lingkungan (Gregoire, 2013; Moison, 2010 ;

Papalia, 1998).

Melihat kondisi di atas, maka penting bagi para wanita dalam

proses perceraian untuk mendapatkan perhatian agar dapat berpikir jernih

dan tenang sehingga dapat kembali menjalani kehidupannya dengan

normal, dapat mengambil keputusan yang tepat dalam keseharian, terlebih

bagi wanita yang memiliki anak dari hasil pernikahannya, mereka harus

tetap dapat mengasuh anaknya dengan baik untuk meminimalisir dampak

perceraian bagi anak-anak mereka. Bagaimanapun kecemasan yang

dirasakan oleh orangtua dalam perceraiannya dapat memiliki pengaruh

bagi anak-anak hasil pernikahan dimana anak-anak bisa menjadi depresif

atau sebaliknya menjadi agresif (Lancer, 2009)

Cognitive Behavior Therapy (CBT) dapat dimanfaatkan sebagai

salah satu cara untuk mengatasi kecemasan pada wanita dalam proses

perceraian. CBT akan melatih individu untuk memiliki kemampuan

mengubah distorsi kognitif dan individu akan dilatih untuk mengatur

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

58

suasana hati dalam mengurangi kecemasan (Lochman dalam

Purnamaningsih, 1998). Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh

Solverman dkk (1999) yang menggunakan CBT, berhasil menurunkan

kecemasan pada anak-anak di Florida. Demikian pula dengan penelitian

yang dilakukan oleh Stanley dan Beck (2003) yang bisa membuktikan

bahwa CBT mampu menurunkan kecemasan pada orang dewasa lanjut.

Penelitian yang dilakukan di Turki oleh Ongider (2013) juga menunjukkan

bahwa CBT efektif dalam menurunkan efek negatif dari kecemasan,

depresi dan perasaan kesepian yang dialami oleh wanita yang bercerai.

Dengan berbagai hasil penelitian yang mendukung digunakannya

CBT, maka intervensi CBT dalam penelitian ini diharapkan dapat

membantu cara berpikir individu agar mempunyai kemampuan untuk

mengidentifikasi pola pikir dengan cara mengenali, memonitor pikiran

otomatis kemudian mengevaluasi atau mengubah pola berfikir, sehingga

pada akhirnya dapat berdampak pada perubahan perasaan (mengenai diri

sendiri dan lingkungan) serta perilakunya.

Pemberian intervensi CBT dimulai dengan psikoedukasi.

Psikoedukasi sangat bermanfaat jika diberikan di awal pertemuan untuk

menjelaskan hubungan antara pikiran, emosi, aspek fisiologis serta

perilaku. Pemahaman subjek dilihat dari cara subjek menganalisa aspek

kognisi yang berpengaruh pada emosi, aspek fisiologis dan perilakunya.

Penelitian yang dilakukan oleh Asrori (2009) menyimpulkan bahwa

dengan pemberian psikoedukasi subjek dapat menyadari bahwa pikiran

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

59

yang di miliki menyebabkan munculnya perasaan negatif dan akhirnya

mempengaruhi perilaku yang ditampilkan.

Intervensi berikutnya dilanjutkan dengan pemberian relaksasi.

Relaksasi digunakan pada individu yang mengalami kecemasan karena

ketika mengalami kecemasan individu akan merasakan reaksi fisiologis

seperti merasakan otot yang tegang dan meningkatnya detak jantung.

Meningkatnya detak jantung terjadi sebagai akibat dari aktifnya sistem

saraf simpatis yakni sistem saraf yang bekerja meningkatkan rangsangan

atau memacu organ tubuh. Relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa

cemas sehingga timbul counter conditioning (Bellack & Hersen dalam

Utami, 1993).

Relaksasi pada prinsipnya akan mengaktifkan kerja sistem saraf

parasimpatis yang berfungsi untuk menghambat kerja sistem saraf

simpatis, sehingga aktivitas dari organ-organ kembali menjadi normal.

Relaksasi yang digunakan adalah relaksasi pernapasan dan otot yang telah

teruji efektivitasnya untuk menurunkan ketegangan (Prawitasari, 1998).

Relaksasi mengajarkan pada individu agar dapat lebih rileks ketika

menghadapi berbagai situasi yang mencemaskan. Subjek diminta berlatih

relaksasi hingga ia terampil sehingga dapat menerapkannya di berbagai

situasi yang dibutuhkan.

Teknik lainnya yang digunakan adalah restrukturisasi kognitif.

Teknik ini dianggap sangat penting karena menurut Beck (dalam Wells,

2007 ) kecemasan disebabkan oleh proses berpikir yang menyimpang atau

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

60

terdistorsi. Teknik dalam restrukturisasi kognitif diawali dengan

penangkapan pikiran (thougt catching). Proses menangkap pikiran

memungkinkan subjek untuk memantau, merekam atau memunculkan

dialog internal secara akurat, terutama saat menghadapi situasi yang

menekan. Kemudian dilakukan uji realitas dengan kondisi sebenarnya

terhadap pemikiran subyek yang disfungsional. Selanjutnya subjek dilatih

untuk memunculkan alternatif pikiran positif yang nantinya diharapkan

akan menjadi pikiran otomatis saat subjek menghadapi sebuah peristiwa

menekan. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Asrori (2009);

Duana (2013); Putri (2012) & Vivi (2012) yang menggunakan

restrukturisasi dalam proses intervensinya membuktikan bahwa terjadi

perubahan pikiran pada subjek penelitian sehingga kecemasan yang

dirasakan mengalami penurunan.

Teknik lain yang diberikan dalam CBT adalah problem solving.

Teknik ini merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menemukan

solusi dari masalah yang dihadapi sehari-hari secara efektif. Teknik ini

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan subjek dengan membantu

untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan terapis membantu

mengidentifikasikan sumber-sumber yang dimiliki oleh subjek.

Teknik selanjutnya adalah tugas rumah. Frogatt (2006) mengatakan

tugas rumah merupakan komponen penting dalam CBT. Latihan menulis

dapat membantu subjek menguji coba dan menggunakan apa yang telah

dipelajarinya selama proses terapi. Tugas rumah juga merupakan proses

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

61

pengulangan yang pada akhirnya akan membentuk sebuah kebiasaan

karena adanya proses belajar (Roth, dkk., 2002). Penelitian sebelumnya

yang meneliti mengenai efektivitas tugas rumah adalah penelitian Feeney

(2004); McClanahan & Antonuccio (dalam Mendoza, 2004)

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, maka pada penelitian

ini dilakukan intervensi berupa CBT sebagai upaya untuk mengurangi

kecemasan pada wanita dalam proses perceraian dengan menggunakan

teknik psikoedukasi, relaksasi, retrukturisasi kognitif, problem solving dan

tugas rumah.

D. Landasan Teori

Individu akan mengalami kecemasan apabila memiliki pemikiran

yang menyimpang (Beck dalam Wells, 2007). Kecemasan bermanfaat jika

mendorong seseorang untuk melakukan hal yang lebih baik sebagai

antisipasi atas kecemasannya (Durand & Barlow, 2006; Fausiah, 2005).

Sebaliknya, kecemasan yang tinggi dapat mengganggu fungsi kehidupan

sehari-hari karena keadaan suasana perasaan (mood) yang diyakini betul

oleh seseorang bahwa akan terjadi sesuatu hal yang negatif di masa depan

sehingga menimbulkan sebuah ketidaknyamanan, mengganggu fungsi

kehidupan sehari-hari, menimbulkan distres, atau menghindari situasi

sosial yang menimbulkan distres bagi individu tersebut (Durand &

Barlow, 2006)

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

62

Kecemasan dalam proses perceraian adalah suatu kegelisahan yang

akan terjadi dan ketakutan mengenai masa depan yang belum pasti

disebabkan adanya proses berpikir yang menyimpang karena lepasnya

suatu ikatan tali perkawinan dan berakhirnya hubungan suami isteri.

Wanita dalam proses perceraian dapat mengalami kecemasan, ditandai

oleh munculnya simtom kecemasan yang meliputi aspek fisiologis, aspek

afeksi, aspek kognisi serta aspek perilaku. Beck (dalam Blackburn &

Davidson, 1994) mengungkapkan gejala kecemasan meliputi: Aspek

fisiologis; yaitu terganggunya pola-pola normal dari aktivitas fisiologik

yang ada, gejala yang timbul diantaranya adalah dada berdebar, jantung

berdegup kencang, tubuh gemetar, kepala pusing, sulit tidur, lutut terasa

lemas, tubuh berkeringat meskipun tidak merasakan panas, tubuh merasa

panas atau dingin, sakit kepala, otot mengalami ketegangan atau kaku,

sakit perut, sembelit, terengah-engah atau sesak nafas.

Aspek afeksi, meliputi perasaan khawatir, sedih, gelisah, cemas,

merasa tidak berdaya, tertekan, takut pada sesuatu yang akan terjadi,

Aspek kognisi, gejala tampak pada fungsi berpikir diantaranya adalah sulit

konsentrasi, sulit memutuskan sesuatu, bimbang, mudah lupa, kelelahan

berpikir, adanya pikiran-pikiran yang menakutkan, sering memikirkan

adanya bahaya atau ancaman dan mengira bahwa hal yang buruk akan

terjadi. terakhir adalah aspek perilaku; gejala yang terlihat pada tingkah

laku seseorang yang meliputi menghindari ancaman atau situasi, melarikan

diri, tidak bisa santai, sulit bicara.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

63

Menurut Beck (dalam Wells, 2007), kecemasan terjadi ditentukan

oleh cara individu tersebut “melihat” dunia. Individu yang mengalami

kecemasan cenderung menilai lebih terhadap derajat bahaya dan

kemungkinan bahaya dalam situasi tertentu dan cenderung menilai rendah

terhadap kemampuan diri untuk mengatasi ancaman yang datang. Individu

cenderung melakukan penilaian yang tidak realistis terhadap situasi

tertentu sehingga menjadikan individu tersebut siaga secara berlebihan.

Menurut Beck, kecemasan terjadi karena adanya distorsi kognitif

(penyimpangan pola pikir) yang terjadi pada individu. Individu yang

mengalami kecemasan dapat mengalami penyimpangan dalam

menafsirkan situasi-situasi yang dihadapinya. Jadi, kecemasan ditimbulkan

oleh proses berfikir individu dan bukan oleh situasi yang ada.

Beck menjelaskan bahwa seringkali individu yang cemas memiliki

asumsi yang tidak realistik karena individu tersebut akan selalu

menganggap bahwa situasi atau orang lain tidak aman bagi dirinya dan

selalu memikirkan sesuatu yang buruk akan terjadi. Individu ini memiliki

asumsi bahwa situasi yang dihadapi sebagai situasi yang berbahaya juga

menimbulkan ancaman dan menilai dirinya tidak memiliki kemampuan

dalam mengadapi bahaya tersebut sehingga tingkat stres semakin tinggi.

Individu yang mengalami kecemasan, stres dan ketidaktenangan akan

memberikan respon yang berlebihan terhadap kondisinya (Wells, 2007).

Beutler dan Matthews (dalam Blackburn & Davidson,1994),

medukung teori yang dikemukakan Beck dalam pernyataannya bahwa

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

64

individu dengan kecemasan lebih besar untuk menafsirkan situasi yang

rancu sebagai hal yang mengancam dibandingkan dengan orang yang

tidak menderita kecemasan. Artinya individu tersebut memandang dirinya

rentan terhadap hal-hal yang menyakitkan, melebih-lebihkan risiko yang

diperoleh pada suatu situasi. Pandangan individu dengan kecemasan

terhadap dunia sekitarnya yang mengancam bukanlah karena dimana-mana

ada ancaman dan tempat tidak menyenangkan, tetapi cenderung

menganggap diri mereka mempunyai risiko tinggi terhadap bahaya.

Individu dengan kecemasan juga memandang masa depan sebagai hal

yang tdak dapat diramalkan, curang, dan penuh bahaya.

Model kecemasan Beck (Blackburn & Davison, 1994) merupakan

model yang menghubungkan faktor emosi dan kognisi dengan kecemasan.

Interpretasi yang salah terhadap suatu kejadian atau peristiwa dapat

menimbulkan perubahan emosi, seperti cemas sehingga dapat

memunculkan gejala fisik yang dirasakan oleh tubuh. Tubuh akan bereaksi

dengan menimbulkan simtom fisik dan kemudian semakin meningkatkan

kecemasan. CBT menggunakan dua pendekatan dalam mengatasi

permasalahan individu yaitu menggunakan model kognitif dan model

perilaku. Pendekatan ini mampu menjawab kebutuhan yang dimiliki oleh

individu untuk merngatasi simtom fisik atau keluhan fisiologis yang

dirasakan dengan pendekatan perilaku seperti relaksasi. Sedangkan untuk

mengatasi distorsi pikiran dengan menggunakan pendekatan kognitif yaitu

restrukturisasi kognitif (Vivi, 2012).

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

65

Prinsip dasar dari Cognitive Behavior Therapy adalah bahwa cara

seseorang berpikir dalam situasi tertentu mempengaruhi bagaimana

perasaan seseorang dan perilakunya. Setiap orang akan memiliki cara

berpikir sendiri, respon individu terhadap peristiwa tertentu dapat berbeda.

Kunci dari Cognitive Behavior Therapy adalah untuk mengidentifikasi

pikiran, perasaan dan perilaku yang membentuk reaksi dan memutuskan

apakah tanggapan tersebut tepat dan bermanfaat. Oleh karena itu, penting

untuk memberikan Cognitive Behavior Therapy pada individu yang

mengalami masalah, karena terapi ini bekerja pada asumsi bahwa

keyakinan seseorang mempengaruhi emosi dan perilaku. Mengidentifikasi

dan mengatasi pikiran bermasalah dapat membantu untuk mengubah

emosi dan perilaku seseorang menjadi lebih baik (Susana, 2015)

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat melalui Gambar 1

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

66

Gambar 1. Kerangka teori untuk penurunan kecemasan pada wanita dalam proses

perceraian

Keterangan:

= Mendapatkan perlakuan

= Menyebabkan

Wanita dalam proses perceraian

Cemas

Aspek fisiologis; jantung berdegup kencang, sulit tidur,

lemas, sakit kepala, otot mengalami ketegangan atau kaku,

sakit perut, dada sesak.

Aspek afeksi, meliputi; khawatir, sedih, gelisah, cemas,

takut pada sesuatu yang akan terjadi.

Aspek kognisi; konsentrasi, sulit memutuskan sesuatu,

bimbang, mudah lupa.

Aspek perilaku; menghindari ancaman atau situasi, tidak

bisa santai.

Kecemasan menurun

Aspek fisiologis; sakit kepala berkurang, otot tidaktegang.

Aspek afeksi; merasa tenang .

Aspek kognisi; dapat berkonsentrasi, yakin dan tidak ragu

dalam mengambil keputusan.

Aspek perilaku; berani melakukan aktivitas sosial dan

berbaur di lingkungan.

CBT

Psikoedukasi

Relaksasi

Restrukturisasi

kognitif

Problem solving.

Tugas rumah

Tidak mengalami

Distorsi Kognitif Distorsi

Kognitif

Perubahan Distorsi

Kognitif

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Terhadap Proses …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/950/3/BAB II.pdf · berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

67

E. Hipotesis

Ada pengaruh CBT terhadap tingkat kecemasan pada wanita dalam

proses perceraian. Kecemasan pada wanita dalam proses perceraian

setelah mendapatkan perlakuan CBT lebih rendah dibandingkan sebelum

mendapatkan perlakuan CBT.