bab ii tinjauan pustaka a. loyalitas peminat pertunjukan...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Loyalitas Peminat Pertunjukan Wayang Kulit Ki Seno Nugroho
1. Pengertian
a. Loyalitas
Loyalitas merupakan kunci untuk mencapai kesuksesan perusahaan.
Pelanggan memiliki pengaruh yang besar yaitu sampai pada tingkat menentukan
hidup matinya perusahaan. Pelanggan yang loyal secara otomatis dapat
meningkatkan profitabilitas perusahaan. Griffin (2009) mendefinisikan loyalitas
sebagai wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan
pembelian secara terus-menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan. Menurut
Jacoby dan Chestnut (dalam Johnston 2004), kesetiaan atau loyalitas sebagai
perilaku yang dihasilkan oleh pilihan pelanggan kepada merek tertentu yang
berasal dari seleksi terhadap merek yang serupa dalam waktu tertentu, dan yang
paling penting hasilnya merupakan proses pembuatan keputusan secara evaluatif.
Mowen dan Minor (1998) mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai
kondisi dimana pelanggan memiliki sikap positif terhadap suatu objek,
mempunyai komitmen pada objek tersebut, dan bermaksud meneruskan
pembeliannya di masa mendatang. Loyalitas juga ditegaskan sebagai sesuatu yang
mutlak dan dibutuhkan bagi perusahaan untuk dapat bertahan. Konsumen loyal
adalah yang terus menerus melakukan pembelian dan atau melakukan bisnis
dengan perusahaan, serta menceritakan pengalaman positif mereka melalui word
15
of mouth (WOM) dalam menjalin bisnis perusahaan kepada orang lain. Hubungan
baik dengan pelanggan adalah yang paling utama bagi perusahaan (Kotler dan
Keller, 2012). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, loyalitas didefinisikan
sebagai pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus
terhadap barang/jasa suatu perusahaan.
b. Peminat
Peminat secara umum dikatakan sebagai orang yang menaruh minat pada
sesuatu (KBBI). Misalnya peminat seni, berarti orang yang menaruh minat atau
parhatian terhadap seni. Ia sering mengikuti pameran seni atau melakukan
aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan seni. Peminat atau konsumen dari
produk (seni) adalah pengguna akhir yang disebut sebagai target pasar
(Situmorang, 2015). Peminat dalam tingkat kesukaan yang tinggi atau ekstrim
digolongkan sebagai penggemar atau maniak. Penggemar dicirikan sebagai suatu
kefanatikan yang potensial. Hal ini dilihat sebagai sebuah perilaku yang
berdekatan dengan kegilaan terhadap sesuatu (Jenkins, 2005). Penggemar
biasanya tidak ragu untuk mengkoleksi merchandise atau barang-barang yang
berhubungan dengan idola mereka walaupun harus menggunakan nominal harga
yang tidak sedikit. Handoko (2017) menguraikan pendapatnya mengenai
penggemar wayang yaitu orang-orang yang menggemari atau menyukai wayang,
yang setidaknya dalam satu mingggu minimal satu kali mendengarkan atau
menonton wayang di radio atau televisi atau secara langsung dengan durasi tiga
jam, juga mengadakan perbincangan santai dengan tetangga maupun rekan kerja
mengenai lakon-lakon wayang kulit.
16
c. Pertunjukan wayang kulit Ki Seno Nugroho
Perwakis adalah model paket pertunjukan wayang pasca tradisional dengan
dalang KSN sebagai pusat dari pemain pertunjukan. KSN merupakan dalang di
Yogyakarta yang memiliki frekuensi mendalang dan tarif pertunjukan yang cukup
tinggi dan populer. Murtiyoso (1995) memberikan kriteria populer atau yang ia
sebut sebagai ketenaran tingkat puncak seorang dalang yaitu: wilayah pentasnya
melampaui batas daerah propinsi tempat tinggal dalang, minimal mendalang 15
kali setiap bulannya, gaya pribadi permainan pakelirannya berpengaruh terhadap
dalang lain, sering menjadi bahan berita dalam berbagai media massa, dan
imbalan yang diterima tiap kali pentas paling sedikit 5 juta rupiah.
KSN memiliki wilayah pentas melebihi daerah propinsinya sendiri.
Disebutkan bahwa PWKSN diselenggarakan antara lain di: Jogjakarta, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan. Perwakis juga pernah
diselenggarakan di manca negara antara lain Portugal dan Argentina (Allasso,
2016). KSN memulai karir mendalang sejak tahun 1991 dan karirnya mulai naik
pada tahun 1994. Pada saat itu ia masih sering menggunakan gaya Yogyakarta
klasik. Di tahun 1996 mulai terjadi pembaharuan dan perubahan-perubahan dalam
pakelirannya. Oleh karena perubahan-perubahan dalam sajian pakeliran itulah, ia
dianggap sebagai dalang muda yang naik daun di Yogyakarta. Sejak tahun 1996
hingga 2018 ia berhasil bertahan menjadi dalang populer dengan banyak
penanggap dan penggemar. Pada pertengahan hingga akhir tahun 2017, frekuensi
mendalang KSN tercatat di lapangan sebagai berikut: bulan Juli terdapat 28
malam, Agustus 24 malam, September 28 malam, Oktober 23 malam, November
17
23 malam dan Desember 27 malam. Gaya pakeliran KSN cukup berpengaruh
terhadap pakeliran dalang lain. Dari data yang ada, gaya KSN mendalang juga
ditirukan oleh banyak dalang muda. Di sisi lain model Perwakis cukup menjadi
perhatian bagi kelompok pertunjukan wayang lain di Yogyakarta (Allasso, 2016).
Cukup banyak berita Perwakis di surat kabar salah satu diantaranya,
“Menyambut tahun baru 2018, dalang kondang Ki Seno Nugroho siap
menggebrak DPRD DIY pada pergelaran wayang kulit dengan lakon Banjaran
Bima, Rabu (27/12/2017) mulai pukul 20:00” (https://www.koranbernas.id).
Selain di media massa seperti koran dan blog ataupun website, berita mengenai
Perwakis juga tersebar melalui sosial media seperti facebook, twitter, dan youtube.
Melalui media youtube peminat Perwakis semakin meluas. Jika ditelusuri di
minggu kedua bulan Januari 2018, Perwakis mulai dari 4 bulan yang lalu ditonton
sekitar 18-58 ribu kali, 3 bulan yang lalu sekitar 16-38 ribu kali, 2 bulan yang lalu
sekitar 28-60 ribu kali, 1 bulan yang lalu sekitar 18-35 ribu kali, 1 minggu yang
lalu sekitar 43 ribu kali. Subscriber pwks live sebanyak 14.917 pada hari Rabu, 10
Januari 2018 (https://www.youtube.com). Melalui hal ini dapat diketahui bahwa
Perwakis menjadi bahan berita di media massa, dan cukup diminati masyarakat.
Perwakis memiliki harga tenggapan sekitar 30-35 juta hingga akhir tahun
2017 dan di tahun 2018 mencapai 45 juta. Artinya KSN mendapatkan imbalan
lebih dari 5 juta setiap kali pentas. Perwakis juga menerima beberapa tanggapan
dari kerabat atau orang-orang tertentu untuk dijalankan tanpa upah. Namun
demikian, jika dibandingkan dengan upah kerja yang didapatkan di waktu lainnya,
18
frekuensi pertunjukan tanpa upah tidak sebanding dengan banyaknya frekuensi
pertunjukan tarif normal.
Berdasarkan penjabaran pengertian di atas, yang dimaksud dengan loyalitas
peminat Perwakis adalah pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian
secara terus-menerus terhadap Perwakis.
2. Karakteristik loyalitas konsumen
Kotler dan Keller (2012) menjelaskan bahwa loyalitas dapat diterjemahkan
menjadi kesediaan pelanggan membayar harga yang lebih tinggi sehingga
penetapan merek menjadi alat yang berguna untuk mengamankan keunggulan
kompetitif. Hal inilah yang menjadikan bahwa menciptakan dan memelihara
konsumen saat ini penting dilakukan. Loyalitas menjadi ukuran yang dapat
diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan. Beberapa karakteristik
konsumen yang loyal menurut Griffin (2009) yaitu:
a. Melakukan pembelian berulang secara teratur. Konsumen melakukan
pembelian secara kontinyu pada suatu produk tertentu. Contoh: pencinta
motor Harley Davidson akan membeli motor Harley baru jika ada model
Harley Davidson yang terbaru, bahkan tidak hanya membeli tetapi mereka
juga mengeluarkan uang tambahan untuk mengubahnya sesuai dengan
keinginan mereka (Griffin, 2009). Pada penelitian ini, karakteristik
melakukan pembelian berulang secara teratur berarti kecenderungan
konsumen untuk menonton Perwakis secara berulang atau terus-menerus.
b. Membeli antar lini produk atau jasa (purchase across product and
service lines). Konsumen tidak hanya membeli jasa dan produk utama tetapi
19
konsumen juga membeli lini produk dan jasa dari perusahaan yang sama.
Contoh: konsumen tidak hanya membeli motor Harley Davidson saja, tetapi
mereka juga membeli aksesoris dari Harley Davidson untuk mempercantik
motor mereka (Griffin, 2009). Pada penelitian ini, karakteristik membeli
antar lini produk atau jasa berarti konsumen Perwakis tidak hanya menonton
secara terus-menerus melainkan juga membeli kaos penggemar, atau
mengkoleksi CD atau kaset pertunjukan, atau juga menyawer (memberi
uang pada pelaku pertunjukan untuk meminta lagu), dan sebagainya.
c. Mereferensikan kepada orang lain (refers other). Konsumen melakukan
komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) berkenaan dengan produk.
Contoh: seorang konsumen Harley Davidson yang sudah lama memakai
motor tersebut, menceritakan tentang kehebatan dan keunggulan dari motor
tersebut, kemudian setelah itu temannya tertarik untuk membeli motor
Harley Davidson karena mendengar cerita tersebut (Griffin, 2009). Dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan karakteristik mereferensikan pada
orang lain yaitu kemampuan konsumen untuk memberitakan keunggulan
Perwakis dan membuat orang lain tertarik pada Perwakis. Misalnya saja
suatu desa hendak menanggap wayang, semakin banyak orang
mereferensikan dan memberitakan keunggulan Perwakis maka akan
semakin besar keinginan mereka untuk menanggap dan menonton Perwakis.
d. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing (demonstrates
an immunity to the full of the competition). Konsumen menolak untuk
menggunakan produk atau jasa alternatif yang ditawarkan oleh pesaing.
20
Contoh: para pencinta motor Harley Davidson menolak untuk menggunakan
motor lain, bahkan mereka juga cenderung menolak untuk mengetahui ada
jenis-jenis motor lainnya (Grifin, 2009). Pada penelitian ini, karakteristik
menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing berarti
kecenderungan konsumen untuk menolak pertunjukan wayang selain
Perwakis karena bagi konsumen tersebut Perwakis adalah yang paling baik.
Menurut Mardalis (2005) loyalitas memiliki empat aspek yaitu kognitif,
afektif, konatif dan tindakan.
a. Kognitif. Pelanggan menggunakan informasi keunggulan suatu produk atau
produk lainnya. Hal ini lebih didasarkan pada karakteristik fungsional,
terutama biaya, manfaat dan kualitas. Jika ketiga hal tersebut tidak baik
maka pelanggan cenderung pindah ke produk lain.
b. Afektif. Aspek ini didorong oleh faktor kepuasan yang menjadikan
kesukaan dan menjadikan objek sebagai preferensi. Pelanggan yang puas
akan memiliki niat pembelian ulang yang tinggi. Pada aspek ini kerentanan
pelanggan banyak terfokus pada ketidakpuasan dengan merek, persuasi dari
pemasar maupun pelanggan merek lain, dan upaya mencoba produk lain.
c. Konatif. Aspek ini menunjukkan niat atau komitmen untuk melakukan
sesuatu. Niat merupakan fungsi pada masa sebelum konsumsi dan sikap
pada masa setelah konsumsi. Aspek ini mencakup komitmen mendalam
untuk melakukan pembelian. Hasil penelitian Mardalis (2005)
menggunakan model runtutan sikap: keyakinan-sikap-niat memperlihatkan
komitmen untuk melakukan (niat) menyebabkan preferensi pemilih untuk
21
tetap stabil selama 3 tahun. Komitmen menunjukkan keinginan untuk
melaksanakan tindakan.
d. Tindakan. Pada aspek konatif atau niat untuk melakukan akan berkembang
pada tindakan. Niat yang diikuti motivasi akan mengarah pada kesiapan
bertindak dan keinginn mengatasi hambatan. Pelanggan yang terintegrasi
penuh pada aspek tindakan dapat dihipotesiskan memiliki tingkat
kerentanan yang rendah untuk berpindah produk. Dengan kata lain, pada
aspek ini hanya sedikit peluang pelanggan untuk berpindah ke produk lain.
Berdasarkan pendapat mengenai karakteristik loyalitas, pendapat yang
dikemukakan oleh Griffin (2009) akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:
melakukan pembelian secara teratur, membeli antar lini produk atau jasa,
mereferensikan kepada orang lain, dan menunjukkan kekebalan terhadap tarikan
pesaing. Alasan penggunaan pendapat tersebut karena dapat mengungkapkan
karakteristik loyalitas dengan jelas beserta contohnya, selain itu setiap aspeknya
berdiri sendiri dan tidak bertahap. Dengan demikian akan memudahkan peneliti
dalam pembuatan skala.
3. Faktor-faktor loyalitas
Baker dan Susan (2008) menuliskan faktor-faktor yang mempengaruhi
loyalitas tergolong menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Faktor internal
loyalitas adalah individual personality (kepribadian individu), sedangkan faktor
eksternal loyalitas berupa: price (harga), quality (kualitas), service (layanan).
22
a. Faktor internal loyalitas (individual personality).
Individual Personality atau kepribadian individu mempengaruhi
perilaku konsumen karena setiap konsumen memiliki kepribadian yang
berbeda. Kepribadian setiap konsumen akan terlihat apabila dihadapkan
pada situasi yang sama. Kepribadian konsumen tersebut termasuk
kebiasaan individu, pola pikir, cara berbicara dan bertindak. Kebiasaan
individu dalam hal ini mencakup: antusiasme, ketepatan, keandalan dan
kebijakan. Keberagaman sifat dalam kepribadian konsumen akan
memperlihatkan berbagai macam variasi persepsi. Selain itu juga pola sifat,
respon, dan senstivitas yaitu kemampuan untuk merasakan kepekaan
terhadap stimuli yang berasal dari panca indra. Hal ini juga termasuk
memilah, menganalisis, dan mengambil keputusan. Karakter-karakter ini
berpengaruh terhadap keberagaman individu dan akan menyebabkan
perilaku pembelian ulang termasuk loyalitas konsumen.
Baker dan Susan (2008) menyebutkan bahwa keberagaman sifat
dalam kepribadian konsumen akan memperlihatkan berbagai macam variasi
persepsi, sehingga ketika konsumen dihadapkan pada situasi yang sama
setiap konsumen akan memperlihatkan kepribadian mereka. Kepribadian
dalam bahasa latin disebut personaliti yang berasal dari kata persona atau
topeng (Chaplin, 2002). Menurut Cattel dalam Hall dan Lindzey (1999)
kepribadian dipandang sebagai suatu hal yang dapat memungkinkan
prediksi tentang apa yang akan dilakukan individu dalam situasi tertentu
berkenaan pada perilaku yang menyeluruh baik perilaku yang tampak atau
23
tidak tampak. Larsen dan Buss (2002) menyebutkan bahwa kepribadian
merupakan sekumpulan trait psikologis dan mekanisme dalam diri individu
yang diorganisasikan, relatif bertahan dan mempengaruhi interaksi juga
adaptasi individu dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
sosial.
b. Faktor eksternal loyalitas (price, product quality, and service).
1) Price atau harga adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan
sejumlah kombinasi dari barang beserta layanannya. Faktor harga
berkaitan dengan loyalitas konsumen. Perusahaan harus mampu
menciptakan strategi penentuan harga yang tidak membebani konsumen.
Konsumen yang merasa mampu untuk membeli produk atau jasa yang
ditawarkan akan cenderung memilih dan melakukan pembelian ulang. Hal
ini berbeda ketika konsumen merasa tidak mampu dengan harga yang
ditawarkan oleh perusahaan. Mereka akan cenderung mencari harga yang
lebih murah pada produk yang sama.
2) Product quality (kualitas produk). Kualitas produk adalah suatu nilai dari
produk atau jasa dimana nilai produk atau jasa sesuai atau melebihi apa
yang diharapkan. Sehingga produk atau jasa tersebut dapat memenuhi
kebutuhan pemakainya. Kualitas yang baik dari suatu produk akan
menghasilkan kepuasan konsumen. Konsumen yang memperoleh
kepuasan atas produk atau jasa yang dibelinya cenderung melakukan
pembelian ulang produk yang sama.
24
3) Service (layanan). Kualitas pelayanan adalah keseluruhan ciri serta sifat
dari suatu produk atau jasa yang berpengaruh pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang diinginkan oleh konsumen. Ciri kualitas
pelayanan yang baik antara lain: kesigapan, keandalan, jaminan, perhatian
dan pemberian fasilitas fisik. Jika pelayanan diterima atau dirasakan oleh
konsumen sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas pelayanan
dipersepsikan sebagai kualitas yang memuaskan. Pelayanan yang baik
akan menghasilkan kepuasan konsumen, sehingga mereka akan
cenderung melakukan pembelian ulang produk atau jasa.
Berdasarkan penjelasan di atas, loyalitas seseorang digerakkan oleh tujuan
yang didorong secara internal dan eksternal. Kebutuhan individu untuk bertindak
atau melakukan sesuatu dari dalam diri tumbuh dari hasrat untuk terlibat dalam
kegiatan yang dihargai oleh karena kepuasan yang ditawarkan. Loeke dan Tony
(2005) menuliskan bahwa faktor dari dalam diri cenderung lebih memunculkan
energi yang lebih berkesinambungan daripada faktor dari luar. Permasalahan yang
terjadi pada loyalitas peminat Perwakis seperti yang dijelaskan pada bab
sebelumnya, lebih cenderung emosional dan terletak pada kepuasan dari
konsumennya. Berdasarkan hal tersebut, faktor internal dari loyalitas yaitu sifat
kepribadian menjadi perhatian dalam penelitian ini. Penelitian Davis (2000)
menunjukkan bahwa loyalitas merek konsumen dipengaruhi kepribadian
konsumen sebesar 26%. Hasil penelitian Lin (2010) menyatakan sifat kepribadian
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas (afektif) sebesar 53%, sifat
kepribadian juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas (tindakan)
25
sebesar 60%. Dengan demikian faktor internal dari loyalitas yang dituliskan oleh
Baker dan Susan (2008) akan digunakan dalam penelitian ini dengan alasan
berdasarkan penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa sifat kepribadian
sebagai faktor internal memberi pengaruh pada loyalitas, hanya saja keberagaman
sifat kepribadian memiliki nilai pengaruh yang berbeda terhadap loyalitas.
Sifat-sifat seperti apa yang dapat mempengaruhi loyalitas peminat
pertunjukan wayang akan dilihat dari fungsi pertunjukan wayang sebagai alasan
datangnya penonton. Sears (1986) menuliskan bahwa wayang kulit sebagai proses
aktivitas mistik atau olah batin. Filsafat dasar otoritas tradisi lokal dalang
meyakini seni pertunjukan sebagai kekuatan magis yang dapat digunakan untuk
ruwat atau pembangunan kembali harmoni kehidupan (Groenendael, 1987).
Selanjutnya pertunjukan wayang disebutkan oleh Kayam (2001) memiliki fungsi
yang berbeda pada dalang dengan pendidikan formal dan dalang populer.
Pertunjukan wayang pada dalang pendidikan formal memiliki otoritas fungsi
aktivitas seni estetik, jika pada dalang populer akan menempatkannya pada
hiburan, sedangkan penguasa Orde Baru mengotoritaskan seni pertunjukan
sebagai tontonan, tuntunan, dan tatanan. Sebagai tontonan, wayang
memperlihatkan seni pertunjukan yang kompleks dengan perpaduan antara seni
rupa, seni musik, dan seni bercerita. Sebagai tuntunan, terdapat banyak pesan
moral yang yang terkandung dalam wayang. Sebagai tatanan, wayang kulit
mampu menata kembali ajaran ajaran dalam individu, termasuk dalam menjalani
kehidupannya dan bernegara. Menurut Soetarno dalam Sutino (2009), didapatkan
mengenai keperluan orang menonton wayang kini cenderung dominan mengarah
26
pada tontonan, yang mana mereka datang sebagai sarana berkumpul, mencari
hiburan dan mengekspresikan kesenangan. Dengan demikian sifat kepribadian
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mereka yang cenderung senang
berkumpul yaitu sifat sosiabel, mencari hiburan tau kesenangan yaitu sifat
impulsif, dan mengekspresikan diri yaitu sifat ekspresif.
B. Sifat Sosiabel (Sociability)
1. Pengertian
Arti sosiabilitas atau sifat sosiabel sangat luas sebab istilah ini dapat
ditemukan di berbagai literatur yang berkaitan dengan ilmu sosial seperti
antropologi, sejarah, sosiologi, dan psikologi. Secara garis besar orang yang
bersedia untuk berbicara, membentuk hubungan dan terlibat dalam kegiatan
dengan orang lain misalnya keramahan atau kesukaan disebut sebagai sifat
sosiabel (Leach, dkk., 2007). Sosiabilitas merupakan istilah yang mengalami
penyesuaian dari sociability, yaitu keadaan untuk bertindak atau melakukan
sesuatu untuk menjadi sosiabel (http://www.merriam-webster.com). Sociability
memiliki sinonim atau derivasi istilah dari sociality dan sociable. Arti lain
mengenai sosiabilitas adalah bersedia untuk berbicara dan terlibat dalam kegiatan
dengan orang lain; atau sifat ramah (http://oxforddictionaries.com). Berdasarkan
beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat sosiabel adalah
sensitivitas rasa sosial.
27
2. Karakteristik
Karakteristik sociabilty menurut Eysenck (1975) tersusun dalam butir-butir
aitem dalam skala EPQ (Eysenck Personality Questionaire), di mana:
a. Sociability yang kuat atau memiliki skor tinggi cenderung suka keluar dari
kelompoknya untuk mencari orang lain, menyukai fungsi sosial seperti pesta
dan tarian. Orang sosiabel mudah bertemu dengan orang-orang dan bahagia
dalam situasi bersosialisasi.
b. Sebaliknya, untuk skor rendah, biasanya lebih memilih untuk cukup
memiliki teman-teman khusus, menikmati kegiatan sendiri seperti
membaca, mengalami kesulitan untuk mengetahui hal-hal yang dibicarakan
orang lain dan cenderung menarik diri dari kontak sosial yang menekan.
Contoh aitem sociability dalam skala EPQ “saya suka berada di tempat di mana
saya dapat bertemu banyak orang dan berbicara hal baru”, atau “saya merasa sedih
apabila dicegah untuk bertemu dengan teman-teman” (Eysenck, 1975).
Rosenberg dkk (1968) menunjukkan bahwa karakteristik sosiabilitas yaitu:
a) baik hati, b) bahagia, c) hangat, d) mudah bergaul. Leach dkk (2007)
menuliskan bahwa dalam banyak penelitian stereotip, sosiabilitas dinilai dengan
karakteristik: a) menyenangkan, b) hangat, c) ramah. Salahudin (2010)
menuliskan karakteristik sosiabilitas menggambarkan: a) orang yang bersahabat,
b) ramah, c) sopan, d) bijaksana, e) diplomatis, f) kemampuan bersosialisasi (yaitu
hangat, disukai, baik).
Dari uraian di atas karakteristik sifat sosiabel berdasarkan pendapat Eysenck
(1975) akan digunakan sebagai acuan, yang meliputi: banyak teman, suka
28
bergaul, menyukai kegiatan sosial, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru,
dan menyukai suasana ramah tamah. Alasan penggunaan pendapat Eysenck
(1975) karena memiliki aitem-aitem skala yang jelas dan teruji untuk
menggambarkan sifat sosiabel.
C. Sifat Impulsif (Impulsiveness)
1. Pengertian
Sifat impulsif atau impulsiveness didefinisikan sebagai melakukan hal
secara tiba-tiba tanpa perencanaan dan tanpa mempertimbangkan akibat yang
mungkin akan diterima (Cambridge Dictionary, 2013). Individu yang impulsif
merasa sulit menunggu untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan
(Dickman, 1990). Stedman (2005) mendefinisikan impulsiveness sebagai perilaku
yang diaktifkan oleh impuls daripada dikendalikan oleh alasan atau pertimbangan
yang matang. Daruna dan Barnes (1993) menyatakan impulsiveness sebagai
perilaku yang meliputi tindakan terlalu beresiko dan sering tidak sesuai dengan
situasi sehingga mengakibatkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Lebih jauh,
Evenden (1999) mendefinisikan impulsiveness sebagai tindakan yang kurang bisa
dipahami tanpa dipikirkan terlebih dahulu, terlalu beresiko dan tidak sesuai
dengan situasi yang sering mengakibatkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Pada umumnya, impulsif menunjukkan spontanitas dan kecenderungan untuk
bertindak sesuai keinginan mereka (Steel, 2007). Berdasarkan berbagai pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat impulsif adalah kecenderungan cepat
mengambil tindakan atas rangsangan atau dorongan yang dirasakan.
29
2. Karakteristik
Karakteristik impulsiveness menurut Eysenck (1975) tersusun dalam butir-
butir item dalam skala EPQ (Eysenck Personality Questionaire), di mana:
a. Impulsiveness yang kuat atau memiliki skor tinggi cenderung untuk
bertindak mendadak, membuat keputusan terburu-buru, sering bertindak
terlebih dahulu, dan biasanya riang, mudah berubah dan tak terduga.
b. Sedangkan impulsiveness yang lemah atau memiliki skor rendah
cenderung sangat hati-hati sebelum membuat keputusan, sistematis, tertib,
hati-hati, dan merencanakan hidup mereka.
Contoh item impulsiveness dalam skala EPQ “saya lebih menyukai aktivitas yang
mengalir begitu saja daripada yang sudah direncanakan sebelumnya”, atau “saya
suka melakukan hal-hal di mana saya harus bertindak cepat”.
Steel (2007) menyatakan impulsiveness memiliki dua karakteristik yaitu:
spontanitas dan rentang perhatian yang pendek.
a. Spontanitas: individu yang impulsif seringkali melakukan tindakan tanpa
memikirkan dampak yang mungkin timbul dari tindakannya tersebut.
Mereka melakukannya secara mendadak tanpa direncanakan terlebih
dahulu. Keinginan saat ini menjadi fokus utamanya. Mengingat bahwa
pikiran tentang masa depan bukan merupakan titik berat dalam keputusan
mereka, mereka seringkali mengupayakan kepuasan sesaat dan
mengesampingkan atau mengabaikan tanggung jawab jangka panjang
(Steel, 2007).
30
b. Rentang perhatian yang pendek: Impulsiveness merepresentasikan sistem
aktivasi perilaku yaitu Behavior Activation System atau BAS (Pickering,
dkk., 1997). BAS bertindak dalam memotivasi orang untuk mencari
pengalaman berharga. Namun, BAS yang terlalu aktif akan mengakibatkan
munculnya karakteristik tertentu seperti pengambilan keputusan yang
cepatdan rentang perhatian yang pendek, akibatnya tidak dapat
memfokuskan diri pada satu pekerjaaan (Steel, 2007).
Selain itu, Dickman (1990) membedakan impulsiveness menjadi dua yaitu
impulsiveness disfungsional dan fungsional.
a. Impulsiveness disfungsional didefinisikan sebagai kecenderungan untuk
bertindak tanpa pemikiran yang matang yang seringkali mengarahkan
subjek ke dalam kesulitan. Contoh impulsiveness disfungsional adalah
“sering saya tidak berfikir secara matang dalam mengambil tindakan atas
masalah yang sedang saya hadapi”.
b. Impulsiveness fungsional didefinisikan sebagai kecepatan bertindak dengan
pemikiran sedikit ketika situasi optimal. Contoh dari impulsiveness
fungsional adalah “saya pandai memaanfaatkan peluang tak terduga ketika
saya harus segera mengambil keputusan atau saya akan kehilangan
kesempatan”.
Kedua jenis impulsiveness di atas tidak muncul secara serentak. Hasil ini
memunculkan pendapat bahwa tidak selamanya impulsiveness membawa dampak
yang buruk. Individu yang memiliki impulsiveness yang tinggi melakukan tugas
31
yang lebih baik dengan dibutuhkannya perhatian dan pengambilan keputusan
yang cepat (Dickman, 1990).
Dari uraian di atas karakteristik sifat impulsif berdasarkan pendapat
Eysenck (1975) akan digunakan sebagai acuan, yang meliputi beberapa unsur
tingkah laku seperti: cenderung untuk bertindak mendadak, membuat keputusan
terburu-buru, sering bertindak terlebih dahulu, riang, dan tidak terduga. Alasan
penggunaan pendapat Eysenck (1975) karena memiliki aitem-aitem skala yang
jelas dan teruji untuk menggambarkan sifat impulsif, selain itu karakteristik
Eysenck telah mencakup pendapat Steel (2007) mengenai spontanitas dan rentang
perhatian yang pendek.
D. Sifat Ekspresif (Expressiveness)
1. Pengertian
Ekspresif adalah pola atau gaya yang berhubungan dengan emosi
(Halberstad dkk, 1995). Penelitian awal di bidang ekspresif sangat luas, namun
penelitian saat ini biasanya menggunakan definisi yang lebih sempit, seperti
"perbedaan individu sejauh mana orang secara lahiriah menunjukkan emosinya”
(Kring dan Smith 1994) atau “perubahan tingkah laku (misalnya wajah, postural)
yang biasanya menyertai emosi "(Gross dan John 1998). Ekspresif juga dikatakan
oleh Snyder (1974) sebagai kemampuan perilaku verbal dan nonverbal seseorang
untuk membuat isyarat sosial. Ekspresif merujuk pada tampilan luar dari emosi,
dari valensi (positif atau negatif) atau penyalurnya (wajah, vokal, atau gestural).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat ekspresif adalah
kecenderungan mengungkapkan cita rasa emosional secara terbuka.
32
2. Karakteristik
Eysenck (1975) menggolongkan expressiveness atau sifat ekspresif sebagai
salah satu dari tujuh sifat yang menyusun kepribadian ekstraversi. Karakteristik
expressiveness menurut Eysenck (1975) tersusun dalam butir-butir aitem dalam
skala EPQ (Eysenck Personality Questionaire), di mana:
a. Expressiveness yang kuat atau memiliki skor tinggi memiliki
kecenderungan umum untuk menampilkan emosi seseorang secara lahiriah
dan secara terbuka, apakah kesedihan, kemarahan, ketakutan, cinta atau
benci. Skor tinggi cenderung sentimental, simpatik, lincah dan demonstratif.
b. Expressiveness yang lemah atau memiliki skor rendah cenderung dingin,
terpisah, dan umumnya dikendalikan dalam hal ekspresi pikiran dan
perasaan mereka. Faktor ini, pada tingkat ekstrim akan mengacu pada
perilaku klasik yang disebut 'histeris' (Eysenck, 1975).
Contoh aitem expressiveness dalam skala EPQ “saya memperlihatkan raut muka
yang menggambarkan keadaan hati saya” atau “saya kesal saat melihat tokoh di
film tidak dapat menyelesaikan masalahnya”.
Gross dan John (1998) menemukan bukti model hierarkis di mana konsep
menyeluruh tentang ekspresivitas secara umum terdiri dari tiga domain: a)
ekspresivitas emosional inti, b) kepercayaan terhadap ekspresi emosi, c)
kemampuan untuk menutupi emosi. Allport (dalam Hall, 1993) meneliti aspek-
aspek ekspresif tingkah laku sebagai jalan untuk mempelajari sumber-sumber
penting motivasi dan konflik dalam diri individu. Tingkah laku ekspresif dapat
diklasifikasikan menurut tipe perbuatan yang dilakukan misalnya: ekspresi wajah,
33
gaya berjalan, suara, dan tulisan tangan. Berdasarkan penelitiannya Allport (dalam
Hall, 1993) mengelompokkan tiga aspek ekspresif:
a. Pertama yaitu kelompok area, yang meliputi variabel-variabel seperti: area
seluruh tulisan, area gambar-gambar pada papan tulis, area luas kaki,
overtimasi sudut-sudut, dan panjangnya garis pada self-rating. Faktor ini
adalah sejenis keluasan motorik (motor expansiveness).
b. Kedua disebut kelompok sentrifugal meliputi variabel-variabel seperti:
overestimasi jarak dari tubuh dengan menggunakan lengan kaki, luas
kubus, kecepatan berbicara, anderestimasi berat, anderestimasi jarak ke
arah tubuh dengan tangan. Selanjutnya faktor ini diinterpretasikan sebagai
“kecenderungan ke luar” yang bersifat umum, kebebasan, ekstroversi
gerakan ekspresif, kebalikan dari gerakan tertutup, terkekang dan serba
teratur.
c. Kelompok ketiga disebut kelompok tekanan. Meliputi variabel-variabel
seperti intensitas suara, gerakan selama berbicara, tekanan tulisan, tekanan
ketukan, overestimasi sudut-sudut, dan sebagainya. Para peneliti
menyimpulkan bahwa faktor ini relatif heterogen, tetapi faktor tekanan
yang umum ini mendasari sebagian besar variabel. Tekanan atau tegangan
fisik ternyata hanya merupakan bagian dari kecenderungan yang lebih luas
dan lebih bersifat psikologis untuk melakukan gerakan-gerakan empatik.
Dari uraian di atas karakteristik sifat ekspresif berdasarkan pendapat
Eysenck (1975) akan digunakan sebagai acuan, yang meliputi beberapa unsur
tingkah laku seperti: mengungkapkan cita rasa emosional secara terbuka (sedih,
34
senang, takut, dan sebagianya), cenderung sentimental, simpatik atau penuh
perasaan, lincah, dan demontratif. Alasan penggunaan pendapat Eysenck (1975)
karena memiliki aitem-aitem skala yang jelas dan teruji untuk menggambarkan
sifat ekspresif. Kelompok aspek dalam penelitian Allport (dalam Hall, 1993) tidak
digunakan karena merupakan hasil dari penelitian khusus mengenai konsistensi
gerakan ekspresif, sedangkan dalam penelitian ini karakteristik yang akan diukur
lebih mengarah pada pemikiran mengenai ungkapan cita rasa emosional secara
umum.
E. Pengaruh Sifat Sosiabel terhadap Loyalitas Peminat Perwakis
Pertunjukan wayang kulit lahir sebagai budaya Jawa yang mana dalam
pertunjukan ini orang-orang akan berkumpul di malam hari untuk menikmati
tontonan secara bersama-sama. Falsafah mengenai „mangan ora mangan sing
penting kumpul‟ yang berarti harus selalu membentuk hubungan dengan
berinteraksi dengan sesama dan juga memikul tanggungan satu sama lain,
merupakan gambaran sifat sosiabel (sociabillity) yang kental dalam budaya timur.
Orang-orang sosiabel suka melakukan hubungan dengan orang lain dengan
berinteraksi dan melakukan fungsi sosial (Eysenck, 1975).
Sifat sosiabel adalah sensitivitas rasa sosial. Karakteristik sifat sosiabel
yaitu: banyak teman, suka bergaul, menyukai kegiatan sosial, mudah beradaptasi
dengan lingkungan baru dan menyukai kegiatan ramah tamah (Eysenck, 1975).
Karakteristik loyalitas yaitu: melakukan pembelian secara teratur, membeli antar
lini produk atau jasa, mereferensikan kepada orang lain, dan menunjukkan
kekebalan terhadap tarikan pesaing (Griffin, 2009).
35
Karakteristik „banyak teman‟ pada sifat sosiabel memiliki indikator seperti:
menyukai waktu ketika berada di kerumunan, suka bergaul dengan banyak orang
dan terhibur saat bersama teman-teman dekat. Dalam menonton Perwakis, para
peminat suka berkerumun bersama keluarga atau orang-orang dekat, atau juga
berkenalan secara langsung di tempat pertunjukan. Orang sosiabel berkerumun
dan membuat teman baru untuk dapat melakukan interaksi sosial sambil
menikmati pertunjukan. Karakteristik ini diperkirakan mampu mempengaruhi
loyalitas karena adanya keramaian pada saat Perwakis berlangsung tersebut akan
memberikan kesenangan pada orang-orang yang bersifat sosiabel sehingga akan
cenderung melakukan pembelian ulang atau menonton kembali.
Karakteristik „suka bergaul‟ pada sifat sosiabel memiliki indikator seperti:
menyukai humor berlebihan atau juga menertawakan satu sama lain, suka
bercerita dan membuat lelucon dalam kelompok teman, suka menghabiskan
malam dengan teman seperti menyanyi bersama atau menonton bersama. Dalam
konteks penelitian ini, para peminat Perwakis memiliki alasan utama untuk
menyukai Perwakis karena bentuk sajiannya yang menghibur, banyak humor
ringan juga ledekan-ledekan yang terselip dalam adegan-adegan wayang. Selain
itu, kisah-kisah dalam pewayangan sangat kental dengan budaya timur yang mana
pertemanan adalah hal yang sangat dijunjung. Dengan demikian peminat Perwakis
akan cenderung melakukan pembelian ulang karena apa yang disukai akan
didapatkan pada saat pertunjukan berlangsung.
Karakteristik „menyukai kegiatan sosial‟ pada sifat sosiabel memiliki
indikator seperti: ingin menjadi bagian dari kelompok - kelompok grup, suka
36
berpergian. Bagi anggota klub penggemar Perwakis, menyukai kegiatan sosial
menjadi salah satu model agenda yang telah dirancang. Para penggemar Perwakis
membuat kegiatan bersama seperti bakti sosial, penggalangan dana, nonton
bersama, dan sebagainya. Para penggemar cenderung memiliki jiwa berkelompok
dan bepergian, secara tidak langsung orang-orang dengan kebutuhan yang sama
terwadahkan dalam kelompok penggemar sehingga kecenderungan untuk
merangsang pembelian ulang selalu terkondisikan oleh keadaan kelompok.
Karakteristik „mudah beradaptasi‟ pada sifat sosiabel memiliki indikator
seperti: suka mencoba untuk berbicara atau bertanya kepada orang, santai dan
percaya diri ketika berada di tempat baru, senang mengenalkan diri pada orang-
orang sekitar. Orang-orang sosiabel dengan karakteristik ini berpotensi pada
loyalitas sebab akan terpengaruh dan terkondisikan oleh peminat yang mayoritas
kini cenderung memilih Perwakis. Kemampuan beradaptasi dapat membuat ia
merasakan kesenangan dari suasana yang dikondisikan Perwakis dan selanjutnya
dapat mereferensikan Perwakis pada orang lain.
Karakteristik „menyukai ramah tamah‟ pada sifat sosiabel memiliki
indikator seperti: suka berada di tempat yang mana dapat bertemu banyak orang
dan berbicara hal baru, suka membuat obrolan dalam waktu yang lama. Orang-
orang sosiabel yang memiliki karakter ramah tamah memiliki kemampuan untuk
berbicara dan membuat obrolan, sehingga bentuk Perwakis yang kini sedang
diminati akan menjadi bahan pembicaraan yang hangat untuk dibahas. Orang-
orang pecinta pertunjukan wayang yang menyukai kegiatan ramah tamah biasanya
tidak lepas untuk memperbincangkan Perwakis yang kini sedang naik daun,
37
orang-orang tersebut membahas bagaimana pertunjukannya bisa diminati, apa saja
kiat-kiat yang dilakukan KSN sehingga pertunjukannya mudah diterima, dan
sebagainya. Sehingga, dalam konteks loyalitas orang-orang tersebut sangat
berpotensi untuk melakukan referensi produk.
Berdasarkan penelitian Lau dan Ng (2001), kepribadian dan nilai yang lebih
berorientasi sosial akan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk
memegang niat WOM yang positif dan nantinya mengarah pada loyalitas.
Analisis mengenai hubungan sosial dapat digunakan untuk memahami bagaimana
pikiran orang lain memengaruhi sikap loyalitas konsumen (Russel, dkk., 2013).
F. Pengaruh Sifat Impulsif terhadap Loyalitas Peminat Perwakis
Orang-orang bersifat impulsif biasanya melakukan hal secara tiba-tiba tanpa
perencanaan dan tanpa mempertimbangkan akibat yang mungkin akan diterima
(Dickman, 1990). Sifat impulsif dalam penelitian ini disimpulkan sebagai
kecenderungan cepat mengambil tindakan atas rangsangan dan dorongan.
Karakteristik sifat impulsif yaitu: cenderung untuk bertindak mendadak, membuat
keputusan terburu-buru, sering bertindak terlebih dahulu, riang, dan tak terduga
(Eysenck, 1975). Loyalitas memiliki karakteristik: melakukan pembelian secara
teratur, membeli antar lini produk atau jasa, mereferensikan kepada orang lain,
dan menunjukkan kekebalan terhadap tarikan pesaing (Griffin, 2009).
Karakteristik „bertindak mendadak‟ pada sifat impulsif memiliki indikator
seperti: spontan dan tidak merencanakan terlebih dahulu sebelum melakukan
sesuatu, juga membuat keputusan dengan cepat. Orang-orang impulsif yang
bertindak mendadak akan lebih mudah untuk secara spontan melakukan
38
pembelian. Misalnya seseorang peminat Perwakis dengan sifat impulsif ketika di
malam hari diajak untuk menonton wayang bersama, ia cenderung mau
menanggalkan pekerjaannya dan lebih memilih untuk pergi menikmati hiburan
dan melampiaskan kesenangannya. Orang yang cenderung bertindak mendadak
juga berpotensi pada pembelian antar lini produk, misalnya menyawer ketika ia
ingin memperlihatkan dirinya saat Perwakis berlangsung. Dengan menyawer
maka namanya akan dibacakan di panggung kemudian lagu yang diminta akan
dinyanyikan. Selain menyawer, orang-orang yang cenderung spontan dan
membuat keputusan yang cepat akan cenderung dapat mereferensikan produk
yang disukai secara mayoritas atau umum tanpa memikirkan pertimbangan yang
berlebih, seperti harga yang tinggi, antrian tanggal menanggap Perwakis yang
cukup padat dan sebagainya.
Karakteristik „lebih mengutamakan tindakan‟ pada sifat impulsif memiliki
indikator seperti: beranggapan membuat keputusan dengan benar, membeli barang
yang seharusnya tidak dibeli, mengutamakan kesenangan hidup tanpa berpikir
mendalam mengenai tindakan yang dilakukan. Para peminat Perwakis yang
memiliki sifat mengutamakan tindakan dan cenderung tidak berpikir panjang akan
cenderung berpotensi melakukan pembelian ulang terutama menonton secara
langsung maupun live streaming karena lebih mengutamakan kesenangan hidup.
Bagi orang impulsif, menonton hiburan menambah kesenangan hidup dan jika
diberi kesempatan lebih baik dilakukan sebelum menyesalinya. Orang yang
mengutamakan tindakan juga sering membeli barang yang seharusnya tidak
dibeli, contoh yang paling sering dilakukan penggemar adalah pembelian kuota
39
yang habis digunakan untuk menonton live streaming PWKS, pembelian produk
lain seperti kaos penggemar, stiker, tas, ataupun jaket juga dapat dilakukan oleh
orang-orang yang cenderung mengutamakan tindakan daripada berfikir panjang
dan merancang pembelian.
Karakteristik „terburu-buru‟ pada sifat impulsif memiliki indikator seperti:
melakukan tindakan tanpa pertimbangan kelebihan dan kekurangannya, dengan
cepat memutuskan suka atau tidak suka, juga menyukai hal-hal di mana individu
harus bertindak cepat. Jika banyak berpikir maka penanggap cenderung tidak
membeli Perwakis karena mahal, namun kenyataannya transaksi pembelian
banyak, dan hingga kini beberapa penanggap bersedia untuk antri mendapatkan
tanggal dari pihak Perwakis agar dapat dilaksanakan. Dengan demikian orang
yang cenderung terburu-buru dan tidak berpikir panjang memiliki potensi sebagai
pembeli secara terus menerus. Demikian juga bagi penontonnya, sifat yang
terburu-buru dan mudah memutuskan tanpa pertimbangan tentu dilakukan oleh
peminat Perwakis tanpa memikirkan resiko seperti meninggalkan keluarga di
malam hari ataupun ada pekerjaan di pagi hari.
Karakteristik riang pada sifat impulsif memiliki indikator seperti: suka
membicarakan barang-barang kesukaan, menyukai aktivitas yang mengalir begitu
saja daripada yang sudah direncanakan sebelumnya, menyukai kejutan menarik.
Karakteristik „riang‟ yang dimiliki oleh orang-orang impulsif memiliki
kecenderungan untuk terus melakukan pembelian ulang terhadap Perwakis. Orang
impulsif akan cenderung mengutamakan kesenangan daripada aktivitas yang
dirancang sedemikian rupa. Orang impulsif cenderung spontan untuk mencari
40
hiburan dan menambah kesenangan hidup, bertemu dangan teman-teman juga
menambah kenikmatan hidup dengan menikmati Perwakis. Orang-orang yang
riang juga senang untuk membicarakan barang kesukaannya. Sehingga jika ini
berupa produk maka orang-orang tersebut berpotensi sebagai pelaku WOM positif
atau mereferensikan pada orang lain mengenai Perwakis.
Karakteristik „tidak terduga‟ pada sifat impulsif memiliki indikator seperti:
mengubah keinginan dengan mudah, sering mengalami kebuntuan berpikir,
mudah terbawa oleh gagasan yang menarik, tidak sabar. Berdasarkan pengamatan
dan pembicaraan orang-orang yang menyukai pertunjukan wayang, Perwakis
dianggap sebagai salah satu pertunjukan wayang klasik namun inovatif dan
diminati. Dengan demikian individu pecinta pertunjukan wayang akan cenderung
menyukai ide-ide cerita pertunjukan yang disajikan oleh Perwakis. Orang-orang
yang memiliki sifat tidak sabar juga cenderung memilih Perwakis sebagai sajian
yang lengkap dengan aturan waktu yang pasti dan sesuai (tidak lebih tidak
kurang), dibandingkan dengan pertunjukan wayang klasik yang penuh makna
ataupun sastra yang tinggi yang cenderung menyelesaikan cerita dengan waktu
yang lama. Perwakis memiliki pembagian waktu yang tepat dengan gambaran
sebagai berikut: pada jam 21.30 – 23.00 adegan negara dan permasalahan, pukul
23.00-00.30 hiburan, pukul 00.30-02.00 atraksi permainan wayang dan isi cerita,
pukul 02.00-03.00 hiburan, pukul 03.00-04.00 penyelesaian masalah. Bagi orang
tidak sabar yang mengerti kemasan pertunjukan ini, akan cenderung memilih
menonton Perwakis dari pada menonton pertunjukan wayang lain yang
memberatkan makna, atau pertunjukan wayang lainnya lagi yang mengutamakan
41
hiburan dibanding cerita. Dengan demikian, peminat yang impulsif yang tidak
terduga dapat berpotensi untuk melakukan pembelian ulang pada Perwakis yang
terkondisikan dengan banyaknya inovasi atau gagasan-gagasan menarik pada
pertunjukannya.
Gray (1987) menyatakan bahwa orang-orang impulsif mengalami kesulitan
untuk berhenti dan menyesuaikan aktivitas yang sedang berjalan. Choi dan Kim
(2004) meneliti tentang loyalitas pemain game online, dan hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa semakin impulsif pemain game maka ia akan semakin loyal
pada game tersebut. Ini berarti bahwa individu yang memiliki sifat impulsif
cenderung kesulitan untuk mengatur dan membatasi kegiatan yang sering
dilakukan terutama pada kesenangan sehingga diperkirakan mengarah pada
loyalitas.
G. Pengaruh Sifat Ekspresif terhadap Loyalitas Peminat Perwakis
Para maniak yang menaruh minatnya terhadap sesuatu dalam tingkat
ekstrem seperti penggemar kendaraan khusus dengan berbagai aksesorisnya, atau
penggemar sepak bola yang biasanya senang berteriak, menata rambut, merias
muka, membeli aksesori dan properti untuk melampiaskan sifat ekspresif dalam
dukungan di lapangan, akan cenderung setia pada objek kesayangan (Schiffman
dan Kanuk, 2000). Orang-orang yang ekspresif cenderung mudah menunjukkan
emosinya secara lahiriah (Kring dan Smith, 1994). Penonton pertunjukan wayang
sejak dahulu kala merupakan orang-orang ekspresif dan telah digambarkan dalam
sastra Arjunawiwaha bahwa orang yang menonton wayang, menangis, terpesona
42
dan sedih meskipun tahu bahwa yang ditonton hanyalah kulit yang dipahat
(Haryanto, 1988).
Sifat ekspresif yaitu kecenderungan mengungkapkan cita rasa emosional
secara terbuka. Karakteristik sifat ekspresif yaitu: terbuka (mengungkapkan sedih,
senang, takut, dan sebagianya), cenderung sentimental, simpatik atau penuh
perasaan, lincah, dan demontratif (Eysenck, 1975). Loyalitas memiliki
karakteristik: melakukan pembelian secara teratur, membeli antar lini produk atau
jasa, mereferensikan kepada orang lain, dan menunjukkan kekebalan terhadap
tarikan pesaing (Griffin, 2009).
Karakteristik „terbuka‟ pada sifat ekspresif memiliki indikator seperti:
mudah tertawa dengan keras saat menyaksikan atau mendengar hal lucu dalam
pertunjukan atau drama, memperlihatkan raut muka yang menggambarkan
keadaan hati, secara spontan mengatakan kata-kata kasar saat merasa kesal.
Orang-orang ekspresif yang cenderung memiliki karakteristik terbuka akan
dengan mudah menggambarkan keadaan hati. Keterbukaan ini dapat memberikan
pancingan pada orang lain untuk tertarik dan menyukai apa yang ia sukai. Orang-
orang seperti ini harus dibuat senang hatinya sehingga ia akan memberikan
dampak baik dan melakukan WOM positif untuk mereferensikan produk. Orang-
orang ekspresif biasanya juga berkomentar pada live streaming dengan emoticon
menunjukkan kepuasannya. Jika konsumen puas maka hal ini akan sangat
berdampak baik bagi perusahaan karena kepuasannya secara otomatis
memberikan energi untuk menonton kembali. Dengan demikian Perwakis yang
dapat menghibur juga menenggelamkan penonton pada cerita terutama bagi para
43
penonton yang ekspresf, tidak perlu merayu atau mempromosikan kembali, hanya
saja Perwakis harus mempertahankan kualitasnya.
Karakteristik „sentimental‟ pada sifat ekspresif memiliki indikator seperti:
mudah marah namun hanya sesaat, mudah kesal saat melihat hal-hal yang idak
disukai, cenderung melebih-lebihkan. Orang-orang yang sentimental dapat
dimanfaatkan sebagai promotor handal untuk memperluas pembelian produk.
Orang sentimental mudah kesal saat melihat hal yang tidak disukai namun
sebaliknya akan cenderung melebih-lebihkan terhadap kesenanganya atau apa
yang disukainya. Salah satu pengamatan yang dilakukan peneliti, bahwa peminat
Perwakis memiliki standar kualitas lengkap layaknya Perwakis, sehingga di
pertunjukan wayang lain, peminat Perwakis dengan mudah meremehkan dan
mengatakan jelek atau tidak menarik. Orang-orang ini memiliki kekebalan
terhadap produk pesaing karena standar kualitas dan kesenangan hanya terwujud
pada produk Perwakis saja, sehingga pertunjukan wayang lain pun menjadi
dianggap memiliki kualitas di bawah Perwakis.
Karakteristik „simpatik‟ pada sifat ekspresif memiliki indikator seperti:
mudah terbawa perasaan dan meneteskan air mata saat tersentuh atau bersedih,
mudah memberi tahu teman ketika melakukan kesalahan. Pada karakteristik ini,
kemampuan Perwakis untuk membuat penonton terhanyut pada cerita akan
membuat orang-orang ini dapat melampiaskan perasaannya. Pada kisah-kisah
kerakyatan Perwakis cenderung memberatkan hiburan dan kerakyatan, namun di
cerita perang Baratayuda, Perwakis memberikan sajian yang menitikberatkan pada
cerita, drama dan perasaan sedih, tegang, haru dan sebagainya. Oleh karenanya,
44
Perwakis memberikan kepuasan pada orang-orang sentimental sehingga secara
pribadi mereka senang untuk menonton kembali. Orang-orang simpatik juga
berperan sebagai promotor produk, sebab cenderung tidak ingin kerabat atau
kelompoknya rugi dalam menonton wayang dengan biaya yang besar. Dengan
demikian pandangan terhadap Perwakis yang memberikan kepuasan pada
perasaannya akan membuat ia mereferensikan produk terhadap kerabat.
Karakteristik „lincah‟ pada sifat ekspresif memiliki indikator seperti: tidak
malu untuk tampil, percayadiri, memiliki anggapan harus bergembira dan
bersenang-senang sebelum mati. Peminat Perwakis dalam kategori maniak artinya
sebagai anggota PWKS yang mengutamakan digelarnya Perwakis secara terus
menerus adalah para ekspresif yang tergolong lincah. Orang-orang yang
cenderung lincah dapat menunjukkan loyalitas dengan kehadiran yang terlihat
dengan menonton di atas panggung, membantu kebutuhan-kebutuhan mendadak
di panggung. Peminat Perwakis yang tergolong lincah cenderung percaya diri dan
mengutamakan kegembiraan untuk bergabung dengan kelompok dan
mempromosikan Perwakis. Orang-orang ekspresif yang lincah sangat berpotensi
untuk malakukan pembelian ulang, membeli produk lini Perwakis, mereferensikan
produk, juga menujukkan kekebalan terhadap produk pesaing.
Karakteristik „demonstratif‟ pada sifat ekspresif memiliki indikator seperti:
suka bermain „caci-maki‟ atau „saling mengejek‟ dengan teman-teman, mudah
untuk mendiskusikan masalah pribadi, menyukai inovasi. Sifat ekspresif dalam
karakteristik domonstartif digambarkan memiliki sifat suka berpendapat, mudah
menceritakan masalah, dan menyukai inovasi. Maka orang-orang dengan sifat
45
seperti ini akan menyukai humor-humor ringan dalam Perwakis juga bentuk kritik
yang sering disampaikan KSN sebagai dalang mewakili pesan masyarakat
terhadap pemerintah. Kesesuaian akan bentuk demonstratif pada Perwakis dengan
diriya secara pribadi akan membuat kepuasan yang berakhir pada pembelian
ulang. Orang-orang demonstratif yang kritis juga dengan mudah menyampaikan
alasan kekebalannya terhadap produk pesaing, dan cenderung bertahan pada
produk yang memberikan kesenangan pada dirinya.
Menurut Dick dan Basu (1994) konsumen yang fungsi dominannya
bermanifestasi sebagai komponen emosional (yakni nilai-ekspresif atau
egodefensif) cenderung menunjukkan kesetiaan yang lebih nyata yaitu sikap dan
perilaku loyalitas, daripada konsumen yang fungsi utamanya tidak bergantung
pada emosi yaitu pengetahuan dan utilitarian. Ekspresifitas nilai memiliki
hubungan dengan kesetiaan emosional (loyalitas) karena keterikatan emosional
yang dimiliki konsumen terhadap objek tertentu (Tajfel, 1972). Temuan Russel,
dkk (2013) menggarisbawahi mengenai perusahaan butuh untuk menciptakan nilai
emosional (ekspresif) bagi konsumen ketika loyalitas merupakan hasil bisnis yang
penting bagi perusahaan tersebut.
H. Pengaruh Sifat Sosiabel, Impulsif, dan Ekspresif secara Bersama-sama
terhadap Loyalitas Peminat Perwakis
Berdasarkan penelitian Lau dan Ng (2001), kepribadian dan nilai yang lebih
berorientasi sosial akan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk
memegang niat WOM yang positif dan nantinya mengarah pada loyalitas. Secara
46
garis besar peminat Perwakis yang memiliki kebutuhan berinteraksi dengan
sesama teman akan cenderung melakukan pembelian secara teratur dan senang
untuk kembali datang menonton Perwakis. Para penggemar yang suka bergaul
juga cenderung mencari berbagai kegiatan untuk dapat berinteraksi, sehingga
memiliki ketertarikan untuk terus menonton Perwakis. Orang-orang dengan sifat
sosiabel yang menyukai kegiatan ramah tamah biasanya senang berkumpul dan
menikmati humor-humor ringan, membicarakan dan membahas sesuatu seperti
kesukaan bersama-sama, memberi referensi dan merekomendasi, hal ini
berkenaan dengan salah satu karakteristik loyalitas yaitu mereferensikan pada
orang lain. Dengan demikian penggemar dengan sifat sosiabel diprediksikan akan
cenderung loyal dan menyukai kehadiran juga keberlanjutan Perwakis.
Choi dan Kim (2004) meneliti tentang loyalitas pemain game online, dan
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin impulsif pemain game maka ia
akan semakin loyal pada game tersebut. Seperti halnya pemain video game,
semakin impulsif pemain maka semakin besar loyalitas dan keinginannya untuk
bertahan menjadi pemain agar mendapatkan reward atau hadiah untuk menunjang
kesenangannya bermain game di level selanjutnya. Demikian pula para
penggemar Perwakis yang menyukai pertunjukan wayang sebagai pelampiasan
kesenangannya, ketika keinginannya untuk sekedar mencari kesenangan dapat
terpenuhi dengan bertemu dalang atau sinden idola atau mencari hiburan canda
dan tawa oleh pelawak, maka mereka akan cenderung loyal untuk menonton
kembali. Penggemar Perwakis dengan sifat impulsif yang selalu terburu-buru
47
biasanya cepat untuk mengambil keputusan dengan referensi singkat dengan dasar
membuat mereka senang.
Tajfel (1972) menuliskan bahwa ekspresifitas memiliki hubungan dengan
kesetiaan emosional (loyalitas) karena keterikatan emosional yang dimiliki
konsumen terhadap sekelompok orang tertentu. Penelitian Dick dan Basu (1994)
menyebutkan konsumen yang fungsi dominannya bermanifestasi sebagai
komponen emosional (yakni nilai-ekspresif atau egodefensif) cenderung
menunjukkan kesetiaan yang lebih nyata yaitu sikap dan perilaku loyalitas,
daripada konsumen yang fungsi utamanya tidak bergantung pada emosi yaitu
pengetahuan dan utilitarian. Dalam Perwakis, penggemar yang mengatas namakan
dirinya sanggota klub biasanya mengekspresikan diri secara terbuka, seperti
mengenakan kaos atau asesoris lain untuk memperlihatkan identitasnya sebagai
anggota kelompok saat menonton Perwakis. Dengan demikian orang-orang yang
mengkspresikan dirinya secara terbuka cenderung melakukan karakteristik
loyalitas salah satunya membeli lini produk atau jasa. Para penggemar yang
ekspresif juga cenderung memperlihatkan raut muka sesuai pesan ekspresi yang
disampaikan dalam pertunjukan, bahkan dapat menunjukkan sentimental dengan
berkomentar dengan suara keras di tengah adegan pertunjukan wayang baik itu
kekecewaan atau kesukaan. Para penggemar tersebut juga dapat tertawa terbahak-
bahak. Penggemar cenderung bersifat sentimental akan cenderung setia menonton
atau pada karakteritik loyalitas disebut dengan melakukan pembelian ulang.
Penggemar yang ekpresif yang cenderung lincah biasanya menjadi orang-orang
yang dikenal dalam kelompok penggemar sehingga akan menunjukkan
48
kesetiaannya pula terhadap Perwakis dan memiliki kekebalan dari produk pesaing.
Penggemar dengan sifat ekspresif yang cenderung demontratif menuliskan
komentar, usulan pada live streaming sehingga cenderung lebih sering untuk
menonton kembali, juga membicarakannya pada orang lain termasuk
mereferensikan produk.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diketahui sifat sosiabel diprediksikan
mempengaruhi loyalitas peminat Perwakis, sifat impulsif mempengaruhi loyalitas
peminat Perwakis, sifat ekspresif mempengaruhi peminat Perwakis. Sehingga
setiap variabel independen memiliki pengaruh masing-masing terhadap loyalitas
peminat Perwakis sebagai variabel dependen. Apabila setiap variabel independen
memiliki pengaruh terhadap variabel dependen, maka diperkirakan ketiga
prediktor tersebut memiliki pengaruh secara simultan terhadap kriterium. Artinya
sifat sosiabel, sifat impulsif, dan sifat ekspresif memiliki pengaruh secara
bersama-sama terhadap loyalitas peminat Perwakis.
I. Landasan Teori
Loyalitas merupakan kunci untuk mencapai kesuksesan perusahaan.
Bagaimanapun, biaya melayani konsumen loyal akan lebih murah dari pada
mencari konsumen baru. Konsumen yang loyal bisa jadi membayar harga yang
lebih mahal dan mampu mempromosikan perusahaan kepada orang lain (word of
mouth) sehingga mengurangi biaya pemasaran dan diuntungkan dengan
meluasnya pelanggan (Reinartz dan Kumar, 2012). Loyalitas sebagai kondisi di
mana pelanggan memiliki sikap positif terhadap suatu objek, mempunyai
komitmen pada objek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa
49
mendatang (Mowen dan Minor, 1998). Karakteristik loyalitas menurut Griffin
(2009) antara lain: melakukan pembelian secara teratur, membeli di luar lini
produk/jasa, mereferensikan kepada orang lain, dan menunjukan kekebalan dari
daya tarik pesaing (tidak mudah terpengaruh oleh daya tarik produk sejenis dan
pesaing). Baker dan Susan (2008) menuliskan faktor-faktor yang mempengaruhi
loyalitas salah satunya adalah individual personality, yang mana setiap orang akan
menentukan perilakunya ketika dihadapkan pada situasi yang sama. Disebutkan
bahwa keberagaman sifat dalam kepribadian konsumen akan memperlihatkan
berbagai macam variasi persepsi, sehingga ketika konsumen dihadapkan pada
situasi yang sama setiap konsumen akan memperlihatkan kepribadian mereka.
Dengan demikian ragam sifat kepribadian setiap orang akan menunjukkan
tingkatan loyalitas yang berbeda satu sama lain.
Sifat-sifat seperti apa yang dapat mempengaruhi loyalitas peminat
pertunjukan wayang akan dilihat dari fungsi pertunjukan wayang. Menurut
Kayam (2001), sejak Orde Baru seni pertunjukan diotoritaskan sebagai tontonan,
tuntunan, dan tatanan. Namun kini pertunjukan sebagai industri lebih mengarah
pada fungsi tontonan atau hiburan. Menurut Soetarno dalam Sutino (2009),
didapatkan mengenai ketertarikan utama orang menonton wayang pada generasi
masa kini cenderung mengarah pada tontonan, yang mana mereka datang pada
pertunjukan wayang untuk sarana berkumpul, mencari hiburan dan
mengekspresikan kesenangan. Dengan demikian sifat kepribadian yang digunakan
dalam pelitian ini adalah sifat yang sejalan dengan kecenderungan senang
50
berkumpul yaitu sifat sosiabel, mencari hiburan atau kesenangan yaitu sifat
impulsif, dan mengekspresikan diri yaitu sifat ekspresif.
Sifat sosiabel adalah sensitivitas rasa sosial. Karakteristik sifat sosiabel
yaitu: banyak teman, suka bergaul, menyukai kegiatan sosial, mudah beradaptasi
dengan lingkungan baru dan menyukai kegiatan ramah tamah (Eysenck, 1975).
Salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas adalah kepribadian individu
(Susan dan Baker, 2008) dalam hal ini adalah sifat sosiabel yang mana apabila
sifat konsumen lebih berorientasi sosial akan cenderung senang berkumpul dan
membicarakan produk dengan orang lain, hal ini terkait dengan karakteristik
loyalitas pertama dan ketiga yaitu melakukan pembelian ulang dan
mereferensikan produk.
Sifat impulsif adalah kecenderungan cepat mengambil tindakan atas
rangsangan dan dorongan. Karakteristik sifat impulsif yaitu: cenderung untuk
bertindak mendadak, membuat keputusan terburu-buru, sering bertindak terlebih
dahulu, riang, mudah berubah dan tak terduga (Eysenck, 1975). Salah satu faktor
yang mempengaruhi loyalitas adalah kepribadian individu (Susan dan Baker,
2008) dalam hal ini adalah sifat impulsif dalam arti cenderung bertindak
mendadak dan mengutamakan tindakan, berpotensi untuk menjadi peminat yang
loyal terutama pada karakteristik pembelian antar lini produk atau jasa.
Penggemar Perwakis dengan sifat impulsif yang selalu terburu-buru biasanya
cepat untuk mengambil keputusan dengan referensi singkat dengan dasar
membuat mereka senang. Orang impulsif yang riang dan mengutamakan
51
kesenangannya diperkirakan cenderung loyal dalam arti melakukan karakteristik
pembelian ulang.
Sifat ekspresif adalah kecenderungan mengungkapkan cita rasa emosional
secara terbuka. Karakteristik sifat ekspresif yaitu: terbuka (mengungkapkan sedih,
senang, takut, dan sebagianya), cenderung sentimental, simpatik atau penuh
perasaan, lincah, dan demontratif (Eysenck, 1975). Salah satu faktor yang
mempengaruhi loyalitas adalah kepribadian individu (Susan dan Baker, 2008)
dalam hal ini adalah sifat ekspresif yang mana keterbukaan sesorang akan
emosionalnya yang mengarah pada kecintaannya pada sesuatu dapat mengarah
pada kesetiaan atau loyalitas. Orang-orang yang mengkspresikan dirinya secara
terbuka cenderung melakukan karakteristik loyalitas salah satunya membeli lini
produk atau jasa. Para penggemar cenderung bersifat sentimental akan cenderung
setia menonton atau pada karakteritik loyalitas disebut dengan melakukan
pembelian ulang. Penggemar yang ekpresif yang cenderung lincah biasanya
menjadi orang-orang yang dikenal dalam kelompok penggemar sehingga akan
menunjukkan kesetiaannya pula terhadap Perwakis dan memiliki kekebalan dari
produk pesaing. Selain itu, penggemar dengan sifat ekspresif yang cenderung
demontratif seperti menaruh komentar atau usulan akan cenderung setia untuk
menonton, dan juga membicarakannya pada orang lain termasik mereferensikan
produk.
Sifat sosiabel, sifat impulsif, dan sifat ekspresif, berdasarkan penelitian-
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, masing-masing diprediksikan
memiliki pengaruh yang positif terhadap loyalitas. Pengaruh sifat sosiabel
52
terhadap loyalitas dituliskan oleh Lau dan Ng (2001), bahwa kepribadian dan
nilai yang lebih berorientasi sosial memiliki kecenderungan yang lebih besar
untuk memegang niat WOM yang positif dan nantinya mengarah pada loyalitas.
Russel dkk (2013) juga menuliskan analisis mengenai hubungan sosial dapat
digunakan untuk memahami bagaimana pikiran orang lain memengaruhi sikap
loyalitas konsumen. Pengaruh sifat impulsif terhadap loyalitas dituliskan oleh
Choi dan Kim (2004) dalam penelitiannya tentang loyalitas pemain game online,
yang menunjukkan bahwa semakin impulsif pemain game maka ia akan semakin
loyal pada game tersebut. Ini berarti bahwa individu yang memiliki sifat impulsif
cenderung kesulitan untuk mengatur dan membatasi kegiatan yang sering
dilakukan terutama kesenangan sehingga diperkirakan mengarah pada loyalitas.
Selanjutnya, pengaruh sifat ekspresif terhadap loyalitas dituliskan oleh Dick dan
Basu (1994) bahwa konsumen yang fungsi dominannya bermanifestasi sebagai
komponen emosional (yakni nilai-ekspresif atau egodefensif) cenderung
menunjukkan kesetiaan yang lebih nyata yaitu sikap dan perilaku loyalitas,
daripada konsumen yang fungsi utamanya tidak bergantung pada emosi yaitu
pengetahuan dan utilitarian. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat
diketahui bahwa ketiga variabel independen memiliki pengaruh masing-masing
terhadap variabel dependen. Selanjutnya dalam penelitian ini akan diuji pengaruh
ketiga variabel independen tersebut yaitu sifat sosiabel, sifat impulsif dan sifat
ekspresif terhadap loyalitas sebagai variabel dependen secara bersama-sama.
Sehingga berdasarkan uraian di atas maka kerangka teori yang diajukan sebagai
berikut:
53
Gambar1. Dinamika Hubungan Antar Variabel
Keterangan gambar :
Prediktor : sifat sosiabel, sifat impulsif, sifat ekspresif
Kriterium : loyalitas peminat Perwakis
a : menunjukkan hubungan X1, X2, X3 dengan Y secara simultan.
b : menunjukkan hubungan mana yang lebih kuat; X1-Y, X2-Y, X3-Y.
Sifat Sosiabel
- banyak teman
- suka bergaul
- menyukai kegiatan
sosial
- mudah beradaptasi
- menyukai ramah
tamah Loyalitas Peminat
Perwakis
- melakukan pembelian
secara teratur
- membeli di luar lini
produk atau jasa
- mereferensikan kepada
orang lain
- menunjukkan kekebalan
dari produk sejenis dan
pesaing
PREDIKTOR
KRITERIUM
Sifat Impulsif
- mendadak
- lebih mengutamakan
tindakan
- terburu-buru
- riang
- tidak terduga
Sifat Ekspresif
- terbuka
- sentimental
- simpatik
- lincah
- demonstratif
a
b
b
b
54
J. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu:
1. Hipotesis mayor: sifat sosiabel, sifat impulsif dan sifat ekspresif secara
simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas peminat
Perwakis.
2. Hipotesis minor: sifat ekspresif memiliki pengaruh yang lebih
meyakinkan terhadap loyalitas peminat Perwakis dibandingkan sifat
sosiabel dan sifat impulsif.