bab ii tapi nyaris lengkap

64
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kematian Neonatal Kematian neonatal adalah kematian neonatus lahir hidup pada usia gestasi 20 minggu atau lebih. Sedangkan neonatus lahir hidup adalah neonatus yang menunjukkan bukti hidup setelah lahir, bahkan bila hanya sementara, dan meninggal dalam waktu 28 hari (Prawirohardjo, 2005). Kematian neonatal terbagi atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup dalam tujuh hari setelah kelahirannya. Kematian neonatal lanjut adalah kematian neonatal yang dilahirkan hidup pada hari ke tujuh hingga kurang dari 29 hari (Prawirohadrjo, 2005). 2.2 Etiologi dan Patofisiologi Kematian Neonatal 2.2.1 Kausa Maternal 5

Upload: zikra-alfa-sani

Post on 10-Dec-2015

58 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

POA

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kematian Neonatal

Kematian neonatal adalah kematian neonatus lahir hidup pada usia gestasi 20

minggu atau lebih. Sedangkan neonatus lahir hidup adalah neonatus yang

menunjukkan bukti hidup setelah lahir, bahkan bila hanya sementara, dan meninggal

dalam waktu 28 hari (Prawirohardjo, 2005).

Kematian neonatal terbagi atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal

lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan

hidup dalam tujuh hari setelah kelahirannya. Kematian neonatal lanjut adalah

kematian neonatal yang dilahirkan hidup pada hari ke tujuh hingga kurang dari 29

hari (Prawirohadrjo, 2005).

2.2 Etiologi dan Patofisiologi Kematian Neonatal

2.2.1 Kausa Maternal

1. Hipertensi dalam Kehamilan

Penyebab kematian neonatal dari faktor ibu dapat dilihat dari adanya

komplikasi dalam kehamilan ataupun kunjungan ibu hamil yang tidak teratur. Salah

satu contoh penyakit yang dapat menjadi penyulit pada kehamilan adalah hipertensi

dalam kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Hipertensi gestasional

b. Pre-eklampsia

5

Page 2: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

c. Eklampsia

Ketiga jenis hipertensi dalam kehamilan ini merupakan bagian yang berurutan

sesuai dengan tingkat keparahan. Hipertensi gestasional merupakan peningkatan

tekanan darah mencapai lebiih atau sama dengan 140/90mmHg untuk pertama kali

selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional yang

berlanjut akan menyebabkan terjadinya pre-eklampsia.

Pre-eklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel disertai dengan adanya

kombinasi antara hipertensi dan proteinuria yang nyata selama kehamilan. Pre-

eklampsia yang tidak segera ditangani dengan baik akan menimbulkan stadium pre-

eklampsia berat yang dapat berujung pada eklampsia. Eklampsia adalah terjadinya

kejang grand mall pada seorang wanita dengan pre-eklampsia yang tidak dapat

disebabkan oleh hal lain (Cunningham, 2010).

Hipertensi dalam kehamilan sejatinya mengakibatkan vasospasme dan

iskemia pembuluh darah ibu. Pada hipertensi gestasional, terjadi peningkatan curah

jantung yang akan mengakibatkan adanya peningkatan afterload jantung. Hal ini akan

semakin parah jika mencapai tahap pre-eklampsia yang mana terjadi peningkatan

tahanan perifer akibat vasospasme yang berlebihan dan berakibat pada penurunan

curah jantung yang mencolok. Jika keadaan ini tidak ditatalaksana dengan benar,

perfusi utero-plasenta akan terganggu dan mengakibatkan hipoksia janin dan dapat

berakibat pada kematian janin.

6

Page 3: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

Gejala dan tanda untuk masing-masing tipe hipertensi dalam kehamilan

hampir memiliki gambaran yang sama, terutama pada keluhan nyeri kepala dan

epigastrium. Pada hipertensi gestasional dikenal adanya nyeri kepala, nyeri

epigastrium, dan peningkatan tekanan darah yang nyata. Pre-eklampsia berat

ditegakkan berdasarkan adanya eksresi protein dalam urin dalam 24 jam sebesar dua

gram atau lebih dan proteinuria +2 atau lebih yang menetap. Sedangkan pre-

eklampsia ringan ditemukan proteinuria +1 atau tidak ada sama sekali dan merupakan

kelanjutan dari hipertensi gestasional. Oleh karena itu, pada pre-eklampsia perbedaan

antara pre-eklampsia ringan dan berat merupakan sesuatu yang vital karena

berhubungan dengan tekanan onkotik dan volume cairan tubuh yang terganggu

(Prawirohardjo, 2007).

2. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus tipe 2 lebih merupakan faktor penyulit medis tersering pada

kehamilan. Pasien dipisahkan menjadi golongan dengan diabetes melitus sebelum

hamil dan yang mengidap diabetes melitus saat hamil (gestasional). Diabetes

gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan yang mungkin

terjadi akibat perubahan-perubahan fisiologis pada metabolisme glukosa. Keadaan ini

dapat menimbulkan efek bagi ibu dan janin. Efek yang akan dialami janin adalah

makrosomia disertai risiko trauma lahir yang besar karena distosia bahu. Hal ini

disebabkan oleh pengendapan lemak yang belebihan di bahu dan badan.

Hiperinsulinemia janin yang disebabkan oleh hiperglikemia ibu pun akhirnya akan

merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan.

7

Page 4: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

3. Anemia dalam Kehamilan

Anemia adalah berkurangnya jumlah sel darah merah hingga di bawah

normal, kuantitas hemoglobin dan volume hematokrit (packed red cells) per 100 ml

darah. Pada wanita tidak hamil, anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin

yang kurang dari 12.00 gr/dl. Untuk wanita hamil, anemia didefinisikan sebagai kadar

hemoglobin kurang dari 11.00 gr/dl pada trimester pertama dan ketiga dan dibawah

10.50 gr/dl pada trimester kedua (Cunningham, 2010).

Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia adalah malnutrisi, kekurangan zat

besi, malabsorpsi, kehilangan darah, haid yang berlebihan dan penyakit-penyakit

kronik. Secara umum faktor utama penyebab penyakit anemia adalah:

a. Banyak kehilangan darah. Faktor penyebab kehilangan darah diantaranya

perdarahan, haid terlalu banyak dan gangguan pencernaan seperti keganasan,

infeksi cacing tambang dan kelainan lambung.

b. Rusaknya sel darah merah. Rusaknya sel darah merah disebabkan oleh beberapa

faktor diantaranya oleh penyakit malaria dan penyakit thalasemia yang merusak

asam folat dalam darah.

c. Kurangnya produksi sel darah merah. Kurangnya sel darah merah dikarenakan

kurang mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi terutama zat

besi, vitamin C, vitamin B12, protein, asam folat, dan zat gizi penting lainnya

(Wirahadikusuma, 1997).

Kehamilan memicu perubahan-perubahan fisiologis yang sering mengaburkan

diagnosis sejumlah kelainan hematologis, salah satunya anemia. Perubahan

8

Page 5: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

hematologis yang paling bermakna adalah ekspansi volume darah dengan

peningkatan volume plasma yang tidak sepadan sehingga hematokrit biasanya

menurun. Penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita

sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat dikarenakan ketidakseimbangan

antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi

peredaram darah disebut anemia fisiologis. Anemia fisiologis biasanya memuncak

pada trimester kedua (Cunningham, 2010; Prawirohardjo, 2011).

Volume darah ibu akan meningkat secara nyata selama kehamilan. Volume

darah saat aterm dan mendekati aterm rata-rata berkisar antara 40 sampai 45 % diatas

volume darah ketika tidak hamil. Hipervolemia yang diinduksi kehamilan tersebut

mempunyai beberapa fungsi penting diantaranya :

a. Untuk memenuhi kebutuhan uterus yang membesar dengan sistem vaskularnya

yang mengalami hipertrofi.

b. Untuk melindung ibu dan janinnya terhadap efek merusak dari terganggunya

aliran balik vena pada posisi berbaring dan posisi berdiri tegak.

c. Untuk menjaga ibu dari efek samping kehilanggan darah saat proses persalinan

(Cunningham, 2010; Prawirohardjo, 2011).

Volume darah ibu akan mulai meningkat pada trimester pertama, bertambah

paling cepat pada trimester kedua dan kemudian naik dengan kecepatan lebih pelan

pada trimester ketiga untuk mencapai kondisi keseimbangan pada beberapa minggu

terakhir kehamilan. Penyebab peningkatan volume antara lain karena aldosteron dan

estrogen yang meningkat saat kehamilan dan karena retensi cairan oleh ginjal. Selain

itu, sumsum tulang menjadi sangat aktif dan menghasilkan sel darah merah tambahan

9

Page 6: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

serta kelebihan volume cairan. Oleh karena itu, pada saat kelahiran bayi, ibu memiliki

kelebihan darah 1 sampai 2 liter dalam sirkulasinya (Cunningham, 2010;

Prawirohardjo, 2011).

Selain itu penyebab anemia yang sering terjadi selama kehamilan adalah

karena defisiensi besi. Pada gestasi dengan satu janin, kebutuhan zat besi pada ibu

hamil rata-rata 800 mg dengan komposisi 300 mg untuk janin dan plasenta dan

sekitar 500 mg untuk kebutuhan hemoglobin ibu. Sekitar 200 mg zat besi atau lebih

keluar melalui usus, urin, dan kulit. Jumlah total zat besi yang diperlukan ibu hamil

adalah sekitar 1000 mg (Cunningham, 2010; Prawirohardjo, 2011).

2.2.2 Kausa Janin

Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO), semua bayi yang

baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weights

Infants atau BBLR tanpa memandang masa gestasi (Depkes RI,2008.8-1). Pada tahun

1970, Kongres European Perinatal Medicine II yang diadakan di London

mengusulkan definisi untuk mendapatkan keseragaman tentang maturitas bayi lahir,

yaitu sebagai berikut :

a. Preterm Infant (Premature) atau bayi kurang bulan yaitu bayi dengan masa

kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).

b. Term Infant atau bayi cukup bulan yaitu bayi dengan masa kehamilan mulai 37

minggu sampai 42 minggu (259-293 hari).

c. Post Term Infant atau bayi lebih bulan yaitu bayi dengan masa kehamilan mulai

42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih).

10

Page 7: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

Penilaian terhadap bayi berat lahir rendah (BBLR) dilakukan dengan cara

menimbang bayi pada saat lahir atau dalam 24 jam pertama. Dalam minggu pertama

bayi akan turun, kemudian akan naik sesuai dengan umur bayi. Pada bayi berat lahir

rendah (BBLR), penurunan berat badan dapat terjadi setiap saat (Prawirohardjo,

2009).

Berkaitan dengan masa gestasinya, bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat

diklasifikasikan (Proferawati, 2010) sebagai berikut:

a. Prematuritas murni yaitu bayi dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu dan

berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa

disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK).

b. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan

seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat badan bayi mengalami retardasi

pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa

kehamilannya (KMK).

Beberapa faktor penyebab bayi berat lahir rendah (BBLR) diantaranya:

a. Faktor Ibu

Bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang disebabkan oleh faktor ibu

diantaranya :

1) Gizi ibu hamil yang kurang yang berakibat menderita anemia defisiensi besi,

penyakit menahun ibu seperti hipertensi, jantung, toksemia gravidarum dan

11

Page 8: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

diabetes melitus, perdarahan antepartum,trauma fisik dan psikologis, malaria,

infeksi menular seksual, HIV/AIDS, Torch dan sebagainya.

2) Faktor usia ibu dibawah 16 tahun, diatas 35 tahun, multigravida dengan jarak

kelahiran yang terlalu dekat, dan memiliki riwayat bayi berat lahir rendah

(BBLR) sebelumnya.

3) Keadaan sosial antara lain golongan sosial ekonomi rendah, mengerjakan

aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat, perkawinan yang tidak sah dan

sebagainya.

4) Ibu seorang perokok berat, peminum alkohol, dan pecandu narkotik.

(Manuaba, 1998; Rayburn, 1998; Depkes, 1992; Prawirohardjo, 2008).

b. Faktor Janin

Bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang disebabkan oleh faktor

janis diantaranya janin hidramnion, kehamilan ganda, radiasi, aplasia pancreas,

penyakit membran hialin, pneumonia aspirasi, perdarahan ventrikel otak,

disautonomia familial, infeksi janin (sitomegalo dan rubela), dan kelainan kromosom

(Manuaba, 1998; Rayburn, 1998; Depkes, 1992 ;Prawirohardjo, 2008).

c. Faktor Lingkungan

Bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang disebabkan oleh faktor

lingkungan diantaranya tempat tinggal di dataran tinggi, radiasi, dan zat-zat racun

(Manuaba, 1998; Rayburn, 1998; Depkes, 1992; Prawirohardjo, 2008).

12

Page 9: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

a. Gangguan metabolik pada bayi berat lahir rendah (BBLR) terbagi atas 2 bagian

berikut.

1. Hipotermia

2. Hipoglikemia

b. Gangguan pernapasan

Sindrom gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah

perkembangan imatur pada sistem pernapasan atau tidak cukupnya jumlah surfaktan

pada paru - paru. Secara garis besar, penyebab sesak napas utama pada neonatus

adalah penyakit membran hialin dan aspirasi mekonium.

c. Gangguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang terjadi pada bayi berat lahir rendah (BBLR) antara

lain:

1) Sistem pencernaan makanan belum berfungsi dengan sempurna sehingga

penyerapan makanan cenderung lemah atau kurang baik. Aktivitas otot

pencernaan juga berfungsi kurang baik dan kerja sfingter kardioesofagus yang

belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung dan dapat

menimbulkan aspirasi pneumonia.

2) Ikterus adalah kuningnya warna kulit, selaput lendir, dan berbagai jaringan oleh

zat warna empedu. bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi kuning lebih awal

dan lebih lama daripada bayi cukup berat badannya. Ikterus patologis yang terjadi

ditandai dengan tanda- tanda sebagai berikut.

a) Wana kuning kulit timbul dalam 24 jam pertama setelah lahir

b) Jika dalam sehari, kadar bilirubin meningkat pesat dan progresif

13

Page 10: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

c) Jika bayi kuning lebih dari 2 minggu.

d) Jika air kencingnya berwarna tua seperti air teh.

Untuk masalah jangka panjang meliputi masalah psikis dan masalah fisik

dengan penjelasan sebagai berikut.

a. Masalah Psikis

Adapun masalah - masalah psikis yang terjadi pada bayi berat lahir rendah

(BBLR) meliputi gangguan perkembangan dan pertumbuhan, gangguan bicara dan

komunikasi, gangguan neurologi dan kognisi, gangguan belajar dan gangguan atensi

dan hiperaktif.

b. Masalah Fisik

Adapun masalah-masalah fisik yang terjadi pada bayi berat lahir rendah

(BBLR) meliputi penyakit paru-paru kronis, gangguan penglihatan dan pendengaran

dan kelainan bawaan.

2.3 Hubungan Anemia pada Kehamilan dengan Kejadian Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR)

Anemia pada saat kehamilan dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun

bayi yang dilahirkannya. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme

ibu karena kurangnya kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen yang dapat berefek

tidak langsung pada bayi maupun ibu antara lain kematian bayi, bertambahnya

kerentanan ibu terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir prematur (Setyawan,

1996). Anemia ringan dapat mengakibatkan terjadinya kelahiran prematur dan

kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Untuk anemia berat pada masa kehamilan

14

Page 11: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

dapat meingkatkan risiko morbiditas dan mortilitas pada ibu maupun bayi yang

dilahirkannya. Selain itu, anemia juga dapat mengakibatkan hambatan tumbuh

kembang janin dalam rahim dan ketuban pecah dini (Manuaba, 1998).

2.4 Pengawasan Ibu Hamil dalam Upaya Menurunkan Kejadian Kematian

Neonatus

Menurut Wiknjosastro (2002), tujuan pengawasan pada ibu hamil adalah

untuk menjaga kesehatan fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam

kehamilan. Pengawasan ini dapat dilakukan dalam antenatal care yang bertujuan

untuk:

a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang-kurangnya harus sama sehatnya

atau lebih sehat.

b. Adanya kelainan fisik atau psikis yang harus ditemukan dini dan di terapi.

c. Wanita hamil melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat fisik

dan mental.

Ibu hamil dianjurkan melakukan pengawasan antenatal sebanyak 4 kali, yaitu

pada setiap trimester, sedangkan trimester terakhir sebanyak dua kali. Pemeriksaan

pertama dilakukan setelah diketahui terlambat haid. Dilanjutkan dengan pemeriksaan

ulang setiap bulan sampai umur kehamilan 6 – 7 bulan, setiap dua minggu sejak umur

kehamilan 8 bulan sampai terjadinya persalinan. Jadwal pemeriksaan antenatal

sebanyak 12 sampai 13 kali selama kehamilan, Di Negara berkembang, pemeriksaan

antenatal dilakukan sebanyak empat kali pada sebagian besar kasus yang tercatat

(Saifuddin, 2009).

15

Page 12: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan agar ibu hamil dapat menjaga

kesehatannya dan janin yang dikandungnya dengan baik. Selain itu hendaknya ibu

dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun).

Memperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengonsumsi makanan yang lebih sering

atau lebih banyak dan lebih diutamakan makanan yang mengandung nutrien yang

memadai. Menghentikan kebiasaan merokok ataupun obat-obatan terlarang pada ibu

hamil.

Menkonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet per hari

sebanyak minimal 90 tablet. Kurangi kegiatan fisik yang melelahkan semasa

kehamilan dan menganjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm.

Memberikan program stimulasi bayi berat lahir rendah (BBLR) lebih meningkatkan

tingkat perkembangan anak. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut

berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar

mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan

status gizi ibu selama kehamilan (Saifuddin, 2010; Proferawati, 2010; Francin et al.,

2009; Bhalerao et al., 2011).

2.5 Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care = ANC)

Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik

dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa

nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI

16

Page 13: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Wiknjosastro, 2005).

Kunjungan antenatal care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter

sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan

pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal (ANC), petugas

mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada

tidaknya masalah atau komplikasi (Siregar, 2013).

Menurut Henderson (2006), kunjungan antenatal care adalah kontak ibu

hamil dengan pemberi perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan

kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi

informasi bagi ibu dan petugas kesehatan (Siregar, 2013).

2.5.1 Tujuan Antenatal Care (ANC)

Tujuan utama antenatal care adalah untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan

positif bagi ibu maupun bayinya dengan membina hubungan saling percaya dengan

ibu, mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan

kelahiran, dan memberikan pendidikan. Antenatal care penting untuk menjamin agar

proses alamiah tetap berjalan selama kehamilan (Siregar, 2013). Menurut Depkes RI

(2004) tujuan dilakukannya ANC adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan

mental ibu selama dalam kehamilan dan untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui

masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, sehingga ibu sehat

dan menghasilkan bayi yang sehat pula (Siregar, 2013).

a. Tujuan Umum

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh

17

Page 14: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

kembang janin.

2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu

dan bayi.

3. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar

dapat tumbuh kembang secara normal.

4. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan

pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran.

5. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medik, bedah, atau obstetrik

selama kehamilan.

6. Mengembangkan persiapan persalinan serta persiapan menghadapi komplikasi

7. Membantu menyiapkan ibu menyusui dengan sukses, menjalankan nifas

normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.

b. Tujuan Khusus

Menurut Manuaba (1998) sebagaimana yang dikutip oleh Siregar (2013),

menyatakan bahwa tujuan khusus antenatal care adalah :

1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit-penyulit yang terdapat saat

kehamilan, persalinan, dan nifas.

2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, nifas.

3. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

Sedangkan menurut Wiknjosastro (2005) tujuan ANC adalah menyiapkan

wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak

dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada post

partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.

18

Page 15: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

2.5.2 Pelayanan Antenatal

A. Konsep Pemeriksaan Antenatal

Menurut Depkes RI (2002), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar

pelayanan antenatal dimulai dengan :

Anamnesis : meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan

sebelumnya dan kehamilan sekarang.

Pemeriksaan umum : meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus

kebidanan.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa

Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi (Fe)

Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku sehari-

hari, perawatan payu dara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko, pentingnya

pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan oleh tenaga

terlatih, KB setelah melahirkan serta pentingnya kunjungan pemeriksaan

kehamilan ulang.

B. Kunjungan Ibu Hamil

Menurut Depkes RI (2002), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu

hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk

mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan disini dapat diartikan ibu

hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau sebaliknya petugas kesehatan

yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil

dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti :

1) Kunjungan ibu hamil yang pertama

19

Page 16: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

Kunjungan pertama adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan

petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan

kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.

2) Kunjungan ibu hamil yang keempat

Kunjungan keempat adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan

petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan

kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal

sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa kehamilan dengan

distribusi kontak sebagai berikut :

a. Minimal 1 kali pada trimester I , usia kehamilan 1-12 minggu.

b. Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13-24 minggu.

c. Minimal 2 kali pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.

C. Jadwal Pemeriksaan

Menurut Depkes RI (2002), pemeriksaan kehamilan berdasarkan kunjungan

antenatal dibagi atas :

1) Kunjungan Pertama, kedua dan ketiga

Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat kebidanan,

(4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan kehamilan

dan pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan konsultasi.

2) Kunjungan Keempat

Meliputi : (1) Anamnese (keluhan/masalah) (2) Pemeriksaan kehamilan dan

pelayanan kesehatan, (3) Pemeriksaan psikologis, (4) Pemeriksaan laboratorium

20

Page 17: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

bila ada indikasi/diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan normal, terdapat

penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan risiko tinggi (6) Sikap dan

rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).

Menurut penelitian Siregar (2013) jadwal pemeriksaan antenatal yang

dianjurkan adalah :

a. Pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid

terlambat satu bulan

b. Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan

c. Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan

d. Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan

e. Periksa khusus bila ada keluhan atau masalah

D. Pelaksana Pelayanan Antenatal

Pelaksana pelayanan antenatal adalah dokter, bidan (bidan puskesmas, bidan

di desa, bidan di praktek swasta), pembantu bidan, perawat yang sudah dilatih dalam

pemeriksaan kehamilan (Depkes RI, 2002).

2.5.3 Standar Program ANC

Standar pelayanan ANC meliputi standar 7T,sehingga ibu hamil yang datang

memperoleh pelayanan komprehensif dengan harapan antenatal care dengan standar

7T dapat sebagai daya ungkit pelayanan kehamilan dan diharapkan ikut andil dalam

menrunkan angka kematian ibu. Pelayanan ANC minimal 5T, meningkat menjadi 7T

yakni :

5T:

21

Page 18: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

1.Ukur tinggi badan/bert badan

2. Ukur tekanan darah

3.Ukur tinggi fundus uteri

4. Pemberian imunisasi TT

5. Pemberian tablet zat besi

7T:

6. Tes terhadap penyakit menular seksual

7. Temu wicara

2.5.4 Standar Pelayanan ANC

Menurut Depkes RI (2005) standar pelayanan antenatal terdiri atas 6 standar,

yakni :

A. Standar 1 : Identifikasi Ibu Hamil

Tujuannya adalah mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan

kehamilannya. Hasilnya:

1) Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan

2) Ibu, suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemerikasaan kehamilan

secara dini dan teratur, serta mengetahui tempat pemeriksaan hamil

3) Meningkatkan cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan

16 minggu

B. Standar 2 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal

Tujuannya adalah memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini

komplikasi kehamilan. Hasilnya :

22

Page 19: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

1) Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 x selama kehamilan

2) Meningkatkan pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat

3) Deteksi dini dan pengananan komplikasi kehamilan

4) Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda bahaya

kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan.

5) Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi kedaruratan.

C. Standar 3 : Palpasi Abdominal

Tujuannya adalah memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan

janin, penentu letak, posisi dan bagian bawah janin. Hasilnya:

1) Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik

2) Diagnosis dini kelainan letak, dan merujuknya sesuai dengan kebutuhan

3) Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain serta merujuknya sesuai

dengan kebutuhan.

D. Standar 4 : Pengelolaan anemia pada kehamilan

Tujuannya adalah menemukan anemia pada kehamilan secara dini, dan melakukan

tindak lanjut yang memadai untuk mengatsi anemia sebelum persalinan

berlangsung. Hasilnya :

1) Ibu hamil dengan anemia berat segera dirujuk

2) Penurunan jumlah ibu melahirkan dengan anemia

3) Penurunan jumlah bayi baru lahir dengan anemia/BBLR

E. Standar 5 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan

23

Page 20: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

Tujuannya adalah mengenali dan menemukan secara dini hepertensi pada

kehamilan dan memerlukan tindakan yang diperlukan. Hasilnya :

1) Ibu hamil dengan tanda pre–eklamsia mendapat perawatan yang memadai dan

tepat waktu.

2) Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklamsia.

F. Standar 6 : Persiapan Persalinan

Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa persalinan direncanakan dalam

lingkungan yang aman dan memadai dengan pertolongan bidan terampil. Hasilnya:

1) Ibu hamil, suami dan keluarga tergerak untuk merencanakan persalinan yang

bersih dan aman

2) Persalinan direncanakan ditempat yang aman dan memadai dengan

pertolongan bidan terampil.

3) Adanya persiapan sarana transportasi untuk merujuk ibu bersalin, jika perlu.

4) Rujukan tepat waktu telah dipersiapkan bila perlu.

2.5.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Antenatal

Cukup banyak model-model penggunaan pelayanan kesehatan yang

dikembangkan seperti model kependudukan, model sumberdaya masyarakat, model

organisasi dan lain-lain sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam

masing-masing model (Notoatmodjo, 2010).

Salah satunya menurut Anderson (1974), sebagaimana dikutip oleh

Notoadmodjo (2010) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model)

berupa model kepercayaan kesehatan (health belief model). Dalam model Anderson

24

Page 21: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

ini, terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu :

a. Komponen predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda-

beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang. Komponen terdiri dari:

1) Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar

keluarga dan lain-lain)

2) Faktor struktural sosial (suku bangsa, pendidikan dan pekerjaan)

3) Faktor keyakinan/kepercayaan (pengetahuan, sikap dan persepsi)

b. Komponen enabling (pemungkin/pendorong), menunjukkan kemampuan

individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Di dalam komponen ini

termasuk faktor-faktor yang berpengaruh dengan perilaku pencarian :

1) Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan,

keikutsertaan dalam asuransi, dukungan suami, informasi pelayanan kesehatan

yang dibutuhkan).

2) Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak transportasi dan

sebagainya).

3. Komponen need (kebutuhan), merupakan faktor yang mendasari dan merupakan

stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan

apabila faktor-faktor predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan pelayanan

kesehatan dapat dikategorikan menjadi :

1) Kebutuhan yang dirasakan/persepsikan (seperti kondisi kesehatan, gejala

sakit, ketidakmampuan bekerja).

2) Evaluasi/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit

didasarkan oleh petugas kesehatan (tingkat beratnya penyakit dan gejala

25

Page 22: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

penyakit menurut diagnosis klinis dari dokter).

Berdasarkan hasil penelitian Murniati (2007), faktor–faktor yang berhubungan

dengan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil adalah faktor predisposisi,

faktor pemungkin dan kebutuhan. Faktor predisposisi meliputi variabel umur ibu,

paritas, jarak kelahiran, pendidikan , pengetahuan dan sikap. Dari faktor predisposisi

ini yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal adalah pengetahuan.

Faktor pemungkin meliputi variabel pekerjaan suami dan keterjangkauan. Variabel

yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal pada faktor pemungkin

adalah keterjangkauan pelayanan. Sedangkan faktor kebutuhan terdiri dari variabel

kondisi ibu dan ketersediaan pelayanan (pelayanan 5T) memiliki hubungan dengan

pemanfaatan pelayanan antenatal (Siregar, 2013).

Sedangkan menurut Andersen (1968) dalam Wibowo (1992), faktor yang

berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal care adalah komponen

predisposing (predisposisi seseorang untuk memakai pelayanan), komponen enabling

(kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan) dan komponen need (kebutuhan

seseorang akan pelayanan kesehatan). Wibowo (1992) mengembangkan model

Andersen (1968) dengan meneliti faktor-faktor oleh ibu hamil (Siregar, 2013).

Model pemanfaatan pelayanan antenatal dihubungkan oleh faktor

predisposing yaitu susunan keluarga, struktur sosial dan kepercayaan kesehatan,

seperti: umur ibu, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan, sikap, dan faktor

enabling adalah sumber keluarga dan sumber masyarakat, seperti: dukungan suami,

ekonomi keluarga, pembayaran, ongkos, waktu, ketersediaan pelayanan, jarak,

sedangkan faktor need adalah sakit atau penyakit dan respon terhadap penyakit

26

Page 23: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

seperti riwayat, keluhan, persepsi sehat, kondisi ibu, rencana pengobatan dan Hb.

2.6 Program Kesehatan Ibu dan Anak

Meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian anak adalah

salah satu tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs). Untuk

mencapai hal tersebut perlu adanya suatu program yang dilaksanakan secara

berkesinambungan dan terpadu, salah satunya adalah program kesehatan ibu dan anak

(KIA). Program kesehatan ibu dan anak (KIA) adalah suatu program dibidang

kesehatan menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,

ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir

dengan komplikasi, bayi, dan balita, serta anak prasekolah.

Tujuan umum Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah tercapainya

kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi

ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

(NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh

kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia

seutuhnya. Sedangkan tujuan khusus program KIA adalah :

a) Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam

mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat

guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga, Posyandu dan sebagainya.

27

Page 24: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

b) Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara

mandiri di dalam lingkungan keluarga, Posyandu, dan Karang Balita serta di

sekolah Taman Kanak-Kanak atau TK.

c) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu

bersalin, ibu nifas, dan ibu menyusui.

d) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu

menyusui, bayi dan anak balita.

e) Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan

seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak

prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

Pemantapan pelayanan KIA diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:

a) Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua

fasilitas kesehatan.

b) Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke

fasilitas kesehatan.

c) Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas

kesehatan.

d) Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas

kesehatan.

e) Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus

oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.

28

Page 25: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

f) Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan

pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.

g) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua

fasilitas kesehatan.

h) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua

fasilitas kesehatan.

i) Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

2.7 Kelas Ibu Hamil

Kelas ibu hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur

kehamilan antara 20 minggu s/d 32 minggu dengan jumlah peserta maksimal 10

orang perkelas. Di kelas ini ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar

pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh dan sistematis serta

dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan (Depkes RI, 2009).

Kelas ibu hamil merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan

bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan,

perawatan nifas dan perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte

kelahiran (Depkes RI, 2009).

29

Page 26: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

2.7.1 Tujuan Kelas Ibu Hamil

Tujuan umum dari kelas ibu hamil ini adalah untuk meningkatkan

pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu agar memahami tentang kehamilan,

perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan,

perawatan nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi baru lahir,

mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan akte kelahiran

(Kemenkes, 2011).

Tujuan Khusus :

a. Terjadinya interaksi dan berbagi pengalaman antar peserta (ibu hamil dengan ibu

hamil lainnya) dan antar ibu hamil dengan petugas kesehatan/bidan tentang

kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan

kehamilan, persalinan, Perawatan Nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi

baru lahir, mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan akte

kelahiran.

b. Meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku ibu hamil tentang:

kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan (apakah itu kehamilan, perubahan

tubuh selama kehamilan, keluhan umum saat hamil dan cara mengatasinya,

apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil dan pengaturan gizi termasuk

pemberian tablet tambah darah untuk penanggulangan anemia),

perawatan kehamilan (kesiapan psikologis menghadapi kehamilan, hubungan

suami isteri selama kehamilan, obat yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi

30

Page 27: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

oleh ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, dan P4K (perencanaan persalinan

dan pencegahan komplikasi),

persalinan (tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan dan proses

persalinan),

perawatan Nifas (apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui

ekslusif, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-tanda bahaya dan

penyakit ibu nifas),

KB pasca persalinan,

perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian k1 injeksi,

tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan perkembangan bayi/anak dan

pemberian imunisasi pada bayi baru lahir),

mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatan ibu

dan anak,

penyakit menular (IMS, informasi dasar HIV-AIDS dan pencegahan dan

penanganan malaria pada ibu hamil),

akte kelahiran.

2.7.2 Sasaran Kelas Ibu Hamil

Peserta kelas ibu hamil sebaiknya ibu hamil pada umur kehamilan 20 s/d 32

minggu, karena pada umur kehamilan ini kondisi ibu sudah kuat, tidak takut terjadi

keguguran, efektif untuk melakukan senam hamil. Jumlah peserta kelas ibu hamil

maksimal sebanyak 10 orang setiap kelas. Suami/keluarga ikut serta minimal 1 kali

31

Page 28: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

pertemuan sehingga dapat mengikuti berbagai materi yang penting, misalnya materi

tentang persiapan persalinan atau materi yang lain (Kemenkes, 2011).

2.7.3 Materi Kelas Ibu Hamil

Pertemuan kelas ibu hamil dilakukan 3 kali pertemuan selama hamil atau

sesuai dengan hasil kesepakatan fasilitator dengan peserta. Pada setiap pertemuan

materi kelas ibu hamil yang akan disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan dan

kondisi ibu hamil.

Pada setiap akhir pertemuan dilakukan senam hamil. Senam hamil ini

merupakan kegiatan/materi ekstra di kelas ibu hamil, diharapkan dapat dipraktekan

setelah sampai di rumah. Waktu pertemuan disesuaikan dengan kesiapan ibu-ibu, bisa

dilakukan pada pagi atau sore hari dengan lama waktu pertemuan 120 menit termasuk

senam hamil 15-20 menit. Selain itu juga dilakukan evaluasi harian untuk mengetahui

tingkat pengetahuan ibu hamil tersebut (Kemenkes, 2011). Beberapa materi pada

kelas ibu hamil adalah:

1) Perubahan Tubuh Selama Kehamilan.

Kehamilan adalah masa dimana terdapat janin di dalam rahim seorang

perempuan. Pada masa kehamilan terjadi perubahan pada tubuh ibu yang erat

kaitannya dengan keluhan-keluhan selama kehamilan, yaitu :

a. Perubahan payudara.

b. Peningkatan berat badan.

c. Kram perut.

d. Sering buang air kecil.

32

Page 29: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

e. Sembelit (susah buang air besar).

f. Ngidam.

g. Mual dan muntah.

2) Keluhan Umum Saat Hamil dan Cara Mengatasinya. Keluhan umum saat

kehamilan (Depkes RI, 2009) sebagai berikut:

a. Keputihan.

b. Nyeri pinggang.

c. Kram kaki.

d. Pembengkakan di kaki

e. Wasir

f. Sembelit

3) Periksa Kehamilan Secara Rutin

Periksa kehamilan secepatnya dan sesering mungkin sesuai dengan anjuran

petugas. Agar ibu, suami dan keluarga dapat mengetahui secepatnya jika ada masalah

yang timbul pada kehamilan. Hal-hal yang didapatkan ibu hamil selama kehamilan

adalah:

a. Timbang berat badan setiap kali periksa hamil. Berat badan bertambah sesuai

dengan pertumbuhan bayi dalam kandungan.

b. Minum 1 tablet tambah darah setiap hari sesudah makan. Ibu hamil mendapat

tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan. Tablet

tambah darah mencegah ibu kurang darah. Minum tablet tambah darah tidak

membahayakan bayi.

33

Page 30: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

c. Minta imunisasi tetanus toksoid kepada petugas kesehatan, imunisasi tetanus

untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi baru lahir.

d. Minta nasehat kepada petugas kesehatan tentang makanan bergizi selama

hamil. Makan makanan bergizi yang cukup membuat ibu dan bayi sehat.

e. Sering mengajak bicara bayi sambil mengelus-elus perut setelah kandungan

berumur 4 bulan.

4) Pengaturan Gizi

Jenis makanan yang perlu dikonsumsi oleh ibu hamil tentunya makanan yang

dapat memenuhi kebutuhan zat gizi sesuai dengan ketentuan gizi seimbang,

sedangkan makanan yang tidak dianjurkan dikonsumsi selama hamil antara lain

adalah minuman yang beralkohol, minuman yang mengandung kafein misalnya kopi,

makanan yang mengandung zat tambahan seperti pengawet, makanan yang tercemar

(pestisida, logam berat). Manfaat makanan yang sesuai oleh ibu hamil yaitu:

a. Untuk kebutuhan gizi tubuh sendiri agar tidak terjadi Kurang Energi Kronis

(KEK)

b. Agar terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin

c. Untuk merpersiapkan pembentukan air susu ibu

5) Perawatan Kehamilan

a. Psikologis

b. Hubungan suami istri atau senggama selama kehamilan

c. Konsumsi obat ibu hamil. Selama kehamilan apa yang dikonsumsi oleh ibu

akan dikonsumsi pula oleh janin, sehingga jika salah minum obat akan

34

Page 31: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

mengganggu proses tumbuh kembang janin di dalam rahim ibu. Sebelum

hamil delapan bulan ada baiknya ibu tidak minum obat apa pun, kalaupun

terpaksa minum obat perlu hati-hati.

6) Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan

Sebagian besar kematian ibu terjadi selama masa kehamilan, oleh karena itu

sangatlah penting untuk membimbing para ibu dan keluarganya untuk mengenali

tanda-tanda bahaya yang menandakan bahwa ia perlu segera mencari bantuan medis.

Tanda-tanda bahaya kehamilan (Depkes RI, 2009) sebagai berikut: perdarahan,

bengkak, demam tinggi, keluar air ketuban, gerakan bayi berkurang, ibu muntah terus

dan tidak mau makan, dan trauma atau cedera.

7) Program Perencanaan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan Stiker

Persiapan Menghadapi Persalinan

Ibu beserta suami dan anggota keluarga yang lain harus sudah merencanakan

persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan dengan menentukan tempat untuk

bersalin atau melahirkan, menentukan penolong persalinan, menginformasikan

riwayat kehamilan, tanda-tanda ibu hamil yang akan bersalin atau melahirkan, dan

suami mendampingi selama proses persalinan berlangsung dan mendukung upaya

rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2009).

Keluarga harus dapat menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan

medis. Suami atau keluarga harus dapat menghindari 3T (terlambat) yaitu terlambat

mengambil keputusan, terlambat ke tempat pelayanan dan terlambat memperoleh

35

Page 32: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

pertolongan medis sehingga suami atau keluarga waspada dan bertindak atau

mengantisipasi jika melihat tanda bahaya kehamilan. Suami atau keluarga

merencanakan sistem angkutan (ambulan desa) dan menyiapkan pendonor darah

potensial jika diperlukan serta mendampingi ibu pada saat selesai persalinan (Depkes

RI, 2009).

8) Persalinan

Pada materi ini dijelaskan apa-apa saja tanda-tanda persalinan, tanda bahaya

pada persalinan, dan bagaimana proses persalinan, serta menjeleskan mengenai

tindakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

9) Perawatan nifas

Perawatan nifas yang terdiri dari apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat

menyusui ekslusif,bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, mengenali tanda-tanda

bahaya dan penyakit ibu nifas, serta penjelasan mengenai KB pasca salin.

10) Perawatan Bayi

Materi ini meliputi perawatan bayi baru lahir (BBL), pemberian vitamin k1

injeksi pada BBL, tanda bahaya BBL, pengamatan perkembangan bayi/anak,

pemberian imunisasi pada BBL.

11) Mitos

Bagi ibu hamil penting untuk mengetahui hal-hal yang sudah berkembang

dimasyarakat mengenai kesehatan ibu dan anak, sehingga pada kelas ibu hamil ini

disajikan juga materi untuk penggalian dan pelurusan mitos yang berkaitan dengan

kesehatan ibu dan anak

36

Page 33: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

12) Penyakit Menular

Selain pengetahuan untuk meningkatan kesehatan ibu selama hamil, ibu hamil

juga perlu mengetahui informai mengenai penyakit-penyakit berbahaya yang dapat

dialami oleh ibu hamil yaitu: Infeksi Menular Seksual (IMS), Informasi dasar

HIV/AIDS, serta Pencegahan dan penanganan malaria pada ibu hamil.

13) Akte Kelahiran

Ibu hamil harus mengetahui pentingnya akte kelahiran bagi calon anak yang

akan dilahirkannya.

Materi, metode, dan alat bantu selanjutnya dapat disesuaikan dengan

kebutuhan ibu hamil dan kesepakatan dengan fasilitator. Beberapa sumber materi

dapat berupa Buku Pegangan Fasilitator, Buku KIA, lembar kuisioner, CD senam ibu

hamil dan buku senam ibu hamil (Kemenkes, 2011).

2.8 Rancangan Pelaksanaan Program “Bumil Ceriwis”

Program kelas Ibu Hamil merupakan salah satu program puskesmas sebagai

wadah bagi para ibu hamil untuk saling berbagi informasi mengenai kehamilannya.

Kelompok Ibu Hamil Ceria Tertawa Manis (“Bumil Ceriwis”) merupakan kelompok

yang didirikan secara swadaya “oleh masyarakat, dari masyarakat, untuk

masyarakat”. Kelompok ini dibentuk untuk mengatasi kurangnya pencapaian program

kelas ibu hamil di Puskesmas. Pembentukan ini juga harus didukung oleh pihak lintas

sektor lainnya seperti camat, lurah, ketua RT dan tokoh masyarakat.

37

Page 34: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

Pembentukan kelas “Bumil Ceriwis” diawali dengan mengadakan sosialisasi

kepada masyarakat mengenai program ini, sosialisasi dilakukan oleh kader beserta

perangkat puskesmas seperti pemegang program KIA Ibu dan Anak, Gizi, dan

Promosi Kesehatan. Sosialisasi dilakukan di aula/tempat perkumpulan warga pada

tiap-tiap kelurahan. Dalam sosialisasi ini dijelaskan bagaimana proses kehamilan,

perubahan yang terjadi selama proses kehamilan, pentingnya pemeriksaan kehamilan

serta masalah yang sering timbul selama kehamilan.

Puskesmas dengan dukungan Lurah, Ketua RT dan Tokoh masyarakat

mengajak masyarakat untuk membentuk sebuah kelompok yang dinamakan “Bumil

Ceriwis”. Dalam hal ini, kader menjaring semua ibu hamil yang terdapat di

wilayahnya kemudian melakukan usaha persuasif kepada ibu hamil tersebut untuk

mengadakan dan mengikuti kelompok “Bumil Ceriwis”. Kelompok ini akan diadakan

setiap 2 minggu sekali yaitu pada tanggal 15 dan 30 di salah satu tempat yang

disepakati pada tiap kelurahannya.

Kelompok “Bumil Ceriwis” ini lebih difokuskan pada kegiatan berbagi cerita

dan permasalahan antar ibu hamil dimana pada setiap dua kali pertemuan dihadiri

oleh kader sebagai penanggung jawab. Pada pertemuan pertama disetiap bulannya

akan dihadiri oleh dokter atau bidan utusan dari Puskesmas yang bersifat sebagai

mediator dalam kelompok ini. Untuk materi dan kegiatan setiap pertemuannya

disusun oleh pemegang Program KIA Ibu Dan Anak. Walaupun demikian, ibu hamil

dapat mengajukan hal-hal yang ingin diketahui mengenai kesehatan dalam

kehamilan, persalinan, dan nifas, hingga menyusui, selain program ataupun materi

38

Page 35: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

yang sudah ditetapkan. Hal ini diharapkan akan meningkatkan kesadaran dan

pengetahuan ibu hamil tersebut. Berikut daftar kegiatan “Bumil Ceriwis”:

Tabel 2.1 Daftar Kegiatan “Bumil Ceriwis”

Tanggal Pelaksanaan

Jam Kegiatan Penanggung Jawab

2 Maret 2014 10.00-12.00 Sambutan oleh bidan dan kader

Berbagi cerita Penyebaran

leaflet”Perubahan selama kehamilan”

Kader di setiap kelurahan

15 Maret 2014 10.00-12.00 Pemberian Kuisioner Makan bersama dengan menu sehat bumil

Berbagi cerita Penyebaran Leaflet

“Nutrisi Ibu Hamil” Pembagian tabel Fe

untuk setiap bumil Pemberian Kuisioner

Kader di setiap kelurahan

30 Maret 2014 10.00-12.00 Senam Bumil Pemeriksaan

kesehatan Bumil Berbagi Cerita Konseling dengan

dokter/bidan

Kader di setiap kelurahan

15 April 2014 10.00-12.00 Berbagi cerita Pembagian leaflet

“Penyakit Penyerta Bumil”

Kader di setiap kelurahan

Selanjutnya 10.00-12.00 Menyesuaikan Kader di setiap kelurahan

Pada awalnya kelompok “Bumil Ceriwis” ini diaktifkan bersama-sama oleh

kader dan masyarakat khususnya ibu hamil. Namun dengan berjalannya waktu maka

39

Page 36: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

kelompok ini secara perlahan mulai diajak mandiri, seiring dengan meningkatnya

kesadaran ibu hamil untuk menambah pengetahuan selama kehamilan.

2.9 Otopsi Verbal

Pencatatan Kematian adalah pencatatan kejadian kematian yang dialami oleh

seseorang dalam register pada Instansi Pelaksana untuk pengelolaan data

kependudukan. Pencatatan Penyebab Kematian adalah pencatatan beberapa penyakit

atau kondisi yang merupakan suatu rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian

atau keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakhir

dengan kematian (Mendagri dan Menkes, 2010).

Perbaikan dalam sistem pencatatan kematian merupakan tantangan untuk

mencari teknik yang baru, yang cukup representatif, dan dapat dipercaya dalam

mencatat dan menentukan penyebab kematian. Untuk mendapatkan data-data

penyebab kematian sudah dikenal suatu pemeriksaan atau otopsi.

Otopsi (juga dikenal pemeriksaan kematian atau nekropsi) adalah investigasi

medis jenazah untuk memeriksa sebab kematian. Kata “otopsi” berasal dari bahasa

Yunani yang berarti “lihat dengan mata sendiri”. “Nekropsi” berasal dari bahasa

Yunani yang berarti “melihat mayat”. Otopsi yang sudah lama dikenal adalah otopsi

konvensional yang terdiri atas otopsi anatomis, klinis, dan forensik.

Otopsi anatomis adalah otopsi dilakukan dengan tujuan pembelajaran. Otopsi

klinis adalah pemeriksaan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk

40

Page 37: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi sebab kematian. Otopsi

klinik ini sangat penting untuk perkembangan dunia kedokteran. Sedangkan otopsi

forensik adalah pemeriksaan mayat untuk peradilan yang dilakukan atas dasar

perintah yang berwajib untuk kepentingan peradilan, karena peristiwa yang diduga

merupakan tindak pidana. Otopsi forensik di Indonesia masih memiliki kendala di

Indonesia, yaitu adat yang melarang perusakan jenazah. Apabila otopsi forensik ini

tidak dilakukan, akan berdampak terhadap kekosongan hukum (UU RI No.36 Tahun

2010). Saat ini terdapat alternatif baru yang dikembangkan di dunia Internasional

yaitu otopsi verbal.

Otopsi verbal adalah metode yang digunakan untuk menentukan jumlah dan

penyebab kematian seseorang dengan cara melakukan wawancara dengan keluarga

yang merawat mengenai gejala dan tanda-tanda yang muncul sebelum meninggal.

Mendagri dan Menkes (2010) menyatakan bahwa, Otopsi Verbal adalah suatu

penelusuran rangkaian peristiwa, keadaan, gejala, dan tanda penyakit yang mengarah

pada kematian melalui wawancara dengan keluarga atau pihak lain yang mengetahui

kondisi sakit dari almarhum. Otopsi verbal telah digunakan dalam surveilen kematian

yang berbasis masyarakat (community-based mortality surveillance) dan dalam

penelitian.

Tujuan utama otopsi verbal adalah untuk mengidentifikasi jumlah dan

penyebab kematian pada komunitas di mana tidak terdapat atau kurangnya pencatatan

angka kematian berdasar sertifikasi medik. Selain itu otopsi verbal juga dapat

memberikan data tentang karakteristik dasar (usia, jeni kelamin, pendidikan, dll)

41

Page 38: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

orang yang meninggal serta faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kematian,

sehingga instansi kesehatan suatu negara dapat menentukan prioritas dan menentukan

intervensi yang tepat. Sumber yang digunakan dalam otopsi verbal adalah kuesioner

yang dibagi berdasarkan kelompok umur, dengan output berupa penyebab kematian

yang telah diklasifikasikan menurut ICD-10.

Standar kuesioner verbal otopsi berisi:

Sebuah identitas, nomor referensi untuk kuesioner otopsi verbal yang telah selesai

dilakukan.

Tanggal, tempat dan waktu wawancara, dan identitas pewawancara.

Karakteristik responden.

Waktu, tempat dan tanggal kematian.

Nama, jenis kelamin dan usia almarhum.

Penyebab dari kematian dan kejadian yang menyebabkan mati menurut

responden; atau Sejarah kondisi medis dikenal sebelumnya; atau Sejarah cedera

atau kecelakaan.

Perawatan dan pelayanan menggunakan kesehatan selama periode sakit.

Data abstrak dari sertifikat kematian, kehamilan atau ibu dan kartu kesehatan

klinik anak atau catatan medis dan bukti dokumen yang relevan di tingkat rumah

tangga.

42

Page 39: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

Keuntungan otopsi verbal adalah:

Pada keadaan dimana sebagian besar kematian terjadi di rumah, penemuan

penyebab medik kematian hanya dapat diperoleh melalui otopsi verbal.

Otopsi verbal merupakan eksplorasi berbagai faktor medik dan non medik

terhadap berbagai kejadian yang mengarah pada kematian.

Otopsi verbal memberi kesempatan unik untuk menyertakan masukan dari pihak

keluarga dan masyarakat, menyangkut kualitas pelayanan kesehatan dalam upaya

memperbaiki layanan kesehatan.

Otopsi verbal memberi informasi kepada tokoh masyarakat dan berbagai pihak

yang menginginkan perbaikan kesehatan untuk menuntut perubahan atau

perbaikan praktik atau sumberdaya yang terkait dengan aspek budaya, masyarakat

dan pendidikan.

Keterbatasan otopsi verbal adalah:

Kurangnya realibitas dalam menentukan penyebab medik kematian

Kualitas data yang diperoleh melalui otopsi verbal sangat tergantung dari

persiapan yang matang, ujicoba materi dan uji kesesuaian kuosioner, pelatihan

dan penyediaan petugas lapangan dan pengelolaan data.

Adanya unsur subyektivitas dalam menentukan faktor-faktor penyebab kematian

Subyektifitas dalam menginterpretasikan berbagai faktor penyumbang, harusnya

tidak mengendurkan upaya untuk mengidentifikasi hal tersebut. Otopsi verbal

43

Page 40: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

lebih bertujuan mengidentifikasikan area umum yang diperbaiki bukan untuk

membuat indikator  dalam format kuantitas.

Validitas yang belum teruji pada metode otopsi verbal

Informasi tentang penyebab kematian yang diperoleh dari orang awam tidak

selalu sesuai dengan yang tertulis dalam surat keterangan kematian. Hingga kini

baru ada satu kajian tentang upaya validasi penyebab kematian melalui otopsi

verbal, sayangnya kajian ini dilakukan di rumah sakit sehingga tidak mungkin

dipakai untuk menyatakan kesetaraan validitas otopsi verbal.

Berpotensi untuk pelaporan lebih rendah atau tinggi dari yang sebenarnya dari

kematian dan penyebab khusus lainnya.

Otopsi verbal di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam

Negeri dan Menteri Kesehatan NOMOR 15 TAHUN 2010N 2009, NOMOR 162

/MENKES/PB/I/2010 pasal 6:

(1) Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan

penelusuran penyebab kematian.

(2) Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan metode autopsi verbal.

(3) Autopsi verbal sebagimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter.

(4) Dalam hal tidak ada dokter sebagimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal

dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih.

44

Page 41: Bab II Tapi Nyaris Lengkap

(5) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan

melalui wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang

mengetahui peristiwa kematian.

(6) Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan

oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat.

45