Download - Bab II Tapi Nyaris Lengkap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kematian Neonatal
Kematian neonatal adalah kematian neonatus lahir hidup pada usia gestasi 20
minggu atau lebih. Sedangkan neonatus lahir hidup adalah neonatus yang
menunjukkan bukti hidup setelah lahir, bahkan bila hanya sementara, dan meninggal
dalam waktu 28 hari (Prawirohardjo, 2005).
Kematian neonatal terbagi atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal
lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan
hidup dalam tujuh hari setelah kelahirannya. Kematian neonatal lanjut adalah
kematian neonatal yang dilahirkan hidup pada hari ke tujuh hingga kurang dari 29
hari (Prawirohadrjo, 2005).
2.2 Etiologi dan Patofisiologi Kematian Neonatal
2.2.1 Kausa Maternal
1. Hipertensi dalam Kehamilan
Penyebab kematian neonatal dari faktor ibu dapat dilihat dari adanya
komplikasi dalam kehamilan ataupun kunjungan ibu hamil yang tidak teratur. Salah
satu contoh penyakit yang dapat menjadi penyulit pada kehamilan adalah hipertensi
dalam kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Hipertensi gestasional
b. Pre-eklampsia
5
c. Eklampsia
Ketiga jenis hipertensi dalam kehamilan ini merupakan bagian yang berurutan
sesuai dengan tingkat keparahan. Hipertensi gestasional merupakan peningkatan
tekanan darah mencapai lebiih atau sama dengan 140/90mmHg untuk pertama kali
selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional yang
berlanjut akan menyebabkan terjadinya pre-eklampsia.
Pre-eklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel disertai dengan adanya
kombinasi antara hipertensi dan proteinuria yang nyata selama kehamilan. Pre-
eklampsia yang tidak segera ditangani dengan baik akan menimbulkan stadium pre-
eklampsia berat yang dapat berujung pada eklampsia. Eklampsia adalah terjadinya
kejang grand mall pada seorang wanita dengan pre-eklampsia yang tidak dapat
disebabkan oleh hal lain (Cunningham, 2010).
Hipertensi dalam kehamilan sejatinya mengakibatkan vasospasme dan
iskemia pembuluh darah ibu. Pada hipertensi gestasional, terjadi peningkatan curah
jantung yang akan mengakibatkan adanya peningkatan afterload jantung. Hal ini akan
semakin parah jika mencapai tahap pre-eklampsia yang mana terjadi peningkatan
tahanan perifer akibat vasospasme yang berlebihan dan berakibat pada penurunan
curah jantung yang mencolok. Jika keadaan ini tidak ditatalaksana dengan benar,
perfusi utero-plasenta akan terganggu dan mengakibatkan hipoksia janin dan dapat
berakibat pada kematian janin.
6
Gejala dan tanda untuk masing-masing tipe hipertensi dalam kehamilan
hampir memiliki gambaran yang sama, terutama pada keluhan nyeri kepala dan
epigastrium. Pada hipertensi gestasional dikenal adanya nyeri kepala, nyeri
epigastrium, dan peningkatan tekanan darah yang nyata. Pre-eklampsia berat
ditegakkan berdasarkan adanya eksresi protein dalam urin dalam 24 jam sebesar dua
gram atau lebih dan proteinuria +2 atau lebih yang menetap. Sedangkan pre-
eklampsia ringan ditemukan proteinuria +1 atau tidak ada sama sekali dan merupakan
kelanjutan dari hipertensi gestasional. Oleh karena itu, pada pre-eklampsia perbedaan
antara pre-eklampsia ringan dan berat merupakan sesuatu yang vital karena
berhubungan dengan tekanan onkotik dan volume cairan tubuh yang terganggu
(Prawirohardjo, 2007).
2. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus tipe 2 lebih merupakan faktor penyulit medis tersering pada
kehamilan. Pasien dipisahkan menjadi golongan dengan diabetes melitus sebelum
hamil dan yang mengidap diabetes melitus saat hamil (gestasional). Diabetes
gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan yang mungkin
terjadi akibat perubahan-perubahan fisiologis pada metabolisme glukosa. Keadaan ini
dapat menimbulkan efek bagi ibu dan janin. Efek yang akan dialami janin adalah
makrosomia disertai risiko trauma lahir yang besar karena distosia bahu. Hal ini
disebabkan oleh pengendapan lemak yang belebihan di bahu dan badan.
Hiperinsulinemia janin yang disebabkan oleh hiperglikemia ibu pun akhirnya akan
merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan.
7
3. Anemia dalam Kehamilan
Anemia adalah berkurangnya jumlah sel darah merah hingga di bawah
normal, kuantitas hemoglobin dan volume hematokrit (packed red cells) per 100 ml
darah. Pada wanita tidak hamil, anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin
yang kurang dari 12.00 gr/dl. Untuk wanita hamil, anemia didefinisikan sebagai kadar
hemoglobin kurang dari 11.00 gr/dl pada trimester pertama dan ketiga dan dibawah
10.50 gr/dl pada trimester kedua (Cunningham, 2010).
Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia adalah malnutrisi, kekurangan zat
besi, malabsorpsi, kehilangan darah, haid yang berlebihan dan penyakit-penyakit
kronik. Secara umum faktor utama penyebab penyakit anemia adalah:
a. Banyak kehilangan darah. Faktor penyebab kehilangan darah diantaranya
perdarahan, haid terlalu banyak dan gangguan pencernaan seperti keganasan,
infeksi cacing tambang dan kelainan lambung.
b. Rusaknya sel darah merah. Rusaknya sel darah merah disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya oleh penyakit malaria dan penyakit thalasemia yang merusak
asam folat dalam darah.
c. Kurangnya produksi sel darah merah. Kurangnya sel darah merah dikarenakan
kurang mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi terutama zat
besi, vitamin C, vitamin B12, protein, asam folat, dan zat gizi penting lainnya
(Wirahadikusuma, 1997).
Kehamilan memicu perubahan-perubahan fisiologis yang sering mengaburkan
diagnosis sejumlah kelainan hematologis, salah satunya anemia. Perubahan
8
hematologis yang paling bermakna adalah ekspansi volume darah dengan
peningkatan volume plasma yang tidak sepadan sehingga hematokrit biasanya
menurun. Penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita
sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat dikarenakan ketidakseimbangan
antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi
peredaram darah disebut anemia fisiologis. Anemia fisiologis biasanya memuncak
pada trimester kedua (Cunningham, 2010; Prawirohardjo, 2011).
Volume darah ibu akan meningkat secara nyata selama kehamilan. Volume
darah saat aterm dan mendekati aterm rata-rata berkisar antara 40 sampai 45 % diatas
volume darah ketika tidak hamil. Hipervolemia yang diinduksi kehamilan tersebut
mempunyai beberapa fungsi penting diantaranya :
a. Untuk memenuhi kebutuhan uterus yang membesar dengan sistem vaskularnya
yang mengalami hipertrofi.
b. Untuk melindung ibu dan janinnya terhadap efek merusak dari terganggunya
aliran balik vena pada posisi berbaring dan posisi berdiri tegak.
c. Untuk menjaga ibu dari efek samping kehilanggan darah saat proses persalinan
(Cunningham, 2010; Prawirohardjo, 2011).
Volume darah ibu akan mulai meningkat pada trimester pertama, bertambah
paling cepat pada trimester kedua dan kemudian naik dengan kecepatan lebih pelan
pada trimester ketiga untuk mencapai kondisi keseimbangan pada beberapa minggu
terakhir kehamilan. Penyebab peningkatan volume antara lain karena aldosteron dan
estrogen yang meningkat saat kehamilan dan karena retensi cairan oleh ginjal. Selain
itu, sumsum tulang menjadi sangat aktif dan menghasilkan sel darah merah tambahan
9
serta kelebihan volume cairan. Oleh karena itu, pada saat kelahiran bayi, ibu memiliki
kelebihan darah 1 sampai 2 liter dalam sirkulasinya (Cunningham, 2010;
Prawirohardjo, 2011).
Selain itu penyebab anemia yang sering terjadi selama kehamilan adalah
karena defisiensi besi. Pada gestasi dengan satu janin, kebutuhan zat besi pada ibu
hamil rata-rata 800 mg dengan komposisi 300 mg untuk janin dan plasenta dan
sekitar 500 mg untuk kebutuhan hemoglobin ibu. Sekitar 200 mg zat besi atau lebih
keluar melalui usus, urin, dan kulit. Jumlah total zat besi yang diperlukan ibu hamil
adalah sekitar 1000 mg (Cunningham, 2010; Prawirohardjo, 2011).
2.2.2 Kausa Janin
Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO), semua bayi yang
baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weights
Infants atau BBLR tanpa memandang masa gestasi (Depkes RI,2008.8-1). Pada tahun
1970, Kongres European Perinatal Medicine II yang diadakan di London
mengusulkan definisi untuk mendapatkan keseragaman tentang maturitas bayi lahir,
yaitu sebagai berikut :
a. Preterm Infant (Premature) atau bayi kurang bulan yaitu bayi dengan masa
kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).
b. Term Infant atau bayi cukup bulan yaitu bayi dengan masa kehamilan mulai 37
minggu sampai 42 minggu (259-293 hari).
c. Post Term Infant atau bayi lebih bulan yaitu bayi dengan masa kehamilan mulai
42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih).
10
Penilaian terhadap bayi berat lahir rendah (BBLR) dilakukan dengan cara
menimbang bayi pada saat lahir atau dalam 24 jam pertama. Dalam minggu pertama
bayi akan turun, kemudian akan naik sesuai dengan umur bayi. Pada bayi berat lahir
rendah (BBLR), penurunan berat badan dapat terjadi setiap saat (Prawirohardjo,
2009).
Berkaitan dengan masa gestasinya, bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat
diklasifikasikan (Proferawati, 2010) sebagai berikut:
a. Prematuritas murni yaitu bayi dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu dan
berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa
disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat badan bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
kehamilannya (KMK).
Beberapa faktor penyebab bayi berat lahir rendah (BBLR) diantaranya:
a. Faktor Ibu
Bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang disebabkan oleh faktor ibu
diantaranya :
1) Gizi ibu hamil yang kurang yang berakibat menderita anemia defisiensi besi,
penyakit menahun ibu seperti hipertensi, jantung, toksemia gravidarum dan
11
diabetes melitus, perdarahan antepartum,trauma fisik dan psikologis, malaria,
infeksi menular seksual, HIV/AIDS, Torch dan sebagainya.
2) Faktor usia ibu dibawah 16 tahun, diatas 35 tahun, multigravida dengan jarak
kelahiran yang terlalu dekat, dan memiliki riwayat bayi berat lahir rendah
(BBLR) sebelumnya.
3) Keadaan sosial antara lain golongan sosial ekonomi rendah, mengerjakan
aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat, perkawinan yang tidak sah dan
sebagainya.
4) Ibu seorang perokok berat, peminum alkohol, dan pecandu narkotik.
(Manuaba, 1998; Rayburn, 1998; Depkes, 1992; Prawirohardjo, 2008).
b. Faktor Janin
Bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang disebabkan oleh faktor
janis diantaranya janin hidramnion, kehamilan ganda, radiasi, aplasia pancreas,
penyakit membran hialin, pneumonia aspirasi, perdarahan ventrikel otak,
disautonomia familial, infeksi janin (sitomegalo dan rubela), dan kelainan kromosom
(Manuaba, 1998; Rayburn, 1998; Depkes, 1992 ;Prawirohardjo, 2008).
c. Faktor Lingkungan
Bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang disebabkan oleh faktor
lingkungan diantaranya tempat tinggal di dataran tinggi, radiasi, dan zat-zat racun
(Manuaba, 1998; Rayburn, 1998; Depkes, 1992; Prawirohardjo, 2008).
12
a. Gangguan metabolik pada bayi berat lahir rendah (BBLR) terbagi atas 2 bagian
berikut.
1. Hipotermia
2. Hipoglikemia
b. Gangguan pernapasan
Sindrom gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah
perkembangan imatur pada sistem pernapasan atau tidak cukupnya jumlah surfaktan
pada paru - paru. Secara garis besar, penyebab sesak napas utama pada neonatus
adalah penyakit membran hialin dan aspirasi mekonium.
c. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang terjadi pada bayi berat lahir rendah (BBLR) antara
lain:
1) Sistem pencernaan makanan belum berfungsi dengan sempurna sehingga
penyerapan makanan cenderung lemah atau kurang baik. Aktivitas otot
pencernaan juga berfungsi kurang baik dan kerja sfingter kardioesofagus yang
belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung dan dapat
menimbulkan aspirasi pneumonia.
2) Ikterus adalah kuningnya warna kulit, selaput lendir, dan berbagai jaringan oleh
zat warna empedu. bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi kuning lebih awal
dan lebih lama daripada bayi cukup berat badannya. Ikterus patologis yang terjadi
ditandai dengan tanda- tanda sebagai berikut.
a) Wana kuning kulit timbul dalam 24 jam pertama setelah lahir
b) Jika dalam sehari, kadar bilirubin meningkat pesat dan progresif
13
c) Jika bayi kuning lebih dari 2 minggu.
d) Jika air kencingnya berwarna tua seperti air teh.
Untuk masalah jangka panjang meliputi masalah psikis dan masalah fisik
dengan penjelasan sebagai berikut.
a. Masalah Psikis
Adapun masalah - masalah psikis yang terjadi pada bayi berat lahir rendah
(BBLR) meliputi gangguan perkembangan dan pertumbuhan, gangguan bicara dan
komunikasi, gangguan neurologi dan kognisi, gangguan belajar dan gangguan atensi
dan hiperaktif.
b. Masalah Fisik
Adapun masalah-masalah fisik yang terjadi pada bayi berat lahir rendah
(BBLR) meliputi penyakit paru-paru kronis, gangguan penglihatan dan pendengaran
dan kelainan bawaan.
2.3 Hubungan Anemia pada Kehamilan dengan Kejadian Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
Anemia pada saat kehamilan dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun
bayi yang dilahirkannya. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme
ibu karena kurangnya kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen yang dapat berefek
tidak langsung pada bayi maupun ibu antara lain kematian bayi, bertambahnya
kerentanan ibu terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir prematur (Setyawan,
1996). Anemia ringan dapat mengakibatkan terjadinya kelahiran prematur dan
kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Untuk anemia berat pada masa kehamilan
14
dapat meingkatkan risiko morbiditas dan mortilitas pada ibu maupun bayi yang
dilahirkannya. Selain itu, anemia juga dapat mengakibatkan hambatan tumbuh
kembang janin dalam rahim dan ketuban pecah dini (Manuaba, 1998).
2.4 Pengawasan Ibu Hamil dalam Upaya Menurunkan Kejadian Kematian
Neonatus
Menurut Wiknjosastro (2002), tujuan pengawasan pada ibu hamil adalah
untuk menjaga kesehatan fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan. Pengawasan ini dapat dilakukan dalam antenatal care yang bertujuan
untuk:
a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang-kurangnya harus sama sehatnya
atau lebih sehat.
b. Adanya kelainan fisik atau psikis yang harus ditemukan dini dan di terapi.
c. Wanita hamil melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat fisik
dan mental.
Ibu hamil dianjurkan melakukan pengawasan antenatal sebanyak 4 kali, yaitu
pada setiap trimester, sedangkan trimester terakhir sebanyak dua kali. Pemeriksaan
pertama dilakukan setelah diketahui terlambat haid. Dilanjutkan dengan pemeriksaan
ulang setiap bulan sampai umur kehamilan 6 – 7 bulan, setiap dua minggu sejak umur
kehamilan 8 bulan sampai terjadinya persalinan. Jadwal pemeriksaan antenatal
sebanyak 12 sampai 13 kali selama kehamilan, Di Negara berkembang, pemeriksaan
antenatal dilakukan sebanyak empat kali pada sebagian besar kasus yang tercatat
(Saifuddin, 2009).
15
Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan agar ibu hamil dapat menjaga
kesehatannya dan janin yang dikandungnya dengan baik. Selain itu hendaknya ibu
dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun).
Memperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengonsumsi makanan yang lebih sering
atau lebih banyak dan lebih diutamakan makanan yang mengandung nutrien yang
memadai. Menghentikan kebiasaan merokok ataupun obat-obatan terlarang pada ibu
hamil.
Menkonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet per hari
sebanyak minimal 90 tablet. Kurangi kegiatan fisik yang melelahkan semasa
kehamilan dan menganjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm.
Memberikan program stimulasi bayi berat lahir rendah (BBLR) lebih meningkatkan
tingkat perkembangan anak. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut
berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar
mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama kehamilan (Saifuddin, 2010; Proferawati, 2010; Francin et al.,
2009; Bhalerao et al., 2011).
2.5 Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care = ANC)
Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik
dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa
nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI
16
dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Wiknjosastro, 2005).
Kunjungan antenatal care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter
sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal (ANC), petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada
tidaknya masalah atau komplikasi (Siregar, 2013).
Menurut Henderson (2006), kunjungan antenatal care adalah kontak ibu
hamil dengan pemberi perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan
kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi
informasi bagi ibu dan petugas kesehatan (Siregar, 2013).
2.5.1 Tujuan Antenatal Care (ANC)
Tujuan utama antenatal care adalah untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan
positif bagi ibu maupun bayinya dengan membina hubungan saling percaya dengan
ibu, mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan
kelahiran, dan memberikan pendidikan. Antenatal care penting untuk menjamin agar
proses alamiah tetap berjalan selama kehamilan (Siregar, 2013). Menurut Depkes RI
(2004) tujuan dilakukannya ANC adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan
mental ibu selama dalam kehamilan dan untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui
masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, sehingga ibu sehat
dan menghasilkan bayi yang sehat pula (Siregar, 2013).
a. Tujuan Umum
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
17
kembang janin.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu
dan bayi.
3. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
4. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran.
5. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medik, bedah, atau obstetrik
selama kehamilan.
6. Mengembangkan persiapan persalinan serta persiapan menghadapi komplikasi
7. Membantu menyiapkan ibu menyusui dengan sukses, menjalankan nifas
normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
b. Tujuan Khusus
Menurut Manuaba (1998) sebagaimana yang dikutip oleh Siregar (2013),
menyatakan bahwa tujuan khusus antenatal care adalah :
1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit-penyulit yang terdapat saat
kehamilan, persalinan, dan nifas.
2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, nifas.
3. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2005) tujuan ANC adalah menyiapkan
wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada post
partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.
18
2.5.2 Pelayanan Antenatal
A. Konsep Pemeriksaan Antenatal
Menurut Depkes RI (2002), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar
pelayanan antenatal dimulai dengan :
Anamnesis : meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan
sebelumnya dan kehamilan sekarang.
Pemeriksaan umum : meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus
kebidanan.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa
Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi (Fe)
Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku sehari-
hari, perawatan payu dara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko, pentingnya
pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan oleh tenaga
terlatih, KB setelah melahirkan serta pentingnya kunjungan pemeriksaan
kehamilan ulang.
B. Kunjungan Ibu Hamil
Menurut Depkes RI (2002), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu
hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk
mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan disini dapat diartikan ibu
hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau sebaliknya petugas kesehatan
yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil
dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti :
1) Kunjungan ibu hamil yang pertama
19
Kunjungan pertama adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan
kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.
2) Kunjungan ibu hamil yang keempat
Kunjungan keempat adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan
kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal
sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa kehamilan dengan
distribusi kontak sebagai berikut :
a. Minimal 1 kali pada trimester I , usia kehamilan 1-12 minggu.
b. Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13-24 minggu.
c. Minimal 2 kali pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.
C. Jadwal Pemeriksaan
Menurut Depkes RI (2002), pemeriksaan kehamilan berdasarkan kunjungan
antenatal dibagi atas :
1) Kunjungan Pertama, kedua dan ketiga
Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat kebidanan,
(4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan kehamilan
dan pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan konsultasi.
2) Kunjungan Keempat
Meliputi : (1) Anamnese (keluhan/masalah) (2) Pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan, (3) Pemeriksaan psikologis, (4) Pemeriksaan laboratorium
20
bila ada indikasi/diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan normal, terdapat
penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan risiko tinggi (6) Sikap dan
rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).
Menurut penelitian Siregar (2013) jadwal pemeriksaan antenatal yang
dianjurkan adalah :
a. Pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid
terlambat satu bulan
b. Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan
c. Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan
d. Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
e. Periksa khusus bila ada keluhan atau masalah
D. Pelaksana Pelayanan Antenatal
Pelaksana pelayanan antenatal adalah dokter, bidan (bidan puskesmas, bidan
di desa, bidan di praktek swasta), pembantu bidan, perawat yang sudah dilatih dalam
pemeriksaan kehamilan (Depkes RI, 2002).
2.5.3 Standar Program ANC
Standar pelayanan ANC meliputi standar 7T,sehingga ibu hamil yang datang
memperoleh pelayanan komprehensif dengan harapan antenatal care dengan standar
7T dapat sebagai daya ungkit pelayanan kehamilan dan diharapkan ikut andil dalam
menrunkan angka kematian ibu. Pelayanan ANC minimal 5T, meningkat menjadi 7T
yakni :
5T:
21
1.Ukur tinggi badan/bert badan
2. Ukur tekanan darah
3.Ukur tinggi fundus uteri
4. Pemberian imunisasi TT
5. Pemberian tablet zat besi
7T:
6. Tes terhadap penyakit menular seksual
7. Temu wicara
2.5.4 Standar Pelayanan ANC
Menurut Depkes RI (2005) standar pelayanan antenatal terdiri atas 6 standar,
yakni :
A. Standar 1 : Identifikasi Ibu Hamil
Tujuannya adalah mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya. Hasilnya:
1) Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan
2) Ibu, suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemerikasaan kehamilan
secara dini dan teratur, serta mengetahui tempat pemeriksaan hamil
3) Meningkatkan cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan
16 minggu
B. Standar 2 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Tujuannya adalah memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini
komplikasi kehamilan. Hasilnya :
22
1) Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 x selama kehamilan
2) Meningkatkan pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat
3) Deteksi dini dan pengananan komplikasi kehamilan
4) Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda bahaya
kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan.
5) Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi kedaruratan.
C. Standar 3 : Palpasi Abdominal
Tujuannya adalah memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan
janin, penentu letak, posisi dan bagian bawah janin. Hasilnya:
1) Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik
2) Diagnosis dini kelainan letak, dan merujuknya sesuai dengan kebutuhan
3) Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain serta merujuknya sesuai
dengan kebutuhan.
D. Standar 4 : Pengelolaan anemia pada kehamilan
Tujuannya adalah menemukan anemia pada kehamilan secara dini, dan melakukan
tindak lanjut yang memadai untuk mengatsi anemia sebelum persalinan
berlangsung. Hasilnya :
1) Ibu hamil dengan anemia berat segera dirujuk
2) Penurunan jumlah ibu melahirkan dengan anemia
3) Penurunan jumlah bayi baru lahir dengan anemia/BBLR
E. Standar 5 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
23
Tujuannya adalah mengenali dan menemukan secara dini hepertensi pada
kehamilan dan memerlukan tindakan yang diperlukan. Hasilnya :
1) Ibu hamil dengan tanda pre–eklamsia mendapat perawatan yang memadai dan
tepat waktu.
2) Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklamsia.
F. Standar 6 : Persiapan Persalinan
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa persalinan direncanakan dalam
lingkungan yang aman dan memadai dengan pertolongan bidan terampil. Hasilnya:
1) Ibu hamil, suami dan keluarga tergerak untuk merencanakan persalinan yang
bersih dan aman
2) Persalinan direncanakan ditempat yang aman dan memadai dengan
pertolongan bidan terampil.
3) Adanya persiapan sarana transportasi untuk merujuk ibu bersalin, jika perlu.
4) Rujukan tepat waktu telah dipersiapkan bila perlu.
2.5.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Antenatal
Cukup banyak model-model penggunaan pelayanan kesehatan yang
dikembangkan seperti model kependudukan, model sumberdaya masyarakat, model
organisasi dan lain-lain sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam
masing-masing model (Notoatmodjo, 2010).
Salah satunya menurut Anderson (1974), sebagaimana dikutip oleh
Notoadmodjo (2010) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model)
berupa model kepercayaan kesehatan (health belief model). Dalam model Anderson
24
ini, terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu :
a. Komponen predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda-
beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang. Komponen terdiri dari:
1) Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar
keluarga dan lain-lain)
2) Faktor struktural sosial (suku bangsa, pendidikan dan pekerjaan)
3) Faktor keyakinan/kepercayaan (pengetahuan, sikap dan persepsi)
b. Komponen enabling (pemungkin/pendorong), menunjukkan kemampuan
individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Di dalam komponen ini
termasuk faktor-faktor yang berpengaruh dengan perilaku pencarian :
1) Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan,
keikutsertaan dalam asuransi, dukungan suami, informasi pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan).
2) Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak transportasi dan
sebagainya).
3. Komponen need (kebutuhan), merupakan faktor yang mendasari dan merupakan
stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan
apabila faktor-faktor predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan pelayanan
kesehatan dapat dikategorikan menjadi :
1) Kebutuhan yang dirasakan/persepsikan (seperti kondisi kesehatan, gejala
sakit, ketidakmampuan bekerja).
2) Evaluasi/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit
didasarkan oleh petugas kesehatan (tingkat beratnya penyakit dan gejala
25
penyakit menurut diagnosis klinis dari dokter).
Berdasarkan hasil penelitian Murniati (2007), faktor–faktor yang berhubungan
dengan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil adalah faktor predisposisi,
faktor pemungkin dan kebutuhan. Faktor predisposisi meliputi variabel umur ibu,
paritas, jarak kelahiran, pendidikan , pengetahuan dan sikap. Dari faktor predisposisi
ini yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal adalah pengetahuan.
Faktor pemungkin meliputi variabel pekerjaan suami dan keterjangkauan. Variabel
yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal pada faktor pemungkin
adalah keterjangkauan pelayanan. Sedangkan faktor kebutuhan terdiri dari variabel
kondisi ibu dan ketersediaan pelayanan (pelayanan 5T) memiliki hubungan dengan
pemanfaatan pelayanan antenatal (Siregar, 2013).
Sedangkan menurut Andersen (1968) dalam Wibowo (1992), faktor yang
berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal care adalah komponen
predisposing (predisposisi seseorang untuk memakai pelayanan), komponen enabling
(kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan) dan komponen need (kebutuhan
seseorang akan pelayanan kesehatan). Wibowo (1992) mengembangkan model
Andersen (1968) dengan meneliti faktor-faktor oleh ibu hamil (Siregar, 2013).
Model pemanfaatan pelayanan antenatal dihubungkan oleh faktor
predisposing yaitu susunan keluarga, struktur sosial dan kepercayaan kesehatan,
seperti: umur ibu, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan, sikap, dan faktor
enabling adalah sumber keluarga dan sumber masyarakat, seperti: dukungan suami,
ekonomi keluarga, pembayaran, ongkos, waktu, ketersediaan pelayanan, jarak,
sedangkan faktor need adalah sakit atau penyakit dan respon terhadap penyakit
26
seperti riwayat, keluhan, persepsi sehat, kondisi ibu, rencana pengobatan dan Hb.
2.6 Program Kesehatan Ibu dan Anak
Meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian anak adalah
salah satu tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs). Untuk
mencapai hal tersebut perlu adanya suatu program yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dan terpadu, salah satunya adalah program kesehatan ibu dan anak
(KIA). Program kesehatan ibu dan anak (KIA) adalah suatu program dibidang
kesehatan menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,
ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir
dengan komplikasi, bayi, dan balita, serta anak prasekolah.
Tujuan umum Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi
ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh
kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia
seutuhnya. Sedangkan tujuan khusus program KIA adalah :
a) Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam
mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat
guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga, Posyandu dan sebagainya.
27
b) Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara
mandiri di dalam lingkungan keluarga, Posyandu, dan Karang Balita serta di
sekolah Taman Kanak-Kanak atau TK.
c) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, dan ibu menyusui.
d) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu
menyusui, bayi dan anak balita.
e) Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak
prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.
Pemantapan pelayanan KIA diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
a) Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua
fasilitas kesehatan.
b) Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke
fasilitas kesehatan.
c) Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
d) Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
e) Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
28
f) Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan
pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
g) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
h) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
i) Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
2.7 Kelas Ibu Hamil
Kelas ibu hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur
kehamilan antara 20 minggu s/d 32 minggu dengan jumlah peserta maksimal 10
orang perkelas. Di kelas ini ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh dan sistematis serta
dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan (Depkes RI, 2009).
Kelas ibu hamil merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan
bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan,
perawatan nifas dan perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte
kelahiran (Depkes RI, 2009).
29
2.7.1 Tujuan Kelas Ibu Hamil
Tujuan umum dari kelas ibu hamil ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu agar memahami tentang kehamilan,
perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan,
perawatan nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi baru lahir,
mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan akte kelahiran
(Kemenkes, 2011).
Tujuan Khusus :
a. Terjadinya interaksi dan berbagi pengalaman antar peserta (ibu hamil dengan ibu
hamil lainnya) dan antar ibu hamil dengan petugas kesehatan/bidan tentang
kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan
kehamilan, persalinan, Perawatan Nifas, KB pasca persalinan, perawatan bayi
baru lahir, mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat, penyakit menular dan akte
kelahiran.
b. Meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku ibu hamil tentang:
kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan (apakah itu kehamilan, perubahan
tubuh selama kehamilan, keluhan umum saat hamil dan cara mengatasinya,
apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil dan pengaturan gizi termasuk
pemberian tablet tambah darah untuk penanggulangan anemia),
perawatan kehamilan (kesiapan psikologis menghadapi kehamilan, hubungan
suami isteri selama kehamilan, obat yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi
30
oleh ibu hamil, tanda bahaya kehamilan, dan P4K (perencanaan persalinan
dan pencegahan komplikasi),
persalinan (tanda-tanda persalinan, tanda bahaya persalinan dan proses
persalinan),
perawatan Nifas (apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat menyusui
ekslusif, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, tanda-tanda bahaya dan
penyakit ibu nifas),
KB pasca persalinan,
perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian k1 injeksi,
tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan perkembangan bayi/anak dan
pemberian imunisasi pada bayi baru lahir),
mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatan ibu
dan anak,
penyakit menular (IMS, informasi dasar HIV-AIDS dan pencegahan dan
penanganan malaria pada ibu hamil),
akte kelahiran.
2.7.2 Sasaran Kelas Ibu Hamil
Peserta kelas ibu hamil sebaiknya ibu hamil pada umur kehamilan 20 s/d 32
minggu, karena pada umur kehamilan ini kondisi ibu sudah kuat, tidak takut terjadi
keguguran, efektif untuk melakukan senam hamil. Jumlah peserta kelas ibu hamil
maksimal sebanyak 10 orang setiap kelas. Suami/keluarga ikut serta minimal 1 kali
31
pertemuan sehingga dapat mengikuti berbagai materi yang penting, misalnya materi
tentang persiapan persalinan atau materi yang lain (Kemenkes, 2011).
2.7.3 Materi Kelas Ibu Hamil
Pertemuan kelas ibu hamil dilakukan 3 kali pertemuan selama hamil atau
sesuai dengan hasil kesepakatan fasilitator dengan peserta. Pada setiap pertemuan
materi kelas ibu hamil yang akan disampaikan disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi ibu hamil.
Pada setiap akhir pertemuan dilakukan senam hamil. Senam hamil ini
merupakan kegiatan/materi ekstra di kelas ibu hamil, diharapkan dapat dipraktekan
setelah sampai di rumah. Waktu pertemuan disesuaikan dengan kesiapan ibu-ibu, bisa
dilakukan pada pagi atau sore hari dengan lama waktu pertemuan 120 menit termasuk
senam hamil 15-20 menit. Selain itu juga dilakukan evaluasi harian untuk mengetahui
tingkat pengetahuan ibu hamil tersebut (Kemenkes, 2011). Beberapa materi pada
kelas ibu hamil adalah:
1) Perubahan Tubuh Selama Kehamilan.
Kehamilan adalah masa dimana terdapat janin di dalam rahim seorang
perempuan. Pada masa kehamilan terjadi perubahan pada tubuh ibu yang erat
kaitannya dengan keluhan-keluhan selama kehamilan, yaitu :
a. Perubahan payudara.
b. Peningkatan berat badan.
c. Kram perut.
d. Sering buang air kecil.
32
e. Sembelit (susah buang air besar).
f. Ngidam.
g. Mual dan muntah.
2) Keluhan Umum Saat Hamil dan Cara Mengatasinya. Keluhan umum saat
kehamilan (Depkes RI, 2009) sebagai berikut:
a. Keputihan.
b. Nyeri pinggang.
c. Kram kaki.
d. Pembengkakan di kaki
e. Wasir
f. Sembelit
3) Periksa Kehamilan Secara Rutin
Periksa kehamilan secepatnya dan sesering mungkin sesuai dengan anjuran
petugas. Agar ibu, suami dan keluarga dapat mengetahui secepatnya jika ada masalah
yang timbul pada kehamilan. Hal-hal yang didapatkan ibu hamil selama kehamilan
adalah:
a. Timbang berat badan setiap kali periksa hamil. Berat badan bertambah sesuai
dengan pertumbuhan bayi dalam kandungan.
b. Minum 1 tablet tambah darah setiap hari sesudah makan. Ibu hamil mendapat
tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan. Tablet
tambah darah mencegah ibu kurang darah. Minum tablet tambah darah tidak
membahayakan bayi.
33
c. Minta imunisasi tetanus toksoid kepada petugas kesehatan, imunisasi tetanus
untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi baru lahir.
d. Minta nasehat kepada petugas kesehatan tentang makanan bergizi selama
hamil. Makan makanan bergizi yang cukup membuat ibu dan bayi sehat.
e. Sering mengajak bicara bayi sambil mengelus-elus perut setelah kandungan
berumur 4 bulan.
4) Pengaturan Gizi
Jenis makanan yang perlu dikonsumsi oleh ibu hamil tentunya makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan zat gizi sesuai dengan ketentuan gizi seimbang,
sedangkan makanan yang tidak dianjurkan dikonsumsi selama hamil antara lain
adalah minuman yang beralkohol, minuman yang mengandung kafein misalnya kopi,
makanan yang mengandung zat tambahan seperti pengawet, makanan yang tercemar
(pestisida, logam berat). Manfaat makanan yang sesuai oleh ibu hamil yaitu:
a. Untuk kebutuhan gizi tubuh sendiri agar tidak terjadi Kurang Energi Kronis
(KEK)
b. Agar terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin
c. Untuk merpersiapkan pembentukan air susu ibu
5) Perawatan Kehamilan
a. Psikologis
b. Hubungan suami istri atau senggama selama kehamilan
c. Konsumsi obat ibu hamil. Selama kehamilan apa yang dikonsumsi oleh ibu
akan dikonsumsi pula oleh janin, sehingga jika salah minum obat akan
34
mengganggu proses tumbuh kembang janin di dalam rahim ibu. Sebelum
hamil delapan bulan ada baiknya ibu tidak minum obat apa pun, kalaupun
terpaksa minum obat perlu hati-hati.
6) Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan
Sebagian besar kematian ibu terjadi selama masa kehamilan, oleh karena itu
sangatlah penting untuk membimbing para ibu dan keluarganya untuk mengenali
tanda-tanda bahaya yang menandakan bahwa ia perlu segera mencari bantuan medis.
Tanda-tanda bahaya kehamilan (Depkes RI, 2009) sebagai berikut: perdarahan,
bengkak, demam tinggi, keluar air ketuban, gerakan bayi berkurang, ibu muntah terus
dan tidak mau makan, dan trauma atau cedera.
7) Program Perencanaan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan Stiker
Persiapan Menghadapi Persalinan
Ibu beserta suami dan anggota keluarga yang lain harus sudah merencanakan
persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan dengan menentukan tempat untuk
bersalin atau melahirkan, menentukan penolong persalinan, menginformasikan
riwayat kehamilan, tanda-tanda ibu hamil yang akan bersalin atau melahirkan, dan
suami mendampingi selama proses persalinan berlangsung dan mendukung upaya
rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2009).
Keluarga harus dapat menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan
medis. Suami atau keluarga harus dapat menghindari 3T (terlambat) yaitu terlambat
mengambil keputusan, terlambat ke tempat pelayanan dan terlambat memperoleh
35
pertolongan medis sehingga suami atau keluarga waspada dan bertindak atau
mengantisipasi jika melihat tanda bahaya kehamilan. Suami atau keluarga
merencanakan sistem angkutan (ambulan desa) dan menyiapkan pendonor darah
potensial jika diperlukan serta mendampingi ibu pada saat selesai persalinan (Depkes
RI, 2009).
8) Persalinan
Pada materi ini dijelaskan apa-apa saja tanda-tanda persalinan, tanda bahaya
pada persalinan, dan bagaimana proses persalinan, serta menjeleskan mengenai
tindakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
9) Perawatan nifas
Perawatan nifas yang terdiri dari apa saja yang dilakukan ibu nifas agar dapat
menyusui ekslusif,bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas, mengenali tanda-tanda
bahaya dan penyakit ibu nifas, serta penjelasan mengenai KB pasca salin.
10) Perawatan Bayi
Materi ini meliputi perawatan bayi baru lahir (BBL), pemberian vitamin k1
injeksi pada BBL, tanda bahaya BBL, pengamatan perkembangan bayi/anak,
pemberian imunisasi pada BBL.
11) Mitos
Bagi ibu hamil penting untuk mengetahui hal-hal yang sudah berkembang
dimasyarakat mengenai kesehatan ibu dan anak, sehingga pada kelas ibu hamil ini
disajikan juga materi untuk penggalian dan pelurusan mitos yang berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak
36
12) Penyakit Menular
Selain pengetahuan untuk meningkatan kesehatan ibu selama hamil, ibu hamil
juga perlu mengetahui informai mengenai penyakit-penyakit berbahaya yang dapat
dialami oleh ibu hamil yaitu: Infeksi Menular Seksual (IMS), Informasi dasar
HIV/AIDS, serta Pencegahan dan penanganan malaria pada ibu hamil.
13) Akte Kelahiran
Ibu hamil harus mengetahui pentingnya akte kelahiran bagi calon anak yang
akan dilahirkannya.
Materi, metode, dan alat bantu selanjutnya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan ibu hamil dan kesepakatan dengan fasilitator. Beberapa sumber materi
dapat berupa Buku Pegangan Fasilitator, Buku KIA, lembar kuisioner, CD senam ibu
hamil dan buku senam ibu hamil (Kemenkes, 2011).
2.8 Rancangan Pelaksanaan Program “Bumil Ceriwis”
Program kelas Ibu Hamil merupakan salah satu program puskesmas sebagai
wadah bagi para ibu hamil untuk saling berbagi informasi mengenai kehamilannya.
Kelompok Ibu Hamil Ceria Tertawa Manis (“Bumil Ceriwis”) merupakan kelompok
yang didirikan secara swadaya “oleh masyarakat, dari masyarakat, untuk
masyarakat”. Kelompok ini dibentuk untuk mengatasi kurangnya pencapaian program
kelas ibu hamil di Puskesmas. Pembentukan ini juga harus didukung oleh pihak lintas
sektor lainnya seperti camat, lurah, ketua RT dan tokoh masyarakat.
37
Pembentukan kelas “Bumil Ceriwis” diawali dengan mengadakan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai program ini, sosialisasi dilakukan oleh kader beserta
perangkat puskesmas seperti pemegang program KIA Ibu dan Anak, Gizi, dan
Promosi Kesehatan. Sosialisasi dilakukan di aula/tempat perkumpulan warga pada
tiap-tiap kelurahan. Dalam sosialisasi ini dijelaskan bagaimana proses kehamilan,
perubahan yang terjadi selama proses kehamilan, pentingnya pemeriksaan kehamilan
serta masalah yang sering timbul selama kehamilan.
Puskesmas dengan dukungan Lurah, Ketua RT dan Tokoh masyarakat
mengajak masyarakat untuk membentuk sebuah kelompok yang dinamakan “Bumil
Ceriwis”. Dalam hal ini, kader menjaring semua ibu hamil yang terdapat di
wilayahnya kemudian melakukan usaha persuasif kepada ibu hamil tersebut untuk
mengadakan dan mengikuti kelompok “Bumil Ceriwis”. Kelompok ini akan diadakan
setiap 2 minggu sekali yaitu pada tanggal 15 dan 30 di salah satu tempat yang
disepakati pada tiap kelurahannya.
Kelompok “Bumil Ceriwis” ini lebih difokuskan pada kegiatan berbagi cerita
dan permasalahan antar ibu hamil dimana pada setiap dua kali pertemuan dihadiri
oleh kader sebagai penanggung jawab. Pada pertemuan pertama disetiap bulannya
akan dihadiri oleh dokter atau bidan utusan dari Puskesmas yang bersifat sebagai
mediator dalam kelompok ini. Untuk materi dan kegiatan setiap pertemuannya
disusun oleh pemegang Program KIA Ibu Dan Anak. Walaupun demikian, ibu hamil
dapat mengajukan hal-hal yang ingin diketahui mengenai kesehatan dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas, hingga menyusui, selain program ataupun materi
38
yang sudah ditetapkan. Hal ini diharapkan akan meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan ibu hamil tersebut. Berikut daftar kegiatan “Bumil Ceriwis”:
Tabel 2.1 Daftar Kegiatan “Bumil Ceriwis”
Tanggal Pelaksanaan
Jam Kegiatan Penanggung Jawab
2 Maret 2014 10.00-12.00 Sambutan oleh bidan dan kader
Berbagi cerita Penyebaran
leaflet”Perubahan selama kehamilan”
Kader di setiap kelurahan
15 Maret 2014 10.00-12.00 Pemberian Kuisioner Makan bersama dengan menu sehat bumil
Berbagi cerita Penyebaran Leaflet
“Nutrisi Ibu Hamil” Pembagian tabel Fe
untuk setiap bumil Pemberian Kuisioner
Kader di setiap kelurahan
30 Maret 2014 10.00-12.00 Senam Bumil Pemeriksaan
kesehatan Bumil Berbagi Cerita Konseling dengan
dokter/bidan
Kader di setiap kelurahan
15 April 2014 10.00-12.00 Berbagi cerita Pembagian leaflet
“Penyakit Penyerta Bumil”
Kader di setiap kelurahan
Selanjutnya 10.00-12.00 Menyesuaikan Kader di setiap kelurahan
Pada awalnya kelompok “Bumil Ceriwis” ini diaktifkan bersama-sama oleh
kader dan masyarakat khususnya ibu hamil. Namun dengan berjalannya waktu maka
39
kelompok ini secara perlahan mulai diajak mandiri, seiring dengan meningkatnya
kesadaran ibu hamil untuk menambah pengetahuan selama kehamilan.
2.9 Otopsi Verbal
Pencatatan Kematian adalah pencatatan kejadian kematian yang dialami oleh
seseorang dalam register pada Instansi Pelaksana untuk pengelolaan data
kependudukan. Pencatatan Penyebab Kematian adalah pencatatan beberapa penyakit
atau kondisi yang merupakan suatu rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian
atau keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakhir
dengan kematian (Mendagri dan Menkes, 2010).
Perbaikan dalam sistem pencatatan kematian merupakan tantangan untuk
mencari teknik yang baru, yang cukup representatif, dan dapat dipercaya dalam
mencatat dan menentukan penyebab kematian. Untuk mendapatkan data-data
penyebab kematian sudah dikenal suatu pemeriksaan atau otopsi.
Otopsi (juga dikenal pemeriksaan kematian atau nekropsi) adalah investigasi
medis jenazah untuk memeriksa sebab kematian. Kata “otopsi” berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “lihat dengan mata sendiri”. “Nekropsi” berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “melihat mayat”. Otopsi yang sudah lama dikenal adalah otopsi
konvensional yang terdiri atas otopsi anatomis, klinis, dan forensik.
Otopsi anatomis adalah otopsi dilakukan dengan tujuan pembelajaran. Otopsi
klinis adalah pemeriksaan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk
40
mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi sebab kematian. Otopsi
klinik ini sangat penting untuk perkembangan dunia kedokteran. Sedangkan otopsi
forensik adalah pemeriksaan mayat untuk peradilan yang dilakukan atas dasar
perintah yang berwajib untuk kepentingan peradilan, karena peristiwa yang diduga
merupakan tindak pidana. Otopsi forensik di Indonesia masih memiliki kendala di
Indonesia, yaitu adat yang melarang perusakan jenazah. Apabila otopsi forensik ini
tidak dilakukan, akan berdampak terhadap kekosongan hukum (UU RI No.36 Tahun
2010). Saat ini terdapat alternatif baru yang dikembangkan di dunia Internasional
yaitu otopsi verbal.
Otopsi verbal adalah metode yang digunakan untuk menentukan jumlah dan
penyebab kematian seseorang dengan cara melakukan wawancara dengan keluarga
yang merawat mengenai gejala dan tanda-tanda yang muncul sebelum meninggal.
Mendagri dan Menkes (2010) menyatakan bahwa, Otopsi Verbal adalah suatu
penelusuran rangkaian peristiwa, keadaan, gejala, dan tanda penyakit yang mengarah
pada kematian melalui wawancara dengan keluarga atau pihak lain yang mengetahui
kondisi sakit dari almarhum. Otopsi verbal telah digunakan dalam surveilen kematian
yang berbasis masyarakat (community-based mortality surveillance) dan dalam
penelitian.
Tujuan utama otopsi verbal adalah untuk mengidentifikasi jumlah dan
penyebab kematian pada komunitas di mana tidak terdapat atau kurangnya pencatatan
angka kematian berdasar sertifikasi medik. Selain itu otopsi verbal juga dapat
memberikan data tentang karakteristik dasar (usia, jeni kelamin, pendidikan, dll)
41
orang yang meninggal serta faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kematian,
sehingga instansi kesehatan suatu negara dapat menentukan prioritas dan menentukan
intervensi yang tepat. Sumber yang digunakan dalam otopsi verbal adalah kuesioner
yang dibagi berdasarkan kelompok umur, dengan output berupa penyebab kematian
yang telah diklasifikasikan menurut ICD-10.
Standar kuesioner verbal otopsi berisi:
Sebuah identitas, nomor referensi untuk kuesioner otopsi verbal yang telah selesai
dilakukan.
Tanggal, tempat dan waktu wawancara, dan identitas pewawancara.
Karakteristik responden.
Waktu, tempat dan tanggal kematian.
Nama, jenis kelamin dan usia almarhum.
Penyebab dari kematian dan kejadian yang menyebabkan mati menurut
responden; atau Sejarah kondisi medis dikenal sebelumnya; atau Sejarah cedera
atau kecelakaan.
Perawatan dan pelayanan menggunakan kesehatan selama periode sakit.
Data abstrak dari sertifikat kematian, kehamilan atau ibu dan kartu kesehatan
klinik anak atau catatan medis dan bukti dokumen yang relevan di tingkat rumah
tangga.
42
Keuntungan otopsi verbal adalah:
Pada keadaan dimana sebagian besar kematian terjadi di rumah, penemuan
penyebab medik kematian hanya dapat diperoleh melalui otopsi verbal.
Otopsi verbal merupakan eksplorasi berbagai faktor medik dan non medik
terhadap berbagai kejadian yang mengarah pada kematian.
Otopsi verbal memberi kesempatan unik untuk menyertakan masukan dari pihak
keluarga dan masyarakat, menyangkut kualitas pelayanan kesehatan dalam upaya
memperbaiki layanan kesehatan.
Otopsi verbal memberi informasi kepada tokoh masyarakat dan berbagai pihak
yang menginginkan perbaikan kesehatan untuk menuntut perubahan atau
perbaikan praktik atau sumberdaya yang terkait dengan aspek budaya, masyarakat
dan pendidikan.
Keterbatasan otopsi verbal adalah:
Kurangnya realibitas dalam menentukan penyebab medik kematian
Kualitas data yang diperoleh melalui otopsi verbal sangat tergantung dari
persiapan yang matang, ujicoba materi dan uji kesesuaian kuosioner, pelatihan
dan penyediaan petugas lapangan dan pengelolaan data.
Adanya unsur subyektivitas dalam menentukan faktor-faktor penyebab kematian
Subyektifitas dalam menginterpretasikan berbagai faktor penyumbang, harusnya
tidak mengendurkan upaya untuk mengidentifikasi hal tersebut. Otopsi verbal
43
lebih bertujuan mengidentifikasikan area umum yang diperbaiki bukan untuk
membuat indikator dalam format kuantitas.
Validitas yang belum teruji pada metode otopsi verbal
Informasi tentang penyebab kematian yang diperoleh dari orang awam tidak
selalu sesuai dengan yang tertulis dalam surat keterangan kematian. Hingga kini
baru ada satu kajian tentang upaya validasi penyebab kematian melalui otopsi
verbal, sayangnya kajian ini dilakukan di rumah sakit sehingga tidak mungkin
dipakai untuk menyatakan kesetaraan validitas otopsi verbal.
Berpotensi untuk pelaporan lebih rendah atau tinggi dari yang sebenarnya dari
kematian dan penyebab khusus lainnya.
Otopsi verbal di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Kesehatan NOMOR 15 TAHUN 2010N 2009, NOMOR 162
/MENKES/PB/I/2010 pasal 6:
(1) Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan
penelusuran penyebab kematian.
(2) Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan metode autopsi verbal.
(3) Autopsi verbal sebagimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter.
(4) Dalam hal tidak ada dokter sebagimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal
dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih.
44
(5) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan
melalui wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang
mengetahui peristiwa kematian.
(6) Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat.
45