bab iv_analisis dan pembahasan

Upload: rezaalimasykur

Post on 09-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 39

    BAB IV

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    4.1. Gambaran Umum

    4.1.1. Kondisi Geografis Indonesia

    Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih kurang

    17.000 buah. Rangkaian pulau-pulau ini terletak menyebar di sepanjang

    katulistiwa, yaitu antara 6 derajat lintang utara dan 11 derajat lintang selatan, dari

    95 derajat sampai 141 derajat bujur timur. Terdapat banyak gunung berapi di

    pulau-pulau tersebut. Indonesia juga terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan

    Australia dan di antara tiga lautan, yaitu Laut Cina Selatan, Lautan Pasifik, dan

    Lautan Hindia. Terdapat lima pulau besar di Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa,

    Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Selain itu terdapat dua kelompok pulau-

    pulau, yaitu Kepulauan Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau-pulau

    lainnya merupakan pulau-pulau kecil, dan sebagian besarnya tidak berpenghuni.

    Lebih dari 80 persen wilayah Indonesia berupa air. Luas daratannya hanya sekitar

    1,9 juta kilometer persegi.

    Letak negara yang dikelilingi samudera dan memiliki sejumlah gunung

    berapi yang masih aktif, menyebabkan Indonesia sering dilanda gempa. Pada

    tahun 2000, gempa dengan kekuatan terbesar yaitu 7,3 skala richter terjadi di

    Palembang, Bengkulu, dan Lampung. Gempa juga terjadi di Jakarta pada tanggal

    4 Juni 2000 dengan kedalaman pusat gempa 33 km yang terletak pada 4,70 lintang

    selatan dan 102 bujur timur. Sedangkan gempa terbesar pada tahun 2001 sebesar

    6,8 skala richter terjadi pada tanggal 19 Oktober 2001 dengan pusat gempa

    terletak pada 4,30 lintang selatan dan 124,60 bujur timur. Gempa tersebut

    melanda daerah Kendari dan Raha dengan kedalaman pusat gempa 26 km.

    Indonesia beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau (yang

    biasanya berlangsung Mei-Oktober) dan musim penghujan (yang biasanya

    berlangsung November-April). Keadaan ini selain menguntungkan karena

    menyebabkan suburnya tanah, juga sering mendatangkan malapetaka berupa

    banjir. Beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, dan sejumlah

  • 40

    daerah perdesaan selalu menjadi langganan banjir setiap tahun. Bencana banjir ini

    banyak menimbulkan kerugian berupa nyawa maupun harta benda. Tanaman padi

    dan palawija tidak jarang menjadi rusak karena dilanda banjir sebelum sempat

    dipanen.

    4.1.2. Kependudukan

    Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.326

    jiwa, yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan

    sebanyak 118.320.256 jiwa (49,79 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak

    119.321.070 jiwa (50,21 persen). Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau

    besar adalah: pulau Sumatera yang luasnya 25,2 persen dari luas seluruh wilayah

    Indonesia dihuni oleh 21,3 persen penduduk, Jawa yang luasnya 6,8 persen dihuni

    oleh 57,5 persen penduduk, Kalimantan yang luasnya 28,5 persen dihuni oleh 5,8

    persen penduduk, Sulawesi yang luasnya 9,9 persen dihuni oleh 7,3 persen

    penduduk, Maluku yang luasnya 4,1 persen dihuni oleh 1,1 persen penduduk, dan

    Papua yang luasnya 21,8 persen dihuni oleh 1,5 persen penduduk.

    Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi dengan

    urutan teratas yang berpenduduk terbanyak, yaitu masing-masing berjumlah

    43.021.826 orang, 37.476.011 orang, dan 32.380.687 orang. Sedangkan Provinsi

    Sumatera Utara merupakan wilayah yang terbanyak penduduknya di luar Pulau

    Jawa, yaitu sebanyak 12.985.075 orang. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk

    Indonesia adalah sebesar 124 orang per km. Provinsi yang paling tinggi

    kepadatan penduduknya adalah Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 14.440 orang

    per km. Provinsi yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya adalah

    Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar 8 orang per km. Penduduk laki-laki Indonesia

    sebanyak 119 630 913 jiwa dan perempuan sebanyak 118 010 413 jiwa.

    Seks Rasio adalah 101, berarti terdapat 101 laki-laki untuk setiap 100

    perempuan. Seks Rasio menurut provinsi, yang terendah adalah 94 di Provinsi

    NTB dan tertinggi adalah 113 di Provinsi Papua. Seks Rasio nasional pada

    kelompok umur 0-4 sebesar 106, umur 5-9 sebesar 106, kelompok umur lima

    tahunan dari 10 sampai 64 berkisar antara 93 sampai dengan 109, dan umur 65+

  • 41

    sebesar 81. Median umur penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 27,2 tahun.

    Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia termasuk kategori menengah

    (intermediate). Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila

    median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk

    tua jika median umur > 30 tahun. Rasio ketergantungan penduduk Indonesia

    adalah 51,31. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-

    64 tahun) terdapat sekitar 51 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+), yang

    menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Rasio

    ketergantungan di daerah perkotaan adalah 46,59 sementara di daerah perdesaan

    56,30. Perkiraan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 25,7

    tahun dan perempuan 22,3 tahun (perhitungan Singulate Mean Age at

    Marriage/SMAM).

    4.1.3. Perekonomian

    Kinerja perekonomian Indonesia pada Triwulan III-2011 yang digambarkan

    oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan meningkat sebesar

    3,5 persen bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan ini lebih besar

    dibandingkan dengan kenaikan Triwulan II-2011 yang mencapai 2,9 persen. Jika

    dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya (tahun ke tahun),

    pertumbuhan PDB Indonesia pada Triwulan III-2011 mencapai 6,5 persen (tabel

    4.1).

    Semua sektor perekonomian Indonesia pada Triwulan III-2011 mengalami

    peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q).

    Pertumbuhan terbesar terjadi pada Sektor Pertanian sebesar 5,0 persen, terutama

    karena terjadinya pertumbuhan yang cukup tinggi pada Subsektor Perkebunan

    sebesar 22,0 persen. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tumbuh 4,4 persen,

    Sektor Pengangkutan dan Komunikasi tumbuh 3,6 persen, Sektor Konstruksi,

    Sektor Jasa-jasa, Sektor Industri Pengolahan masing-masing tumbuh 3,1 persen,

    Sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh 2,9 persen, selanjutnya Sektor

    Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan tumbuh 1,8 persen, dan Sektor Listrik,

    Gas dan Air Bersih tumbuh 1,3 persen.

  • 42

    Tabel 4.1. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (persen)

    Lapangan Usaha Triw II-2011

    Terhadap

    Triw I-

    2011

    Triw III-

    2011

    Terhadap

    Triw II-

    2011

    Triw III-

    2011

    Terhadap

    Triw II-

    2010

    Triw 1 s/d

    III 2011

    Terhadap

    Triw I s/d

    III 2010

    Sumber

    Pertumbu

    nan y-on-y

    1

    Pertanian, Peternakan,

    Kehutanan, dan Perikanan

    3.6

    5

    2,7

    3,4

    0,4

    2 Pertambangan dan Penggalian -0,8 2,9 0,3 1,7 0

    3 Industri Pengolahan 3,2 3,1 6,6 5,9 1,7

    4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 4 1,3 5,2 4,5 0

    5 Konstruksi 4,4 3,1 6,4 6,4 0,4

    6 Perdagangan, Hotel dan

    Restoran

    4,8 4,4 10,1 9,3 1,7

    7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,1 3,6 9,5 11,2 0,9

    8 Keuangan, Real Estat dan Jasa

    Perusahaan

    1 1,8 7 7 0,7

    9 Jasa-Jasa 2,4 3,1 7,8 6,8 0,7

    PDB 2,9 3,5 6,5 6,5 6,5

    PDB Tanpa Migas 3 3,5 6,9 7

    Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

    PDB Triwulan III-2011 bila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

    sebelumnya (mencerminkan perubahan tanpa dipengaruhi oleh faktor musim) juga

    menunjukkan peningkatan pada semua sektor. PDB meningkat 6,5 persen (y-on-

    y) terutama dipengaruhi oleh kenaikan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

    sebesar 10,1 persen. Selanjutnya Sektor Pengangkutan dan Komunikasi tumbuh

    9,5 persen, Sektor Jasa-jasa tumbuh 7,8 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan

    Jasa Perusahaan tumbuh 7,0 persen, Sektor Industri Pengolahan tumbuh 6,6

    persen, Sektor Konstruksi tumbuh 6,4 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

    tumbuh 5,2 persen, Sektor Pertanian tumbuh 2,7 persen, dan Sektor Pertambangan

    dan Penggalian tumbuh 0,3 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada Triwulan

    III-2011 mencapai 6,9 persen (y-on-y), lebih tinggi dibandingkan dengan

    pertumbuhan total PDB keseluruhan yang besarnya 6,5 persen.

    Secara kumulatif besaran PDB Indonesia hingga Triwulan III-2011

    dibandingkan dengan PDB pada periode yang sama tahun 2010 tumbuh sebesar

  • 43

    6,5 persen yang dipengaruhi oleh pertumbuhan semua sektor. Sektor

    Pengangkutan dan Komunikasi tumbuh 11,2 persen, Sektor Perdagangan, Hotel

    dan Restoran 9,3 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 7,0

    persen, Sektor Jasa-jasa 6,8 persen, Sektor Konstruksi 6,4 persen, Sektor Industri

    Pengolahan 5,9 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 4,5 persen, Sektor

    Pertanian 3,4 persen, dan Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,7 persen. Sektor

    Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Sektor Industri Pengolahan merupakan

    sumber pertumbuhan ekonomi terbesar pada Triwulan III-2011 bila dibandingkan

    dengan Triwulan III-2010 (y-on-y) dengan besaran sumber masing-masing

    sebesar 1,7 persen. Sektor lain yang sumber pertumbuhannya cukup besar pada

    Triwulan III-2011 (y-on-y) yaitu Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (0,9

    persen), Sektor Jasa-jasa dan Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan

    (masing-masing 0,7 persen). Sementara sektor-sektor lainnya memiliki sumber

    pertumbuhan di bawah 0,5 persen.

    4.2. Analisis data

    4.2.1. Analisis Tipologi Klassen

    Metode Klassen Tipologi digunakan untuk menentukan tipologi daerah pada

    penelitian ini. Tipologi Klassen membagi daerah berdasarkan dua indikator

    utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah

    dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan

    rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu horizontal. Daerah yang diamati

    dapat dibagi kedalam empat klasifikasi yaitu:

    1. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (High growth and high income)

    adalah laju pertumbuhan PDRB dan pendapatan perkapita lebih tinggi

    dari rata-rata pertumbuhan dan pendapatan perkapita rata-rata nasional.

    2. Daerah maju tapi tertekan. (high income but low growth ) yaitu daerah

    yang relatif maju, tapi dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhan

    menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan.

    Daerah ini merupakan daerah yang telah maju tapi dimasa mendatang

    pertumbuhannya tidak akan begitu cepat walaupun potensi

  • 44

    pengembangan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar. Daerah ini

    mempunyai pendapatan perkapita lebih tinggi tapi tingkat pertumbuhan

    ekonominya lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.

    3. Daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah daerah

    yang dapat berkembang cepat dengan potensi pengembangan yang

    dimiliki sangat besar tapi belum diolah sepenuhnya secara baik. Tingkat

    pertumbuhan ekonomi daerah sangat tinggi, namun tingkat pendapatan

    perkapita yang mencerminkan dari tahap pembangunan yang telah

    dicapai sebenarnya masih relatif rendah. Daerah ini memiliki tingkat

    pertumbuhan tinggi tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih rendah

    dibandingkan dengan rata- rata nasional.

    4. Daerah relatif tertinggal (low growth and low income ). adalah daerah

    yang masih mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita

    lebih rendah dari pada rata-rata nasional

    Hasil analisis untuk Negara Indonesia terlihat bahwa dari 26 Provinsi yang

    dimiliki terdapat satu provinsi yaitu provinsi DKI Jakarta yang masuk kriteria satu

    (I) yakni daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan

    perkapita diatas pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita Negara

    Indonesia (Tabel 4.2).

  • 45

    Tabel 4.2. Tipologi Klassen

    No Provinsi Pertumbuhan

    Ekonomi Rata-

    rata

    Pendapatan

    Perkapita

    Rata-rata

    Tipologi

    Daerah

    1 Aceh -2.89 8,812,367.04 2

    2 Sumatera Utara 5.87 7,759,980.61 3

    3 Sumatera Barat 5.76 6,917,960.53 3

    4 Riau 4.60 18,582,515.10 2

    5 Jambi 6.19 4,928,792.31 3

    6 Sumatera Selatan 4.89 7,786,037.14 4

    7 Bengkulu 5.79 4,228,238.19 3

    8 Lampung 5.25 4,393,538.87 3

    9 DKI Jakarta 5.89 35,422,792.55 1

    10 Jawa Barat 5.92 6,660,653.02 3

    11 Jawa Tengah 5.37 4,874,223.14 3

    12 DI. Yogyakarta 4.60 5,402,430.87 4

    13 Jawa Timur 5.78 7,695,161.92 3

    14 Bali 5.80 6,448,416.39 3

    15 Kalimantan Barat 4.81 5,996,543.93 4

    16 Kalimantan Tengah 5.80 7,398,920.37 3

    17 Kalimantan Selatan 5.41 7,485,061.29 3

    18 Kalimantan Timur 2.93 31,445,874.38 2

    19 Sulawesi Utara 6.43 5,319,235.78 3

    20 Sulawesi Tengah 7.75 5,426,978.33 3

    21 Sulawesi Selatan 6.57 5,033,941.80 3

    22 Sulawesi tenggara 8.30 4,437,850.36 3

    23 Nusa Tenggara Barat 5.07 3,801,275.04 4

    24 Nusa Tenggara Timur 4.79 2,439,003.95 4

    25 Maluku 5.34 2,549,514.91 3

    26 Papua 3.62 8,586,043.01 2

    Rata-Rata 5.22 8,455,128.88

    Sumber : BPS di olah

    Demikian pula dengan kriteria dua (II) yaitu daerah maju tapi tertekan

    yakni daerah yang mempunyai pertumbuhan ekonomi rendah tetapi

    memiliki rata-rata pendapatan perkapita lebih tinggi dibandingkan Negara

    Indonesia. Provinsi yang masuk dalam kategori ini adalah Provinsi Aceh,

    Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Riau dan Provinsi Papua (Tabel 4.3).

  • 46

    Tabel 4.3. Klasifikasi Tipologi Klassen

    Klasifikasi I :

    Daerah Maju dan Cepat Tumbuh

    Klasifikasi III :

    Daerah Berkembang Cepat

    DKI Jakarta

    Sumatera Utara

    Sumatera Barat

    Jambi

    Bengkulu

    Jawa Barat

    Jawa Timur

    Bali

    Maluku

    Jawa Tengah

    Kalimantan Tengah

    Kalimantan Selatan

    Sulawesi Utara

    Sulawesi Tengah

    Sulawesi Selatan

    Sulawesi Tenggara

    Lampung

    Klasifikasi II :

    Daerah Maju tapi Tertekan

    Klasifikasi IV :

    Daerah Relatif Tertinggal

    Aceh

    Riau

    Kalimantan Timur

    Papua

    DI Yogyakarta

    Nusa Tenggara

    Barat

    Nusa Tenggara

    Timur

    Sumatera Selatan

    Kalimantan Barat

    Sementara pada kriteria III, terdapat lima belas Provinsi yang

    termasuk dalam kategori daerah berkembang cepat. Daerah tersebut adalah

    Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, Provinsi

    Bengkulu, Provinsi Lampung, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur,

    Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan,

    Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi

    Selatan, dan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Maluku. Sedangkan

    sisanya sebanyak lima daerah termasuk kedalam kategori IV atau daerah

    relatif tertinggal. Daerah tersebut adalah Provinsi Sumatera Selatan,

    Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI. Yogyakarta, Provinsi Kalimantan Barat,

    Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur .

  • 47

    Gambar 4.1. Tipologi Daerah Indonesia

    Tahun 2003-2010

  • 48

    4.2.2. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Provinsi

    Menurut Myrdal (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar

    daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash

    effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap

    pertumbuhan daerah. Dalam hal ini akan menyebabkan proses ketidak

    seimbangan. Disparitas yang terjadi di suatu daerah dipicu oleh beberapa hal

    diantaranya ketimpangan ekonomi yang didasarkan pada PDRB perkapita pada

    masing-masing daerah tersebut. Dalam mewujudkan perekonomian yang tinggi,

    maka permasalahan mengenai ketimpangan ekonomi ini menjadi sebuah

    tantangan yang harus dihadapi oleh suatu daerah. Salah satu caranya adalah

    dengan melihat kinerja perekonomian pemerintah daerah tersebut yang harus

    dievaluasi setiap tahunnya.

    Pertumbuhan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari PDRB yang

    tercipta di daerah tersebut. Untuk memberikan gambaran yang lebih baik

    mengenai kondisi perekonomian dan perkembangan pembangunan daerah di

    Indonesia akan dibahas melalui pemerataan PDRB perkapita per provinsi yang

    dianalisis dengan menggunakan Indeks Williamson. Hasil analisis Indeks

    Williamson tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.

    Tabel 4.4. Indeks Williamson Indonesia 2003 2010

    Tahun Indeks Williamson

    2003 0,0942

    2004 0,0900

    2005 0,0864

    2006 0,0825

    2007 0,0804

    2008 0,0781

    2009 0,0770

    2010 0,0769

    Rata-rata 0,0862

    Sumber : BPS di olah

    Nilai Indeks Williamson yang kecil menggambarkan tingkat ketimpangan

    yang rendah atau tingkat pemerataan yang lebih baik, dan sebaliknya apabila nilai

    Indeks Williamson besar maka menggambarkan tingkat ketimpangan yang tinggi

  • 49

    atau tingkat pemerataan yang semakin timpang. Setelah dilakukan perhitungan

    terhadap ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia, diketahui bahwa

    pada kurun waktu 2003-2010 nilai ketimpangan pendapatan antar provinsi di

    Indonesia mengalami perkembangan yang baik, dalam arti bahwa ketimpangan

    pendapatan antar provinsi terlihat adanya kecenderungan yang semakin kecil.

    Kondisi ini dapat diketahui dari nilai hasil penghitungan Indeks

    Williamson yang telah dilakukan. Nilai yang dihasilkan dari penghitungan

    tersebut menunjukkan bahwa nilai ketimpangan pendapatan antar provinsi yang

    terjadi cenderung semakin menurun, yaitu dengan nilai yang semakin mendekati

    nol. Semakin kecil angka indeks yang dihasilkan dari penghitungan Indeks

    Williamson berarti semakin rendah tingkat ketimpangan provinsi yang terjadi dan

    semkain tinggi angka indeks yang di hasilkan dari perhitungan Indeks Williamson

    berarti semakin tinggi ketimpangan yang terjadi. Berdasarkan batasan tersebut,

    maka dengan nilai indeks ketimpangan yang diperoleh dari penghitungan dengan

    formula Williamson tersebut dapat dinyatakan bahwa usaha dalam menciptakan

    pemerataan provinsi di Indonesia cenderung berhasil.

    Gambar 4.2. Indeks Williamson

    Kenyataan ini dapat dilihat pada gambar 4.2 di mana Dari tahun 2003-

    2010 nilai indeks ketimpangan selalu mengalami penurunan. Pada tahun 2003

    nilai indeks Indeks Williamson sebesar 0,0942, pada tahun 2004 nilai indeks

    indek ketimpangan pendapatan menurun menjadi sebesar 0,0900, pada tahun 2005

    0.00

    0.02

    0.04

    0.06

    0.08

    0.10

    2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Indeks Williamson

  • 50

    nilai indeks ketimpangan menurun menjadi sebesar 0,0864, tahun 2006 sebesar

    0,0825, tahun 2007 sebesar 0,0804tahun 2008 sebesar 0,0781, tahun 2009 sebesar

    0,0770 dan kemudian pada tahun 2010 nilai indek ketimpangan pendapatan di

    Indonesia juga mengalami penurunan menjadi sebesar 0,0769.

    Ketimpangan yang semakin berkurang ini mengindikasikan bahwa

    pembangunan ekonomi yang terjadi di Indonesia semakin mengarah pada

    perbaikan, artinya banyak kegiatan ekonomi yang telah berhasil dikembangkan

    dan kinerja perekonomian di Daerah tersebut telah mengalami peningkatan

    dengan adanya evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah setiap tahunnya.

    Untuk ukuran ketimpangan antar Provinsi dengan Indeks Williamson

    seperti terlihat pada tabel 4.5 bahwa terdapat 3 Provinsi yang mempunyai rata-rata

    Indeks Willimason lebih tinggi di bandingkan dengan Provinsi-provinsi lainnya

    yaitu Provinsi DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Riau. Kondisi ini sejalan jika

    di kaitkan dengan analisis tipologi klassen dimana diperoleh informasi bahwa

    wilayah Provinsi DKI Jakarta termasuk dalam kategori I yaitu daerah maju dan

    cepat tumbuh yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun

    memiliki ketimpangan pendapatan yang tinggi pula. Selanjutnya Provinsi Riau

    dan Kalimantan Timur masuk dalam kategori II yaitu darah maju tapi tertekan.

    Provinsi yang memiliki rata-rata Indeks Wiliiamson lebih rendah

    dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya adalah Provinsi Sumatera Selatan,

    Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan jika dikaitkan

    dengan analisis Tipologi Klassen Provinsi ini termasuk dalam Kategori III yaitu

    Daerah berkembang cepat (high growth but low income). daerah yang dapat

    berkembang cepat dengan potensi pengembangan yang dimiliki sangat besar tapi

    belum diolah sepenuhnya secara baik. Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah

    sangat tinggi, namun tingkat pendapatan perkapita yang mencerminkan dari tahap

    pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah.

  • 51

    Tabel 4.5. Indeks Williamson Provinsi 2003-2010

    Sumber : Data diolah

    No Provinsi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

    1 Aceh 0.0659 0.0458 0.0263 0.0255 0.0183 0.0075 0.0024 0.0018 0.0277

    2 Sumatera Utara 0.0291 0.0199 0.0106 0.0003 0.0128 0.0242 0.0328 0.0441 0.0254

    3 Sumatera Barat 0.0295 0.0250 0.0196 0.0139 0.0077 0.0008 0.0029 0.0087 0.0180

    4 Riau 0.2195 0.2223 0.2266 0.2328 0.2328 0.2368 0.2322 0.2331 0.2287

    5 Jambi 0.0446 0.0432 0.0407 0.0382 0.0349 0.0311 0.0280 0.0238 0.0380

    6 Sumatera Selatan 0.0103 0.0063 0.0017 0.0035 0.0098 0.0149 0.0184 0.0244 0.0123

    7 Bengkulu 0.0421 0.0407 0.0382 0.0360 0.0332 0.0306 0.0279 0.0254 0.0364

    8 Lampung 0.0853 0.0820 0.0776 0.0731 0.0671 0.0613 0.0561 0.0498 0.0738

    9 DKI Jakarta 0.5959 0.6299 0.6523 0.6816 0.7103 0.7327 0.7506 0.7741 0.6657

    10 Jawa Barat 0.1009 0.0915 0.0773 0.0626 0.0456 0.0172 0.0080 0.0087 0.0639

    11 Jawa Tengah 0.1696 0.1594 0.1448 0.1316 0.1169 0.1014 0.0879 0.0720 0.1356

    12 DI. Yogyakarta 0.0433 0.0402 0.0364 0.0338 0.0305 0.0264 0.0230 0.0191 0.0349

    13 Jawa Timur 0.0560 0.0389 0.0204 0.0021 0.0176 0.0374 0.0531 0.0747 0.0451

    14 Bali 0.0295 0.0274 0.0238 0.0206 0.0167 0.0085 0.0051 0.0009 0.0195

    15 Kalimantan Barat 0.0414 0.0378 0.0333 0.0286 0.0229 0.0186 0.0142 0.0091 0.0298

    16 Kalimantan Tengah 0.0133 0.0103 0.0068 0.0034 0.0003 0.0041 0.0074 0.0112 0.0092

    17 Kalimantan Selatan 0.0136 0.0100 0.0066 0.0033 0.0011 0.0060 0.0097 0.0137 0.0106

    18 Kalimantan Timur 0.3692 0.3644 0.3574 0.3528 0.3411 0.3404 0.3305 0.3299 0.3554

    19 Sulawesi Utara 0.0454 0.0435 0.0400 0.0365 0.0321 0.0247 0.0193 0.0140 0.0352

    20 Sulawesi Tengah 0.0414 0.0385 0.0343 0.0303 0.0258 0.0196 0.0153 0.0104 0.0306

    21 Sulawesi Selatan 0.0839 0.0798 0.0729 0.0659 0.0586 0.0489 0.0419 0.0313 0.0665

    22 Sulawesi tenggara 0.0481 0.0460 0.0428 0.0397 0.0361 0.0300 0.0264 0.0221 0.0395

    23 Nusa Tenggara Barat 0.0742 0.0712 0.0692 0.0673 0.0635 0.0606 0.0526 0.0475 0.0662

    24 Nusa Tenggara Timur 0.0943 0.0934 0.0910 0.0889 0.0861 0.0829 0.0806 0.0769 0.0888

    25 Maluku 0.0670 0.0670 0.0651 0.0638 0.0619 0.0598 0.0581 0.0551 0.0634

    26 Papua 0.0355 0.0056 0.0319 0.0080 0.0079 0.0031 0.0175 0.0166 0.0208

    Indonesia 0.0942 0.0900 0.0864 0.0825 0.0804 0.0781 0.0770 0.0769

  • 52

    4.2.3. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,Jumlah Penduduk dan

    Pengeluaran Pemerintah Terhadap Ketimpangan Pendapatan

    Pengujian Model 4.2.3.1.

    Dalam menggunakan data panel, setidaknya ada 3 teknik analisis yang

    dapat di gunakan, yaitu Polled least square (PLS), fixed effect model, random

    effect model. Untuk memilih model yang tepat dari ketiga analisis tersebut, maka

    perlu di lakukan bebeapa uji, yaitu uji Chow Test, Hausman Test serta uji

    Lagrange Multiplier (LM). Uji Lagrange Multiplier (LM) perlu di lakukan apabila

    hasil Chow Test menunjukan Polled least square (PLS) sebagai model yang

    sesuai sementara Uji Hausman menunjukan Random Effect sebagai model yang

    sesuai, sehingga perlu di bandingkan antara kedua model melalui uji LM.

    4.2.3.1.1. Chow Test

    Pengujian Chow Test di gunakan untuk membandingkan antara Common

    Effect (PLS) dengan Fixed Effect Model sebagai model yang cocok untuk analisis

    data panel. Adapun kaidah keputusan dalam pengujian Chow Test adalah sebagai

    berikut :

    H0 : 1 = 0 (model PLS)

    H0 : 1 0 (model fixed effect)

    Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa nilai cross-section F adalah

    sebesar 251,261 atau lebih besar dari F Tabel Pada alpha 5% (251,261>1,568).

    Atas dasar ini maka telah cukup bukti untuk menolak H0 dan menyimpulkan

    bahwa Fixed Effect Model sebagai teknik analisis yang lebih sesuai. Secara

    lengkap hasil Chow Test di sajikan dalam tabel berikut :

  • 53

    Tabel 4.6. Hasil Pengujian untuk menentukan

    Teknik Analisis yang sesuai antara Common Effect dengan Fixed Effect

    Model melalui Chow Test

    Redundant Fixed Effects Tests Pool: Chow Test Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 251.261117 (25,179) 0.0000

    Sumber : Hasil pengolahan data, Eviews

    4.2.3.1.2. Hausman Test

    Uji Hausman digunakan untuk memilih tehnik analisis yang paling tepat

    antara Fixed Effect Model dengan Random Effect Model dalam penggunaan data

    panel. Adapun kaidah keputusan untuk melakukan uji Hausman adalah sebagai

    berikut :

    H0: Model Random Effect

    H1: Model Fixed Effect

    Hasil analisis pada tabel 4.7 menunjukan bahwa nilai chi square adalah sebesar

    21,136993 dengan probabilitas 0,0001. Dengan kata lain nilai probabilitas yang

    dihasilkan lebih kecil dari alpha 0,05 (0,0001

  • 54

    Berdasarkan hasil Chow Test dan Hausman test dapat disimpulkan bahwa

    Fixed Effect Model (FEM) atau sering disebut juga sebagai Least Square Dummy

    Variable (LSDV) merupakan tehnik analisis yang paling sesuai untuk digunakan

    dalam analisis data panel ini. Dengan demikian uji Langarange Multiplier (LM),

    yaitu pengujian untuk memilih antara Common Effect dengan Random Effect

    Model menjadi tidak diperlukan lagi.

    Pengujian Kriteria Statistik 4.2.3.2.

    4.2.3.2.1. Uji t (Pengujian Hipotesis Majemuk Secara Parsial / Individual)

    Uji t digunakan untuk melihatkan pengaruh parsial masing-masing

    variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Hasil analisis

    menunjukan dua varibel Pertumbuhan Ekonomi dan jumlah penduduk mempunyai

    hubungan terhadap ketimpangan pendapatan.

    Tabel 4.8. Hasi Pengujian Pengujian Hipotesis

    Majemuk Secara Parsial (Uji t)

    Variabel Koefisien t-statistik Prob. Kesimpulan

    LnPDRB 0.02773 1.4761* 0.1417 Signifikan

    LnPDDK 0.02707 0.5040 0.6148 Tidak Signifikan

    LnPP -0.02394 -3.2851** 0.0012 Signifikan

    R Squared 0.986040

    F Statistik 451.5366

    Prob. F Statistik 0.000000

    ** Signifikan pada 5% * Signifikan pada 10%

    Sumber : Hasil Pengolahan Data, Eviews

    Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai thitung variabel Pertumbuhan

    Ekonomi (PDRB) sebesar 1,4761. Artinya thitung yang di peroleh lebih besar dari

    ttabel pada 10% (1,4761 > 1,2857) sehingga H0 dapat ditolak dan menyimpulkan

    bahwa Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap terhadap

    ketimpangan pendapatan. Sementara itu, nilai thitung variabel jumlah pendduk

    (PDDK) adalah sebesar 0,5040. Artinya thitung yang di peroleh lebih kecil dari ttabel

    (0,5040 < 1,28) sehingga H0 dapat ditolak dan menyimpulkan bahwa jumlah

    penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Untuk

  • 55

    nilai thitung variabel Pengeluaran Pemerintah adalah sebesar -3.2851. Artinya thitung

    yang di peroleh lebih besar dari ttabel pada 5% (-3.2851 > -1,6524) sehingga H0

    dapat diterima dan menyimpulkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah

    berpengaruh negatif signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

    4.2.3.2.2. Uji F (Pengujian Hipotesis Regresi Majemuk Secara Simultan/

    Keseluruhan)

    Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh simultan pengaruh variabel-

    vaiabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Hasil analisis

    data (tabel 4.8) menunjukan bahwa nilai Fhitung adalah sebesar 451,54, Jika di

    bandingkan dengan alpha 5 persen maka nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel

    (451,54 > 2,65). Dengan demikian H0 dapat ditolak dan mengambil kesimpulan

    bahwa varibel Pertumbuhan Ekonomi, jumlah penduduk dan penegeluaran

    pemerintah secara simultan atau bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

    ketimpangan pendapatan.

    4.2.3.2.3. Uji Goodnest of fit (R2)

    Nilai Goodnest of fit (R2) menunjukkan ketepatan atau goodness of fit

    model yang digunakan. Semakin besar nilai Goodnest of fit (R2), yang

    dicerminkan pada angka Goodnest of fit mendekati satu (1) maka akan semakin

    baik model tersebut dalam menjelaskan pengaruh variabel-variabel bebas

    (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Sebaliknya, semakin kecil

    nilai R2 atau nilainya mendekati Nol (0), maka akan semakin tidak baik model

    yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis regresi (Tabel 4.8) pengaruh

    pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk dan Penggluaran Pemerintah terhadap

    ketimpangan pendapatan di peroleh nilai R2

    sebesar 0.986040. Nilai ini

    menunjukan bahwa variabel Pertumbuhan Ekonomi per provinsi, Jumlah

    penduduk dan pengeluaran pemerintah telah memberikan kontribusi sebesar 98,6

    persen dalam mempengaruhi ketimpangan pendapatan di indonesia. Sedangkan

    sisanya sebesar 1,4 persen di pengaruhi faktor-faktor atau variabel lain yang tidak

    di sertakan dalam studi ini. Dengan demikian secara model yang di pergunakan

    ini dapat di katakan sesuai untuk menjelaskan bagaimana pengaruhi Pertumbuhan

  • 56

    Ekonomi, jumlah penduduk dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan

    pendapatan di Indonesia.

    4.2.3.3. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk dan

    Pengeluaran Pemerintah Terhadap Ketimpangan Pendapatan di

    Indonesia

    Berdasakan hasil analisis data (tabel 4.8) menunjukan bahwa variabel

    pertumbuhan ekonomi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    ketimpangan pendapatan. Adapun persamaan model yang di hasilkan dari estimasi

    pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan pengeluaran pemerintah

    terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia adalah sebagai berikut :

    IW = - 0,6914 + 0,0277*LnPDRB + 0,0271*LnPDDK 0,0239*LnPP

    Pertumbuhan Ekonomi di tingkat provinsi secara keseluruhan pada periode

    2003-2010 meningkatkan ketimpangan pendapatan. Besarnya peningkatan

    ketimpangan pendapatan dari adanya Pertumbuhan Ekonomi dapat di identifikasi

    dari nilai koefesien yaitu sebesar 0,0277. Hal ini mengidentifikasikan bahwa

    setiap peningkatan Pertumbuhan Ekonomi sebesar 1 persen akan meningkatkan

    ketimpangan pendapatan (Indeks Williamson) sebesar 0,0277 persen. Dalam hal

    ini berarti proses trickle down effect dari manfaat pertumbuhan ekonomi

    terhadap ketimpangan pendapatan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

    Dari hasil estimasi juga membuktikan bahwa Variabel Jumlah Penduduk

    tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia.

    Pengaruh tidak signifikan ini di duga di karenakan kenaikan jumlah penduduk ini

    di ikuti dengan kenaikan sumber daya manusia dan peningkatan jumlah lapangan

    kerja dengan porsi yang sama. Jadi, walaupun jumlah penduduk mengalami

    kenaikan tetap tidak berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan.

    Variabel Pengeluaran pemerintah di tingkat provinsi secara keseluruhan

    berkorelasi negatif dan signifikan terhadap terhadap ketimpangan pendapatan.

    Artinya, nilai Pengeluaran pemerintah di tingkat provinsi secara keseluruhan

    menurunkan ketimpangan pendapatan. Besarnya penurunan ketimpangan

  • 57

    pendapatan dari adanya pengeluaran pemerintah dapat di identifikasikan dari nilai

    koefisien yaitu sebesar 0,0239. Hal ini mengidentifikasikan bahwa setiap

    peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 1 persen akan menurunkan

    ketimpangan pendapatan (Indeks Williamson) sebesar 0,0239 persen. Hasil ini

    membuktikan bahwa pemerintah telah memanfaatkan pengeluarannya dengan

    baik dan sesuai dengan tujuannya.