bab ii devosi di dalam praktek keagamaan · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang...

17
10 BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN Pada latar belakang telah sedikit dipaparkan tentang bagaimana perkembangan gerakan kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha Soe. Kelompok-kelopok persekutuan doa ini lebih berfokus kepada devosi penyembahan kepada Tuhan. Pada bab ini akan di jabarkan apa yang dimaksud dengan devosi, Devosi dalam praktek gereja dan pengaruh devosi secara sosial. 1.1. Pengertian Devosi Ada beberapa istilah mempunyai makna yang sangat berdekatan seperti istilah pious exercises, popular devotion, popular piety dan popular religiousity. Dalam dokumen konsili Vatikan II tentang liturgi gereja, Sacrosanctum Concilium serta Paus Yohanes Paulus II dalam Eclclesia in Asia, Mengunakan istilah popular devotion. Dalam dokumen kongregasi ibadat dan tata tertib sakramen gereja Katolik istilah popular piety digunakan untuk menunjuk pada liturgi dan devosi. Di dalam dokumen The Spirit at Work in Asia dari komisi teologi federasi Konfresi Uskup-uskup Asia menggunakan istilah popular religiosity. 1 Dalam sejarah gereja barat berkembangnya berbagai aneka ungkapan iman dalam liturgi, dengan berbagai istilah yang digunakan seperti pious exercises, devotions, popular piety dan popular religiousity. Dalam buku direktorium tentang kesalehan umat dan liturgi gereja Katolik menjelaskan perbedaan makna diantara istilah-istilah tersebut. pious exercises (ulah kesalehan) dalam pengertian direktorium adalah ekspersi kesalehan Kristiani, baik publik maupun perorangan tetapi bukan 1 YB. Haryono, Devosi-devosi Umat, (Jakarta: Obor, 2011) 16.

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

10

BAB II

DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN

Pada latar belakang telah sedikit dipaparkan tentang bagaimana perkembangan gerakan

kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh

kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha Soe. Kelompok-kelopok

persekutuan doa ini lebih berfokus kepada devosi penyembahan kepada Tuhan. Pada bab ini

akan di jabarkan apa yang dimaksud dengan devosi, Devosi dalam praktek gereja dan pengaruh

devosi secara sosial.

1.1. Pengertian Devosi

Ada beberapa istilah mempunyai makna yang sangat berdekatan seperti istilah pious

exercises, popular devotion, popular piety dan popular religiousity. Dalam dokumen konsili

Vatikan II tentang liturgi gereja, Sacrosanctum Concilium serta Paus Yohanes Paulus II dalam

Eclclesia in Asia, Mengunakan istilah popular devotion. Dalam dokumen kongregasi ibadat dan

tata tertib sakramen gereja Katolik istilah popular piety digunakan untuk menunjuk pada liturgi

dan devosi. Di dalam dokumen The Spirit at Work in Asia dari komisi teologi federasi Konfresi

Uskup-uskup Asia menggunakan istilah popular religiosity.1Dalam sejarah gereja barat

berkembangnya berbagai aneka ungkapan iman dalam liturgi, dengan berbagai istilah yang

digunakan seperti pious exercises, devotions, popular piety dan popular religiousity. Dalam

buku direktorium tentang kesalehan umat dan liturgi gereja Katolik menjelaskan perbedaan

makna diantara istilah-istilah tersebut. pious exercises (ulah kesalehan) dalam pengertian

direktorium adalah ekspersi kesalehan Kristiani, baik publik maupun perorangan tetapi bukan

1 YB. Haryono, Devosi-devosi Umat, (Jakarta: Obor, 2011) 16.

Page 2: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

11

bagian dari liturgi, tetapi dinilai selaras dengan jiwa, kaidah dan irama liturgi. Devotions (devosi-

devosi) digunakan untuk melukiskan berbagai kebiasaan eksternal (doa, madah, kebiasaan yang

dikaitkan dengan waktu atau tempat tertentu, medali, busana, atau kebiasaan) dengan dijiwai

dengan sikap iman, maka kebiasaan-kebiasaan eksternal seperti ini dapat mengungkapkan

hubungan khusus dengan kaum beriman dengan ketiga pribadi, perawan Maria, dan juga orang-

orang kudus. Popular piety (kesalehan umat) menunjuk pada ungkapan-ungkapan kultis yang

bersifat perorangan atau jemaat di dalam konteks Kristiani yang pertama tidak diilhami

berdasarkan liturgi kudus tetapi berdasarkan suatu warisan bangsa atau kebudayaan mereka.

Popular religiousity (religiositas rakyat) berkaitan dengan pengalaman universal yaitu dimensi

religius yang berada dalam suku bangsa dan ekspresi kolektif mereka. Orang-orang

mengungkapkan pandangan mereka yang transenden, konsep mereka tentang alam, konsep

mereka tentang alam, masyarakat dan sejarah mereka dalam wahana kultis. Religiositas rakyat

ini tidak selalu menunjuk kepada pemwahyuan Kristiani.2.

Devosi (Latin devotion, kata kerja: devovere) adalah suatu perwujudan orang-orang

secara pribadi untuk mengarahkan diri kepada seseorang yang dihargai, dijunjung tinggi, dicintai

dan ditujui. Bila devosi ditujukan kepada Allah dan semua yang bersangkutan dengan Allah

maka devosi tersebut akan menjadi devosi religius keagamaan.3Kata latin devotion

mengambarkan sikap internal dan berarti pula pengudusan, kepasrahan, dedikasi, kemauan dan

kesiapsediaan mengungkapkan semua yang dimiliki demi pelayanan Allah. Ada dua sisi dari

devosi yaitu devosi eksternal (rangkaian doa-doa) dan devosi internal (kepasrahan kepada Allah).

keduanya harus berjalan bersama namun yang menjadi dasar dari devosi adalah sikap batin

2Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen, Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi-Asas-

asas dan Pedoman, J(akarta: Penerbit OBOR, 2011) 6-8 3C. Groenen Omf, Mariologi Teologi dan Devosi, (Yogyakarta:Kanisius, 1988) 150

Page 3: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

12

internal. 4Menurut Bernhard Raas dalam bukunya Popular Devotion sebagaimana dikutip oleh

Y. B. Haryonomendefinisikan devosi sebagai beragam doa dan praktik yang semulanya

merupakan inisiatif pribadi dan kemudian diterima oleh gereja. Beberapa dari devosi

direkomendasikan dan disetujui oleh otoritas gereja. Berbagai ragam devosi bisa berbentuk doa-

doa serta praktik-praktik.5Rodney Stark dan Charles Glock mendefinisikan 5 dimensi agama

yaitu dimensi kepercayaan, pengamalan agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan dan

dimensi konsekual. Dalam pengamalan agama terdapat 2 jenis yaitu ritual dan devosi. Secara

spesifik ritual merupakan tindakan-tindakan formal para penganut agama. Dalam kekristenan

ritual termasuk dalam pelayanan gereja, baptisan dan perjamuan kudus. Sedangkan menurut

Stark dan Glock devosi kurang diformalkan di dalam gereja. Seperti contoh doa-doa pribadi dan

pembacaan alkitab.6Menurut Michael Wals sebagaimana dikutip oleh Alex Jebadu, devosi adalah

suatu bentuk pengabdian yang total kepada sesuatu. Dalam konteks religius, devosi dapat

dipahami sebagai kesetiaan, rasa kasih sayang, dedikasi, penghormatan, respek, kekaguman,

ketaatan atau cinta terhadap sesuatu hal, pribadi, roh-roh atau dewi-dewi yang dianggap suci,

kudus dan terhormat. Devosi juga dapat dipahami sebagai sebuah kegiatan seperti, kebaktian,

berdoa, dan melaksanakan janji-janji keagamaan.7

a. Karateristik Devosi

Devosi memiliki beberapa ciri khas sebagai berikut, (1) objeknya adalah sebagian

terbatas dari keseluruhan iman Kristen, (2) objek itu biasanya dilambangkan dalam suatu bentuk

yang konkret, seperti Salib, (3) pada umumnya penghayatan perasaan memainkan peranan yang

4Haryono,devosi…. 23

5Haryono,devosi…. 24

6Inger Furseth & Pål Repstad, An Introduction to the Sociology of Religion ;Classical and Comntemporary

Perspective, (California: Ashgate, 2006)25 7Alex Jebadu, Bukan Berhala; Penghormatan Kepada Leluhur, (Maumere: Ledarero, 2009)196

Page 4: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

13

penting.8Salah satu obyek dari devosi adalah iman. Ada suatu kepercayaan yang melekat pada

pihak-pihak yang melakukan devosi bahwa yang menjadi objek dari devosi itu betul-betul ada.

Objek devosi ini menunjuk pada sebuah realitas atau bisa saja melambangkan sebuah realitas.

Kekaguman dan penghormatan terhadap benda, pribadi atau dewi melalui devosi akan didekati

dengan rasa kagum dan hormat. Pengakuan ini bersifat emosional karena kepercayaan bahwa

objek tersebut dilindungi oleh sebuah kekuatan yang suci. Devosi dapat meliputi suatu

konsentrasi mental dan batin pada objeknya. Teknik ini bertujuan untuk pemusatan pikiran dan

menjadi bagian dari devosi religius.9

Dalam tradisi Kristiani, devosi dapat dimengerti sebagai sebuah bentuk penghayatan dan

pengungkapan umat Kristiani di luar liturgi resmi. Ungkapan resmi ini menunjuk pada makna

liturgi sebagai sebuah perayaan gereja yang dipimpin oleh pemimpin resmi, yakni pendeta,

uskup atau para pembantunya, dengan struktur yang sudah baku dan berlaku secara umum.

sedangkan devosi merupakan praktek pengungkapan iman yang spontan dan bebas serta dibawa

secara pribadi ataupun bersama. Meskipun devosi bukanlah sebuah liturgi resmi, namun devosi

diakui oleh dan diterima oleh ajaran resmi gereja. Devosi berhubungan dengan perwujudan iman

dan liturgi dalam kehidupan sehari-hari. Devosi memberikan suatu pengalaman religius umat dan

merangkumkan dalam seluruh segi kehidupan manusia. Liturgi resmi sering dirasakan sebagai

sesuatu yang kaku, rutin dan resmi sedangkan devosi bisa dihayati oleh umat beriman sebagai

sesuatu yang memenuhi kebutuhan afeksi, emosi dan kerinduan hati. Karena itulah mengapa

devosi umat merupakan sebuah praktek keagamaan yang populer dan dapat dengan mudah di

terima oleh masyarakat.10

8Tom Jacobs, Paham Allah Dalam Filsafat Agama-Agama dan Teologi, Yogyakarta:Kanisius, 2002) 247

9 Jebadu, Bukan Berhala… 172

10Martasudijta, pengantar liturgi, Makna dan Sejarah, (Yogyakarta:Kanisius, 1999) 143

Page 5: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

14

b. Bentuk-bentuk ungkapan devosi

Menurut David Kinley sebagaimana dikutip oleh Alex Jebadu, terdapat beberapa bentuk

devosi seperti bentuk meditatif, perasaan yang meluap-luap dan situasi formal dan informal.

Dalam bentuk meditatif devosi diungkapkan dengan cara yang berbeda dan terjadi dengan latar

belakang yang beda dengan suasana hati yang berbeda dan dalam kelompok masyarakat yang

berbeda. Cara devosi bersifat meditatif, kedisiplinan emosi dan perhatian seseorang mengarah

kepada objek devosi. Bentuk-bentuk devosi dapat ditunjukan melalui suatu perasaan yang

meluap-luap. Sebagai contoh dalam devosi sufi sebuah devosi Islam yang diiringi dengan musik

dan tari-tarian. Kebaktian ini penuh dengan semangat. Dalam sebuah teks hindu abad

pertengahan dikatakan bahwa devosi yang benar adalah devosi yang selalu disertai dengan

deraian air mata dan rintihan-rintihan penuh emosional. Bentuk devosi juga dapat berbentuk

informal dan formal. Dalam bentuk formal, devosi ini sering terjadi di tempat-tempat ibadah.

Situasi devosi ini sering diatur oleh seorang pembimbing rohani. Ungkapan devosi ini muncul

dalam persekutuan orang-orang dengan suatu tujuan yang sama. Sedangkan bentuk devosi

informal dapat kita lihat dalam kehidupan para orang-orang kudus yang dihormati. Seperti Santo

Fransiskus Asisi dalam tradisi kekristenan dan Chaitanya dalam tradisi Hindu, di mana cara

hidup mereka penuh dengan luapan semangat devosi. Tradisi mengembara, menetap di kuil-kuil

dengan tujuan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan adalah juga salah satu bentuk dari devosi

informal.11

11

Jebadu, Bukan Berhala… 170-171

Page 6: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

15

c. Objek-objek devosi

Dalam devosi, ada objek-objek yang sering digunakan sebagai media untuk berdevosi.

Pertama, devosi yang ditujukan kepada dewa-dewi dan para kudus. Dalam berbagai tradisi

keagamaan ada objek penting yang sangat dihormati. Misalnya dalam Hinduisme roh-roh para

leluhur yang dihormati, imam-imam yang dihormati dalam agama Islam, para Budhha yang

dihormati dalam tradisi Budhisme dll. Kedua, devosi terhadap barang-barang peninggalan yang

sering disangkutkan dengan orang-orang kudus, misalkan praktik orang-orang Kristen pada abad

pertengahan yang menyimpan relikui-relikui para martir yang menjadi objek devosi bagi meraka.

Ketiga, tempat-tempat suci sebagai objek devosi. Ada tempat-tempat tertentu yang dianggap

sebagai tempat suci dalam berbagai tradisi keagamaan. Tempat-tempat ini menjadi pusat ziarah

dan juga pusat devosi. Seperti sungai-sungai dalam tradisi Hindu, gunung-gunung suci dalam

tradisi Sinto, kota Mekkah dalam agama Islam, Yerusalem dalam tradisi Yahudi dan Kekristenan

dll. Ketiga adalah objek-obejk ritual. Objek-objek ritual juga sering dipakai sebagai devosi. Yang

kudus diyakini telah menampakan diri dengan berbagai cara dan bentuk yang berbeda dalam

suatu masa agama, dan telah menjadi objek devosi religius. Seperti Torah dan tabut perjanjian

dalam tradisi Yahudi.12

d. Praktik-praktik devosi

Ada beberapa praktek umum dalam devosi yang sering dilakukan oleh penganut agama-

agama. Pertama, doa. Devosi sering diungkapkan dalam bentuk doa. Di dalam doa, permohonan,

penyembahan dan pujian dihaturkan kepada yang kuasa dalam semangat devosi. Semangat

devosi juga diperkuat oleh seorang devosioner melalui doa-doa yang sunguh dan konsentrasi.

12

Jebadu, Bukan Berhala… 167-169

Page 7: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

16

Ekspresi-ekspresi dramatis dari devosi dapat juga ditemukan lewat syair-syair dan madah doa

para devosioner. Madah-madah sangat sentral dengan Gereja Kristen Protestan, karena doa

devosional dilakukan dengan musik. Kedua adalah Penyembahan/penghormatan. Devosi dapat

diungkapkan secara formal lewat kebaktian, pujia-pujian dan permohonan kepada yang kudus.

Dengan kata lain semua bentuk penyembahan dilakukan melalui devosi. Kebanyakan ibadah

merupakan ekspresi devosi formal, periodik dan terstruktur, seperti doa lima waktu dan doa hari

Jumat dalam agama Islam. Yang ketiga adalah Ziarah. Ziarah merupakan suatu petualangan

rohani bagi peziarah dan merupakan bagian dari devosi. Melalui ziarah, biasanya peziarah

menyampaikan apa yang menjadi permohonan mereka. Seperti ziarah ke Mekkah oleh umat

Islam dan Ziarah ke Yerusalem oleh umat Kristen.13

Keempat adalah meditasi. Dalam parkatek meditasi devosi selalu digunakan. Meditasi

selalu melibatkan kedisiplinan pikiran, sehingga pikiran dapat fokus. Meditasi bagi kebanyakan

devosioner bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi agar terarah kepada yang kudus.

Seperti dalam tradisi kekristenan Ortodoks yang menyanyikan lagu “Yesus, Kasihanilah kami

orang berdosa” secara terus menerus, agar pikiran terkonsenrasi kepada yang ilahi. Kelima

Asketisisme dan Monatisisme. Asketisisme dan Monatisisme sering dipraktekkan dengan tujuan

yang berbeda namun sering dilakukan dalam konteks devosi. Seperti tradisi pengikut kelompok

Budish di Jepang dan dalam agama Kristen para rahib mengelana di padang gurun untuk

mencari kesepian untuk memusatkan diri kepada Allah. Keenam adalah Mistisisme. Dalam

berbagai praktik devosi, umat selalu menginginkan agar selalu dekat dengan yang Suci. Hal

inilah yang menjadi bagian dari mistisisme agam-agama. Seperti dalam mistisisme Yahudi abad

pertengahan,devequet yang artinya “ketergantungan kepada Allah” yang dianggap sebagai

13

Jebadu, Bukan Berhala… 175-177

Page 8: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

17

pengalaman rohani tertingi yang bisa dicapai oleh seorang rohaniawan. Ketujuh adalah karya

sosial-karitatif. Beberapa gerakan dalam Kekristenan melakukan devosi dengan menekankan

aspek amal dan kasih terhadap sesama. Seperti ibu Teresa dari Kalkuta dan suster Karitas , yang

memandang pelayanan sebagai bagian dari cara hidup. Bunda Teresa mengingatkan kepada para

suster Karitas bahwa melihat Yesus dalam setiap pribadi yang mereka layani.14

Sebagai contoh beberapa devosi dalam gereja Katolik (1). Kebaktian kepada sakramen

kudus Devosi ini berkembang pada abad pertengahan terutama semenjak kasus Berengarius15

.

Kebaktian ini dilihat dari ilmu teologi sebagai perpanjangan madah syukur atas komuni. Teologi

ini menekankan kesatuan tak terpisah antara sakramen dan perayaan ekaristi. Kebaktian

sakramen mahakudus merupakan ungkapan iman akan Kristus yang hadir dalam ekaristi. Ibadah

ini biasa dilakukan setelah komuni. (2). Jalan salib Doa jalan salib adalah sebuah doa devosi

yang membantu umat dalam menghayati dan merenungkan penderitaan dan kematian Yesus.

Doa ini selalu dianjurkan pada masa prapaskah. Dalam pengertian yang luas, penderitaa umat

Kriste karena imannya dipandang sebagai sebuah jalan salib. (3). Doa Rosario Secara harfiah

Rosario artinya adalah karangan bunga. Pada abad pertengahan, terdapat 150 rangakaian doa

salam Maria, dan terbagi atas 15 doa sepuluhan yang diawali dengan doa Bapa Kami dan ditutup

dengan doa kemuliaan. Doa ini bukanlah doa khas Kristiani. Di dalam doa ini selalu digunakan

tasbih. Doa ini sangat begitu populer dala kalangan umat Katolik. Doa Rosario ini membantu

penghormatan kepada bunda Maria.16

14

Jebadu, Bukan Berhala… 178-180 15

Kasus Berengarius adalah sebuah kasus dimana imam katedral di Trous menolak realis praesentia (

kehadiran Kristus secara nyata di dalam ekaristi) gereja dan seluruh umatnya rajin mengadakan penghormatan

kepada ekaristi. Disinilah mulai terjadi praktek elevasi saat konsekrasi yaitu mengangkat hosti suci tinggi-tinggi agar

umat dapat melihat dan menyembahnya. Lih. E. Martasudijta, Adorasi Ekaristi, (Yogyakarta: Kanisius, 2007) 16 16

Martasudijta, pengantar liturgi… 153-157

Page 9: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

18

Contoh dalam tradisi reformatoris adalah gerakan pietisme. Gerakan pietisme merupakan

gerakan yang muncul dan menjadi populer dalam gereja Lutheran. Kelompok-kelompok ini

merupakan kumpulan orang-orang yang hidup saleh.17

Pietisme lahir sebagai sebuah reaksi

terhadap ortodoksi dalam kehidupan gereja. Para pengikut gerakan ini merasa kecewa dengan

pelayanan fiman yang ada di gereja Lutheran ataupun di gereja-gereja Calvinis karena pelayanan

firman di dalam gereja yang bersifat intelektual. Selain itu gerakan ini muncul juga karena

kekecewaan terhadap kehidupan Kristiani yang telah dipengaruhi oleh kehidupan duniawi.18

Untuk mencapai tujuan mereka, kaum pietis menekankan pada beberapa hal yaitu : (1) iman

yang berpusat pada Alkitab dan bukan pada ajaran gereja, (2) pengalaman khas dalam kehidupan

Kristiani (rasa berdosa, pengampunan,pertobatan, kesucian dan kasih dalam persekutuan) (3)

pengungkapan iman secara bebas melalui nyanyian, kesaksian dan semangat menginjili.19

Orang-

orang pietis dianjurkan untuk menyadari segala dosa mereka sebab cara ini merupakan cara

merupakan cara untuk melawan si jahat. Bagi mereka juga, pengakuan akan iman belumlah

cukup. Pengakuan ini harus ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang membuat

orang-orang pietis mempunyai kegemaran untuk beraskese untuk menahan nafsu tubuh dari

kesenangan duniawi dan selalu menumpuhan hidup mereka pada moralisme.20

Devosi merupakan sebuah praktik dan doa-doa dengan sebuah tujuan untuk lebih

mendekatkan iman orang-orang terhadap Tuhan. Devosi merupakan sebuah praktik yang berada

di luar tata ibadah resmi gereja namun praktek-praktek yang berkaitan dengan devosi ini diakui

oleh gereja dan menjadi bagian dari doa-doa di dalam gereja. Devosi sangat menekankan aspek

17

Leonard Hale, Jujur terhadap Pietisme, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1993)4 18

Chris Hartono, Pietisme di Eropa dan Pengaruhnya di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung mulia, 1974)18 19

Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995)

147 20

Hartono, Pietisme di Eropa …. 19

Page 10: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

19

emosional, dengan devosi maka orang-orang merasakan sebuah pengalaman yang dekat dengan

Tuhan.

1.2.Faktor-faktor munculnya devosi

Menurut Y. B. Haryono, ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya devosi

yaitu :21

a. Menjawab kebutuhan rohani.

Pengaruh kuat dari filsafat Yunani dalam teologi Gereja lebih menekankan pada refleksi

yang bersifat rasional dan kurang menekankan pada sisi pengalaman mistis. Kesan yang tampak

adalah pemahaman akan Allah yang dipentingkan dari pada pengalaman akan Allah. kebanyakan

orang lebih menginginkan akan suatu pengalaman rohani yang dapat menyentuh rasa. Sebagai

contoh dalam kasanah rohani jawa, orang-orang mengenal pengalaman rohani subjektif sebagai

rasa. Jika fungsi dari rasa sendiri tidak diakui oleh agama, maka orang-orang akan mencari

saluran lain untuk dapat menyapa dan menyentuh keseluruhan aspek manusia. Perasaan akan

kehadiran Allah biasanya dirasakan melalui alam semesta, simbol, tempat dan benda-benda

tertentu yang berkaitan dengan agama. Salah satu kebutuhan rohani dalam kehidupan masyarakat

tradisional berkaitan dengan kesembuhan dari sakit. Dengan melakukan devosi, orang-orang

mengharapkan terjadinya suatu mujisat serta memuaskan atau mencukupi mereka dengan dengan

segala kebutuhan.

21

Haryono,devosi….75

Page 11: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

20

b. Mendekatkan diri kepada Allah lewat simbol-simbol

Menurut Carl G. Jung sebagaiman dikutip oleh Y. B. Haryono mengatakan bahwa

manusia modern merupakan manusia yang haus akan simbol. Yang terjadi sekarang adalah

manusia merindukan pesan-pesan religius yang terdapat dalam pengalaman hidup serta simbol-

simbol yang menyentuh hati. Simbol selalu meyampaikan sebuah pesan, tidak hanya kepada

pikiran seseorang namun juga pada kejiwaan seseorang. Penggunaan simbol merupakan wahana

yang efektif dalam agama. Simbol sendiri menjadi signifikan ketika berhubungan dengan suatu

kenyataan. Simbol bukanlah suatu kenyataan, namun simbol memiliki arti yang tidak bisa

terlepas dari suatu kenyataan. Ketika usaha secara verbal tidak berhasil untuk menjelaskan Allah

dengan berbagai misteri, maka simbol akan menyatakan suatu kebenaran dan membawa suatu

kekaguman yang tersembunyi. Simbol adalah bahasa hati di mana intuisi dan insight memegang

peranan penting.

c. Klerikalisasi liturgi

Pada awalnya liturgi merupakan perayaan umat beriman dan klerus. Namun pada

perkembangannya liturgi hanya terpuasat pada imam. Liturgi menjadi urusan para kaum klerus.

Umat awam memang diperbolehkan ambil bagian dalam liturgi namun hanya sebatas peran

tertentu. Ketika umat tidak lagi memahami liturgi secara baik maka mereka akan membentuk

kesalehan sendiri.

d. Liturgi yang dingin

Perayaan liturgi haruslah menyertakan keseluruhan sisi manusia, intelektualitas,

perasaan, emosi, hati bahkan juga gerak tubuh. Banyak orang yang mengeluhkan bahwa liturgi

dirayakan secara dingin. Liturgi lebih menyentuh dimensi intelektualitas ketimbang meyentuh

Page 12: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

21

sisi emosi dan perasaan. Kesalahan bukan terletak pada liturgi, masalah bisa saja terletak pada

penanggung jawab dalam liturgi. Tidak mengherankan jika orang-orang mencari devosi untuk

mengisi kebutuhan emosional mereka.

e. Roh kudus dalam umat Allah

Pandangan teologis gereja Katolik melihat devosi sebagai kenyataan dari hadirnya Roh

Kudus. Rasul Paulus dalam surat Roma 8:9 mengatakan bahwa “Roh Allah diam di dalam

kamu”. Bentuk-bentuk dari devosi ini adalah buah dari roh kudus dan harus dipandang sebagai

tindakan kesalehan gereja. Orang-orang percaya bahwa Roh Kudus menunjuk jalan kepada

Allah. Liturgi dalam gereja merupakan salah bentuk jalan pengungkapan cinta dan devosi kepada

Allah.

Kelima faktor-faktor di atas merupakan faktor-faktor yang mendorong terjadinya suatu

devosi. Faktor utama yang menjadi kunci dari bermunculannya devosi adalah kebutuhan manusia

pada aspek-aspek emosional utntuk merasakan kehadiran yag ilahi di dalam kehidupan mereka.

Ketika gereja belum mampu untuk membawa umat-umatnya ke dalam suatu suasana yang

menekankan rasa-rasa emosional, maka umat-umat akan memilih cara-cara lain untuk dapat

memuaskan rasa emosional mereka. Di sinilah maka mulai bermunculan devosi. Penekanan akan

afeksi emosi ini memberikan suatu pengalaman-pengalaman religius yang di rasakan oleh orang-

orang.

1.3.Teori Tindakan Sosial

Menurut Max Weber tindakan sosial adalah tindaka yang berorientasi ke masa lalu, masa

kini dan masa depan. Tindakan-tindakan ini akan bersifat sosial apabila tindakan itu diarahkan

Page 13: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

22

kepada perilaku orang.22

Weber berpendapat bahwa membandingkan beberapa struktur

masyarakat dengan memahami alasan masyarakat tersebut bertindak, kejadian-kejadian historis

yang mempengaruhi karakter masyarakat dan mempengaruhi tindakan pelakunya pada masa

kini. 23

weber membagi tipe-tipe tindakan sosial ke dalam 4 jenis yaitu (1) rasinonalitas

Instrumental. Tingkat rasionalitas ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang

berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

tersebut. Individu memiliki berbagai macam tujuan yang diinginkannya. Individu lalu akan

memilih alat yang dipergunakannya untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini bisa berupa

pengumpulan informasi, mencatat segala hambatan dan kemudia meramalkan konsekuensi dari

tindakan tersebut. Dan pada akhirnya akan dipilih sebuah alat berdasarkan berbagai

pertimbangan. (2) Rasionalitas yang berorientasi nilai. Sifat rasionalitas berorientasi nilai yang

terpenting adalah alat-alat yang digunakan merupakan objek pertimbangan dan perhitungan yang

sadar. Tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungan dengan nilai-nilai individu yang bersifat

absolute atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai akhir biasanya bersifat nonrasional dalam hal

ini orang-orang tidak memperhitungkan tujuan mana yang harus mereka pilih. Tindakan religius

merupakan bentuk dasar dari tindakan ini. Orang-orang yang beragama menilai bahwa

penalaman bersama dengan Allah merupakan nilai akhir dan individu akan menggunakan alat-

alat seperti meditasi, upacara keagamaan sebagai alat untuk mendapatkan pengalaman religius.

(3) Tindakan tradisional. Tindakan ini merupakan tindakan yang bersifat nonrasional. Individu

meperlihatkan perilaku karena kebiasaan tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Perilaku ini

22

Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstuksi Identitas Pasca Konflik Poso, (Salatiga:

Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana, 2014) 41. 23

Pip Jones, Pengantar Teori-teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010) 114

Page 14: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

23

digolongkan sebagai tindakan tradisional. (4) tindakan afektif. Tipe tindakan ini ditandai oleh

dominasi perasaan atau emosi tanpa perencanaan yang sadar. Seseorang yang mengalami

perasaan yang meluap-luap seperti cinta kemarahan, ketakutan atau kegembiraan. Tindakan ini

dilakukan secara spontan. Tindakan ini adalah tindakan yang tidak rasional karena kurangnya

pertimbangan logis, ideologis atau kriteria rasionalitas lainnya.24

Menurut Talcot parson, sebuah

tindakan sosial selalu melibatkan aktor, tujuan tindakan itu diarahkan, situasi yang mencakup

ketentuan dan sarana untuk tindakan dan norma untuk pengarahan tindakan tersebut.25

Parson

mengatakan bahwa tindakan sosial manusia termotivasi dan diarahkan oleh sebuah makna yang

dilihat aktor dari dunia luar. Aktor tersebut bisa saja individu, kelompok, organisasi, masyarakat,

atau peradaban. Aksi tersebut akan berlangsung dalam suatu situasi. Lingkungan aktor secara

individu terdiri dari lingkungan fisik, organisme bilogis aktor sendiri dan aktor lainnya serta

budaya dan simbolis. Setiap tindakan memperoleh makna baik untuk aktor maupun untuk orang

lain. Norma dan nilai dipandu oleh aktor dalam orientasi setiap tindakan.26

Berdasarkan Weber dan Talcot, Neil Smelser mengembangkan tindakan sosial ke dalam

empat kaitan yaitu tindakan sosial yang selalu diarahkan kepada pencapaian tujuan, terjadi dalam

situasi sosial dan melibatkan motivasi. Berdasarkan hal ini Smelser menyebutkan empat bagian

utama dari tindakan sosial yaitu nilai yang menjadi panduan dari perilaku sosial. Nilai menjadi

komponen utama dari tindakan sosial yang ditemukan dalam sistem nilai yang menyatakan

tujuan akhir. Bagian kedua adalah norma-norma. Norma adalah aturan yang menegaskan terapan

nilai-nilai umum. Norma sangat menentukan prinsip regulative untuk mewujudkan situasi yang

ada. Bagian ketiga adalah mobilisasi individu dalam meraih nilai-nilai sebagai tujuan tindakan

24

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: Pt. Gramedia, 1988) 220-221 25

Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstuksi Identitas Pasca Konflik Poso.. 41 26

Inger Furseth & Pål Repstad, An Introduction to the Sociology of Religion .. 45

Page 15: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

24

berdasarkan norma-norma. Bagian ini berkaitan dengan agen utama dalam mewujudkan nilai-

nilai yang di harapkan. Bagian keempat adalah fasilitas situasional. Fasilitas yang dipakai oleh

aktor adalah pengetahuan akan lingkungan, prediksi hasil dari tindakan dan alat-alat serta

keterampilan. Bagian ini menunjuk pada pengetahuan aktor untuk mempengaruhi

lingkungannya.27

1.4.Agama sebagai tempat untuk mengatasi frustasi

Dalam KBBI kata frustasi merupakan rasa kecewa akibat kegagalan di dalam mengerjakan

sesuatu atau akibat tidak berhasil dalam mencapai suatu cita-cita.28

Jika manusia tidak berhasil

memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan merasa kecewa. Kondisi seperti inilah yang disebut

sebagai rasa frustasi. Dalam ilmu psikologi keadaan frustasi membuat orang-orang untuk berlaku

religius agar mengobati segala rasa frustasi. Kebutuhan biasanya diarahkan kepada obyek-obyek

duniawi seperti harta benda, hormat, penghargaan, rasa cinta. Namun kepuasan-kepuasan yang

diinginkan tidak tidak terpenuhi. Oleh karena itulah untuk memenuhi rasa keinginan itu, maka

orang-orang akan mengarahkan keinginannya kepada Tuhan untuk mendapatkan pemenuhan

kebutuhan dari Tuhan. Agama hanya dipraktekan sebagai pemuasaan akan kebutuhan mereka.

selama agama bisa menjadi pemuas bagi seseorang maka orang tersebut akan mempergunakan

agama, tetapi ketika agama tersebut tidak lagi memuaskan maka orang tersebut akan

meninggalkan agama. Dalam pandangan Sigmund freud agama hanya bersifat fungsional.

Agama menjadi jawaban terhadap semua rasa frustasi yang dialami manusia. Manusia bertindak

religius karena mengalamai rasa frustasi dalam kehidupannya.29

27

Tampake, Redefinisi Tindakan …42-43

28 Di langsir dari https://kbbi.web.id/frustrasi 14 November 2017

29 Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, (Yogyakarta: Kanisius, 1992)74

Page 16: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

25

Dalam pandangan Freud salah satu motif orang-orang untuk beragama karena terjadinya

frustasi sosial. Frustasi sosial merupakaan konflik yang terjadi antara individu dan masyarakat

yang menyebabkan manusia tidak mengalami rasa bahagia. Dalam pandangan Marx, martabat

manusia yang sering diperas diperbudak dan diasingkan dalam masyarakat kapitalis,

mengakibatkan manusia yang merasakan hal tersebut mulai berfantasi dengan dengan sebuah

situasi dimana ia betul-betul merasakan diakui sebagai manusia. Manusia berkhayal untuk

menumkan artabat yang penting dalam hidupnya. Pengakuan akan martabat tersebut hanya bisa

di dapatkan lewat Tuhan. Tetapi pengakuan tersebut hanya bersifat angan-angan dan tidak dapat

mengisi kekosongan tersebut. Martabat manusia hanya bisa diberikan oleh masyarakat tanpa

kelas. Masyarakat seperti inilah yang dikejar.30

Berbeda dengan Freud bahwa frustasi sosial tidak dapat dihilangkan. Hal yang menyebabkan

frustasi sosial adalah faktor-faktor yang melekat pada kodrat manusia, sehingga masyarakat

tanpa kelas tidak bisa menghilangkan frustasi sosial. Manusia selalu ingin mengejar kepuasan

dan kebebasan dari belenggu aturan dalam masyarakat. Tetapi kebebasan yang diberikan hanya

sangat terbatas, disinilah terjadi pemberontakan. Pemberontakan yang dilakukan oleh individu

teidak berhasil sehingga individu akan mencari kompesansi untuk perdamaian antara individu

dengan masyarakat di akhirat. Karena di surgalah terdapat keharmonisan antara individu dan

masyarakat. Sehingga bagi Freud sangat mustahil untuk memperdamaikan manusia dengan

masyarakat.31

Rasa frustasi juga terjadi dalam tatanan moral. Frustasi moral yang dimaksudkan freud disini

adalah rasa bersalah. Baginya, praktek religius dilakukan untuk menyembuhkan orang-orang dari

30

Dister, Pengalaman dan Motivasi … 86 31

Dister, Pengalaman dan Motivasi … 87

Page 17: BAB II DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN · kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha

26

rasa bersalah. Agama dipergunakan untuk mengatasi kesukaran psikologis dan moral. Agama

menjadi pemecahan terhadap kesulitan yang dialami. Dengan menyatakan niat bertobat dalam

suatu persekutuan agama, maka orang tersebut akan diterima kembali dalam persekutuan. Orang

tersebut akan merasa lega dan terbebas dari beban. Agama berfungsi sebagai alat pengampunan

dan sarana rehabilitasi.32

Kesadaran manusia akan maut menghadirkan salah satu rasa frustasi

yang menyebabkan manusia bertindak religius. Bagi Freud untuk mengatasi masalah frutasi akan

maut ini, maka manusia akan seorang tokoh yang dianggap sangat ilahi. Kahayalan dipindahkan

kepada tokoh ini dikarenakan keinginan yang ada pada diri seorang individu tidak ada pada

dirinya. Realitas yang diciptakan ini memiliki kuasa daripada manusia. Bagi Carl C. Jung, agama

merupakan sarana yang baik untuk mengobati manusia dari penyakti neurosis.33

Neurosis ini

berkaitan dengan kematian. Jika seseorang terkena penyakit syaraf, maka hal ini berhubungan

dengan kekuatiran jika hidup ini berakhir dengan kekosongan. Dengan memasukan agama, maka

agama menjadi obat frustasi bagi maut, karena iman kepada Tuhan maka dipercaya bahwa

manusia akan beroleh hidup yang kekal.34

32

Dister, Pengalaman dan Motivasi ….92 33

Neuorosis adalah penyakit saraf yang berhubungan dengan fungsinya tanpa ada kerusakan organik pada

bagian susunan saraf (seperti histeri, depresi, fobi) dilangsir dari https://kbbi.web.id/neurosis , 14 November 2017 34

Dister, Pengalaman dan Motivasi ….95-96