bab i-bab iii -...

19
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan Pada Anak Akibat Hospitalisasi a. Pengertian Kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Atkinson, 1999). Sedangkan menurut Sadock (1997), kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkikan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak harus tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah (Supartini, 2000). Reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Menurut Wong (2000), berbagai perasaan yang muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah. 6

Upload: vudien

Post on 26-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kecemasan Pada Anak Akibat Hospitalisasi

a. Pengertian

Kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang

ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa

takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda

(Atkinson, 1999). Sedangkan menurut Sadock (1997), kecemasan adalah

suatu sinyal yang menyadarkan ia memperingatkan adanya bahaya yang

mengancam dan memungkikan seseorang mengambil tindakan untuk

mengatasi ancaman.

Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang

berencana atau darurat, mengharuskan anak harus tinggal di rumah sakit,

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah

(Supartini, 2000). Reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat individual,

dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman

sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan

kemampuan koping yang dimilikinya. Menurut Wong (2000), berbagai

perasaan yang muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa

bersalah.

6

7

Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap

pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat

bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya

terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping

yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah

kecemasan karena perpisahan, kehilangan perlukaan tubuh dan rasa nyeri

(Supartini, 2004).

Intervensi yang penting dilakukan perawat terhadap anak pada

prinsipnya untuk meminimalkan stresor, memaksimalkan manfaat

hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga,

mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit. Upaya meminimalkan

stresor atau penyebab stres dapat dilakukan dengan cara mencegah perasaan

kehilangan kontrol, mencegah atau mengurangi dampak perpisahan,

meminimalkan perasaan takut pada perlukaan dan nyeri, serta

memaksimalkan manfaat perawatan di rumah sakit. Sedangkan untuk

mencegah perasaan kehilangan kontrol dengan cara hindarkan pembatasan

fisik jika anak dapat kopertif, bila anak diisolasi lakukan modifikasi

lingkungan, buat jadwal prosedur terapi dan bermain, memberi kesempatan

anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perancanaan

kegiatan.

Anak yang mengalami hospitalisasi dengan gangguan kecemasan pada

usia todler menurut Douglas (1975) dan Niven (2000) mempunyai efek

pada usia remaja, yang dimanifestasikan dengan perilaku menyimpang.

8

Penyimpangan perilaku tersebut berupa kemampuan membaca yang buruk,

kenakalan dan riwayat pekerjaan tidak stabil. Hal ini menunjukkan

pentingnya dilakukan intervensi yang tepat untuk mengatasi kecemasan

hospitalisasi pada anak, khususnya anak usia todler.

Ada beberapa cara untuk membuat hospitalisasi menjadi pengalaman

yang tidak menakutkan bagi anak, bahkan cenderung menjadi pengalaman

yang menyenangkan. Cara – cara tersebut antara lain yaitu memperpendek

atau mengefisienkan lama rawat inap, menydiakan perawatan yang

berkelanjutan, menjaga keamanan dan kenyamanan anak dengan cara

menurunkan kecemasan akan perpisahan, mengurangi rasa sakit karena

prosedur dan mempertahankan tempat tidur sebagai daerah yang aman bagi

anak, menjelaskan prosedur tindakan untuk meningkatkan kontrol anak

terhadap dirinya, serta menjadikan fasilitas bermain yang memadahi,

(Pilliteri : 1999).

b. Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan menurut Wong (2002), yaitu :

1) Perpisahan dengan keluarga.

2) Berada di lingkungan yang asing.

3) Ketakutan akan prosedur-prosedur tindakan yang akan dilakukan.

c. Manifestasi Kecemasan

Menurut Wong (2002), manifestasi kecemasan karena kecemasan

terdiri dari beberapa fase :

9

1) Fase protes (Phase of Protest)

Pada fase ini anak menangis, menjerit / berteriak, mencari orang

tua dengan pandangan mata, memegangi orang tua, menghindari dan

menolak bertemu dengan orang yang tidak dikenal secara ferbal

menyerang orang yang tidak dikenal, berusah lari untuk mencari orang

tuanya, secara fisik berusaha menahan orang tua agar tetap tinggal.

Sikap protes seperti menangis mungkin akan berlanjut dan akhirnya

akan berhenti karena keletihan fisik. Pendekatan orang yang tidak

dikenal akan memicu meningkatnya sikap protes.

2) Fase putus asa (Phase of Despair)

Perilaku yang harus diobservasi pada fase ini adalah anak tidak

aktif, menarik diri dari orang lain, depresi, sedih, tidak tertarik terhadap

lingkungan, tidak komunikatif, perilaku memburuk, dan menolak untuk

makan, minum atau bergerak.

3) Fase menolak (Phase of Denial)

Pada fase ini secara samar-samar anak menerima perpisahan,

tertarik pada lingkungan sekitar, mulai berinteraksi secara dangkal

dengan orang yang tidak dikenal atau perawat dan terlihat gembira. Fase

ini biasanya terjadi setelah berpisah dengan orang tua dalam jangka

waktu yang lama.

10

d. Faktor predisposisi Kecemasan

Menurut Stuart dan sundeen (1998 : 177 – 179) ;

1) Dalam pandangan Psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional

yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego.

2) Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut

terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.

Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan fisik.

Sebagai contoh kecemasan anak yang dirawat di rumah sakit

(hospitalisasi).

3) Menurut pandangan perilaku ansietas merupkan produk frustasi yaitu

segala sesuatu yang mengganggu kemamapuan seseorang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

4) Kajian keluarga menunjuka bahwa gangguan ansietas merupakan hal

yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.

5) Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus

untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu ansietas.

e. Faktor Pencetus Kecemasan

Menurut Kaplan dan sadock (1997) meliputi :

1) Faktor Psikososial

Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu, adalah

terutama rentan terhadap kecemasan yang berhubungan dengan

perpisahan, sebagai contoh anak yang dirawat di rumah sakit

11

(hospitalisasi) karena anak mengalami urutan ketakutan perkembangan

– takut kehilangan ibu, takut kehilangan cinta ibu, takut cidera tubuh,

takut akan impulsnya dan takut akan cemas hukuman (punishing

unxiety) dari superego dan rasa bersalah – sebagian besar anak

mengalami cemas perpisahan didasarkan pada salah satu atau lebih

ketakutan – ketakutan tersebut.

2) Faktor Belajar

Kecemasan fobik dapat di komunikasikan dari orang tua kepada

anak – anak dengan modeling langsung. Jika orang penuh ketakutan,

anak kemungkinan memiliki adaptasi fobik terhadap situasi baru,

terutama pada lingkungan baru. Beberapa orang tua tampaknya

mengajari anak – anaknya untuk cemas dengan melindungi mereka

secara berlebihan (overprotecting) dari bahaya yang diharapkan atau

dengan membesar – besarkan bahaya.

3) Faktor Genetik

Intensitas mana cemas perpisahan dialami oleh anak individual

kemungkinan memiliki dasar genetik. Penelitian keluarga telah

menunjukkan bahwa keturunan biologis dari orang dewasa dengan

gangguan kecemasan adalah rentan terhadap gangguan pada masa

anak – anak.

12

f. Karakteristik Kecemasan Todler

Menurut Wong (2002) meliputi :

1) Menangis.

2) Terlihat sedih,biasanya menolak dan tidak koperatif.

3) Denial atau mengingkari, ditunjukkan dengan tidak senang ditemani

dan mendiamkan ibunya.

g. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan sundeen (1998 : 175 – 176) ;

1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari – sehari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya.

2) Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

3) Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseoarang cinderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci

dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.

4) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah,

ketakutan dan teror. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan

kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat

terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

13

2. Terapi Bermain

a. Pengertian

Terapi bermain adalah media komunikasi antara anak dengan orang

lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan di rumah sakit

(Supartini, 2004). Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak

melalui ekspresi non verbal yang ditunjukkan selama melakukan permainan

atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman

kelompok bermainnya. Sedangkan menurut Wilson, Kendrick & Ryan

(1997) terapi bermain merupakan terapi untuk mengembangkan mental

anak dan untuk mengobati anak yang sedang dalam perawatan.

Sedangkan menurut Campbell & Glaser (1995), bermain sama

dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam

kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk

menurunkan stres pada anak, dan penting untuk kesejahteraan metal dan

emosional anak. Menurut Alimul (2005), bermain adalah suatu aktivitas

dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan ketrampilan,

memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif mempersiapkan

diri untuk berperan dan berperilaku dewasa.

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia pra

sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih

matang. Anak sudah lebih aktif kreatif dan imajinatif (Supartini, 2004).

Anak usia pra sekolah merupakan masa inisiatif anak mulai berkembang

dan anak ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai hal-hal di

14

sekitarnya. Anak mulai berfantasi dan mempelajari model keluarga atau

bermain peran seperti peran guru, ibu dan lain-lain (Nursalam, 2003).

Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat

melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan

kreatifitas anak, dan anak dapat beradaptasi secara lebih efektif terhadap

stres. Dalam penelitian Axline (1998) terapi bermain merupakan terapi

untuk mengobati anak yang sedang sakit. Survei pemerintah Britania

(1999), memperkirakan bahwa 10% tentang anak-anak mempunyai suatu

masalah tentang kesehatan mental. Menurut penelitian Landreth, macam-

macam permainan yang digunakan seperti tanah liat, pasir, cat, krayon,

boneka, dan lain-lain.

b. Karakteristik Toddler

Anak usia toddler adalah anak yang memasuki tahun pertama sampai

dengan ketiga kehidupannya. Pada masa ini, anak mulai mengembangkan

kemandiriannya seperti berjalan, berbicara dan menyuap makanan sendiri.

Tumbuh kembang yang paling nyata pada tahap ini adalah kemampuan

untuk mengeksplor dan memanipulasi lingkungan tanpa tergantung pada

orang lain. Toddler juga mengendalikan buang air besar maupun buang air

kecil menjelang usia 3 tahun.

Menurut Erikson dalam Supartini (2004) usia toddler berada pada fase

otonomi versus rasa malu dan ragu di mana perkembangan otonomi

berpusat pada kemampuan anak untuk mengontrol tubuh dan

lingkungannya. Anak ingin melakukan hal-hal yang ingin dilakukan sendiri

15

dengan menggunakan kemampuan yang sudah mereka miliki. Pada fase ini,

anak akan meniru perilaku orang lain di sekelilingnya. Sebaliknya perasaan

malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya kerdil atau saat

mereka dipaksa oleh orang tua atau orang dewasa lainnya untuk memilih

sesuatu yang tidak dikehendaki oleh anak. Sedangkan menurut Freud dalam

Supartini (2004) pada masa ini kehidupan anak akan berpusat pada

kesenangan anak yaitu selama perkembangan otot sfingter. Anak senang

menahan feses, bahkan bermain-main dengan feses sesuai dengan

keinginannya.

Toddler mempunyai tugas perkembangan yang meliputi gerakan-

gerakan kasar dan halus, emosi, sosial, perilaku dan bicara. Menurut

Soetjiningsih (1995) tugas perkembangan mental anak diantaranya sebagai

berikut :

1. Usia 12-18 bulan

a. Berjalan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah.

b. Menyusun 2 atau 3 kotak.

c. Dapat mengatakan 5-10 kata.

d. Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing.

2. Usia 18-24 bulan

a. Naik turun tangga.

b. Menyusun 6 kotak.

c. Menunjuk mata dan hidungnya.

d. Belajar makan sendiri.

16

e. Mulai belajar mengontrol buang air besar maupun buang air kecil.

3. Usia 2-3 tahun

a. Belajar meloncat, melompat dengan satu kaki.

b. Membuat jembatan dengan 3 kotak.

c. Mampu menyusun kalimat.

d. Menggambar lingkaran.

e. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan

lain di luar keluarganya.

Sedangkan ciri alat permainan anak usia toddler adalah sebagai berikut :

1. Usia 12 – 24 bulan

Tujuan :

a. Mencari sumber suara atau mengikuti sumber suara.

b. Memperkenalkan sumber suara.

c. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.

d. Melatih imajinasinya.

e. Melatih anak melakukan kegiatan sehari – hari, semuanya dalam

bentuk kegiatan yang menarik.

Alat Permainan yang Dianjurkan :

a. Genderang, bola dengan giring – giring di dalamnya.

b. Alat permainan yang didorong dan ditarik.

c. Alat permainan terdiri dari : alat rumah tangga ( misalnya cangkir

yang tidak mudah pecah, sendok, botol plastik, ember, waskom, air ),

17

balok besar, kardus besar, buku bergambar, kertas – kertas untuk

dicoret, krayon / pensil berwarna.

2. Usia 25 – 36 bulan

Tujuan :

a. Menyalurkan emosi / perasaan anak.

b. Mengembangkan keterampilan berbahasa.

c. Melatih motorik halus dan kasar.

d. Mengembangkan kecerdasan ( memasangkan, menghitung,

mengenal dan membedakan warna ).

e. Melatih kerjasama mata dan tangan.

f. Melatih daya imajinasi.

g. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.

Alat Permainan yang Dianjurkan :

a. Lilin yang dapat dibentuk.

b. Alat – alat untuk menggambar.

c. Pasel sederhana.

d. Manik – manik ukuran besar.

e. Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang

berbeda.

18

c. Faktor - Faktor

Fakto-faktor yang mempengaruhi permainan anak menurut Safriyani

(2000) :

1. Kesehatan

Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi dibandingkan

dengan anak yang kurang sehat.

2. Intelejensi

Anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak yang

kuranag cerdas sehingga anak yang cerdas lebih menyenangi permainan

yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya

pikir mereka.

3. Jenis kelamin

Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang

menghabiskan banyak energi seperti lari-lari, panjat pohon atau

sebaginya.

4. Lingkungan

Anak-anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang

menyediakan peralatan, waktu dan ruang bermain bagi anak yang

menimbulkan aktivitas bermain anak kurang.

5. Status sosial ekonomi

Anak yang dibesarkan pada keluarga dengan status sosial ekonomi

yang tinggi lebih banyak tersedia berbagai macam jenis permainan dari

19

pada anak yang dibesarkan pada keluarga yang sosial ekonominya

menengah ke bawah.

d. Pengaruh

Pengaruh bermain bagi perkembangan anak menurut Safriyani (2006)

yaitu :

1) Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak

2) Bermain dapat digunakan sebagai terapi

3) Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak

4) Bermain mempengaruhi perkembangan kreatifitas anak

5) Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak

6) Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak

e. Fungsi Bermain

Fungsi bermain selama hospitalisasi menurut Wong (2004) yaitu :

1) Fasilitasi penguasaan situasi yang tidak familiar

2) Beri kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol

3) Bantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan

4) Beri kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh,

fungsinya, dan penyakit/kecacatan sendiri

5) Perbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan

peralatan dan prosedur medis

6) Beri peralihan dan relaksasi

7) Bantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan yang asing

20

8) Beri cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan

perasaan

9) Anjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap yang positif

terhadap orang lain

10) Beri cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat

11) Beri cara untuk mencapai tujuan-tujuan terapeutik

f. Permainan Yang Dipilih Untuk Penelitian Dalam Mengatasi Kecemasan

Akibat Hospitalisasi

1. Prinsip bermain

a. Tidak membutuhkan sanyak energi

b. Waktunya singkat

c. Mudah dilakukan

d. Aman

e. Kelompok umur

f. Tidak bertentangan dengan terapi

g. Melibatkan keluarga

2. Nama permainan : Dengar musik

3. Alasan

a. Musik dapat berfungsi sebagai terapi kesehatan

b. Sesuai dengan tumbuh kembangnya

c. Sesuai dengan kondisinya saat ini ( sakit)

4. Tujuan

a. Untuk mengurangi kecemasan dan menyembuhkan depresi

21

b. Untuk melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama dirawat

c. Untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan fantasinya

5. Cara permainan

a. Membunyikan musik

b. Menentukan jenis musik sesuai dengan kasus atau jenis penyakitnya

c. Mengobservasi karakteristik anak saat musik dimainkan

d. Memberi semangat anak

g. Terapi Bermain Dengan Musik

Musik dapat mempengaruhi hiup seseorang. Hanya dengar musik,

suasana ruang batin seseoarng dapat dipengaruhi. Entah apakah itu suasana

bahagia atau sedih, bergantung pada pendengar itu sendiri. Yang pasti,

musik dapat memberi semangat pada jiwa yang lelah, resah dan lesu.

Musik juga dapat berfungsi sebagai terapi kesehatan. Ketika seseorang

dengar musik, gelombang listrik yang ada diotakk pendengar dapat

diperlambat atau dipercepat. Dan, kinerja sistem tyubuhpun mengalami

perubahan. Bahkan, musik mampu mengatur hormon – hormon yang

mempengaruhi stres seseorang, serta mampu meningkatkan daya ingat.

Musik dan kesehatan memiliki kaitan erat, dan tidak diragukan bahwa

dengan mendengarkan musik kesukaan mampu membawa anda dalam

mood yang baik dengan waktu yang singkat.

Musik juga memilki kekuatan untuk mempengaruhi denyut jantung

dan tekanan darah sesuai dengan frekuensi, tempo dan volumenya. Makin

lambat tempo musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah

22

menurun. Akhirnya pendengarpun terbawa dalam suasana rileks, baik itu

pada pikiran maupun pada tubuh. Makanya sejumlah rumah sakit di luar

negeri mulai menarpkan terapi musik pada pasiennya yang mengalami

rawat inap. Ada beberapa fakta tentang musik yang bermanfaat :

1. Menyembuhkan sakit punggung kronis

2. Meningkatkan olahraga

3. Memberi rasa santai dan nyaman atau refresing

4. Meningkatkan inteligensi (efek mendengarkan musik Mozart)

5. Meningkatkan motivasi

6. Mengambangkan kepribadian

7. Mencegah kehilangan daya ingat

8. Membantu melahirkan

9. Menyembuhkan deperesi. Peneliti dari Science University of Tokyo

menunjukan bahwa musik membantu menurunkan tingkat sters dan

gelisah. Penellitian menunjukan bahwa musik klasik adalah terbaik

dalam membantu mengatasi depresi.

10. Membantu anak sebelum operasi. Mendengarkan musik bagi anak yang

tengah menunggu operasi (rawat inap) dapat membantu

menuyembuhkan ketakutan dan gelisah, karena musik membantu

menenangkan ketegangan otot. Meskipun tidak ada musik khusus,

musik – musik yang akrab bagi anak jelas yang terbaik (vision net dan

kompas).

23

B. KERANGKA TEORI

Sumber : Nursalam, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Salemba Medika, 2003

C. Kerangka Konsep Penelitian

Pre test

Intevensi

Post Test

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi bermain.

Genetik

Psikososial (Hospitalisasi)

Belajar

Cemas Pada anak

Todler

Terapi Bermain

Tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi bermain

Tingakat kecemasan sesudah dilakukan terapi bermain

24

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan.

E. Hipotesis Penelitian

Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Ha : “Ada pengaruh antara pemberian terapi bermain terhadap tingkat kecemasan

anak usia todler akibat hospitalisasi di RSUD Tugurejo Semarang”.