askep neonatal
DESCRIPTION
neooooTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA NEONATAL
DI RUANG NICU RSBK BATAM
DISUSUN OLEH :
ARIFIN CHAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
2014
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN PNEUMONIA NEONATAL
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi / Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah. Penyakit
ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme (Corwin, 2000).
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru
yang terjadi pada anak. (Suriadi, 2001).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat
konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh, bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing (Muttaqin,
2009).
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru dimana
pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen
dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. (Anonymous, 2009).
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan
mungkin terjadi dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian
yang dapat disamakan dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh
hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada
kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi
dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran
(Caserta, 2009).
2. Anatomi Fisiologi
a. Saluran Nafas Atas
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung.
Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,
debu, dan kotoran yang masuk kedalam hidung.
2. Faring
Tekak atau faring mrupakan tempat persimpangan antara jalan
napas dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Rongga tekak terbagi dalam 3 bagian, yaitu:
- Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut
nasofaring
- Bagian tengah yang sama tingginya dengan istimus fausium disebut
orofaring.
- Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring.
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak dibagian depan faring
sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk kedalam trakea
dibawahnya. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh sebuah simpang
tenggorok yang disebut epiglottis.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan, antara lain:
- Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun (adam’s apple)
- Kartilago ariteanoid (2 buah)
- Kartilago krikoid (1 buah)
- Kartilago epiglottis (1 buah)
4. Trakea
Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pita seperti
huruf C yang di bentuk oleh tulang-tulang rawan yang di sempurnakan
oleh selaput. Trakea terletak di antara vertebrata servikalis ke-6 sampai
ke tepi bawah kartilago.Trakea mempunyai dinding fibroelastis yang
panjang nya sekitar 13 cm, berdiameter 2,5 cm dan dilapisi oleh otot
polos. Diameter trakea tidak sama pada seluruh bagian, pada daerah
servikal agak sempit, bagian pertengahan agak sedikit melebar dan
mengecil lagi dekat percabangan bronkus.
Bagian dalam trakea terdapat sel-sel bersilia untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk. Bagian dalam trakea terdapat
septum yang disebut karina yang terletak agak ke kiri dari bidang
median.
b. Saluran Nafas Bawah
1. Bronkus
Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan trakea yang
terdapat ketinggian vertebrata torakalis ke-4 dan ke-5.
Bronkus memiliki struktur yang sama dengan trakea, yang
dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea yang berjalan ke
bawah menuju tampuk paru-paru.
Bronkus terbagi menjadi dua cabang :
a. Bronkus prinsipalis dekstra.
Panjangnya sekitar 2,5 cm masuk ke hilus pulmonalis paru-
paru kanan dan mempercabangkan bronkus lobularis superior. Pada
masuk ke hilus, bronkus prinsipalis dekstra bercabang tiga menjadi
bronkus lobularis medius, bronkus lobularis inferior, bronkus
lobularis superior.
b. Bronkus prinsipalis sinistra.
Lebih sempit dan lebih panjang serta lebih horizontal
dibanding bronkus kanan, panjangnya sekitar 5 cm berjalan ke
bawah aorta dan di depan esophagus, masuk ke hilus pulmonalis kiri
dan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus lobularis inferior, bronkus
lobularis superior.
Dari tiap-tiap bronkiolus masuk ke dalam lobus dan
bercabang lebih banyakdengan diameter kira-kira 0,5 mm. bronkus
yang terakhir membangkitkan pernapasan dan melepaskan udara ke
permukaan pernapasan di paru-paru. Pernapasan bronkiolus
membuka dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli yang
merupakan tempat terjadinya pertukaran udara antara oksigen
dengan karbondioksida.
2. Paru-paru
Paru-paru adalah salah satu organ system pernapasan yang
berada di dalam kantong yang di bentuk oleh pleura parietalis dan
viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastic dan berada dalam rongga
torak, sifatnya ringan dan terapung di air. Masing-masing paru memiliki
apeks yang tumpul yang menjorok ke atas mencapai bagian atas iga
pertama.
Paru-paru kiri :
Pada paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges.
Fisura ini membagi paru-paru kiri atas menjadi dua lobus, yaitu :
a. Lobus superior, bagian yang terletak di atas dan di depan fisura.
b. Lobus inferior, bagian paru-paru yang terletak di belakang dan di
bawah fisura.
Paru-paru kanan :
Pada paru-paru kanan terdapat dua fisura, yaitu : fisura oblique
(interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis sekunder).
Kedua fisura ini membagi paru-paru kanan menjadi tiga lobus, lobius
atas, lobus tengah dan lobus bawah.
3. Pleura
Pleura adalah suatu membaran serosa yang halus membentuk suatu
kantong tempat paru-paru berada yang jumlahnya ada dua buah dan
masing-masing tidak berhubungan.
Pleura mempunyai dua lapisan, parietalis dan viseralis.
a. Lapisan permukaan disebut permukaan parietalis, lapisan ini langsung
berhubungan dengan paru-paru serta memasuki fisura dan memisahkan
lobus-lobus dari paru-paru.
b. Lapisan dalam disebut pleura viseralis, lapisan ini berhubungan
denganfasia endotorakika dan merupakan permukaan dalam dari
dinding toraks.
c. Sinus pleura : tidak seluruh kantong yang dibentuk oleh lapisan pleura
diisi secara sempurna oleh paru-paru, baik kearah bawah maupun ke
arah depan. Kavum pleura dibentuk oleh lapisan pleura parietalis saja,
rongga ini disebut sinus pleura. Pada waktu inspirasi, bagian paru-paru
memasuki sinus dan pada waktu ekspirasi ditarik kembali dari rongga
tersebut.
4. Fungsi respirasi
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang
berarti “bernafas lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan
oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dari tubuh.
Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang
vital bagi kehidupan.
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :
1) Ventilasi
Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru.
Proses ini terdiri atas 2 tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru.
Inspirasi terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan
interkostalis eksterna yang menyebabkan volume thorax
membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara
masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru
yang terjadi bila otot-otot expirasi relaxasi sehingga volume
thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra pleura dan
volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun
sehingga udara keluar dari paru.
2) Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.
3) Transport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah).
4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme
penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga
disebut pernafasan seluler.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab
pneumonia pada umumnya, yaitu:
a. Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus
Epidermidis, E. Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella.
b. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
c. Jamur: Candida.
4. Patofisiologi
Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal
adalah:
a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah
janin (hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala
pneumonia yang disebut juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari
pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke
chorionic plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi
dan masuk ke paru-paru.
Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum
persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau
pemeriksaan obstetri yang sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru
dan penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor
predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar
berat, prosedur invasif banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh
mikroorganisme patogen yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus,
Haemophillus Influenzae dan Streptococcus Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus,
terjadinya destruksi sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam
lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic
Fibrosis (CF), aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat
meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh
manusia melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan
reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang.
Dari reaksi inflamasi akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri
pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga
terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi
klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya
partial oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi).
Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan
penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas
difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
5. Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi :
a. Intrapartum pneumonia
1) Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan
lahir.
2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi
hematogenous, atau aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau
terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau gangguan iskemik dari
permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan ibu invasif
organisme yang sesuai potensi dan virulensinya.
3) Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat
mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah
lahir.
4) Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi
yang memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi
menyebabkan tanda-tanda klinis.
b. Pneumonia pascalahir
1) Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal
setelah bayi lahir.
2) Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa
proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi
setelah proses kelahiran.
3) Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi
dalam banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan
intensif (NICU) sering mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk
kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity yang tidak biasa.
Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi sering menyebabkan
mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses.
4) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan
signifikan potensial. Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat
mempengaruhi gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.
6. Gejala Klinik
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
a. Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit).
b. Dengkur ekspirasi mungkin terjadi.
c. Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan
retraksi di subcostal, interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.
d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam
kualitas dan kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan
kemajuan dari serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah,
putih, kuning, hijau, atau perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky
tidak jarang terjadi. Jika aspirasi mekonium, darah, atau cairan
properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur lain bisa dilihat.
e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada
bayi dengan radang paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada,
mereka mungkin disebabkan oleh proses menyebabkan peradangan,
seperti gagal jantung kongestif, kondensasi dari gas humidified diberikan
selama ventilasi mekanik, atau tabung endotracheal perpindahan.
Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin, temuan ini akan
dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial.
f. Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi
sekitar 5 g/dL atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas
dari disfungsi paru berat seperti radang paru-paru, meskipun penyakit
jantung bawaan struktural, hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi
pulmonal (dengan atau tanpa parenkim terkait lainnya penyakit paru-
paru) harus dipertimbangkan.
g. Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen
konsentrasi, ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif
terus menerus umumnya diperlukan sebelum pemulihan dimulai.
h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas
dan dada yang menyatakan kebocoran udara atau perubahan
emphysematous sekunder obstruksi jalan napas parsial.
Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR
Score rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah,
letargi, tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak
stabil, asisdosis metabolik, DIC.
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial),
menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus),
penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul
infiltrat (viral).
b. Pemeriksaan laboratorium:
1) DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri,
menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
2) Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
3) Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan
kebutuhan O2.
4) Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme
penyebab.
5) Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya
inflamasi amnion (risiko pneumonia tinggi).
c. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran
udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan
manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap
kuman penyebabnya.
b. Terapi suportif umum:
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %
berdasarkan pemeriksaan AGD.
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang
kental.
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping
dan vibrasi.
4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif
terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai
peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa:
1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama
penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2) Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama
haid terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP).
3) Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam,
keputihan, riwayat terapi.
4) Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi,
jantung dan lainnya.
5) Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan
indikasinya
6) KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi,
pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar
lengan, lingkar dada, APGAR score.
b. Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat
berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup,
retraksi sternum dan intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi
paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras,
suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru
yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas
jantung tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit
pucat, icterus, CRT memanjang (>3 det).
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil
terhadap cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia
dan pola eliminasi urine.
5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana
pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah
kelainan pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan
atau kongenital, bagaimana ATR (activity tonus respon).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
efektif.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi
oksigen.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi
dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer.
3. Rencana Tindakan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial,
pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
jalan napas bersih dan efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan.
2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit.
3) Batuk efektif.
4) Sianosis tidak ada.
5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space.
6) Nafas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena
ketidaknyamanan.
2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan
bunyi napas.
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan, krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan
cairan/secret.
3) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif
karena adanya penurunan tingkat kesadaran.
4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi.
Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan
sensorium
5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator
Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret,
bronkodilator mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
efektif Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit).
2) Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit).
3) Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
4) Napas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi:
1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya
pernapasan seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri,
penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi
abnormal dapat mencegah komplikasi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada
kontraindikasi. .
Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan
perbaikan kongesti paru.
3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan
sirkulasi.
4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat
terjadinya komplikasi.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi O2.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
pertukaran gas efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Hasil AGD dalam batas normal. .
2) Sianosis tidak ada.
3) Pasien tidak pucat.
Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya
pernapasan seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri,
penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi
abnormal dapat mencegah komplikasi.
2) Pertahankan pemberian oksigen Head box sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke otak untuk kebutuhan
sirkulasi.
3) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat
terjadinya komplikasi.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi
dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral
dingin, pucat, CRT<3 detik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
klien dapat mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada.
2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas.
3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik.
4) Akral hangat.
5) Tidak terjadi penurunan kesadaran.
Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan suara nafas.
Rasional: takipnea, pernapasan yang dangkal sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
2) Tempatkan pasien dalam incubator.
Rasional: mempertahankan suhu tubuh pasien, mencegah hipotermia,
memperbaiki metabolisme jaringan.
3) Pantau tanda vital.
Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan
evaluasi lebih lanjut dan mengetahuai perubahan sesegera mungkin.
4) Pantau tingkat kesadaran .
Rasional: kekurangan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan
hipoksia sel-sel otak, kematian jaringan otak dan terjadinya penurunan
tingkat kesadaran .
5) Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, akral perifer.
Rasional: sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah satu tanda
hipoksia jaringan yang berat akibat perfusi yang tidak adekuat.
6) Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 sesuai indikasi (Head box 5-10
lt/mnt).
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
7) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
Rasional: Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi suplay oksigen ke
jaringan.
4. Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil yaitu bersihan jalan nafas efektif, pola
nafas efektif, tidak terjadi kerusakan pertukaran gas, perfusi jaringan adekuat,
tidak terjadi hipertermi.
Hipertermi
Kerusakan pertukaran gas
PATHWAY
Kuman Inhalasi mikroba, jamur Kuman dari
(bakteri, virus) mell : udara, aspirasi flora vagina
masuk ke
masuk mll plasenta mll sal nafas menyebar ke paru Chorionic Plate
secara hematogen masuk Aspirasi
ke paru-paru
Reaksi Inflamasi hebat masuk Paru
Membran paru meradang dan berlobang Reaksi radang
Calor
RBC,WBC, cairan
keluar masuk alveoli
Edema, bronkospasme Dyspnoe, tahipnea Pola nafas tdk efektif
Sianosis
Konsolidasi paru Sekret Bersihan jalan nafas
tdk efektif
Penurunan rasio ventilasi & difusi
Hipoksemia Gangguan perfusi jaringan
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009, Pneumonia, Online, Available, www.wikipedia.id.org, diakses
tanggal 27 Mei 2010.
Anonymous. 2008, Pneumonia. Online, Availble, www.medicinenet.com, diakses
tanggal 27 Mei 2010.
Caserta, M.T., 2009, Neonatal Pneumonia, Online, Availble,
http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279l.html, diakses tanggal
26 Mei 2010.
Corwin, E.J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.
Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
4 Buku 1, Jakarta: EGC.
Suriadi, Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta: CV Sagung
Seto.