askep rematik

36
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN ARTRITIS RHEUMATOID Disususn untuk memenuhi tugas Panum Gerontik Disusun oleh: AENI MUSTAQIROH ARIE DEVI ARSA ARIF SETIADI BENNY ARIEF SULISTYANTO WIDI WIJAYANTI WINDA WIDIYASTUTI

Upload: benny-wegah-nulis

Post on 15-Jun-2015

14.464 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP REMATIK

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN ARTRITIS RHEUMATOID

Disususn untuk memenuhi tugas Panum Gerontik

Disusun oleh:

AENI MUSTAQIROHARIE DEVI ARSA

ARIF SETIADIBENNY ARIEF SULISTYANTO

WIDI WIJAYANTIWINDA WIDIYASTUTI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN-PEKALONGAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN2010

Page 2: ASKEP REMATIK

BAB I

A. PENDAHULUAN

Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rhumatismoz, yang

berarti mukus; suatu cairan yang dianggap jahat, mengalir dari otak ke sendi

dan struktur lain tubuh sehingga menimbulkan nyeri. Beberapa penelitian

menunjukkan memang ada perubahan struktur mucine sendi

(mukopalisakarida, asam hialuronidonat) pada beberapa jenis penyakit

reumatik, sehingga istilah yang telah agak lama dipakai itu agaknya masih

sesuai sampai saat ini.

Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada sistem

muskuloskeletal disebut rheumatik, termasuk penyakit jaringan ikat (penyakit

kolagen). Sedangkan istilah artritis, umumnya dipakai bila sendi merupakan

tempat utama penyakit rheumatik. Peradangan pada jaringan ikat, terutama

yang berdekatan dengan sendi atau otot dan tendon disebut fibrositis,

sedangkan iritasi jaringan ikat fibrosa di tempat melekatnya pada tulang

disebut entesopati.

Reumatologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit sendi, termasuk

penyakit arthritis, fibrositis, bursitis, neuralgia dan kondisi lainnya yang

menimbulkan nyeri somantik dan kekakuan.

Hingga kini dikenal lebih dari 100 macam penyakit sendi yang

seringkali memberikan gejala yang hampir sama. Oleh karena itu pendekatan

diagnostik sangat diperlukan agar didapatkan diagnosis yang tepat, sehingga

akhirnya pasien memperoleh penatalaksanaan yang adekuat. Perlu diingat pula

bahwa gangguan reumatik dapat merupakan manifestasi artikular berbagai

penyakit dan sebaliknya beberapa penyakit reumatik mempunyai manifestasi

ekstra-artikular pada beberapa organ.

Dalam lebih dari 2 dekade terakhir ini diketahui bahwa berbagai

penyakit remaik yang dianggap mempunyai dasar imunologik ternyata

berkaitan dengan sistem hipokompatibilitas. Sistem ini ditentukan oleh faktor

Page 3: ASKEP REMATIK

genetik yang pada manusia dikenal sebagai HLA (Human Leukocyte Antygen)

tertentu. Antigen HLA adalah molekul pada permukaan sel yang sifatnya

ditentukan oleh gen respon imun yang sangat polimorfis yang letaknya ada

suatu kompleks pada kromosom No.6 manusia.

Sampai saat ini, diketahui 2 jenis antigen HLA yang berbeda dalam

struktur dan fungsi:

1. Molekul HLA kelas I, yaitu HLA A, B, C dan lokus-lokus lain yang

diekspresikan pada permukaan semua sel berinti dan berfungsi dalam

presentasi antigen pada limfosit T sitotoksik (CD8+).

2. Molekul HLA kelas II yaitu HLA-DR, DQ dan DP dan diekspresikan

terutama pada makrofag dan sel T yang aktif dan berfungsi

mempresentasikan antigen kepada limfosit T helper (CD4+).

Saat ini dapat dikatakan penggunaan pemeriksaan HLA dalam klinik

masih terbatas. Pada banyak keadaan, antigen HLA yang berkaitan dengan

penyakit juga terjadi relatif sering pada penduduk normal sehingga spesifitas

penyakit berkurang. Disamping itu tidak semua pasien yang sakit mempunyai

jenis HLA yang berkaitan dengan penyakitnya sehingga sensitifitasnya

berkurang. Kaitan HLA dengan penyakit juga berbeda-beda pada berbagai

etnik populasi. Penjelasan yang mungkin ats kaitan HLA yang bervariasi dan

tidak lengkap ini adalah dengan ditemukannya beberapa alel HLA yang

bereda tetapi mempunyai sequensi (rentetan) asam amino polimorfis yang

sama (hipotesis epitop bersama).

Walaupun sekarang dapat dilakukan pemeriksaan HLA secar

molekular, sehingga dapat dideteksi urutan asam amino yang berkaitan

dengan penyakit, tetapi adanya frekuensi HLA tertentu yang tinggi dalam

populasi normal masih membuat manfaatnya terbatas sebagai uji klinis.

Walaupun begitu ada beberapa penyakit rematik yang dengan pemeriksaan

HLA sekarang ini dapat merupakan informasi klinis yang berguna untuk

diagnosis dan prognosis dan dapat berperan lebih besar pada pengobatan di

masa yang akan datang.

Page 4: ASKEP REMATIK

B. TUJUAN

Setelah mahasiswa membaca makalah ini, mahasiswa dapat mengerti dan

memahami tentang penyakit Artritis Reumatoid mulai dari pengertian, etiologi

sampai prognosis sehingga dapat membantu mahasiswa dalam menentukan

diagnosa keperawatan yang tepat.

Page 5: ASKEP REMATIK

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Artritis Rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi

sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamannya adalah poliartritis yang

progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada

umumnya selain gejala artikular, AR dapat pula menunjukkan gejala

konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non

artikular lainnya.

Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat

difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyababnya.

Artritis reumatoid kira-kira 2 ½ kali lebih sering menyerang perempuan

daripada laki-laki. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia, terutama

pada perempuan. Insedens puncak adalah antara usia 40 sampai 60 tahun.

B. ETIOLOGI

Penyebab AR sampai sekarang belum diketahui. Beberapa faktor di

bawah ini diduga berperan dalam timbulnya penyakit artritis rheumatoid.

1. Faktor genetik dan lingkungan

Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu

penderita mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

Page 6: ASKEP REMATIK

2. Hormon seks

Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan karena

perempuan lebih banyak menderita penyakit ini dan biasanya sembuh

sewaktu hamil.

3. Infeksi

Dugaan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya terjadi secara

mendadak dan disertai tanda-tanda peradangan. Penyebab infeksi

diduga bakteri, mikoplasma, atau virus.

4. Heat Shock Protein (HSP)

HSP merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk

oleh tubuh sebgai respons terhadap stres.

5. Radikal bebas

Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang

keluarnya prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan

pembengkakan.

6. Umur

Penyakit ini terjdai pada usia 20-60 tahun, tetapi terbanyak antara

umur 35-45 tahun.

Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius,

disebabkan oleh peradangan kronis yang bersifat progresif, yang

menyangkut persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-

sendi terutama pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut.

Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal

mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak dapat

ditunjukkan memiliki hubungan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan

dengan penanda genetik seperti HLA-DW4 (Human Leukocyte Antigens)

dan HLA-DR5 pada orang Kaukasia. Namun pada orang Amerika, Afrika,

Jepang, dan Indian Chippewa hanya ditentukan kaitan dengan HLA-DW4.

Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi

pencernaan oleh produksi, protease, kolagenase, dan enzim hidrolitik

lainnya. Enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada

Page 7: ASKEP REMATIK

sendi, serta dilepaskan bersama – sama dengan radikal O2 dan metabolit

asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial.

Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen

yang diproduksi secara lokal Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja

panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi atau vaskuler yang

terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di

sepanjang pinggir panus terjadi destruksi, kolagen, dan proteoglikan

melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.

C. PATOFISIOLOGI

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun (yang sudah dijelaskan

sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis

menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan

memecah kogen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan

akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi

yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan terkena karena serabut otot

akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot

dan kekuatan kontraksi otot.

D. GAMBARAN KLINIS

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang

artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat

bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat

bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di

tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal.

Hampir semua sendi diartrodial dapat diserang.

Page 8: ASKEP REMATIK

3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat generalisata

tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan

kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung

selama beberapa menit dan selalu berkurang dari satu jam.

4. Artritis erosif; merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.

Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tei tulang.

5. Deformitas; Kerusakan jaringan penungjang sendi meningkatdengan

pejalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi

metekarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah

beberapa deformitas tangan yangsering dijumpai. Pada kaki terdapat

protrusi (tonjolan) kaput metersal yang timbul sekunder dari subluksasi

metetersal. Sendi-sendi yang besar juga dapa teserang dan mengalami

pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan

ekstensi.

6. Nodul-nodul reumatoid: adalah massa subkutan yang ditemukan pada

sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang

paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau

di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian

nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya

nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang

aktif dan lebih berat.

7. Manifestasi dekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat

menyerangorgan-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru

(pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Page 9: ASKEP REMATIK

Gbr. 1 Tangan reumatoid dengan boutonniere dan deformitas leher angsa. Terlihat poliartritis

pada sendi tangan. Diantara perubahan deformitas yang berat terdapat otot yang tidak

digunakan dalam “snuffbox” anatomik (antara ibu jari dan jari telunjuk).

E. KRITERIA DIAGNOSTIK

Diagnostik artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang

kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak

ada uji laboratorium yang positif; perubahan apda sendi dapat minor; dan

gejala gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya

bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi

dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik yang dipakai adalah

sebagai berikut:

1. Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak satu jam)

2. Artritis pada tiga atau lebih sendi

3. Artritis sendi-sendi jari-jari tangan

4. Artritis yang simetris

5. Nodul reumatoid

6. Faktor reumatoid dalam serum

7. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)

Page 10: ASKEP REMATIK

Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabikla sekurang-

kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang

disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat

menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala pasien.

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Cairan synovial

1) Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan

peningkatan jumlah sel darah putih; fibrin clot menggambarkan

kronisitas.

2) Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas

menggambarkan penurunan kadar asam hyaluronat.

3) Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses

inflamasi, didominasi oleh sel neutrophil (65%).

4) Glukosa: normal atau rendah.

5) Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum,

berbanding terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium.

6) Penurunan kadar komlemen menggambarkan pemakaiannya pada

reaksi imunologis.

7) Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun.

8) Phagocites – neutrophils yang “difagosit” oleh kompleks immun.

b. Darah tepi

1) Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit

menurun bila terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal sebagai

Felty’s syndrome.

2) Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis.

c. Pemeriksaan Sero-imunologi

1) Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada penderita

dengan nodul subkutan.

Page 11: ASKEP REMATIK

2) Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini.

3) Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer

yang lebih rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus

Sistemik.

4) Anti-DNA antibodies negatif.

5) Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah,

menggambarkan aktivitas penyakit.

6) Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute

phase reactans.

7) Meningkatnya kadar γ-gobulin menggambarkan

kenaikan/akselerasi dari katabolisme protein pada penyakit kronis.

8) Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar komplemen

dapat terjadi pada keadaan penyakit dengan gejala ekstra artikular

yang berat seperti vaskulitis.

9) Adanya circulating immune comlexes – serta ditemukan pada

penyakit dengan manifestasi sistemik.

2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik

Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami

kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena

hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan

densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik

didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada

sendi yang terkena.

Page 12: ASKEP REMATIK

Gbr. 2 Radiogram tangan reumatoid. Perhatikan penurungan jarak sendi (panah hitam), erosi

kaput metakarpal (panah putih kecil) dan tejadi deformitas sendi (panah putih besar).

G. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan Medis

Belum ada penyembuhan untuk AR. Penyakit biasanya berlangsung

seumur hidup, sehingga memerlukan penanganan seumur hidup pula.

Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan

dan pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan pasa pasien AR

ditujukan untuk:

a. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik

b. Mencegah terjadinya destruksi jaringan

c. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian

agar tetap dalam keadaan baik

d. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat

agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.

Dalam pengobatan AR umumnya selau dibutuhkan pendekatan

multidisipliner. Suatu tim yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli

fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi

Page 13: ASKEP REMATIK

dan ahli psikologi, semuanya memiliki peranan masing-masing dalam

pengelolaan pasien AR baik dalam bidang edukasi maupun

penatalaksanaan pengobatan penyakit ini.

Beberapa jenis obat yang digunakan pada AR antara lain sebagai berikut:

1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Obat ini diberikan sejak mulai sakit untuk mengatasi nyeri sendi akibat

proses peradangan. Golongan obat ini tidak dapat melindungi rawan

sendi maupun tulang dari proses kerusakan akibat penyakit AR.

Contoh obat golongan ini yaitu Asetosal, Ibuprofen, Natrium

Diclofenak, Indometasin, Asam flufenamat, Piroksikam, Fenilbutason,

dan Naftilakanon.

2. Kortikosteroid

Obat ini berkhasiat sebagai antiradang dan penekan reaksi imun

(imunosupresif), tetapi tidak bisa mengubah perkembangan penyakit

AR. Kortikosteroid bisa digunakan secara sistemik (tablet, suntikan

IM) maupun suntikan lokal di persendian yang sakit sehingga rasa

nyeri dan pembengkakan hilang secara cepat. Pengobatan

kortikosteroid sistemik jangka panjang hanya diberikan kepada

penderita dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti

radang pembuluh darah (vaskulitis).

3. Desease Modifing Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs)/ Obat

pengubah perjalanan penyakit

Bila diagnosis AR telah ditegakkan, oabt golongan ini harus segera

diberikan. Beberapa ahli bahkan menganjurkan pemberian DMARDs,

baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan DMARDs lain

pada tahap dini, baru kemudian dikurangi secara bertahap bila aktivitas

AR telah terkontrol. Bila penggunaan satu jenis DMARDs dengan

dosis adekuat selama 3-6 bulan tidak menampakkan hasil, segera

hentikan atau dikombinasi dengan DMARDs yang lain. Contoh obat

golongan ini yaitu Klorokuin, Hidroksiklorokuin, Sulfazalazine, D-

Page 14: ASKEP REMATIK

penisilamin, Garam Emas (Auro Sodium Thiomalate, AST),

Methothexate, Cyclosporin-A dan Lefonomide.

4. Obat imunosupresif

Obat ini jarang digunakan karena efek samping jangka panjang yang

berat seperti timbulnya penyakit kanker, toksik pada ginjal dan hati.

5. Suplemen antiokdsidan

Vitamin dan mineral yang berkhasiat antioksidan dapat diberikan

sebagai suplemen pengobatan seperti beta karoten, vitamin C, vitamin

E, dan selenium.

2. Pengobatan Tradisional

Perawatan dan pengobatan terhadap penyakit rheumatik adalah sebagai

berikut.

a. Diusahakan agar badan dalam keadaan hangat.

b. Gunakan campuran garam 1 sendok makan, tawas ½ sendok makan,

dan air rebusan sirih untuk merendam/mengompres bagian badan yang

terserang rheumatik.

c. Daun seledri sebanyak 10 batang dimakan sebagai lalap.

d. Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang,

temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1 jari.

Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian

disaring untuk diminum airnya.

Page 15: ASKEP REMATIK

e. Dengan obat gosok alami:

1) Air jeruk nipis, minyak kayu putih dan kapur sirih dicampur dan

digunakan untuk menggosok bagian tubuh yang sakit.

2) Daun kecubung wuluh 5 lembar dan kapur siri ditumbuk dan

digosokkan pada bagian tubuh yang sakit.

3) Bengle lempu yang dan cabe ditumbuk halus, kemudian dicampur

dengan minyak kayu putih dan digosokkan pada bagian tubuh yang

sakit.

H. KOMPLIKASI

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan

ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat obat anti

inflamasi non-steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit

(desease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor

penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga

sukar dibedakan akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya

berhubungan dengan myelopati akibat ketidakstabilan vertebra vertical dan

neuropati iskemik akibat vaskulitis.

I. ANJURAN BAGI PENDERITA ARTRITIS RHEUMATOID

1. Makan sayuran (bayam, lobak, wortel, daun singkong, daun ubi jalar,

seledri)

2. Mengkonsumsi buah-buahan segar (tomat, kesemek, pepaya, mangga)

3. Tiga hari berturut-turut minumlah susu dan telur ayam kampung setengah

matang.

4. Jangan mengkonsumsi makanan/minuman yang dingin.

5. Mandi berendam dengan air hangat.

6. Istirahat yang cukup.

7. Jangan sampai kedingingan

Page 16: ASKEP REMATIK

Beberapa jenis makanan yang harus dihindari bagi semua penderita

rematik adalah sebagai berikut.

1. Minuman berarkohol, teh, kopi, coklat.

2. Mentega, telur ayam negeri, rempah-rempah yang pedas.

3. Kue-kue dari tepung dan gula putih.

4. Sayur kangkung, melinjo (daun dan buah), rebung dan daging.

J. PROGNOSIS

Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi

penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis

reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian

besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini

selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang

singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis

reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional

yang menetap pada setiap eksaserbasi.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini

bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru,

jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang

berupa benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita.

Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat

menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit,

nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah

insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat

secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang

dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang

berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di

sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi

dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita-

penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas

gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena

Page 17: ASKEP REMATIK

kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat

pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada

jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah

menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah

gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat

antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit

(desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor

penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi

saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan

antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan

dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati

iskemik akibat vaskulitis.

Page 18: ASKEP REMATIK

BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN

1. AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Gejala:Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress

pada sendi : kekakuan pada pagi hari. Keletihan.

Tanda: malaise, keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur

atau kelainan pada sendi dan otot

2. KARDIOVASKULER

Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun.

3. INTEGRITAS EGO

Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial,

pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusasaan dan

ketidak berdayakan, ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas

pribadi misalnya ketergantungan pada orang lain

4. MAKANAN ATAU CAIRAN

Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/

cairan adekuat : mual, anoreksia, Kesulitan untuk mengunyah.

Tanda: Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.

5. HIGIENE

Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi,

ketergantungan pada orang lain.

6. NEUROSENSORI

Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada

jari tangan

Tanda: Pembengkakan sendi

7. NYERI / KENYAMANAN

Gejala: fase akut dari nyeri, terasa nyeri kronis dan kekakuan

Page 19: ASKEP REMATIK

8. KEAMANAN

Gejala: Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga,

kekeringan pada mata dan membran mukosa

9. INTERAKSI SOSIAL

Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga/orang lain : perubahan peran:

isolasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. DIAGNOSA 1: Nyeri b/d proses inflamasi.

Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

- kaji keluhan nyeri, catat lokasi

dan intensitas (skala 0 – 10). Catat

faktor-faktor yang mempercepat

dan tanda-tanda rasa sakit non

verbal

- berikan matras atau kasur keras,

bantal kecil. Tinggikan linen

tempat tidur sesuai kebutuhan

- biarkan pasien mengambil posisi

yang nyaman pada waktu tidur

atau duduk di kursi. Tingkatkan

istirahat di tempat tidur sesuai

- membantu dalam menentukan

kebutuhan managemen nyeri dan

keefektifan program

- matras yang keras, bantal yang

kecil akan melihara kesejajaran

tubuh yang tepat, menempatkan

setres pada sendi yang sakit.

Peninggian linen tempat tidur

menurunkan tekanan pada sendi

yang terinflamasi / nyeri

- pada penyakit berat, tirah baring

mungkin diperlukan untuk

membatasi nyeri atau cedera

sendi.

Page 20: ASKEP REMATIK

indikasi

- dorong untuk sering mengubah

posisi. Bantu pasien untuk

bergerak di tempat tidur, sokong

sendi yang sakit di atas dan di

bawah, hindari gerakan yang

menyentak

- anjurkan pasien untuk mandi air

hangat atau mandi pancuran pada

waktu bangun. Sediakan waslap

hangat untuk mengompres sendi-

sendi yang sakit beberapa kali

sehari. Pantau suhu air kompres,

air mandi

- berikan masase yang lembut

Kolaborasi

beri obat sebelum aktivitas atau

latihan yang direncanakan sesuai

petunjuk seperti asetil salisilat

(aspirin)

- Mencegah terjadinya kelelahan

umum dan kekakuan sendi.

Menstabilkan sendi, mengurangi

gerakan/rasa sakit pada sendi

- Panas meningkatkan relaksasi otot

dan mobilitas, menurunkan rasa

sakit dan melepaskan kekakuan di

pagi hari. Sensitifitas pada panas

dapat dihilangkan dan luka dermal

dapat disembuhkan

- Meningkatkan

relaksasi/mengurangi tegangan

otot

Meningkatkan relaksasi, mengurangi

ketegangan otot, memudahkan ikut

serta dalam terapi.

Page 21: ASKEP REMATIK

2. DIAGNOSA 2 : Intoleran aktivitas b/d perubahan otot.

Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang

diinginkan.

INTERVENSI RASIONAL

- Pertahankan istirahat tirah

baring/duduk jika diperlukan.

- Bantu bergerak dengan bantuan

seminimal mungkin.

- Dorong klien mempertahankan

postur tegak, duduk tinggi, berdiri

dan berjalan.

- Berikan lingkungan yang aman dan

menganjurkan untuk menggunakan

alat bantu.

- Berikan obat-obatan

- Untuk mencegah kelelahan dan

mempertahankan kekuatan.

- Meningkatkan fungsi sendi,

kekuatan otot dan stamina umum.

- Memaksimalkan fungsi sendi dan

mempertahankan mobilitas.

- Menghindari cedera akibat

kecelakaan seperti jatuh.

- Untuk menekan inflamasi sistemik

akut

3. DIAGNOSA 3 : Resiko tinggi cedera b/d penurunan fungsi tulang.

Kriteria Hasil : klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.

INTERVENSI RASIONAL

-Kendalikan lingkungan dengan :

Menyingkirkan bahaya yang tampak

jelas, mengurangi potensial cedera

akibat jatuh ketika tidur misalnya

menggunakan penyanggah tempat

tidur, usahakan posisi tempat tidur

rendah, gunakan pencahayaan malam

- Lingkungan yang bebas bahaya akan

mengurangi resiko cedera dan

membebaskan keluaraga.

Page 22: ASKEP REMATIK

siapkan lampu panggil.

-Memantau regimen medikasi Izinkan

kemandirian dan kebebasan

maksimum dengan memberikan

kebebasan dalam lingkungan yang

aman, hindari penggunaan restrain,

ketika pasien melamun alihkan

perhatiannya

- Hal ini akan memberikan pasien

merasa otonomi, restrain dapat

meningkatkan agitasi, mengegetkan

pasien

4. DIAGNOSA 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri.

Kriteria Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau tidur.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

-Tentukan kebiasaan tidur biasanya yang

terjadi.

-Berikan tempat tidur yang nyaman.

-Buat rutinitas tidur yang baru yang

dimasukkan dalam pola lama dan

lingkungan baru.

-Instruksikan tindakan relaksasi

-Tingkatkan regimen kenyamanan waktu

tidur, misalnya mandi hangat dan

massage.

-Gunakan pagar tempat tidur sesuai

- Mengkaji perlunya dan

mengidentifikasi intervensi yang tepat.

- Meningkatkan kenyamanan tidur serta

dukungan fisiologis/psikologis

- Bila rutinitas baru mengandung aspek

sebanyak kebiasaan lama, stress dan

ansietas yang berhubungan dapat

berkurang. Membantu menginduksi

tidur.

- Meningkatkan efek relaksasi

- Dapat merasakan takut jatuh karena

Page 23: ASKEP REMATIK

indikasi: rendahkan tempat tidur bila

mungkin.

-Berikan sedative, hipnotik sesuai indikasi

perubahan ukuran tinggi tempat tidur,

pagar tempat tidur memberikan

keamanan untuk membantu mengubah

posisi.

- Mungkin diberikan untuk membantu

pasien tidur atau istirahat.

Page 24: ASKEP REMATIK

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price, McCarty, Wilson Lorraine. 2006. PATOFISIOLOGI

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dalimartha, Setiawan. 2007. 96 Resep Tumbuhan Obat untuk Reumatik. Jakarta:

PENEBAR SWADAYA.

Gunadi, W. Rachmat, Et all. 2006. Diagnosis & Terapi Penyakit Reumatik.

Bandung: SAGUNG SETO.

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Sudoyo, Aru, Et all. 2006. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. JILID III,

EDISI IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Utomo, Prayogo. 2005. APRESIASI PENYAKIT PENGOBATAN SECARA

TRADISIONAL DAN MODERN. Jakarta: Penerbit RINEKA CIPTA.

Winoto, Pandi. 2003. Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PENERBIT

KANISIUS.