askep febris typoid

11
Kamis, 26 November 2009 LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN FEBRIS TYPOID Typhoid adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh Salmonella typhosa atau Salmonella typhi A, B, atau C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu di sertai dengan gejala-gejala demam, nyeri perut, pembesaran limpa dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis, dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia (Betz, 2002). Berdasarkan artikel yang diakses dari www.who_pediatric.com di dunia pada tanggal 27 September 2005 sampai dengan 11 Januari 2007 WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderi typhoid dan 214 orang meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah maupun sekolah akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyerang orang dewasa (Robert, 2007). 1. Pengertian Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari terkontaminasinya air / makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan Yuliani, R., 2001). Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai dengan malaise (Corwin, 2000). 2. Etiologi Menurut Ngastiyah (2005) penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman Salmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis. Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O, antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida, antigen Vi (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000). 3. Patofisiologi

Upload: ivanadeputra

Post on 25-Oct-2015

456 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hjgk,j.kj

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP FEBRIS TYPOID

Kamis, 26 November 2009LAPORAN PENDAHULUANANAK DENGAN FEBRIS TYPOID

Typhoid adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh Salmonella typhosa atau Salmonella typhi A, B, atau C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu di sertai dengan gejala-gejala demam, nyeri perut, pembesaran limpa dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis, dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia (Betz, 2002).Berdasarkan artikel yang diakses dari www.who_pediatric.com di dunia pada tanggal 27 September 2005 sampai dengan 11 Januari 2007 WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderi typhoid dan 214 orang meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah maupun sekolah akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyerang orang dewasa (Robert, 2007).

1. PengertianFebris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari terkontaminasinya air / makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan Yuliani, R., 2001). Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai dengan malaise (Corwin, 2000).2. EtiologiMenurut Ngastiyah (2005) penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman Salmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis.Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O, antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida, antigen Vi (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).

3. PatofisiologiCorwin (2000) mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke dalam lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami hipertropi.

Page 2: ASKEP FEBRIS TYPOID

Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam typhoid disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

4. Manifestasi KlinikMenurut Corwin (2000) proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.3. Minggu ketiga,a. Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.b. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik. 4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

5. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000) antara lain :a. Pemeriksaan LeukositPada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.b. Pemeriksaan SGOT dan SGPTSering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan

Page 3: ASKEP FEBRIS TYPOID

pengobatan.c. Kenaikan DarahGerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.3) Laksinasi di masa lampau.4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.d. Uji WidalSuatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi dalam serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid. Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik. Kultur darah dan sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).

6. PenatalaksanaanPenderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika golongan Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak dosisnya adalah 50-100 mg/kg berat badan/hari. Jika hasilnya kurang memuaskan dapat memberikan obat seperti :a. Tiamfenikol, dosis dewasa 3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg berat badan/hari.b. Ampisilin, dosis dewasa 4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg berat badan/hari.c. Kotrimoksasol ( sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg ) diberikan dengan dosis 2 x 2 tablet/hari.Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu memperhatikan beberpa hal sebagai berikut :a. Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Apabila menggunakan air yang harus dimasak terlebih dahulu maka dimasaknya harus 1000C.b. Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.c. Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi. d. Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.

Page 4: ASKEP FEBRIS TYPOID

e. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur cukup dan teratur, olah raga secara teratur 3-4 kali seminggu). Hindarilah makanan yang tidak bersih. Belilah makanan yang masih panas sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan makanan/minuman di luar rumah.(Soedarto, 2007)

7. Asuhan Keperawatana. PengkajianData dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid menurut Doenges (2002) adalah 1) Aktivitas atau istirahatGejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.2) SirkulasiTanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor, turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.3) Integritas egoGejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.4) EliminasiPengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.

5) Makanan dan cairanPasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga inflamasi rongga mulut.6) HygienePasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau badan.7) Nyeri atau ketidaknyamananNyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri yang dapat berpindah.8) KeamananPasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu tubuh dengan kemungkinan muncul lesi kulit.b. Diagnosa KeperawatanBerdasarkan pathway keperawatan maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus febris typhoid antara lain :1) Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma2) Nyeri berhubungan agen injuri (biologi)3) Kurang volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme pengaturan termoregulasi.4) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi

Page 5: ASKEP FEBRIS TYPOID

makanan karena faktor biologi.5) Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer tidak adekuat

No.Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)1. Hypertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma1. Thermoregulation2. Thermoregulation : neonatus Fever treatment1. Monitor suhu sesering mungkin2. Monitor IWL3. Monitor warna dan suhu kulit4. Monitor tekanan darah. Nadi dan RR5. Monitor penurunan tngkat kesadaran6. Monitor WBC, Hb, Hct7. Monitor intake dan out put8. Berikan antipiretik9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam10. Selimuti pasien11. Lakukan tapid sponge12. Berikan cairan intra vena13. Kompren pasien pada lipat paha dan aksila14. Tingkatkan sirkulasi udara15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigilTemperature regulation1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam2. Rencanakan monitoring suhu secara kontineu3. Monitor TD, nada dan RR4. Monitor warna dan suhu kulit5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan12. Berikan antipiretik jika perluVital sign monitoing1. Monitor TD, Nadi dan RR2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah3. Monitor VS pada saat pasien berbaring, duduk atau berdiri

Page 6: ASKEP FEBRIS TYPOID

4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan5. Monitor TD, nadi dan RR sebelum, sesudah dan selama aktivitas6. Monitor koalitas dari nadi7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan8. Monitor suara paru9. Monitor pola pernafasan abnormal10. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit11. Monitor perifer12. Monitor adanya chusing triad (TD yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign2. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri biologi 1. Tingkat kenyamanan2. Kontrol nyeri3. Nyeri : efek yang merusak4. Tingkat nyeri Pain Management :1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik serta onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya, nyeri dan faktor-faktor presipitasi.2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dan ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri4. Kaji latarbelakang budaya pasien5. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri kronis6. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan7. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga8. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan9. Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi dan tindkaan pencegahan10. Anjutkan pasien untuk memonitor sendiri nyerinya11. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologis (relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresure)12. Berikan analgetik sesuai anjuran13. Evaluasi ketidakefektifan dari tindakan mengontrol nyeri14. Modifikasi tindakan nyeri berdasarkan respon pasien15. Tingkatkan tidur / istirahat yang cukup16. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat17. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya / anggota kleuarga saat tindakan non farmakologi dilakukan, untuk pendekatan prefentif20. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri21. Monitor perubahan nyeri dan bantu pasien mengidentifikasi faktor presipitasi nyeri baik aktual dan potensial22. Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan lakukan monitoring dari rencana yang dibuat23. Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri (rasa takut, kelelahan dan kurang pengetahuan)24. Pertimbangan pasien untuk berpartisipasi, dukungan dari keluarga dekat dan kontraindikasi ketika strategi penurunan nyeri telah dipilih

Page 7: ASKEP FEBRIS TYPOID

25. Lakukan tekhnik variasi untuk mengontrol nyeri (farmakologi, non frmakologi dan interpersonal)26. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeriAnalgetik administration :1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.2. Cek instruksi dokter tentang pemberian bat, dosisi dan frekuensi3. Cek riwayat alergi4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu5. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri6. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal7. Pilih rute pemberian secra IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat10. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme pengaturan termoregulasi. 1. Electrolyte and acid / base balance2. Fluid balance3. Hydration4. Nutritional status : food and fluid intake Fluid management1. Timbang popok / pembalut jika perlu2. Pertahankanian ite dan outuyang akurat3. Monitor status hidrasi (kelembaban membarn mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan4. Monitor vital sign5. Monitor masukkan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian6. Kolaborasikan pemberian cairan IV7. Monitor status nutrisi8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan9. Dorong masukkan oral10. Berikan pemberian nasogastrik sesuia output11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan12. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)13. Kolaborasi okter jika tanda cairan berlebihan muncul memburuk14. Atur kemungkinan tranfusi15. Persiapan untuk tranfusi4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi. 1. Nutritional status2. Nutritional status : food and fluid intake3. Nutritional status : nutrition intake4. Weight control Manajemen Nutrisi:1. Catat jika klien memiliki alergi makanan2. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan3. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup4. Dorong asupan zat besi5. Berikan gula tambahan k/p6. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang mudah dikonsumsi7. Ajarkan keluarga cara membuat catatan makanan8. Monitor asupan nutrisi dan kalori9. Timbang berat badan secara teratur

Page 8: ASKEP FEBRIS TYPOID

10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya11. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan 12. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinyaMonitor nutrisi1. BB klien dalam interval spesifik2. Monitor adanya penurunan BB 3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang mengharuskan makan.5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.6. Monitor lingkungan selama makan.7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi9. Monitor turgor kulit10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan perdarahan, dll.12. Monitor mual dan muntah13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.15. Monitor makanan kesukaan.16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan konjungtiva.19. Monitor kalori dan intake nutrisi.20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan cavitas oral.21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.5. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pertahanan primer tidak adekuat1. Immune status2. Knowledge : infection control3. Risk control Kontrol Infeksi:1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan3. Batasi jumlah pengunjung4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan 7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan klien8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien9. Lakukan universal precautions10. Gunakan sarung tangan steril11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV dan insersi cateter12. Tingkatkan asupan nutrisi13. Anjurkan asupan cairan14. Anjurkan istirahat15. Berikan terapi antibiotik (kolaborasi)16. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala dari infeksi. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi Proteksi Terhadap Infeksi :1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal2. Monitor hitung granulosit WBC3. Monitor kerentanan terhadap infeksi

Page 9: ASKEP FEBRIS TYPOID

4. Batasi pengunjung5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular6. Pertahankan tekhnik aseptik pada pasien yang beresiko7. Pertahankan tekhnik isolasi k/p8. Berikan perawatan kulit pada are epidema9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase10. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah11. Dorong masukan nutrisi yang cukup12. Dorong masukan cairan13. Dorong istirahat cukup14. Ajarkan keluarga tanda dan gejala infeksi15. Laporkan kecurigaan infeksi16. Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L., 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.

Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.

Nanda, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, Prima Medika, Jakarta.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Robert, 2007, Penyakit – Penyakit Tropis, Artikel diakses dari www.who_peditric.com

Soedarto, 2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga Universitas Press, Surabaya.

Suriadi dan Yuliani, R., 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV. Sagung Seto, Jakarta.

Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.

Wong, D. L., 2003, Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.Diposkan oleh Y.D. Hartanto S.Kep., Ns di 04.45 Label: kumpulan-askep-yudh