bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan teori 1. malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/bab...

20
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria Malaria adalah suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit Plasmodium (termasuk genus Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina (Zulkoni, 2010). Malaria dapat ditemukan di daerah-daerah dengan ketinggian 2.666 meter sampai dengan daerah yang letaknya 433 meter di bawah permukaan laut. Sifat malaria dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, tergantung pada beberapa faktor yaitu faktor parasit yang terdapat pada nyamuk, faktor manusia yang rentan dan faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup nyamuk vektor malaria (Gandahusada, 2006). Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Gejala klinis penyakit malaria khas dan mudah dikenal, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil. Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu ditemukan kelainan limpa, yaitu splenomegali (limpa membesar dan menjadi keras) sehingga dahulu penyakit malaria disebut juga sebagai demam kura. Malaria diduga disebabkan oleh hukuman dewa, karena pada waktu itu ada wabah di sekitar kota Roma (Sutanto, 2010). Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P. vivax, P. falciparum dan P. ovale. Selain itu malaria juga dapat disebabkan oleh P. knowlesi. Dari sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria 24 diantaranya ditemukan di Indonesia. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta dari ibu hamil kepada bayinya (Harijanto, 2000). a. Klasifikasi Phylum : Apikomplexa Kelas : Sporozoa Subkelas : Coccidiida

Upload: others

Post on 02-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Malaria

Malaria adalah suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang

disebabkan oleh parasit Plasmodium (termasuk genus Protozoa) dan

ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina (Zulkoni, 2010). Malaria dapat

ditemukan di daerah-daerah dengan ketinggian 2.666 meter sampai dengan

daerah yang letaknya 433 meter di bawah permukaan laut. Sifat malaria dapat

berbeda dari satu daerah ke daerah lain, tergantung pada beberapa faktor yaitu

faktor parasit yang terdapat pada nyamuk, faktor manusia yang rentan dan

faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup nyamuk vektor

malaria (Gandahusada, 2006).

Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Gejala klinis

penyakit malaria khas dan mudah dikenal, karena demam yang naik turun dan

teratur disertai menggigil. Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan

febris kuartana. Selain itu ditemukan kelainan limpa, yaitu splenomegali

(limpa membesar dan menjadi keras) sehingga dahulu penyakit malaria

disebut juga sebagai demam kura. Malaria diduga disebabkan oleh hukuman

dewa, karena pada waktu itu ada wabah di sekitar kota Roma (Sutanto, 2010).

Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P. vivax, P.

falciparum dan P. ovale. Selain itu malaria juga dapat disebabkan oleh P.

knowlesi. Dari sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67

spesies yang dapat menularkan malaria 24 diantaranya ditemukan di

Indonesia. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara

langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta

dari ibu hamil kepada bayinya (Harijanto, 2000).

a. Klasifikasi

Phylum : Apikomplexa

Kelas : Sporozoa

Subkelas : Coccidiida

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

6

Ordo : Eucoccidides

Sub-ordo : Haemosporidiidea

Family : Plasmodiidae

Genus : Plasmodium

Spesies : Plasmodium vivax

Plasmodium ovale

Plasmodium falciparum

Plasmodium malariae

(Harijanto, 2000).

b. Morfologi plasmodium

1) Plasmodium vivax

Sumber : Coatney, 2003

Gambar 2.1. Plasmodium vivax.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

7

Keterangan :

1 : Eritrosit normal

2-6 : Trofozoit muda (stadium ring, tampak titik-titik halus Schuffner)

7-18 : Trofozoit (sitoplasmanya tampak berbentuk ameboid)

19-27 : Skizon (12–18 buah merozoit)

28 dan 29 : Makrogamet (betina)

30 : Mikrogamet (jantan)

2) Plasmodium malariae

Sumber : Coatney, 2003

Gambar 2.2. Plasmodium malariae.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

8

Keterangan :

1 : Eritrosit normal

2-5 : Trofozoit muda (ring)

6-13 : Trofozoit

14-22 : Skizon (mengandung rata-rata 8 buah merozoit)

23 : perkembangan gametosit

24 : Makrogametosit (betina)

25 : Mikrogametosit (jantan)

3) Plasmodium falciparum

Sumber : Coatney, 2003

Gambar 2.3. Plasmodium falciparum.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

9

Keterangan :

1 : Eritrosit normal

2-18 : Trofozoit

19-26 : Skizon (8-24 buah merozoit)

27 dan 28 : Makrogametosit (betina)

29 dan 30 : Mikrogametosit (jantan)

4) Plasmodium ovale

Sumber : Coatney, 2003

Gambar 2.4. Plasmodium ovale.

Keterangan :

1 :Eritrosit normal

2-5 : Trofozoit muda (ring)

6-15 : Trofozoit

16-23 : Skizon (mengandung 8 – 10 merozoit)

24 : Makrogamet (betina)

25 : Mikrogamet (jantan)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

10

5) Plasmodium knowlesi

Sumber : Coatney, 2003

Gambar 2.5. Plasmodium knowlesi.

Keterangan :

1 : Eritrosit normal

2-9 : Trofozoit muda

10-12 : Trofozoit berkembang

13-15 : Tropozoit matang

16-23 : Skizon

24 : Makrogamet (betina)

25 : Mikrogamet (jantan)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

11

c. Siklus hidup

Sumber : http://www.malwest.gr/

Gambar 2.6. Siklus hidup Plasmodium.

Siklus hidup dari keempat Plasmodium ini berlangsung secara seksual

(sporogoni) di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina dan secara aseksual

(schizogoni) di dalam tubuh manusia. Siklus aseksual terjadi dalam eritrosit

(schizogoni eritrosit) dan di dalam parenkim hati (schizogoni eksoeritrosit)

yang terdiri dari schizogoni praeritrosit (schizogoni eksoeritrosit primer)

setelah sporozoit masuk dalam sel hati dan schizogoni eksoeritrosit sekunder

yang berlangsung dalam hati (Safar, 2010).

Ada dua macam sporozoit, yaitu yang langsung mengalami

pertumbuhan dan ada sporozoit yang menetap dalam periode tertentu, tetap

tidur (dormant) yang disebut hipnozoit, sampai menjadi aktif kembali dan

mengalami pembelahan schizogoni. Pada infeksi P. falciparum dan P.

malariae hanya terjadi satu periode aseksual yaitu sebelum siklus dalam

darah. Pada infeksi P. vivax dan P. ovale siklus eksoeritrosit dapat

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

12

berlangsung, terus sejalan dengan perjalanan penyakit bila tidak mendapat

pengobatan (Safar, 2010).

Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung stadium sporozoit

pada air ludahnya menggigit dan menghisap darah manusia, maka sporozoit

akan masuk melalui probosisnya ke dalam kulit lalu masuk ke dalam

peredaran darah. Sebagian sporozoit dihancurkan oleh sel fagosit. Setelah ½

sampai 1 jam, yang tidak difagosit akan masuk ke dalam sel hati, lalu

berkembangbiak (schizogoni praeritrosit). Inti parasit akan membelah

berulang-ulang hingga terbentuk skizon hati (skizon jaringan) berbentuk bulat

atau lonjong dan menjadi besar sampai 45 mikron. Pembelahan inti disertai

pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap inti hingga membentuk

beribu-ribu merozoit berinti dua dengan ukuran 1,0-1,8 mikron. Fase ini

berlangsung beberapa waktu yang berbeda-beda antara bermacam-macam

Plasmodium (Safar, 2010).

Pada akhir stadium praeritrosit, skizon pecah, maka merozoit masuk

ke peredaran darah. Pada sinusoid hati merozoit akan menyerang eritrosit dan

sebagian akan difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian dari

merozoit menjadi hipnozoit setelah beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5

tahun) akan aktif kembali dan akan memulai schizogoni eksoeritrosit

sekunder (Safar, 2010).

Merozoit yang dilepas oleh skizon jaringan akan menyerang eritrosit,

maka akan terjadi siklus eritrosit yang dimulai dengan stadium trofozoit muda

yaitu parasit dalam eritrosit akan membentuk vakuola dan sitoplasmanya

membentuk lingkaran (bentuk cincin). Dalam masa pertumbuhan selanjutnya,

bentuk cincin menjadi tidak teratur (trofozoit tua). Parasit ini mencernakan

hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen yang

mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir berwarna

kuning tenguli, hingga tenguli hitam yang jelas terlihat pada stadium lanjut.

Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual

(schizogoni). Inti parasit membelah diikuti oleh sitoplasma lalu membentuk

skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil yang terdiri

dari inti dan sitoplasma (merozoit). Setelah proses schizogoni selesai, eritrosit

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

13

pecah dan merozoit akan masuk aliran darah (sporulasi). Kemudian merozoit

akan memasuki eritrosit baru, maka siklus akan berulang. Proses schizogoni

berbeda-beda waktunya menurut spesiesnya. Pada P. vivax dan P. ovale

siklus schizogoni (fase eritrosit) berlangsung 48 jam, sedang P. malariae 2

jam dan P. falciparum kurang dari 48 jam (Safar, 2010).

Setelah terjadi beberapa siklus eritrositer 2 atau 3 generasi (3-15 hari),

merozoit yang keluar setelah skizon pecah, akan tumbuh menjadi bentuk

seksual (proses gametogoni atau gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh,

tapi intinya tidak membelah. Umumnya makrogametosit dalam pulasan

sitoplasmanya berwarna biru dengan inti yang kecil dan padat,

mikrogametosit sitoplasmanya berwarna biru pucat atau merah muda dengan

inti besar dan difus (Safar, 2010).

Bila nyamuk Anopheles betina menghisap darah penderita malaria, di

dalam lambung nyamuk eritrosit akan dicerna bersamaan dengan parasit

stadium aseksual, sedang parasit stadium seksual akan tumbuh.

Mikrogametosit akan mengalami proses eksflagelasi, yaitu intinya membelah

menjadi 4 sampai 8 lalu tumbuh menjadi bentuk flagel dengan ukuran 20-25

mikron, lalu melepaskan diri dan bergerak menuju gamet betina

(mikrogamet). Makrogametosit mengalami pematangan menjadi makrogamet.

Di dalam lambung nyamuk akan terjadi pembuahan dengan cara

sporogoni menghasilkan zigot yang berbentuk bulat dan tidak bergerak.

Dalam waktu 18-24 jam memanjang dengan ukuran 8-24 mikron (ookinet)

yang akan menembus dinding lambung membentuk ookista. Ookista ini akan

tumbuh menjadi besar sampai besarnya mencapai 500 mikron dengan inti

yang membelah dan dikelilingi oleh protoplasma yang membentuk sporozoit

dengan jumlah ribuan masuk rongga badan nyamuk, lalu pecah mencapai

kelenjar liur nyamuk, pada saat ini nyamuk menjadi bentuk infektif (Safar,

2010).

d. Cara infeksi

Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu : Secara alami melalui

vektor, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan

nyamuk. Secara induksi (induced), bila stadium aseksual dalam eritrosit tidak

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

14

sengaja masuk dalam badan manusia melalui darah, misalnya melalui

transfusi, suntikan atau kongenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu

yang menderita malaria melalui darah plasenta) (Sutanto, 2010).

e. Patologi dan Gejala Klinik

Masa sejak terjadinya infeksi parasit malaria sampai ditemukannya

parasit dalam darah di saat jumlah parasit telah melewati ambang

mikroskopik (microscopic threshold), disebut masa prepaten (prepaten

periode). Masa antara masuknya sporozoit ke dalam tubuh hospes sampai

timbulnya gejala demam, disebut masa tunas intrinsik. Masa ini berbeda-

beda, yaitu 12 hari untuk P. falciparum, 13-17 hari untuk P. vivax dan P.

ovale, dan 28-30 hari untuk P. malariae.

Perjalanan penyakit malaria terdiri dari demam yang disertai gejala

klinis yang diselingi periode bebas demam. Gejala klinik terpenting pada

malaria terdiri dari demam, splenomegali dan anemia (Safar, 2010).

Demam pada infeksi malaria terjadi sehubungan dengan pecahnya

sejumlah skizon matang secara periodik dan merozoit masuk ke dalam aliran

darah (sporulasi). Demam biasanya bersifat intermiten (febris intermitens),

dapat juga bersifat remiten (febris remitens) atau bersifat terus-menerus

(febris kontinua). Serangan malaria biasanya dimulai dengan gejala

prodromal, yaitu lesu, sakit kepala, hilangnya nafsu makan, kadang-kadang

disertai gejala mual dan muntah. Serangan demam yang khas terdiri dari 3

stadium, yaitu :

Stadium menggigil, dimulai dengan perasaan dingin yang amat sangat.

Nadi lemah tapi cepat, bibir dan jari tangan menjadi biru, kulit kering dan

pucat, kadang-kadang disertai muntah. Pada anak-anak sering disertai kejang-

kejang. Stadium ini dapat berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

Stadium acne (stadium puncak demam), dari perasaan dingin berubah

menjadi panas sekali, muka merah, kulit kering dan panas serasa terbakar,

sakit kepala hebat, ada rasa mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut

keras. Suhu naik sampai 41°C, penderita merasa sangat kehausan. Stadium ini

berlangsung 2 sampai 6 jam (Safar, 2010).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

15

Stadium sudoris (stadium berkeringat), dimulai dengan penderita

berkeringat banyak, suhu badan turun dengan cepat hingga kadang-kadang

sampai di bawah ambang normal. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam

(Safar, 2010).

Pada malaria juga ditemukan splenomegali yaitu pembesaran limpa

yang merupakan gejala khas malaria menahun. Perubahan pada limpa

biasanya disebabkan oleh kongesti, kemudian limpa berubah warna menjadi

hitam karena pigmen yang ditimbulkan dalam eritrosit yang mengandung

parasit dalam kapiler dan sinusoid. Pembesaran limpa merupakan tanda fisik

yang penting pada malaria. Pada kasus-kasus primer, pembesaran limpa

masih kecil, hingga sulit teraba pada palpasi. Setelah beberapa kali

paraksismal biasanya pada minggu kedua, limpa tampak membesar dan dapat

diraba pada palpasi (Safar, 2010).

Anemia juga terjadi pada penderita malaria dengan serangan akut

kadar hemoglobin menurun secara mendadak. Anemia terutama tampak pada

malaria falsiparum karena penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat, juga

pada malaria menahun (Safar, 2010).

f. Vektor Malaria

Di seluruh dunia genus Anopheles diketahui jumahnya kira-kira

sebanyak 2000 spesies dan sudah diketahui sekitar 60 spesies sebagai vektor

malaria, sedang di Indonesia sudah sekitar 80 spesies dan 16 spesies telah

dibuktikan sebagai vektor malaria, yang berbeda-beda dari satu daerah ke

daerah lain bergantung kepada beberapa faktor, seperti iklim penyebaran

geografi dan tempat perndukan dari nyamuk Anopheles (Safar, 2010).

Tempat perindukan Anophelini ini terdiri dari 3 zone, yaitu : Zone

pantai dengan tanaman bakau, danau di pantai, rawa dan empang yang

terdapat di sepanjang pantai ditemukan Anopheles sundaicus dan Anopheles

subpictus. Zone pedalaman yang ada sawah, rawa, empang dan saluran irigasi

ditemukan An. Aconitus, An. Barbirostris, An. Subpictus, An. Nigerimus dan

An. Sinensis. serta zone kaki gunung dan gunung (Safar, 2010).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

16

g. Diagnosis

Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit

dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop. Diagnosis laboratorium

dilakukan dengan berbagai cara, yaitu diagnosis dengan mikroskop cahaya

(pemeriksaan sediaan darah tebal dan darah tipis dengan pulasan Giemsa).,

metode lain tanpa menggunakan mikroskop, Rapid antigen detection test

(RDT) dan metode yang berdasarkan deteksi asam nukleat (hibridisasi DNA

atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan PCR)

(Sutanto, 2010).

h. Faktor yang mempengaruhi malaria

1. Parasit

Dari 4 Plasmodium, strain Plasmodium dapat berbeda dengan strain

Plasmodium lainnya. Pola relaps dari strain P. vivax dapat berbeda dari satu

wilayah kdengan wilayah lainnya, begitu pula lamanya inkubasi strain P.

vivax pada suatu wilayah berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya. Sifat

parasit dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, terutama sensitivitas

terhadap berbagai obat anti malaria (Sutanto, 2010).

2. Manusia

Keadaan manusia dapat sebagai pengandung gamet yang dapat meneruskan

daur hidupnya dalam nyamuk, adalah penting sekali. Manusia ada yang

rentan, yang dapat ditulari dengan malaria, tapi ada pula yang lebih kebal dan

tidak mudah ditulari dengan malaria. berbagai bangsa (ras) mempunyai

kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial). Pada umumnya pendatang baru

ke suatu daerah endemi, lebih suseptibel terhadap malaria daripada penduduk

aslinya (Sutanto, 2010). Penyakit malaria dapat menginfeksi setiap

manusia,ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhimanusia

sebagai penjamu penyakit malaria antara lain:

a. Umur

Secara umum penyakit malaria tidak mengenal tingkatan umur. Hanya saja

anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Menurut Gunawan (2000),

perbedaan prevalensi malaria menurut umur dan jenis kelamin berkaitan

dengan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

17

Orang dewasa dengan berbagai aktivitasnya di luar rumah terutama di

tempat-tempat perindukan nyamuk pada waktu gelap atau malam hari, akan

sangat memungkinkan untuk kontak dengan nyamuk.

b. Jenis kelamin

Penelitian menunjukkan bahwa penelitian Dwi dkk (2013) pria lebih banyak

menderita malaria daripada wanita. Pria 135 orang (54,4%) dan wanita 113

orang (45,6%), hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti

kekebalan tubuh, kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari, lingkungan

tempat tinggal dan hal lainnya yang mendukung.

3. Vektor

Nyamuk Anopheles di dunia meliputi 2000 spesies, sedangkan yang

menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia menurut pengamatan

terakhir ditemukan kembali 80 spesies Anopheles, yang berperan sebagai

vektor malaria 16 spesies dengan perindukan yang berbeda-beda (Safar,

2010).

4. Lingkungan

Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan

malaria di suatu daerah. Pengaruh iklim penting sekali terhadap ada atau

tidaknya malaria. Di daerah yang beriklim dingin, transmisi malaria hanya

mungkin terjadi pada musim panas. Suhu udara, kelembaban dan curah hujan

merupakan faktor penting untuk transmisi penyakit malaria (Gandahusada,

2006).

Faktor lingkungan dibagi menjadi beberapa faktor :

a. Lingkungan Fisik

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang

optimum berkisar antara 20 dan 30℃. Kelembaban yang rendah

memperpendek umur nyamuk, tingkat kelembaban 60% merupakan batas

paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada umumnya hujan

akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria.

Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang

biaknya nyamuk Anopheles. Secara umum malaria berkurang pada ketinggian

yang semakin bertambah. Pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

18

malaria. Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk

dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Pengaruh

sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Pengaruh

arus air berbeda-beda untuk setiap spesiesnya, ada yang menyukai perindukan

yang airnya statis/mengalir lambat, ada yang menyukai aliran air yang deras

dan ada juga yang menyukai air tergenang. Salah satu nyamuk Anopheles

dapat tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12 – 18% dan tidak

berkembang pada garam 40% ke atas.

b. Lingkungan Biologik

Tumbuhan bakau, lumut ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat

mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari

atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya.

c. Lingkungan Sosial-Budaya

Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya

bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat

kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan

masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan

lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan

menggunakan obat nyamuk (Harijanto, 2000).

2. Anemia

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah

(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak

mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan.

Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila terjadi penurunan dibawah

normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell).

Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah Hemoglobin < 10

g/dl, Hematokrit < 30% dan Eritrosit < 2,8 juta/mm3 (Tarwoto; Wartonah,

2008).

Anemia dapat diklasifikasikan menurut faktor-faktor morfologik sel

darah merah dan indeks-indeksnya atau menurut etiologi.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

19

a. Berdasarkan klasifikasi morfologik anemia, mikro- atau makro- menunjukkan

sel darah merah dan kromik menunjukkan warnanya.

Anemia normokromik normositik atau normokrom normositer, sel

darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah

hemoglobin normal. Penyebab-penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan

darah akut, hemolisis, penyakit-penyakit yang meliputi infeksi, gangguan

endokrin, gangguan ginjal dan kegagalan sumsum tulang. Pada anemia jenis

ini kadar MCV dan MCHC normal (Price; Wilson, 2005). Kadar MCH pada

anemia jenis ini adalah normal (Kurniawan, 2016).

Anemia normokromik normokromik makrositik atau makrositer, yang

memiliki sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokromik karena

konsentrasi hemoglobin normal. Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya

atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) atau asal folat atau

keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker

karena agen-agen mengganggu sintesis DNA. Pada anemia jenis ini

didapatkan kadar MCV meningkat dan MCHC normal (Price; Wilson, 2005).

Kadar MCH pada anemia jenis ini adalah normal (Kurniawan, 2016).

Anemia hipokromik mikrositik atau hipokrom mikrositer. Mikrositik

berarti sel kecil dan hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang. Karena

warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung hemoglobin dalam

jumlah yang kurang dari normal. Keadaan ini umumnya mencerminkan

influsiensi sintesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada anemia

defisiensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronis, atau gangguan

sintesis hemoglobin seperti pada thalasemia. Pada anemia jenis ini terjadi

penurunan kadar MCV dan MCHC (Price; Wilson, 2005). Kadar MCH pada

anemia jenis ini normal atau dibawah normal (Kurniawan, 2016).

b. Berdasarkan etiologi

Anemia berdasarkan etiologi terjadi karena meningkatnya kehilangan

sel darah merah, dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran

sel. Perdarahan dapat diakibatkan dari trauma atau ulkus atau akibat

perdarahan kronis karena polip di kolon, keganasan, hemoroid atau

menstruasi. Penghancuran sel darah merah di dalam sirkulasi dikenal sebagai

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

20

hemolisis, terjadi jika gangguan pada sel darah merah itu sendiri

memperpendek siklus hidupnya (kelainan intrinsik) atau perubahan

lingkungan yang menyebabkan penghancuran sel darah merah (kelainan

ekstrinsik).

Anemia ini terjadi juga dikarenakan berkurangnya atau terganggunya

produksi sel darah merah (diseritropoiesis). Contohnya, keganasan jaringan

padat metastatik, leukimia, limfoma dan mieloma multipel, serta radiasi dapat

mengurangi produksi efektif sel darah merah (Price; Wilson, 2005).

3. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Anemia

a. Kadar Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel

darah merah. Normalnya dalam darah pada laki-laki 15,5 g/dl dan pada

wanita 14 g/dl. Rata-rata konsentrasi hemoglobin (MCHC = Mean Cell

Concentration of Haemoglobin) pada sel darah merah 32 g/dl.

Fungsi hemoglobin adalah mengangkut oksigen dari paru-paru dan

dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan. Ikatan hemoglobin dengan

oksigen disebut oksihemoglobin (HbO2). Disamping oksigen, hemoglobin

juga membawa karbondioksida membentuk ikatan karbon

monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan pH darah

(Tarwoto; Wartonah, 2008).

Struktur hemoglobin terdiri dari dua unsur utama yaitu : Besi yang

mengandung pigmen hem dan protein globin yang mempunyai rantai panjang

dari asam amino. Ada empat rantai globin yaitu alpha (α), beta (β), delta (δ)

dan gamma (γ) (Tarwoto; wartonah, 2008).

Nilai rujukan hitung hemoglobin :

Pria : 12,5 g/dl – 16,5 g/dl

Wanita : ,5 g/dl – 15,5 g/dl (Rubenstein, dkk. 2005).

b. Hematokrit

Hematokrit (Ht) adalah volume sel-sel darah merah dalam 100 ml (1

dl) darah, dihitung dalam persen. Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah

untuk mengukur konsentrasi sel-sel darah merah (eritrosit) dalam darah

(Riswanto, 2013).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

21

Nilai rujukan hitung hematokrit :

Pria : 42% – 53%

Wanita : 39% - 45% (Rubenstein, dkk. 2005)

c. Hitung Eritrosit

Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter sekitar

7,5 mikron, tebal bagian tepi 2 mikron dan bagian tengahnya sekitar 1 mikron

atau kurang, tersusun atas membran yang sangat tipis sehingga sangat mudah

terjadi difusi oksigen, karbondioksida dan sitoplasma, tetapi tidak mempunyai

inti sel. Hitung sel darah merah adalah untuk mengukur jumlah sel darah

merah per milimeter kubik (mm3) darah. Normalnya tergantung umur dan

jenis kelamin (Tarwoto; Wartonah, 2008).

Nilai rujukan hitung jumlah eritrosit:

Pria : 4,6 juta/µl - 6,0 juta/µl

Wanita : 4,0 juta/µl - 5,0 juta/µl (Rubenstein, dkk. 2005).

d. Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit atau indeks korpuskular adalah batasan untuk ukuran

dan isi hemoglobin eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas rerata volume sel

(Mean Corpuscular Volume (MCV), rerata kadar hemoglobin sel Mean

Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan konsentrasi kadar hemoglobin sel

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) yang kadang-kadang

disebut sebagai nilai eritrosit absolut. Indeks eritrosit dihitung dari

hematokrit/PCV, hemoglobin dan hitung eritrosit (Riswanto, 2013).

1) Mean Corpuscular Volume (MCV)

MCV mencerminkan volume atau ukuran rata-rata eritrosit, mikrositik

(ukuran kecil), normositik (ukuran normal) dan makrositik (ukuran besar).

Gangguan tertentu berkaitan dengan ukuran eritrosit bervariasi, tetapi ukuran

rata-rata tidak berubah. Hasil perhitungannya dinyatakan dalam femoliter

(fL). 1 fL = 10-15 liter (Riswanto, 2013). Nilai rujukan MCV:

Laki-Laki/Perempuan : 80-96 fL

(Rubenstein, dkk. 2005).

MCV (fL) = Hematokrit (%)

jumlah Eritrosit (juta/µl) x 10

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

22

2) Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa

memperhatikan ukurannya. Dengan mengukur MCH dapat digambarkan

normokromik (erirtrosit memiliki hemoglobin rerata normal) dan hipokromik

(eritrosit memiliki hemoglobin rerata kurang dari normal).

Hasil perhitungannya dinyatakan dalam pikogram (pg). 1 pg = 10-12 gram

(Riswanto, 2013). Nilai rujukan MCH:

Laki-Laki/Perempuan : 27-31 pg

(Rubenstein, dkk. 2005).

3) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

MCHC menggambarkan konsentrasi hemoglobin per unit volume

eritrosit atau ratio kadar hemoglobin terhadap volume eritrosit. MCHC

menunjukkan normokromik atau hipokromik. Bila nilainya < 32%

menunjukkan hipokromik, dan bila nilainya 32–36% menunjukkan

normokromik. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik,

defisiensi zat besi serta thalasemia (Riswanto, 2013). Nilai rujukan MCHC:

Laki-Laki/Perempuan : 32-36%

(Rubenstein, dkk. 2005).

4. Hubungan Anemia dengan Malaria

Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi

malaria. Anemia lebih sering dijumpai pada penderita di daerah endemik,

anak-anak dan ibu hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia karena

perusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoeiesis yang sementara,

hemolisis karena proses complement mediated immune complex,

eritrofagositosis dan penghambatan pengeluaran retikulosit (Harijanto, 2012).

MCH (pg) = Hb(g/dl)

jumlah Eritrosit (juta/µl) x 10

MCHC(%) = Hemoglobin(g/dl)

Hematokrit (%) x 100%

MCHC(%) = MCH(pg)

MCV (fL) x 100%

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

23

Anemia pada malaria mengakibatkan anemia hemolitik berat ketika

sel darah merah diinfeksi oleh parasit Plasmodium, yang menyebabkan

kelainan sehingga permukaan sel darah merah menjadi tidak teratur.

Kemudian sel darah merah yang mengalami kelainan segera dikeluarkan dari

sirkulasi oleh limpa (Price; Wilson, 2005). Anemia berat pada malaria

sering ditemukan pada anak-anak, terutama usia sampai 3 tahun, tetapi juga

dapat ditemukan pada 10-30% pasien dewasa. Penyebab bersifat

multifaktoral dan kompleks, meliputi 2 hal utama, yaitu penghancuran

eritrosit baik yang terinfeksi ataupun tidak terinfeksi parasit (hemolisis), dan

gangguan produksi eritrosit dalam sumsum tulang (diseritropoiesis)

(Harijanto, 2012).

Pada saat proses skizogoni, eritrosit yang terinfeksi parasit akan pecah

mengeluarkan berbagai toksin seperti hemozosi atau antigen parasit lain.

Toksin tersebut akan merangsang makrofag dan limfosit T helper

menghasilkan berbagai sitokin proinflamasi dalam jumlah banyak yang akan

mengganggu metabolisme sel, sitokin tersebut juga dapat memicu enzim

inducible nitric oxyde synthase (iNOS) pada sel endotel vaskuler untuk

menghasilkan nitric oxid (NO). Diduga sitokin dan NO dalam jumlah banyak

akan dapat mengganggu fungsi sel serta fungsi organ tertentu (Harijanto,

2012).

Anemia pada malaria juga dapat disebabkan karena hemolisis yang

terjadi akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran

eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi oleh sistem retikuloendotelial di

limpa karena deformitas eritrosit yang menjadi kaku sehingga tidak dapat

melalui sinusoid limpa, atau dapat juga disebabkan oleh mekanisme imun

(hemolitik imun). Pada mekanisme imun tersebut baik eritrosit yang

terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi akan diselubungi oleh antibodi igG

yang kemudian dihancurkan dalam limpa. Mekanisme hemolisis lain juga

dapat disebabkan oleh produksi ROS yang berlebihan yang dapat merusak

membran eritrosit dan menimbulkan anemia, karena eritrosit tidak berhasil

lolos dari sinusoid di pulpa merah limpa dan akan difagositosis oleh

makrofag. Berkurangnya kemampuan deformabilitas ini disebabkan oleh

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malariarepository.poltekkes-tjk.ac.id/546/2/BAB II.pdf · Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu

24

kegagalan pompa Na+/K+ dengan akibat akumulasi Na+ intraseluler.

Kegagalan pompa Na+/K+ diduga disebabkan oleh kadar NO yang dipicu oleh

sitokin (Harijanto, 2012).

B. Kerangka Konsep

Penderita malaria di RSUD dr.

A. Dadi Tjokrodipo Bandar

Lampung tahun 2017 dan 2018

Anemia