patofisiologi dan prinsip penatalaksanaan angina pektoris
Post on 10-Jul-2016
67 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAHANGINA PEKTORIS SEBAGAI SALAH SATU NYERI VISERAL
FRADELINO ESAU SELANNO1206206915
MODUL PATOFISIOLOGI NYERIDEPARTEMEN FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya
atas berkat dan penyertaan-Nya lah Makalah tentang Angina Pektoris sebagai Salah
Satu Nyeri Viseral ini dapat terselesaikan.
Penulis juga menyadari bahwa terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Minarma Siagian, M.S, AIF atas bimbingan
dan arahannya dalam penyusunan makalah ini. Juga kepada keluarga, teman – teman
sekelompok dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – per satu, atas
segala bentuk dukungan yang diberikan.
Akhir kata penulis memohon maaf bila terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan makalah ini. Besar harapan penulis agar makalah ini
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan bersama.
Jakarta, Desember 2015 Penulis,
Fradelino Esau Selanno
ii
Daftar Isi
Halaman Judul................................................................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................................................. ii
Daftar Isi.............................................................................................................................................. iii
Bab I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
Bab II ISI...............................................................................................................................................3
2.1 Nyeri Viseral...............................................................................................................................3
2.2 Struktur Anatomi, Vaskularisasi, dan Konduksi Jantung.......................................4
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Angina Pektoris..................................................................8
2.4 Patogenesis Angina Pektoris...............................................................................................9
2.5 Diagnosis Angina Pektoris...................................................................................................12
2.6 Tatalaksana Angina Pektoris..............................................................................................16
2.7 Prognosis Angina Pektoris...................................................................................................19
Bab III PENUTUP..............................................................................................................................20
Kesimpulan .............................................................................................................................. 20
Saran............................................................................................................................................ 20
REFERENSI......................................................................................................................................... 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Angina Pektoris merupakan terminologi medis yang digunakan untuk
menjelaskan nyeri dada yang terjadi karena adanya iskemia pada otot jantung. 1
Sebagai organ yang memiliki metabolisme aerobik, jantung sangat tergantung
terhadap oksigen, yang seluruhnya disuplai oleh arteri koroner. 1 Iskemia pada otot
jantung dapat terjadi apabila terdapat obstruksi yang menggangu aliran darah arteri
koroner, yang dikenal dengan nama Penyakit Jantung Koroner (PJK). 1 Angina
Pektoris adalah salah satu manifestasi klinis tersering dari PJK.1
Secara keseluruhan, angka kejadian Penyakit Jantung Koroner terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.2 Rata – rata, setiap tahunnya terdapat 17, 5 juta
orang meninggal karena Penyakit Kardiovaskular, dengan persentase terbanyak
adalah PJK, yaitu 43 %.3 Pada tahun 2010, tercatat PJK menyebabkan kematian 7 juta
jiwa di seluruh dunia,4 dengan prevalensi terbesar pada jenis kelamin laki – laki.5
Jumlah tersebut naik 35 % dibandingkan pada tahun 1990.4 Angka kejadian PJK
ditemukan bervariasi pada negara berkembang maupun di negara. Setiap tahunnya,
ada 370.000 penderita PJK yang meninggal di Amerika Serikat.6 Di Indonesia sendiri,
terdapat 883.447 orang yang terdiagnosis mengalami PJK pada tahun 2013, dengan
jumlah terbanyak di Provinsi Jawa Barat.7 Diantara sekian faktor risiko PJK, gaya
hidup merupakan faktor risiko yang paling memiliki pengaruh besar. Pola makan
yang salah dan aktivitas fisik yang kurang ditemukan pada kebanyakan penderita
PJK.1 Hal ini turut menjelaskan mengapa angka kejadian PJK terus mengalami
peningkatan.
Angina Pektoris adalah salah satu bentuk nyeri viseral, dengan beberapa
karakteristik seperti lokasi nyeri yang sulit dilokaslisir secara pasti dan dapat berupa
nyeri alih. Oleh sebab pemahaman mengenai karakteristik dan mekanisme nyeri
viseral menjadi sangat penting untuk mendiagnosis angina pektoris dan
membedakannya dari jenis nyeri dada lain.1 Hal ini bermanfaat bagi penanganan
awal dan pencegahan komplikasi yang lebih parah.
1
Bertolak dari berbagai penjelasan diatas, penulis merasa terdorong untuk
membuat makalah ilmiah tentang Angina Pektoris sebagai salah satu nyeri alih, yang
menjelaskan mekanisme munculnya angina pektoris hingga penatalaksaan dan
edukasi penyakit terkait.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Nyeri Viseral
Setiap orang pasti pernah merasakan nyeri, baik dalam tingkat ringan maupun
berat. Nyeri didefinisikan sebagai sensasi tidak menyenngkan dan pengalaman
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan, atau potensi kerusakan
jaringan.8,9 Fungsi utama nyeri adalah sebagai mekanisme protekstif tubuh dalam
menilai adanya kerusakan atau gangguan, sehingga nantinya memicu respon yang
sesuai. Akan tetapi, pada beberapa situasi, dapat terjadi kelainan yang menyebabkan
nyeri tidak lagi berfungsi sebagai mekanisme proteksi, melainkan justru
mengganggu stastus fungsional seseorang.8
Secara umum nyeri dimulai dari adanya rangsang pada reseptor nyeri , atau
disebut nosiseptor yang merupakan ujung saraf bebas tidak bermielin. yang
dibedakan menjadi 3 tipe yaitu mekanoresetor, termoreseptor, dan kemoreseptor.8,10
Potensial aksi yang terbentuk di nosiseptor akan diteruskan sebagai impuls oleh
serabut A yang bermielin, berkecepatan hantar srkitar 0,1 detik dan utamanyaδ
bertanggung jawab pada nyeri cepat, tajam, terlokalisasi serta serabut C yang tak
bermielin, utamanya menimbulkan nyeri lambat yang muncul sekitar 1 detik,
bertangguang jawab atas nyeri tumpul dan tidak terlokalisir secara baik.8,10 Di
medula spinalis, neuron orde dua akan menyilang ke sisi berlawan, sebelum
berbelok naik ke otak untuk menimbulkan persepsi. Dalam perjalanan sinyalnya,
impuls nyeri dapat ditekan oleh mekanisme modulasi opioid endogen (endorfin,
dinorfin, dan enkefalin).8,10
Nyeri Viseral adalah tipe nyeri yang terjadi akibat stimulasi nyeri pada organ –
organ dalam seperti jantung, sistem gastrointestinal, struktur urologi, dan organ
reproduksi.10 Sinyal nyeri viseral utamanya dihantarkan oleh serabut C, sehingga
memiliki karakteristik tidak terlokalisasi secara baik, dengan sensasi yang muncul
antara lain seperti tusukan.10 Pada nyeri viseral juga sering terjadi mekanisme nyeri
alih. Tipe nyeri lain adalah nyeri somatik yang umumnya dapat dilokalisir secara
3
lebih baik karena karena dihantarkan oleh serabut A delta. Lokasi sumber rangsang
nyeri somatik terletak di otot, tendon, sendi, dan juga tulang.8,10
2.2 Struktur Anatomi, Vaskularisasi, dan Konduksi Jantung
Jantung merupakan bagian utama dari sistem kardiovaskular manusia, yaitu
sistem yang memfasilitasi pengangkutan bagi berbagai substansi, dari dan ke sel – sel
tubuh. Jantung terletak di dalam rongga toraks dengan posisi oblik, dan merupakan
organ terbesar dari mediastinum.9,11 Bagian apeks jantung dibentuk oleh ujung
ventrikel kiri, sedangkan bagian basisnya terletak di permukaan posterior dan
dibentuk utamanya oleh atrium kiri. Di anterior jantung berbatasan dengan sternum
dan iga, inferior dengan diafragma, serta. bagian kanan dan kiri masing – masing
dengan paru kanan dan kiri. 9,11
Gambar 1. Posisi Jantung9
Dari luar jantung dibungkus oleh perikardium, yang terdiri dari 3 lapisan. Lapisan
terluar adalah lapisan fibrosa, yaitu lapisan jaringan ikat yang berfungsi untuk
mempertahankan posisi jantung dan mencegah jantung terisi oleh darah dalam
jumlah berlebihan. 9,11 Selanjutnya di bagian lebih dalam terdapat 2 lapisan
perkardium serosa, parietal dan viseral (epikardium), yang di antara keduanya
terdapat celah perikardial. 9,11 Lapisan endotel perikardium serosa yang menghadap
celah perikardial mensekresikan cairan serosa, yang berfungsi mengurangi friksi
mekanik dari lapisan – lapisan perikardium ketika jantung berdetak. 9,11 Di bagian
4
dalam perikardium terdapat lapisan miokardium, yaitu lapisan dengan komponen
utama adalah otot – otot jantung. 9,11 Sel – sel otot jantung ini terhubung satu sama
lain oleh jaringan ikat membentuk struktur sirkular dan spiral, yang berfungsi untuk
memompa darah dengan arah sesuai. 9,11 Yang paling dalam adalah endokardium,
lapisan tipis epitel pada ruang dan katup jantung.
Gambar 2 & 3. Lapisan Perikardium dan Ruang – ruang Jantung9
Aliran darah di jantung melalui 4 ruang jantung, masing – masing adalah :
1. Atrium kanan
Adalah ruang yang terletak superior dan berbatasan dengan atrium kiri disebelah
kiri. Berfungsi menerima aliran darah dari seluruh tubuh melalui 2 vena utama,
yaitu vena kava superior dan inferior, serta vena koroner. 9,11 Atrium kanan dan
kiri dipisahkan oleh septum intraatrial, dengan struktur formaen ovale di
tengahnya. 9,11
2. Ventrikel Kanan
Darah dari atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup trikuspid.
Letak ventrikel kanan adalah inferior terhadap atrium kanan, dan dibatasi
dengan ventrikel kiri di sebelah kiri oleh septum interventrikular. 9,11 Lapisan otot
pada ventrikel kanan lebih tebal dibandingkan atrium kanan. Darah dari ventrikel
kanan di pompa melalui katup pulmonal ke dalam arteri pulmonal, yang
mengalirkan darah ke paru kanan dan kiri. 9,11
5
3. Atrium kiri
Memiliki ketebalan lapisan otot yang hampir sama dengan atrium kanan. 9,11
Atrium kiri menerima aliran darah dari paru – paru melalui vena pulmonal. 9,11
Darah dari atrium kiri akan dialirkan ke ventrikel kiri melalui katup mitral atau
bikuspid. 9,11
4. Ventrikel kiri
Ventrikel merupakan ruang jantung dengan lapisan miokardium paling tebal.
Darah dari ventikel kiri akan dipompa melalui katup aorta ke aorta desenden
yang mengalirkan darah keseluruh tubuh. 9,11 Sebagian darah akan mengalir ke
arteri koroner yang merupakan cabang dari aorta asenden. Di dalam ventrikel
kanan dan kiri terdapat muskulus papilaris yang terhubung ke katup trikuspid
maupun mitral oleh korda tendinae. Kontraksi dari muskulus papilaris akan
membuka katup, agar darah dapat mengalir dari atrium ke ventrikel. 9,11
Setelah lahir, sistem kardiovaskular manusia terdiri dari 2 sirkulasi, yaitu
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Ventrikel kiri memompa darah bagi
sirkulasi sistemik, dimana darah yang tinggi oksigen dan nutrisi dialirkan ke seluruh
sel tubuh kecuali alveolus. 9,11 Setelah terjadi perukaran gas dan nutrisi di pembuluh
kapiler, darah yang mengandung karbondioksida dibawa ke atrium kanan jantung
melalui pembuluh vena. Sementara sirkulasi pulmonal dimulai dari ventrikel kanan
yang memompa darah ke paru – paru melalui arteri pulmonal. 9,11 Di kapiler paru –
paru akan terjadi pertukaran karbondioksida dari darah dengan oksigen dari
alveolus. Dari paru – paru darah mengalir ke atrium kiri jantung, dan siklus terus
berulang. 9,11
Oksigen dan nutrisi dalam darah tidak dapat langsung berdifusi dari ruang untuk
menyuplai kebutuhan miokardium. Oleh sebab itu, satu – satunya sumber
pendarahan miokardium adalah melalui arteri koroner, yang merupakan cabang dari
aorta desenden. Arteri koroner terbagi menjad 2 cabang, yaitu :
1. Arteri koroner kiri terbagi lagi menjadi 2 cabang. Cabang interventrikular
anterior yang terletak di sulkus interventrikular anterior dan mendarahi kedua
6
dinding ventrikel. Cabang kedua yaitu sirkumfleksa, terletak di sulkus koroner
dan mendarahi ventrikel kiri serta atrium kiri. 9,11
2. Arteri koroner dekstra, mendarahi di bagian superior sebagian atrium kanan,
sedangkan di bagian inferior arteri ini terbagi juga menjadi 2 cabang. 9,11 Cabang
interventrikular posterior yang terletak di sulkus interventrikular posterior
mendarahi bagian posterior dari kedua ventrikel. Sementara cabang marginal
yang terletak di sulkus koroner, mengalirkan darah ke dinding ventrikel kanan. 9,11
Sama seperti bagian lainnya di tubuh, sistem sirkulasi koroner pun mempunyai
anastomosis antara cabang – cabangnya. 9,11 Hal memungkinkan otot jantung masih
tetap mendapat suplai darah meskipun ada cabang tertentu yang mengalami
obstruksi. 9,11 Setelah terjadi pertukaran oksigen dan nutrisi dengan karbondioksida
dan hasil metabolisme mikardium, darah secara keseluruhan kemudian dialirkan
balik ke sinus koroner yang terletak di bagian posterior jantung, untuk kemudian
dibawa ke atrium kanan. Aliran yang masuk ke sinus koroner berasal dari :
1. Vena kardiak besar, mengalirkan darah dari daerah yang di suplai oleh arteri
koroner kiri. 9,11
2. Vena kardiak media, mengalirkan darah dari daerah yang disuplai oleh cabang
interventrikular posterior arteri koroner kanan. 9,11
3. Vena kardiak kecil, mengalirkan darah dari atrium kanan dan ventrikel kanan. 9,11
4. Vena kardiak anterior, mengalirkan darah dari ventrikel kanan. 9,11
Selain memiliki sirkulasi sendiri, jantung juga memiliki sistem konduksi sendiri
yang diperantarai oleh sekitar 0,1 % sel nya. Sistem konduksi jantung dimulai oleh
Nodus SA yang berfungsi sebagai pacemaker, dan terletak di sekitar pembukaan vena
kava superior pada atrium kanan. 9,11 Impuls listrik melalui serat inter nodus atrium
ke Nodus AV di septrim interventrikular. Dari Nodus AV, impuls dilanjurkan ke serat
purkinje cabang kanan dan kiri di kedua ventrikel. 9,11 Setiap jalur konduksi ini akan
memicu potensial aksi dan kontraksi di bagian jantung yang dilewati.
7
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Angina Pektoris
Angina Pektoris merupakan salah satu bentuk nyeri dada yang terjadi sebagai
manifestasi dari iskemia pada miokardium, atau disebut Penyakit Jantung
Iskemik/Penyakit Jantung Koroner. Pada prinsipnya, keadaan iskemia ini bisa terjadi
apabila terdapat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang
diterima oleh otot jantung. Berikut adalah beberapa keadaan yang paling sering
menyebabkan ketidakseimbangan tersebut :
Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah kelainan kronik pada arteri besar dan menengah, dimana
terdapat pembentukan fokus lesi atau aterom (plak) yang menonjol kedalam
lumen pembuluh darah.1,12,13 Proses ini diawali oleh akumulasi LDL (low-density
lipoprotein) dilapisan subendotel pembuluh darah. Hal ini memicu proses
infalamasi dan pengikatan leukosit terutama monosit pada reseptor di tunika
intima pembuluh darah, seperti selektin, VCAM-1 dan ICAM-1. 1,12,13 Setelah masuk
kelapisan intima, monosit akan berubah menjadi makrofag dan menyebabkan
reaksi oksidatif.12 Seiring progresifitas penyakit, akan muncul respon fibrosis,
akumulasi matriks kolagen, dan proliferasi yang semakin menambah ukuran plak.
Ukuran plak yang membesar akan menghambat aliran darah sehingga bisa terjadi
hipoperfusi dan iskemia.1
Gambar 4. Patogenesis Aterosklerosis14
8
Spasme arteri koroner
Spasme arteri koroner adalah vasokonstriksi dari arteri koroner jantung yang
terjadi secara tiba – tiba, dan menyebabkan oklusi total atau sebagian.1,15 Dengan
pemeriksaan angiografi saat serangan angina, ditemukan bahwa spasme arteri
koroner dapat terjadi pada arteri normal maupun di sekitar plak. Hipotesis
bahwa terjadi disfungsi endotel dalam mengontrol vasodilatasi melalui NO,
belakangan ini mulai dibantah sebagai penyebab spasme arteri koroner.15 Disisi
lain, kelainan pada jalur aktivasi rantai ringan miosis (myosin light chain / MLC)
yang menyebabkan hipersensitivitas dari otot polos pembuluh darah, diduga
sebagai dasar utama timbulnya spasme arteri koroner.15
Emboli Arteri Koroner
Walaupun bukan pernyebab tersering, emboli arteri koroner ditemukan terjadi
pada beberapa kasus iskemia miokardium.16,17 Efek iskemia yang ditimbulkan
bergantung kepada ukuran emboli. Emboli arteri koroner perlu diwaspadai
sebagai penyebab angina pektoris apabila pasien memiliki riwaya fibrirali
atrium.16
Pengetahuan mengenai faktor risiko dari Penyakit Jantung Koroner sangat
penting dalam langkah pencegahan. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain
adalah hipertensi, merokok, diabetes, gaya hidup sedenter, pola makan yang tidak
sehat, serta hiperkolesterolemia dan obesitas.1 Sementara itu, usia yang semakin tua,
jenis kelamin, dan genetik merupakan adalah faktor risiko penyakit jantung koroner
yang tidak dapat dimodifikasi.1
2.4 Patogenesis Angina Pektoris
Dasar terjadinya yeri pada Penyakit Jantung Koroner atau disebut Angina
Pektoris adalah penurunan suplai oksigen ke sel otot jantung. Dari penurunan suplai
ini, akan timbul akumulasi asam laktat sebagai konsekuensi dari adanya perubahan
metabolisme aerob menjadi anaerob, karena adanya hipoksia jaringan.1 Asam laktat
dalam jumlah yang tinggi selain akan menurunkan pH, juga memicu aktivasi
nosiseptor pada serat aferen. 1 Hal ini kemudian menimbulkan sensasi nyeri pada
9
penderita. Sebagai akibat adanya hipoksia, maka sel otot jantung akan menggunakan
jalur metabolisme anaerob. 1 Jumlah ATP yang dihasilkan melalui jalur metabolisme
anaerob akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jalur metabolisme aerob.
Akibat adanya deplesi jumlah ATP yang bermakna, maka kinerja dari pompa Na-K
ATPase dalam menjaga keseimbangan konsentrasi ion menjadi terganggu, sehingga
dapat terjadi akumulasi Ca++ intasel. 1 Konsentrasi Ca++ yang tinggi bersifat toksik bagi
sel dan dapat merusak sel. Selanjutnya akan terjadi pelepasan berbagai faktor
inflamasi, terutama prostaglandin dan berbagai radikal bebas yang dapat
menstimulasi nosiseptor untuk menimbulkan nyeri. Di sisi lain, konsentrasi Ca++
dalam jumlah tinggi pun dapat langsung merangsang nosiseptor. 1
Mekanisme lain yang coba dikemukakan para ahli adalah aktivasi reseptor
purigenik. Reseptor purigenik banyak terdapat pada jaringan mamalia dan
merupakan kelompok protein membran plasma.18 Beberapa fungsi protein ini adalah
untuk proliferasi dan migrasi sel punca saraf, reaktivasi vaskular, apoptosis sel, dan
sekresi sitokin. Terdapat 3 jenis reseptor purigenik, yaitu reseptor P1, reseptor P2Y,
dan reseptor P2X. Saat terjadi metabolisme anaerob pada keadaan iskemik, molekul
adenosine diphosphate atau ADP akan terakumulasi karena deplesi produksi ATP. 18
Molekul ADP ini ternyata merupakan ligan poten dari reseptor P1 dan P2Y. Akibat
aktivasi kedua reseptor ini, dapat muncul stimulus nyeri yang selanjutnya
dihantarkan menuju pusat asosiasi. 18
Hampir semua nyeri viseral memiliki manifestasi nyeri alih. Nyeri alih
merupakan nyeri yang terasa di lokasi lain, yaitu bukan pada lokasi sumber nyeri.
Karakteristik nyeri alih biasanya berbeda – beda antara satu penyakit dengan
penyakit lainnya, meskipun terkadang bisa sama. Oleh sebab itu, sangat penting bagi
seorang dokter untuk memahami dan mengenal mekanisme nyeri alih, sehingga
dapat menunjang komponen diagnosis. Nyeri alih terjadi apabila sumber nyeri
berasal dari organ dalam seperti jantung, sistem gastrointestinal, dan organ
reproduksi. Mekanisme dasar nyeri alih dijelaskan oleh teori konvergensi – projeksi.8
Hantaran impuls nyeri dari organ viseral umumnya dibawa oleh serabut saraf C. 8
Pada ganglia dorsalis spinalis, terjadi pertemuan antara serabut saraf yang
membawa impuls nyeri dari organ viseral, dengan serabu saraf yang membawa
10
impuls nyeri dari dermatom spesifik. 8 Keduaya bersinaps dengan neuron orde kedua
di kornu dorsalis, kemudian menyilang ke sisi berlawanan, dan bergerak ke atas
melalui trkatus spinotalamikus lateralis hingga mencapai talamus untuk bersinaps
dengan neuron orde ketiga. 8 Dari talamus, sinyal akan dihantarkan ke homonkulus
spesifik di korteks untuk pemrosesan dan interpretasi. 8 Akan tetapi karena terjadi
konvergensi sinyal di kornu ganglion dorsalins, otak tidak mampu untuk
membedakan asal sumber sinyal secara tepat, sehingga otak cenderung
mempersepsikan lokasi nyeri pada daerah dermatom. 8
Untuk angina pektoris, nyeri alih sering muncul di bahu, lengan kiri, siku tangan
kiri, leher dan dagu, bahkan terkadang di daerah epigastrik. 8 Hal ini disebabkan
karena informasi sensoris yang dibawa oleh serabut saraf yang berjalan bersama –
sama dengan persarafan otonom (saraf simpatis dan nervus vagus) memasuki kornu
dorsalis medulla spinalis pada segmen yang sama dengan persarafan lokasi – lokasi
dermatom munculnya nyeri alih. 8 Dari Peksus Kardiak, persarafan sensori jantung
kemudian bercabang ke beberapa ganglia, seperti ganglia servikalis superior, ganglia
servikalis mediana, dan ganglia stelata. 8 Umumnya, serabut yang membawa impuls
nyeri dari jantung memasuki medulla spinalis setinggi segmen T1 – T9, juga C2- C4.
Karena memasuki segmen C2 – C4 maka terkadang terdapat manifetasi nyeri alih
alih disekitar leher dan dagu. 8
Gambar 5 & 6 . Persarafan Nyeri dari Pleksus Pardiak8 dan Gambaran Dermatom.
11
2.5 Diagnosis Angina Pektoris
Menurut Canadian Cardiovascular Society,19 tingkat keparahan angina pektoris
dapat dibagi menajdi beberapa tingkat, yaitu :
Tingkat Deskripsi
I Tidak muncul saat aktivitas fisik biasa seperti berjalan
atau naik tangga. Angina pektoris baru muncul saat
latihan yang cepata atau lama, saat beekrja, atau rekreasi.
II Terdapat batasan minimal pada aktivitas fisik biasa,
seperti berjalan atau naik tangga dengan cepat, jalan atau
naik tangga setelah makan, suhu dingin, berangin, emosi,
atau beberapa jam setelah bangun.
III Terdapat batasan signifikan pada aktivitas fisik biasa,
seperti berjalan atau naik tangga dalam situasi normal
dan kecepatan biasa.
IV Tidak dapat melakukan aktivitas fisik dengan nyaman,
angina pun bisa mucul saat istirahat.
Secara umum, pasien Penyakit Jantung Koroner dibagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu pasien Penyakit Arteri Koroner Kronik yang biasanya memiliki gejala
angina stabil, dan pasien Sindrom Koroner Akut yang termasuk didalamnya
kelompok infark miokardum dengan tanda segmen ST elevasi pada hasil
elektrokarfiogram (EKG) dan non ST elevasi.1 Berikut kita akan membahas diagnosis
dan tatalaksana dari kedua kempok tersebut.
Angina Pektoris Stabil
Merupakan keadaan klinis yang timbul akibat adanya iskemia sementara pada
miokardium, dimana kebanyakan diderita oleh laki – laki. Aspek anamnesis sangat
penting dalam mendiagnosis pasien angina pektoris stabil. Beberapa hal yang dari
anamnesis adalah :
Biasanya penderita berusia >50 tahun pada laki dan >60 tahun pada
perempuan.1
12
rasa tidak nyaman di dada, seperti ada tekanan, rasa berat, atau tercekik. 1, 20
Levine sign dengan meletakan kepalan tangan di dada. 1, 20
Angina terasa sekitar 2 – 5 menit, bisa menjalar ke leher, bahu, permukaan
depan lengan bawah sisi ulnaris, dan terkadang ke sekitar umbulikus. 1, 20
muncul saat melakukan latihan dan emosi, serta menghilang saat beristirahat
atau setelah konsumsi terapi nitrogliserin. 1, 20
Mencari faktor risiko dari PJK pada pasien. 1, 20
Pemeriksaan fisik biasanya tidak menunjukkan tanda spesifk pada kasus angina
pektoris stabil. Walau demikian, temuan seperti bunyi jantung gallop S3 dan S4,
xanthoma, kemungkinan adanya aterosklerosis ditempat lain pada pasien diabetes
dan obesitas dapat menjadi poin diagnosis penting.1,21 Pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk memastikan faktor risiko pada pasien, seperti pemeriksaan urin dan
glukosa darah untuk diabetes, serta profil lemak. Jika diperlukan bisa dilakukan
pemeriksaan foto toraks untuk mencari tahu pembesaran jantung.
Selanjutnya Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan adalah :
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) 12 sadapan dalam keadaan normal
tidak memberikan banyak nilai diagnostic kecuali, peningkatan gelombang
QRS yang menandakan adanya hipertrofi ventrikel kiri. 1,21
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) dengan treadmill langkah diagnositis
yang paling sering dilakukan. Indikasi adanya iskemia miokardium
ditegakkan dengan temuan depresi segmen ST >0,1 mV dibawah garis
segmen PR selama > 0,08 detik. 1,21
PET – scan untuk melihat region yang mengalami iskemia. 1,21
Echocardiography untuk menilai fungsi ventrikel kiri, dan electron beam CT
atau multidetector CT untuk menilai kalsifikasi pada plak ateroskelosis. 1,21
CT angiografi atau MRI angiografi dengan indikasi yang jelas, dapat
menujukkan adanya plak dalam pembuluh koroner. 1,21
13
Gambar 7. Algoritma Pemeriksaan Sindrom Koroner Akut1
Angina Pektoris Tak Stabil dan Infark miokardium tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI)
Terjadi akibat adanya trombus dalam pembuluh darah koroner yang berasal dari
plak aterosklerosis. Trombus ini bersifat non oklusif dan mengandung banyak sel
infalamsi baik makrofag, monosit, maupun limfosit. Dalam tahap anamnesis, kriteria
diagnosis yang ditemukan adalah :
Angina muncul bahkan saat istirahat dan berlangsung > 10 menit.1
Bersifat kresendo , yaitu peningkatan nyeri, durasi, maupun frekuensi.1
Dari segi pemeriksaan fisik, biasanya tidak terdapat temuan spesifik. Namun,
pada tingkat iskemia yang berat, bisa ditemukan gejala diaphoresis, sinus takikardi,
serta gallop S3 dan S4. Dengan pemeriksaan EKG, pada 20 – 25% pasien NSTEMI
terdapat depresi segmen ST.1,22 Pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan
adanya infakr miokardium bila terjadi peningkatan Troponin I atau T spesifik
jantung. Peningkatan biomarker ini menjadi pembeda antara angina tak stabil dan
infark miokarium tanpa elevasi segmen ST.1,22 sementara peningkatan kadar CK-MB
bukanlah tanda spesifik, karena dapat disebabkan oleh penyakit lain.1,23 Observasi
biasanya dilakukan selama 12 jam setelah muncul gejala angina, apabila tidak
14
terdapat gejala dan tanda spesifik, maka pasien perlu menjalani pemeriksaan EKG
dengan latihan. 1,22
Gambar 8. Klasifikasi Penyakit Arteri Koroner Kronik1
Infark Miokardium dengan Elevasi segmen ST atau STEMI
STEMI biasanya terjadi akibat adanya oklusi pembuluh koroner oleh
pertumbuhan trombus di lokasi yang mengalami trauma vaskular. Pada kebanyakan
kasus, STEMI diawali dengan rupture aterosklerosis yang bisa dipicu oleh hipertensi
atau konsumsi rokok.1 Akibat ruptur, isi plak akan terlepas ke dalam darah dan
memicu aktivasi platelet serta pelepasan thromboxane A2 yang menghasilkan
pembentukan trombus secara cepat.1 Faktor jaringan yang dilepaskan juga
mengaktivasi kaskade pembekuan darah.1
Karakteristik keluhan nyeri dada dan penjalaran pada pasien STEMI umumnya
sama dengan pada pada Angina pektoris stabil maupun NSTEMI. 1 Akan tetapi,
biasanya terjadi pada saat istirahat, berlangsung lebih lama, terkadang dilaporkan
menjalar hingga ke oksipital kepala, serta dapat disertai nausea dan muntah.1
Temuan penting dari pemeriksaan fisik yaitu penurunan pulsasi arteri karotis karena
gangguan fungsi ventrikel kiri, penurunan tekanan sistolik sekitar 10 – 15 mmHg
dari pemeriksaan biasanya, dan suhu subfebril pada minggu pertama STEMI. 1
Apabila terjadi oklusi total, maka biasanya akan muncul elevasi segmen ST dan
penigkatan gelombang Q pada hasil EKG. 1 Sementara apabila belum terjadi oklusi
15
total, maka tidak terjadi peningkatan gelombang Q. Peningkatan kadar biomarker
infark miokardium yaitu Troponin T atau I spesfik jantung sangat penting untuk
diagnosis STEMI. 1
Diagnosis STEMI juga dapat ditunjang dengan adanya abnormalitas, berupa
penurunan fungsi ventrikel mengginakan echocardiography 2 dimensi. Penggunaan
pemeriksaan radionuklir seperti penilaian perfusi otot jantung dengan [201TI] atau
[99mTC] akan menunjukkan ‘cold spot’ pada bagian yang infark. 1 Yang terakhir adalah
menggunakan MRI dengan kontras gadolinium, dimana area infark akan tampak
lebih terang dari area normal. 1
2. 6 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan angina pektoris adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas fungsional, serta mencegah terjadinya
infark miokardium. Prinsip penatalaksanaan utama dari angina pektoris adalah
mengontrol semua faktor risiko yang ada, mulai dari gaya hidup sedenter,
dislipidemia, ataupun konsumsi rokok. 1
Penatalaksanaan pasien dengan Angina Pektoris memerlukan beberapa terapi
farmakologi yaitu :
Nitrat
Merupakan tahap penanganan awal pada nyeri dada angina pektoris. Metaboit
aktifnya yaitu nitric Oxide (NO) yang akan membentuk kompleks nitrosoheme
dengan guanilil siklase di sel otot polos pembuluh darah, sehingga menyebabkan
peningkatan kadar cGMP, merangsang defosforilasi miosin, yang menghasilkan
relaksasi otot polos dan vasodilatasi.1, 24 Mekanisme lainnya adalah dengan
pelepasan prostasiklin yang bersifat vasodilator. Namun sayang efek tersebut
hilang ketika terdapat aterosklerosis dan iskemia. 1, 24 Obat ini juga menurunkan
kebutuhan oksigen jantung dengan mekanisme venodilatasi perifer yang
menyebabkan penurnan aliran balik, sehingga beban kerja jantung berkurang.
Selain itu obat ini dapat pula meningkatkan aliran darah kolateral. 1, 24 Golongan
paling efektif adalah nitrogliserin, yang dapat diadministrasikan secara
16
sublingual dengan dosis 0,4 -0,6 mg. 1, 24 Dosis efektif didarah bertahan hingga 24
jam. Penggunaan sebelum aktivitas fisik juga dapat dipaakai sebagai profilaksis
yang diberikan secara oral. Perlu juga diantisipasi efek samping yang dapat
timbul seperti hipotensi ortostatik, sakit kepala, flushing, dan rebound angina
akibat penghentian tiba – tiba.24 Pada angina tak stabil, pemberian nitrat organik
IV dianggap cukup efektif. Sementara penggunaannya pada infark jantung secara
IV masih membutuhkan peninjauan lebih lanjut.1
Penghambat Adrenoreseptor Beta (β – blocker)
Terapi angina pektoris dengan menggunakan β – blocker harus diberikan secara
bertahap. β – blocker menurunkan kebutuhan oksigen jantung dengan cara
menurunkan frekuensi jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas jantung.24 Dari
data epidemiologi, penggunaan β – blocker hanya baru terbukti dapat
menurunkan angka mortalitas pasca infark miokardium. Efek samping paling
sering adalah blok AV dan bronkospasme paru pada dosis tinggi.24
Penghambat Kanal Kalsium (Calcium Channel blocker / CCB)
Kalsium mempunyai peranan yang sangat penting dalam memicu kontraksi otot
jantung dan otot vaskular.24 Golongan obat seperti verapamil, nifedipin dan
diltiazem bekerja dengan cara menghambat masuknya ion Ca++ sehingga terjadi
relaksasi otot polos vaskular, penurunan kontraksi otot jantung, dan menurunkan
kecepatan konduksi Nodus SA dan AV.1,24 Walaupun menyebabkan relaksasi
arteri, namun efek golongan CCB ini tak bekerja pada vena sehingga tidak
mengurangi beben preload. Efek samping seperti sakit kepala, hipotensi, dan
konstipasi perlu diperhatikan. efektif pada pengobatan angina stabil maupun
tidak stabil.24
Aspirin
Mempunyai efek anti-platelet dengan menghambat sintesis tromboksan A2 dalam
trombosit dan prostasiklin di pembuluh darah melalui inhibisi ireversibel enzim
siklooksigenase.24 Sebelum menggunakan obat ini perlu dipastikan bahwa pasien
tak memiliki tanda dan gejala perdarahan.24 Pada angina stabil bisa digunakan
secara oral 75 – 325 mg dan sering dikombinasikan dengan klopidogrel.1
17
Penggunaan thienopyridine klopidogrel yang menghambat reseptor P2Y
bersamaan dengan aspirin juga terbuktik 20 % lebih efektif pada terapi NSTEMI,
dibandingkan aspirin sendiri.1 Sementara pada kasus STEMI, aspirn adalah
tatalaksana darurat yang harus diberika secara oral dengan dosis 160 – 325 mg. 1
Selanjutnya baru diberikan nitrogliserin sublingual untuk rasa nyeri angina
pektoris.1
Morfin
Indikasi penggunaan morfin dalam kasus angina pektoris umumnya hanya pada
tahapan STEMI, dimana pasien merasa nyeri hebat dan tak tertahankan.1
Pemberian morfin lebih efektif secara IV dengan dosis kecil 2 – 4 mg tiap 5 menit,
dibandingkan secara IM.1 Akan tetapi perlu diantisipasi efek sampingnya seperti
penurunan tekanan darah dan bradikardia. Apabila muncul gejala seperti ini,
pemberian atropine dan elevasi ekstremitas bawah bisa menjadi pilihan. 1
Revaskularisasi Koroner
Revaskularisasi perlu dilakukan apabila ditemukan iskemia paraha atau adanya
faktor risiko penyakit koroner dari segi anatomi.
Teknik yang pertama adalah PCI atau percutaneous coronary intervention, yaitu
dengan pemasangan balon yang diakses melalui arteri femoral, untuk
melebarkan pembuluh darah yang teroklusi oleh plak aterosklerosis. Kemudian
ada pula teknik aterektomi, yang bertujuan untuk mengeluarkan materi dari
aterom yang terbentuk.1
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) adalah teknik invasive untuk membuat
jalur perfusi baru bagi daerah distal dari sisi obstruksi, denga menggunakan
sumber aliran darah dari arteri sekitar. Arteri mamari merupakan salah satu
target tindakan ini. Walaupun masih banyak silang pendapat, tatalaksana pasien
dengan oklusi >3 arteri koroner yang tidak tertangani oleh terapi farmakologi,
adalah menggunakan teknik ini.1
18
Gambar 9 . Teknik PCI dan CABG1
2. 7 Prognosis
Angina Pektoris merupakan salah satu manifetasi klinis penting dari Penyakit
Jantung Koroner. Pada umumnya, prognosis PJK sangat dipengaruhi oleh faktor usia,
keadaan fungsi ventrikel kiri, dan seberapa parah obstruksi yang terdapat di arteri
koroner.1 Peningkatan risiko menjadi buruk dapat terjadi apabila pasien juga
menunjukkan gejala angina tak stabil, respon terhadap pengobatan yang buruk,
tanda – tanda gagal jantung kongestif, regurgitas katup mitral, dan adanya
pembesaran jantung. Dalam beberapa penelitian, ditemukan pula bahwa terlepas
dari seberapa berat obstruksi yang terjadi, derajat fungsional dari ventrikel kiri
mempunyai peran yang sangat besar dalam menentukan angka mortalitas. Prognosis
pasien PJK akan semakin buruk apabila faktor risiko penyebab masih belum dapat
dikendalikan atau dihilangkan.1
19
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Angina Pektoris merupakan salah satu bentuk nyeri viseral dengan karakteristik
nyeri alih yang dapat menjadi komponen diagnosis penting dari Penyakit Jantung
Koroner. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sangat mempengaruhi prognosis
dari Penyakit Jantung Koroner, disamping pengendalian faktor risiko. Masih
terdapat beberapa mekanisme molekuler dari patogenesis angina pektoris yang
belum dapat dijelaskan secara lengkap.
3. 2 Saran
Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai patogenesis nyeri pada Angina
Pektoris.
Pedoman pemeriksaan berkala secara nasional atau regional sebagai langkah
pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Hal ini berkaitan dengan besarnya peran
faktor risiko sebagai pemicu penyakit, maka dibutuhkan suatu pedoman
pemeriksaan kepada kelompok yang telah memiliki faktor risiko Penyakit
jantung Koroner.
20
Referensi
1. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J. HARRISON’S
PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. 19th ed. USA: McGraw Hill: 2015
2. Gaziano TA, et al. Growing Epidemic of Coronary Heart Disease in Low – and
Middle Income Countries. USA. NIH Public Access. Curr Probl Cardiol. 2010;
35(2): 72 – 115
3. Cardiovascular Disease. [Internet]. [cited 2015 Dec 5]. Available from :
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/
4. Angina Pectoris. [Internet]. [cited 2015 Dec 5]. Available from :
http://self.gutenberg.org/article/whebn0000065862/angina%20pectoris
5. Hemingway H, et al. Prevalence of Angina in Women Versus Men. AHA.
Circulation. 2008: 117; 1526 – 1536
6. Heard Disease Facts. [Internet]. [cited 2015 Dec 5]. Available
from :http://www.cdc.gov/heartdisease/facts.htm
7. Situasi Kesehatan Jantung. [PDF]. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. 2013
8. McMagon SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk DC. Wall and Melzack’s Textbook of
Pain. 6th ed. USA: ELSEVIER; 2013.
9. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 12 th ed. USA:
WILEY; 2009. p 718 - 730
10. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s Review of Medical
Physiology. 24th ed. USA: McGraw-Hill; 2012
11. Marieb EN, Wilhelm PB, Mallatt J. Human Anatomy. 6th ed. USA: PEARSON; 2012. p
558 – 72
12. Singh A, et al. Current Advances Understanding the Pathogenesis of
Atherosclerosis and its Clinical Implication in Coronary Artery Disease. India.
JIMSA: 2012: 25(4); 251 – 3
13. Moore KJ, Tabas I. Macrophages in the Pathogenesis of Atherosclerosis.
ELSEVIER. Cell. 2011: 145
14. Atherosclerosis Expert. [Internet]. [cited 2015 Dec 5]. Available from :
http://faculty.georgetown.edu/dg298/graphics/path.png
21
15. Lanza GA, Careri G, Crea F. Mechanism of Coronary Artery Spasm. AHA.
Circulation : 2012: 124; 1774 - 82
16. Camaro C, Aengevaern WRM. Acute Myocardial Infarction due to Coronary Artery
Embolism in Patient with Atrial. Netherland Heart Journal: 2009: 17(7-8)
17. Nakazone MA, Taraves BG, Machado MN, Maia LN. Acute Myocardial Infarction
due to Coronary Artery Embolism in Patient with Mechanical Aortic Valve
Prosthesis. HINDAWI. Case Report in Medicine. 2010
18. Burnstock G. Purigenic receptor and pain. United Kingdom : Current
Pharmaeutical design. 2009: 15
19. Mancini GJB, et al. Canadian Cardiovascular Society Guidelines for the Diagnosis
and Management of Stable Ischaemic Heart Disease. Canadian journal of
Cardiology. 2014; 30: 837 – 49
20. Karnath B, Holden MD, Hussain N. Chest Pain L Defferentiating Cardiac From
Noncardiac Causes. Hospital Physician: 2004
21. Finh SD, et al. Guideline for the Diagnosis and Management of Patiens With Stable
Ischaemic Heart Disease. ACCF/AHA: Circulation. 2012; 126: 354 – 471
22. Roffi M, et al. 2015 ESC Guidelines for the management of acure coronary
syndromes in patients presenting without persistent ST – segment elevation.
European Society of Cardiology. European Heart Journal. 2015
23. Non ST – elevation Myocardial Infarction. [Internet]. [cited 2015 Dec 5]. Available
from :
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/151/basics/pathophysio
logy.html
24. Setiabudi R. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2012
22
top related