bab ii kajian pustaka 2.1 sindroma koroner akut (ska) wisman... · gambar 2.1 definisi dan spektrum...

21
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) SKA merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan suatu fase akut dari penyakit iskemik arteri koroner dengan atau tanpa nekrosis miokard. SKA didefinisikan sebagai suatu spektrum manifestasi klinis sebagai akibat dari terganggunya plak aterosklerosis pada arteri koroner, yang disertai berbagai komplikasi, mulai dari trombosis, embolisasi, hingga obstruksi perfusi miokard. Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut Elevasi segmen ST Tanpa elevasi segmen ST Nyeri dada Sindroma Koroner Akut Keluhan Diagnosis Kerja EKG Pemeriksaan Laboratorium Penanda Biokimia Diagnosis Akhir STEMI NSTEMI APTS

Upload: ngotram

Post on 01-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  8  

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA)

SKA merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan

suatu fase akut dari penyakit iskemik arteri koroner dengan atau tanpa nekrosis

miokard. SKA didefinisikan sebagai suatu spektrum manifestasi klinis sebagai

akibat dari terganggunya plak aterosklerosis pada arteri koroner, yang disertai

berbagai komplikasi, mulai dari trombosis, embolisasi, hingga obstruksi perfusi

miokard.

Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut

Elevasi segmen ST Tanpa elevasi segmen ST

Nyeri dada

Sindroma Koroner Akut

Keluhan

Diagnosis Kerja

EKG

Pemeriksaan Laboratorium Penanda Biokimia

Diagnosis Akhir

STEMI NSTEMI APTS

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  9  

Manifestasi klinis SKA bergantung pada berat dan luasnya iskemia

miokard. Oklusi total atau sub total dari arteri koroner yang tidak memiliki

pembuluh darah kolateral dapat menimbulkan STEMI (ST-segment Elevation

Myocardial Infarction) atau NSTEMI (Non ST-segment Elevation Myocardial

Infarction). Oklusi sebagian atau sementara dari arteri koroner dapat

menimbulkan embolisasi trombus dan fragmen plak ke sirkulasi koroner bagian

distal. Apabila proses embolisasi tersebut menimbulkan nekrosis miokard, yang

dapat diketahui dari peningkatan penanda biokimia yang sensitif terhadap

nekrosis miokard (misal, troponin) maka dikategorikan sebagai NSTEMI. Apabila

tidak dijumpai peningkatan penanda biokimia nekrosis miokard maka

dikelompokkan ke dalam kategori APTS (Angina Pektoris Tak Stabil).

Pada situasi klinik istilah SKA umumnya digunakan sebagai diagnosis

kerja awal pada kondisi pasien dengan nyeri dada angina akut. Berdasarkan hasil

rekaman elektrokardiografi (EKG) dan penanda biokimia selanjutnya diagnosis

akhir ditegakkan (Gambar 1.).

2.2 Faktor Risiko SKA

2.2.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

Faktor risiko SKA dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:

faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi umur, jenis kelamin, dan riwayat

keluarga menderita PJK. Umur merupakan prediktor independen untuk terjadinya

SKA yang paling kuat. Pada laki-laki, risiko meningkat setiap 10 tahun

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  10  

peningkatan umur. Pada wanita pre-menopause risiko SKA sebanding dengan

risiko laki-laki yang umurnya 10 tahun lebih muda. Akan tetapi risiko pada wanita

akan meningkat hingga menyamai risiko pada laki-laki setelah menopause (Panel,

2002).

Berbagai studi menunjukkan bahwa riwayat keluarga mengalami PJK pada

usia lebih muda (prematur) merupakan faktor risiko independen terjadinya PJK.

Risiko relatif seseorang dengan riwayat keluarga positif untuk mengalami PJK

adalah berkisar antara 2x hingga 12x lipat dibandingkan dengan populasi umum

(Panel, 2002).

2.2.2 Diabetes melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan faktor risiko utama penyakit

kardiovaskular. Hal ini didukung oleh banyak data epidemiologi yang

menunjukkan DM, baik tipe I maupun tipe II, sebagai faktor risiko independen

terjadinya PJK. Pasien dengan DM memiliki risiko 4x lipat lebih tinggi untuk

menderita PJK dibandingkan dengan populasi umum (Greenland dkk., 2010).

DM sering juga dikenal sebagai ekuivalen PJK oleh karena risiko

terjadinya infark miokard pada pasien DM sama dengan risiko terjadinya infark

berulang pada penderita PJK non DM (Greenland dkk., 2010). Peningkatan risiko

PJK disebabkan terutama oleh kondisi hiperglikemia pada pasien DM. Faktor lain

yang turut berperan adalah adanya dislipidemia, kondisi protrombotik, serta

hipertensi yang sering menyertai penderita DM (Grundy dkk., 1999).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  11  

2.2.3 Hipertensi

Berbagai studi observasional telah menunjukkan bahwa tekanan darah

yang tinggi memiliki hubungan yang kuat terhadap risiko PJK. Hubungan ini

dijumpai baik pada usia tua maupun usia yang lebih muda serta jenis kelamin

laki-laki maupun wanita. Bahkan individu yang memiliki sedikit peningkatan

tekanan darah di bawah kriteria hipertensi (tekanan darah sistolik 130-139 mmHg

dan/atau diastolik 85-89 mmHg) diketahui memiliki peningkatan risiko untuk

terjadinya PJK (Panel, 2002).

Pada penderita hipertensi terjadi peningkatan kadar angiotensin II yang

merupakan vasokonstriktor kuat yang berpengaruh terhadap proses aterogenesis

dengan menstimulasi pertumbuhan dari otot polos. Hipertensi juga mempunyai

aktivitas pro inflamasi, meningkatkan pembentukan hidrogen peroksida, radikal

bebas anion superoxide dan radikal hidroksil pada plasma. Substansi tersebut

akan menekan pembentukan nitric oxide pada endotel sehingga terjadi

peningkatan adesi leukosit, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

(Ceriello, 2005).

2.2.4 Hiperlipidemia

Studi pada binatang maupun manusia menunjukkan bahwa kondisi

hiperlipidemia/ hiperkolesterolemia dibutuhkan untuk terjadinya proses

aterogenesis. Studi epidemiologi mendapatkan kadar kolesterol LDL (low density

lipoprotein) yang tinggi memegang peranan penting sebagai komponen

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  12  

aterogenik yang utama. Infiltrasi dan retensi kolesterol LDL memicu respon

inflamasi pada dinding vaskular (Hansson, 2005).

Proses oksidasi dan enzimatik memodifikasi kolesterol LDL menjadi LDL

yang teroksidasi (ox-LDL) di tunika intima dan menyebabkan pelepasan

fosfolipid. Fosfolipid mengaktivasi sel endotel terutama di tempat terjadinya

shear stress. Kondisi ini akan menginduksi sel endotel untuk mengekspresikan

molekul adesi leukosit dan gen inflamasi. Molekul adesi leukosit mempengaruhi

monosit dalam sirkulasi terutama di bagian endotel teraktivasi untuk menempel

dan selanjutnya bermigrasi melewati inter-endothelial junctions menuju

subendotelial. Monosit/makrofag menangkap ox-LDL melalui reseptor scavenger

dan membentuk foam cell. Akumulasi lipid dan shear stress inilah yang memicu

proses inflamasi pada dinding arteri (Hansson, 2005).

2.2.5 Merokok

Merokok telah sejak lama diketahui sebagai salah satu kontributor terkuat

terhadap risiko penyakit kardiovaskular khususnya PJK. Hubungan antara

merokok dengan risiko PJK adalah berbanding lurus dengan banyaknya paparan

(dose dependent). Merokok memicu terbentuknya radikal bebas dan menimbulkan

stres oksidatif yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel (Panel, 2002).

2.2.6 Faktor risiko lain

Faktor risio lain yang diperkirakan meningkatkan risiko terjadinya PJK

meliputi obesitas, kurang olah raga, serta diet yang aterogenik. Obesitas

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  13  

abdominal adalah akumulasi lemak abdominal, diidentifikasi dengan lingkar

perut, yang merupakan parameter body fat/ visceral fat. Obesitas abdominal dan

innate immunity memegang peranan penting pada proses inflamasi, resistensi

insulin dan sindroma metabolik (Jiamsripong dkk., 2008).

2.3 Patofisiologi SKA

2.3.1 Proses aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak dari PJK, penyakit arteri

karotis, dan penyakit arteri perifer (Libby dkk., 2011). Keberadaan suatu plak

aterosklerosis sendiri jarang menimbulkan sesuatu yang fatal. Kondisi ini menjadi

sesuatu yang berpotensi mengancam jiwa, seperti pada SKA, bila terjadi proses

trombosis akut akibat plak yang pecah atau mengalami erosi (Thim dkk., 2008).

Aterosklerosis merupakan penyakit imunoinflamasi kronik pada pembuluh

arteri sedang dan besar akibat akumulasi lipid yang mengakibatkan terjadinya

fibroproliferasi pada dinding arteri (Falk, 2006). Proses aterosklerosis dimulai

sejak awal kehidupan dan terus berlanjut dengan berjalannya waktu (Tuzcu dkk.,

2001). Pada individu yang rentan atau terpapar faktor risiko proses perkembangan

plak aterosklerosis hingga menimbulkan obstruksi atau plak yang rentan

mengalami trombosis (vulnerable plaque) membutuhkan waktu puluhan tahun.

Proses aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel pada arteri koroner.

Faktor-faktor risiko seperti diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok

dapat merusak endotel pembuluh darah dan menimbulkan disfungsi endotel

(Kumar dan Cannon, 2009).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  14  

Perkembangan proses aterosklerosis selanjutnya sebagian besar

dipengaruhi oleh proses inflamasi. Endotel yang mengalami disfungsi menarik

sel-sel inflamasi, terutama monosit, untuk bermigrasi menuju endotel yang rusak

(Libby dkk., 2009). Di dalam subendotelium monosit berubah menjadi makrofag

dan kemudian memfagosit LDL teroksidasi (ox-LDL) yang juga telah memasuki

dinding arteri. Makrofag kemudian berubah menjadi sel-sel busa (foam cell) yang

membentuk cikal bakal plak ateroma yang disebut fatty streak. Makrofag yang

teraktivasi melepaskan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang berfungsi

menarik lebih banyak makrofag dan sel otot polos menuju lokasi terbentuknya

plak (Libby dkk., 2010).

Dengan berjalannya waktu semakin banyak sel-sel otot polos yang

terkumpul dalam plak ateroma. Sel-sel otot polos tersebut memproduksi

komponen matriks ekstraseluler yang terakumulasi pada plak ateroma. Kondisi ini

menandai transisi dari fatty streak menjadi fibrofatty plaque (fibroateroma), yaitu

suatu kondisi plak yang tersusun dari komponen jaringan ikat yang membungkus

komponen lipid pada bagian inti (Faxon dkk., 2004).

Pada tahap ini selain terjadi penumpukan sel-sel otot polos juga terjadi

penumpukan makrofag. Makrofag ini memproduksi enzim matrix

metalloproteinase yang dapat mencerna matriks ekstraseluler yang sebelumnya

dihasilkan oleh sel otot polos. Akibatnya komposisi plak menjadi tidak stabil dan

apabila ada kondisi yang mengganggu plak tersebut mudah untuk terjadi ruptur

plak. Rasio antara jumlah sel otot polos dengan jumlah makrofag dalam suatu

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  15  

plak ateroma menentukan kerentanan untuk rupturnya plak tersebut (Benjamin,

2001).

2.3.2 Plak yang tidak stabil

Komposisi plak aterosklerosis sangat heterogen bahkan pada individu

yang sama sekalipun. Demikian pula stabilitas dari suatu plak aterosklerosis

bervariasi antara satu plak dengan plak yang lainnya. Suatu plak dikatakan tidak

stabil (vulnerable plaque) dan berisiko tinggi untuk mengalami ruptur bila

memiliki karakteristik sebagai berikut: inti lipid yang besar, selaput fibrosa

(fibrous cap) yang tipis, jumlah makrofag dan limfosit T yang banyak, jumlah sel

otot polos yang sedikit, meningkatnya ekspresi matrix metalloproteinase,

remodeling eksentrik ke luar lumen pembuluh darah, dan peningkatan

neovaskularisasi dan perdarahan di dalam plak (Kumar dan Cannon, 2009).

2.3.3 Trombosis akut

Patogenesis SKA melibatkan hubungan kompleks antara endotelium, sel-

sel inflamasi, dan trombogenisitas darah. Lesi koroner yang non-kritikal pada

angiografi (stenosis <50% dari diameter pembuluh darah) bila mengalami

gangguan dapat berkembang dengan cepat menjadi stenosis berat atau total oklusi.

Proses ini bertanggung jawab terhadap 2/3 dari semua kasus SKA yang terjadi

(Kumar dan Cannon, 2009).

Studi otopsi mendapatkan ruptur plak sebagai dasar dari 75% infark

miokard akut yang fatal. Sedangkan 25% lainnya disebabkan oleh erosi pada

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  16  

permukaan endotel plak. Setelah suatu plak mengalami ruptur atau erosi maka

matriks subendotel yang kaya akan tissue factor (suatu prokoagulan yang kuat)

akan terpapar aliran darah. Paparan ini akan merangsang adesi dan aktivasi

platelet yang selanjutnya akan menyebabkan agregasi platelet membentuk

trombus (Kumar dan Cannon, 2009).

Terdapat dua jenis trombus yang mungkin terbentuk, yaitu trombus yang

kaya platelet (white thrombus) dan trombus yang kaya fibrin (red thrombus).

White thrombus terbentuk pada area dengan shear stress yang tinggi dan

menyebabkan oklusi sebagian dari lumen arteri. Red thrombus terbentuk akibat

aktivasi kaskade koagulasi dan menyebabkan penurunan alirah darah di arteri.

Red thrombus sering kali ikut menggumpal di sekitar white thrombus sehingga

menyebabkan oklusi total pada lumen pembuluh darah (Kumar dan Cannon,

2009).

2.4 Peptida Natriuretik

2.4.1 B-type Natriuretic Peptide (BNP) dan N-Terminal pro B-type Natriuretic

Peptide (NT-proBNP)

Peptida natriuretik merupakan hormon yang dilepaskan oleh jantung sebagai

respon terhadap peningkatan beban volume dan tekanan yang berlebih. Terdapat 3

jenis peptida natriuretik yaitu Atrial Natriuretic Peptide (ANP), B-type

Natriuretic Peptide (BNP), dan C-type Natriuretic Peptide. Ketiga jenis peptida

natriuretik ini memiliki 17 gugus rantai asam amino yang serupa dan berfungsi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  17  

untuk melindungi sistem kardiovaskular dari efek buruk beban volume yang

berlebih (Daniels dan Maisel, 2007).

BNP pertama kali diisolasi dari otak babi sehingga pada awalnya diberi

nama brain natriuretic peptide. Namun kemudian diketahui BNP dihasilkan

paling banyak di miokardium ventrikel sehingga namanya diubah menjadi ”B-

type” natriuretic peptide (Maisel dkk., 2008). Pada kondisi beban volume dan

tekanan yang meningkat akan menyebabkan peregangan pada dinding ventrikel.

Stres pada dinding ventrikel akan merangsang sintesis pre-proBNP pada

miokardium ventrikel. Peptida ini kemudian akan dipecah menjadi proBNP dan

selanjutnya akan dipecah lagi menjadi dua bagian yaitu BNP (bentuk aktif) dan

NT-proBNP (fragmen terminal yang tidak aktif). Pelepasan BNP akan

memperbaiki relaksasi miokard serta menghambat efek vasokonstriksi, retensi

natrium dan efek anti-diuretik akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron

(Daniels dan Maisel, 2007).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  18  

Gambar 2.2 Proses terbentuknya BNP dan NT-proBNP (Daniels

dan Maisel, 2007)

Karakteristik peningkatan BNP oleh karena beban volume dan tekanan di

ventrikel menyebabkan BNP banyak digunakan untuk membantu menegakkan

diagnosis gagal jantung. Aplikasi BNP dan NT-proBNP sebagai modalitas

diagnosis gagal jantung telah diakui oleh berbagai guideline (Jessup dkk., 2009).

Saat ini telah banyak pula diteliti penggunaan BNP dan NT-proBNP pada

penyakit kardiovaskular lain selain pada gagal jantung.

2.4.2 Aplikasi BNP dan NT-proBNP pada penyakit kardiovaskular

Aplikasi BNP dan NT-proBNP yang telah banyak diakui hingga saat ini

adalah untuk menegakkan diagnosis gagal jantung sebagai penyebab utama pada

kondisi dimana keluhan pasien tidak jelas. Penggunaan BNP lebih awal pada

kondisi seperti ini diketahui dapat meningkatkan akurasi dan mempercepat

Pre-­‐proBNP  

proBNP  (108  gugus  asam  amino)  

BNP  (32  gugus  asam  amino)  

Bentuk  Aktif  

NT-­‐proBNP  (76  gugus  asam  amino)  

Bentuk  Inaktif  

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  19  

diagnostik, mengurangi penundaan waktu untuk memulai pengobatan,

mengurangi lama rawat dan biaya perawatan (Jessup dkk., 2009).

Di samping penggunaan di atas, penggunaan BNP dan NT-proBNP juga

telah diteliti pada banyak kondisi lain. Ada pun aplikasi lain BNP dan NT-

proBNP, baik yang telah diakui maupun masih dalam investigasi, sebagai berikut:

1. Gagal jantung kongestif: peptida natriuretik mulai banyak diteliti untuk

memandu kecukupan terapi pada gagal jantung. Hasilnya masih

kontradiktif hingga saat ini. Namun dua meta-analisis besar menunjukkan

bahwa pengggunaan BNP sebagai panduan terapi dapat menurunkan

mortalitas secara signifikan (Yancy dkk., 2013).

2. Peptida natriuretik juga dapat dipakai untuk menentukan prognosis pada

pasien gagal jantung stabil maupun yang mengalami dekompensasi. Kadar

yang lebih tinggi merupakan prediktor dari peningkatan morbiditas dan

mortalitas (Yancy dkk., 2013).

3. Penyakit arteri koroner: Baik BNP dan NT-proBNP telah diteliti pada

pasien penyakit arteri koroner stabil maupun pada SKA. Peningkatan

kadar peptida natriuretik diketahui memiliki nilai prognostik yang kuat

pada kedua kondisi tersebut (de Lemos dkk., 2001, Richards dkk., 2006).

4. Prediktor sudden cardiac death dan respon cardiac resynchronization

therapy (CRT): Pasien dengan kadar BNP yang lebih tinggi sebelum

pemasangan diketahui memiliki respon terhadap CRT yang lebih baik

(Lellouche dkk., 2007). Studi juga menunjukkan NT-proBNP dapat

digunakan untuk memonitor respon terhadap CRT. Pada penggunaan CRT

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  20  

diketahui akan menurunkan kadar NT-proBNP di awal pemakaian

(Fruhwald dkk., 2007). Studi lain juga menunjukkan peptida natriuretik

dapat digunakan untuk memprediksi pasien yang berisiko tinggi

mengalami sudden cardiac death (Berger dkk., 2002).

2.5 Stratifikasi Risiko SKA

Pasien SKA yang datang ke rumah sakit pertama kalinya dapat memiliki

presentasi klinis yang berbeda-beda mulai dari manifestasi keluhan yang ringan

hingga komplikasi yang mengancam nyawa. Kondisi saat awal hospitalisasi dapat

berubah secara drastis baik selama periode perawatan maupun pasca keluar rumah

sakit. Hal ini disebabkan karena SKA merupakan kondisi koroner tidak stabil

yang dinamis yang rentan untuk terjadi iskemia berulang dan berbagai komplikasi

fatal jangka pendek maupun jangka panjang (Hamm dkk., 2011).

Penatalaksanaan pasien SKA harus melibatkan penilaian prognosis untuk

menentukan pasien mana yang memiliki risiko yang lebih tinggi sehingga dapat

diberikan intervensi yang tepat. Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan cara

penilaian risiko secara klinis, petanda biokimia, atau sistem skor. Stratifikasi

risiko ini tidak hanya untuk menilai risiko jangka pendek pada pasien SKA namun

juga risiko jangka panjang (Hamm dkk., 2011).

2.5.1 Stratifikasi risiko bedasarkan klinis dan elektrokardiogram

Presentasi klinis pada awal dapat digunakan untuk memprediksi prognosis

jangka pendek pada pasien SKA. Pasien dengan keluhan yang menetap saat

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  21  

istirahat memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang

keluhannya hanya timbul pada saat beraktivitas. Adanya takikardia, hipotensi atau

gagal jantung pada saat presentasi awal mengindikasikan prognosis yang buruk

yang memerlukan penatalaksanaan yang cepat (Hamm dkk., 2011).

Gambaran elektrokardiogram (EKG) awal juga dapat digunakan untuk

memprediksi risiko jangka pendek. Pasien dengan EKG normal memiliki

prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang menunjukkan inversi

gelombang T atau depresi segmen ST pada rekaman EKG. Pasien dengan elevasi

segmen ST memiliki risiko yang paling tinggi pada kelompok ini (Hamm dkk.,

2011).

2.5.2 Stratifikasi risiko berdasarkan sistem skor

Penilaian risiko dapat dilakukan secara kuantitatif menggunakan sistem

skor. Beberapa sistem skor telah dikembangkan untuk memprediksi risiko baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Sistem skor yang sering dipakai adalah

skor risiko TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) dan GRACE (Global

Registry of Acute Coronary Events). Skor GRACE memberikan prediksi yang

paling baik tetapi penerapannya memerlukan perhitungan yang kompleks. Skor

TIMI memiliki kelebihan pada penggunaannya yang sederhana tetapi akurasinya

lebih rendah (Hamm dkk., 2011).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  22  

2.5.3 Stratifikasi risiko dengan petanda biokimia

Petanda biokimia merupakan bagian integral dalam pengelolaan pasien

kardiovaskular. Pada pasien dengan keluhan nyeri dada atau sesak napas akut,

petanda biokimia memegang peranan penting dalam proses penegakan diagnosis,

stratifikasi risiko, dan memandu pemberian terapi. Selain itu petanda biokimia

juga menggambarkan berbagai aspek dari patofisiologi SKA, mulai dari aspek

imuno-inflamasi, kerusakan miokardium, aktivasi platelet hingga aktivasi

neurohormonal (Hamm dkk., 2011).

Troponin T atau I merupakan petanda biokimia yang paling banyak

digunakan pada SKA. Troponin meningkat pada sirkulasi perifer dalam kondisi

infark miokard. Peningkatan kadar troponin dihubungkan dengan lesi koroner

yang lebih kompleks, trombus yang lebih banyak, gangguan aliran darah yang

lebih berat, dan perfusi mikrovaskular yang sangat berkurang. Pasien SKA

dengan peningkatan kadar troponin memiliki risiko 4x lebih tinggi untuk

mengalami kematian atau infark miokard (Morrow, 2010). Identifikasi pasien

berisiko tinggi yang ditandai dengan peningkatan kadar troponin berguna untuk

penentuan modalitas terapi yang akan diberikan. Namun troponin sendiri tidak

dapat digunakan sebagai petanda tunggal untuk stratifikasi risiko. Hal ini

disebabkan oleh karena pada sekelompok pasien dengan troponin negatif

didapatkan memiliki risiko yang lebih tinggi dengan laju mortalitas di rumah sakit

sebesar 12% (Hamm dkk., 2011).

Berbagai penelitian pun dilakukan untuk mencari petanda biokimia lain

yang dapat digunakan untuk melakukan stratifikasi risiko pasien SKA. Petanda

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  23  

inflamasi merupakan petanda biokimia yang paling banyak diteliti mengingat

peran penting proses imuno-inflamasi pada patofisiologi SKA. Petanda inflamasi

yang banyak digunakan untuk memprediksi risiko SKA adalah high-sensitivity C-

reactive protein (hsCRP). Petanda inflamasi lain yang diketahui memiliki

kapasitas prediktor pada SKA adalah myeloperoxidase (Morrow, 2010).

Petanda biokimia lain yang diduga memiliki kaitan dengan prognosis SKA

adalah petanda yang berkaitan dengan stres hemodinamik, petanda yang berkaitan

dengan proses aterosklerosis, serta petanda yang berkaitan dengan kerusakan

vaskular. Hubungan antara petanda-petanda biokimia yang digunakan sebagai

stratifikasi risiko SKA dapat dilihat pada gambar 2.3. Peptida natriuretik seperti

BNP dan NT-proBNP merupakan petanda neurohormonal yang dilepaskan pada

kondisi stres hemodinamik pada jantung. Petanda yang berkaitan dengan proses

aterosklerosis antara lain yaitu glukosa darah dan HbA1c. Sedangkan petanda

yang berkaitan dengan kerusakan vaskular misalnya adalah mikroalbuminuria,

cystatin C, dan estimated glomerular filtration rate (eGFR) (Morrow, 2010,

deFilippi dan Seliger, 2009).

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  24  

Gambar 2.3 Petanda-petanda biokimia yang dapat digunakan untuk

menilai prognosis pada SKA (deFilippi dan Seliger, 2009)

2.6 NT-proBNP pada SKA

Peptida natriuretik (BNP dan NT-proBNP) merupakan petanda biokimia

yang saat ini banyak digunakan pada pasien gagal jantung. Pada kondisi gagal

jantung terjadi peningkatan beban volume dan tekanan yang menyebabkan

peregangan dinding ventrikel. Stres pada dinding ventrikel akan mengakibatkan

dilepaskannya BNP dan NT-proBNP ke dalam darah. Hal ini melatarbelakangi

banyaknya penggunaan peptida natriuretik sebagai modalitas diagnostik gagal

jantung. Namun peptida natriuretik diketahui kurang akurat dalam

mengidentifikasi disfungsi ventrikel pada pasien dengan keluhan yang minimal,

terutama pada pasien PJK. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa peningkatan BNP

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  25  

dan NT-proBNP mungkin disebabkan oleh proses kardiak lain selain disfungsi

ventrikel (Bibbins-Domingo dkk., 2003).

Satu kemungkinan penyebab peningkatan BNP dan NT-proBNP adalah

iskemia miokard. Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan antara

peningkatan kadar BNP dengan iskemia miokard (Bibbins-Domingo dkk., 2003).

Peningkatan BNP pada kondisi iskemia bahkan didapatkan walaupun fungsi

ventrikel kiri masih normal (Goetze dkk., 2003). Bagaimana patomekanisme

peningkatan BNP dan NT-proBNP akibat iskemia miokard masih belum jelas.

Diduga bahwa kondisi iskemia menyebabkan sel kardiomiosit untuk melepaskan

BNP secara langsung. Pada kondisi hipoksia miokard didapatkan peningkatan dari

gen yang mengekspresi BNP. Selain itu peregangan dinding ventrikel akibat

iskemia mungkin juga berperan dalam meningkatnya kadar BNP (Salama dkk.,

2011, Goetze dkk., 2003).

Hubungan BNP dalam patogenesis aterosklerosis kemungkinan

berhubungan dengan petanda biokimia baru yaitu ST2 dan interleukin-33 (IL-33).

Keseimbangan antara ST2 dan IL-33 memberi efek protektif dengan cara

mengurangi perkembangan lesi aterosklerotik. Bila terjadi ketidakseimbangan

antara reseptor ST2 dan IL-33 akan menyebabkan perkembangan dari lesi

aterosklerotik (Miller dkk., 2008). Studi menunjukkan peningkatan kadar soluble

ST2 berkorelasi dengan peningkatan kadar BNP dan NT-proBNP (Sanada dkk.,

2007).

Pelepasan BNP pada kondisi iskemia diduga untuk memberikan efek

protektif terhadap miokardium. Peptida natriuretik berperan untuk membatasi luas

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  26  

miokard yang mengalami infark selama kondisi iskemia dan reperfusi.

Mekanisme proteksi ini berhubungan dengan akumulasi cGMP dan pembukaan

saluran ion kalium yang sensitif ATP. Aktivasi awal reseptor peptida natriuretik

melalui sistem sinyal cGMP akan memberikan respon autokrin dan parakrin yang

penting dalam kondisi iskemia. Respon tersebut meliputi respon inotropik,

regulasi tonus vaskular koroner, serta supresi respon pertumbuhan dan proliferasi

pada berbagai lingkungan seluler (Salama dkk., 2011).

Gambar 2.4 Kaskade iskemia dengan petanda biokimia yang dilepaskan (Salama

dkk., 2011)

Pada SKA terjadi iskemia miokard yang lebih berat dibanding kondisi PJK

kronik. Selain iskemia sebagian kelompok pasien SKA juga mengalami kerusakan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  27  

pada miokardiumnya. Kerusakan miokard akan menimbulkan perubahan awal

dari struktur miokardium ventrikel (remodeling). Hal tersebut akan menimbulkan

berbagai respon pada tingkatan seluler dengan dilepaskannya berbagai petanda

biokimia, termasuk BNP dan NT-proBNP. Hubungan antara SKA dan pelepasan

petanda biokimia dapat dilihat pada gambar 2.4 (Salama dkk., 2011).

Setelah kejadian infark miokard akan terjadi peningkatan kadar BNP

plasma secara cepat dan mencapai puncak dalam waktu 24 jam (gambar 2.5). Bila

setelah infark terjadi gagal jantung yang berat maka akan didapatkan puncak

kenaikan kedua setelah hari ke-5. Kapan waktu yang optimal untuk memeriksa

kadar BNP atau NT-proBNP untuk kepentingan prognostik masih belum

diketahui dengan jelas (Morrow dkk., 2007).

Gambar 2.5 Perubahan kadar petanda biokimia mulai dari onset

nyeri dada (Sinning dkk., 2008)

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sindroma Koroner Akut (SKA) Wisman... · Gambar 2.1 Definisi dan spektrum sindroma koroner akut ... (Angina Pektoris Tak Stabil). Pada situasi klinik istilah

  28  

Nilai cut off konsentrasi BNP atau NT-proBNP yang memberikan makna

prognostik pada pasien SKA juga masih belum diketahui. Beberapa studi

menunjukkan kadar BNP plasma > 80 pg/ml dapat dijadikan cut off untuk menilai

pasien SKA yang berisiko tinggi. Namun khusus untuk NT-proBNP belum ada

studi yang memvalidasi berapa batas konsentrasi yang memberikan nilai

prognostik pada pasien SKA (Morrow dkk., 2007).

Beberapa kondisi selain gagal jantung dan SKA diketahui juga dapat

meningkatkan kadar NT-proBNP. Kondisi tersebut adalah gagal ginjal akut atau

kronik, infeksi, sepsis, penyakit hati akut maupun kronis, emboli paru serta

kemoterapi (Daniels dan Maisel, 2007).

Pemeriksaan NT-proBNP sebagai salah satu upaya untuk melakukan

stratifikasi risiko memiliki nilai lebih dibandingkan pemeriksaan petanda

biokimia lainnya. Tidak seperti petanda inflamasi, BNP dan NT-proBNP

merupakan petanda spesifik yang menunjukkan keterlibatan miokardium bila

terjadi perubahan atau gangguan hemodinamik. Hal ini akan memberi informasi

prognostik dengan akurasi yang lebih baik dibandingkan penggunaan petanda

biokimia lainnya (Heeschen dkk., 2004).