makalah efusi pleura
Post on 13-Aug-2015
187 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan1. Latar Belakang2. Rumusan Masalah 3. Tujuan4. Manfaat
Bab II Pembahasan1. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
a. Anatomib. Fisiologi Organ Pernapasan
2. Pengertian Efusi Pleura3. Etiologi Efusi Pleura4. Epidemiologi 5. Manisfestasi Klinis Efusi Pleura 6. Pathofisiologi
a. Narasib. Skematis
7. Pemeriksaan Diagnostik8. Riwayat keperawatan 9. Analisa data10. Mediksa
b. Adrenergikc. Antikolinergikd. Xanthin
11. Management Medis12. Management Keperawatan
Bab III Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya
adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum,
ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi
cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi
pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan
yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat
sembuh dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar
merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga
pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita
dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura
primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin
memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat
penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir
pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat
oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah
sakit. Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam
makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleur
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah konsep penyakit efusi pleura?
b. Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien denganefusi pleura.
b. Tujuan Khusus
1). Mengidentifikasi konsep efusi pleura meliputi definisi, etiologi,manifestasi
klinis dan patofisiologi.
2). Mengidentifikasi proses keperawatan pada efusi pleura meliputi
pengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi.
4. Manfaat
a. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi.
b. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
a. Anatomi
b. Fisiologi organ pernapasan
Pernapasan adalah pertukaran gas dalam paru. O2 bersifusi kedalam darah dan
pada saat yang sama CO2 dikeluarkan dari darah. Udara dialirkan menuju unit
pertukaran gas melalui jalan nafas. Secara umum suatu proses pernapasan
memerlukan 3 subunit organ pernapasan :
a) Jalan nafas atas
b) Jalan napas bawah dan
c) Unit pertukaran gas
Masing-masing subunit terdiri berbagai organ. Jalan napas atas terdiri atas
hidung, sinus, faring dan laring. Jalan napas bawah terdiri atas trakhea dan bronkus
serta percabangan. Unit pertukaran gasterdiri atas bagian distal bronkus terminal
(bronkiolus respiratorius), dekpus alveolaris, sakes alveolaris, dan alveoli yang
kesemnya disebut sebagai asinis.
1. Hidung
Rongga hidung dibagi menjadi 2 bagian oleh sekat (septum nasal) dan pada
masing-masingsisi lateral rongga hidung terdapat 3 saluran yang dibentuk akibat
penonjolan terbinasi (konka). Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang banyak
mengandung vaskoler dan juga ditumbuhi oleh bulu.
Fungsi utama hidung, yaitu penyaring , pelembab dan pelembab.
2. Sinus parasmatis
Sinus parasmatis adalah rongga tulang tengkorak yang terletak didekat hidung
dan mata. Terdapa 4 sinus, yaitu frontalis, etmoidalis, sfenoodalis dan maksilaris.
Sinus dilapisi pleh mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia.
Fungsi sinus adalah memperingankan tulang tongkorak, memproduksi mukosa serosa
yang dialirkan kehidung, dan menimbulkan resoransi suara sehingga memberi
karakteristik suara yang berbeda pada tiap indivisu.
3. Faring
Faring atau tenggorokan adalah yang terhubung antar hidung dan rongga
mulut kelaring. Dibagi 3 area, yaitu nasal, oral dan laring. Faring nasal/ disebut
rasofaring terletak disisi posterior hidung, diatas palatum terdapat kelenjar adenoid
dan mcasa tuba eustachii. Faring oral atau disebut orofaring berlokasi dimulut, are
orofaring dibatasi secara superior pleh palatum, inferior oleh pangkal lidah dan
lengkung oleh lengkung platinum. Torsil terdapat pada orofaring. Faring larengal atau
disebut laringofaring/hipofaring terletak bagian inferior, terdapat epiglottis, kartilago
arytenoid sinos puifomis. Fungsi faring adalah sebagai tempat lewatnya udara menuju
paru atau lewatnya makanan menuju lambung.
4. Laring
Unit terakhir pada bagian nafas atas, disebut sebagai kotak suara karena pita
suara terdapat disini inferor faring dan menghubungkan faring dengan trakhea. Batas
bawah dari laring sejajar dengan vertebral seuikalis ke 6. Bagian atas terdapat glottis
saat terjadi proses menelan. Pada laring juga terdapat tiroid, tulang krikoid, dan
katilaga arytenoid. Epiglottis merupakan daun katub kartilago yang menutupi ostiom
selama menelan, glottis merupakan oskium atara pita suara laring. Terdapat juga
kartilago tiroid yang merupakan kartilago terbesar pada faring dan sebagaian
membentuk jaken (Addanis Apple). Katalago ariterioro digunakan dalamgerakan pita
suara sedangkan pita suara itu sendiri merupakan ligemen yang dikontrol oleh
gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara, pita suara melekat pada lumen laring.
Fungsi laring adalah memisahkan makan dan udara, fonasi atau menghasilkan
suara, inisiasi timbulnya batuk dari saluran napas atas. Pengaturan ini dilakukan
dengan menggunakan mekanisme penutupan jalan napas oleh epiglottis. Kegagalan
epiglottis untuk menutup pintu jalan napas berakibat masuknya makan atau minuman
kedalam jalan napas (aspirasi).
Suara ditimbulkan akibat adanya pergerakan kartilago arytenoid yang
mendorong bersamaan dengan ekspirasi saat glottis tertutup dank arena fibrasi pita
suara. Suara yang timbul inilah yang kemudian digetarkan melalui palatum, lidah,
bibir sehingga membentuk berbagai bunyi (baik vocal maupun konsonan).
5. Trakhea
Disebub juga pipa udara, merupakan organ silibdris sepanjang sekitar 10-12
cm (pada dewasa) dan berdiameter 1,5-2,5 cm. terletak digaris tengah leher dan pada
garis tengah sternum. Trachea memanjang dan kartigo krikoid pada laring hingga
bronkus ditorak. Trachea terdiri atas otot polos dengan sekitar 20 cicin kartigo
inkomplet dan ditutupi oleh membrane fibroelastik. Dinding posterior trachea tidak
disokong oleh kartilago dan hanya terdapat membrane fibroelastik yang menyekat
trachea dan esopagus.
6. Percabangan bronkus
Disebut pohon brankial adalah yang menghubungkan jalan nafas hingga unit
asinus. Bronkus primer berasal dari percabangan trachea menjadi 2 cabang utama
sehingga karina. Karina terlertak sekitar iga kedua atau pada vertebra orakal kelima.
Terdapat banyak reseptor batuk pada karina. Bronkus utama kiri memiliki sudut lebih
tajam dibandingkan brnkus kanan sehingga aspirasi cenderung terjadi masuk kedalam
bronkus dalam kanan. Bronkus utama kiri kemudian bercabang menjadi 2 cabang
lobaris, satu cabang untuk menyuplai lobus kiri atas dan yang lain menyuplai lobus
paru kiri bawah. Perkembangan bronkus labus kiri atas selamanya beracabang
menjadi 4 bronkus yang lebih kecil, yaitu capital posterios , asterios, medio-basal,
latero-basal dan posterior-basal.
Bronkus kanan bagian dalam 3 cabang lotaris yang masing-masing
mempunyai udara pada tiga lobus kiri paru, yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus
bawah. Bronkus lobus paru kiri atas selanjutnya bercabang menjadi tiga segmen
yaituanterior, apical dan posterior. Bonkus lobus tengah paru kanan bercabang
menjadi 2 segment, yaitu lateral dan medal. Logus bawah bercabang menjadi 5
cabang, yaitu superior, anterior-basal, latero-asal, medio basal dan posterior-basal
sehingga total terdapat 10 segmen pada paru kanan. Selanjutnya, bronkus
subsegmental, bronkus terminal, bronkiolus, bronkiolus terminal, dan bronkiolus
repiratorius bercaban menjadi bronkiolus respiratorius terminalis hingga akhirnya
pada sampai duktus alveolaris, sekus alveolaris,sekus alveoli/
Bronkus dilapisi oleh epitel pseudostratifikasi kolumnar bersilia
(pseudostratifiedcissated columnar epithelium). Epitel pada bronkiole merupakan
lapisan tunggal dan sel epitel semakin berbentuk kubord dan kemudian menipis pada
tinggkat bronkiolus. Pada bronkiolus terminal sudah tidak terdapat lagi sel kelenjar
dan silia, dibawah epitel terdapat dua lapisan, dekat otot dan pembuluh darah terdapat
sel mast yang berperan dalam melepas histamin sebagai respon untuk reaksi antigen-
antibodi (reaksi alergi)
7. Asinus
Unit pernapasan terminal atau juga asinus tempat merupakan terjadinya
pertukaran gas, pertukaran gas terjadi membrane setebal 1 mm. O2 harus melaui
membran ini sebelum ditransfer kedalam darah dan dibawa oleh hemoglobin. Pada
saat yang sama CO2 meninggalkan darah untuk dipkshaksi.
2. Pengertian efusi pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruangan pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa
adanya friksi. Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
berlebuhan dari dalam kavum pleura di antara pleura parietalis dan pleura visceralis
(Price C Sylvia, 1995).
Cairan dalam jumlah berlebihan tersebut dapat mengganggu pernapasaan dan
membatasi peregangan paru selama inhalasi. Kelebihan cairan rongga pleura dapat
terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovakuler, dan infeksi.
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
3. Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan
primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan
tumor primer pleura. Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
b. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
a. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
b. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
c. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
d. Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
a. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom,
obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis
akut.
b. Eksudat
1) Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
2) Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
1) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3) Peningkatan tekanan negative intrapleural
4) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Perbedaan cairan transudat dan eksudat (Somantri, 2008: 99)
Indikator Transudat Eksudat
1. Warna
2. Bekuan
1. Berat Jenis
2. Leukosit
3. Eritrosit
4. Hitung jenis
5. Protein Total
6. LDH
7. Glukosa
10. Fibrinogen
11. Amilase
12. Bakteri
1. Kuning pucat dan
jernih
2. (-)
1. <1018
2. <1000 /uL
3. sedikit
4. MN (limfosit/mesotel)
5. <50% serum
6. <60% serum
7. =plasma
10. 0,3-4%
11. (-)
12. (-)
1. Jernih, keruh, purulen,
dan hemoragik
2. (-)/(+)
3. >1018
4. Bervariasi, >1000/uL
5. Biasanya banyak
6. Terutama PMN
7. >50% serum
8. >60% serum
9. = / < plasma
10. 4-6 % atau lebih
11. >50% serum
12. (-) / (+)
4. Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di
negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di
Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi
pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak
mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab,
tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.
5. Manisfestasi klinis
Manifestasi klinis efusi pleura bervariasi terkait proses penyakit penyebabnya.
Gejala yang utama adalah:
a. Sesak napas, merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan.
Mengindikasikan efusi luas, namun biasanya <500ml.
b. Nyeri dada pleuritik, biasanya dideskripsikan sebagai nyeri tajam atau
menusuk, terutama saat inspirasi dalam. Nyeri biasanya terlokalisasi pada
dinding dada, atau pada bahu ipsilateral, atau abdomen atas. Nyeri ini
menunjukkan adanya iritasi pleura, yang biasanya turut dipertimbangkan
dalam penegakan diagnosis karena kebanyakan efusi transudatif tidak
menyebabkan iritasi pleura.
c. Batuk, biasanya nonproduktif
Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung volume efusi pleura. Biasanya jika efusi
>300 mL didapatkan tanda efusi pada pemeriksaan fisik:
a. pekak/penurunan resonansi pada perkusi
b. penurunan fremitus taktil
c. Egofoni
d. pleural friction rub
e. gerakan asimetris cavum thorax
Gejala dan pemeriksaan fisik lain sesuai dengan penyakit yang mendasari,
misalnya edem ekstremitas, ortopnea, dan paroxysmal nocturnal dyspnea, S2 gallop pada
congestive heart failure; atau keringat malam, demam, hemoptisis, dan penurunan berat
badan pada TB; atau demam akut, sputum purulen, dan nyeri pleuritik pada pneumonia
bakterial.
6. Pathofisiologi
a. Narasi
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antaracairan
dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleuradibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yangterjadi karena
perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitialsubmesotelial kemudian
melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selainitu cairan pleura dapat
melalui pembuluh limfe sekitar pleura.Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi
penimbunan cairan berupatransudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan
tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini
keseimbangankekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi
jugadapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal.
Penimbunantransudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura
cenderungtertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.Penimbunan eksudat
disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, danakibat peningkatan permeabilitas
kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jikaefusi pleura mengandung nanah,
keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkanoleh prluasan infeksi dari struktur
yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasidari pneumonia, abses paru atau
perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bilaefusi pleura berupa cairan hemoragis
disebut hemotoraks dan biasanya disebabkankarena trauma maupun keganasan.Efusi pleura
akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi
dan kelemahan bergantung pada ukurandan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan
tertimbun secara perlahan-lahanmaka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikitgangguan fisik yang nyata.
b. Skematis
Efusi Pleura
Transudat
Susah tidur
Eksudat
Proses penyakitKeganasan & infeksi
Bagal jantung
Konstipasi
Ekspansi paru (↓)
Penumpukan cairan dipleura
Gangguan keseimbangan produksi & atisorpsi ciran
Kurang informasi(↑) permeabilitas
kapiler
(↑) tek. Osmotik
TerapiCairan keluar dari kapiler
Tek. Amotik (↓)
Sirosis hepatitis
Berdungan vena
Tidak nafsu makan
BedrestKelemahan
Energy menurun
Lemas
Ancaman kematian
Tidak terpenuhi kejaringan
Penurunan peristaltik
Sulit bernapas
Nyeri
WSDPembungan
Iritasi pleura
O2 (↓)
Kurang pengetahuan
Sesak napas
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan radiologik (rontgen dada)
Pada permulaan didapati menghilangnya sudut kosto frenik. Bila cairan 300ml,
akan tampak cairan dengan permukaan melengkung, mungkin terdapat pergeseran
dimediatirum.
b. Ultrasonografi
c. Torakosentefis/ fungsi pleura
Untuk mengetahui kejernihan, warna, biokan tampilan, sitology, berat jenis,
fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati
cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hematoraks), pus (piatorax) atau klus
(klotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa fransudat (hasil bendungan) atau eskudat
(hasil radang).
d. Cairan pleural
Untuk diaralisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, hasil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dah putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktal
desidrgenase (LDH), protein, analisis sitolagi untuk sel-sel malignan, dan pH.
e. Biopsi pleura
Dengan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara napas.
f. CT scan
Menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukan adanya pneumonia.
g. Bronkoskopi
Dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
8. Riwayat Keperawatan
Ruangan : Monika
Kamar : 8
Tgl. Masuk RS : 4 Desember 2012
I. A. Identitas pasien
Nama lengkap : Ny. Y
Nama panggilan : Ny. Y
TTL (umur) : Taniran, 18 Desember 1939 (73 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
: Kawin
Jumlah anak : 3 orang
Warga Negara : WNI
Suku : Dayak
Bahasa yang dipakai : Daerah (Ma’anyan)
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat rumah : jln. A. Yani, no xx, Tamiyang Layang (kal-teng)
No. telp : -
B. Identitas infomasi/penanggung jawab
Nama : Tn. H
Hubungan dengan pasien : Anak
Umur : 39 Tahun
Pendidikan : SLTA
Alamat rumah : jln. A. Yani, no xx, Tamiyang Layang (kal-teng)
Telp. : -
C. Data medik
Dikirim oleh : Gawat darurat
Diagnose medik : Efusi pleura
Waktu & tgl pengobatan terakhir : 07.00 am & 4 Desember 2012
II. Keadaan umum
Cara masuk : Kereta dorong
Keluhan utama : Sedang
Tanda-tanda vital
1. Kesadaran
a. Kualitatif : Compos mentis
b. Kualitatif (Skala Coma Glasgow)
Respon mata : 4
Respon verbal : 3
Respon motoric : 6 +
Jumlah : 13
Kesimpulan : Respon verbal, kata-kata tidak jelas
2. Suhu : 37’c (Ketiak)
3. Nada : 106 x/menit (teratur)
Arteri : Radialis
4. Tekanan darah : 140/90 mmHg
Posisi pasien pada saat pengukuran : Duduk
5. Pernafasan
Frekensi : 22 x/menit
Irama : Kusmaul
6. Tinggi badan : 150 cm
7. Berat badan : 40 kg
III. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang : Gangguan pernapasan karena ada penumpukan
cairan di pleura
Riwayat kesehatan dahulu : TB Paru
Riwayat kesehatan keluarga (dilengkapi genogram) : -
IV. Pengkajian pola kesehatan
A. Persepsi kesehatan-Pola peliharaan kesehatan
Kebiasaan sehari-hari/kebiasaan sebelum sakit :
- Mandi 2x sehari
- Pagi 06.30 am
- Sore 05.30 pm
Keadaan pasien saat ini :
- Diseka oleh perawat 2x sehari
- Pagi 08.00 am
- Sore 05.30 pm
Masalah : Pasien tidak bisa berktivitas
B. Pola nutrisi metabolik
Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit :
- Makan 3x sehari : Sayur, Ikan, Nasi, Jarang makan buah
Keadaan pasien saat ini :
- Makan 3x sehari : Bubur + telur
Sayur Pasien tidak mampu
Osengan tempe + buah menghabiskan makan
Pemeriksaan fisik
a. Kulit
1. Warna kulit : Pucat
2. Turgor kulit : Kering
3. Edema :
b. Rambut :Kusam dan Tipis
c. Mata
1. Sclera : Tidak ikterus
2. Konjungtiva : Anemik
3. Lensa : Tidak keruh
4. Kelopak mata : Tidak edema
5. Operasi : Tidak ada
Tanggal operasi : -
d. Mulut dan tenggorokan
Bibir : Pucat
Mulut/gusi : Mukosa (pucat)
Gigi : Kusam
Lidah : Pucat dan gangguan pengecapan
Tonsil : Merah
e. Abdomen
Nyeri lambung : Ada
C. Pola eliminasi
Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit :
BAB kebiasaan 1x sehari tapi terkadang tidak ada, BAK sering di rumah
Keadaan pasien saat ini : BAB (-), BAK sering (memakai pampers)
Pemeriksaan fisik
a. Abdomen : Supel
Peristaltik usus : Normal
Masalah : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
D. Pola aktivitas latihan
a. Kebiasaan sehari-hari : Beliau pensiunan PNS
b. Keadaan pernafasan : Normal
c. Keadaan jantung : Normal
Keadaan saat ini : Px tidak bisa beraktivitas karena sedang
dirawat di RS
Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas harian (tingkat melakukan aktivitas)
Makan : 2
Mandi : 2
Berpakaian : 2
Kerapian : 4
BAB : 3
BAK : 3
Mobilisasi di tempat tidur
b. Rentang gerak : Kontraktur dan Terbatas karena O2
Otot : Atrofi
Masalah : Intoleransi aktivitas
c. Pernafasan hidung
Mukosa : Pucat
d. Torak dan paru-paru
Bentuk dada : Simentris
Pergerakan rongga dada : Peningkatan sternum
e. Jantung
Frekuensi denyut jantung : Teratur
Pengisian darah ke perifer (CRT) : 3 (Cepat)
E. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan sehari-hari/keadaan sebelum sakit
a. Kebutuhan tidur : 8 jam sehari (10.00 pm – 05.30 am)
b. Kebutuhan istirahat : ± 2-3 jam
Keadaan saat ini
a. Kebutuhan tidur : Terpenuhi, apabila sudah terasa capek mata maka
dengan mudah tertidur
Pemeriksaan fisik (keadaan pasien pada saat diwawancara) : Lesu
F. Pola kognitif dan persepsi sensori
Keadaan saat ini : Ketika disentuh tubuh pasien langsung peka, paham dengan
yang ditanyakan tapi tidak bisa diungkapkan secar verbal
karena O2 sedang terpasang dan penumpukan secret
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan orientasi : Baik
b. Kemampuan mendengar
Pendengaran : Baik
c. Kemampuan melihat : Baik
d. Kemampuan menghidu : Baik
e. Kemampuan sensibilitas : Baik
f. Kemampuan pengucapan : Kurang baik
G. Pola persepsi dan konsentrasi dan konsep diri
Kebiasaan sehari-hari : keluarga mengatakan, ibu bisa mengater
dirinya, diberi bantuan karen memang beliua
lagi sakit.
Keadaan pasien pada saat ini : Ketika dilihatnya tidak rapi, maka memberikan
kode 4, segera dirapikan walaupun tidak secara
verbal.
Masalah : -
H. Pola peran dan hubungna dengan sesama
Kebiasaan sehari-hari : Dirumah beliau sebagai ibu rumah tangga yang
baik,mengatur dan memanagemen rumah
dengan anaknya, selalu terbuka
Keadaan pasien saat ini : Kepada perawat beliua mau terbuka bercerita
dan membuka diri melalui peran keluarga
Masalah : -
I. Pola seksual dan reproduksi
Kebiasaan sehari-hari : -
Keadaan pasien pada saat ini : -
Pemeriksaan fisik
a. Payudara : Simetris
J. Pola mekanisme penyesuaian dan toleransi terhadap stress
Keadaan sehari-hari : Masih bisa mengatasi ketika sakit dirumah, keluarga
mengatakan “Ibu terlihat bahagia, karena keluarga
berada disini dan mau menemani ketika sakit”
Keadaan saat ini : Ingin cepat pulang dan sembuh, kangen rumah
K. Pola system nilai kepercayaan
Keadaan sehari-hari : Dalam 1x seminggu beribadat kegereja
Keadaan saat ini : Tidak bisa kegereja karena sedang sakit
9. Analisa Data
Data Etiologi Masalah keperawatan
S: Keluarga mengatakan “Ibu
kesulitan bernafas dan tidak bisa
batuk”
O: K/u : Tidak bisa batuk dan
mengelurkan secret dijalan nafas.
- Ronchi
- R:22x/menit,
normal (ekspirasi
lebih dalam)
- Kesulitan bernafas
- Lemah
- O2 terpasang
(kateter nasal)
Penumpukan cairan dari pleura
Ronchi
Ketidak mampuan untuk batuk
(↓) Ekspansi paru
(↓) O2
Sesak nafas
Energy
Lemah
Ketidak efektipan
bersihan jalan nafas.
S: Keluarga mengatakan “Ibu saya
jarang mau makan itu karena sesak”
O: Mulut & tenggorokan :
Bibir : pucat
Lidah : bang. Pengecapas
Penurunan peristaltic
T: 37’c
Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh.
Sulit bernafas Tidak terpenuhinya
kejaringan
Sesak nafas
↓O2 ↑ Suhu
↓O2 kejaringan
↓ Ekstremitas ↓ Peristaltik
Tidak nafsu makan
S: Keluarga mengatakan “Ibu saya
ketika sehat bisa beraktivitas tapi
karena sakit ini tidak bisa apa-apa
lagi”
O: pemeriksaan fisik
Makan, mandi, berpakain (bantuan
perawat dan keluarga)
kerapian (bantuan penuh)
BAK (bantuan orang dekat)
Kelemahan carfrofi
Intoleransi aktifitas
10. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak efektipan bersihan jalan nafas b.d menurunnya eskpansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan di rongga pleura dan penumpukan sekunder.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolism tubuh, penurunan makan akibat sesak nafas.
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan O2 kebajaringan sekunder karena gangguan pola
nafas tidak efektif.
Diagnosa Keperawatan IKetidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normalKriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.Rencana tindakan : a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
Diagnosa Keperawatan IIGangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhiKriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.Rencana tindakan : a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus. Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari. Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTPRasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.
Diagnosa Keperawatan III
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
Setelah dilakukan askep … jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baikKriteria Hasil:· Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai· Warna kulit normal,hangat&kering· Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap· Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat· ↑toleransi aktivitas
NIC: Toleransi aktivitas· Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi· Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari· ↑ aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri· Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas· Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital· Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas
11. Mediksa
Obat-Obat Bronkodilator
Tipe utama bronkodilator :
1. Adrenergik
2. Antikolinergik
3. Xanthin
1. Adrenergika
Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-mimetika) yang
berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol (Meptin), dan
klenbuterol (Spriropent). Lagi pula, obat long-acting yang agak baru, yaitu salmoterol dan
formoterol (dorudil).
Zat-zat ini bekerja lebih kurang selektif terhadap reseptor b2 adrenergis dan praktis
tidak terhadap reseptor- b1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor
sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin,
inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin. Pengecualian adalah adrenalin (reseptor dan
b) yang sangat efektif pada keadaan kemelut.
Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea (batang
tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini
memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-
adenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk
proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan
beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.
Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata secara berangsur
meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru, karena tidak
menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi alergen pada pasien
alergis. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun hanya digunakan untuk melawan
serangan atau sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan obat pencegah, seperti
kortikosteroid dan kromoglikat.
Kehamilan dan laktasi. Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh wanita hamil,
begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-16. salbutamol. Terbutalin,
dan salmeterol mencapai air susu ibu. Dari obat lainnya belum terdapat cukup data
untuk menilai keamanannya; pada binatang percobaan, salmoterol ternyata merugikan
janin (3,4).
Obat-obat adrenergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :
a. Adrenalin epinefrin Lidonest 2%.
Zat adrenergik ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator
terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma
yang hebat. Sering kali senyawa ini dikombinasi dengan tranquillizer peroral
guna melawan rasa takut dan cemas yang menyertai serangan. Secara oral,
adrenalin tidak aktif.
Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan
terhadap jantung palpitasi, aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul
pula hyperglikemia, karena efek antidiabetika oral diperlemah.
Dosis pada serangan asma i.v. 0,3 ml dari larutan 1 : 1.000 yang dapat
diulang dua kali setiap 20 meter (tartrat) (3,4).
b. Efedrin : *Asmadex, * Asmasolon, * Bronchicum”
Derivat – adrenalin ini memiliki efek sentral lebih kuat dengan efek
bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat
diberikan secara oral maka banyak digunakan sebagai obat asma (bebas
berbatas tanpa resep) dalam berbagai sediaan populer, walaupun efek
sampingnya dapat membahayakan.
Resorpsinya baik dan dalam waktu ¼ – 1 jam sudah terjadi
bronchodilatasi. Di dalam hati, sebagian zat dirombak ekskresinya terutama
lewat urin secara utuh. Plasma ½-nya 3-6 jam.
Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah
sudah dapat menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan
berkemih. Pada overdose, timbul efek berbahaya terhadap SSP dan jantung
(palpitasi) (3,4).
c. Isoprenalin : Isuprel Aleudrin
Derivat ini mempunyai efek b1 + b2 adrenergis dan memiliki daya
bronchodilatasi baik tetapi resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur.
Resorpsinya dari mulut (oromukosal sebagai tablet atau larutan agak lebih
baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah beberapa menit dan bertahan
sampai 1 jamn.
Penggunaannya sebagai obat asma sudah terdesak oleh adrenergika
dengan khasiat spesifik tanpa efek beta-1 (jantung), sehingga lebih jarang
menimbulkan efek samping. Begitu pula turunnya, seperti yang tersebut di
bawah ini, sebaiknya jangan digunakan lagi (3,4).
d. Orsiprenalin (Metaproterenol, Alupent, Silomat comp)
Adalah isomer isoprenalin dengan resorpsi lebih baik, yang efeknya
dimulai lebih lambat (oral sesudah 15-20 menit tetapi bertahan lebih lama,
sampai 4 jam. Mulai kerjanya melalui inhalasi atau injeksi adalah setelah 10
menit.
Dosis 4 dd 20 mg (sulfat), i.m. atau s.c. 0,5 mg yang dapat diulang
setelah ½ jam, inhalasi 3 – 4 dd 2 semprotan (3,4).
e. Salbutamol: ventolin, salbuven
Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama (1986) yang
pada dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap
reseptor b2. selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek
lemah terhadap stabilisasi mastcell, maka sangat efektif mencegah maupun
meniadakan serangan asma. Dewasa ini obat ini sudah lazim digunakan dalam
bentuk dosis-aerosol berhubung efeknya pesat dengan efek samping yang
lebih ringan daripada penggunaan per oral. Pada saat inhalasi seruk halsu atau
larutan, kira-kira 80% mencapai trachea, tetapi hanya 7 -8% dari bagian
terhalus (1-5 mikron) tiba di bronchioli dan paru-paru.
Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing-
pusing, mual, dan tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi
reseptor b-1 dengan efek kardiovaskuler: tachycardia, palpitasi, aritmia, dan
hipotensi. Oleh karena itu sangat penting untuk memberikan instruksi yang
cermat agar jangan mengulang inhalasi dalam waktu yang terlalu singkat,
karena dapat terjadi tachyfylaxis (efek obat menurun dengan pesat pada
penggunaan yang terlalu sering).
Dosis 3-4 dd 2-4 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg,
pada serangan akut 2 puff yang dapat diulang sesudah 15 menit. Pada
serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam (3,4).
f. Terbutalin : Bricasma, Bricanyl
Derivat metil dari orsiprenalin (1970) ini juga berkhasiat b2 selektif.
Secara oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjnya ca 6
jam. Lebih sering mengakibatkan tachycardia.
Dosis 2-3 dd 2,5-5 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250
mcg, maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (3,4).
g. Fenoterol (berotec)
Adalah derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang
sama. Efeknya lebih kuat dan bertahan ca 6 jam, lebih lama daripada
salbutamol (ca 4 jam).
Dosis : 3 dd 2,5-5 mg (bromida), suppositoria malam hari 15 mg, dan
inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 200 mcg (3,4).
2. Antikolinergika
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan
sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat,
maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolimengika
memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga
aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronchodilatasi.
Penggunaan terutama untuk terapi pemeliharaan HRB, tetapi juga berguna untuk
meniadakan serangan asma akut (melalui inhalasi dengan efek pesat).
Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak
dan tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah efek
atropin, seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram akibat
gangguan akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini (3,4).
Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :
a. Ipratropium : Atrovent
Derivat-N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat bronchodilatasi,
karena melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi.
Ipratropin berdaya mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek
mengeringkan dari obat antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang
mengeluarkan banyak dahak. Khususnya digunakan sebaga inhalasi, efeknya
dimulai lebih lambat (15 menit) dari pada b2-mimetika. Efek maksimalnya
dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam. Sangat efektif sebagai
obat pencegah dan pemeliharaan, terutama pada bronchitis kronis. Kini, zat ini
tidak digunakan (lagi) sebagai monoterapi (pemeliharaan), melainkan selalu
bersama kortikosteroida-inhalasi. Kombinasinya dengan b2-mimetika
memperkuat efeknya (adisi).
Resorpsinya secara oral buruk (seperti semua senyawa amonium
kwaterner). Secara tracheal hanya bekerja setempat dan praktis tidak diserap.
Keuntungannya ialah zat ini juga dapat digunakan oleh pasien jantung yang
tidak tahan terhadap adrenergika.
Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering,
mual, nyeri kepala, dan pusing.
Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromida) (3,4).
3. Derivat Xanthin: teofilin, aminofilin
Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin.
Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya hiperektivitas dan
berdasarkan ini bekerja profilaksi. Resorpsi dari turunan teofilin amat berbeda-beda; yang
terbaik adalah teofilin microfine (particle size 1-5 micron) dan garam-garamnya
aminofilin dan kolinteofilinat. Penggunaanya secara terus-menerus pada terapi
pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Pada
keadaan akut (infeksi aminofilin) dapat dikombinasi dengan obat asam lainnya, tetapi
kombinasi dengan b2-mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubungan
kedua jenis obat saling memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan efedrin
(Asmadex, Asmasolon) praktis tidak memperbesar efek bronchodilatasi, sedangkan
efeknya terhadap jantung dan efek sentralnya amat diperkuat. Oleh karena ini, sediaan
kombinasi demikian tidak dianjurkan, terutama bagi para manula.
Tablet sustanined release (Euphyllin retard 125-250 mg) adalah efketif untuk
memperoleh kadar darah yang konstan, khususnya pada waktu tidur dan dengan demikian
mencegah serangan tengah malam dan morning dip (3,4).
Kehamilan dan laktasi
Teofilin aman bagi wanita hamil. Karena dapat mencapai air susu ibu, sebaiknya
ibu menyusui bayinya sebelum menelan obat ini (3,4).
Obat-obat golongan xanthin yang sering digunakan sebagai bronchodilator
a. Teofilin : 1,3 dimryilkdsnyin, Quibron-T/SR Theobron.
Alkaloida ini (1908) terdapat bersama kofein (trimetilksantin) pada
daun teh (Yuntheos = Allah, phykllon = daun) dan memiliki sejumlah khasiat
antara lain berdaya spasmolitis terhadap otot polos, khususnya otot bronchi,
menstimulasi jantung (efek inotrop positif) dan mendilatasinya. Teofilin juga
menstimulasi SSP dan pernafasan, serta bekerja diuretis lemah dan singat.
Kofein juga memiliki semua khasiat ini meski lebih lemah, kecuali efek
stimulasi sentralnya yang lebih kuat. Kini, obat ini banyak digunakan sebagai
obat prevensi dan terapi serangan asma.
Efek bronchodilatasinya tidak berkorelasi baik dengan dosis, tetapi
memperlihatkan hubungan jelas dengan kadar darahnya dan kadar di air liur.
Luas terapeutisnya sempit, artinya dosis efektifnya terletak berdekatan dengan
dosis toksisnya. Untuk efek optimal diperlukan kadar dalam darah dari 10-15
mcg/ml, sedangkan pada 20 mcg/ml sudah terjadi efek toksis. Oleh karena itu,
dianjurkan untuk menetapkan dosis secara individual berdasarkan tuntutan
kadar dalam darah. Hal ini terutama perlu pada anak-anak di bawah usia 2
tahun dan pada manula diatas 60 tahun, yang sangat peka terhadap overdose,
juga pada pasien gangguan hati dan ginjal. Terapi dengan teofilin harus
dipandu dengan penentuan kadar dalam darah.
Resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Itulah sebabnya mengapa
bronchodilator tua ini (1935) dahulu jarang digunakan. Baru pada tahun 1970-
an, diketahui bahwa resorpsi dapat menjadi lengkap bila digunakan dalam
bentuk seruk microfine. (besarnya partikel 5-10 mikron) begitu juga pada
penggunaan sebagai larutan, yang seperlunya ditambahkan alkohol 20%.
Plasma-t ½ nya 3-7 jam, ekskresinya berlangsung sebagai asam metilurat
lewat kemih dan hanya 10% dalam keadaan utuh. Teofilin sebaiknya
digunakan sebagai sediaan ‘sutanined release’ yang memberikan resorpsi
konstan dan kadar dalam darah yang lebih teratur.
Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah, baik pada
penggunaan oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek
sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernafasan,
juga efek kardiovaskuler, seperti tachycardia, aritmia, dan hipotensi. Anak
kecil sangat peka terhadap efek samping teofilin.
Dosis 3-4 dd 125 – 250 mg microfine (retard).
1 mg teofilin 0 aq = 1,1 g teofilin 1 aq = 1,17 g aminofilin 0 aq = 1,23
g aminofilin 1 aq (3,4).
b. Aminofilin (teofilin-etilendiamin, Phyllocomtin continus, Euphylllin)
Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali.
Garam ini bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara
oral sering mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah), juga pada
penggunaan dalam suppositoria dan injeksi intramuskuler (nyeri). Pada
serangan asma, obat ini digunakan sebagai injeksi i.v.
9. Management Medis
Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini menutupi jaringan paru dan terdiri dari 2 lapis:
1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru.
2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah. Efusi terjadi jika pemnbentukan cairan oleh pleura parietalis melampau batas pengambilan yang dilakukan pleura viseralis.
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura.
Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan
12. Nursing management
a. Pengkajian
Data yang sudah dikumpulakan/dikaji meliputi
1) Identitas pasien
Keluhan Utama merupakan faktor yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat kerumah sakit. Biasanya pada pasien Efusi pleura didapatkan keluhan
utama brupa sesak nafas, sara sesak pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan telokalisasi terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non-produktif.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada berat badan (-) dst. Perlu
juga datangakan mubi kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan-tindakan yang
dilakukan untuk menurunkan/menhilangkan keluhan, keluhan tersebut.
3) Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah, mengalami penyakit TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, osites dst. Hal ini deperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
4) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
disingelir sebagai penyabab efusi pleura ex.kanker paru, asma, TB paru dst.
5) Riwayat psikososid
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya dan
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
6) Pengkajian pola-pola tatalaksana hidup sehat
Pola persepsi tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawat di RS mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan tepi kadang juga memculkan presepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
Pola nutrisi dan metabolism
Dalam melakukan pengkajian pola nutrisi dan metabolisme perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan atau mengetahui status nutrisi
pasien. Pasien dengan epusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abd. Peningkatan
metabolism akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien degan efusi pleura
keadaan umumnya lemah
Pola elimenasi
Perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defeksi pre dan post mrs.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih benyak bed rest
sehingga akan menghasilkan konstipasi, selain akibat prncernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltic otot-otot degastiuus.
Pola aktifitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan pasien
akan cepat mengalami pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
mengurangi aktivitasnya, akibat adanya nyeri dada dan untuk memenuhi
kebutuhan ADLnyasebagai kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap penularan kebutuhan tidak dan istirahat.
Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakit, secara langsung pasien akan mengalami perubaha, misalnya
IRT, pasien tidakbisa menlakukannya.
Pola presepsi dan konsep diri
Presepsi terhadap dirinya akan berubah, pasien yang tadinya sehat tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.
Pola sensori dan kongnitif
Fungsi panca indra pasien tidak mengalami perubahan demikian juga
berpikirnya
Pola reproduksi seksual
Dalam hal inii hubungan sek intercourse terganggu karena sedang di rawat.
Pola tata nilai dan kepercayaan.
7) Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasein
terhdapa petugas, bagaimana mood pasien, setelah mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan.
System sespirasi
- Infeksi
Bentuk manitorax yang sakit mecembung, iga mendatar, ruang artar
igamelebar, pergerakan nafas menurun, perdorongan mediasfinom kearah
hemithorax kontrak lakteral yang diketahui dari posisi trachea dan lobus
kordis, Pr meningkat dan pasien alas an orasanga dyspreu. Fremitus torak
menurun terutama pada efusi pleura yang jumlah cairannya >250cc.
- Palpasi
Ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit
- Perkusi
Redup sampai peka tergantung jumlah cairannya
- Auskultasi
suara nafas menurun sampai menghilang
BAB III Daftar pustaka
1. Doenges M.E,dkk, 1993, Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk Perencanaan
dan perdokumentasi perawatan pasien, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
2. Nanda, 2001, nursing Diagnosa : Definisi fior ard dassifaution 2001-2002,
Philadelphia
3. Tamsuri anas, 2004, klien gangguan pernafasan : Seri Asuhan Keperawatan, penerbit
buka kedokteran EGC, Jakarta
top related