#laporan pendahuluan ge
Post on 21-Jul-2016
346 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE (GASTROENTRITIS) PADA ANAK
A. DEFINISI
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak
atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja
>10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10
g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa,
yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau
tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode
diare berat (Simatupang, 2004).
Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare
bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur
lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004.)
Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam
usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare
setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat
melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis)
atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut
dan kronis (Wong, 2009).
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau
tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada
lambung atau usus
B. ETIOLOGI
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari
sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella,
salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-
bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang
pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan
saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur
terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan
mineral.
b) Kurang kalori protein.
1) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus
Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ
Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
- Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium
Coli, Crypto Sparidium)
- Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis
Huminis)
- Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan :
1) Keracunan bahan-bahan kimia
2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
- Jazad renik, Algae
- Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut
dan cemas
C. EPIDEMOLOGI
Kejadian diare di negara berkembang antara 3,5- 7 episode setiap anak
pertahun dalam dua tahun pertama dan 2-5 episode pertahun dalam 5 tahun
pertama kehidupan. Departemen kesehatan RI dalam surveinya tahun 2000
mendapatkan angka kesakitan diare sebesar 301/ 1000 penduduk, berarti
meningkat dibanding survei tahun 1996 sebesar 280/ 1000 penduduk, diare masih
merupakan penyebab kematian utama bayi dan balita.
D. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam
penyebab dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam
kelainan pokok yang berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat
menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga
cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang
terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu.
Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di
jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon.
Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada
permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang
peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon
saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan
glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan
terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada
Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada
dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat
antara khim dan permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi
yang normal. Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat
kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah
reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus
merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa
usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme
berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang
kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan
absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi
karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini
dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga
dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera
atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain
uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos
usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu
mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat
menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya
sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase.
Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami
hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri
dalam usus besar memecah laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi
seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan rantai atom karbon yang
lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-molekul inilah yang
secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi diare.
Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai
defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase)
dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat
terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa
usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya
tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan
ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh,
terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari
cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada
anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya
gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan
absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah
berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila
tidak segera diatasi klien akan meninggal.
PATHWAY
Infeksi
Berkembang di usus
Isi Usus
Makanan
Toksik tak dapat diserap
Hiperperistaltik
Penyerapan makanan diusus menurun
Hipersekresi air & elektrolit
Ansietas
Malabsorbsi KH, lemak, protein
Peningkatan tekanan osmotik
Psikologi
Frekuensi BABmeningkat
Pergeseran air dan elektrolit ke usus
Hilang cairan & elekltrolit berlebih
Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit
Dehidrasi
Kekurangan Volume Cairan
Kerusakan integritas Kulit
DIARE
Distensi Abdomen
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Mual muntah
Nafsu makan menurun
Overhidrasi
Kelebihan Volume Cairan
Hipertermi
Syok Hipovolemik
Intoleransi Aktifitas
Suplai Oksigen seluruh tubuh
HB menurun
Hospitalsasi, Tindakan
IvasifTakut
Kurang Pengetahuan
E. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.
Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global
Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang
cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit
kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika
dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di
enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4
minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab
infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen.
10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi
lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut,
penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi
seperti allergi dan lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare
dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang
kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan
mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak
ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung,
tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat
memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Secara Umum Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar
dengan konsistensi tinja
cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun
(oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun
sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela
cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering
Jika Pada Anak – Anak Manifestasi klinis diare yaitu :
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih
asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai
berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap
diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal.
Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan
adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting
sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan
M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin
C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi
enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses
24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus
dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore
atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan
proses malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak
orange per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False
negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk
mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir.
Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa
intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare
osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus
diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses
adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K)
dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur,
metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk
anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon
kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi
yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam
sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan
normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori.
Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya
Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora
yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal.
Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan
abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam
lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi
lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi
limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun
tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah
mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau
obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat
diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome),
calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda
urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).
9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi
feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif
feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses
lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic
seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.
Pemeriksaan Penunjang Lain
1. Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan
yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan
(c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap
absorbs kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi
pada usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone
laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala
sesuatu ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi
dalam memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat
menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube
dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan
suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa
diinjeksikan.
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat
mengkonfirmasi pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau
enterokolosis dapat membantu dalam mengevaluasi Chron’s disease,
Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat membantu
mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam
mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi
dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS,
Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT
Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau
endokrin pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap
dimetabolisme di usus halus bagian proksimal, Abnormalitas ini
ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang dari 4 gram urine
setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal
insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2) Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri
dari karbohidrat, dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri
dan intolerans laktosa. Hidrogen Breath Test akan mencapai pucaknya
2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan
defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi
lactase dan insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan
menurunkan Breath hydrogen.
b. Test Menilai Fungsi pancreas
1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk
pembelahan B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana
pada insufisiensi pancreas berat kan menurunkan absorbsi B12. Label
yang digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop yang berbeda.
CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi
pancreas CO tidak diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK
intravena atau sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein
dan karbohidrat. Cairan pancreas diaspirasi melalui kateter dari
duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik. Tidak
adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi
menunjukkan insufisiensi pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau
jejunum proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan
kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan
pertumbuhan bakteri.
H. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare
(Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit
saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas
yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
1) Keadaan Umum : baik
2) Mata : Normal
3) Rasa haus : Normal, minum biasa
4) Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
1) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
2) Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
3) Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:
1) Keadaan Umum : Gelisah, rewel
2) Mata : Cekung
3) Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
4) Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
1) Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
2) Mata : Cekung
3) Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
4) Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai
efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %
(Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare
harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
1) Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
2) Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.
3. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di
beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat
badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan
kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek
samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
1) Diare lebih sering
2) Muntah berulang
3) Sangat haus
4) Makan/minum sedikit
5) Timbul demam
6) Tinja berdarah
7) Tidak membaik dalam 3 hari.
I. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera
kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang
cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia
dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD
Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
J. PENCEGAHAN
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah:
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula
atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI
Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah
6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil
ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal
usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol
untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan,
apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping
ASI, yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).
Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-
bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam
makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi
anak dengan sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang
dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-
jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci
dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan
angka kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah
agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering
disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah
diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi
berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit
mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik
secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air
bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu
perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah
dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan
estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak
dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk
mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan,
sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat
penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan
pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan
pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan
bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk
dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit
seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada
saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan,
agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang
tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
DIARE PADA ANAK
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor
situasional ( keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan
melalui selang efek samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis
(inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan
dalam mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Ansietas orang tua b.d proses penyakit anaknya
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN NIC / INTERVENSI
1. Diare b.d faktor
psikologis (stress,
cemas), faktor
situasional (kera-
cunan, kontaminasi,
pem-berian makanan
melalui selang,
penyalahgunaan
laksatif, efek samping
obat, travelling,
malabsorbsi, proses
infeksi, parasit,
iritasi)
Batasan karakteristik:
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
selama … X 24 jam
pasien tidak me-ngalami
diare / diare berkurang,
dengan criteria :
Bowel Elemination
(0501)
Frekuensi bab normal
< 3 kali / hari
Konsistensi feses
normal (lunak dan
berbentuk)
Gerakan usus tidak
me-ningkat (terjadi
Manajemen Diare (0460)
Identifikasi faktor yang
mungkin me-nyebabkan
diare (bakteri, obat,
makanan, selang makanan,
dll )
Evaluasi efek samping
obat
Ajari pasien menggunakan
obat diare dengan tepat
(smekta diberikan 1-2 jam
setelah minum obat yang
lain)
Anjurkan pasien /
keluarga untuk men-catat
warna, volume, frekuensi,
Bab > 3 x/hari
Konsistensi
encer / cair
Suara usus
hiperaktif
Nyeri perut
Kram
tiap 10 -30 detik)
Warna feses normal
Tidak ada lendir, darah
Tidak ada nyeri
Tidak ada diare
Tidak ada kram
Gambaran peristaltic
tidak tampak
Bau fese normal (tidak
amis, bau busuk)
bau, konsistensi feses.
Dorong klien makan
sedikit tapi sering (tambah
secara bertahap)
Anjurkan klien
menghindari makanan
yang berbumbu dan
menghasilkan gas.
Sarankan klien untuk
menghindari ma-kanan
yang banyak mengandung
laktosa.
Monitor tanda dan gejala
diare
Anjurkan klien untuk
menghubungi pe-tugas
setiap episode diare
Observasi turgor kulit
secara teratur
Monitor area kulit di
daerah perianal dari iritasi
dan ulserasi
Ukur diare / keluaran isi
usus
Timbang Berat Badan
secara teratur
Konsultasikan dokter jika
tanda dan gejala diare
menetap.
Kolaborasi dokter jika ada
peningkatan suara usus
Kolaborasi dokter jika
tanda dan gejala diare
menetap.
Anjurkan diet rendah serat
Anjurkan untuk
menghindari laksatif
Ajari klien / keluarga
bagaimana meme-lihara
catatan makanan
Ajari klien teknik
mengurangi stress
Monitor keamanan
preparat makanan
Manajemen Nutrisi
Hindari makanan yang
membuat alergi
Hindari makanan yang
tidak bisa di-toleransi
oleh klien
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
kebutuhan kalori dan jenis
makanan yang dibutuhkan
Berikan makanan secara
selektif
Berikan buah segar
(pisang) atau jus buah
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan kien dan ba-
gaimana cara makannya
Bowel Incontinence Care
Tentukan faktor fisik atau
psikis yang menyebabkan
diare.
Terangkan penyebab
masalah dan alasan
dilakukan tindakan.
Diskusikan prosedur dan
hasil yang diharapkan
dengan klien / keluarga
Anjurkan klien / keluarga
untuk mencatat keluaran
feses
Cuci area perianal dengan
sabun dan air dan
keringkan setiap setelah
habis bab
Gunakan cream di area
perianal
Jaga tempat tidur selalu
bersih dan kering
Perawatan Perineal
Bersihkan secara teratur
dengan teknik aseptik
Jaga daerah perineum
selalu kering
Pertahankan klien pada
posisi yang nyaman
Berikan obat anti nyeri /
inflamasi dengan tepat
2. Hipertermi b.d
dehidrasi,
peningkatan
metabolik, inflamasi
usus
Batasan karakteristik:
Suhu tubuh >
normal
Kejang
Takikardi
Respirasi
meningkat
Diraba hangat
Kulit memerah
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
selama … X 24 jam suhu
badan klien normal,
dengan criteria :
Termoregulasi (0800)
Suhu kulit normal
Suhu badan 35,9˚C-
37,3˚C
Tidak ada sakit kepala
Tidak ada nyeri otot
Tidak ada perubahan
war-na kulit
Nadi, respirasi dalam
ba-tas normal
Hidrasi adekuat
Pasien menyatakan
nya-man
Tidak menggigil
Tidak iritabel /
gragapan / kejang
Pengaturan Panas
Monitor suhu sesuai
kebutuhan
Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi
Monitor suhu dan warna
kulit
Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipertermi
Anjurkan intake cairan
dan nutrisi yang adekuat
6. Ajarkan klien
bagaimana mencegah
panas yang tinggi
Berikan obat antipiretik
Berikan obat untuk
mencegah atau
mengontrol menggigil
Pengobatan Panas (3740)
Monitor suhu sesuai
kebutuhan
Monitor IWL
Monitor suhu dan warna
kulit
Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi
Monitor derajat penurunan
kesadaran
Monitor kemampuan
aktivitas
Monitor leukosit,
hematokrit
Monitor intake dan output
Monitor adanya aritmia
jantung
Dorong peningkatan
intake cairan
Berikan cairan intravena
Tingkatkan sirkulasi udara
dengan kipas angin
Dorong atau lakukan oral
hygiene
Berikan obat antipiretik
untuk mencegah pasien
menggigil / kejang
Berikan obat antibiotic
untuk mengobati
penyebab demam
Berikan oksigen
Kompres dingin
diselangkangan, dahi dan
aksila bila suhu badan
39˚C atau lebih
Kompres hangat
diselangkangan, dahi dan
aksila bila suhu badan <
39˚C
Anjurkan klien untuk
tidak memakai selimut
Anjurkan klien memakai
baju berbahan dingin, tipis
dan menyerap keringat
Manajemen Lingkungan
Berikan ruangan sendiri
sesuai indikasi
Berikan tempat tidur dan
kain / linen yang bersih
dan nyaman
Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi
(6540)
Anjurkan klien untuk
mencuci tangan sebelum
makan
Gunakan sabun untuk
mencuci tangan
Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan
kegiatan perawatan
Ganti tempat infuse dan
bersihkan sesuai dengan
SOP
Berikan perawatan kulit di
area yang odem
Dorong klien untuk cukup
istirahat
Lakukan pemasangan
infus dengan teknik
aseptik
Anjurkan koien minum
antibiotik sesuai advis
dokter
3. Kekurangan volume
ca-iran b.d intake
kurang, kehilangan
volume cairan aktif,
kegagalan dalam
mekanisme
pengaturan
Batasan karakteristik:
Kelemahan
Haus
- Penurunan
turgor kulit
Membran mucus /
kulit kering
Nadi meningkat,
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
selama … X 24 jam
kebutuhan cairan dan
elektrolit adekuat, dengan
kriteria :
Hidrasi
Hidrasi kulit adekuat
Tekanan darah dalam
ba-tas normal
Nadi teraba
Membran mukosa
lembab
Turgor kulit normal
Berat badan stabil dan
Monitor Cairan
Tentukan riwayat jenis
dan banyaknya intake
cairan dan kebiasaan
eleminasi
Tentukan faktor resiko
yang menyebabkan
ketidakseimbangan cairan
(hipertermi, diu-retik,
kelainan ginjal, muntah,
poliuri, diare, diaporesis,
terpapar panas, infeksi)
Menimbang BB secara
teratur
Monitor vital sign
Monitor intake dan output
te-kanan darah
menu-run,
tekanan nadi
menurun
Penurunan
pengisian kapiler
Perubahan status
mental
Penurunan urin
out-put
Peningkatan
konsen-trasi urin
Peningkatan suhu
tubuh
Hematokrit
mening-kat
Kehilangan berat
ba-dan mendadak.
dalam batas normal
Kelopak mata tidak
ce-kung
Fontanela tidak
cekung
Urin output normal
Tidak demam
Tidak ada rasa haus
yang sangat
Tidak ada napas
pendek / kusmaul
Balance Cairan
Tekanan darah normal
Nadi perifer teraba
Tidak terjadi ortostatik
hypotension
Intake-output
seimbang dalam 24
jam
Serum, elektrolit
dalam batas normal.
Hmt dalam batas
normal
Tidak ada suara napas
tambahan
BB stabil
Tidak ada asites,
edema perifer
Tidak ada distensi
Periksa serum, elektrolit
dan membatasi cairan bila
diperlukan
Jaga keakuratan catatan
intake dan output
Monitor membrane
mukosa, turgor kulit dan
rasa haus
Monitor warna dan jumlah
urin
Monitor distensi vena
leher, krakles, odem
perifer dan peningkatan
berat badan.
Monitor akses intravena
Monitor tanda dan gejala
asites
Catat adanya vertigo
Pertahankan aliran infuse
sesua advis dokter
Manajemen Cairan
Timbang berat badan dan
monitor ke-
cenderungannya.
Timbang popok
Pertahankan keakuratan
catatan intake dan output
Pasang kateter bila perlu
Monitor status hidrasi
vena leher
Mata tidak cekung
Tidak bingung
Rasa haus tidak
berlebih-an
Membrane mukosa
lem-bab
Hidrasi kulit adekuat
(kelembaban membrane
mukosa, denyut nadi,
tekanan darah)
Monitor vital sign
Monitor tanda-tanda
overhidrasi / ke-lebihan
cairan (krakles, edema
perifer, distensi vena
leher, asites, edema
pulmo)
Berikan cairan intravena
Monitor status nutrisi
Berikan intake oral selama
24 jam
Berikan cairan dengan
selang (NGT) bila perlu
Monitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
Kolaborasi dokter jika ada
tanda dan gejala kelebihan
cairan
Manajemen Hipovolemia
Monitor status cairan
intake dan output
Pertahankan patensi akses
intravena
Monitor Hb dan Hct
Monitor kehilangan cairan
(muntah dan diare)
Monitor tanda vital
Monitor respon pasien
terhadap perubahan cairan
Berikan cairan isotonic /
kristaloid (Na-Cl, RL,
Asering) untuk rehidrasi
eks-traseluler
Monitor tempat tusukan
intravena dari tanda
infiltrasi atau infeksi
Monitor IWL (misalnya :
diaporesis)
Anjurkan klien untuk
menghindari meng-ubah
posisi dengan cepat, dari
tidur ke duduk atau berdiri
Monitor berat badan
secara teratur
Monitor tanda-tanda
dehidrasi ( turgor kulit
menurun, pengisian
kapiler lambat, membrane
mukosa kering, urin
output menurun, hipotensi,
rasa haus meningkat, nadi
lemah.
Dorong intake oral
(distribusikan cairan
selama 24 jam dan beri
cairan diantara waktu
makan)
Pertahankan aliran infus
Posisi pasien
Trendelenburg / kaki
elevasi lebih tinggi dari
kepala ketika hipotensi
jika perlu
Monitoring Elektrolit
Monitor elektrolit serum
Kolaborasi dokter jika ada
ketidakseimbangan
elektrolit
Monitor tanda dan gejala
ketidakseimbangan
elektrolit (kejang, kram
perut, tremor, mual dan
muntah, letargi, cemas,
bingung, disorientasi,
kram otot, nyeri tulang,
depresi pernapasan,
gangguan irama jantung,
penurunan kesadaran :
apatis, coma)
Manajemen Elektrolit
Pertahankan cairan infuse
yang me-ngandung
elektrolit
Monitor kehilangan
elektrolit lewat suction
nasogastrik, diare,
diaporesis
Bilas NGT dengan normal
salin
Berikan diet makanan
yang kaya kalium
Berikan lingkungan yang
aman bagi klien yang
mengalami gangguan
neurologis atau
neuromuskuler
Ajari klien dan keluarga
tentang tipe, penyebab,
dan pengobatan ketidakse-
imbangan elektrolit
Kolaborasi dokter bila
tanda dan gejala
ketidakseimbangan
elektrolit menetap.
Monitor respon klien
terhadap terapi elektrolit
Monitor efek samping
pemberian suplemen
elektrolit.
Kolaborasi dokter
pemberian obat yang
mengandung elektrolit
(aldakton, kalsium
glukonas, KCl).
Berikan suplemen
elektrolit baik lewat oral,
NGT, atau infus sesuai
advis dokter
4. PK: Syok
hipovolemia b.d
dehidrasi
Setelah dilakukan tindak-
an / penanganan selama
1 jam diharapkan klien
mempunyai perfusi yang
adekuat, dengan criteria :
Kriteria hasil :
Amplitudo nadi
perifer meningkat
Pengisian kapiler
singkat (< 2 detik)
Tekanan darah dalam
rentang normal
CVP > atau = 5 cm
H2O
Frekuensi jantung
teratur
Berorientasi terhadap
waktu, tempat, dan
orang
Keluaran urin > atau =
30 ml/jam
Kaji dan catat status
perfusi perifer. Laporkan
temuan bermakna :
ekstremitas dingin dan
pucat, penurunan
amplitude nadi, pengisian
kapiler lambat.
Pantau tekanan darah pada
interval sering ; waspadai
pada pembacaan lebih dari
20 mmHg di bawah
rentang normal klien atau
indicator lain dari
hipotensi : pusing,
perubahan mental,
keluaran urin menurun.
Bila hipotensi terjadi,
tempatkan klien pada
posisi telentang untuk
meningkatkan aliran balik
vena. Ingat bahwa tekanan
darah > atau = 80/60
mmHg untuk perfusi
Akral hangat
Nadi teraba
Membran mukosa
lembab
Turgor kulit normal
Berat badan stabil dan
dalam batas normal
Kelopak mata tidak
cekung
Tidak demam
Tidak ada rasa haus
yang sangat
Tidak ada napas pen-
dek /kusmaul
koroner dan arteri ginjal
yang adekuat.
Pantau CVp (bila jalur
dipasang) untuk
menentukan keadekuatan
aliran balik vena dan
volume darah; 5-10 cm
H2O biasanya dianggap
rentang yang adekuat.
Nilai mendekati 0
menunjukkan
hipovolemia, khususnya
bila terkait dengan
keluaran urin menurun,
vasokonstriksi, dan
peningkatan frekuensi
jantung yang ditemukan
pada hipovolemia.
Observasi terhadap
indicator perfusi serebral
menurun : gelisah,
konfusi, penurunan tingkat
kesadaran. Bila indicator
positif terjadi, lindungi
klien dari cidera dengan
meninggikan pengaman
tempat tidur dan
menempatkan tempat tidur
pada posisi paling rendah.
Reorientasikan klien
sesuai indikasi.
Pantau terhadap indicator
perfusi arteri koroner
menurun : nyeri dada,
frekuensi jantung tidak
teratur.
Pantau hasil laboratorium
terhadap BUN (>20
mg/dl) dan kreatinin (>1,5
mg/dl) meninggi ;
laporkan peningkatan.
Pantau nilai elektrolit
terhadap bukti ketidak
seimbangan , terutama
Natrium (>147 mEq/L)
dan Kalium (>5 mEq/L).
Waspadai tanda
hiperkalemia : kelemahan
otot, hiporefleksia,
frekuensi jantung tidak
teratur. Juga pantau tanda
hipernatremia, retensi
cairan dan edema.
Berikan cairan sesuai
program untuk
meningkatkan volume
vaskuler. Jenis dan jumlah
cairan tergantung pada
jenis syok dan situasi
klinis klien : RL, Asering
Siapkan untuk
pemindahan klien ke
ICU/PICU
5 Takut b.d tindakan
inva-sif, hospitalisasi,
penga-laman
lingkungan yang
kurang bersahabat.
Batasan karakteristik:
Panik
Teror
Perilaku
menghindar atau
menyerang
Impulsif
Nadi, respirasi,
TD sistolik
meningkat
Anoreksia
Mual, muntah
Pucat
Stimulus sebagai
an-caman
Lelah
Otot tegang
Keringat
meningkat
Gempar
Ketegangan
mening-kat
Menyatakan takut
Menangis
Protes
Setelah dilakukan tindak-
an keperawatan selama …
X 24 jam rasa takut klien
berkurang, dengan
criteria:
Fear control:
Klien tidak menyerang
atau menghindari
sumber yang
menakutkan
Klien menggunakan
tek-nik relaksasi untuk
me-ngurangi takut
Klien mampu
mengontrol respon
takut
Klien tidak melarikan
diri
Durasi takut menurun
Klien kooperatif saat
di-lakukan perawatan
dan pengobatan
Anxiety control
Tidur pasien adekuat
Tidak ada manifestasi
fisik
Tidak ada manifestasi
perilaku
Klien mau berinteraksi
Coping enhancement
Kaji respon takut pasien :
data objektif dan subyektif
Jelaskan klien / keluarga
tentang proses penyakit
Terangkan klien /
keluarga tentang semua
pemeriksaan dan
pengobatan
Sampaikan sikap empati
(diam, memberikan sen-
tuhan, mengijinkan mena-
ngis, berbicara dll)
Dorong orang tua untuk
selalu menemani anak
Berikan pilihan yang
realistis tentang aspek
perawatan
Dorong klien untuk
melakukan aktifitas sosial
dan komunitas
Dorong penggunaan
sumber spiritual
Anxiety Reduction
Jelaskan semua prosedur
termasuk perasaan yang
mungkin dialami selama
menjalani prosedur
Berikan objek yang
memberikan rasa aman
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Anonim.2013. Laporan Pendahuluan Diare.( dalam;
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-
diare.html#.Uy_HLldaQdU). Diakses tanggal 23 Maret 2014 Pukul
19.00 Wita.
top related